Anda di halaman 1dari 104

Hari Harjanto Setiawan , dkk

KEWIRAUSAHAAN

SOSIAL

Penerima Program Keluarga Harapan (PKH ) Graduasi

YA

ng Rangi
Rangini

Sww.Rod
DAPROa
S

CA

Pusat Penelitian dan Pengembangan kesejahteraan Sosial


Badan Pendidikan , Penelitian dan Penyuluh Sosial
Republik Indonesia
Tahun 2020
Hari Harjanto Setiawan , dkk
Kesejahteraan Sosial

KEWIRAUSAHAAN
SOSIAL
Penerima Program Keluarga Harapan (PKH)Graduasi

Editor :
Bambang Rudito

Pusat Penelitian Dan Pengembangan


Kesejahteraan Sosial
Badan Pendidikan, Penelitian dan Penyuluh Sosial
2020

i
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang keras memperbanyak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi


buku ini, serta memperjualbelikannya tanpa mendapat izin tertulis dari
Penerbit

@ 20189 Penerbit Puslitbang Kementerian Sosial RI, Jakarta


( x, 2020)

Judul Buku : Kewirausahaan Sosial Penerima Program Keluarga


Harapan (PKH) Graduasi

Reviewer : Mu’man Nuryana

Penulis : 1. Hari Harjanto Setiawan


2. Badrun Susantyo
3. Agus Budi Purwanto
4. Muhammad Belanawane Sulubere
5. Delfirman

Penerbit : Puslitbang Kementerian Sosial RI


Cetakan I : Oktober 2020
ISBN :

Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKPI)

2
KATAPENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih
dan Penyayang, berkat rahmat dan karunia-Nya, hasil penelitian yang
berjudul “Kewirausahaan Sosial Penerima Program Keluarga Harapan
(PKH) Graduasi” dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
direncanakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial
berupaya tampil dalam melaksanakan peran strategisnya guna
mendukung Kementerian Sosial Republik Indonesia sebagai pilar utama
pembangunan kesejahteraan sosial untuk mengembangkan kebijakan
dan program pada Unit Teknis terkait.
Penelitian ini merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan
kebijakan yang berbasis penelitian. Sebagai leading sector, Kementerian
Sosial RI berkewajiban mengembangkan Kewirausahaan untuk
mengentaskan permasalahan kemiskinan bagi penerima Program
Keluarga Harapan (PKH) graduasi. Program ini masih relatif baru di
Kementerian Sosial, sehingga penelitian ini akan dilanjutkan untuk
mendapatkan model atau pola yang dapat dipilih sebagai kebijakan yang
tepat oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dalam
pengembangan Kewirausahaan Sosial di Indonesia.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna,
sesuai dengan pepatah “tidak ada gading yang tidak retak”. Oleh karena
itu, kami berharap masukan yang bersifat konstruktif dari pembaca guna
perbaikan selanjutnya. Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi
yang bermanfaat, baik bagi praktisi maupun akademisi yang mengkaji
permasalahan ini. Kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan
penelitian hingga terwujudnya buku ini, kami menyampaikan terima
kasih.
Jakarta, Juli 2020
Kepala,

Justina Dwi Noviantarii

iii
i
PENGANTARPENERBIT
Salah satu upaya Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk miskin, dengan memberdayakan dan mengoptimalkan
partisipasi masyarakat, serta menjamin tercapainya penggunaan sumber
daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Upaya untuk
mengikutsertakan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial diselenggarakan melalui kewirausahaan Sosial.
Pembelajaran dari hasil penelitian ini akan mengoptimalkan
keterjangkauan penerima manfaat terhadap berbagai program-program
Perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang
diselenggarakan oleh pemerintah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota)
melalui kewirausahaan sosial. Diharapkan hasil penelitian ini
memberikan manfaat sebagai bahan informasi bagi penentu program
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan hak kewarganegaraan.
Lebih jauh lagi penelitian ini dapat memberikan masukan pada
pemerintah pentingnya Kewirausahaan sosial bagi penerima program
keluarga harapan (PKH) Graduasi.
Semoga buku hasil penelitian ini bermanfaat sebagai landasan
menentukan kebijakan dan pengembangan Kewirausaahaan Sosial
kedepan. Buku hasil penelitian ini dapat menambah khasanah baru yang
mencerahkan dan sangat layak untuk dibaca khalayak umum serta
pemerhati masalah penanganan kemiskinan, sehingga dapat berbuah
kemanfaatan bagi semua.

Jakarta, Juli 2020


Penerbit

iv
iii
DAFTARISI

KATA PENGANTAR iii i


PENGANTAR PENERBIT iv iii
DAFTAR ISI v v
DAFTAR TABEL viivii
DAFTAR GAMBAR viii
viii
DAFTAR BAGAN ix ix

BAB 1 PENDAHULUAN 0 1
A. LATAR BELAKANG 0 1
B. RUMUSAN PENELITIAN 0 4
C. TUJUAN PENELITIAN 0 4

BAB 2 KERANGKA TEORI 0 7


A. PKH GRADUASI 0 7
B. PEMBERDAYAAN 0 8
C. KEWIRAUSAHAAN SOSIAL 0 10

BAB 3 METODOLOGI 0 13
A. PENDEKATAN PENELITIAN 0 13
B. JENIS PENELITIAN 0 15
C. TEKNIK PEMILIHAN INFORMAN 0 16
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 0 17
E. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS 0
DATA 18
F. STRATEGI MENINGKATKAN KUALITAS 0
20

PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 0 23


A. GAMBARAN TENTANG KPM PKH 0
GRADUASI 23
B. DAMPAK KRISIS COVID-19 TERHADAP 0
MASYARAKAT 72
C. MODEL KEWIRAUSAHAAN SOSIAL 0 73

v
D. IMPLIKASI KEBIJAKAN 0 84
KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

BAB 5 PENUTUP 0 87
A. KESIMPULAN 0 87
B. REKOMENDASI 0 89

DAFTAR PUSTAKA 0 90
INDEKS 0 92
BIODATA PENULIS 0 93

vi
DAFTARTABEL

Tabel 1 Variabel dan Dimensi Kewirausahaan Sosial 12


21
Tabel 2 Daftar Informan Dalam Penelitian 25
16
Tabel 3 Daftar Informan Dalam Penelitian 26
17
Tabel 4 Organisasi PKH Kabupaten Garut, Tahun 2020 42
33

8
vii
vii
DAFTARGAMBAR

Gambar 1 Salah Satu Usaha Khas Cililin di Kabupaten 3728


Bandung Barat Berupa Kerupuk Gurilem
Gambar 2 Salah Satu Usaha KPM PKH Graduasi di 4334
Kabupaten Garut
Gambar 3 Salah Satu Usaha KPM PKH Graduasi di Kota 5142
Serang
Gambar 4 Salah Satu Usaha KPM PKH Graduasi di Kota 5950
Pekalongan
Gambar 5 Salah Satu Usaha KPM PKH Graduasi di 6758
Kabupaten Cilacap
Gambar 6 Berbagai Macam Usaha KPM PKH Graduasi di 7566
Kabupaten Subang

viii
DAFTARBAGAN

Bagan 1 Alur Kewirausahaan Sosial 2012


Bagan 2 Tahapan Penelitian Qualitatif 22 14
Bagan 3 Anggota Keluarga Penerima PKH Usia 15-59 34 25
Menurut Status Ketenagakerjaan 2018

ix
B ab

1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

masalah bukan
pembangunan
enanganan kemiskinan
secara
kemiskinan
keselurahan.
sebaiknya
itu tidak
sendiri.
Karena
dilepaskan
yang
Tetapimenjadi
dari
kemiskinan
program

P merupakan gejala (symtomp) dari adanya kesenjangan


akar

pembangunan diberbagai bidang yang terjadi antara kota-kota besar dan


daerah asal migran. Pilihan tuk menggunakan strategi yang
memfokuskan pada relief dan rehabilitatif atau yang lebih memfokuskan
pada program preventif, mitigasi dan developmental yang multi sektor,
multi dimensi dan multilevel intervention tersebut merupakan pilihan
yang harus diambil oleh pemerintah sebagai pengemban amanah
pembangunan, yang tentunya juga dibantu dengan stake-holders yang
lain (Adi, 2005).
Program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang kita
kenal adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Program Keluarga
Harapan yang selanjutnya disingkat PKH adalah program pemberian
bantuan sosial bersyarat kepada keluarga dan/atau seseorang miskin dan
rentan yang terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir
miskin, diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial dan
ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH (Kementerian
Sosial RI, 2018).

1
Upaya Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk
miskin, dengan memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi
masyarakat, serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya
secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk menekan
angka kemiskinan dan ketimpangan angka pendapatan, pemerintah
harus menjalankan strategi kebijakan yang mendukung kesejahteraan
penduduk miskin. Upaya mengikutsertkan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial diselenggarakan melalui
kewirausahan sosial. Data KPM Graduasi sampai dengan 7 Januari 2020
sebanyak 2.012.201. Dari sejumlah itu yang graduasi alami (terminasi)
sebanyak 1,631,848 dan yang graduasi mandiri sebanyak 380,353.
Fokus penelitian tentang kewirausahaan (entrepreneurship) adalah KPM
PKH Graduasi Mandiri sejumlah 380,353 (Dirjen Linjamsos, 2020).
Kewirausahaan Sosial merupakan penggabungan perspektif bisnis
dan sosial dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Kebijakan
penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam
pembangunan di Indonesia. Salah satu upaya pemerintah dalam
menurunkan tingkat kemiskinan adalah dengan pemenuhan kebutuhan
dasar karena kemiskinan disebabkan karena ketidak mampuan dalam
memenuhi kebutuhan dasar. Pemerintah juga berupaya untuk
meningkatkan nilai tambah ekonomi bagi kaum miskin. Kebijakan
dalam mengatasi kemiskinan dilakukan dengan pemberdayaan melalui
kewirausahaan sosial. penelitian ini bertujuan untuk menemukan konsep
yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat melalui kewirausahaan
sosial dalam menanggulangi kemiskinan. Penciptaan nilai sosial dan
inovasi merupakan hal utama dalam kewirausahaan sosial. Tujuan sosial
dalam suatu bisnis yang dikerjakan akan berdampai pada keberdayaan
masyarakat merupakan nilai yang sangat penting dalam menumbuhkan
kewirausahaan sosial.
Kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan pertama Sustainable
Development Goals (SDGs) adalah kemiskinan dalam segala bentuk dan
dimensi harus diakhiri dengan memberantas kemiskinan ekstrim di
tahun 2030. Hal ini merupakan tantangan global terbesar dan
persyaratan yang sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan.
Target SDGs yang terkait kemiskinan antara lain bertujuan mengakhiri
kemiskinan ekstrem bagi semua orang di manapun mereka berada. Pada
12
2
tahun 2030 setidaknya mengurangi separuh proporsi laki-laki,
perempuan, dan anak-anak segala usia yang hidup dalam kemiskinan,
serta menerapkan sistem perlindungan sosial nasional yang berlaku
untuk semua orang, termasuk yang miskin dan rentan.
Kewirausahaan sosial memainkan peran penting dalam upaya
pengurangan kemiskinan. Manivestasi social business semakin
menguatkan bahwa kewirausahaan menjadi pengungkit ekonomi bagi
masyarakat untuk memperbaiki untuk memperbaiki perekonomian dan
meningkatkan pendapatan. Selain itu, kewirausahaan sosial mendorong
pada pembangunan ekonomi meskipun dalam jangka yang terbatas
namun jalan jangka panjang agenda pengentasan kemiskinan dapat
terwujud (Firdaus, 2014).
Salah satu upaya Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
penduduk miskin, dengan memberdayakan dan mengoptimalkan
partisipasi masyarakat, serta menjamin tercapainya penggunaan sumber
daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Upaya untuk
mengikutsertkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial diselenggarakan melalui kewirausahaan Sosial.
Pembelajaran dari hasil penelitian ini akan mengoptimalkan
keterjangkauan penerima manfaat terhadap berbagai program-program
Perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang
diselenggarakan oleh pemerintah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota)
melalui kewirausahaan sosial.
Sehubungan dengan itu, maka Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial melakukan penelitian tentang:
“Kewirausahaan Sosial Penerima Keluarga Harapan (PKH) Graduasi”.
Diharapkan hasil penelitian ini memberikan manfaat sebagai bahan
informasi bagi penentu program penanggulangan kemiskinan melalui
pemenuhan hak kewarganegaraan. Lebih jauh lagi penelitian ini dapat
memberikan masukan pada pemerintah pentingnya kewirausahaan sosial
dalam memberdayakan penerima PKH graduasi.

3
B. RUMUSAN MASALAH
Penelitian ini akan mengangkat permasalahan kewirausahaan
sosial yang akan dijawab melalui pertanyaan berikut:
1. Bagaimana perjalanan penerima PKH graduasi yang sudah
menjalankan kewirausahaan sosial?
2. Siapa saja yang terlibat dalam proses pemberdayaan PKH graduasi
sampai menjadi wirausaha sosial?
3. Bagaimana model pemberdayaan PKH graduasi melalui
kewirausahaan sosial ?

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan dalam penelitian tersebut
diatas, tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui perjalanan penerima PKH graduasi yang sudah
menjalankan kewirausahaan sosial.
2. Mengetahui pihak yang terlibat dalam memberdayakan PKH
graduasi sampai menjadi wirausaha sosial.
3. Mengembangkan model pemberdayaan PKH graduasi melalui
kewirausahaan sosial.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Penelitian tentang “Kewirausahaan Sosial KPM PKG Graduasi
Reintegrasi” akan dipaparkan dalam bab yang saling berkaitan. Terdiri
dari pendahuluan, kerangka teori, metode penelitian, hasil penelitian dan
pembahasan, dan penutup.
Bab satu, dibahas mengenai latar belakang dilakukan penelitian
ini bahwa fokus penelitian tentang kewirausahaan sosial (social
entrepreneurship) adalah KPM PKH Graduasi Mandiri sejumlah
380,353 yang telah mempunyai rintisan usaha.
Bab dua, dibahas tentang kerangka teori yang dipakai yaitu akan
membahas tentang Social Value, Creation, Inovasi, Model bisnis,
Transformasi dan Dampak sosial.
Bab tiga, akan membahas metodologi yang digunakan dalam
penelitian yaitu menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Jenis
penelitian dilihat dari cara penjabarannya adalah deskriptif. Teknik

14
4
pemilihan pengambilan informan dilakukan dengan cara purposive.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, studi dokumentasi dan
observasi. Data kualitatif akan dianalisa dengan grounded dan disajikan
secara deskriptif.
Bab empat, tentang hasil penelitian dan pembahasan yang akan
mendekripsikan hasil penelitian di enam lokasi penelitian. Hasil
penelitian akan menggambarkan kewirausahaan sosial dengan melihat
perjalanan bisnis KPM PKH Graduasi, pihak yang terlibat dan model
bisnis yang dijalankan. Sedangkan pembahasan akan melihat fenomena
lapangan dengan kerangka teori yang digunakan yaitu Social Value,
Creation, Inovasi, Model bisnis, Transformasi dan Dampak sosial.
Bab lima, penutup akan menyampaikan kesimpulan yang
menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Bab ini juga akan
membahas tentang rekomendasi berdasarkan hasil penelitian untuk
pihak-pihak terkait.

5
B ab

2
KERANGKA TEORI
ranah ilmu ekonomi.
pengembangan
ewirausahaan sosial
dari konsep
Namun
padayang
kewirausahaan
dasarnya
membedakannya
merupakan
yang berada pada
hasil

K ialah bahwa
kewirausahaan dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang yang
bertujuan untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri,
sedangkan kewirausahaan sosial memasukkan unsur kepedulian atau
misi sosial di dalam perolehan keuntungan tersebut. Sederhananya,
orang atau sekelompok orang yang menjalankan kewirausahaan sosial,
ia atau mereka tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi saja,
melainkan juga berorientasi pada tujuan sosial yang ada.

A. PKH GRADUASI
Tujuan pertama Sustainable Development Goals (SDGs) adalah
kemiskinan dalam segala bentuk dan dimensi harus diakhiri dengan
memberantas kemiskinan ekstrim di tahun 2030. Undang-undang No. 11
tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pada pasal 1 menyebutkan
Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Salah satu sasaran utama yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019
adalah menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 7.0 – 8.0 persen di
tahun 2019. Pengentasan kemiskinan yang bertujuan pada kesejahteraan
16
7
rakyat menjadi agenda pokok dari Presiden Joko Widodo. Dalam Rapat
Paripurna Kabinet Kerja tanggal 4 April 2017, Presiden Jokowi
mengarahkan bahwa pagu indikatif RAPBN 2018 harus difokuskan
untuk mencapai target pembangunan, salah satunya, menurunkan angka
kemiskinan menjadi single digit. Sampai dengan september 2019 telah
berhasil menurunkan persentase penduduk miskin menjadi 9,22 persen
(Badan Pusat Statistik, 2019).
Indikator keberhasilan Program Keluarga Harapan (PKH) adalah
Graduasi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari PKH untuk mandiri
dan secara sukarela melepaskan diri untuk tidak lagi menerima bantuan
sosial Keluarga Harapan yang selama ini didapatkannya. Indikator itu
harus menjadi target utama program PKH. Karena itu, terget graduasi
ini harus dilakukan secara terukur dan sistematis melalui pendampingan
para SDM PKH. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI berpendapat bahwa
salah satu upaya graduasi itu dilakukan dengan memperkuat kapasitas
dan kompetensi para SDM PKH dalam hal memberikan kemampuan
kewirausahaan (entrepreneurship) untuk disampaikan kepada para
penerima manfaat program ini. “Pendamping PKH harus dapat
menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan memberikan pengetahuan
memulai usaha, memasarkan produk dan mendorong produktivitas
potensi yang dimiliki para KPM PKH” (DPR RI, 2019).
Program-program kesejahteraan sosial yang digulirkan oleh
pemerintah setiap tahun selalu meningkat. Salah satunya adalah
Program Keluarga Harapan (PKH) di tahun 2018 ditargetkan menjadi
10.000.000 penerima manfaat, yang sebelumnya di tahun 2017 hanya
6.000.000 penerima manfaat. Begitu juga dengan program-program
nasional lainnya. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan ketepatan
sasaran penyaluran bantuan sosial serta untuk mendorong keuangan
inklusif, Presiden Republik Indonesia Memberikan arahan agar bantuan
sosial dan subsidi disalurkan dengan cara non tunai dengan
menggunakan sistem perbankan.

B. PEMBERDAYAAN
Program Keluarga Harapan (PKH), apabila tidak dikelola dengan
baik maka akan terjebak pada charity semata dan terkesan hanya bagi

8
bagi uang yang sifatnya instan tanpa memikirkan nasib masyarakat
miskin yang akan datang. Program yang sifatnya charity bisa
menyejahterakan masyarakat namun sifatnya sementara. Berbanding
terbalik dengan pandangan pemberdayaan, masyarakat miskin diberikan
program agar mereka mempunyai daya (power) sehingga setelah
menerima program akan keluar dari garis kemiskinan. Program ini
berorientasi ke depan dan sifatnya lebih permanen. Namun prosesnya
membutuhkan waktu lama dan programnya harus berkelanjutan.
Prinsip dasar pemberdayaan yaitu menolong masyarakat miskin
agar mereka mampu menolong dirinya sendiri (help people to help them
self). Bisa diibaratkan lebih baik memberikan pancing dari pada hanya
memberi ikan saja. Sehingga tujuan dari program sosial adalah
keberfungsian sosial individu, kelompok, sosial dan masyarakat.
Keberfungsian yang dimaksud adalah kemampuan melaksanan peran
sosial, kemampuan memenuhi kebutuhan dan kemampuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Terlepas dari motif dan tujuan
yang melatar belakangi, kita semua sepakat bahwa pembangunan sosial
melalui pemberdayaan (empowering) akan berpengaruh dan bermanfaat
secara jangka panjang dibanding program-program yang sifatnya
charity. Pembangunan yang sifatnya charity memang masih diperlukan
untuk tempat tertentu dan situasi tertentu. Namun pembangunan sosial
yang sebatas itu saja, tidak akan bisa melahirkan sebuah masyarakat
yang mandiri, berdaya dan sejahtera. Konsekuensinya adalah
membutuhkan proses yang panjang dalam suatu program pengentasan
kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan harus dirancang dalam
jangka panjang yang berkelanjutan. Tidak cukup hanya satu periode
pemerintahan saja.
Salah satu model pemberdayaan yang dapat untuk mengatasi
permasalahan sosial penerima manfaat Program Keluarga Harapan
Graduasi adalah melalui kewirausahaan sosial. Pendekatan
kewirausahaan sosial adalah sebuah pendekatan pemberdayaan yang
menggunakan prinsip-prinsip kewirausahaan untuk memecahkan
masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Model ini dapat
dikembangkan secara terintegrasi, dengan sistem usaha konvensional,
berjalan beriringan maupun secara terpisah (Masturin, 2015).

18
9
C. KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
Salah satu pelopor aktivitas ini, yang kemudian membuat istilah
kewirausahaan sosial menjadi adalah M. Yunus dari Bangladesh. Yunus
menjelaskan bahwa penghargaan Nobel Perdamaian sebagai seorang
wirausaha sosial, didapatkan karena keberhasilannya menciptakan bank
untuk kaum miskin atau sering disebut sebagai Grameen Bank. Sistem
yang dibangun oleh bank ini,ternyata berhasil menurunkan tingkat
kemiskinan warga negara Bangladesh. Dalam bukunya, M. Yunus
mengatakan: “Mengapa saya memberi nilai yang begitu penting kepada
gagasan untuk menyediakan layanan-layanan perbankan bagi
masyarakat miskin? Sudah barang tentu, itu sebagian karena cara saya
menyaksikan sendiri aksi pemerasan para lintah darat yang
memerangkap orang dalam kemiskinan. Akan tetapi itu juga karena saya
telah semakin yakin bahwa kemiskinan tidak diciptakan oleh kaum
miskin sendiri” (Yunus, 2011).
Seiring dengan itu, penamaan “wirausaha sosial” semakin
menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir ini (Bornstein, 2006:1).
Kewirausahaan sosial, seiring berjalannya waktu, telah menjadi isu yang
mendunia (Dees, 2001; Nichols, 2008). Gerakan ini, kemudian semakin
menyebar dan berkembang di berbagai wilayah di berbagai negara
(Borstein, 2005, Elkington, 2009). Selanjutnya, tidak hanya sekedar
menyebar, gerakan ini juga telah mampu memberikan dampak positif
bagi anggota masyarakat. Skoll (2009:3) menyatakan bahwa
kewirausahaan sosial telah membawa dampak bagi masyarakat, seperti
meningkatkan akses kesehatan bagi kaum miskin, mendorong
perdamaian pada daerah konflik, membantu petani keluar dari
kemiskinan dan lain-lain. Lebih jauh Skoll (2009:3) menjelaskan
gerakan ini merupakan antitesis dari program pembangunan berbasis
sosial politik yang cenderung memaksakan model top down kepada
masyarakat. Secara sederhana wirausaha sosial adalah orang-orang yang
berusaha dengan pendekatan kewirausahaan (Albinsaid, 2018).
Definisi kewirausahaan yang lain adalah “social entrepreneurship
can be defined as the creation of social value that is produced in
collaboration with people and organisations from the civil society who

19
10
are engaged in social innovations that usually imply and economic
activity” (Hulgars, 2010). Dari definisi tersebut ada empat dimensi dari
kewirausahaan antara lain pertama, social value yaitu menciptakan
manfaat sosial bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Kedua, civil
society yaitu inisiatif dan partisipasi masyarakat sipil dengan
mengoptimalkan modal sosial di masyarakat. Ketiga, Innovation yaitu
menghadirkan inovasi sosial berasal dari kearifan lokal. Keempat,
economic activity yaitu adanya aktifitas ekonomi yang menunjang misi
sosial.
Menurut Perriri dan Vurro (2006) menegaskan bahwa social
entrepreunership menginisiasi perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat. Sebagai inisiator, mereka memiliki inovasi sosial dan
kapasitas dalam pengembangan untuk memberikan dampak sosial
melalui social entrepreneurship. Kewirausahaan sosial sebagai proses
dinamis diciptakan dan dikelola oleh individu atau tim yang berusaha
memanfaatkan inovasi sosial dengan pola pikir kewirausahaan untuk
menciptakan nilai sosial baru di pasar dan masyarakat (Maulinda, 2018).
Model bisnis didefinisikan “the rationale of how an organization
create, deliver and captures value” (Ostewalder & Pigneur, 2010).
Model bisnis tersebut dijelaskan melalui sembilan blok bangunan dasar
cara menghasilkan uang. Pertama, segmen pelanggan yaitu
menggambarkan sekelompok orang atau organisasi yang ingin
dijangkau atau dilayani oleh perusahaan. Kedua, proporisi nilai yaitu
gabungan dari produk dan layanan yang menciptakan nilai untuk
pelanggan yang spesifik. Ketiga, saluran yaitu bagaimana sebuah
perusahaan berkomunikasi dengan segmen pelanggannya dan
menjangkau mereka untuk memberikan proporisi nilai. Keempat,
hubungan pelanggan yaitu berbagai jenis hubungan yang dibangun oleh
perusahaan bersama segmen perusahaan yang spesifik. Kelima, arus
pendapatan yaitu uang tunai yang dihasilkan perusahaan dari masing
masing segmen pelanggan. Keenam, sumberdaya utama yaitu aset-aset
terpenting yang diperlukan agar sebuah model bisnis dapat berfungsi.
Ketujuh, aktivitas kunci yaitu hal-hal terpenting yang harus dilakukan
agar model bisnisnya dapat bekerja. Kedelapan, kemitraan utama yaitu
jaringan pemasok dan mitra yang membuat yang membuat model bisnis

20
11
dapat bekerja. Kesembilan, struktur biaya semua biaya yang dikeluarkan
untuk model bisnis.

Bagan 1
Alur Kewirausahaan Sosial

Berdasarkan kerangka pikir tersebut maka dapat diturunkan


dalam variabel dan dimensi berikut ini:

Tabel 1
Variabel dan Dimensi Kewirausahaan Sosial

NO VARIABEL DIMENSI
1. Social Value Membantu KPM PKH Graduasi dalam mengurangi
Creation kemiskinan
2. Inovasi Membangun ekonomi KPM PKH yang inovatif
3. Model bisnis Ketrampilan usaha
Kesempatan Usaha
Orientasi Pemasaran
Networking
4. Transformasi Melepaskan ketergantungan donatur untuk menjamin
keberlangsungan kegiatan sosial dengan
kewirausahaan sosial
5. Dampak sosial Penciptaan lapangan usaha
Peningkatan pendapatan
Kohesi sosial
Ekonomi Inklusi

21
12
B ab

3
METODOLOGI
kemiskinan
menganalisis
ecara umumdalam
penelitian
pemberdayaan
penanganan
ini bertujuan
kemiskinan.
masyarakat
untukdalam
mengetahui
menangani
dan

S
A. PENDEKATAN PENELITIAN
Agar dapat menggambarkan suatu proses penanganannya dengan
detail maka pendekatan yang dipilih oleh peneliti adalah pendekatan
kualitatif. Pada pendekatan ini, peneliti memulai dengan a self
assesment and reflections about them selfs as situated in a
sociohistorical context (Neuman, 2006) dengan harapan dapat
memperoleh penghayatan, pengalaman, persepsi pemahaman dan
pemberian arti kehidupan. Pendekatan kualitatif membantu peneliti
dalam menggambarkan karakteristik kewirausahaan sosial dalam
kehidupan lingkungan sosialnya, karena ”Qualitative research methods
emphasize the depth of understanding associated with indiographic
concern, they attempt to tap the deeper meanings of particular human
experiences and are itended to generate theoritically richer observation
that are not easily reduce to numbers” (metode penelitian kualitatif
menekankan pada pendalaman yang berarti berhubungan dengan
memperhatikan indiografi, mereka mencoba membuka jalan untuk arti
yang mendalam terutama pengalaman manusia dan dimaksudkan untuk
pengamatan generasi kaya teori yang tidak mudah diturunkan
peringkatnya) (Rubin & Earl Babby, 2007).
22
13
Pada prosesnya, peneliti melakukan pengamatan dan berinteraksi
dengan subyek penelitian untuk berusaha memahami bahasa dan tafsiran
mereka atas dunianya secara alamiah karena “qualitative research in a
natural setting where the researcher is an instrument of data collection”
(Creswell, 1994). Sebagai referensi lain dalam proses penelitian, peneliti
juga mengacu pada pendapat Foster (Bryman, 208) karena tahapan
penelitian tersebut masih terkesan kaku dan dibatasi desain penelitian
yang di susun sebelumnya. Penelitian menurut foster lebih terkesan
alami dibandingkan Neuman karena tidak diawali dengan menyusun
desain penelitian tetapi diawali dengan pertanyaan penelitian. Berikut
adalah ilustrasi mengenai tahapan penelitian kualitatif menurut Foster :

Bagan 2
Tahapan Penelitian Qualitatif

Sumber : Figure 16.1. An Outline of the main step of qualitative research


(Bryman, 2008, p. 370)

Tahapan penelitian kualitatif dari Neuman dan Bryman pada


prinsipnya sama, namun ada beberapa perbedaan. Neuman
mengemukakan konsep dan teori sebagai dasar dalam melakukan

14
penelitian. Berbeda dengan Bryman, bahwa yang dijadikan dasar dalam
melakukan penelitian adalah cukup dengan pertanyaan penelitian secara
umum saja. Konsep dan teori dipakai untuk interpretasi data dan bahkan
apabila memungkinkan akan memunculkan pertanyaan secara spesifik
sehingga harus dilakukan pengumpulan data kembali.
Pendekatan kualitatif dipilih dengan tujuan agar dapat
membangun pemahaman tentang fenomena kewirausahaan sosial
”...qualitative researcher are more interested in understanding how
others experiences life, in interpreting meaning and social phenomena,
and in exploring new concept and developing new theories”(Peneliti
kualitatif untuk mengerti bagaimana pengalaman hidup, memahami arti
dan fenomena sosial dan menyelidiki konsep dan mengembangkan teori
baru) (Alston & Wndy Bowles, 1998). Pada akhirnya diharapkan
penelitian ini mendapatkan konsep atau teori baru dalam upaya
pemberdayaan masyarakat melalui kewirausahaan sosial dalam
menangani kemiskinan.
Dasar teori penelitian kualitatif adalah: “Some of these theories on
wich farious type of qualitative research methods are based include;
symbolic interactionism, phenomenology, ethnomethodology,
ethnography and hermeneutics” (Teori ini terdapat berbagai tipe pada
metode-metode penelitian yang mendasar meliputi: interaksi simbolis,
fenomenologi, etnometodologi, etnografi dan hermeneutics) (Alston &
Wndy Bowles, 1998). Pendapat yang lain bahwa “Dasar teoritis
penelitian kualitatif adalah pendekatan fenomenologi, interaksi simbolis,
kebudayaan dan etnometodologis” (Moleong, 2000).

B. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran, deskripsi
atau lukisan terhadap suatu permasalahan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta serta informasi, sifat-sifat hubungan antar
fenomena tentang kewirausahaan saat ini. Sehingga jenis penelitian ini
apabila dilihat dari penjabarannya adalah penelitian deskriptif.
”Qualitative research is descriptive in that the researcher is tnterested
in process, meaning, and understanding gained through words or
pictures”. (Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dalam arti peneliti
24
15
tertarik pada proses, makna dan pemahaman yang didapat melalui kata
atau gambar) (Creswell, 1994).

C. TEKNIK PEMILIHAN INFORMAN


Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling bahwa
“Most writers on sampling in qualitative research based on interviews
recommend that purposive sampling is conducted. Such sampling is
essentially strategic and entails an attempt to establish a goot
correspondence between research questions and sampling. In other
words, the researcher samples on the basis of wanting to interview
people who are relevant to the research question. (Bryman, 208) .
Informan pada penelitian ini adalah seseorang yang mengetahui
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Berdasarkan ciri-ciri
tersebut, informan yang dapat berkontribusi dalam memberikan data
pada penelitian secara langsung antara lain :
Tabel 2
Daftar Informan Dalam Penelitian

NO INFORMAN INFORMASI YANG JUMLAH


DIHARAPKAN
1. KPM PKH yang telah Profil perjalanan penerima 30 orang
berhasil dalam menjalankan PKH graduasi dalam
wirausaha sosial menjalankan
kewirausahaan sosial

2. Stakeholder yang berperan Keterlibatan berbagai pihak 90 orang


dalam proses menjalankan dalam proses
kewirausahaan sosial (Dinas pemberdayaan PKH
Sosial, Dinas koperasi, Dinas graduasi sampai menjadi
Perindustrian, Kementerian wirausaha sosial.
Desa (Bumdes), Perusahaan Pengembangan model
(CSR), Perguruan Tinggi pemberdayaan PKH
(inkubasi bisnis), Lembaga graduasi melalui
keuangan, kewirausahaan sosial
JUMLAH 120 orang

16
Lokasi penelitian ditentukan secara purposif berdasarkan
karakteristik tertentu yang terkait dengan keberadaan informan diatas.
Ada tiga kelompok wilayah yang secara karakteristik berbeda dan
berpengaruh terhadap jenis usahanya. Kelompok wilayah tersebut
adalah sebagai berikut :

Tabel 3
Daftar Lokasi Penelitian

NO KARAKTERISTIK LOKASI JUMLAH


1. Wilayah pedesaan yang sebagian mata Kab Bandung Barat
pencaharian tergantung dari alam
Kab Garut 2
misalnya pertanian, perikanan air tawar,
peternakan.

2. Wilayah perkotaan yang mempunyai Kota Serang


karakteristik; Individualis dan
materialistis, Mata pencaharian Kota Pekalongan 2
nonagraris, Status sosial ekonomi
heterogen, Toleransi lemah, Pandangan
hidup rasional dan berpikiran maju,
Kepadatan penduduk tinggi.

3. Wilayah Pesisir merupakan perbatasan Kab Cilacap


antara daratan dan lautan umumnya
merupakan suatu garis yang tidak Kab Subang 2
didefinisikan secara jelas pada sebuah
peta, namun hal tersebut terjadi sebagai
suatu wilayah transisi bertahap.
JUMLAH 6

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Penelitian ini dilaksanakan dalam kondisi force Majeure dimana
disaat pembahasan rancangan penelitian sudah selesai, tom peneliti
tidak bisa turun lapangan secara langsung dalam pengumpulan datanya
dikarenakan ada bencana dalam sekala nasional dan bahkan
internasional yaitu adanya pandemik Covid-19. Sehingga peneliti
sepakat untuk mundur dari waktu yang telah ditentukan. Begitu juga

26
17
dengan lokasi penelitian diubah menjadi lokasi yang bisa dijangkau
dalam kondisi pandemi, namun tidak merubah karakteristik wilayah
yang telah ditentukan.
Wawancara dilakukan untuk menggali lebih dalam tentang
kewirausahaan sosial. Wawancara dilakukan secara pribadi dengan
informan. Selain wawaancara, pengumpulan juga dilakukan dengan
Focus Group Discusion (FGD) karena untuk menggali secara cepat dan
lengkap. FGD dilakukan 2 kali yaitu dengan KPM PKH graduasi dan
dengan stake holder. Melalui teknik ini, dilakukan dengan membuat
pedoman wawancara (interview guide) yang memuat daftar pokok
pokok informasi penting yang dibutuhkan dalam penelitian. Pedoman
ini selanjutnya dikembangkan pada saat wawancara berlangsung untuk
mendapatkan informasi yang lebih mendalam dan lengkap. Wawancara
dilakukan dengan proses alami dengan bahasa yang sederhana
diharapkan mendapatkan informasi yang sebenarnya dan tidak dibuat
buat. Agar mendapatkan informasi tertentu, terkadang peneliti harus
mengulang pertanyaan yang lebih sederhana.
Studi dokumentasi yaitu mempelajari semua dokumen yang
berkaitan dengan kewirausahaan sosial meliputi ”...memos, minutes,
records, official report, policy statement, procedure statements, plants,
evaluation reports, press account, public relations materials, information
statement, and newsletters (Stringer, 1999).

E. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA


Pengolahan data kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan
yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen
resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Setelah dibaca maka langkah
berikutnya adalah reduksi data yang dilakukan dengan membuat
abstraksi. Abstraksi adalah usaha membuat rangkuman yang inti, proses
dan pernyataan, yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya.
Langkah berikutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan.
Selanjutnya satuan-satuan tersebut dikategorisasikan dengan membuat
koding.

18
Tiga tahapan dalam membuat koding yaitu open coding, axial
coding, dan selective coding (Neuman, 2006). Pertama, open coding, Di
sini narasi atau cerita dari wawancara atau observasi dirinci ke dalam
tema-tema atau kategori-kategori. Kategori-kategori itu memandu
perbaikan pertanyaan dan observasi yang akan datang. Kategori seperti
ini disebut taksonomi yaitu systems of classification used by
collectivities to order and make sense of everyday experience (Badan
Pusat Statistik, 2019). Kedua, tahap axial coding, yaitu tema-tema dan
kategori-kategori dihubungkan, kemudian hubungan tersebut di test
lebih lajut di sekitar pengumpulan data. Pada tahap kedua ini,
pengumpulan data analisis data dan pengambilan sample, dimaksudkan
untuk pengembangan hipotesis-hipotesis. Ketiga, Tahap selective
coding, yaitu tahap membangun suatu pernyataan teoritis. Sifat
hubungan antara tema dan kategori diidentifikasi dan dimasukan
kedalam suatu pernyataan yang komprehensif. Pada tahap ini, kegiatan
pengumpulan data, analisis data dan pengambilan sampel ditujukan
untuk menemukan kategori inti yang merupakan fokus terintegrasinya
kategori-kategori lain. Tahap selanjutnya adalah mengadakan
pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai, tahap selanjutnya adalah
penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori
substantif.
Data kualitatif disajikan secara diskriptif. Analisa data observasi
disajikan dan dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan kutipan
verbatim dari partisipan sebagai data. Selain kutipan verbatim, yang
dimaksud data adalah transkrip interview, catatan lapangan observasi,
jurnal, dokumen literatur, foto, website, email dan lain sebagainya.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.
Aspek-aspek analisis data kualitatif antara lain: 1) tujuan analisis
data kualitatif untuk memperkaya pemahaman dan kompleksitas
keahlian hidup (qualitative data analysis aims to capture the richness
and complexity of live experience), 2) Analisis data kualitatif meliputi
keahlian peneliti, keduanya baik sebelum dan pada waktu penelitian
(qualitative data analysis includes the experiences of the researcher,
both before and during the research), 3) Analisis data kualitatif meliputi
tiga aspek yaitu induksi, deduksi dan verifikasi (qualitative data
28
19
analysis involves three aspects of induction, deduction and verification)
dan 4) analisa data kualitatif konsisten pada tiga tahapan umum yang
terus berputar : reduksi data, mengorganisasi data dan interpretasi
(qualitative data analysis consists of three general stages which follow
are another in a continous cycle : data reduction, data organization and
interpretation) (Alston & Wndy Bowles, 1998). Analisa kualitatif
sesungguhnya adalah upaya mensistematisasi faktor-faktor, konsep
konsep dan hubungan konsep serta substansi yang melatari hubungan
hubungan itu. Akhirnya mengkonstruksi teori yang sesungguhnya
terjadi dalam penelitian tersebut. Konteks ini akan berfungsi untuk
memperkuat atau menggugurkan teori yang telah ada.

F. STRATEGI MENINGKATKAN KUALITAS PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan empat kriteria untuk meningkatkan
kualitas penelitian (trustworthiness) baik didalam proses pengumpulan
data maupun dalam analisis data yaitu: credibility, transferability,
dependability dan confirmability (Krefting, 1991).
Sehubungan dengan strategi credibility, pada penelitian ini akan
menggunakan teknik sebagai berikut: 1) Memperlama di lapangan
(Prolonged and varied field experience). 2) Triangulasi dan 3)
Mendiskusikan dengan sesama peneliti (peer examination). Strategi
memperlama di lapangan merupakan strategi yang penting dalam
sebuah penelitian kualitatif bahwa ”an important strategy is to spend an
extended period of time with informants (lincoln and Guba (1985)
termed this prolonged engagement), which allows the researcher to chek
perspectives and allows the informants to become accustomed to the
researcher” (Krefting, 1991). Strategi memperlama di lapangan
diharapkan dapat lebih menggambarkan situasi dan kondisi masyarakat.
Strategi triangulasi menurut pendapat Knafl dan Breitmayer
(1989) adalah sebagai berikut : ”Triangulation is powerful strategy for
enhancing the quality of the research, partycularily. It is based on the
idea of convergence of multiple perspectives for mutual convirmation of
data to ensure that all aspect of a phenopmenon have been investigate”
(Krefting, 1991). Penelitian ini akan menggunakan dua jenis triangulasi
yaitu triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data.
29
20
Triangulasi sumber data dengan membandingkan data yang diperoleh
dari sumber yang berbeda. Sedangkan triangulasi metode pengumpulan
data dengan membandingkan hasil wawancara, observasi dan studi
literatur.
Strategi mendiskusikan dengan sesama peneliti (peer
examination) is based on the same principle as member cheks but
involves the researcher’s discussing the research process and findings
with impartial coleagues who have experiences with qualitative methods
(Krefting, 1991). Strategi ini sangat penting karena akan dapat
mengembangkan ide-ide dalam penelitian sehingga kualitas penelitian
dapat lebih baik.
Sehubungan dengan strategi Transferability yaitu nilai trasfer
hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Agar
supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian ini maka dalam
membuat laporan akan memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis,
dan dapat dipercaya. Dengan demikian pembaca dapat menjadi jelas dan
memutuskan dapat atau tidaknya mengaplikasikan hasil tersebut
ditempat lain. Penelitian ini menggunakan strategi pemilihan partisipan
(nominated sample) karena faktor kunci dalam transferability adalah :
”the data then is the representativeness of the informants for that
particular groups” (Krefting, 1991). sehingga pemilihan partisipan
menggunakan purposive yang terkait dengan isu kewirausahaan sosial.
Strategi dependability dilakukan melalui audit terhadap proses
penelitian (dependability audit) oleh pembimbing (konsutan/reviewer).
Caranya dilakukan oleh auditor independen atau pembimbing
(konsultan/reviewer) untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti
dalam melakukan penelitian. Bagaimana peneliti menentukan masalah
atau fokus memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan
analisis data sampai membuat kesimpulan harus diajukan oleh peneliti.
Selain itu dilakukan dengan Triangulasi dan Peer examination yang
sudah dijelaskan diatas.
Sehubungan dengan konfirmability, strategi yang digunakan
adalah konfirmability audit dan triangulasi seperti yang telah dijelaskan
diatas juga dengan reflxivity. Konfirmabilitas hampir mirip dengan uji
dependabilitas sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara
30
21
bersamaan. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian
yang dikaitkan dengan proses yang dilakukan selanjutnya direfleksikan
(reflexivity). Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses
penelitian, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar
konfirmabilitas. Dalam penelitian jangan sampai proses tidak ada.

G. RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini terbatas hanya untuk menjawab permasalahan
penelitian yaitu a) Bagaimana perjalanan penerima PKH graduasi yang
sudah menjalankan kewirausahaan sosial? b) Siapa saja yang terlibat
dalam proses pemberdayaan PKH graduasi sampai menjadi wirausaha
sosial? c) Bagaimana model pemberdayaan PKH graduasi melalui
kewirausahaan sosial? Objektivitas yang berhubungan dengan
generalisasi tergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Apabila
kondisi masyarakatnya hampir sama maka penelitian ini bisa digunakan.
Namun sebaliknya, apabila kondisinya berbeda maka penelitian ini tidak
bisa digunakan. Dengan demikian assesment mengenai kondisi
masyarakat penting untuk dilakukan.
Penelitian ini dibatasi oleh waktu, sehingga hasil yang diperoleh
adalah sebatas waktu yang digunakan dalam penelitian. Sehubungan
dengan waktu maka hasil penelitian ini tidak dapat digunakan pada
waktu yang berbeda karena seiring dengan waktu, kondisi masyarakat
juga terus berkembang. Sangat sulit untuk mengukur konsistensi hasil
penelitian pada waktu yang berbeda. Reliabilitas berkenaan dengan
dapat tidaknya penelitian ini diulangi dengan hasil yang sama, maka
sangat sulit untuk mengukur konsistensi hasil penelitian pada waktu
yang berbeda. Hal ini disebabkan karena situasi sosial pada hakekatnya
bersifat unik dan tidak stabil.
3122
B ab

4
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN

P disaat pembahasan
enelitian ini dilaksanakan
rancangan
dalam penelitian
kondisi force
sudah
Majeure
selesai,

peneliti tidak bisa turun lapangan secara langsung dalam


pengumpulan datanya dikarenakan ada bencana dalam sekala nasional
dimana
tim

dan bahkan internasional yaitu adanya pandemik Covid-19. Dalam


kondisi ini peneliti mengundurkan waktu pengumpulan data menjadi
bulan Juli 2020.
A. GAMBARAN TENTANG KPM PKH GRADUASI
PKH ditujukan untuk keluarga miskin dan rentan, yang terdaftar
dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang awalnya
berasal dari data Basis Dat Terpadu Tahun 2015 yang kemudian
diverifikasi dan validasi selama dua kali dalam setahun sejak 2017.
Program ini menetapkan syarat yang mencakup komponen kesehatan -
ibu hamil/menyusui, anak berusia nol sampai dengan enam tahun - dan
pendidikan - anak Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) atau
sederajat, anak Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs) atau sederajat, anak Sekolah Menengah Atas/Madrasah

32
23
Aliyah (SMA /MA) atau sederajat, dan anak usia enam sampai 21 tahun
yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun. Sejak tahun 2016
ditambahkan komponen kesejahteran sosial dengan kriteria lanjut usia
(diutamakan mulai dari 60 tahun), dan penyandang disabilitas
(diutamakan penyandang disabilitas berat).
Sejak tahun 2019 dan disempurnakan kembali pada 2020, jumlah
penerima PKH telah mencapai 10 juta rumah tangga (BPS, 2018), atau
sekitar 10% dari total rumah tangga di Indonesia. Jumlah ini meningkat
drastis dibandingkan tahun 2014 (2%) dan 2017 (5%). Pemerintah
merencanakan untuk terus menambah jumlah penerima PKH hingga
mencapai sekitar 15 juta keluarga pada 2021. Sebagian besar penerima
PKH berada di wilayah perdesaan (64%) dengan proporsi keluarga
penerima yang tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur; dan jumlah
penerima PKH terbanyak di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat.
Menurut pengolahan data dari Susenas 2018 yang dilakukan oleh
SMERU (2019), sebagian besar anggota keluarga penerima PKH adalah
anak-anak dan pemuda, yaitu pada kelompok usia 0-14 tahun (33%) dan
15-30 tahun (25%). Selebihnya ada di kelompok usia 41-59 tahun
(22%), 31-40 tahun (14%) dan 60 tahun ke atas (6%). Sebagian besar
anggota keluarga PKH usia kerja (15-59 tahun, sesuai standar BPS)
masuk kedalam angkatan kerja (68%); sedangkan sebagian lainnya tidak
termasuk angkatan kerja karena alasan sekolah, mengurus rumah
tangga, dan lainnya (Gambar 1). Sebagian besar yang tidak termasuk
angkatan kerja adalah perempuan. Proporsi perempuan yang tidak
masuk dalam angkatan kerja mencapai 48%; jauh lebih besar dari laki
laki yang hanya hanya 17%. Dari seluruh perempuan anggota keluarga
PKH berusia 15-59 tahun yang tidak masuk dalam angkatan kerja 68%
nya melakukan kegiatan mengurus rumah tangga.

24
Bagan 3
Anggota Keluarga Penerima PKH Usia 15-59 Menurut Status
Ketenagakerjaan 2018
15-59
Tahun
PENDUDUK USIA
KERJA
32,4

BUKAN
% ANGKATAN ANGKATAN
67,6
100%% KERJA
KERJA

13,6 4,0% 63,6


% %
SEKOLAH MENGANGGUR BEKERJA

16,6 41,3
% %
MENGURUS BEKERJA PENUH
RUMAH TANGGA
2,2 22,3
% %
LAINNYA SETENGAH
MENGANGGUR

Sumber: Susenas 2018, SMERU 2019.

Di tingkat Nasional, anggota keluarga PKH berusia 15-59 tahun


yang menganggur (4%) jauh lebih sedikit dibandingkan mereka yang
bekerja. Namun, dari seluruh anggota keluarga PKH yang menganggur,
mayoritas berusia 15-30 tahun (85%). Disamping itu anggota keluarga
PKH yang menganggur dan berusia 15-30 tahun tersebut paling banyak
berpendidikan SMA/sederajat atau Universitas (39%). Sedangkan yang
bekerja sebagian besar berpendidikan SD/sederajat atau belum memiliki
ijazah sama sekali (63%); dan hanya 17% diantaranya yang memiliki
ijazah tertinggi SMA/sederajat atau Universitas. Hal ini berarti sebagian
besar anggota keluarga PKH berusia 15-59 tahun yang bekerja memiliki
tingkat pendidikan yang relatif rendah.

34
25
Dilihat dari jenis mata pencahariannya, hasil pengolahan data
Susenas 2018 memperlihatkan bahwa anggota keluarga PKH yang
berusia 15-59 tahun dan bekerja paling banyak menjadi
pekerja/karyawan di sektor non-pertanian (36%), termasuk di antaranya
buruh/karyawan/pegawai/pekerja bebas di usaha non-pertanian. Proporsi
kedua terbesar adalah di usaha pertanian, sebagai pengusaha pertanian
(34%) dan buruh tani (15%). Sisanya masuk dalam kategori pengusaha
UMKM non-pertanian (18%) dan pekerja keluarga/tidak dibayar (13%).
KPM PKH Graduasi Mandiri merupakan peserta PKH yang
sudah meningkat status ekonomi dan kesejahteraannya sehingga secara
sadar dan sukarela keluar dari kepesertaannya di program keluarga
harapan (PKH). Dilaksanakannya KPM PKH Graduasi Mandiri
merupakan prestasi baik bagi PKH yang telah berhasil mencapai tujuan
utama PKH. Tiga karakteristik wilayah penelitian adalah, pertama
wilayah pedesaan yang diwakili Kab Bandung Barat dan Kab Garut
dengan ciri yang sebagian mata pencaharian tergantung dari alam
misalnya pertanian, perikanan air tawar, peternakan. Kedua, wilayah
perkotaan diwakili Kota Serang dan Kota Pekalongan yang mempunyai
karakteristik; Individualis dan materialistis, Mata pencaharian
nonagraris, Status sosial ekonomi heterogen, Toleransi lemah,
Pandangan hidup rasional dan berpikiran maju, Kepadatan penduduk
tinggi. Ketiga, wilayah pesisir yang diwakili oleh Kab Cilacap dan Kab
Subang yang mempunyai karakteristik merupakan perbatasan antara
daratan dan lautan umumnya merupakan suatu garis yang tidak
didefinisikan secara jelas pada sebuah peta, namun hal tersebut terjadi
sebagai suatu wilayah transisi bertahap.
1. Kewirausahaan Kabupaten Bandung Barat
Data yang bersumber dari Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat
bahwa jumlah keseluruhan KPM PKH Graduasi yang sudah mempunyai
rintisan usaha sebanyak 290 KPM. Jenis usaha dibagi dalam 6 kluster
antara lain kuliner, otomotif, agribisnis, teknologi, fasion dan retail
(warungan). Program Keluarga Harapan (PKH) yang diberikan kepada
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mulai banyak dirasakan
manfaatnya. Sebagian memilih mundur dari keanggotaan PKH lantaran
sudah merasa mampu secara mandiri.

26
Berikut adalah gambaran perjalanan bisnis lima pengusaha yang
berasal dari KPM PKH mewakili kondisi kewirausahaan sosial di
Bandung Barat.

a. Perjalanan Bisnis KPM PKH Graduasi


Ibu Enung, yang berjenis kelamin perempuan saat ini usianya 47
tahun, berpendidikan SMA, sudah menikah dengan tanggungan
keluarga 4 orang. Ibu Enung adalah salah satu KPM PKH yang telah
graduasi dua tahun yang lalu. Setelah pulang dari Saudi Arabia menjadi
TKW mulai merintis usaha yang meneruskan usaha orangtuanya yaitu
produksi kerupuk gurilem. Kerupuk yang diproduksi saat ini masih yang
original (tanpa bumbu) namun kedepan ingin memproduksi juga
kerupuk yang dengan varian bumbu. Pada masa pandemi sempat sekitar
satu bulan tidak produksi. Dalam melakukan usaha, modalnya berasal
dari pemasok bahan baku yang dibayar setelah krupuknya laku di jual.
Selain itu modal juga berasal dari BNI program KUR.
Ibu Ade Wiwien, berjenis kelamin perempuan yang menikah
dengan bapak Dasep saat ini berusia 34 tahun ini adalah lulusan SD.
Jumlah tanggungan keluarganya adalah 4 orang saat ini tinggal di Jl.
Cisitu, Tegalega, Cililin. Pekerjaan utamanya adalah Produksi Tempe
yang usahanya dari orang tuanya sejak 20 tahun yang lalu, namun baru
mulai usaha sendiri sekitar 5 tahun yang lalu. Jumlah karyawannya
adalah 2 orang yang masih saudara. Omset kotor dari produksi tempe
adalah 2.5000.000,- per hari. Pemasaran tempe saat ini dilakukan oleh
mitra bisnisnya sebanyak 4 orang. Dalam produksinya, sumber
modalnya berasal dari BRI program KUR dan dari arisan.
Ibu Nenah, berjenis kelamin perempuan saat ini berusia 46 tahun
yang menikah dengan Nurlan Setiawan. Ibu Nenah adalah luslusan SD
yang saat ini berusia 46 tahun dengan jumlah tanggungan keluarga 3
orang. Saat ini tinggal di desa Batulayang Kecamatan Cililin. Usaha
yang ditekuni adalah konveksi dan membuka kursus menjahit. Mulai
usaha sejak tahun 2010 dengan jumlah karyawan sebanyak 5 orang dan
dibantu 10 orang mitra yang berasal dari tetangga disekitar. Saat ini
omset perbulan kurang lebih 10 juta. Sebelum menekuni usaha konveksi
sebelumnya suaminya pernah usaha yang lain antara lain bangunan,

36
27
jualan kerupuk, ikut teman menjahit dan lain-lain. Yang menjadi kunci
sukses dalam usaha adalah tekun, ulet dan sabar.
Gambar 1
Salah Satu Usaha Khas Cililin di Kabupaten Bandung Barat
Berupa Kerupuk Gurilem

Sumber : Hasil Penelitian

Ibu Waliah, berjenis kelamin perempuan berusia 59 tahun yang


sudah menikah dengan bapak Anwar saat ini masih mempunyai
tanggungan keluarga sebanyak 1 anak. Saat ini menjalankan usaha
produksi teh tarik dengan jumlah karyawan sebanyak 4 orang. Jumlah
produksi per hari sebanyak 3.000 sampai dengan 5.000 setiap hari
dengan harga 1.500 per pac. Usaha ini dipilih awalnya ada anaknya
yang dari bekasi mengembangkan usahanya di Cililin. Sebelum usaha
ini pernah juga usaha jualan kelapa, pisang, ayam dan perlengkapan
polisi. Mengikuti program PKH dari tahun 2012 dan mulai graduasi
tahun 2016.
Ibu Pujianti, berjenis kelamin perempuan saat ini merusia 25
tahun berpendidikan terakhir SD jumlah tanggungan anak sebanyak 1
37
28
orang. Saat ini berusaha warungan. Sedangkan suaminya berjualan
buah-buahan keliling. Omset sebulan kurang lebih 2 sampai 3 juta.
Menurut ibu pujianti kedepan usaha warungan akan dikembangkan
menjadi kafe.
Hasil FGD dengan KPM lebih memberikan informasi bahwa
peserta diajak memikirkan usaha untuk kepentingan bersama. Jenis
Usaha yang cocok dikembangkan di wilayah ini yang bisa menjadi khas
antara lain; kerupuk gurilem, wajid, tempe, konveksi, teh tarik, dan
lainnya. Pada dasarnya sudah semua peserta sudah mempunyai niat
untuk usaha yang lebih maju dan sudah mulai melibatkan masyarakat
miskin di lingkungan sekitarnya namun baru beberapa saja yang
dilibatkan dari unsur KPM PKH graduasi. Beberapa hambatan yang
dirasakan adalah modal usaha yang kurang dan belum adanya
pembinaan terutama dalam pengemasan dan pemasaran produk.
b. Pihak yang Terlibat
Pihak terkait (stake holder) yang terkait dengan pemberdayaan
KPM PKH garaduasi di Kabupaten Bandung antara lain Dinas Sosial
Bandung Barat, Orange UNPAD, Bank Jawa Barat, Kantor Pos, Mentor,
BPMD, INDAG, dan Dinas Pariwisata. Dari orange dihadiri oleh ibu Iin
dan pak Rifai. Mengemukakan bahwa uang sebesar 3,5 juta masih
terlalu kecil untuk melakukan rintisan usaha. Target sebaiknya
diturunkan menjadi KPM PKH harus memiliki produk lebih baik dan
pemasaran yang lebih luas.
Rasio satu mentor masih terlalu berat yaitu 19 sampai dengan 20
KPM PKH di bimbing oleh satu mentor. Idealnya adalah 1 mentor
membimbing 7 wirausaha baru. Kegiatan yang sudah dilaksanakan
adalah TOT untuk mentor setelah itu ada instruksi untuk WFH.
Kesulitan lain adalah 86% KPM tidak punya HP sehingga komunikasi
menjadi terhambat. Jumlah keseluruhan adala 286 KPM dan ada
tambahan lagi 4 orang sehingga berjumlah 290 KPM. Jenis usaha dibagi
dalam 6 kluster antara lain kuliner, otomotif, agribisnis, teknologi,
fasion dan retail (warungan).
Target yang ditetapkan kementerian sosial terlalu tinggi yaitu
bankable padahal untuk mencapai harus ada tahapan-tahapan yang harus

38
29
dilalui antara lain tumbuh, perkembang dan mandiri. Biasanya ada
beberapa permasalahan dalam prosesnya antara lain ; 1) mengkreasikan
produk-produk artinya modal besar bukan jaminan untuk berhasil. 2)
Bagaimana dapat profit efisiensi dan 3) pembiayaan. Inkubasi bisnis ada
4 kegiatan utama antara lain ; 1) pelatihan, 2) pendampingan, 3) Clinic
(konsultasi) dan 4) Magang. Dari BJB mengemukakan bahwa bank
menikmati di hilirnya dengan menggunakan analisa usaha.
Pada dasarnya usaha tersebut berjalan dan menghasilkan
keuntungan perbulan. BPMD mengatakan bahwa ada 165 desa yang
kesemuanya mempunyai Bumdes dan mempunyai peluang usaha
bekerjasama dengan Dinas Sosial. INDAG kriteria usahanya adalah
usaha mikro koperasi dan UKM uang modalnya 50 juta. Dinas
Pariwisata mengemukakan bahwa PKH merupakan rumah tangga
miskin yang tidak mudah dalam memberdayakannya dan membutuhkan
waktu dan proses. Bandung raya mempunyai potensi usaha yang luar
biasa. Mentor mengemukakan bahwa termasuk dalam himpunan
pengusaha Indonesia. Kendala dalam memberdayakan KPM PKH
adalah jarak (lokasi) dan alat komunikasi serta merubah mindset dan
mental mereka.

c. Model Inkubasi Bisnis


Kementerian Sosial dengan Dinas Sosial Kabupaten Bandung
dalam memberdayakan KPM PKH yang mempunyai rintisan usaha
melalui inkubasi bisnis yang bekerjasama dengan “Orange” Universitas
Padjajaran. Inkubasi Bisnis adalah proses pembinaan bagi usaha kecil
dan atau pengembangan produk baru yang dilakukan oleh inkubator
bisnis dalam hal penyediaan sarana dan prasarana usaha, pengembangan
usaha dan dukungan manajemen serta teknologi.
Model ini dikembangkan di Kabupaten Bandung Barat dengan
menggandeng “Orage” Universitas Padjajaran dalam proses
pembinaannya. Inkubator bisnis dirancang untuk membantu pelaku
bisnis mewujutkan bisnisnya terutama pada masa sulit ditahun-tahun
permulaan usaha. Bantuan tersebut dapat dalam bentuk yang beragam
kegiatan mulai dari kunsultasi manajemen dan teknik usaha, menyusun
jejaring bisnis sampai dengan layanan fasilitas manajemen perkantoran.

39
30
Tujuan utama Inkubator Bisnis adalah menghasilkan perusahaan
yang mandiri terutama dalam aspek finansial. Perusahaan yang telah
berhasil lulus dari inkubator bisnis memiliki potensi bermacam-macam
antara lain dalam hal penciptaan lapangan kerja, transfer teknologi,
komersialisasi teknologi, deversifikasi sumberdaya ekonomi, revitalisasi
SDM, investasi modal usaha, peluang peningkatan peranan wanita
sebagai pelaku bisnis, dan berakhir pada pemberdayaan ekonomi lokal
serta nasional.Inkubator bisnis juga dapat sangat beragam dalam cara
memberikan layanan untuk mencapai tujuannya.
Namun model tersebut harus mampu mengakomodasi dan
mencerminkan kebutuhan dan keinginan komunitas yang dibantu.
Sehingga, jaminan fleksibilitas model inkubator bisnis sangat
dibutuhkan antara lain dapat berupa model layanan/retail, UKM dalam
bidang produksi, Teknologi tinggi (hight-tech), atau gabungan dari
berbagai usaha. Hal yang beragam juga dapat terjadi dalam hal skala
usaha maupun sumberdaya yang menjadi basis kerjasama penunjang
keberadaan inkubator bisnis, antara lain dapat berasal dari Perguruan
Tinggi, Pemerintah Daerah, Organisasi/Masyarakat Swasta, dan lain
lain baik bertujuan profit, non-profit maupun kombinasi keduanya
(Profit and Benefit).
Inkubator Bisnis di paling tidak secara umum akan memberikan
dua area manfaat yaitu pertama terhadap pertumbuhan ekonomi lokal
melalui bertambah banyaknya basis-basis perekonomian dan lapangan
kerja. Sedangkan terhadap pertumbuhan pengusaha kecil yang
berpotensi melalui upaya bantuan teknis agar dapat bertahan dan
bertumbuh dalam pemasarannya. Namun demikian perlu disadari bahwa
hasil inkubator adalah bukan sesuatu yang dapat dilihat dengan segera,
sebagai contoh adalah lapangan kerja baru akan tersedia setelah suatu
usaha menunjukkan keberhasilannya.
Organisasi Inkubator Bisnis yang telah berjalan sangat beragam
tingkat kemajuan dan modelnya yang semua itu dipengaruhi oleh visi
dan misinya. Walaupun secara tegas belum semuanya berbentuk
inkubasi bisnis, namun secara umum mereka memiliki kesamaan yaitu
ingin membantu masyarakat maupun sekitarnya dalam mengembangkan
usahanya.

40
31
2. Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Garut
Tinjauan Geografis dan Kewilayahan, Garut merupakan salah
satu kabupaten ‘Priangan Timur’ yang terletak sekitar 64 km sebelah
Tenggara Kota Bandung dan sekitar 250 km dari Jakarta. Garut berada
pada ketinggian 0 m sampai dengan 2800 meter, berbatasan langsung
dengan Samudra Indonesia di sebelah selatan yang memanjang sekitar
90 km garis pantainya. Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat
bagian Selatan pada koordinat 6º56’49” - 7 º45’00” Lintang Selatan dan
107º25’8” – 108º7’30” Bujur Timur. Kabupaten Garut memiliki luas
wilayah administratif sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km²) dengan arah
Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Cianjur, Timur
berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya, Utara berbatasan dengan
Kabupaten Bandung dan Sumedang, dan wilayah Selatan yang
berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia.
Sebagai wilayah yang secara geografis berdekatan, Garut
merupakan daerah penyangga dan hitterland bagi pengembangan
wilayah Bandung Raya sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat. Oleh
karena itu, Kabupaten Garut mempunyai kedudukan strategis dalam
memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten Bandung sekaligus
pula berperan di dalam mengendalikan keseimbangan lingkungan di
wilayah sentral Jawa Barat.
Tinjauan Demografis Garut, Pada tahun 2013, catatan sipil
pemerintah Garut mencatat jumlah penduduk Garut sebanyak 3.003.003
jiwa dengan jumlah pria 1.532.467 jiwa dan wanita 1.470.566 jiwa.
Jumlah penduduk terpadat berada di Kecamatan Garut Kota dengan
jumlah pria 87.006 jiwa dan wanita 83.869 jiwa. Total kepala keluarga
adalah 575.410 kepala keluarga dan sebanyak 221.148 kepala keluarga
masih di bawah garis kemiskinan nasional. Oleh karena itu, Garut
termasuk salah satu kabupaten yang masih tertinggal, terutama di
wilayah perdesaan.
Masalah utama Kabupaten Garut adalah masih banyaknya
pengangguran. Pemerintah kabupaten serta pihak swasta belum mampu
menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi penduduk Garut.
Secara garis besar, mayoritas penduduk Garut bekerja sebagai petani.
41
32
Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah di Garut sangat subur. Dalam
aspek penghidupan, sektor pertanian dan perhotelan menjadi
penyumbang terbesar. Sebanyak 38,18% penduduk Garut bekerja
sebagai petani, 21,78% bekerja di sektor perdagangan, hotel, dan
restoran, 9,80% di sektor industri, 16,45% di sektor jasa, dan 13,79% di
sektor lainnya dengan pendapatan per kapita tahun 2012 sebesar
Rp.30.147.000.012.
Latar Belakang KPM PKH Graduasi, Kewirausahaan Sosial
merupakan intervensi berbasis pemberdayaan sosial yang baru
diluncurkan pada tahun 2020 ini oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan
Sosial Kementerian Sosial. Sebagai sebuah program bantuan modal
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), sudah ada beberapa
intervensi sejenis yang pernah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten
Garut, baik melalui dinas sosial maupun dinas lain. Biasanya jenis
intervensinya berupa bantuan permodalan dari Rp.1-2 juta hingga Rp.5,
ataupun bantuan pemberian akses permodalan yang khususnya
bekerjasama dengan lembaga finansial seperti Kredit Usaha Rakyat
(KUR) BRI atau skema serupa dari perbankan daerah.
Hingga saat ini terdapat 134.385 KPM PKH aktif di Garut. Dari
jumlah ini terdapat 4141 KPM yang telah graduasi, dengan pembagian
2805 KPM di antaranya graduasi mandiri, dan 1336 KPM graduasi
sejahtera. Sama dengan di daerah lain, PKH Garut juga diberikan target
graduasi 10 persen graduasi dari jumlah total KPM. Dalam mendukung
operasional dan target ini, PKH Kabupaten Garut didukung dengan 501
orang pendamping, dan 3 orang Koordinator Kabupaten (Tabel 2).

Tabel 4. Organisasi PKH Kabupaten Garut, Tahun 2020

No PKH Jumlah Keterangan


Mandiri Sejahtera Total
1 KPM 134.385
2 Pendamping 501
3 Koordinator 3
Pendamping
4 KPM Graduasi 2805 1336 4141
PKH
Sumber: Data lapangan.

42
33
a. Perjalanan Bisnis KPM PKH Graduasi
Berdasarkan wawancara dan focus group discussion (FGD)
kepada informan KPM PKH Graduasi di Kabupaten Garut terdapat hasil
yang cukup beragam, baik dari aspek jenis, tingkatan, keberlanjutan dan
diversifikasi usaha, maupun dukungan sektor publik dan swasta di
daerah. Pada temuan tim dalam aspek jenis, mayoritas KPM PKH
Graduasi yang memiliki usaha didominasi dari jenis usaha makanan,
diikuti dengan varian usaha agribisnis (pertanian/perkebunan). Selain itu
ada juga KPM PKH Graduasi dengan jenis usaha kerajinan
(craftmanship).
Gambar 2
Salah Satu Usaha KPM PKH Graduasi di Kabupaten Garut

Sumber : Hasil Penelitian

43
34
Dalam aspek tingkatan/level usaha, KPM PKH Graduasi dengan usaha
yang paling maju adalah usaha pembibitan sayur dan buah, yang hingga
saat diwawancara telah memiliki 30 karyawan yang bekerja dengan
kontrak tetap. Sebaliknya, masih banyak didapatkan KPM PKH
Graduasi dengan usaha skala kecil yang hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Dalam aspek diversifikasi usaha, mayoritas KPM PKH Graduasi
tidak mendiversifikasi usahanya. Menurut temuan kami, hal ini terjadi
terutama karena sedikitnya usaha yang mapan sehingga
mengembangkan jenis usaha merupakan pilihan yang sulit untuk
diambil, terlebih dalam konteks krisis pada masa pandemi. Dari segi
keberlanjutan, kebanyakan usaha KPM pada awalnya dilakukan dengan
motif usaha kecil sehingga aspek keberlanjutan sangat tergantung
dengan keberhasilan pengembangan usaha.
Dalam aspek dukungan pemerintah, secara umum belum ada
dukungan pemerintah yang terlembagakan melalui penganggaran
khusus misalnya. Dukungan justru biasanya diapat dari unsur
pemerintahan desa, meskipun masih dalam skala terbatas. Justru sektor
swasta khususnya perbankan telah melakukan intervensi yang agresif
hingga ke level desa dan pelosok Garut. Hanya saja, sebagaimana
kecenderungan akses permodalan lembaga finansial seperti perbankan,
kelemahannya adalah masih relatif sulitnya akses warga miskin atau
rentan miskin dari kalangan eks penerima PKH kepada kredit
konvensional. Beberapa temuan penelitian akan dijabarkan lebih dalam
pada bagian berikutnya.
Informan pertama adalah L, seorang perempuan (42 tahun) eks
KPM PKH yang baru saja melalui proses graduasi pada bulan Mei 2020.
Jenis usaha L adalah pembibitan sayur, yang telah dirintisnya sejak
tahun 2017. Saat ini usahanya telah mempekerjakan 30 orang karyawan,
yang mayoritasnya merupakan warga sekitar kediaman/tempat usaha L.
Hingga saat ini, portofolio usaha pembibitan sayur Ibu L sangat
menjanjikan, dengan omset bersih sekitar Rp.500 ribu per hari atau
Rp.1,5 juta per bulan. Jangkauan pasar usaha bibit sayur Ibu L telah
cukup mapan, yaitu dari petani-petani sayur dataran tinggi di sekitar
kebun Ibu L, hingga penjualan ke Kabupaten Tasikmalaya, dan

44
35
Bandung. Hal ini sebagaimana pengakuan Ibu L sendiri, “Petani
[Kecamatan] Cilawu 80% [mem]beli [bibit sayur] kesini.”
Kemajuan usaha pembibitan sayur Ibu L saat ini merupakan buah
dari perjuangan panjang ia dan suaminya dalam merintis dan
mengembangkan usaha. Suami Ibu L sebelumnya hanya seorang kuli
(buruh) kebun yang bekerja di kebun orang lain. Ibu L sendiri
sebelumnya merupakan pengajar di madrasah ibtidaiyah (MI), dengan
posisi sebagai guru honorer. Setelah memutuskan untuk berusaha secara
mandiri, Ibu L dan suami memilih produk sayur mayur karena dianggap
“prospeknya yang potensial dan bahkan bisa dikembangkan menjadi
berkebun tomat [atau sayur mayur lainnya].”
Sebelum memulai usaha pembibitan sayur, Ibu L mengakui tidak
menguasai pengetahuan teknis tanam-menanam seperti cara menanam
bibit sayur-mayur, sementara suaminya yang memiliki pengalaman di
bidang pertanian juga telah mengalami beberapa kali kegagalan usaha
penjualan sayur-mayur. Dalam perjalanan usahanya hingga saat ini, Ibu
L mengakui bahwa kunci sukses menjadi wirausaha agribisnis
pembibitan adalah pentingnya mengelola keluar-masuknya keuangan.
b. Pihak yang terlibat
Dalam menjalani usaha rintisan maupun pengembangan, tentunya
tidak bisa terlepas dari keterlibatan banyak pihak terkait. Pihak-pihak
yang terlibat ini telah dimulai dari sejak permodalan, pembibitan,
pemeliharaan, penjualan, pasca-penjualan, bahkan pengembangan. Dari
proses wawancara maupun focus group discussion (FGD) dengan
informan di Kabupaten Garut, pihak-pihak yang terlibat terbagi menjadi
empat kategori (keluarga dan saudara, pemerintah daerah, Pendamping
PKH, dan swasta), dengan perincian sebagai berikut:
1. Keluarga dan Saudara
Banyak contoh keberhasilan usaha yang disokong oleh ikatan
darah, baik itu jaringan keluarga inti maupun keluarga luas atau karib
kerabat. Bu S di Cilawu, Garut, yang berjualan makanan ringan seblak
misalnya, sangat bergantung pada anaknya yang membantunya dari
proses penyiapan bahan, pengolahan hingga penjualan. Bahkan lebih
dari sekadar partner dalam berusaha, bagi Bu S anak perempuannya
45
36
juga merupakan motor baginya untuk perluasan usaha. Menurut
pengakuan Bu S hubungan orang tua dan anak membuatnya dapat,
“memperluas pendapatan”. Dan sebaliknya, tanpa anaknya akan “tidak
akan ada kemajuan, usahanya monoton.”
Usaha seblaknya mayoritas dijual di pekarangan rumahnya dan di
sekolah, tetapi melalui kreativitas dan inovasi anaknya, ia juga menjual
seblak dan makan ringan kering secara online melalui media sosial yang
dimiliki dan dikelola anaknya. Bahkan melalui kreativitas dan jaringan
yang dimiliki anaknya, Bu S dengan dibantu anak juga menjual sarung
tangan motor balap sederhana, usaha yang kemudian kolaps setelah
adanya Pandemi COVID-19. Menurut Bu S, cara ia dan anaknya
mengembangkan usaha mereka adalah dengan “menanamkan
kepercayaan” kepada semua pihak.
2. Pemerintah Daerah (Dinas Sosial, dan OPD terkait)
Pemerintah Kabupaten Garut belum memiliki program
pemberdayaan khusus dari APBD yang ditujukan untuk KPM PKH
Graduasi. Selama ini, intervensi yang dilakukan baru sebatas
mengikutkan mereka ke pameran-pameran UMKM yang
diselenggarakan di Garut dan mengkoordinasikan mereka untuk
pendataan dan pendampingan sederhana yang diserahkan kepada
Pendamping PKH.
3. Pendamping PKH
Sebagaimana dalam bagian sebelumnya, para Pendamping PKH
Garut masih diberi amanah untuk melakukan pendataan, pemantauan
dan pendampingan sederhana bagi KPM PKH Graduasi yang berada di
wilayah pendampingan mereka.
Meskipun demikian, peranan para Pendamping PKH telah dapat
dilacak dari semenjak KPM PKH tersebut belum graduasi. Seperti yang
diakui oleh Ibu SR dari Cilawu, modal awal wirausahanya ia dapat dari
hasil menabung selama menjadi KPM PKH. Tabungan ini selain
inisiatif pribadi juga merupakan hasil dari pembimbingan Pendamping
PKH yang tidak bosan selalu memotivasinya untuk memiliki keamanan
finansial dengan menabung atau usaha kecil-kecilan.

46
37
4. Perbankan / lembaga keuangan lainnya
Peranan lembaga intermediasi keuangan seperti perbankan dalam
mendukung praktik UMKM bagi KPM PKH Graduasi masih sangat
minimal. Dalam aspek pengembangan usaha, perbankan bisa dijadikan
solusi bagi eks-KPM PKH dengan mengajukan kredit, meskipun tetap
dengan bunga yang tidak kecil. Akan tetapi dalam aspek
pembibitan/permulaan usaha akses untuk bantuan modal sangat terbatas
bagi eks-KPM PKH yang kebanyakan usahanya masih dalam level
mikro atau ultra-mikro dan juga hambatan ketiadaan aset yang biasanya
menjadi jaminan/agunan bantuan modal.
Hal ini sebagaimana dialami bu L dari Cilawu yang baru berani
mengajukan kredit pinjaman modal usaha ke KUR BRI ketika usahanya
telah cukup berkembang. Ketika itu ia meminjam Rp.17 juta untuk
biaya pembelian/penyewaan tanah dan pembelian benih sayur untuk
usaha pembibitan sayurnya.
Selain Ibu L, Ibu SR dari Cilawu juga memanfaatkan pinjaman
modal dari perbankan untuk biaya merenovasi ruangan rumahnya yang
dipergunakan untuk usaha warung kelontong. Ibu SR mengakui bahwa
ia baru berani meminjam ke bank ketika usaha warungnya sudah
menunjukkan pendapatan yang lebih baik dan stabil.
Hal ini berbanding terbalik dengan beberapa KPM PKH Graduasi
lainnya di Cilawu ataupun di Limbangan yang tidak memanfaatkan
pihak perbankan, rata-rata disebabkan mereka masih takut dengan beban
hutan dan bunga bank.
5. Pembeli/pelanggan lokal
Dalam aspek keberlanjutan dan pengembangan usaha, salah satu
pihak yang sering dilupakan adalah pembeli atau pelanggan yang telah
membeli dan berlangganan barang/jasa itu sendiri. Selain kualitas
barang/jasa, aspek modal jaringan sosial yang terbangun selama
berusaha juga merupakan aset yang berharga terutama untuk
pengembangan dan keberlanjutan usaha.
Hal ini sebagaimana pengalaman Ibu L dari Cilawu yang
menganggap pembelian dari petani lokal Cilawu terhadap bibit sayur

47
38
yang ia jual merupakan bagian dari ‘bantuan’ jejaring sosial lokal yang
dengan bermodalkan kepercayaan turut membantu mengembangkan
usaha pembibitannya menjadi besar. Ibu L menyampaikan bahwa
sebagian besar petani sayur lokal di Cilawu yang membeli bibit sayur
darinya rela berinvestasi 50 persen dari harga total sebelum produk
dikirim Ibu L atau diterima pembeli. Dengan pasokan modal di masa
proses awal pembibitan tersebut, Ibu L dapat menginvestasikan lebih
banyak kepada instrumen yang membantu peningkatan kualitas produk
yang ia jual. Hal ini di antaranya dalam bentuk, memberikannya
kemampuan untuk memberi air/pupuk lebih banyak atau lebih baik,
menyediakan pasokan lebih banyak sehingga lebih mampu merespons
permintaan pasar yang berlebih, dan seterusnya.
c. Model Bisnis
Hasil penelitian terhadap model usaha KPM Graduasi PKH di
Kabupaten Garut menunjukkan adanya upaya pelaku usaha dari eks
KPM PKH untuk melakukan pengembangan model bisnis
kewirausahaan yang mengerucut pada basis karakteristik lokal,
khususnya secara agribisnis dan inovasi makanan. Dua sektor ini banyak
dipilih karena faktor kesuburan tanah di Garut dan strategisnya Garut
sebagai hinterland (daerah penyangga) ekonomi Bandung Raya sebagai
sentra ekonomi dan pemerintahan Jawa Barat. Kebanyakan komoditi
pertanian dan makanan yang berkembang telah memiliki pasar yang
stabil di Bandung Raya.
Ibu L, salah satu KPM dengan usaha paling besar misalnya,
mengaku tidak memiliki model atau struktur wirausaha yang spesifik
untuk usaha pembibitan sayurnya. Meskipun Ibu L mengakui bahwa
kunci sukses usahanya terletak pada masa awal penumbuhan/pembibitan
usaha. Ibu L juga mengatakan bahwa ia baru melihat prospek potensial
usaha pembibitan usaha sayur ketika usaha telah berkembang.
Sebelumnya, ibu L hanya menjalani usaha bermodalkan semangat dan
keinginan kuat untuk mandiri.
Pada masa-masa awal, Ibu L mengalami banyak rintangan dan
kendala. Pekerjaannya sebagai guru juga menjadi kendala untuk
memulai usaha disebabkan sulitnya ia mengatur waktu antara kewajiban
mengajar, berusaha dan tanggung-jawab mengasuh anaknya. Setelah
48
39
memutuskan mengundurkan diri dari sekolah (keputusan yang didukung
suaminya), usaha pembibitannya tidak langsung maju. Ibu L dan suami
membutuhkan waktu transisi yang penuh dengan trial and error
(mencoba, gagal, dan mencoba lagi) selama kurang lebih satu tahun.
Setelah umur usahanya mencapai satu tahun, kemajuan yang ia alami
adalah kemampuannya untuk memegang sejumlah uang keuntungan
yang membuatnya lebih bersemangat lagi. “Semangat”, kata bu L,
“sudah bisa memegang uang”.
Pada masa-masa ini kesulitan bukannya menghilang. Dalam awal
masa pengembangan usaha, Ibu L masih kesulitan meyakinkan
tetangganya untuk menyewakan tanah mereka untuk lahan menjemur
bibit sayur (usaha pembibitan sayur memerlukan lahan yang luas dan
tenaga yang memadai). Pada saat itulah kesempatan mengambil
pinjaman bank ia sanggupi dalam rangka untuk memperluas usahanya.
Akan tetapi motivasi perluasan usaha saja tidak cukup, Ibu L merasa
usaha yang telah mulai menunjukkan hasil pasca-satu tahun berjalan
itulah yang membuatnya berani mengambil risiko untuk meminjam ke
bank.
Hasilnya, saat ini Ibu L telah memiliki usaha pembibitan sayur
yang sangat menggiurkan dan memberdayakan bagi keluarganya dan
keluarga petani lain yang hidup di sekitarnya. Saat ini Ibu L telah
memiliki 30 karyawan, dengan pengeluaran usaha Ibu L mengeluarkan
upah rata-rata Rp.5 juta per pekan. Dari 30 karyawan ini, 6 di antaranya
merupakan KPM PKH aktif yang sengaja dipekerjakan Bu L sebagai
pemenuhan cita-citanya, “supaya bisa membantu orang banyak.”
Kendala yang Ibu L hadapi saat ini hanya berkisar cuaca, dimana di
musim kemarau pasokan air untuk usahanya sedikit berkurang.
Pelajaran penting dari kasus Ibu L di Cilawu dan eks KPM PKH
yang telah graduasi lainnya adalah bahwa keamanan pendapatan baik
pada masa sebelum berusaha (melalui bantuan PKH) ataupun pada masa
pengembangan usaha (melalui keuntungan stabil dari usahanya) menjadi
sama pentingnya dengan inovasi dan kestabilan usaha. Hal ini
merupakan pola yang jamak dijumpai pada banyak KPM dengan
beragam kondisi dan level usaha. Pada masa sebelum berusaha dan
sebelum graduasi, pemasukan dari bantuan PKH membuat keluarga

49
40
miskin dan rentan miskin memiliki semacam keamanan pendapatan
untuk dapat atau berani mengambil risiko memulai usaha baru. Pada
masa pengembangan dan keberlanjutan usaha, keamanan
pendapatan/finansial yang didapat setelah usahanya berjalan dengan
lancar tanpa piutang selama beberapa waktu membuat eks KPM PKH
berani mengambil risiko baru mengembangkan usaha dengan berutang
atau berinovasi.
3. Kewirausahaan Kota Serang
Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Kota Serang
pada periode Agustus 2019 sudah terjadi graduasi 35 orang KPM PKH,
dan hingga sekarang (Juli 2020) sudah mencapai 190 KPM graduasi
mandiri. Penerima PKH saat ini kurang lebih sebanyak 9.300 KPM.
Untuk kedepannya memang ada pertanyaan besar, para peserta PKH
graduasi di Kota Serang ini akan diapakan, karena itu penelitian ini akan
memberikan masukan ke Kementerian Sosial RI, sehingga nanti akan
dikeluarkan kebijakan pemerintah, misalnya: Permensos yang bisa
menampung dan menjadi dasar pembuatan program. Bentuknya bisa
bermacam-macam dan membutuhkan koordinasi dengan
kementerian/lembaga lainnya di daerah. Dengan program pemberdayaan
sosial, Kementerian Sosial RI berusaha untuk merubah mindset
masyarakat menjadi lebih memberdayakan dirinya dan tidak lagi hanya
menerima, artinya akan adanya peningkatan keberfungsian sosial di
masyarakat bagi para KPM PKH Graduasi.
Di Kota Serang sendiri sudah ada beberapa program penanganan
kemiskinan melalui kerjasama antar Dinas dan lembaga lainnya untuk
melakukan kewirausahaan sosial, diantaranya dengan Dinas DP3AKB
melalui pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG), Dinas Koperasi,
Perdagangan dan UMKM, PKK, UP2K, dan Baznaz. Setiap program ini
pada dasarnya memiliki tujuan untuk memajukan kewirausahaan sosial
di Kota Serang.
a. Perjalanan Bisnis KPM PKH Graduasi Kab. Serang
Dari hasil wawancara kepada informan KPM PKH Graduasi di
Kota Serang didapat hasil yang cukup beragam, ada yang usahanya
sudah maju dan berkembang, namun banyak juga yang masih berskala

50
41
kecil atau hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari intervensi
ada yang sudah mendapatkan intervensi dari pemerintah daerah, ada
juga yang belum. Beberapa temuan menarik akan dijabarkan dalam
bagian ini.
Gambar 3
Salah Satu Usaha KPM PKH Graduasi di Kota Serang

Sumber : Hasil Penelitian

Informan pertama adalah KPM PKH Graduasi yang telah


mendapatkan pendampingan dari Dinas Sosial Kota Serang terutama
oleh pendamping PKH sejak belum punya usaha, hingga kini usahanya
sangat maju dan beromzet hingga puluhan juta rupiah per bulan, dengan
jenis usaha Kerajinan Sofa, yaitu Ibu Sariah. Bu Sariah mulai mendapat
PKH sejak tahun 2017, lalu memutuskan mengundurkan diri di akhir
tahun 2019, karena dinilai ada yang lebih membutuhkan dari dirinya dan
sudah mulai merintis usaha sofa. Usaha ini dimulai pada awal tahun

51
42
2020, artinya kurang lebih baru berjalan selama 6 bulan (saat
wawancara), sesaat setelah graduasi PKH di akhir 2019 lalu. Sebelum
memiliki usaha ini suami Bu Sariah bekerja sebagai supir angkot dengan
penghasilan bersih hanya Rp. 50.000 sehari, dan bu Sariah adalah ibu
rumah tangga yang pernah mencoba berjualan baju kredit keliling,
namun kurang berhasil, “memulai usaha ini dengan menjual mobil
angkot lalu dijadikan modal, hasilnya alhamdulillah”
Sofa yang dibuat dijual dengan harga Rp. 1,2 – 1,3 juta per set, (3
buah kursi dan 1 buah meja) dengan modal sekitar Rp. 1 juta per set.
Setiap hari pasti produksi dan ada pesanan dari toko, bahkan saat bulan
puasa yang lalu pesanan sangat banyak sampai tidak dapat mengirim
semua, sehingga butuh modal lebih besar untuk menutupi semua
pesanan. Omzet terbesar bisa mencapai hingga Rp. 50 juta sebulan, rata
rata terjual 20 – 30 set tiap bulannya. Saat ini Bu Sariah sudah punya
beberapa karyawan, karyawan diambil dari yang sudah memiliki
keahlian, tapi ada juga yang baru belajar yang semuanya berasal dari
sekitar lingkungan rumahnya. Usaha ini merupakan ide dari kakak bu
Sariah yang sudah terlebih dulu memiliki usaha sofa, Semua informasi,
relasi diturunkan dari sang kakak, sehingga bu Sariah dan suami sudah
memiliki bekal yang baik saat memulai usaha. Selain itu, Bu Sariah juga
mendapatkan pengalaman dalam mengelola keuangan usaha dari orang
tua nya yang memiliki usaha roti/kue. Dalam menjalankan usaha,
hubungan baik dengan seller/pemilik toko selalu dijaga, intinya dengan
kepercayaan, terkadang ada barang yang sengaja dititip saja, tidak
langsung dibayar. Bu Sariah saat masih menjadi KPM-PKH juga rutin
mengikuti pertemuan dan pelatihan yang dilakukan oleh pendamping
PKH, yaitu P2K2 dan menjadi salah satu bekalnya saat graduasi dan
memulai usaha.
Selain Bu Sariah, ada juga Bu Karni yang memiliki usaha
Kerajinan Kulit Kerang. Bu Karni juga salah satu KPM-PKH Graduasi
yang mendapatkan pelatihan serta pendampingan dari Dinas Sosial dan
juga Dinas Pemberdayaan Perempuan (DP2AKB) Kota Serang. Bu
Karni menjadi KPM-PKH pada tahun 2017 dan Graduasi di tahun 2019.
Program yang sempat diikuti adalah mengenai pemanfaatan Teknologi
Tepat Guna (TTG), karena proses pembuatan kerajinan kulit kerang
sangat bergantung pada keberadaan tekonologi sederhana untuk
52
43
membentuk kulit kerang sesuai dengan olahan yang diinginkan. Artinya
tidak memungkinkan jika dilakukan secara manual karena akan
memakan banyak waktu dan tenaga. Hasil olahan kulit kerang memiliki
beragam bentuk, mulai dari tudung lampu yang berharga jutaan rupiah,
tempat tissu hingga bross atau asesoris lainnya yang berharga puluhan
ribu rupiah. Namun, adanya Covid-19 memberikan dampak yang cukup
besar pada usaha kerajinan kulit kerang karena berkurangnya
permintaan dan pasokan bahan. Selain kerajinan kulit kerang Bu Karni
memiliki usaha sampingan lainnya saat ini yaitu dengan berjualan bakso
cilok, yang walaupun hasilnya kecil tapi cukup untuk menopang
kebutuhan sehari-hari.
Kedua informan ini merupakan contoh wirausaha yang
mendapatkan program, pelatihan atau pendampingan oleh pendamping
PKH dan Dinas Sosial dalam menjalan usahanya. Selain informan
tersebut ada beberapa usaha menarik lainnya dalam kewirausahaan
sosial yang terdapat di Kota Serang, yaitu KPM PKH Graduasi yang
memiliki usaha dengan skala omzet yang tergolong kecil, namun
memiliki potensi untuk maju dan perlu untuk diperhatikan lebih lanjut
oleh pemerintah daerah dan pusat.
Usaha pengolahan Kerupuk Emping Melinjo Bu Bakriah salah
satunya. Usaha ini dikerjakan dengan melibatkan 5 orang, yang terdiri 3
orang saudara dan 2 orang tetangganya. Usaha ini dilakukan sudah
selama puluhan tahun yang lalu, sebelum Bu Bakriah menerima PKH
pada tahun 2015 dan graduasi di tahun 2019. Berawal sejak masih
bujang bu Bakriah sudah mulai membantu mengerjakan pengolahan
emping melinjo orang tuanya, bahkan bekerja di tempat tetangga.
Setelah menikah mulai berusaha mengolah emping mlinjo dirumah
sendiri, dan suaminya usaha menjual ikan berkeliling kampung dan
kedua jenis usahanya dilakukan hingga saat ini. “Yang mendorong untuk
terus berusaha emping mlinjo ini karena mlinjo banyak di daerah
Serang dan aktivitas usaha ini tidak sulit dilakukan keluarga seperti
saya”
Selain itu, untuk mengerjakan usaha emping melinjo tidak sulit,
tidak butuh alat yang mahal dan tidak butuh keterampilan yang khusus.
Kunci agar usaha bisa tetap berjalan dan terus meningkat hasilnya, yang

53
44
dibutuhkan adalah menjaga semangat usaha, jujur dan tidak malas..
Emping Melinjo ini dijual ke warung makan, pedagang bakso dalam
bungkusan plastik kecil, 12 bungkus kecil dijual Rp. 8 ribu, dan juga ke
pemilik toko di Serang dalam bentuk Kiloan. Untuk menjualnya ada
yang diantar sendiri dan juga ada pedagang yang mengambil kerumah.
Permodalan hingga saat ini masih dari kemampuan sendiri, kalau benar
benar terdesak baru meminjam ke keluarga sendiri.
Usaha berikutnya adalah Usaha Kerupuk Dapros Bu Napsiah.
Kerupuk Dapros merupakan kerupuk beras khas Serang peninggalan
leluhur yang dikerjakannya hanya dengan tangan. Usaha ini dikerjakan
sendiri oleh Bu Napsiah dibantu oleh anak-anaknya, dengan harapan
agar nantinya anak-anak ada yang mau tetap melanjutkan membuat
makanaan khas ini biar tidak punah. Karena saat ini orang yang
membuat kerupuk Dapros ini sudah sangat jarang. Usaha ini dilakukan
sudah puluhan tahun sebelum menerima PKH, di tahun 2015. Sejak
masih lajang bu Napsiah sudah mulai membantu orang tuanya
mengerjakan pengolahan Dapros. Hal yang mendorong Bu Napsiah
untuk terus membuat kerupuk Dapros karena sekarang Dapros sudah
menjadi makanan langka dan ingin terus melestarikannya, meskipun
proses membuatnya melelahkan karena tidak mungkin menggunakan
mesin. Kerupuk Dapros ini dijual ke pasar Rau dan pasar terdekat
lainnya. Hasilnya memang tidak besar, karena kapasitas produksi juga
tidak pernah ditingkatkan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, tapi
kerupuk dapros ini minim resiko, karena bisa tahan hingga satu tahun
jika dalam bentuk mentahan, sehingga bisa dijual dan disimpan kapan
pun.
Dua informan berikutnya memiliki usaha yang hampir sama,
usaha warungan dan makanan kecil-kecilan, yaitu Bu Dewi Lestari dan
bu Nasiroh. Bu Dewi memiliki usaha Warung Kelontong dan ada juga
sayur-sayuran, yang dikerjakan dengan melibatkan suami dan dibantu
anak-anaknya. Usaha ini dilakukan sudah puluhan tahun, sebelum
menerima PKH di tahun 2017 dan graduasi di tahun 2020 ini. Berawal
di tahun 2004 setelah menikah bu Dewi mulai mencoba berjualan nasi
pecel dan sayuran. Tahun 2013 setelah berhenti total dari bekerja di
Pabrik, bu Dewi dan suaminya bertekad untuk memperbesar usaha
warung kelontongnya hingga sekarang “Yang mendorong untuk terus
54
45
berusaha Warung Kelontong ini karena usaha ini sudah familier dan
barangnya dibutuhkan oleh keluarga setiap hari. Waktu kegiatan usaha
bisa disambi dengan kegiatan lainnya dirumah. Kunci agar usaha bisa
tetap berjalan dan terus meningkat hasilnya, maka harus menjaga
semangat usaha, tidak mudah patah semangat karena kegagalan, jujur
kepada pelanggan dan mitra dagang/pemasok dan tidak malas. Usaha
warungan seperti ini, apalagi dilingkungan rumah penduduk harus bisa
menjual dengan pembayaran dibelakang (bon) dulu.
Sedangkan Bu Nasiroh memiliki usaha jualan gorengan, mie
ayam bakso (di depan rumah/teras) dan Warung Kelontong kecil. Usaha
jual gorengan dan mie ayam ini dilakukan sejak tahun 2017, setahun
sebelum menerima PKH. “Yang mendorong untuk terus berusaha
Warungan ini adalah karena rumahnya dekat dengan sekolah
Madrasah dan Kampus Untirta. Juga banyak mahasiswa kost didaerah
tersebut.
b. Pihak yang Terlibat
Dalam menjalani rintusan usaha, tentunya tidak akan terlepas dari
pihak-pihak yang terkait yang akhirnya bisa seperti saat ini. Pihak-pihak
yang terkait ini dikenal juga dengan istilah significant others. Dari hasil
wawancara dengan informan, berhasil diidentifikasi pihak-pihak yang
turut andil bagian dalam menunjukkan eksistensi bisnis para informan
ini. Beberapa pihak tersebut teridentifikasi sebagai berikut:
1) Keluarga
Banyak contoh keberhasilan usaha yang disokong oleh keluarga,
baik keluarga inti maupu kerabat. Bu Sariah sukses dengan usaha sofa
karena mendapatkan info dan ilmu menjual gorden dari kakaknya, lalu
dibantu penuh oleh suami yang menjadi pengrajin sofa yang akan dijual,
bahkan sang suami sampai rela menjual mobil angkotnya yang menjadi
penghasilan utama keluarga sebelumnya sebagai modal awal usaha. Hal
serupa juga terjadi dalam usaha Emping Bu Bakriah yang usahanya juga
didukung penuh sang suami, selain itu ada saudaranya yang juga bekerja
bersama sebagai pembuat emping selain dengan tetangga.
2) Dinas Sosial, Pendamping PKH

55
46
Program pelatihan memang bisa menjadi salah satu kunci
keberhasilan pemberdayaan sosial melalui kewirausahaan, contoh di
Kota Serang sangat nyata dalam kesuksesan usaha Bu Karni. Saat
menjadi KPM-PKH rajin mengikuti pelatihan P2K2, yang menjadi
bekal dasar dalam pengelolaan usahanya. Bu Bakriah yang usaha
empingnya cukup berkembang juga selalu mendapat pendampingan dari
Pendamping PKH walaupun dia sudah tergraduasi.
3) Perbankan / lembaga keuangan lainnya
Peran lembaga pemberi modal di Kota Serang dari hasil
wawancara memang belum signifikan, masih banyak para pelaku
wirausaha yang belum bisa mengakses ataupun belum mau mengakses,
karena cukup beratnya persyaratan. Hasilnya banyak wirausaha yang
sudah berjalan tahunan bahkan puluhan tahun, seperti Bu Bakriah
(emping), Bu Napsiah (dapros), Bu Dewi (warungan) yang tergolong
stagnan karena tanpa adanya sokongan modal usaha
4) Dinas Pemerintah Daerah dan lembaga lainnya
Dukungan institusi pemerintah daerah dan lembaga lainnya di
Kota Serang sebenarnya sudah ada, seperti dari Dinas DP3AKB ada
yang namanya TTG (teknologi tepat guna), ada pelatihan SDM nya,
tetapi harus ada pemilahan jenis usahanya dari skill dan kemampuannya.
Lalu, Dinas Koperasi, perdangan UMKM yang sudah memiliki UMKM
sekitar 10.500 di berbagai sektor,. Namun, harus diakui yang menjadi
hambatan pelaku UMKM adalah faktor modal dan kedua pemasarannya,
sehingga hasilnya belum mengalami peningkatan. Karena itu diperlukan
dana stimulus, sehinga bisa menyerap lapangan kerja. UMKM sudah
menjadi prioritas, namun di lapangan masih banyak keterbatasan modal,
lalu daya saing produk dari luar, terutama harga dari kota lain lebih
murah. Program yang dilakukan masih sangat terbatas, karena APBD
yang sangat terbatas, yang sudah pernah dilakukan adalah pelatihan hak
kekayaan intelektual tapi terbatas hanya 50 orang dalam setahun, kedua
program jaminan halal juga hanya utk 50 orang, ketiga ada program
promosi-promosi namun terhambat covid-19 ini anggarannya. Lalu ada
Baznaz, banyak program yang dilakukan Baznaz, dana yang disalurkan
berasal dari kumpulan infaq sodakoh warga masyarakat, yaitu ada

56
47
program bedah warung untuk wirausaha, masing-masing sebesar Rp 1
juta hanya dengan syarat KTP dan Kartu Keluarga.
c. Model Bisnis
Kementarian Sosial RI melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan
Sosial (Ditjen Dayasos) telah memperkenalkan tiga tipe model bisnis
dalam kewirausahaan sosial, yaitu; Model Pembibitan, Model
Mentoring dan Model Inkubasi. Ketiga model bisnis ini memiliki
sasaran dan strategi pemberdayaan sosial yang berbeda, yang tentunya
berimplikasi pada output dan outcome, namun akan saling melengkapi
sesuai kebutuhan suatu wilayah. Model Pembibitan dapat diterapkan
pada Wirausaha Pemula atau yang baru memulai usaha dengan cara
melakukan bimbingan teknis bisnis dan pemberian bantuan sosial modal
usaha dan pendampingan. Model Mentoring diberikan kepada wirausaha
yang telah memiliki rintisan usaha dengan modal dan omsetnya yang
masih relative kecil, dimana mentor dalam model ini adalah pengusaha
kecil yang sudah sukses dan memiliki semangat dan kemampuan untuk
membagikan pengalamannya kepada wirausaha lainnya. Untuk Model
Inkubasi, diterapkan pada wirausaha maju yang memiliki modal dan
omset yang relative besar dan nantinya akan dihubungkan dengan
perusahaan pemberi modal usaha.
Data penelitian di Kota Serang menunjukkan bahwa informan
yang dikunjungi telah memiliki rintisan usaha, dalam skala usaha yang
berbeda-beda. Model Pembibitan nampaknya masih paling dibutuhkan,
karena masih banyaknya pelaku wirausaha sosial yang membutuhkan
pelatihan dasar serta sokongan modal berskala kecil dan minim resiko
dalam menjalankan usahanya. Lalu, model mentoring juga akan sangat
efektif, karena adanya gap pengetahuan mengenai kewirausahaan sosial
yang terlihat jelas di Kota Serang. Bu Sariah bisa menjadi model yang
bisa diikuti oleh wirausaha lainnya, kemauan untuk maju dan
pengelolaan keuangan yang baik menjadi kunci pembeda kemajuan
usahanya yang dapat dicontoh. Dalam sisi permodalan, bantuan dengan
limit dan resiko kecil menjadi salah satu solusi untuk bertahan, sambil
melihat peluang untuk kemajuan usaha.

57
48
4. Kewirausahaan Kota Pekalongan
Pekalongan adalah salah satu kota pusat pertumbuhan ekonomi di
Jawa Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten
Batang di timur, serta Kabupaten Pekalongan di sebelah selatan dan
barat. Kota ini terletak di Jalur Pantura yang menghubungkan Jakarta
Semarang-Surabaya. Luas wilayahnya hanya mencapai 45 KM2 dengan
penduduk hingga 2019 sejumlah 307.097 jiwa (Laki-laki = 153.518 dan
Perempuan = 153.579).
Penduduk miskin Kota Pekalongan berdasarkan Basis Data
Terpadu (BDT) tahun 2018, jumlah rumah tangga sasaran (RTS)
program kemiskinan mencapai 33.282 RTS. Data jumlah ini mengalami
peningkatan dari BDT 2015 sebanyak 29.262 RTS.
Untuk penanganan kemiskinan pemerintah melakukan upaya
melalui berbagai program baik dari APBN, APBD Provinsi maupun
APBD Kota/Kabupaten. Salah satu program pemerintah pusat (APBN)
adalah melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Kota Pekalongan
hingga tahun 2020 telah mencapai 8.650 KPM yang memperoleh
program ini. Dari jumlah tersebut sebagaimana tahapan program telah
terdapat 173 KPM yang melakukan Graduasi Mandiri/Mampu
(penghentian bantuan atas kesadaran KPM sendiri) dan 1.445 KPM
Graduasi Non Komponen (penghentian bantuan karena sudah tidak
adanya komponen dalam keluarga KPM).
Dari sejumlah KPM Graduasi tersebut telah banyak KPM yang
memiliki aktivitas usaha dengan berbagai jenis usaha. Untuk
mengetahui bagaimana kondisi sosial ekonomi para KPM Graduasi
(khususnya bagi KPM yang telah memiliki aktivitas kewirausahaan),
maka pada penelitian ini untuk Kota Pekalongan ditemui 7 orang KPM
Graduasi yang menekuni kewirausahaan dengan jenis usaha yang
berbeda-beda dan satu orang Wirausaha Non KPM-PKH (warga yang
tidak pernah mendapat program PKH).
Dari 7 KPM Graduasi yang ditemui sebagai informan, diperoleh
gambaran identitas bahwa semuanya adalah wanita (namun dalam
menjalankan usahanya dibantu oleh suami). Latar belakang pendidikan
mereka 57% (4 orang) Tamat SD dan 43% (3 orang) SMA. Usia antara
29 tahun s/d 47 tahun, yang merupakan usia produktif untuk melakukan

58
49
suatu usaha. Mereka telah menikah/berkeluarga puluhan tahun dengan
jumlah tanggungan masing-masing antara 2 s/d 4 orang.
a. Perjalanan Bisnis KPM PKH Graduasi
Jenis usaha yang ditekuni KPM Graduasi selama ini dapat
dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu usaha dalam bidang makanan
(Usaha Mie Ayam - Nasi Goreng ; Kerupuk bermacam-macam ;
Catering); dan usaha bidang industri pakaian (Penjahit Batik/Penjual
Batik/Pembuatan Cetakan Batik Cap). Usaha ini ditekuni mengingat
Kota Pekalongan merupakan daerah wisata dan juga sebagai sentra
industri batik.
Gambar 4
Salah Satu Usaha KPM PKH Graduasi di Kota Pekalongan

Sumber : Hasil Penelitian

59
50
Usaha jualan makanan Mie Ayam – Nasi Goreng sebagaimana
yang dilakukan Ibu Nur.. (47 tahun) buka secara estafet pagi hingga sore
menjual Mie Ayam dan kemudian setelah sholat magrib (18.30 – 24.00).
Dalam pelaksanaan usahanya jualan makanan ini melibatkan keluarga
(anak, suami) dan 1 orang tenaga kerja.
Informan mendapatkan bantuan pemerintah melalui PKH hingga
graduasi tahun 2019 berkisar antara 2 s/d 7 tahun atau dengan rincian
waktu : 3 KPM (43%) selama 4 – 7 tahun dan 4 KPM (57%) selama 2-3
tahun. Sementara kegiatan usaha yang mereka jalani hingga saat ini
telah dimulai sejak 3 tahun bahkan lebih sebelum menerima PKH dari
pemerintah.
Perjalanan usaha yang dilalui pada umumnya mereka jalani
berawal dari pengalamannya saat membantu orang tuanya saat masih
remaja (atau dapat dikatakan mengikuti atau melanjutkan usaha yang
pernah dijalankan orang tuanya). Selain itu ada beberapa KPM yang
mengatakan atas pengalamannya saat bekerja/buruh di tempat usaha
pihak lain/pabrik. Sebagaimana yang disampaikan Bu Er.. (sebagai
penjahit pakaian batik) bahwa “…usaha begini saya lakukan setelah
pengalaman bekerja di pabrik konveksi selama sekitar 3 tahun lalu saya
berhenti. Dari pengalaman yang saya ketahui bahwa kain-kain yang
dijahit di pabrik itu berasal dari pihak lain, lalu saya dengan suami
mencoba kerjasama dengan pemilik kain kemudian saya jahit sendiri
dirumah. Lama-lama karena dipercaya saya mengambil kain lebih
banyak dan akhirnya saya mencari tukang jahit untuk membantu agar
bisa mencapai target jumlah dan waktu… “
Sedikit berbeda dengan perjalanan usaha Ibu Sr.. (sebagai
pengusaha kerupuk) bahwa jiwa usahanya dirasakan sejak dia masih
kelas 3 Sekolah Dasar. Waktu di SD dia sudah berjualan makanan kecil
ke sekolahan. Lulus SD tidak dapat melanjutkan sekolahnya ke SMP
karena kondisi ekonomi orang tuanya, akhirnya memilih berjualan
makanan, kue-kue keliling kampung (menjualkan milik orang lain).
Menurut pengakuannya sejak itulah dia ingin punya usaha sendiri,
sebagaimana yang dikatakan “..waktu lulus SD saya jualan keliling pak
(dagangan milik orang lain), lalu saya punya pingin makanan, kue
kuenya mau bikin sendiri dan mau ngajak teman untuk menjualkan.

60
51
Beberapa tahun kemudian saya tertarik jualan kerupuk karena hampir
semua orang kampung tiap hari beli kerupuk untuk lauk makan. Itu
berjalan hingga saat ini dan alhamdulilah berkembang dan bisa ngajak
tetangga untuk membantu bekerja..”
b. Pihak yang terlibat
Dalam kegiatan usaha, para informan menyadari akan pentingnya
relasi. Relasi mereka pahami sebagai orang-orang atau pihak yang
terkait dan saling berhubungan dalam setiap langkah usahanya. Secara
umum memahami bahwa relasi dalam usaha itu adalah: pekerja,
pelanggan, penjual produk, pemilik modal dan warga lingkungan
setempat. Sebagaimana pendapat Ibu Sr… “orang-orang yang selalu
berhubungan dengan usaha saya seperti: pembuat kerupuk,
penjual/pemasok minyak goreng, pedagang yang mengambili kerupuk,
yang membantu menggoreng dan bungkus2 kerupuk, tetangga yang
bantu kerja, Bank BRI dll, mereka itulah mitra kerja saya ..Dengan
orang-orang ini saya harus jaga hubungan yang baik supaya usaha
saya tetap berjalan.”
Para pihak yang dirasakan terlibat dalam perjalanan usahanya,
seluruh informan mengatakan bahwa yang secara langsung dan inten
adalah Pendamping PKH yang selama ini telah membina dan
mengarahkan saat menerima program PKH. Kedekatan emosional
dengan Pendamping selama mendapatkan program PKH oleh para
informan dijadikan tempat untuk curhat tentang berbagai masalah yang
terkait dengan usahanya (dalam hal motivasi usaha, permodalan,
pemasaran hasil dll.). Terkait dengan keterlibatan pemerintah daerah
dalam pembinaan ataupun pendampingan terhadap aktivitas
kewirausahaan para KPM-PKH Graduasi, menurut Kabid. Fakir Miskin
Dinas Sosial Kota Pekalongan dapat dikatakan belum ada yang khusus.
Pembinaan ataupun pendampingan yang dilakukan juga masih seperti
saat yang bersangkutan menjadi penerima program. Pada kesempatan
FGD Kabid. Fakir Miskin mengatakan bahwa “..pendampingan kepada
KPM-PKH Graduasi dalam menjalankan usahanya boleh dikata belum
ada, karena memang juga belum ada petunjuk dari pusat. Saat ini kami
sedang merintis akan bekerjasama dengan BRI dan Dinas terkait di
Kota Pekalongan dalam hal pelatihan enterprenur untuk para

61
52
pendamping PKH saat ini dan harus merintis usaha. Maksudnya para
pendamping PKH yang akan mendampingi agar juga punya
pengalaman wirausaha..” Hal ini dimaksudkan agar pengalaman usaha
juga dimiliki oleh para pendamping, sehingga tidak terjadi kejanggalan
bahwa menjadi pendamping usaha tapi dirinya tidak mempunyai
pengalaman usaha. Dalam hal kerjasama ini pihak BRI telah
menyepakati akan memberikan pinjaman lunak sebagai modal usaha
kepada para pendamping PKH yang akan mendampingi KPM Graduasi
yang melakukan kewirausahaan.
Dalam hal permodalan usaha, semua informan mengatakan bahwa
selama ini modal usaha yang digunakan untuk menjalankan usahanya
masih dari kemampuan sendiri saja, kalaupun sudah terpepet modal
biasanya meminjam kepada orang tuanya ataupun saudara-saudara
terdekat. Pinjaman tersebut akan dikembalikan setelah dagangannya
laku terjual. Dengan demikian artinya untuk modal usaha para informan
belum sampai terpikirkan untuk mengakses atau berhubungan dengan
pihak lain (lembaga keuangan) seperti: Bank pemerintah maupun
swasta.
Terdapat satu hal menarik yang ditempuh oleh seorang informan
(Ibu Sr..) dalam hal permodalan. Jenis usaha yang dilakukan saat ini
adalah membuat, mengemas, menjual kerupuk (berbagai macam
kerupuk). Masing-masing kerupuk itu tidak diproduksi sendiri, tapi
mengambil kerupuk mentah dari pembuat yang berada di empat tempat
di daerah Kab. Batang maupun Pekalongan.
Kemudian dirumahnya kerupuk tersebut dijemur terlebih dahulu
baru digoreng (dengan minyak goreng maupun pasir) kemudian
dibungkus dalam plastik sesuai dengan ukuran yang akan dijual. Untuk
menjemur kerupuk mentah tersebut dibutuhkan tempat terbuka dan
terkena sinar matahari. Usaha ini dikerjakan sendiri dibantu oleh suami
dan 2 – 3 orang tetangganya. Saat-saat ramainya pesanan dan hari
pasaran, tidak jarang Bu Sri harus menambah beberapa orang tetangga
yang diminta untuk membantunya (terutama saat mengemas krupuk
kedalam bungkus plastik).
Untuk memasarkan kerupuk dilakukan dengan beberapa cara :
dijual/dititip di warung-warung, ada pedagang yang ambil, ada dititip di
62
53
toko Oleh-Oleh dan dijual di pasar-pasar tradisional maupun pasar
tiban/pasar sesaat.
Seiring dengan kemajuan usahanya dan semakin sempitnya
tempat untuk menjemur kerupuk mentah disekitar rumahnya, maka atas
kesepakatan dengan keluarganya Ibu Sr.. memberanikan diri untuk
meminjam uang ke BRI sebesar 100 juta (dengan jaminan sertifikat
rumah). Uang pinjaman tersebut dipergunakan untuk membeli sebidang
tanah (100 M2) yang digunakan untuk tempat menjemur kerupuk
mentah. Sebagaimana pernyataannya dalam wawancara “..
alhamdulilah usaha kami ini berkembang dan saat ini mulai kesulitan
menjemur kerupuk2 (karena tempat jemur dilingkungan sudah padat
rumah dan tidak enak dengan tetangga) akhirnya saya beranikan
pinjam ke BRI 100 juta untuk beli tanah/lahan jemur. Cicilan tiap
bulannya sekitar 3 juta, alhamdulilah lancar pembayaran dan sekarang
hampir lunas..” Kepercayaan seperti ini harus saya jaga pak…
lanjutnya.
Yang mendorong untuk terus membuat kerupuk adalah bahwa
kerupuk dapat dikatakan hampir merupakan kebutuhan pokok (pada saat
orang makan), dan usaha ini telah berjalan dengan tanpa ada hambatan
yang berarti. Selain itu telah banyak langganan dari berbagai lapisan
masyarakat.
Upaya yang dilakukan para informan untuk menjaga dan
mengembangkan relasi agar usahanya tetap berjalan dan lancar, pada
umumnya mengatakan antara lain adalah dengan berlaku baik dalam
melayani pelanggan, jujur dalam bekerjasama, terus menambah teman
untuk memasarkan produk, kemauan untuk terus belajar dari orang lain
yang sukses, dll.
Dalam hal permodalan hingga saat ini para informan masih tetap
mengandalkan kemampuan modal sendiri dan keluarganya seadanya,
dengan motto yang penting usahanya bisa berjalan saja. Untuk
menjalankan usahanya belum terobsesi untuk mengembangkan
usahanya menjadi lebih besar, sehingga untuk pelibatan modal usaha
dari pihak lain seperti perbankan/lembaga keuangan lainnya belum
terpikirkan oleh mereka.

63
54
c. Model Bisnis
Diinspirasi dari aktivitas ekonomi Kota Pekalongan sebagai
daerah sentra industri batik dan sekaligus sebagai lintasan wisata daerah
sekitarnya, maka jenis usaha yang dilakukan oleh masyarakat pada
umumnya adalah makanan dan bahan/pakaian batik. Pola
kewirausahaan yang berjalan/berkembang saat ini adalah wirausaha
pemula/kecil berkolaborasi dengan wirausahawan yang lumayan besar
di Pekalongan dan sekitarnya. Dalam prakteknya wirausaha besar atau
katakanlah pemilik modal melakukan pembinaan sekaligus
pendampingan kepada para KPM-PKH Graduasi yang melakukan
usaha, meskipun sifatnya juga masih inter personal (hubungan antar
pribadi antara pengusaha besar dengan warga masyarakat yang
melakukan kegiatan usaha, termasuk KPM-PKH Graduasi.
Sebagai contoh: kewirausahaan di bidang batik (pembuatan kain
batik maupun penjahitan pakaian batik). Para KPM-PKH Graduasi
bekerja sama / ngesub kerjaan kepada pengusaha konveksi besar. Dalam
hal ini pengusaha besar memberikan pekerjaan sekaligus melakukan
pembinaan dan motivasi kerja yang saling menguntungkan.
Untuk mencari model kewirausahaan yang tepat/sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, maka Dinas Sosial Kota Pekalongan saat ini
sedang terus melakukan upaya koordinasi dengan pihak terkait sambil
menunggu petunjuk dari pihak Kementerian Sosial mengenai
tindaklanjut pendampingan bagi KPM-PKH yang telah graduasi.
Melalui wawancara mendalam, menurut pendapat pak Zae..
(wirausahawan muda) di bidang makanan olahan yang telah merintis
usahanya melalui berbagai upaya jatuh bangun mengatakan bahwa jiwa
kewirausahaan para mantan penerima bantuan sosial seperti Program
Keluarga Harapan (PKH), pada dasarnya merupakan usaha yang
berangkat dari upayanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari
hari. Dengan demikian berarti mereka telah memiliki modal kegigihan
dalam berwirausaha. Namun demikian pada umumnya mereka kurang
memiliki pengetahuan memanage kegiatan usaha maupun keterampilan
yang mendukung untuk menjalankan usahanya. Sepengetahuan saya
..model usaha yang dilakukan mereka (terutama yang bergerak dalam
bidang kain batik) umumnya adalah ngesub pengerjaan produksi dari
64
55
wirausahawan yang telah besar/mapan.. Artinya mereka lebih banyak
mengerjakan pesanan yang ada, yang pengerjaannya dilakukan
dirumah masing-masing dengan segala ketentuan yang disepakati.. Hal
ini dilakukan mengingat karena keterbatasan modal usaha maupun
pengetahuannya.
Atas dasar model usaha seperti itu (yang dijalani oleh KPM-PKH
Graduasi), maka untuk mendukung kemandirian usahanya, para KPM
PKH Graduasi perlu ada model Pendampingan/Tutorial secara
berkelanjutan. Tutor yang mendampingi usahanya tentunya adalah
orang-orang yang telah memiliki aktivitas kewirausahaan juga, agar
saling mengisi.
5. Kewirausahaan Kabupaten Cilacap
Untuk mendukung Kewirausahaan sosial di Kabupaten Cilacap
sudah ada beberapa program yang pernah dilaksanakan oleh Dinas
Sosial yang bekerjasama dengan lembaga lain, seperti Bank Jateng
dengan pemberikan kredit hingga Rp. 25.000.000, selain itu juga
program Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI. Saat ini jumlah KPM di
Cilacap berjumlah sekitar 88.000 orang, dengan 1.011 orang yang sudah
graduasi, targetnya adalah 10 persen dari KPM yang tergraduasi.
Sedangkan jumlah pendamping PKH ada 283 orang. Tahun 2020 ini
rencananya memang akan ada pelatihan di 5 titik di Kabupaten Cilacap
dengan masing-masing sekitar 300 orang KPM di tiap titiknya, namun
terkendala Covid-19 pelaksanaannya akan dimulai tahun 2021
mendatang.
a. Perjalanan Bisnis KPM PKH Graduasi Kab. Cilacap
Dari hasil wawancara kepada informan KPM PKH Graduasi di
Kab. Cilacap didapat hasil yang cukup beragam, ada yang usahanya
sudah maju dan berkembang, ada juga yang masih berskala kecil hanya
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari intervensi ada yang sudah
mendapatkan intervensi dari pemerintah daerah, ada juga yang belum.
Beberapa temuan menarik akan dijabarkan dalam bagian ini.
Informan pertama adalah KPM PKH Graduasi yang telah
mendapatkan intervensi program dari Dinas Sosial Kabupaten Cilacap
sejak belum punya usaha, hingga kini usahanya sangat maju dan
65
56
beromzet hingga puluhan juta rupiah per bulan, dengan jenis usaha
Kerajinan Batik, yaitu Ibu Titing Budiarti. Bu Titing mulai mendapat
PKH sejak tahun 2011, lalu memutuskan mengundurkan diri di tahun
2013, karena dinilai ada yang lebih membutuhkan dari dirinya dan
sudah ada tambahan penghasilan dari membatik. Awal mula usaha ini
didapat dari pelatihan oleh Dinsos di tahun 2011, yang pesertanya
berasal dari penerima PKH. Pada tahun 2013 Bu Titing sudah bisa
membuat batik sendiri dari hasil pelatihan. Usaha ini pernah terhambat
karena tidak ada dukungan dari pemerintah daerah, karena batik
dianggap sangat jarang di Cilacap, jadi dari proses produksi hingga
pemasaran dilakukan sendiri. Pada tahun 2014 Bu Titing sudah bisa
mengajak teman dan tetangga untuk gabung, bahkan tahun 2015 bisa
memperkerjakan KPM PKH juga. Namun karena terkena dampak
pandemi ini dari total 13 orang pengrajin, menjadi tinggal 8 orang.
Omzet pada tahun 2019 sekitar bisa mencapai 80-90 juta per bulan,
bahkan pernah sampai 100 juta per bulan di tahun 2017. Produksi batik
Bu Titing sudah tersebar ke beberapa wilayah yaitu Jogja, Solo, Aceh
dan Bali. Pemasaran juga dilakukan via online di Instagram dan
Facebook.
Hal serupa juga dialami oleh Bu Yuniarti dan Pak Leman, yang
memiliki Usaha Bakso dan Mie Ayam. Bu Yuniarti mulai mendapat
bantuan PKH tahun 2011 dan keluar tahun 2015. Usaha ini sudah
dimulai sejak tahun 2007, namun pernah mendapat musibah kebakaran,
lalu mendapat bantuan dari mesjid untuk melanjutkan usaha. Awal
mulanya Bu Yunarti dan suami (Pak leman) coba-coba sendiri untuk
membuat bakso. Kondisi ekonomi saat awal usaha masih kurang baik,
tapi terbantu dengan PKH, lalu pendamping PKH mendorong untuk
melanjutkan dan mengembangkan usaha. Saat ini Bu Yuniarti yang
dibantu oleh suaminya sudah punya 2 kios Bakso dan Mie Ayam, dan
dari usaha nya ini sekarang Bu Yuniarti sudah bisa membeli rumah serta
mobil. Karyawannya berjumlah 4 orang yang berada di 2 kios. Untuk
omzet penjualan paling rendah 10 juta per bulan, sedangkan paling
tinggi terutama menjelang Lebaran bisa mencpai 50 juta dalam waktu 2
minggu. Untuk pengembangan usaha Bu Yuniarti membutuhkan mesin
pengolahan mie sendiri, yang harganya sekitar 50 juta rupiah.

66
57
Kedua informan ini mendapatkan program, pelatihan bahkan
pendampingan oleh pendamping PKH dalam menjalan usahanya dari
awal hingga saat ini sudah terbilang maju dn memiliki omzet besar.
Selain itu, karena berasal dari KPM PKH mereka juga senantiasa
memikirkan KPM PKH lain yang ingin memiliki penghasilan atau
pekerjaan dengan mempekerjakannya, karena hal itu juga didorong oleh
pendamping untuk bisa memberdayakan masyarakat sekitar. Di luar dua
informan tersebut ada beberapa kasus menarik lainnya dalam
kewirausahaan sosial yang terdapat di Kabupaten Cilacap, yaitu KPM
PKH Graduasi lainnya yang memiliki usaha cukup besar saat ini namun
tanpa adanya intervensi program atau pelatihan dari pemerintah, artinya
mereka berjuang dan belajar sendiri untuk mengembangkan usaha dan
keluar dari program PKH.
Gambar 5
Salah Satu Usaha KPM PKH Graduasi di Kabupaten Cilacap

Sumber : Hasil Penelitian

67
58
Hal itu yang dialami oleh Ibu Rochyati, Pengrajin dan Penjual
Gorden. Mulai berjualan pada tahun 2008 dengan jalan kaki
menawarkan gorden dari rumah ke rumah. Usaha ini dimulai karena dari
keluarga juga banyak yang memiliki usaha jualan gorden, dari yang
pertama kali adalah adik Bu Rochyati yang berada di Purbalingga. Saat
pertama kali menjalankan usaha, Bu Rochyati belum memiliki modal,
lalu dari hasil penjualan dan tabungan Bu Rochyati memutuskan untuk
mengontrak kios di pasar. Bu Rochyati memulai PKH dari tahun 2011
dan kini sudah graduasi. Saat ini Bu Rochyati sudah bisa beli kios
sendiri di pasar Sampang serta memiliki 2 orang karyawan, yang
bekerja di toko 1 orang, dan penjahit di rumah 1 orang. Selain itu, Bu
Rochyati juga meneruskan ilmu bisnis dan kerajinan gorden kepada
anak dan keponakannya. Untuk pendapatan atau omzet tertinggi pernah
sampai 70 juta per bulan, dengan laba bersih sekitar 10 juta per bulan.
Selanjutnya ada Ibu Suwarni, yang memiliki Usaha Penangkaran
Burung Murai. Sebelum memiliki usaha ini bu Suwarni pernah menjadi
TKW di Hongkong, lalu sepulangnya dari luar negeri langsung
mendapat bantuan PKH dari tahun 2011. Usaha ini dimulai dari hobi
suaminya yang suka mengikuti lomba atau kontes burung, terutama
burung murai, sehingga mendapatkan ide untuk ternak burung murai,
pada tahun 2015. Modal Pertamanya adalah membeli sepasang burung
murai, seharga 7 juta rupiah, dan ternyata langsung
berkembang/bertelur, karena itu Bu Suwarni membutuhkan kandang
baru dan perluasan lahan untuk memelihara burung murai. Bu Suwarni
lalu memutuskan untuk membeli lahan dengan status hak guna untuk
penangkaran burung murai. Pekerja untuk usaha penangkaran ini ada 1
orang, tapi saat ini sedang tidak dipekerjakan, hal itu merupakan
dampak Covid-19 dimana penjualan burung murai menurun drastis.
Padahal, pada tahun lalu (2019) pendapatan dalam sebulan bisa
mencapai sekitar 10 juta rupiah, atau 5 juta rupiah untuk keuntungan
bersihnya.
Ada juga Pak Kasmanto, dengan Usaha Meubel / Sofa. Usaha ini
dimulai pada tahun 2015 saat Pak Kasmanto menjual kasur busa secara
68

59
online via facebook dan WA. Awal ketertarikannya dalam bisnis ini
ketika bekerja di Jakarta tahun 2014, setelah itu memutuskan untuk
memulai usaha sendiri. Pak Kasmanto sudah mengakses modal dari
pembiayan Perbankan, yaitu KUR BRI, sebesar 50 juta rupiah. Dari
modal ini usaha meubel dan sofa mulai berkembang, hingga saat ini
omzet penjualannya bisa mencapai 10 juta per bulan dan produknya
sudah tersebar di toko-toko furniture sekitar Cilacap. Setelah usahanya
dirasa stabil, Pak Kasmanto memutuskan untuk mengundurkan diri dari
Program PKH pada tahun 2020 ini.
Selain usaha-usaha di atas yang sudah cukup besar dan memiliki
beberapa pekerja, serta berdampak pada lingkungan sekitar, ada juga
kewirausahaan sosial yang masih merintis, dengan skala bisnis terbilang
kecil, yaitu Ibu Tuminah yang memiliki usaha warungan. Usaha
warungan ini dimulai tahun 2018, namun baru mendapat modal untuk
mengembangkan tahun 2020 ini, yang didapat dari hasil arisan padi
sebanyak 1 Ton. Hasil padi ini lalu dijual senilai 5 juta rupiah, yang
kemudian digunakan untuk membeli lemari pajangan dan barang-barang
jualan lainnya. Sebelum memulai usaha warung Ibu Tuminah
merupakan pekerja jahit karung untuk bahan baku tenda, yang sudah
dilakoni selama puluhan tahun, namun hasilnya sangat kecil dan
melelahkan sehingga Bu Tuminah memutuskan untuk membuka usaha.
Bu Tuminah merupakan Janda dengan 2 orang anak, anak yang pertama
saat ini bekerja di Jepang sebagai pekerja bangunan dan banyak
membantu ekonomi keluarga, dari penghasilan ini juga Bu Tuminah
memutuskan untuk tidak melanjutkan sebagai Penerima Program PKH
dan bergantung pada kemandirian usahanya.
b. Pihak yang Terlibat
Dalam menjalani rintusan usaha, tentunya tidak akan terlepas dari
pihak-pihak yang terkait yang akhirnya bisa seperti saat ini. Pihak-pihak
yang terkait ini dikenal juga dengan istilah significant others. Dari hasil
wawancara dengan informan, berhasil diidentifikasi pihak-pihak yang
turut andil bagian dalam menunjukkan eksistensi bisnis para informan
ini. Beberapa pihak tersebut teridentifikasi sebagai berikut:

69
60
1) Keluarga
Banyak contoh keberhasilan usaha yang disokong oleh keluarga,
baik keluarga inti maupu kerabat. Bu rochyati sukses dengan usaha
gorden karena mendapatkan info dan ilmu menjual gorden dari adiknya,
lalu dibantu penuh oleh suami yang menjadi penjahit gorden yang akan
dijual, bahkan anak dan keponakannya juga ikut belajar dan berjualan
gorden. Hal serupa juga terjadi dalam kasus keberhasilan usaha Mie
Ayam Bakso Bu Yuniarti yang usahanya disokong penuh sang suami,
pak leman, bahkan pak leman yang menjadi cheff dalam pembuatan
Bakso dan Mie. Usaha penangkaran burung murai dimulai karena sang
suami yang hobi memlihara burung, lalu menjadi usaha dengan omzet
jutaan rupiah per bulan. Keluarga di banyak kasus menjadi social
capital yang utama untuk kemajuan social entreprenuer.
2) Dinas Sosial, Pendamping PKH
Program pelatihan memang bisa menjadi salah satu kunci
keberhasilan pemberdayaan sosial melalui kewirausahaan, contoh di
Kabupaten Cilacap sangat nyata dalam kesuksesan usaha Bu Titing
Budiarti. Saat menjadi KPM PKH dan mengikuti pelatihan pertama kali
bu Titing bahkan belum memiliki usaha. Setelah mengikuti pelatihan ide
dan keberaniannya untuk memulai usaha Batik khas Cilacap dan
memperbaiki kondisi ekonomi keluarga akhirnya muncul, serta dibantu
melalui pendampingan usaha oleh Pendamping dan Koordinator PKH.
Bu Yuniarti juga merupakan ‘produk’ pendampingan PKH, bedanya
usaha Mie Ayam ini sudah berjalan saat menjadi KPM, namun selalu
mendapat perhatian agar semakin berkembang dan dapat
memberdayakan masyarakat.
3) Perbankan / lembaga keuangan lainnya
Peran lembaga pemberi modal pasti tetap signifikan, terutama
bagi KPM PKH Graduasi yang ingin mengembangkan usahanya. Untuk
modal perbankan memang relatif lebih sulit didapatkan karena adanya
jaminan dan pengembalian yang cukup besar tiap bulannya, sehingga
tidak semua KPM PKH Graduasi berai mengambil resiko, hanya yang
sudah terbilang stabil dan memiliki potensi pengembangan usaha
kedepannya yang akan mengambil. Pak Kasmanto contoh dalam hal ini,

70
61
ia berani mengambil kredit usaha di BRI sebesar Rp 50 juta dengan
jaminan sertifikat yang dimiliknya untuk membantu pengembangan
usanaya di bidanag meubel / sofa yang memang membutuhkan modal
cukup besar, bahkan dengan modal tersebut dirasa masih belum cukup
untuk memenuhi kebutuhan modal, karena banyaknya permintaan. Beda
halnya dengan bu Tuminah yang memiliki usaha warung kecil-kecilan,
ia tidak berani untuk mengambil kredit perbankan, akhirnya ia
menggunakan uang arisan padi yang dilakukan di desanya untuk modal
pengembangan warung.
c. Model Bisnis
Kementarian Sosial RI melalui Direktorat Jenderal (Dirjen)
Pemberdayaan Sosial telah memperkenalkan tiga tipe model bisnis
dalam kewirausahaan sosial, yaitu; 1). Model pembibitan, 2). Model
mentoring dan, 3). Model Inkubasi. Ketiga model bisnis ini memiliki
sasaran dan strategi pemberdayaan sosial yang berbeda, yang tentunya
berimplikasi pada output dan outcome, namun akan saling melengkapi
sesuai kebutuhan suatu wilayah. Model pembibitan dapat diterapkan
pada Wirausaha Pemula atau yang baru memulai usaha dengan cara
melakukan bimbingan teknis bisnis dan pemberian bantuan sosial modal
usaha dan pendampingan. Sedangkan model Mentoring diberikan
kepada wirausaha yang telah memiliki rintisan usaha dengan modal dan
omsetnya yang masih relative kecil, dimana mentor dalam model ini
adalah pengusaha kecil yang sudah sukses dan memiliki semangat dan
kemampuan untuk membagikan pengalamannya kepada wirausaha
lainnya. Untuk Model Inkubasi, diterapkan pada wirausaha maju yang
memiliki modal dan omset yang relative besar dan nantinya akan
dihubungkan dengan perusahaan pemberi modal usaha.
Hasil penelitian di Kabupaten Cilacap menunjukkan, bahwa
informan yang dikunjungi telah memiliki rintisan usaha, dalam skala
usaha yang berbeda-beda. Model Pembibitan tentunya masih diperlukan
walaupun dalam beberapa contoh informan sudah banyak yang memiliki
usaha dengan omzet cukup besar. Namun, masih besarnya potensi dan
kebutuhan akan penguatan dan pemberian ilmu-ilmu dasar
kewirausahaan menjadi dasar model ini. Bu Titing dengan usaha
batiknya merupakan contoh nyata pembibitan yang membuahkan hasil

71
62
baik, dengan penguatan model ini tentunya diharapkan banyak muncul
Bu Titing baru setiap tahunnya yang akan mengangkat kewirausahaan
sosial Kabupaten Cilacap. Lalu, model mentoring juga akan sangat
efektif. Bu Yunairti dan Pak leman yang sukses dengan usaha Mie
Ayam dan Bakso berulang kali menyatakan kesediannya untuk berbagi
ilmu dan pengalaman dalam memulai dan menjalankan bisnis kuliner.
Mulai dari strategi bisnis, teknik pembuatan makanan hingga penguatan
niat untuk keluar dari program PKH seperti yang sudah ia lakukan dan
sukses. Sedangkan model inkubasi untuk usaha yang sudah cukup besar
memiliki kendala dalam keterbatasan akses selama ini, seperti yang
dikemukakan pak kasmanto, selain itu masih ada rasa kekhawatiran dari
pelaku kewirausahaan sosial perihal pengembalian kredit dari lembaga
keuangan yang ada.
6. Kewirausahaan Kabupaten Subang
Wilayah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat, secara
administratif terdiri atas 30 Kecamatan, delapan kelurahan, dan 245
desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 1.552.925 jiwa
dengan luas wilayah 1.893,95 km² dan sebaran penduduk 820 jiwa/km².
Data dari Dinas Sosial Kabupaten Subang, Keluarga Penerima
Manfaat (KPM) Graduasi Program Keluarga Sejahtera (PKH) hingga
akhir 2019 sebanyak … KPM. Rencana awal (sebelum terjadinya
pandemic covid-19) telah dicanangkan akan dilakukan bimbingan teknis
tentang Digital Marketing kepada setidaknya 45 perempuan (graduasi
PKH). Hal demikian dengan pertimbangan bahwa relative banyaknya
KPM PKH yang telah graduasi dan juga para wanita yang memiliki
potensi usaha untuk dikembangkan, salah satunya melalui pemasaran
secara digital (online).
a. Perjalanan Bisnis KPM PKH Graduasi
KPM PKH Graduasi di Kabupaten Subang, sesuai hasil
wawancara kepada beberapa informan (yang kesemuanya adalah
perempuan) dapat disimpulkan bahwa perjalanan bisnis (rintisan usaha)
yang dimiliki para informan dilakukan ketika para informan masih
mengikuti Program Keluarga Harapan. Bahkan ada diantaranya sudah
memiliki rintisan usaha sebelum menjadi peserta PKH.

72
63
Pelajaran dari Kabupaten Subang, bahwa informan yang
telah memiliki rintisan usaha sebelum menjadi peseta PKH
diantaranya adalah; Ibu Amih (41 Tahuan) dengan jenis usaha kredit
barang, Ibu Amih memulai rintisan usahanya pada tahun 2015. Pada
tahun 2017 Ibu Amih menjadi peserta PKH dan pada 2018, Ibu Amih
menyatakan diri keluar dari PKH (Graduasi). Saat ini, omset usaha Bu
Amih (sesusi pengakuan dan penghitungan bersama telah mencapai RP.
3 juta /bulan). Dan saat ini, besaran tagihan kepada pelanggan sebesar
Rp. 30 juta perbulan. Barang yang dijual-kreditkan nyaris segala jenis
barang keperluan masyarakat sekitar (lingkup Rukun Tetangga
setempat). Ada hal yang menarik dari usaha Bu Amih ini, yaitu: ketika
Bu Amih melayani pelanggan, misalnya Pelanggan butuh barang X, Bu
Amih bersama pelanggan menuju toko yang menyediakan barang
dimaksud dan memilih barang yang diinginkan pelanggan. Setelah
pelanggan cocok dengan barang dan harganya, selanjutnya Bu Amih
yang emnyelesaikan pembayarannya. Kemudian Pelanggan nantinya
akan membayar kepada Bu Amih secara angsuran dengan berapa kali
bayar, sesuai kepercayaa. Disini asas mufakat dan kepercayaan sangat
menentukan bagi kedua belah pihak. Untuk itulah, Bu Amih belum
memiliki keinginann untuk lebih memperluas usahanya (jangkauannya)
ke wilayah lain, masih seputar wilayah yang karakter warganya benar
benar Bu Amih kenal dengan baik. Bu Amih sudah bisa mengakses
dunia perbankan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI Unit
terdekat.
Ibu Puput (Aisyah Putri, 42 Tahun) dengan jenis usaha warung
dan kerajianan tangan. Pada mulanya Bu Puput ini merupakan karyawan
pabrik tekxtik/konveksi. Menurut pengakuannya, Bu Puput telah
memiliki keahlian yang hamper lengkap untuk bekerja di industri
garmen/konvenski, mengingat Beliau sudah cukup lama bekerja di
pabrik garment dan juga sudah mengalami banyak rotasi job/pekerjaan.
Bu Puput semasa kerja telah bisa memegang enam mesin, begitu istilah
dalam dunia garment. Keputusan Bu Puput untuk berhenti dari
pekerjaan di opabrik adalah karena alasan anak, waktu untuk untuk
keluarga yang sangat terbatas. Semennatar sang suami bekerja sebagai
Tenaga Kemanan di Universitas Subang. Kebetulan Sang suami
memiliki keahlian dalam membuat kerajinan tangan dari bahan
73
64
papan/kayu tripleks. Hal demikian lah yang memperkuat tekad Bu
Ouout untuk keluar dari pekerjaan dan memulai usaha sendiri. Akhirnya
pada 2015 Bu Puout putusakan untuk bekerja mandiri/sendiri (keluar
dari Pabrik). Kerja pertama setelah keluar dari pabrik adalah menjadi
semacam mediator/perantara, dan hasil kerja pertama tahun 2015 ini
mendapatkan uang komisi sebesar Rp. 300 ribu . dan uang ini akhirnya
dijadikan modal untuk usaha (warungan). Usaha warungan Bu Puput
cukup berkembang, dan melayani masyarakat sekitar (wilayah RT/RW).
Omset jualan harian bu Puput saat ini sekitar RP. 600 rivu/sehari.
Beberapa yang dijual dalam warung Bu PuPut meliputi; mie ayam, baso,
seblak, juga kerajinan tangan dari tripleks, juga bross. Dan pada tahun
2017 Bu Puout terdaftar sebagai peserta PKH. Namun pada tahun 2019,
Bu Puput memutuskan untuk keluar (graduasi) dari PKH. Alasan utama
keluar dari PKH adalah karena Bu Puout sudah memiliki usaha yang
lumayan dan suami juga bekerja, sementara di sekitar Bu Puout masih
ada masyarakat yang tidak mampu namun belum mendapatkan bantuan
PKH.
Informan Ibu Rosyidah (45 Tahun) telah memiliki usaha
membantu sang suami berjualan mie tek-tek dan nasi goreng (keliling
pada awalnya), pada Tahun 1995, jauh sebelum adanya Program
Keluarga Harapan. Saat awal memulai usaha, permodalan Bu Rosyidah
dan Pak Ajat diperoleh melalui pinjaman dari keluarga terdekat. Modal
pertama untuk membuat gerobak dorong dan modal awal pembelian
bahan-bahan masakan. Besaran modal saat memulai usaha, adalah 1 juta
rupiah untuk membangun gerobak, dan lima puluh ribu rupiah untuk
belanja bahan-bahan masakan, itu semua di tahun 1995.
Saat ini Bu Rosyidah berjualan nasi dan mie goreng di tempat
tertentu (lampu merah Kelurahan Soklat, Subang). Pada tahun 2019 Bu
Rosyidah menyatakan diri keluar dari PKH, dengan alasan sudah tidak
pantas lagi mendapatkan bantuan sosial, sementara masih banyak warga
lain yang lebih membutuhkan. Dan lagi, usaha Bu Rosyidah bersama
suami sudh lumayan maju, dengan omset harian sekitar Rp. 700 ribu .
Beberapa kali Bu Rosyidah (dan Pak Ajat, Sang Suami) mengajak
keluarga dari kampung (ponakan) untuk membantu bekerja berjualan
nasi goreng. Namun demikian, seringkali mereka tidak betah, dengan

74
65
alasan capek dan lain sebagainya, dan akhirnya pulang kembali ke
kampong halamannya, nganggur lagi, demikian tuturan Bu Rosyidah
dan Pak Ajat.
Gambar 6
Berbagai Macam Usaha KPM PKH Graduasi di Kabupaten Subang

Sumber : Hasil Penelitian

Ibu Nuning Widyaningsih (35 Tahun) Saat ini memiliki usaha


lapak Es Podeng dan Batagor di depan Alfa Mart, di seberang kompleks
Pemda Kabupaten Subang. Bu Nuning telah memiliki rintisan usaha es
podeng sejak semasa gadisnya, dan belum masuk sebagai peserta PKH.
Bu Nuning mengembangkan usaha bersama Sang Suami. Saat ini,
beberapa anggota Keluarga (karyawan) yang menjalankan usaha es
podeng dan batagor. Sementara Sang Suami mempersiapkan segala
sesuatunya di rumah. Profil Bu Nuning ini agak berbeda dengan
kebanyakan informan, wirausaha lainnya. Dimana kebanyakan dari
mereka ini memang ingin memiliki usaha yang maju, namun tidak ingin

75
66
usahanya justru membuat mereka jadi semakin capek, tidak bisa
menikmati hidup nantinya (boleh maju dan berkembang tapi tidak
merepotkan). Bu Nuning justru ingin memiliki usaha yang lebih baik
dengan membuka lebih banyak dan semakin banyak canag, dibeberapa
tempat, dimana saja, asal masih terjangkau. Untuk masalah kerepotan
karena usahanya menjadi lebih maju, menuruit Bu Nuning, itu hanyalah
resiko bisnis semata. Lebih baik bisnisnya maju pesat daripada tidak
sama sekali.
Usaha es podeng dan batagor yang saat ini dijalankan Bu Nuning
dan Sang Suami memii omset sekitar Rp. 1,5 Juta/malam (hari). Bu
Nuning saat ini mempekerjakan dua orang karyawan (masih keluarga).
Nampaknya, informan yang memulai merintis usaha setelah adanya
graduasi dalam studi ini hanyalah Bu Kokom, adik dari Bu Amih. Bu
Kokom berwirausaha bersama Sang Suami. Pada awalnya, usaha Bu
Kokom adalah membuat dendeng daging. Karena membuat dendeng
merupakan keahlian dari Sang Suami. Dikarenakan usaha dendeng
memerlukan biaya dan juga modal yang tidak sedikit (untuk ukuran Bu
Kokom), akhirnya Bu Kokom beralih usaha dengan menjalin kemitraan
dengan Sang Kakak, Ibu Amih. Ibu Kokom dan Ibu Amih merupakan
Kakak adik yang tinggal bersebelahan. Ibu Amih yang membuka usaha
kredit barang sering kali mengajak Bu Kokom untuk membantu
menyediakan barang kebutuhan kredit para pelanggan Bu Amih. Dari
jalinan kerja sama inilah akhirnya Bu Kokom bisa berkembang ke jenis
usaha seperti saat ini.
Usaha Bu kokom saat ini tergolong cukup maju untuk ukuran
sekitar. Saat ini selain usaha warungan (lebih ke kebutuhan kuliner
anak-anak), Bu Kokom juga menyediakan paket data, pulsa, juga
layanan pembayaran listrik/token, bayar angsuran yang kesemuanya
dilakukan melalui BRI LINK. Salah satu kelebihan usaha Bu Kokom
selain uaha warung adalah moinim resiko, mengingat usaha BRI LINK
merupakan usaha jasa dengan mengandalkan aplikasi, karena Bu
Kokom tidak meiliki alat/media gesek untuk bayar sendiri dari BRI.
Dan omset usaha Bu Kokom saat ini adalah berkisar 150 ribu – 300 ribu
per hari. Di saat anak sekolah tidak libur, omsetnya sekitar 300 ribu/per
hari. Namun pada saat pandemic covid 19 ini, omsetnya turun menjadi
150 ribu/sehari (demikian tuturnya).
76
67
Dalam Diskusi kelompok bersama Ibu-ibu KPM Graduasi yang
telah memiliki rintisan usaha, ada salah satu KPM yang menarik yaitu
Ibu Aas, dari Kecamatan Cijambe Subang. Ibu Ass (Asriati) yang telah
memiliki usaha pembuatan pepes ikan nila pada saat mengikuti program
PKH. Saat ini Bu Aas telah mengembangkan usaha dan memasarkannya
secara digital/online melalui e-comerce yang ada. Produk unggulan Bu
Ass saat ini adalah Abon Ikan Nila dengan merk terdaftar Abon Ikan
Nila Bu AAS.
Nampaknya, dari semua informan yang ditemui dan melakukan
wawancara, hanya Ibu Kokom (31 Tahun) yang ketika mengikuti
Program Keluarga Harapan belum memiliki rintisan usaha. Namun
demikian, Bu Kokom saat ini telah memiki usaha warungan dan juga
jasa pembayaran melalui LINK BRI. Sesuai hasil wawancara dengan Bu
Kokom, saat ini, omset darei usaha warung (dan LINK BRI, juga token
pulsa dan paket datanya) mencapai kisaran 150 ribu sampai dengan 300
ribu rupiah per hari.
b. Pihak yang Terlibat
Dalam menjalani rintusan usaha, tentunya tidak akan terlepas dari
pihak-pihak yang terkait yang akhirnya bisa seperti saat ini. Pihak-pihak
yang terkait ini dikenalo juga dengan istilah significant others. Dari
hasil wawancara dengan informan, berhasil diidentifikasi pihak-pihak
yang turut andil bagian dalam menunjukkan eksistensi bisnis para
informan ini. Beberapa pihak tersebut teridentifikasi sebagai berikut:
1). Keluarga Terdekat
Keluarga terdekat dalam hal ini adalah bisa orang tua,
saudara/sanak family. Dari hasil wawnacara kepada informan diketahui
pengembangan usaha (dan juga rintisan usahanya) dimulai dari keluarga
terdekat. Ambil contoh, Ibu Kokom yang merintis dan mengembangkan
usahanya melalui Ibu Amih, Saudara perempuannya. Ibu Nuning dan
Ibu Rosyidah yang merintis dan mengembangkan usaha bersama Sang
Suami, dengan permodalan awal dari keluarga terdekat (pinjaman).

77
68
2). Pihak lain non perbankan
Pihak lain non perbankan disini adalah pihak yang terlibat dalam
rintisan dan pengembangan usaha di luar keluarga jiga di luar
perbankan. Contoh ini dapat ditemukan pada proses usaha Bu Aas
(Cijambe), dimana permodalan awal untuk usaha pembuatan pepes ikan
nila diperoleh melalui arisan ibu-ibu di lingkungan setempat. Kelonpok
arisan ini sampai saat ini masih ada di kalangan masyarakat. Dan
kelonpok ini merupakan penopang kesejahteraan sosial masyarakat, dan
tergabung dalam Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat
(WKSBM). Kelompok-kelompok ini sudah selayaknya perlu
mendapatkan dukungan untuk keberlanjutan bahkan
keberkembangannya, guna mendukung upaya pemberdayaan sosial
masyarakat.
3). Perbankan
Perbankan adalah pihak bank yang menyediakan permodalan
untuk pengembangan usaha selanjutnya, melalui beberapa syarat
tertentu. Dalam penelitian ini, permodalan yang ditemukan berupa
Kredut Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Rakyat Indonesia. Beberapa
wirausaha yang telah mem,anfaatkan jenis layanan permodalan KUR ini
dfiataranya adalah; Ibu Amih, Ibu NUning, dan Ibu Aas.
4). Instansi Pemerintah
Dari hasil wawancara mendalam terhadap beberapa informan,
menunjukkan adanya peran dari instansi pemerintah terkait dengan
posisi usaha hingga saat ini. Beberapa instansi penmerintah yang
memiliki andil dalam pengembangan usaha para informan adalah; Dinas
Sosial. Dinas sosial dalam hal ini adalah Dinas Sosial Kabupaten
Subang, dimana informan selama ini mendapatkan binaan ataupun
bimbingan teknis dalam perjalanan usahanya. Disamping itu, Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, juga memberikan binaan
kepada beberapa informan. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa juga
terlibat dalam pembinaan usaha, khususnya di wilayah desa. Beberapa
desa bagikan sudah melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
guna meningkatkan keberdayaan masyarkat Desa.

78
69
5). Lembaga lain
Lembaga lain disini adalah bisa berupa unit usaha lain yang
memberikan bantuan pinjaman permodalan bagi pengembangan usaha
para informan. Lembaga lain terbanyak adalah adanya lembaga
perkreditan local yang di Jawa Barat lebih dikenal dengan sebutan Bank
Emok. Dalam wawancara, informan menyatakan bahwa rata-rata para
KPM PKH sekitar informan memperoleh pinjaman modal usaha dari
Bank Emok. Sistem pemnbayaran Bank Emok bisa harian atau
mingguan.Wara di sekitar informan sangat setia (lebih ke takut
sebenernya) kepada Bank Emok ini. Seandainaya ada jadwal pertemuan
PKH (dulu), Ibu-ibu lebih mendahukukan pertemuan dengan Bank
Emok daripada dengan Pendamping PKH.,
Dari hasil Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) diperoleh
informasi terkait dengan bebrapa model pemberdayaan masyarakat di
wilayah Kabupaten Subang. Salah satunya adalah, pemberdayaan
masyarakat melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dengan
BUMDes dimungkinkan warga desa sekitar bisa dikoordinasikan dalam
pengelolaan usahanya. Pengelolaan usaha melalui BUMDes ini sudah
dilakukan di beberapa daerah.
Sementara itu, Kementerian Sosial juga akan meluncurkan
program terkait pemberdayaan bagi KPM PKH Graduasi melalui
kewirausahaan sosial, melalui bantuan sosial insentif modal usaha
(Resu, Tenaga Teinis Menteri Sosial). Besarnya insentif pun disesuaikan
dengan kadar dan resiko usahanya, Besarnya bantuan sosial mudal
usaha ini sekitar 5 Juta rupiah, dengan rincian\; 3,5 juta rupiah untuk
modal usaha dan 1,5 juta rupiah untuk operasional.
c. Model Bisnis
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial telah memperkenalkan
tiga tipe model bisnis dalam kewirausahaan sosial, yaitu; 1). Model
pembibitan, 2). Model mentoring dan, 3). Model Inkubasi. Menurut
Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial, Model pembibitan diterapkan
pada Wirausaha Pemula atau yang baru memulai usaha dengan cara
melakukan bimbingan teknis bisnis. Dalam model ini, KPM selain
diberikan bimbingan teknis oleh para ahli di bidangnya, KPM juga akan
79
70
mendapatkan bantuan sosial modal usaha dan pendampingan.
Sedangkan model Mentoring diberikan kepada wirausaha yang telah
memiliki rintisan usaha dengan modal dan omsetnya yang masih
relative kecil. Dalam model ini, KPM akan diberiak mentoring bisnis
selain bantuan sosial modal usaha dan pendampingan. Mdntor bisnis
pada model ini adalah pengusaha kecil yang sukses dan memiliki
semangat dan kemampuan untuk membagikan pengalamannya kepada
wirausha lainnya. Untuk Model Inkubasi (bisnis), diterapkan pada
wirausaha maju yang memiliki modal dan omset yang relative besar.
Inti dari model inkubasi bisnis ini adalah bahwa KPM nantinya akan
dihubungkan dengan perusahaan yang lebih besar dan sanggup
membantu pengusaha kecil terutama dalam pengembangan dan
penyerapan produksi hingga pemsarannya.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa informan yang dikunjungi
telah memiliki rintisan usaha, dalam skala yang berbeda tentunya.
Model mentoring boleh jadi bisa diterapkan di wirausaha di Kabupaten
Subang, mengingat sebagian besar informan yang diwawncarai adalah
para wirausaha dengan berbagai bidang usaha, akan sangat bagus jika
mendapatkan pendampingan usaha dalam bentuk mentoring bisnis.
Wirausaha ini mislanya Ibu Amih, Ibu Kokom, Ibu Puput. Sedangkan
untuk Ibu Nuning, Ibu Rosyidah dan Ibu Aas, akan lebih tepat jika
diterapkaj Model inkubasi plus peningkatan orientasi bisnis. Satu
catatan penerapan Model pembibitan namoaknya lebih tepat jika
diterapkan bagi para calon-calon wirausaha di Kecamatan Cijambe
dimana mereka menyatakan mendambakan bimbingan usaha
(pemerintah). Para calon wirausaha-wirausaha ini terlihat begitu
bersemangat menunjukkan potensi bisnis yang mereka miliki, pada saat
FGD berlangsung.
Para calon wirausaha ini seakan berbondong-bondong unttuk
hadir dalam acara FGD, walaupun ada sebagain dari mereka sebenarnya
tidak diundang. Namun, sebelum FGD dimulai, para calon wirausaha ini
memohon ijin untuk mengikuti FGD sambil meminta kesempatan untuk
memperkenalkan produk-produknya. Beberapa contoh produk yang
dibawa oleh para calon wirausaha ini seperti diantaranya; rangginang,
ranggining, kerupuk opak, keripikik singkong, baso, kerupuk tulang

80
71
ikan, kerupuk gadung, ikan goreng kecil (benteur), kue-kue basah dan
lain-lain.

B. DAMPAK KRISIS COVID-19 TERHADAP MASYARAKAT


Sementara jarak fisik, isolasi mandiri, dan kepadatan penduduk
yang lebih rendah sebenarnya menguntungkan daerah dalam hal dampak
langsung COVID-19, tetapi karena penularan telah menyebar ke daerah,
maka daerah juga terpukul.
Tantangan dalam mengakses pelayanan kesehatan dan informasi
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat miskin dalam waktu normal
semakin meningkat. Mereka yang memiliki kondisi kesehatan lebih
mungkin untuk terinfeksi dan dipengaruhi oleh coronavirus, membuat
masyarakat menjadi rentan - yang memiliki tingkat kondisi kronis yang
lebih tinggi serta pola makan yang kurang beragam yang merusak
kekebalan tubuh terhadap penyakit.
Kegiatan ekonomi, baik dalam wiraswasta atau wirausaha atau
pekerja upahan, pada dasarnya bersifat informal. KPM PKG Graduasi,
sebagian besar pekerja-mandiri adalah informal. Pekerja sebagian besar
dikecualikan dari perlindungan sosial terkait pekerjaan, apalagi asuransi
sosial atau jaminan kerja. Pekerja harian lepas adalah yang termiskin
dari yang miskin, dan mereka menjadi yang paling terpukul ketika
kehilangan pekerjaan dan pendapatan.
Banyak penduduk miskin, termasuk mereka yang memiliki dan
tanpa aset produktif, bergantung pada matapencaharian bergerak dan
pada pekerjaan musiman serta pekerja migran, termasuk remitan.
Lockdown membatasi pergerakan penduduk pedesaan dalam kaitannya
dengan pekerjaan dan juga kepulangan ke rumah (pulang kampung),
kadang-kadang membuat mereka terlantar dan dikucilkan dari dukungan
keluarga. Masyarakat miskin memiliki sedikit atau tidak ada bantalan
untuk mengelola atau mengatasi krisis ini. Masyarakat miskin di
pedesaan biasanya menghadapi kegagalan pasar berganda dan tidak
memiliki akses kepada asuransi formal, dan mekanisme manajemen
kredit dan risiko. Masyarakat miskin pedesaan biasanya menghadapi
kesulitan dalam mengakses likuiditas, yang diperburuk oleh hilangnya
kesempatan kerja upahan dan penutupan pasar informal di mana mereka
81
72
menjual produksinya. Guncangan pendapatan berdampak negatif pada
ketahanan pangan dan gizi bagi yang paling miskin; ketika pendapatan
turun dan harga pangan meningkat, rumahtangga miskin mengurangi
keragaman makanan sebagai strategi untuk mempertahankan makanan
pokok yang lebih murah. Mereka yang konsumsi makanannya sudah
rendah lebih menguranginya sehingga bisa kekurangan gizi. Sifat
pekerjaan informal, kurangnya pelayanan kesehatan dan sanitasi yang
layak, kesenjangan digital dan kurangnya jenis-jenis jaring pengaman
atau bantalan membuat lebih sulit bagi penduduk pedesaan untuk
mengikuti langkah-langkah penahanan dan untuk menangani
konsekuensi ekonomi mereka.
Perempuan menanggung beban yang tidak proporsional dari krisis
COVID-19, tidak hanya sebagai pencari kerja di samping suami, tetapi
juga dari beban perawatan anak-anak yang sedang mengikuti online
learning dan anggota keluarganya yang sakit, dan berkurangnya peluang
ekonomi.

C. MODEL KEWIRAUSAHAAN SOSIAL


Kewirausahaan sosial adalah tentang bagaimana menerapkan
pendekatan yang praktis, inovatif, dan berkelanjutan untuk memberikan
dampak positif pada masyarakat, khususnya masyarakat kelas ekonomi
bawah dan yang terpinggirkan. Kewirausahaan sosial biasanya bertujuan
untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi atau sosial. Enam lokasi
penelitian yang memperlihatkan bahwa pada KPM PKH graduasi
beberapa orang sudah melakukan kewirausahaan sosial meskipun masih
terbatas, bahkan ada beberapa yang sudah memberdayakan KPM PKH
yang lain meskipun jumlahnya masih sangat kecil.
KPM PKH Graduasi Mandiri merupakan peserta PKH yang
sudah meningkat status ekonomi dan kesejahteraannya sehingga secara
sadar dan sukarela keluar dari kepesertaannya di program keluarga
harapan (PKH). Berbagai macam motivasi dari KPM PKH yang bisa
dijadikan pelajaran bahwa mereka mempunyai kesadaran tentang
dirinya mempunyai kemampuan dan bisa melihat posisi lebih dari orang
yang bukan anggota PKH. Sehingga dengan posisi lebih ini menjadi
malu ketika terus mendapatkan bantuan.

82
73
Pembinaan kewirausahaan sosial ini mestinya ditumbuhkan
ketika masih menjadi KPM PKH, sehingga akan mempunyai target
berapa tahun akan graduasi. Keberlanjutan program untuk
menumbuhkan kewirausahaan sosial diharapkan berdampak pada
penambahan jumlah graduasi. KPM PKH yang telah dibina menjadi
wirausaha sosial sebaiknya mulai diarahkan agar berdampak pada KPM
yang masih aktiv ataupun yang tidak mampu di lingkungan terdekatnya.
1. Penciptaan Nilai Sosial

Wirausaha sosial berbeda dengan usaha yang biasa dengan satu


ciri utama, yakni menaruh kepedulian pada upaya membantu
kesejahteraan pihak lain daripada kesejahteraan diri sendiri. Membantu
KPM PKH Graduasi dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Pihak yang dibantu oleh Wirausaha sosial ialah
golongan yang kurang beruntung atau lebih miskin di kalangan
masyarakat.
Value adalah sejauh mana pelanggan merasa suatu barang atau
jasa telah memenuhi keinginan atau kebutuhannya, yang diukur dengan
kesediaan pelanggan untuk membayar barang atau jasa tersebut.Ukuran
ini biasanya lebih tergantung pada persepsi pelanggan tentang nilai
produk dari pada nilai intrinsiknya. Pengertian value creation atau
penciptaan nilai sendiri adalah proses penciptaan nilai yang dilakukan
perusahaan secara efisien untuk menghasilkan keuntungan.Value (untuk
selanjutnya disebut nilai) diciptakan melalui suatukegiatan/ aktivitas,
misalnya memotong pohon kemudian menjadikannya kayu, atau
kreativitas, misalnya membuat sebuah logo atau menulis karya ilmiah.
Tentu saja tidak semua kegiatan menciptakan nilai, misalnya
memindahkan batu dari satu tempat ke tempat ain. Penciptaan nilai
adalah aktivitas inti perusahaan. Penciptaan nilai yang unggul akan
membuka peluang untuk memperoleh keuntungan yang tinggi.
Kewirausahaan sosial memainkan peran agen perubahan di sektor
sosial dengan mengadopsi misi untuk menciptakan nilai sosial,
mengakui dan tanpa henti mengejar peluang baru untuk melayani misi
tersebut, terlibat dalam proses inovasi berkelanjutan, adaptasi dan
pembelajar, berani bertindak tanpa dibatasi oleh sumber daya yang ada

83
74
saat ini, dan menunjukkan rasa pertanggungjawaban yang meningkat
terhadap konstituen yang dilayani dan untuk hasil yang tercipta.
2. Inovasi
Inovasi sosial adalah jantung dari bisnis sosial. Begitu yang kerap
kita dengar dari para pakar. Namun, ketika kemudian kita bertanya lebih
jauh tentang apa arti inovasi sosial, pengertiannya begitu beragam.
Membangun ekonomi KPM PKH yang inovatif.
COVID-19 (coronavirus) mempengaruhi kehidupan sehari-hari
dan memperlambat perekonomian global. Pandemi ini menyerang lebih
dari 20 juta orang termasuk di dalamnya mereka yang mengalami sakit
dan lebih dari 770 ribu orang meninggal di seluruh dunia karena
penyebaran penyakit ini. Dampak krisis COVID-19 dirasakan juga oleh
masyarakat kabupaten Kabupaten Garut, termasuk komunitas pedesaan
di mana Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM
PKH) berada, termasuk mereka yang telah lepas dari PKH (KPM-PKH
Graduasi). Karena global supply chain terputus oleh krisis ini, kegiatan
produksi barang yang mengandalkan pada global supply chain terputus,
misalnya Pabrik Kecap Cap Kunci yang mengandalkan pada kedelai
impor dari China.
Penduduk pedesaan yang memproduksi barang yang
mengandalkan bahan baku lokal (pertanian dan kehutanan) yang masih
bisa bertahan, dan menjual hasil produknya kepada konsumen dan pasar
lokal. Jenis-jenis kegiatan ekonomi komunitas pedesaan, termasuk
KPM-PKH dan KPM-PKH Graduasi serta anggota KUBE, yang masih
bertahan antara lain: Ranginang, Sangkar Bambu, Bibit Sayur, Kulit
Lumpia, Helm Bambu. Tantangan yang dihadapi adalah menurunnya
pemintaan pasar akibat pandemi COVID-19, dan kualitas barang yang
dihasilkan. Kegiatan food processing dari bahan pertanian lokal
nampaknya lebih bertahan untuk tetap berproduksi dalam situasi krisis
COVID-19 daripada produksi yang menggantungkan bahan baku impor
yang mengandalkan pada global supply chain.
Kewirausahaan sosial ternyata telah menjadi bagian dari kamus
sehari-hari, dan menggambarkan pekerjaan dan struktur komunitas,
kesukarelaan, gotong-royong, dan instansi pemerintah terkait serta

84
75
swasta (pasar dan pedagang), yang bekerja untuk memecahkan isu-isu
sosial. Kewirausahaan sosial nampaknya telah menjadi sebuah solusi
baru untuk masalah sosial dengan lebih efektif, efisien, atau solusi yang
nilainya diciptakan untuk komunitas secara keseluruhan daripada
individu pribadi. Tidak seperti inovasi bisnis yang dikemudikan oleh
pasar dan kebutuhan konsumen, inovasi sosial dan kewirausahaan sosial
fokus pada budaya, bercita-cita untuk memenuhi kebutuhan manusia
dan sosial yang belum terpenuhi.
Bertentangan dengan kepercayaan tradisional tentang wirausaha
sosial atau kewirausahawan sosial sebagai lembaga soliter, berinovasi
dalam isolasi, pengalaman lapangan ini menunjukkan bahwa inovasi
sosial tidak dilakukan secara terpisah oleh wirausahawan (KPM-PKH
Graduasi) itu sendiri, melainkan dibentuk oleh berbagai organisasi dan
lembaga yang mempengaruhi perkembangan di daerah ini untuk
memenuhi kebutuhan sosial atau untuk mempromosikan pembangunan
sosial (community builders). Atas dasar ini, social enterprises
(kewirausaaan sosial sebagai cikal-bakal UKM dan Ko-operasi) dan
social entrepreneurs (wirausaha sosial) berada dalam sistem inovasi
sosial—komunitas dari para praktisi (Pendamping PKH) dan instansi
pemerintah dan NGO yang secara bersama-sama mengurus atau
menangani isu-isu sosial (Dinas Sosial), membantu untuk membangun
komunitas dan inovasi.
Kewirausahaan sosial dan inovasi sosial semakin banyak
dilakukan sebagai sebuah cara untuk mengatasi mekanisme berbasis
pasar yang mengatur organisasi nirlaba, dan investasi kembali dari
keuntungan untuk mengirimkan outcome positif bagi komunitas atau
kelompok pemangku kepentingan. Berbeda dengan for-profit
enterprises, wirausahawan sosial fokus pada "double bottom line”, yaitu
motivasi untuk bekerja secara finansial dan sosial.
Namun, tampaknya ada beberapa pendapat yang menonjol
tentang situasi apa saja yang mendorong kemunculannya. Pertama,
inovasi sosial adalah produk atau proses yang muncul ketika pendekatan
konvensional gagal menyelesaikan masalah, ketika terjadi perubahan di
dalam sistem sosial, atau ketika terjadi perubahan kelembagaan. Kedua,
inovasi sosial muncul terutama di dalam pemecahan masalah sosial dan

85
76
lingkungan yang disebabkan oleh kegagalan pasar. Ketiga, inovasi
sosial muncul ketika teknologi dipergunakan untuk mengidentifikasi
dan memecahkan kondisi ketidakpuasan masyarakat akibat penggunaan
cara-cara konvensional.
Para pakar itu jelas mengaitkan kemunculan inovasi sosial dengan
adanya masalah sosial dan lingkungan, kegagalan pasar, pemecahan
masalah tersebut, perubahan sosial dan kelembagaan, proses dan
produk, serta pemanfaatan teknologi. Tetapi, penjelasan situasional itu
belumlah lengkap, karena baru menjelaskan kondisi-kondisi atau
konteks yang melingkupi kemunculan inovasi sosial. Mengikuti
pengertian inovasi yang banyak dianut oleh para pakar manajemen, ciri
dari inovasi adalah baru dan lebih baik. Tetapi, yang dipandang sebagai
yang lebih penting adalah ciri yang kedua. Inovasi sosial tujuannya
adalah memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat, sehingga
yang dimaksud dengan lebih baik adalah kondisi masyarakat yang
menjadi sasaran penerima manfaat inovasi itu.
Dengan kata lain, bukti dari sifat inovatif itu adalah kemampuan
untuk menghasilkan dampak sosial positif yang lebih baik dibandingkan
dengan pendekatan tradisional. Dampak sosial positif itu ditandai
dengan kualitas hidup, atau kesejahteraan, yang meningkat. Kalau
kondisi yang berasal dari pendekatan tradisional itu tidak cukup baik,
maka masyarakat juga penting untuk ‘putus hubungan’ dengan kondisi
itu. Ketika delapan tahun lalu merumuskan inovasi sosial yang
dilakukan oleh perusahaan, Jason Saul mengusulkan hal yang sangat
penting untuk dipegang erat. Inovasi itu perlu didesain untuk
menguntungkan penerima manfaat serta inovatornya. Tetapi, penerima
manfaat harus dibuktikan membaik kondisinya terlebih dahulu, baru
kemudian keuntungan ekonomi bisa diperoleh inovatornya. Hal ini
tampaknya juga disetujui oleh para pakar lainnya.
Dalam penjelasan ekosistem yang lebih luas, inovasi sosial itu
melibatkan investor sosial (mereka yang memodali inovasi sosial),
inovator sosial (pemilik ide, proses, atau produk inovatif), inovasi
sosial, serta penerima manfaat. Mereka yang berinvestasi baik itu
pemerintah, perusahaan, atau lembaga dan individu filantropi juga
berhak atas keuntungan dari inovasi sosial tersebut, yang bisa berupa

86
77
keuntungan finansial, operasional, dan reputasional. Tetapi, para
investor itu baru bisa menerima keuntungan reputasional, operasional,
atau finansial (bila inovasi sosial itu berarti pemanfaatan mekanisme
pasar untuk memecahkan masalah) setelah inovasi itu benar-benar
menunjukkan manfaat buat masyarakat sasaran.
Inovasi sosial itu bukanlah sekadar sebuah konsep yang ringan.
Kalau selama ini apapun yang baru atau yang menggunakan teknologi
mutakhir langsung dilabel ‘inovatif’, inovasi sosial butuh lebih banyak
rambu-rambu. Rambu terpenting adalah peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang terukur, bukan sekadar kesan selintas atau data
anekdotal. Kalau hal ini kita terima, maka para pebisnis sosial, yang
merupakan pemanfaat utama inovasi sosial, harus bersedia untuk
membuktikan hal tersebut, dengan data yang diproduksi sendiri, maupun
dengan memersilakan pihak ketiga independen untuk mengukurnya.

3. Model Bisnis
Suatu model bisnis menggambarkan pemikiran tentang
bagaimana sebuah organisasi menciptakan, memberikan, dan
menangkap nilai-nilai, baik itu ekonomi, sosial, ataupun bentuk-bentuk
nilai lainnya.
a. Ketrampilan usaha
Seorang wirausaha membutuhkan banyak keterampilan untuk
dapat menjalankan bisnis dengan sukses. Kemampuan yang baik dalam
menerapkan pengetahuan yang diperoleh dan membuktikan
kemampuannya tersebut dalam menjalankan sebuah bisnis menunjukkan
tingkat keterampilan yang diperoleh oleh seorang wirausaha.
Keterampilan-keterampilan ini berbeda-beda antara satu bisnis dengan
bisnis yang lain, karena setiap usaha memang berbeda. Tentu saja,
setiap bisnis akan membutuhkan beberapa pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperlukan untuk bisnis itu sendiri. Meskipun
demikian, terdapat keterampilan-keterampilan umum dan pengetahuan
yang bersifat umum bagi kebanyakan bisnis.

87
78
b. Kesempatan Usaha
Peluang usaha adalah sebuah kesempatan yang akan didapatkan
oleh orang demi mendapatkan tujuan dengan cara melakukan sebuah
usaha yang akan memanfaatkan berbagai macam sumber daya yang
akan dimiliki. Dalam hal ini peluang usaha menjadi hal yang akan
paling penting untuk dilakukan sebelum membuka sebuah bisnis.
Peluang usaha adalah sebuah kesempatan untuk menjalankan sebuah
kegiatan bisnis untuk mendapatkan keuntungan dengan cara strategi
yang telah ditetapkan. Kesempatan usaha yang terbuka lebar ini tidak
boleh dilewatkan oleh mereka yang memiliki jiwa berwirausaha.
Seorang pengusaha baik pengusaha muda ataupun pengusaha yang
sudah lama berkecimpung dalam dunia bisnis ketika ia akan
memanfaatkan peluang usaha yang ada pada waktu tertentu seorang
pengusaha itu harus memiliki sikap dan mental yang percaya diri. Perlu
pemikiran yang matang bagi seorang mengusaha agar usahanya dapat
berjalan dengan tetap sasaran.
Dalam menilai sebuah peluang usaha, apakah cocok dengan
keadaan kita atau tidak, tentu kita harus memperhatikan berbagai faktor:
Pertama, Faktor internal ini bersumber dari individu itu sendiri misalnya
bakat dan minat yang dimiliki oleh seseorang. Ketika Anda
memanfaatkan peluang usaha maka Anda harus memperhatikan faktor
internal yang Anda miliki. Apakah Anda memiliki bakat dan minat
untuk menjalankan kegiatan usaha yant telah Anda pilih. Kedua, Faktor
eksternal ini datang dari luar diri Anda misalnya lingkungan sekitar
Anda. Ketika Anda akan memanfaatkan peluang usaha maka Anda
harus memiliki daya analisa yang tinggi dalam memanfaatkan peluang
usaha. Seorang pengusaha yang cerdas adalah ia mampu melakukan
inovasi dan kreativitas untuk kegiatan usahanya.
c. Orientasi Pemasaran
Orientasi pasar (market orientation) adalah suatu pandangan,
perspektif atau budaya yang terlihat dari proses dan aktivitas perusahaan
dalam menciptakan nilai tertinggi bagi kebutuhan dan keinginan
pelanggan sebagai inti dari proses pemasaran, yaitu fokus pada
kepuasan konsumen.

88
79
d. Networking
Sebagai seorang pebisnis sejati sudah semestinya memahami
bahwa networking merupakan hal yang sangat penting untuk terus
dikembangkan. Karena dengan networking yang luas dapat membuat
kegiatan bisnis menjadi semakin mudah. Menurut para pakar bisnis,
networking memegang peranan yang sangat vital, bahkan mencapai skor
persentase diatas 60 persen. Pada kenyataan di lapangan memang seperti
itu, banyak bukti yang bisa kita pelajari. Banyak contoh dimana semakin
besar sebuah bisnis maka semakin besar pula network mereka. Dengan
demikian, Jika Anda merupakan seorang pebisnis sejati, tentu mengerti
bahwa agar usaha pencapaian target dapat terwujud maka networking
sangat diperlukan.
Seperti yang kita ketahui dari beberapa alasan diatas. Secara garis
besar, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, dengan networking atau
partner bisnis dapat membuat bisnis Anda menjadi lebih cepat
berkembang. Segala macam keperluan dalam bisnis bisa terselesaikan
dengan bantuan network yang baik. Mungkin jika kita ambil contoh
secara sederhana, networking bisa di ibaratkan seperti sebuah teamwork.
Bekerja sama mencapai tujuan bisnis berdasarkan apa yang menjadi
target dalam bisnis. Anda bisa meminta bantuan kepada partner Anda,
nah secara tidak langsung Anda juga membantu perkembangan bisnis
partner Anda tersebut.
Dari sini timbul usaha untuk saling menguntungkan antara satu
dan yang lainnya. Kegiatan semacam ini sering terjadi, seperti contoh
kolaborasi yang dijelaskan pada poin pertama diatas.Tak peduli
berapapun skala bisnis yang sedang dijalankan, jika memang
diperlukan, cari cara terbaik untuk memperbanyak networking.
Terutama mencari partner bisnis yang sama – sama memiliki satu visi
dan bisa saling menguntungkan antara satu dan yang lainnya. Memang
networking sering dicap langsung untuk bisnis berbentuk MLM. Akan
tetapi, pada kenyataannya penerapan networking tidaklah seperti itu.
Networking bisa diterapkan di berbagai aspek bisnis. Untuk memperluas
pengetahuan kita, kita bisa mencari artikel dan contoh tentang
kolaborasi dan partnership antar bisnis. Dari bacaan yang tersebut, kita

80
bisa mengambil beberapa pelajaran penting untuk diterapkan dalam
bisnis yang sedang dijalankan.
4. Transformasi
Orang-orang yang memiliki daya transformatif, yakni orang
orang dengan gagasan baru dalam menghadapi masalah besar, yang tak
kenal lelah dalam mewujudkan misinya, menyukai tantangan, punya
daya tahan tinggi, orang-orang yang sungguh-sungguh tidak mengenal
kata menyerah hingga mereka berhasil menyebarkan gagasannya sejauh
mereka mampu. Melepaskan ketergantungan pada bantuan PKH untuk
menjamin keberlangsungan kegiatan sosial dengan kewirausahaan
sosial.
Menjadi seorang pengusaha sosial yang sukses dan berkelanjutan,
kiranya harus memiliki tiga bekal kemampuan dasar, yaitu ide, personal,
dan institusional. Pertama, ide yang mengilhami arah atau model usaha
sosial tersebut harus bisa direalisasikan ke dalam sebuah inovasi yang
bertujuan untuk menjawab pemasalahan sosial yang ada. Sehingga
dampak yang timbul dari usaha tersebut juga akan menyasar pada
perubahan kondisi sosial yang lebih baik bagi masyarakat.
Kedua, oleh karena bekal ide menjadi penting di dalam
berwirausaha sosial, maka dibutuhkan kepekaan dan kemampuan
personal di dalam mengidentifikasi masalah, potensi, dan peluang yang
ada. Sehingga pengusaha sosial milenial harus memiliki kreatifitas yang
tinggi di dalam memanfaatkan potensi dan peluang yang ada agar
masalah tersebut dapat diatasi. Ketika kreatifitas ini digunakan secara
baik, maka pengusaha sosial milenial dapat dikatakan memiliki
kemampuan yang unggul untuk berwirausaha.
Ketiga, bekal institusional merujuk pada bagaimana pengusaha
sosial milenial mampu untuk menyerap tenaga kerja sebanyak
banyaknya dan dapat menggerakkan masyarakat yang menjadi sasaran
misi sosial dari berwirausaha. Tidak hanya itu, pengusaha sosial
milenial juga harus mampu mengelola usahanya agar menjadi efektif
dan efisien di tengah-tengah kompetisi pasar. Dalam hal ini, pengusaha
sosial harus mampu membangun partnership atau kerja sama dengan
pihak lain (baik sektor swasta, pemerintah, maupun organisasi

81
kemasyarakatan), agar usahanya menjadi maju dan berkembang. Oleh
karenanya, pemanfaatan teknologi digital menjadi penting untuk
mendukung aspek institusional ini. Teknologi digital tersebut dapat
dijadikan sebagai media manajerial, partnership, dan pemasaran.
5. Dampak Sosial
Dampak adalah ukuran dari hasil yang terlihat dan tak terlihat dari
sebuah aktivitas/produk/jasa. Pada dasarnya, dalam mencari sebuah ide
usaha sosial, dampak yang ingin diciptakan merupakan titik awal untuk
membangun usaha sosial. Anda tentu menyadari bahwa ada sebuah
permasalahan sosial di masyarakat. Lalu, ada peluang usaha untuk
menciptakan dampak sosial dan sekaligus keuntungan finansial.
Dampak yang diciptakan bergantung dari jenis usaha sosial Anda.
Penting bagi Anda untuk memahami dampak positif apa saja yang bisa
diciptakan, sebelum memutuskan untuk merealisasikan ide. Berikut
akan dipaparkan 6 jenis dampak positif yang bisa Anda ciptakan
melalui usaha sosial.
a. Penciptaan lapangan usaha
Nilai utama dari social entrepreneurship sangat jelas yaitu
penciptaan pekerjaan penciptaan lapangan kerja. Social enterprises
menyediakan kesempatan kerja dan pelatihan kerja untuk kelompok
kelompok masyarakat yang mengalami permalahan, seperti lama
mengangur, tidak mampu bekerja, tunawisma, putus sekolah atau
diskriminasi gender. Peningkatan jumlah usaha ini meningkatkan
jumlah produksi. Revitalisai ini juga berdampak pada peningkatan
produktivitas, wanita pengangguran yang semula merupakan sumber
daya yang tidak produtif menjadi sumber daya produktif karena
keahliannya dimanfaatkan pada pekerjaan yang tepat.
Kewirausahaan sosial menitikberatkan usahanya sejak awal
dengan melibatkan masyarakat dengan memberdayakan masyarakat
kurang mampu secara finansial maupun keterampilan untuk secara
bersama-sama menggerakkan usahanya agar menghasilkan keuntungan,
dan kemudian hasil usaha atau keuntungannya dikembalikan kembali ke
masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya. Melalui metode
tersebut, kewirausahaan sosial bukan hanya mampu menciptakan

82
banyak lapangan kerja, tetapi juga menciptakan multiplier effect untuk
menggerakkan roda perekonomian, dan menciptakan kesejahteraan
sosial.
b. Peningkatan pendapatan
Kewirausahaan adalah cara berpikir, cara menelaah, dan cara
bertindak yang mengacu pada peluang dalam bisnis. Didalam
kewirausahaan terdapat tuntutan untuk mengambil resiko pada setiap
keputusan yang diambil.. kewirausahaan mencakup proses kegiatan
yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan suatu peluang
pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi
dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui
sepenuhnya.
c. Kohesi sosial
Secara etimologi kohesi merupakan kemampuan suatu kelompok
untuk menyatu, dan kohesi sosial merupakan hasil dari hubungan
undividu dan lembaga. Pengertian mengenai konsep kohesi sosial yang
asli sendiri berasal dari tesis Emile Durkheim. Menurutnya terdapat
solidaritas mekanik yang diindikasikan dengan adanya aktor yang kuat
dalam masyarakat, lalu terdapat solidaritas organik yang diindikasikan
dengan saling bergantungnya individu maka akan terbentuk suatu kohesi
sosial dengan sendirinya. Definisi lainnya didasarkan kepada keterikatan
masyarakat yang terbentuk dengan sendirinya dan bukan hasil dari
pemahaman untuk mencapai kohesi sosial. Lalu terdapat definisi yang
didasari oleh persamaan nilai dan rasa memiliki, menjelaskan bahwa
kohesi sosial tercipta karena persamaan nilai, persamaan tantangan dan
kesempatan yang setara didasari oleh harapan dan kepercayaan.
Pengertian atau definisi yang terakhir didasari oleh kemampuan untuk
bekerja bersama dalam suatu entitas yang akan menghasilkan kohesi
sosial.
d. Ekonomi Inklusi
Kewirausahaan Sosial (Social Enterprise) adalah pemicu
pertumbuhan inklusif dan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu,
hal tersebut perlu didukung melalui langkah-langkah pembangunan
ekosistem dan peningkatan akses terhadap modal dan peluang bagi
92
83
pengusaha. Dengan menangani kebutuhan investasi dari sektor-sektor
dampak, pemangku kepentingan akan dapat mendukung pesatnya
pertumbuhan kewirausahaan sosial dan membantu mempromosikan
pembangunan di seluruh Indonesia. Dengan mendorong kemitraan
bertujuan untuk memaksimalkan kehadiran perusahaan sosial demi
kebaikan daerah melalui pengembangan ekosistem kewirausahaan
sosial.

D. IMPLIKASI KEBIJAKAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Tindakan publik perlu mengenali lebih dulu tentang kemungkinan


bias perkotaan dalam perencanaan dan tanggapan terhadap pandemi
COVID-19 dan memperhatikan perkembangan dan potensi dampak
COVID-19 di daerah pedesaan. Kebijakan perlu mempertimbangkan
kendala yang dihadapi daerah pedesaan dalam hal pengendalian dan
tanggapan terhadap dampak langsung dan tidak langsung dari COVID
19 dan langkah-langkah penahanan yang menyertainya. Sementara
memenuhi kebutuhan mendesak adalah prioritas pertama, perencanaan
promosi proses pemulihan ekonomi inklusif juga perlu dimulai.
Perlindungan sosial adalah intervensi yang paling dibutuhkan. Sistem
perlindungan sosial, perlu diperluas sebagai tanggapan terhadap
COVID-19 untuk melindungi kehidupan dan mata pencaharian serta
memastikan akses berkelanjutan kepada pangan dan ketahanan sistem
pangan.
Fokus aksi publik seharusnya kepada yang paling rentan –
komunitas adat terpencil, penduduk marjinal dan rentan, orang lanjut
usia, perempuan dan anak-anak - dan yang termiskin dari yang miskin,
khususnya mereka yang bergantung pada buruh harian lepas, migrasi
musiman atau mata pencaharian berpindah-pindah, yang memiliki akses
tidak memadai ke aset produktif, dan yang tanpa tabungan dan dengan
sedikit jalan keluar ke asuransi atau sumber pendapatan alternatif. Mata
pencaharian membutuhkan dukungan melalui program pekerjaan darurat
dan menjaga agar sistem pangan dan ekonomi pedesaan tetap bergerak,
terutama segmen yang didorong oleh produsen kecil informal, penyedia
pelayanan, lembaga pedesaan, dan peserta rantai nilai (value chain).

93
84
Baik dalam jangka-pendek maupun jangka-panjang, melindungi
dan mendukung mata pencaharian membutuhkan kombinasi intervensi
perlindungan sosial untuk melindungi pendapatan, menyediakan
likuiditas dan mencegah strategi penanggulangan negatif, dan langkah
langkah untuk mendukung produksi dan akses kepada pekerjaan (seperti
pekerjaan umum) di seluruh sistem pertanian pangan. Pendekatan ini
dapat memberikan stimulus yang tepat di sisi penawaran, sekaligus
menghindari ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi. Dalam
proses pemulihan jangka-menengah hingga jangka-panjang, fokusnya
perlu diarahkan pada pemeliharaan dan penguatan sistem pangan lokal
dan inklusif untuk memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan
dan pengentasan kemiskinan. Intervensi harus secara eksplisit
mengenali kendala khusus yang dihadapi oleh perempuan dan peran
mereka dalam sistem pangan sebagai pelaku utama dalam menjaga
ketahanan pangan rumah tangga, produsen pangan, manajer pertanian,
pengolah, pedagang, pekerja upahan dan pengusaha, memastikan bahwa
kebutuhan mereka yang memadai bisa ditangani.
Kewirausahaan berbasis-komunitas dianggap sebagai instrumen
penting untuk mewujudkan potensi komunitas marjinal dan
terpinggirkan yang terisolasi dari arusutama ekonomi dan penting dalam
membawa peningkatan sosial. Nilai-nilai budaya, sumber daya bersama,
hubungan, dan rasa saling percaya bekerja untuk komunitas, dipupuk
melalui hubungan pribadi yang erat untuk menjalankan kegiatan
ekonomi. Kegiatan kewirausahaan yang menciptakan barang publik
lokal bagi sebuah komunitas memiliki keunggulan komparatif atas
kegiatan yang berorientasi pasar absolut. Hasil penelitian ini mencoba
mengikuti metode studi kasus untuk menganalisis kewirausahaan
berbasis-komunitas pada komunitas marjinal. Banyak pekerja
wiraswasta dan usaha kecil di pusat kota dan kecamatan dalam
masyarakat menunjukkan bahwa mereka cenderung memiliki
kecenderungan besar untuk berwirausaha. Pemerintah perlu
memperkenalkan kebijakan dengan langkah-langkah implikatif untuk
dukungan finansial dan teknis untuk kegiatan kewirausahaan ini.

94
85
Bab

5
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Kewirausahaan sosial diharapkan dapat memberikan jalan bagi


sektor ekonomi yang inklusif penerima program PKH Graduasi untuk
mengatasi permasalahan sosial di mana bentuk usahanya berdasarkan
pada kegiatan pemberdayaan masyarakat bagi mereka yang sudah
mempunyai rinisan usaha. Hal ini menjadi mungkin karena
kewirausahaan sosial dapat menyerap tenaga kerja yang disertai dengan
peningkatan keahlian dalam berwirausaha. Pemanfaatan teknologi
digital dalam berwirausaha yang semakin menghasilkan lebih banyak
pengusaha sosial dengan beragam ide usaha yang modern diharapkan
menjadi faktor penting dalam menjalankan dimasa sekarang. Perjalanan
KPM PKH Graduasi sampai menjadi wirausaha sosial pada umumnya
telah dirintis beberapa tahun sebelum KPM yang bersangkutan
mengajukan penghentian program atau graduasi. Dalam proses
perjalanan rintisan usahanya mereka banyak mengalami pasang
surut/jatuh bangun karena berbagai factor baik menyangkut
keterampilan, manajemen usaha maupun permodalan. Terjadinya wabah
pandemi covid-19 sejak awal 2020 hingga saat ini juga sangat dirasakan
oleh sebagian besar KPM PKH Graduasi yang sedang menjalankan
rintisan usaha karena tidak bisa menjalankan roda usaha sebagaimana

87
melibatkan kepada tetangganya dalam menjalankan usahanya. Selain
keterlibatan sebagai karyawan, juga melibatkan sebagai mitra dalam
pemasarannya. Ini menunjukan bahwa ada penciptaan lapangan kerja
baru dan peningkatan pendapatan.
Kewirausahaan sosial diharapkan dapat memberikan jalan bagi
sektor ekonomi yang inklusif penerima program PKH Graduasi untuk
mengatasi permasalahan sosial di mana bentuk usahanya berdasarkan
pada kegiatan pemberdayaan masyarakat bagi mereka yang sudah
mempunyai rinisan usaha. Hal ini menjadi mungkin karena
kewirausahaan sosial dapat menyerap tenaga kerja yang disertai dengan
peningkatan keahlian dalam berwirausaha. Pemanfaatan teknologi
digital dalam berwirausaha yang semakin menghasilkan lebih banyak
pengusaha sosial dengan beragam ide usaha yang modern diharapkan
menjadi faktor penting dalam menjalankan dimasa sekarang. Model
pemberdayaan kewirausahaan yang berjalan pada umumnya masih
sangat tradisional naluriah dalam arti menjalankan aktivitas usaha sesuai
kemampuan yang dapat dijalankan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Saat ini tampak mulai dirintis mengadopsi dan mengadaptasi
sistem QUANGO’s pada program kewirausahaan sosial. (QUANGO’s
nopo jelase mas..?) Manajemen Usaha yang dilakukan KPM PKH pada
umumnya masih mengandalkan ingatan dan bercampur dengan
manajemen rumah tangga. Inovasi dalam berbagai hal kini mulai
menjadi fokus dalam mengembangkan kewirausahaan sosial yang bisa
dilakukan dalam suatu komunitas, karena pada dasarnya Kewirausahaan
Sosial sudah dipraktekkan sehari-hari dan sudah menjadi jiwa orang
Indonesia. Dinas Sosial bekerjasama dengan institusi terkait di
pemerintahan kabupaten/kota telah mulai melakukan upaya mencari
model pemberdayaan kewirausahaan social yang sesuai dengan
karaktaristik maupun potensi daerah.

98
88
B. REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berdasarkan kelebihan dan


kekurangan dari perjalanan bisnis KPM PKH direkomendasikan hal
berikut:

1. Menormalisasi kegiatan usaha yang dilakukan KPM PKH Graduasi


yang terdampak pandemic Covid saat ini, Pemerintah dan NGO
diharapkan dapat membantu membangkitkan kembali perjalanan
usaha mereka melalui permodalan dan pengembangan kapasitas
usaha melalui pelatihan keterampilan manajemen usaha.
2. Pemerintah terkait baik pusat maupun daerah menerbitkan kebijakan
yang dapat membangun Sistem Pemasaran yang berpihak pada KPM
PKH Graduasi untuk memanfaatkan produk mereka. Hal ini bisa
dimulai dalam setiap kegiatan dengan memakai produk usaha KPM
PKH Graduasi.
3. Kerjasama lintas sektor, sehingga pengembangan usaha tidak semua
dari Kementerian Sosial perlu keterlibatan pihak lain dan adanya
keterpaduan data, sehingga masing-masing sektor akan menjalankan
sesuai dengan peran dan fungsinya. Pihak terkait tersebut antara lain
Lembaga keuangan, BumDes, Kementerian Koperasi, Kementerian
Perindustrian, Badan POM, dll.
4. Kementerian Sosial sebaiknya bermitra dengan lembaga yang sudah
berpengalaman dalam pemberdayaan sosial masyarakat skala lebih
masif secara akuntabel dan profesional. Misalnya; PNM (Mekar dan
Mekar syariah untuk KPM yang sedang merintis usaha, ULAMM
maupun ULAMM Syariah bagi wirausaha yang relatif sudah
berkembang, ORANGE UNPAD dan lain sebagainya.
5. Adanya pendampingan usaha untuk membangkitkan Inovasi dalam
mengembangkan Kewirausahaan Sosial. Pemerintah pusat dalam hal
ini Kementerian Sosial dan pemerintah daerah perlu menetapkan
Pendamping program kewirausahaan social yang kompeten dan
sekaligus yang mempunyai pengalaman menjalankan usaha.
6. KPM PKH Graduasi perlu diberikan ketrampilan manajemen usaha
terutama dalam pencatatan keuangan.

99
89
DAFTAR PUSTAKA
Adi, I. R. (2005, Juni). Kemiskinan Multi Dimensi. Makara Sosial
Humaniora, 9, 27-33.
Albinsaid, G. (2018). Era Baru Wirausaaha Sosial. Jakarta: CV.
Indonesia Medika.
Alston, M., & Wndy Bowles. (1998). Research For Social Workers: An
Introduction to Methods. Australia: Allen and Unwin.
Badan Pusat Statistik. (2019). Profil Kemiskinan di Indonesia. BPS.
Jakarta: Berita Resmi Statistik.
Bloor, M., & Fiona Wood. (2006). Keywords in Qualitative Methods.
London: Sage Publication.
Bryman, A. (208). Social Research Methods. United Kingdom:
OXFORD University Press.
Creswell, J. W. (1994). Researh Design Qualitative & Quantitative
Approaches. Thousand Oaks London New Delhi: International
Educational and Profesional Publisher.
DPR RI. (2019). Graduasi KPM Indikator Keberhasilan Program PKH.
Jakarta. Diambil kembali dari
http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/27094/t/Graduasi+KPM+I
ndikator+Keberhasilan+Program+PKH
Firdaus, N. (2014). Pengentasan Kemiskinan Melalui Kewirausahaan
Sosial. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 22, 55 - 67.
Hulgars, L. (2010). Discourses of Social Entrepreunership - Variations
of the same theme? Denmark: EMES European Research
Network.
Kementerian Sosial RI. (2018). Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonesia No 1 tahun 2018 Tentang Program Keluarga
Harapan. Jakarta.
Krefting, L. (1991). Rigor in Qualitative Research: The Assessment of
Trustworthiness. The American Journal of Ocupational
Therapy, 45, 214-222.
90
Masturin. (2015). Model Pemberdayaan Masyarakat Dengan
Pendekatan Social Intrepreneurship. INFERENSI Jurnal
Penelitian Sosial Keagamaan, 9, 159-182.
Maulinda, K. (2018). Proses Pengembangan Sosial Entreprise
Agriculture : Studi Biografi Pada Agradaya. Jurnal Studi
Pemuda, 7, 133-146.
Moleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Rosda.
Neuman, W. L. (2006). Social Research Methods: Qualitative and
Quantitative Approach. Boston: Allyn and Bacon.
Ostewalder, A., & Pigneur, Y. (2010). Busines Model Generation.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc., Hoboken,
New Jersey.
Rubin, A., & Earl Babby. (2007). Research Methods for Social Work.
Brooks/Cole.
Stringer, E. T. (1999). Action Research. Sage Publication.
Yunus, M. (2011). BISNIS SOSIAL Sistem Kapitalisme Baru yang
Memihak Kaum Miskin. (A. T. Kantjono, Penerj.) Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

101
91
INDEKS
92
BIODATA PENULIS
Hari Harjanto Setiawan. Lahir di Klaten, pada
tanggal 2 November 1973. Menamatkan pendidikan
Sarjana pada tahun 1998 di Sekolah Tinggi
Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, tahun 2001
menamatkan pendidikan Magister di Universitas
Indonesia Program Studi Sosiologi dengan
kekhususan Ilmu Kesejahteraan Sosial, dan
pendidikan Doktoral di Universitas Indonesia
Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial. Saat ini
menjabat sebagai tenaga fungsional Peneliti Madya pada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan,
Penelitian dan Penyuluhan Sosial, Kementerian Sosial RI. Kajian yang
diminati adalah kajian tentang permasalahan sosial anak dan
permasalahan sosial lainnya. Berbagai penelitian sudah pernah
dilakukan dan diterbitkan dalam bentuk Buku maupun Jurnal Ilmiah.
Pengalaman lainnya, sebagai dewan Redaksi Jurnal Sosiokonsepsia
sampai sekarang.

Badrun Susantyo. Lahir di SRAGEN, 20


AGUSTUS 1967, Saat ini menjabat sebagai
Peneliti Madya Puslitbangkesos Kementerian
Sosial RI. Menempuh pendidikan Sarjana
Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial, STKS
Bandung, Tamat 199, Magister Penyuluhan
Pembangunan, Institut Pertanian Bogor (IPB dan
Doktoral pada program studi Pembangunan
Sosial/Pekerjaan Sosial, Universiti Sains Malaysia (USM) Penang,
Malaysia. Memulai karier PNS di Kantor Wilayah Departemen Sosial
Provinsi Maluku pada tahun 1994, Staf STKS Bandung (2000-2007)
dan pada tahun 2007 menjadi Staf Puslitbangkesos.

103
93
Agus Budi Purwanto. Lahir di lereng Gunung
Lawu Magetan, Jawa Timur, 25 Agustus 1959.
Pendidikan; tamat SDN tahun 1971 di Magetan,
SLTP tahun 1974 di Magetan, SLTA tahun 1977 di
Madiun dan Sarjana tahun 1986 di Universitas
Negeri Jakarta. Pekerjaan; PNS Kementerian
Sosial RI di lingkungan Balitbang tahun 1989 –
sekarang, Jabatan; Peneliti di Puslitbang Kesos.
Pengalaman kerja lainnya: Biro Riset PT. Unilever
Surabaya (1981-1983), Penelitian Yang Diikuti (di lingkungan
Puslitbang Kesos) antara lain; Pola Pembinaan Generasi Muda melalui
Karang Taruna; Evaluasi Program Panti Social Bina Remaja (PSBR),
Penyuluhan Social di Daerah Rawan Bencana, Dampak Social
Permukiman Rumah Susun, Dampak Penutupan Lokalisasi Wanita
Tuna Susila, Analisis Kebutuhan Pekerja Social di Pusat Pelayanan
Korban Bencana, Faktor Penghambat Perkembangan Potensi
Masyarakat Lokal di Daerah Miskin, Aksesibilitas Penderita Cacat pada
Sarana Umum, Persepsi Anggota Legislatif Terhadap Pembangunan
Kesos, Evaluasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Penelitian
Laboratorium Kesejahteraan Sosial, Pemetaan Masalah dan Potensi
Kesos di daerahTertinggal dan Perbatasan, dll.

Muhammad Belanawane Sulubere. Lahir di


Jakarta pada 8 Oktober 1983. Menamatkan
Program Studi Sarjana Antropologi Sosial
(S.Sos.) dari Universitas Indonesia (UI) pada 2008.
Saat ini adalah Peneliti Pertama di Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
Kementerian Sosial RI. Pernah terlibat dalam
penelitian lapangan mengenai politik identitas,
konstruksi kekuasaan dalam komunitas, respons dan resiliensi keluarga
migran di kawasan industri, identifikasi masalah-potensi dampak
bencana banjir bandang Wasior di Papua Barat, evaluasi program
bantuan sosial terhadap penyandang disabilitas berat di DI Yogyakarta,
metode dan teknik pekerjaan sosial di Panti NAPZA Lembang-Jawa
Barat, manajemen bencana berbasis komunitas di Sleman, DI

104
94
Yogyakarta, perlindungan sosial bagi pekerja migran, dan lain-lain.
Memiliki minat penelitian pada kajian-kajian tentang berbagai bidang
antropologi sosial, khususnya kajian studi pembangunan, kebencanaan,
ekologi dan sumber daya alam, migrasi, dan politik-ekonomi kebijakan
sosial. Membaca, jalanjalan, dan bermain sepak bola adalah hobinya.

Del Firman, Lahir di Jakarta, pada tanggal 29


Desember 1986. Menamatkan Pendidikan Tinggi
sebagai Sarjana Sosiologi di Universitas Indonesia
pada tahun 2010. Mengawali karir sebagai Peneliti
di Perusahaan Swasta Nasional, yaitu Kompas
Gramedia dan MRA Media Group, lalu bergabung
sebagai Calon Peneliti pada Subbidang Penelitian
dan Pengembangan Rehabilitasi Sosial, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badiklitpensos,
Kementerian Sosial RI pada tahun 2019.

105
95
Hari Harjanto Setiawan , dkk

KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Penerima Program Keluarga Harapan ( PKH ) Graduasi

Kementerian Sosial RI sebagai leading sector dalam penanganan


permasalahan kemiskinan, berkewajiban mengembangkan Kewirausahaan
untuk mengentaskan permasalahan kemiskinan bagi penerima program keluarga
harapan (PKH ) graduasi. Program ini masih relatif baru di Kementerian Sosial ,
sehingga penelitian ini memberikan pemikiran mencari pola yang tepat dalam
pengembangan Kewirausahaan Sosial di Indonesia. Penelitian ini dilakukan
dalam masa pandemi Covid 19 yang banyak berpengaruh dalam perjalanan
usaha .

Pembelajaran dari hasil penelitian ini akan mengoptimalkan


keterjangkauan penerima manfaat terhadap berbagai program -program
Perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang diselenggarakan
oleh pemerintah (Pusat, Provinsi , dan Kabupaten /Kota ) melalui kewirausahaan
sosial . Diharapkan hasil penelitian ini memberikan manfaat sebagai bahan
informasi bagi penentu program penanggulangan kemiskinan melalui
pemenuhan hak kewarganegaraan . Lebih jauh lagi penelitian ini dapat
memberikan masukan pada pemerintah pentingnya Kewirausahaan sosial bagi
penerima program keluarga harapan (PKH ) Graduasi.

Buku hasil penelitian ini dapat menambah khasanah baru yang


mencerahkan dan sangat layak untuk dibaca khalayak umum serta pemerhati
masalah penanganan kemiskinan , sehingga dapat berbuah kemanfaatan bagi
semua .
Diterbitkan oleh :
Pusat Penelitian Dan Pengembangan kesejahteraan Sosial
Tahun 2020

ISBN 978-123-7806-07-3

SOCIAL WELFARE STUDIES


9' 786237 806073

Anda mungkin juga menyukai