Anda di halaman 1dari 12

“ Etik,Etiket,Moral,dan Hukum ”

Dosen Pengampu :

Sri Yun Utama,S.Pd,MMK

Di susun :

Tri Lestari PO71240200019

Mayang Agustin PO71240200021

Chrystien Dian Rg PO71240200004

Meiliani Puspita Sari PO71240200029

Ela Yuliandari PO71240200013

Fanny Risti Fazira PO71240200018

Dilla Yusiana PO71240200024

POLTEKKES KEMENKES JAMBI

JURUSAN KEBIDANAN PRODI DIPLOMA III

TAHUN AJARAN 2020/2021


Kata Pengantar

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, februari 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 4

A. LATAR BELAKANG......................................................................... 4

B. RUMUSAN MASALAH..................................................................... 4

C. TUJUAN.............................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASA........................................................................................ 5

A. Pengertian etik,etiket,moral,dan hukum ............................................... 5

B. Sistematika etika .................................................................................. 9

BAB III PENUTUP.............................................................................................. 11

A. KESIMPULAN.................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuntutan terhadap kualitas pelayanan kebidanan semakin meningkat seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan era globalisasi. Pemahaman yang baik
mengenai etika profesi merupakan landasan yang kuat bagi profesi bidan agar mampu
menerapkan dan memberikan pelayanan kebidanan yang profesional dalam melakukan
profesi kebidanan, dan dalam berkarya di pelayanan kebidanan, baik kepada individu,
keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, para bidan maupun calon bidan, harus mampu
memahami kondisi masyarakat yang semakin kritis dalam memandang kualitas pelayanan
kebidanan, termasuk pula ketidakpuasan dalam pelayanan.
Seiring dengan kemajuan, serta kemudahan dalam akses informasi, era globalisasi
atau kesejagatan membuat akses informasi tanpa batas, serta peningkatan ilmu pengetahuan
dan teknologi membuat masyarakat semakin kritis. Disisi lain menyababkan timbulnya
berbagai permasalahan etik. Selain itu perubahan gaya hidup, budaya dan tata nilai
masyarakat, membuat masyarakat makin peka menyikapi berbagai persoalan, termasuk
memberi penilaian terhadap pelayanan yang diberikan oleh bidan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang berpengaruh terhadap
meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan terutama pelayan
kebidanan. Menjadi tantangan bagi profesi bidan untuk mengembangkan kompotensi dan
profesionalisme dalam menjalankan praktek kebidanan serta dalam memberikan pelayanan
berkualitas. Ketika masyarakat merasakan ketidakpuasan terhadap pelayanan, atau apabila
seseorang bidan merugikan pasien, tidak menutup kemungkinan dimeja hijaukan. Maka dari
itu sebagai bidan perlu mengetahui etika dari profesi bidan.
1.2    Rumusan Masalah

1. Apa pengertian etik, etiket, moral, dan hukum ?


2. Bagaimana sistemantika etika ?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian etika, etiket, moral dan hukum.


2. Memahami sistematika etika
1.4 Manfaat

1. Agar mahasiswa mengetahui definisi dari etika, etiket, moral dan hukum dan mampu
mengaplikasikan dalam pelayanan kebidanan
2. Agar mahasiswa Mengetahui sistematika etika

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian etik, etiket, moral, dan hukum


A.Etik
Etik merupakan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Istilah etik yang kita
gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan dengan falsafah moral yaitu mengenai
apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai
dengan perubahan/perkembangan norma atau nilai. Dikatakan kurun waktu tertentu
karena etik dan moral bisa berubah dengan lewatnya waktu.
zaman sekarang ini etik perlu dipertahankan karena tanpa etik dan tanpa
diperkuat oleh hukum, manusia yang satu dapat dianggap sebagai saingan oleh
sesama yang lain. Saingan yang dalam arti lain harus dihilangkan sebagai akibat
timbulnya nafsu keserakahan manusia. Kalau tidak ada etik yang mengekang maka
pihak yang satu bisa tidak segan¬segan untuk melawannya dengan segala cara. Segala
cara akan ditempuh untuk menjatuhkan dan mengalahkan lawannya sekadar dapat
tercapai tujuan.
B.Etiket
Etiket merupakan tata cara (adap sopan santun, dll) di masyarakat beradap dalam
memelihara hubungan baik diantara sesama manusia. Etiket menyangkut cara suatu
perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket
menunjukkan cara yang tepat, artinya, cara yang diharapkan serat ditentukan dalam
suatu kalangan tertentu.
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak
ada saksi mata, etiket tidak berlaku misalnya, ada banyak peraturan etiket yang
mengatur cara makan atau berpakaian. Dianggap melanggar etiket,bila kita makan
sambil berbunyi atau dengan meletakan kaki diatas meja,dan sebagainya. Tapi kalau
saya makan sendiri, saya tidak melanggar etiket, bila makan dengan cara demikian.
Etiket bersifat relatif yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan, yang bisa
saja dianggap sopan dalam kebudayaan lainnya. Contoh yang jelas adalah makan
dengan makan atau bersendawa waktu makan. Jika kita berbicara tentang etiket, kita
hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedangkan etika menyangkut
manusia dari segi dalam. Bisa saja orang tampil sebagai “musang berbulu ayam”: dari
luar sangat sopan dan halus tapi didalam penuh kebusukan.
Perbedaan Etiket dengan Etika yaitu: Menurut K. Bertens dalam bukunya yang
berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika,
yaitu :

1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal :
Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya
dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri,
maka saya dianggap melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu
perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang
5
mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang
lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu
norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan
tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di
sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka
etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil
meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket.
Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak
melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.  Etika selalu berlaku, baik
kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku,
baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus
dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja
dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau
bersendawa waktu makan. Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan
membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket
bisa juga bersifat munafik. Misal: Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu
ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Etika
memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat
munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
Persamaan etika dengan etiket :

1. Sama-sama menyangkut perilaku manusia


2. Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

C. Moral
Kata “moral” berasal dari bahasa latin, yaitu “mos” (jamak: mores) yang
berarti kebiasaan, adat. “moral” mempunyai etimologi yang sama dengan “etik”,
karena keduanya mengandung arti adat kebiasaan, meskipun bahasa asalnya berbeda,
“etik” berasal dari bahasa yunani sedangkan “moral” berasal dari bahasa latin. Moral
membahas mengenai apa yang dinilai “seharusnya” di masyarakat. Istilah moral
dipakai untuk menunjukan aturan dan norma yang lebih konkrit bagi penilaian baik
buruknya perilaku manusia. Pada hakikatnya moral mengindikasi ukuran-ukuran yang
telah diterima oleh suatu komunitas dan moral juga bersumber pada kesadaran hidup
yang berpusat pada alam pikiran. Moral tidak hanya berhubungan dengan larangan
seksual, melainkan lebih terkait dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari.
Moral merupakan ajaran tentang baik atau buruk yang diterima secara umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dll.;akhlak, budi pekerti, susila.
Kata moral selalu mengacu  pada baik buruknya manusia sebgai manusia. Bidang
moral adalah bidang kehidupan manusia yang dilihat dari segi kebaikannya sebagai
manusia.

6
1. Isu moral
Menurut oxford dictionary of English (2002),“issue in an important topic for
discussion”. Isu adalah topic yang penting untuk di diskusikan atau di bicarakan. Ukuran
yang penting adalah bahwa masalah tersebut merupakan topic yang cukup penting
sehingga mayoritas individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut. Isu
moral menvakup hal-hal penting mengenai “baik” dan “buruk” dalam kehidupan sehari-
hari, tetapi juga bisa berupa kejadian/peristiwa luar biasa seperti terjadinya perang atau
konflik bersenjata. Opini tersebut akan beragam berdasarkan pada nilai dan kepercayaan
yang mereka miliki; dan keberagaman inilah yang menimbulkan dilema. Contoh isu
moral dalam bidang kesehatan diantaranya maslah aborsi, bayi tabung, sewa rahim, bank
sperma, cloning dan yang terbaru saat ini adalah masalah ATM kondom yang menjadi
polemk berkeppanjangan dalam masyarakat.
2. Konflik moral
Terkadang, kita menganggap bahwa dilema dan konflik moral adalah hal yang sama,
pada keduanya berbeda. Konflk moral terjadi karena adanya perbedaan antara prinsip
moral antar individu. Konflik moral menyebabkan dilema moral. Menurut Johnson
(1990), terdapat dua tipe konflik moral, yaitu:

1. Konflik dalam prinsip yang sama. Contoh, bila seorang bidan berprinsip untuk
menjunjung tinggi autonomi kliennya? Keduanya memiliki kedudukan dan kepentingan
yang sama sehingga sering kali menimbulkan konflik bagi bidan.
2. Konflik dalam prinsip yang berbeda. Contoh, dalam kasus ibu yang menolong
episiotomi, bidan memiliki konflik antara kewajiban untuk menghargai hak hidup janin
sekaligus menghargai autonomi dan keinginan si ibu.
3. Dilema moral
Dilema moral akan selalu ada dalam kehidupan setiap manusia,termasuk di dunia
kesehatan atau bahkan dalam profesi kebidanan karena manusia menjadi objek dalam
melaksanakan asuhan kebidanan tersebut. Manusia memiliki latar belakang
budaya,agama,pendidikan,dan ekonomi yang berbeda,sehingga masalah yang muncul dan
yang harus dihadapi sangat kompleks. Dengan kata lain manusia mempunyai kemampuan
untuk menerima dan memecahkan satu masalah yang dihadapinya. Oleh karena
itu,profesional dituntut untuk meiliki wawasan luas agar dapat mengatasi masalah yang
ada terutama yang berhubungan dengan dilema moral.
Menurut Campbell (1984),dilema moral merupakan situasi yang menghadapkan individu
pada 2 pilihan dan tidak satu pun dari pilihan itu di anggap sebagai jalan keluar yang
paling tepat. Saat terjadi dilema,alternative yang ada tampaknya setara atau sama saja,
sehingga sulit menetapkan pilihan yang tepat,seperti berada di persimpangan jalan.
Semakin sulit kita memprediksi konsekuensi tindakan yang akan kita terima,semakin
besar dilema yang akan kita  hadapi.
Dilema moral yang dihadapi oleh seorang bidan sedikit berbeda dengan yang dihadapi
orang lain,karena bidan memiliki kode etik profesi dengan batasan-batasan yang
menegaskan garis kewenangannya. Kode etik kebidanan pun sebenarnya telah
menimbulkan dilema karena di satu sisi, bidan diminta untuk meningkatkan dan menjaga
kesehatan pasien serta berupaya memenuhi kebutuhan pasien, namun bidan juga harus
menjamin bahwa tindakannya membahayakan pasien. Hal ini tercermin dalam kode etik
profesi (1992) yang dikeluarkan oleh lembaga profesi United Kingdom Central Council

7
(UKCC). Penyataan kode etik profesi menyatakan bahwa: “ Sebagai perawat,bidan, atau
pelayanan kesehatan terdaftar, secara pribadi dan bertanggung jawab terhadap tindakan
praktik anda, dan dalam melaksanakan tindakan profesional, anda harus :

1. Selalu bersikap mengutamakan keinginan,keselamatan,dan kesehatan pasien dan


klien.
2. Memastikan tidak melanggar atau lalai dalam tanggungjawab, yang dapat
mengganggu kepentingan dan keselamatan pasien dan klien.”

D.Hukum
Hukum merupakan peraturan, undang-undang atau adap yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.
Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku tentang suatu
kehidupan bersama, yang dapat di paksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi.
Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum
dan normatif. Umum, berarti berlaku bagi setiap orang, dan normative berarti
menentukan apa yang seharusnya di lakukan, apa yang tidak boleh di lakukan serta
menentuhan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan kepada kaedah-kaedah.
Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia hokum mempunyai
tujuan. Hokum mempunyai sasaran yang hendak di capai. Adapun tujuan pokok
hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban
dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat di harapkan
kepentingan manusia akan terlindungi.
Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum
tidak mempunyai arti, kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga
berhubungan erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstak saja tanpa
adanya hukum. Contoh: bahwa mencuri adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip
etis ini berakar dimasyarakat maka harus di atur dengan hukum.
Menurut Bertens, ada beberapa perbedaan antara hukum dan moral yaitu :

1. Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab undang-undang, mempunyai kepastian


lebih besar dan bersifat objektif, sedangkan moral tidak tertulis, mempunyai
ketidakpastian lebih besar dan bersifat subjektif.
2. Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan meminta legalitas, sedangkan
moral menyangkut sikap batin seseorang.
3. Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi sedangkan moral tidak bersifat
memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari tuhan.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara
dapt merubah hukum, hukum tidak menilai moral sedangkan moral didasarkan pada
norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara,masyarakat dan negara tidak
dapat merubah moral.

8
2.2     Sistematika Etika
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya: adat
kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk tindakan-tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang
terdapat pada individu-individu tertentu,dalam kebudayaan atau subkultur tertentu,dalam
suatu periode sejarah,dan sebagainya. Karena etika deskriptif hanya melukiskan,tidak
member penilaian. Misalnya ia melukiskan adat mengayau kepala yang ditemukan dalam
masyarakat yang disebut primitif, tapi ia tidak mengatakan bahwa adat semacam itu dapat
diterima atau harus ditolak.
Sekarang ini etika deskriptif dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi budaya,
psikologi, sosiologi, sejarah dan sebagainya, meskipun mereka tidak pernah akan
memakai istilah etika “deskriptif”. Studi-studi termasyhur tentang perkembangan
kesadaran moral dalam hidup seorang manusia oleh psikolog Swiss Jean Piaget (1896-
1980) dan psikolog Amerika Laurence Kohlberg (1927-1988) merupakan contoh bagus
mengenai etika deskriptif ini. Karena itu dapat dimengerti bahwa etike deskriptif ini
sebetulnya termasuk ilmu pengetahuan empiris dan bukan filsafat.
2. Etika Normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang dimana berlangsung
diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral. Disini ahli
bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti halnya dalam etika
deskriptif, tapi ia melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku
manusia. Ia tidak lagi melukiskan adat mengayau yang pernah terdapat dalam
kebudayaan-kebudayaan di masa lampau, tapi ia menolak adat itu, karena dinilai
bertentangan dengan martabat manusia. Ia tidak lagi membatasi diri dengan memandang
fungsi prostitusi dalam suatu masyarakat, tapi menolak prostitusi sebagai suatu lembaga
yang melanggar martabat, biarpun dalam praktik belum tentu diberantas sampai tuntas.
Tentu saja, etika deskriptif dapat juga berbicara tentang norma-norma, misalnya bila ia
membahas tabu-tabu yang terdapat dalam suatu masyarakat primitif. Hal yang sama bisa
dirumuskan juga dengan mengatakan bahwa etika normatif itu tidak deskriptif melainkan
preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menetukan benar atau tidaknya
tingkah laku atau anggapan moral. Secara singkat dapat dikatakan etika normatif
bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggung jawabkan dengan
cara rasional dan dapat digunakan dalam praktik.
Etika normatif dapat dibagi lebih lanjut dalam etika umum dan etika khusus.
1.Etika umum
Etika yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk
bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip
moral. Memandang tema-tema umum seperti apa itu norma etis? jika ada banyak
norma etis, bagaimana hubungannya satu sama lain.
2.Etika khusus
Merupakan  penerapan  prinsip-prinsip  moral  dasar  dalam  bidang kehidupan  yang 
khusus.  Penerapan  ini  bisa berwujud : Bagaimana  saya  mengambil keputusan  dan 
bertindak  dalam  bidang  kehidupan  dan  kegiatan  khusus  yang  saya lakukan,  yang 

9
didasari  oleh  cara,  teori  dan  prinsip-prinsip  moral  dasar.    Namun, penerapan itu
dapat juga berwujud: Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang
kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan
manusia bertindak etis: cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau
tidanakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Berusaha menerapkan
prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus.  Etika
Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian:

1. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
2. Etika  sosial,  yaitu  berbicara  mengenai  kewajiban,  sikap  dan  pola  perilaku 
manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu
sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai
anggota umat manusia saling berkaitan. 
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung
maupun secara  kelembagaan  (keluarga,  masyarakat,  negara) sikap kritis  terhadap
pandangan-pandangana  dunia  dan  idiologi-idiologi maupun tanggung jawab terhadap
lingkungan hidup. 
3. Etika Profesi
Merupakan etika khusus yang dikhususkan pada profesi tertentu, misalnya etika
kedokteran, etika Rumah Sakit, Etika Kebidanan, Etika Keperawatan, dan lain-lain. Kode etik
suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang
bersangkutan di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk bagi anggota profesi
tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, dan larangan-larangan, termasuk
ketentuan- ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh
anggota profesi, tidak hanya dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan berkaitan juga
dengan tingkah lakunya secara umum dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.  Guna etika
adalah memberi arah bagi perilaku manusia tentang apa yang baik atau buruk, apa yang benar
atau salah, hak dan kewajiban moral(akhlak), apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
1.Metaetika
Metaetika adalah ucapan-ucapan kita dibidang moralitas atau bahasa yang diucapkan
dibidang  moral. Metaetika mengenai status moral ucapan dan bahasa yang digunakan dalam
batasan baik, buruk atau bahagia. Cara lain lagi untuk mempraktikan etika sebagai ilmu
adalah metaetika. Awalan meta (dari bahasa Yunani) mempunyai arti melebihi melampaui.
Metaetika seolah-olah bergerak pada tarap lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada tarap
“bahasa etis” atau bahasa yang kita gunakan dibidang moral. Dapat dikatakan juga bahwa
metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dipandang dari segi tata
bahasa rupanya kalimat-kalimat etis tidak berbeda dari kalimat-kalimat jenis lain (khusunya
kalimat-kalimat yang mengungkapkan fakta). Metaetika ini termasuk “filsafat analitis”, suatu
alihan penting dalam filsafat ke 20. Aliran ini mulai berkembang di Inggris pada wasl abad ke
20 dan George Moore yang disebut adalah salah satu seorang pelopor. Dari Inggris filsafat
analitas meluas ke berbagai Negara lain tapi di Negara-negara berbahasa Inggris (seperti
Amerika Serikat dan Australia) posisinya selalu paling kuat. Karena terkait dengan filsafat
analitis ini,metaetika kadang-kadang juga disebut “etika analitis”.bbj

10
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Etik merupakan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etiket merupakan tata cara (adap sopan santun, dll) di masyarakat beradap dalam
memelihara hubungan baik diantara sesama manusia. Etiket menyangkut cara suatu
perbuatan harus dilakukan manusia.
Persamaan etika dengan etiket :

- Sama-sama menyangkut perilaku manusia


-Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Moral merupakan ajaran tentang baik atau buruk yang diterima secara umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dll.;akhlak, budi pekerti, susila.
Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku tentang suatu kehidupan
bersama, yang dapat di paksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi.
Sistematika Etika terdapat:

 Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya: adat
kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk tindakan-tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan
 Etika normatif dapat dibagi lebih lanjut dalam etika umum dan etika khusus:
 Etika umum
 Etika khusus
3.2    Saran
Melalui makalah ini, penulis berharap agar para bidan maupun calon bidan
menjalankan profesionalitas pekerjaannya sesuai kode etik kebidanan, antara lain
menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggota, meningkatkan pengabdian para anggoa profesi, dan meningkatkan mutu profesi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hendrik. 2011. Etika dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC


Seopardan, dkk. 2007. Etika kebidanan dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC

12

Anda mungkin juga menyukai