Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuntutan terhadap kualitas pelayanan kebidanan semakin meningkat seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan era globalisasi. Pemahaman yang baik
mengenai etika profesi merupakan landasan yang kuat bagi profesi bidan agar mampu
menerapkan dan memberikan pelayanan kebidanan yang profesional dalam melakukan
profesi kebidanan, dan dalam berkarya di pelayanan kebidanan, baik kepada individu,
keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, para bidan maupun calon bidan, harus mampu
memahami kondisi masyarakat yang semakin kritis dalam memandang kualitas pelayanan
kebidanan, termasuk pula ketidakpuasan dalam pelayanan.
Seiring dengan kemajuan, serta kemudahan dalam akses informasi, era globalisasi atau
kesejagatan membuat akses informasi tanpa batas, serta peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi membuat masyarakat semakin kritis. Disisi lain menyababkan timbulnya berbagai
permasalahan etik. Selain itu perubahan gaya hidup, budaya dan tata nilai masyarakat,
membuat masyarakat makin peka menyikapi berbagai persoalan, termasuk memberi penilaian
terhadap pelayanan yang diberikan oleh bidan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang berpengaruh terhadap
meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan terutama pelayan
kebidanan. Menjadi tantangan bagi profesi bidan untuk mengembangkan kompotensi dan
profesionalisme dalam menjalankan praktek kebidanan serta dalam memberikan pelayanan
berkualitas. Ketika masyarakat merasakan ketidakpuasan terhadap pelayanan, atau apabila
seseorang bidan merugikan pasien, tidak menutup kemungkinan dimeja hijaukan. Maka dari
itu sebagai bidan perlu mengetahui etika dari profesi bidan.

1.2    Rumusan Masalah

1. Apa pengertian etik, etiket, moral, dan hukum ?


2. Bagaimana sistemantika etika ?

1.3 Tujuan
Selain sebagai memenuhi salah satu tugas dari materi kuliah Etikakolegal dalam praktek
kebidanan , penulisan makalah ini juga bertujuan untuk ;

1. Mengetahui pengertian etika, etiket, moral dan hukum.


2. Memahami sistematika etika

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini yaitu :

1. Agar mahasiswa mengetahui definisi dari etika, etiket, moral dan hukum dan mampu
mengaplikasikan dalam pelayanan kebidanan
2. Agar mahasiswa Mengetahui sistematika etika

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian
2.1.1        Etik
Etik merupakan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari
pada hakikatnya berkaitan dengan falsafah moral yaitu mengenai apa yang dianggap baik
atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan
perubahan/perkembangan norma atau nilai. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan
moral bisa berubah dengan lewatnya waktu.
Pada zaman sekarang ini etik perlu dipertahankan karena tanpa etik dan tanpa diperkuat oleh
hukum, manusia yang satu dapat dianggap sebagai saingan oleh sesama yang lain. Saingan
yang dalam arti lain harus dihilangkan sebagai akibat timbulnya nafsu keserakahan manusia.
Kalau tidak ada etik yang mengekang maka pihak yang satu bisa tidak segan¬segan untuk
melawannya dengan segala cara. Segala cara akan ditempuh untuk menjatuhkan dan
mengalahkan lawannya sekadar dapat tercapai tujuan.

2.1.2    Etiket
Etiket merupakan tata cara (adap sopan santun, dll) di masyarakat beradap dalam memelihara
hubungan baik diantara sesama manusia. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus
dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukkan cara yang
tepat, artinya, cara yang diharapkan serat ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi
mata, etiket tidak berlaku misalnya, ada banyak peraturan etiket yang mengatur cara makan
atau berpakaian. Dianggap melanggar etiket,bila kita makan sambil berbunyi atau dengan
meletakan kaki diatas meja,dan sebagainya. Tapi kalau saya makan sendiri, saya tidak
melanggar etiket, bila makan dengan cara demikian. Etiket bersifat relatif yang dianggap
tidak sopan dalam suatu kebudayaan, yang bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan
lainnya. Contoh yang jelas adalah makan dengan makan atau bersendawa waktu makan. Jika
kita berbicara tentang etiket, kita hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja,
sedangkan etika menyangkut manusia dari segi dalam. Bisa saja orang tampil sebagai
“musang berbulu ayam”: dari luar sangat sopan dan halus tapi didalam penuh kebusukan.
Perbedaan Etiket dengan Etika yaitu: Menurut K. Bertens dalam bukunya yang berjudul
“Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :

1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal :
Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan
menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya
dianggap melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan
sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang
milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama
artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak
dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di
sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka
etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil
meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi
kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar
etiket jika saya makan dengan cara demikian.  Etika selalu berlaku, baik kita sedang
sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang
sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan
meskipun si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja
dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa
waktu makan. Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan
prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket
bisa juga bersifat munafik. Misal: Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”,
dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Etika memandang
manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang
yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
Persamaan etika dengan etiket :

1. Sama-sama menyangkut perilaku manusia


2. Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

2.1.3        Moral
Kata “moral” berasal dari bahasa latin, yaitu “mos” (jamak: mores) yang berarti kebiasaan,
adat. “moral” mempunyai etimologi yang sama dengan “etik”, karena keduanya mengandung
arti adat kebiasaan, meskipun bahasa asalnya berbeda, “etik” berasal dari bahasa yunani
sedangkan “moral” berasal dari bahasa latin. Moral membahas mengenai apa yang dinilai
“seharusnya” di masyarakat. Istilah moral dipakai untuk menunjukan aturan dan norma yang
lebih konkrit bagi penilaian baik buruknya perilaku manusia. Pada hakikatnya moral
mengindikasi ukuran-ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas dan moral juga
bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran. Moral tidak hanya
berhubungan dengan larangan seksual, melainkan lebih terkait dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari-hari.
Moral merupakan ajaran tentang baik atau buruk yang diterima secara umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dll.;akhlak, budi pekerti, susila.
Kata moral selalu mengacu  pada baik buruknya manusia sebgai manusia. Bidang moral
adalah bidang kehidupan manusia yang dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.

1. Isu moral
Menurut oxford dictionary of English (2002),“issue in an important topic for
discussion”. Isu adalah topic yang penting untuk di diskusikan atau di bicarakan. Ukuran
yang penting adalah bahwa masalah tersebut merupakan topic yang cukup penting sehingga
mayoritas individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut. Isu moral menvakup
hal-hal penting mengenai “baik” dan “buruk” dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga bisa
berupa kejadian/peristiwa luar biasa seperti terjadinya perang atau konflik bersenjata. Opini
tersebut akan beragam berdasarkan pada nilai dan kepercayaan yang mereka miliki; dan
keberagaman inilah yang menimbulkan dilema. Contoh isu moral dalam bidang kesehatan
diantaranya maslah aborsi, bayi tabung, sewa rahim, bank sperma, cloning dan yang terbaru
saat ini adalah masalah ATM kondom yang menjadi polemk berkeppanjangan dalam
masyarakat.
2. Konflik moral
Terkadang, kita menganggap bahwa dilema dan konflik moral adalah hal yang sama, pada
keduanya berbeda. Konflk moral terjadi karena adanya perbedaan antara prinsip moral antar
individu. Konflik moral menyebabkan dilema moral. Menurut Johnson (1990), terdapat dua
tipe konflik moral, yaitu:

1. Konflik dalam prinsip yang sama. Contoh, bila seorang bidan berprinsip untuk
menjunjung tinggi autonomi kliennya? Keduanya memiliki kedudukan dan kepentingan
yang sama sehingga sering kali menimbulkan konflik bagi bidan.
2. Konflik dalam prinsip yang berbeda. Contoh, dalam kasus ibu yang menolong
episiotomi, bidan memiliki konflik antara kewajiban untuk menghargai hak hidup janin
sekaligus menghargai autonomi dan keinginan si ibu.
3. Dilema moral
Dilema moral akan selalu ada dalam kehidupan setiap manusia,termasuk di dunia kesehatan
atau bahkan dalam profesi kebidanan karena manusia menjadi objek dalam melaksanakan
asuhan kebidanan tersebut. Manusia memiliki latar belakang budaya,agama,pendidikan,dan
ekonomi yang berbeda,sehingga masalah yang muncul dan yang harus dihadapi sangat
kompleks. Dengan kata lain manusia mempunyai kemampuan untuk menerima dan
memecahkan satu masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu,profesional dituntut untuk
meiliki wawasan luas agar dapat mengatasi masalah yang ada terutama yang berhubungan
dengan dilema moral.
Menurut Campbell (1984),dilema moral merupakan situasi yang menghadapkan individu
pada 2 pilihan dan tidak satu pun dari pilihan itu di anggap sebagai jalan keluar yang paling
tepat. Saat terjadi dilema,alternative yang ada tampaknya setara atau sama saja, sehingga sulit
menetapkan pilihan yang tepat,seperti berada di persimpangan jalan. Semakin sulit kita
memprediksi konsekuensi tindakan yang akan kita terima,semakin besar dilema yang akan
kita  hadapi.
Dilema moral yang dihadapi oleh seorang bidan sedikit berbeda dengan yang dihadapi orang
lain,karena bidan memiliki kode etik profesi dengan batasan-batasan yang menegaskan garis
kewenangannya. Kode etik kebidanan pun sebenarnya telah menimbulkan dilema karena di
satu sisi, bidan diminta untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan pasien serta berupaya
memenuhi kebutuhan pasien, namun bidan juga harus menjamin bahwa tindakannya
membahayakan pasien. Hal ini tercermin dalam kode etik profesi (1992) yang dikeluarkan
oleh lembaga profesi United Kingdom Central Council (UKCC). Penyataan kode etik profesi
menyatakan bahwa: “ Sebagai perawat,bidan, atau pelayanan kesehatan terdaftar, secara
pribadi dan bertanggung jawab terhadap tindakan praktik anda, dan dalam melaksanakan
tindakan profesional, anda harus :

1. Selalu bersikap mengutamakan keinginan,keselamatan,dan kesehatan pasien dan


klien.
2. Memastikan tidak melanggar atau lalai dalam tanggungjawab, yang dapat
mengganggu kepentingan dan keselamatan pasien dan klien.”

2.1.4        Hukum
Hukum merupakan peraturan, undang-undang atau adap yang secara resmi dianggap
mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.
Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku tentang suatu kehidupan bersama,
yang dapat di paksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi. Hukum sebagai kumpulan
peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif. Umum, berarti
berlaku bagi setiap orang, dan normative berarti menentukan apa yang seharusnya di lakukan,
apa yang tidak boleh di lakukan serta menentuhan bagaimana caranya melaksanakan
kepatuhan kepada kaedah-kaedah. Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan
manusia hokum mempunyai tujuan. Hokum mempunyai sasaran yang hendak di capai.
Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,
menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam
masyarakat di harapkan kepentingan manusia akan terlindungi.
  Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak
mempunyai arti, kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan erat
dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstak saja tanpa adanya hukum. Contoh:
bahwa mencuri adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar dimasyarakat
maka harus di atur dengan hukum.
Menurut Bertens, ada beberapa perbedaan antara hukum dan moral yaitu :

1. Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab undang-undang, mempunyai kepastian


lebih besar dan bersifat objektif, sedangkan moral tidak tertulis, mempunyai
ketidakpastian lebih besar dan bersifat subjektif.
2. Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan meminta legalitas, sedangkan
moral menyangkut sikap batin seseorang.
3. Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi sedangkan moral tidak bersifat
memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari tuhan.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara
dapt merubah hukum, hukum tidak menilai moral sedangkan moral didasarkan pada
norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara,masyarakat dan negara tidak
dapat merubah moral.

2.2     Sistematika Etika


2.2.1        Etika Deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya: adat kebiasaan,
anggapan-anggapan tentang baik dan buruk tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak
diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu
tertentu,dalam kebudayaan atau subkultur tertentu,dalam suatu periode sejarah,dan
sebagainya. Karena etika deskriptif hanya melukiskan,tidak member penilaian. Misalnya ia
melukiskan adat mengayau kepala yang ditemukan dalam masyarakat yang disebut primitif,
tapi ia tidak mengatakan bahwa adat semacam itu dapat diterima atau harus ditolak.
Sekarang ini etika deskriptif dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi budaya, psikologi,
sosiologi, sejarah dan sebagainya, meskipun mereka tidak pernah akan memakai istilah etika
“deskriptif”. Studi-studi termasyhur tentang perkembangan kesadaran moral dalam hidup
seorang manusia oleh psikolog Swiss Jean Piaget (1896-1980) dan psikolog Amerika
Laurence Kohlberg (1927-1988) merupakan contoh bagus mengenai etika deskriptif ini.
Karena itu dapat dimengerti bahwa etike deskriptif ini sebetulnya termasuk ilmu pengetahuan
empiris dan bukan filsafat.
2.2.2        Etika Normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang dimana berlangsung
diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral. Disini ahli
bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti halnya dalam etika deskriptif,
tapi ia melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Ia tidak
lagi melukiskan adat mengayau yang pernah terdapat dalam kebudayaan-kebudayaan di masa
lampau, tapi ia menolak adat itu, karena dinilai bertentangan dengan martabat manusia. Ia
tidak lagi membatasi diri dengan memandang fungsi prostitusi dalam suatu masyarakat, tapi
menolak prostitusi sebagai suatu lembaga yang melanggar martabat, biarpun dalam praktik
belum tentu diberantas sampai tuntas. Tentu saja, etika deskriptif dapat juga berbicara tentang
norma-norma, misalnya bila ia membahas tabu-tabu yang terdapat dalam suatu masyarakat
primitif. Hal yang sama bisa dirumuskan juga dengan mengatakan bahwa etika normatif itu
tidak deskriptif melainkan preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan
menetukan benar atau tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Secara singkat dapat
dikatakan etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat
dipertanggung jawabkan dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam praktik. Etika
normatif dapat dibagi lebih lanjut dalam etika umum dan etika khusus.
1. Etika umum
Etika yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk
bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral.
Memandang tema-tema umum seperti apa itu norma etis? jika ada banyak norma etis,
bagaimana hubungannya satu sama lain.
2. Etika khusus
Merupakan  penerapan  prinsip-prinsip  moral  dasar  dalam  bidang kehidupan  yang 
khusus.  Penerapan  ini  bisa berwujud : Bagaimana  saya  mengambil keputusan  dan 
bertindak  dalam  bidang  kehidupan  dan  kegiatan  khusus  yang  saya lakukan,  yang 
didasari  oleh  cara,  teori  dan  prinsip-prinsip  moral  dasar.    Namun, penerapan itu dapat
juga berwujud: Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan
dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia
bertindak etis: cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakan, dan teori
serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang
umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus.  Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua
bagian:

1. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
2. Etika  sosial,  yaitu  berbicara  mengenai  kewajiban,  sikap  dan  pola  perilaku 
manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama
lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat
manusia saling berkaitan. 
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun
secara  kelembagaan  (keluarga,  masyarakat,  negara) sikap kritis  terhadap pandangan-
pandangana  dunia  dan  idiologi-idiologi maupun tanggung jawab terhadap lingkungan
hidup. 
3. Etika Profesi
Merupakan etika khusus yang dikhususkan pada profesi tertentu, misalnya etika kedokteran,
etika Rumah Sakit, Etika Kebidanan, Etika Keperawatan, dan lain-lain. Kode etik suatu
profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang
bersangkutan di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk bagi anggota profesi
tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, dan larangan-larangan, termasuk
ketentuan- ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh
anggota profesi, tidak hanya dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan berkaitan juga
dengan tingkah lakunya secara umum dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.  Guna etika
adalah memberi arah bagi perilaku manusia tentang apa yang baik atau buruk, apa yang benar
atau salah, hak dan kewajiban moral(akhlak), apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

2.2.3        Metaetika
Metaetika adalah ucapan-ucapan kita dibidang moralitas atau bahasa yang diucapkan
dibidang  moral. Metaetika mengenai status moral ucapan dan bahasa yang digunakan dalam
batasan baik, buruk atau bahagia. Cara lain lagi untuk mempraktikan etika sebagai ilmu
adalah metaetika. Awalan meta (dari bahasa Yunani) mempunyai arti melebihi melampaui.
Metaetika seolah-olah bergerak pada tarap lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada tarap
“bahasa etis” atau bahasa yang kita gunakan dibidang moral. Dapat dikatakan juga bahwa
metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dipandang dari segi tata
bahasa rupanya kalimat-kalimat etis tidak berbeda dari kalimat-kalimat jenis lain (khusunya
kalimat-kalimat yang mengungkapkan fakta). Metaetika ini termasuk “filsafat analitis”, suatu
alihan penting dalam filsafat ke 20. Aliran ini mulai berkembang di Inggris pada wasl abad ke
20 dan George Moore yang disebut adalah salah satu seorang pelopor. Dari Inggris filsafat
analitas meluas ke berbagai Negara lain tapi di Negara-negara berbahasa Inggris (seperti
Amerika Serikat dan Australia) posisinya selalu paling kuat. Karena terkait dengan filsafat
analitis ini,metaetika kadang-kadang juga disebut “etika analitis”.bbj
BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
Etik merupakan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etiket merupakan tata cara (adap sopan santun, dll) di masyarakat beradap dalam memelihara
hubungan baik diantara sesama manusia. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus
dilakukan manusia.
Persamaan etika dengan etiket :

 Sama-sama menyangkut perilaku manusia


 Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Moral merupakan ajaran tentang baik atau buruk yang diterima secara umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dll.;akhlak, budi pekerti, susila.
Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku tentang suatu kehidupan bersama,
yang dapat di paksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi.
Sistematika Etika terdapat:

 Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya: adat
kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk tindakan-tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan
 Etika normatif dapat dibagi lebih lanjut dalam etika umum dan etika khusus:
 Etika umum
 Etika khusus
3.2    Saran
     Melalui makalah ini, penulis berharap agar para bidan maupun calon bidan menjalankan
profesionalitas pekerjaannya sesuai kode etik kebidanan, antara lain menjunjung tinggi
martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota,
meningkatkan pengabdian para anggoa profesi, dan meningkatkan mutu profesi.

DAFTAR PUSTAKA

Hendrik. 2011. Etika dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC


Seopardan, dkk. 2007. Etika kebidanan dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai