Dosen Kelas:
Dr. Ir. Yasmin Suriansyah, MSP.
Disusun oleh:
Gibran Ramadhan - 2017420089
Johanna Kumala - 6111901059
Ken Nayaka - 6111901082
Alberta Gracia - 6111901116
Reynaldi Julian - 6111901200
TEORI
Urban Sprawl
Merupakan sebuah proses dimana penduduk pedesaan berpindah ke wilayah perkotaan dan
menyebabkan adanya pertumbuhan penduduk di perkotaan, sehingga wilayah perkotaan menyebar ke
batas pinggiran. Perpindahan penduduk tersebut dapat membuat beberapa masalah seperti penggunaan
kendaraan yang meningkat, kurangnya lahan yang dapat digunakan untuk agraris, serta kehilangan
habitat alami bersama dengan konsep kotanya.
Urbanisasi
Dalam upaya untuk menangani masalah yang timbul dari urban sprawl tersebut, perlu adanya sebuah
pendekatan yang dapat merangkum dan memurnikan teori perencanaan kota berkelanjutan yang ada.
Pendekatan tersebut berdasarkan 5 prinsip dengan 3 fitur utama yaitu kompak, terintegrasi dan
terhubung.
1. Prinsip 1: Ruang yang cukup untuk jalan dan jaringan jalan yang efisien
Jaringan jalan harus menempati setidaknya 30% dari daratan dan setidaknya 18 km panjang
jalan per km². Prinsip ini bertujuan untuk mengembangkan jaringan jalan yang tidak hanya
berfungsi untuk kendaraan bermotor, namun juga dapat mengakomodasi pejalan kaki dan
pengendara sepeda. Memberikan dasar untuk pembangunan kota yang berkelanjutan dimana
ruang terbuka dan lanskap dapat diperoleh sekurangnya 15-20% dari daerah perkotaan.
2. Prinsip 2: Kepadatan tinggi
Setidaknya 15.000 orang per km² yaitu 150 orang / ha. Hal ini untuk menanggapi langsung
terhadap ledakan populasi global dan urbanisasi yang cepat dengan mempromosikan perluasan
perkotaan yang berkelanjutan. Dibandingkan dengan kepadatan rendah, kepadatan tinggi
memiliki beberapa manfaat dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan seperti dukungan layanan
masyarakat yang lebih baik, penyediaan keadilan sosial, meningkatkan dukungan transportasi
umum, dan lainnya.
3. Prinsip 3: Penggunaan lahan campuran
Setidaknya 40% dari luas lantai harus dialokasikan untuk peruntukan ekonomi di lingkungan
manapun. Hal ini dibuat sehingga dapat melakukan berbagai kegiatan yang kompatibel dan
penggunaan lahan yang berdekatan di lokasi yang tepat dan fleksibel. Lahan campuran dapat
menciptakan lapangan kerja karena lebih banyaknya layanan masyarakat di tempat yang lebih
dekat, sehingga dapat juga mengurangi ketergantungan kendaraan pribadi dan lebih banyak
pejalan kaki. Tentunya, strategi zonasi yang baik harus dapat diterapkan dengan baik sesuai
dengan penggunaan lahan dan tingkat kebisingan dan polusi.
4. Prinsip 4: Pencampuran sosial
Ketersediaan rumah dalam kisaran harga dan jangka waktu yang berbeda di setiap lingkungan
tertentu untuk mengakomodasi pendapatan yang berbeda; 20-50% dari luas lantai pemukiman
harus untuk perumahan dengan biaya rendah; dan setiap tipe kepemilikan tidak boleh lebih dari
50% dari total. Adanya perumahan dengan berbagai kisaran harga dan jenis penguasaan yang
berbeda di setiap lingkungan dapat mengakomodasi berbagai macam kelas sosial dalam
komunitas yang sama, sehingga dapat mempromosikan kohesi dan interaksi masyarakat yang
lebih adil.
5. Prinsip 5: Spesialisasi penggunaan lahan terbatas
Membatasi blok/lingkungan berfungsi tunggal; blok fungsi tunggal harus mencakup kurang dari
10% dari setiap lingkungan. Hal ini dapat membatasi penggunaan zonasi fungsional untuk
menerapkan kebijakan penggunaan lahan campuran. Prinsip ini berfokus pada aspek
penggunaan lahan dimana zonasi menghormati permintaan pasar dan peraturan kota, sehingga
dalam suatu lingkungan dapat mengakomodir berbagai macam kebutuhan masyarakat.
Kelima prinsip tersebut bertujuan untuk mendorong pembangunan kota yang berkelanjutan dengan
menciptakan lingkungan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Walaupun 5 prinsip tersebut tidak
mewakili teori yang komprehensif dan hanya mencakup beberapa karakteristik dasar dari perencanaan
kota yang berkelanjutan, amun dapat membantu menyusun skenario perkotaan di masa depan.
Penerapannya dapat dilihat dalam 4 konteks yaitu:
1. Kota yang tumbuh cepat
Membantu kota-kota yang harus menyediakan lahan, infrastruktur dan layanan publik untuk
populasi yang tumbuh cepat
2. Permukiman perkotaan baru dan perluasan perkotaan
Daerah perkotaan baru untuk menghindari pengulangan kesalahan masa lalu
3. Pembaharuan dan kebangkitan kota
Prinsip untuk inisiatif revitalisasi dan transformasi perkotaan
4. Pemadatan perkotaan
Kota yang tidak memiliki lahan yang cukup dapat menggunakan 5 prinsip untuk mencapai proses
densifikasi yang lebih lancar
Fitur utama dari lingkungan yang berkelanjutan
5 prinsip di atas didampingi dengan 3 fitur utama sehingga perancangan kota lebih dapat berkelanjutan.
1. Kehidupan jalanan yang dinamis
Mendukung dan mempromosikan kehidupan jalanan dengan memungkinkan berbagai kegiatan,
lebar jalan dan frontage yang kondusif, dan mengurangi kehadiran dan peran transportasi
pribadi. Hal ini bermaksud untuk menggunakan lahan campuran, sehingga area kepadatan tinggi
dapat menghasilkan permintaan layanan industri dan komersial yang memadai dan makmur
dengan memenuhi kebutuhan material dan spiritual orang-orang.
2. Walkability
Mempromosikan walkability sebagai ukuran kunci untuk membawa orang ke ruang publik,
mengurangi kemacetan dan meningkatkan ekonomi dan interaksi lokal. Hal tersebut bermaksud
untuk mendorong masyarakat untuk lebih sering berjalan ataupun berputar-putar di jalanan,
sehingga perlu adanya layanan administratif kota dalam jarak berjalan kaki ataupun bersepeda
dengan keamanan yang aman. Layanan administratif kota yang tersebar lebih banyak akan
membuka lahan pekerjaan dan semangat kehidupan kota agar kesenjangan sosial dapat diatasi.
Tentunya hal ini dibuat sehingga dapat mengurangi ketergantungan dengan kendaraan bermotor
yang kemudian dapat mengurangi polusi udara dan masalah sumber daya alam, sehingga kota
tersebut dapat lebih sehat.
3. Keterjangkauan
Mendukung keterjangkauan transaksi dan kegiatan ekonomi, seta layanan dan perumahan,
dengan mempromosikan kedekatan dan mengurangi biaya dan membangun layanan untuk
beragam kelompok pengguna. Hal ini membantu untuk mengurangi pemborosan waktu dan
sumber daya, sehingga menurunkan biaya layanan umum. Selain itu, adanya upaya untuk
mendistribusikan sumber daya publik yang lebih merata dan menyediakan perumahan yang
layak dengan harga yang terjangkau agar dapat memastikan keadilan sosial dan meningkatkan
efisiensi ekonomi.
Manfaat dari penerapan greenship kawasan
Kawasan kota harus dapat dijaga sedemikian rupa agar tetap mempertahankan ekosistemnya sehingga
dapat meningkatkan kualitas lingkungan kawasan yang sehat. Hal tersebut tentunya dapat meningkatkan
kualitas iklim mikro dengan menerapkan asas keterhubungan, kemudahan pencapaian, keamanan, dan
kenyamanan untuk penggunanya terutama bagi pejalan kaki demi menjaga keseimbangan antara
kebutuhan dan ketersediaan sumber daya di masa yang mendatang.
CONTOH PENERAPAN
Singapura
Singapura adalah Negara di Asia Tenggara dengan Sustainable Environment terbaik, dengan
mewujudkan sustainable environment efisiensi dan perlindungan sumber daya sudah pasti terjamin. Pada
tahun 2010 negara-kota itu menduduki peringkat ke-30 di dunia dalam emisi karbon dioksida. Antara
1992 dan 2010, emisi meningkat lebih dari 150% (Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di sini). Populasi
juga meningkat di kota, membuat perubahan berkelanjutan yang jauh lebih diperlukan dan dibutuhkan
sekarang dan di masa depan. Pada tahun 2016, Singapura meratifikasi Perjanjian Iklim Paris yang
berjanji untuk mengurangi emisinya sebesar 16% pada tahun 2020 dan sebesar 36% pada tahun 2030
(berdasarkan tingkat tahun 2005), target yang ingin dicapai oleh negara tersebut.
Singapura memiliki fasilitas transportasi umum yang sangat baik dan walkability yang baik, bisa dilihat
dari banyaknya traffic pejalan kaki. Walkability yang diraih oleh Singapura didapat dari penataan kota
yang baik, sehingga kota sangat ramah untuk pejalan kaki . Selain memiliki walkability yang baik ,karena
fasilitas transportasi umum yang baik dan berjalannya konsep garden city .Penggunaan kendaraan
pribadi menjadi menurun drastis, hal ini membantu mengurangi penggunaan SDA yang tidak terbarui
(minyak bumi)
Di negara yang luasnya lebih dari 700 km2, jaringan kereta api adalah 180 km, sejumlah besar bus yang
berjalan pada waktu yang teratur, dan efisien, dan lebih dari 100km jalur sepeda. Konsumsi air juga
berkurang dan tingkat daur ulang nasional meningkat menjadi lebih dari 60% pada tahun 2013.
Singapura bertujuan menjadi 'Vibrant and Sustainable City' berfokus pada kemampuan kota untuk
menjadi negara tanpa sampah dan mengembangkan ekonomi hijau terkemuka. Singapura sedang
mencari untuk memfasilitasi sejumlah inisiatif, terutama dalam pembangunan baru bertingkat tinggi, yang
meningkatkan daur ulang serta mengurangi jumlah limbah dari penduduk. Singapura juga bertujuan untuk
berinvestasi besar-besaran dalam penggunaan energi terbarukan dalam sistem energi nasional dan
mengembangkan distrik inovasi baru, termasuk menciptakan ribuan lapangan kerja di sektor energi.
Copenhagen,Denmark
Kopenhagen adalah ibu kota dan kota terpadat di Denmark. Pada 1 Januari 2021, kota ini memiliki
populasi 799.033 (638.117 di Kota Kopenhagen, 103.677 di Kota Frederiksberg, 42.670 di Kotamadya
Tårnby, dan 14.569 di Kotamadya Dragr). Ini membentuk inti dari wilayah perkotaan yang lebih luas di
Kopenhagen (penduduk 1.336.982) dan wilayah metropolitan Kopenhagen (populasi 2.057.142).
Kopenhagen terletak di pantai timur pulau Zealand; bagian lain dari kota ini terletak di Amager, dan
dipisahkan dari Malmö, Swedia, oleh selat resund. Jembatan resund menghubungkan kedua kota dengan
kereta api dan jalan raya.
Kembali pada tahun 2009, Kopenhagen menjadi ibu kota pertama di dunia yang menetapkan tujuan
untuk menjadi netral karbon. Itu bukan sesuatu yang ingin mereka capai dalam 50, 40, atau bahkan 30
tahun, tetapi hanya dalam 16 tahun. Tujuan 2025 mereka, pada saat itu, adalah salah satu yang paling
radikal di planet ini – menjadikan kota seukuran Kopenhagen netral karbon adalah tantangan besar –
tetapi tujuan yang secara dramatis akan mengurangi kontribusi Denmark terhadap keadaan darurat iklim.
Perlu juga diingat bahwa tujuan ini ditetapkan tidak lama setelah krisis keuangan tahun 2008 yang hampir
melumpuhkan sejumlah negara dan memulai dekade penghematan di Inggris.
Untuk mencapai tujuan mereka menjadi netral karbon, Rencana Iklim yang diadopsi Kopenhagen pada
tahun 2009 memiliki sejumlah tujuan utama untuk dicapai dalam empat bidang: Konsumsi energi,
Produksi energi, Mobilitas hijau, Inisiatif pemerintah kota.
Vancouver, Canada
Vancouver adalah kota besar di Kanada barat, terletak di wilayah Daratan Bawah British Columbia.
Sebagai kota terpadat di provinsi ini, sensus 2016 mencatat 631.486 orang di kota ini, naik dari 603.502
pada 2011. Wilayah Greater Vancouver memiliki populasi 2.463.431 pada 2016, menjadikannya wilayah
metropolitan terbesar ketiga di Kanada. Vancouver memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Kanada,
dengan lebih dari 5.400 orang per kilometer persegi. Vancouver adalah salah satu kota yang paling
beragam secara etnis dan bahasa di Kanada: 52 persen penduduknya bukan penutur asli bahasa Inggris,
48,9 persen bukan penutur asli bahasa Inggris atau Prancis, dan 50,6 persen penduduknya termasuk
dalam kelompok minoritas yang terlihat.
Dalam hal keberlanjutan, Vancouver memiliki sejumlah inisiatif yang digunakan untuk mengurangi
dampak lingkungannya termasuk ‘Greenest City Action Plan’, ‘Renewable City Strategy’ dan 'Zero Waste
Vancouver', semuanya dengan harapan menjadi yang paling hijau. kota di dunia pada tahun 2020.
Rencana Aksi Kota Terhijau ‘Greenest City Action Plan’ Vancouver menargetkan tiga pilar utama
keberlanjutan. Visinya adalah untuk menciptakan banyak peluang bagi mereka yang tinggal di kota saat
ini, sementara juga menciptakan ekonomi lokal yang kuat, lingkungan yang dinamis dan inklusif, dan kota
yang diakui secara internasional yang memenuhi kebutuhan generasi mendatang. Di dalamnya, ada 10
tujuan yang mencakup tiga area fokus yang mencakup: nol karbon, nol limbah, dan ekosistem yang
sehat.
Sekitar 40% emisi karbon Vancouver berasal dari transportasi sehingga pengurangan emisi di sektor ini
sangat penting. Vancouver telah mendesain ulang dirinya untuk menjadi kota yang lebih ramah sepeda.
Kota-kota di seluruh dunia memiliki jalan panjang untuk menjadi lebih ramah sepeda. Mobil dan
transportasi perkotaan serupa mendominasi jalan-jalan kota dan membuatnya tidak menarik dan
berbahaya bagi banyak orang untuk bersepeda. Membangun kembali jalan raya agar lebih menarik bagi
pengendara sepeda lama dan baru hanyalah salah satu cara untuk mengubah persepsi masyarakat
tentang cara mereka bepergian di sekitar kota.
Vancouver memiliki sejumlah target energi terbarukan dan emisi karbon selama abad ini. Yang pertama
adalah mengurangi emisi karbon kota sebesar 33% dari tingkat tahun 2007. Pada 2016, emisi karbon
turun 11% jadi masih ada jalan panjang! Pada tahun 2050, kota ini bertujuan untuk mengurangi emisi
karbon sebesar 80% pada tingkat tahun 2007.
Sementara populasi kota tumbuh sebesar 36% dan jumlah pekerjaan meningkat sebesar 32%, antara
tahun 1990 dan 2016 emisi GRK per kapita sebenarnya berkurang sebesar 35%. Mereka yang tinggal di
Vancouver membuat perubahan penting untuk mengurangi emisi karbon mereka bahkan ketika kota itu
tumbuh secara sosial dan ekonomi.
Pada tahun 2050, Vancouver juga bertujuan untuk menghasilkan energi dari sumber terbarukan. Pada
tahun 2007, 27% dari total energi yang dipasok ke kota berasal dari sumber terbarukan tetapi telah
meningkat menjadi 30% pada tahun 2016. Meskipun tingkat pertumbuhan energi terbarukan ini positif,
masih banyak yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan 2050 dari semua energi yang dihasilkan dari
energi terbarukan.
DAFTAR PUSTAKA
Zafar, S., 2021. Sustainable Environment in Singapore: An Attraction for Businesses and Investors.
BioEnergy Consult.
<https://www.bioenergyconsult.com/sustainable-environment-in-singapore/> [diakses 12 October 2021].