Anda di halaman 1dari 13

AKUNTANSI PENGGABUNGAN USAHA

Penggabungan usaha dalam praktek bisnis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
penerbitan saham baru dan pembelian aktiva perusahaan yang akan diakuisisi. Dari
kedua cara tersebut lahirlah dua metode pencatatan yang dikenal yaitu, metode
penyatuan kepemilikan (pooling of interest) dan metode pembelian (purchase).

Kedua metode ini merupakan pilihan yang dapat digunakan dengan memperhatikan
syarat-syarat yang telah ditentukan dalam PSAK 22 tentang “Akuntansi
Penggabungan Usaha”.

Namun sering para praktisi mencari celah pada syarat-syarat yang telah ditentukan
sehingga dapat memilih metode pencatatan akuntansi yang paling menguntungkan.

PSAK No. 22 merupakan standar akuntansi keuangan yang diadopsi dari IAS No. 22
tentang “Business Combinations”. Namun, kemudian IAS No. 22 tidak berlaku lagi
karena telah digantikan dengan IFRS No. 3 yang berlaku efektif sejak 31 Maret 2004.

IFRS No. 3 yang menggantikan IAS No. 22 tidak lagi mengijinkan penerapan metode
penyatuan kepemilikan (pooling of interest) sehingga dengan sendirinya semua
transaksi penggabungan usaha harus dibukukan dengan menggunakan metode
pembelian (purchase). Sedangkan PSAK yang berlaku di Indonesia sampai dengan
saat ini masih mengijinkan penggunaan kedua metode penyatuan kepemilikan dan
pembelian.

(Kutipan dari buku Akuntansi Penggabungan Usaha karangan Marisi P. Purba)

Introduction to Business Combinations

All business combinations are now, for accounting purpose under IFRS, considered to
be acquisitions, whereby one entity (the parent) takes management control of another
entity, or of its assets and liabilities. This is independent of the legal form of the
business combination. Thus, two entities may consolidate to create a new, third

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
enterprise. Alternatively, one entity may purchase, for cash or for stock, the stock of
another enterprise, which may or may not be followed by a formal merging of the
acquired entity into the acquirer. In yet other cases, one entity may simply purchase
the assets of another, with or without assuming the debts of that enterprise. One
enterprise may enter into an agreement for another to manage its assets and liabilities.

Uniting of Interests

The use of pooling of interests (or uniting of interests) accounting had been
widespread for about fifty years, particularly in the US. Under this method of
accounting of business combinations, the pre-merger book values of each combining
entity’s assets and liabilities would simply be added together, with no re-measurement
to fair value.

US GAAP eliminated pooling accounting outright (effective mid-2001) and the IASB
followed suit, under IFRS 3, from early 2004. With the exceptions of selected types of
combinations, such as those involving existing affiliated entities, where there are
conceptually sound reasons to not permit fair value adjustments at the time of what
may not be arm’s-length acquisition transactions, all business combinations must now
be treated as acquisitions of one entity by another, with the acquiree’s assets and
liabilities being recorded at fair values.

(Business Combinations and Consolidated Financial Statements - WILEY IFRS 2008


Interpretation and Application)

Jadi, dengan mulai berlakunya IFRS No. 3 sejak 31 Maret 2004, semua transaksi
penggabungan usaha harus diperlakukan sebagai akuisisi dan harus dibukukan
dengan metode pembelian dimana semua aset dan kewajiban dicatat dengan nilai
wajar (fair value) (Hrd).

Tindakan Restrukturisasi sebagai Suatu Cara Peningkatan Efisiensi dan


Produktivitas
Peningkatan efisiensi dan produktivitas suatu badan usaha dapat dilakukan melalui
tindakan restrukturisasi. Definisi restrukturisasi menurut Keputusan Menteri Keuangan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
Nomor 740/KMK.00/1989 adalah: “Tindakan untuk meningkatkan efisiensi dan
produktivitas perusahaan melalui perubahan status hukum, organisasi dan pemilikan
saham”.
Selanjutnya pasal 2 ayat 2 Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
740/KMK.00/1989 mengatur tindakan-tindakan restrukturisasi meliputi :
a. Perubahan status hukum BUMN yang lebih menunjang pencapaian maksud dan
tujuan perusahaan
b. Kerjasama operasi atau kontrak manajemen dengan pihak ketiga
c. Konsolidasi atau Merger
d. Pemecahan badan usaha
e. Penjualan saham
f. Penjualan saham secara langsung (direct placement)
g. Pembentukan perusahaan patungan.
Ada beberapa dasar pertimbangan bagi perusahaan untuk melakukan tindakan
restrukturisasi yaitu:
1. Strategi Usaha
Dalam rangka mempertahankan kelangsungan usaha perusahaan tersebut,
beroperasi dengan skala yang besar sehingga biaya per unitnya dapat menjadi lebih
rendah, pengembangan produk yang dihasilkan baik dari segi jenis maupun mutu,
pengembangan pasar dan teknologi juga merupakan salah satu faktor yang
mendorong perusahaan melakukan restrukturisasi usaha
2. Efisiensi dan Sinergi
Dengan melakukan restrukturisasi usaha diharapkan perusahaan akan mampu
melakukan efisiensi dan kerja sama dengan pihak lain dalam bidang operasi usaha,
keuangan, perpajakan, manajemen dan tenaga kerja.
3. Nilai Usaha
Dengan melakukan restrukturisasi usaha diharapkan perusahaan mampu menjalin
hubungan dengan pihak-pihak yang lain yang lebih kompeten dalam menangani
perusahaan tersebut, misalnya mempunyai akses ke pasar modal, pasar uang,
investor dan sekaligus meningkatkan nilai saham.
Penggabungan usaha (business combination) atau yang biasa dikenal dengan
konsolidasi atau merger merupakan salah satu bentuk tindakan restrukturisasi yang
paling sering dipakai, dibanding tindakan-tindakan yang lainnya. Floyd A. Beams dan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
Amir Abadi Jusuf (1998:2-3) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan di Indonesia
mengungkapkan bahwa ada beberapa alasan yang muncul sehingga beberapa
perusahaan mengambil tindakan untuk melakukan penggabungan usaha
yaitu :
a. Manfaat biaya (Cost Advantange). Acapkali lebih murah bagi perusahaan untuk
memperoleh fasilitas yang dibutuhkan melalui penggabungan dibandingkan melalui
pengembangan, terutama pada keadaan inflasi
b. Risiko Lebih Rendah (Lower Risk). Membeli lini produk dan pasar yang telah
didirikan biasanya lebih besar risikonya dibandingkan dengan mengembangkan
produk baru dan pasarnya. Penggabungan usaha kurang berisiko terutama ketika
tujuannya adalah diversifikasi
c. Penundaan Operasi Lebih Sedikit (Fewer Operating Delays). Fasilitas fasilitas
pabrik yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat diharapkan untuk segera
beroperasi. Sedangkan apabila membangun fasilitas perusahaan yang baru akan
menimbulkan masalah yang baru juga misalnya perlunya izin pemerintah.
d. Mencegah Pengambilalihan (Avoidance of Takeovers). Beberapa perusahaan
bergabung untuk mencegah pengambilalihan diantara mereka.
e. Akuisisi Harta Tidak Berwujud (Acquisition of Intangible Assets).
Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak berwujud
maupun berwujud. Akusisi atas hak paten, hak atas mineral, database pelanggan,
atau keahlian manajemen mungkin menjadi faktor utama yang memotivasi suatu
penggabungan usaha
f. Alasan-alasan lain. Selain untuk perluasan, perusahaan-perusahaan mungkin
memilih penggabungan usaha untuk memperoleh manfaat dari segi pajak. Meskipun
pada dasarnya strategi penggabungan usaha yang dilakukan oleh beberapa
perusahaan memberikan banyak manfaat, tetapi ada juga risiko yang harus
ditanggung oleh perusahaan yang melakukan penggabungan tersebut yaitu risiko
sumber daya manusia, dalam hal ini dampak dari penggabungan usaha tersebut,
biasanya menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan

Penggabungan Usaha (Business Combination): Definisi dan Bentuknya


Penggabungan badan usaha adalah usaha untuk menggabungkan suatu perusahaan
dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomis.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
Sedangkan PSAK No. 22 memberikan defenisi penggabungan usaha sebagai
penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi
karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain atau
memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain.
Bentuk-bentuk penggabungan badan usaha dapat dibedakan ke dalam berbagai
macam bentuk yaitu :
1. Dari Segi Jenis Usaha yang Bergabung
a. Penggabungan Horisontal
Penggabungan horisontal terjadi apabila perusahaan-perusahaan yang bergabung
menjalankan fungsi produksi dan penjualan barang-barang yang sejenis. Latar
belakang penggabungan secara horizontal ini adalah untuk mengurangi tingkat
persaingan di antara perusahan sejenis tersebut.
b. Penggabungan Vertikal
Penggabungan vertikal yang terjadi antara badan usaha, dimana badan usaha yang
satu bersifat sebagai penyedia bahan baku, supplies bagi bahan produk perusahaan
lainnya. Tujuan dari penggabungan jenis ini adalah dalam rangka mendapatkan
kepastian pemasaran hasil produksi atau kontinuitas persediaan bahan baku.
c. Penggabungan Konglomerasi
Penggabungan ini merupakan gabungan antara penggabungan horisontal dan vertikal.
Tujuan dari penggabungan jenis ini adalah menggabungkan sumbersumber ekonomi
yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan yang bergabung.
2. Dari Segi Kejadian Hukumnya
a. Merger
Merger adalah penggabungan perusahaan dengan jalan pemilikan langsung oleh
suatu perusahaan terhadap harta milik dari satu atau lebih perusahaan yang
digabungkan. Penggabungan dengan cara merger mengkibatkan perusahaan yang
menyerahkan harta miliknya dibubarkan dan kehilangan statusnya sebagai unit usaha
yang terpisah. Sedangkan perusahaan yang mengambil alih harta adalah satu-
satunya perusahaan yang identitasnya masih seperti sediakala.
b. Konsolidasi
Pengabungan perusahaan disebut dengan konsolidasi, jika dalam proses
penggabungan itu dibentuk sebuah perusahaan baru dengan tujuan khusus untuk

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
membeli (mengambil alih) harta milik dan mengkui hutang-hutang dari dua atau lebih
perusahaan yang telah ada.
Kadang-kadang suatu penggabungan usaha dapat mengakibatkannya terjadinya legal
merger. Suatu legal merger biasanya merupakan merger dua badan usaha melalui
salah satu cara berikut :
- Aktiva dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain dan
perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan, atau - Aktiva dan
kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan ke perusahaan baru dan kedua
perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan (PSAK No. 22)

Ada dua prosedur pencatatan akuntansi apabila ada dua atau lebih badan usaha yang
diselenggarakan bersama atau digabung yaitu :
a. Pembelian (by purchase)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
Penggabungan badan usaha dikatakan atas dasar pembelian apabila penggabungan
badan usaha tersebut berakibat para pemilik perusahaan yang bergabung tidak ikut
berpartisipasi secara substansial di dalam perusahaan tunggal yang dibentuk.
Selanjutnya apabila suatu kombinasi usaha dianggap suatu “pembelian” maka harta
kekayaan yang diperoleh dalam transaksi penggabungan harus dicatat dalam buku-
buku usaha yang memperolehnya atas dasar harga perolehan yang diukur dengan
uang. Singkatnya metode pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan
usaha merupakan suatu transaksi dimana suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari
perusahaan-perusahaan lain yang bergabung. Ilustrasi berikut ini akan memberikan
gambaran jelas mengenai penggabungan badan usaha secara merger atas dasar
“pembelian” PT Aku memperoleh aktiva bersih PT Dia melalui penggabungan dengan
metode pembelian atau by purchase. Berikut ini adalah neraca dari PT Dia.
Tabel 1.
Neraca dengan Asumsi Metode by Purchase
Neraca PT Dia
Per 31 Maret 1997
Nilai buku Nilai wajar

Aktiva
Kas Rp 50.000.000 Rp 50.000.000
Piutang bersih 150.000.000 140.000.000
Persediaan 200.000.000 250.000.000
Tanah 50.000.000 100.000.000
Bangunan-bersih 300.000.000 500.000.000
Peralatan-bersih 250.000.000 350.000.000
Hak paten - 50.000.000
Total aktiva Rp 1.000.000.000 Rp 1.440.000.000

Kewajiban
Hutang usaha 60.000.000 60.000.000
Wesel bayar 150.000.000 135.000.000
Kewajiban lain-lain 40.000.000 45.000.000
Total kewajiban Rp 250.000.000 Rp 240.000.000

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
Aktiva bersih
Rp 750.000.000 Rp 1.200.000.000
PT Aku membayar Rp 400.000.000 tunai dan menerbitkan 50.000 lembar saham
biasa dengan nilai nominal Rp 10.000, nilai pasar Rp 20.000 per saham untuk
memperoleh aktiva bersih PT Dia. Ayat jurnal untuk mencatat penggabungan
usaha pada buku PT Aku adalah sebagai berikut :
Investasi pada PT Dia Rp 1.400.000.000 -
Kas - Rp 400.000.000
Saham-biasa - Rp 500.000.000
Tambahan modal disetor - Rp 500.000.000
Untuk mencatat penerbitan 50.000 lembar saham biasa nominal Rp. 10.000
ditambah dengan kas Rp 400.000.000 dalam penggabungan usaha dengan metode
pembelian atas PT Dia adalah
Kas Rp 50.000.000 -
Piutang bersih Rp 140.000.000 -
Persediaan Rp 250.000.000 -
Tanah Rp 100.000.000 -
Bangunan Rp 500.000.000 -
Peralatan Rp 350.000.000 -
Hak paten Rp 50.000.000 -
Goodwill Rp 200.000.000 -
Hutang usaha - Rp 60.000.000
Wesel bayar - Rp 135.000.000
Kewajiban lain-lain - Rp 45.000.000
Investasi pada PT Dia - Rp 1.400.000.000
Goodwill sebesar Rp 200.000.000 merupakan selisih antara nilai wajar aktiva
dan nilai perolehan suatu aktiva dalam hal ini selisih antara Rp 1.400.000.000
dan Rp 1.200.000.000. Sesuai dengan prinsip akuntansi goodwill yang timbul
sebesar Rp 200.000.000 ini nantinya harus diamortisasi.

b. Penyatuan Kepentingan (Pooling of Interest)


Apabila suatu penggabungan usaha dianggap sebagai suatu pooling of interest maka
badan usaha yang baru dianggap sebagai kelanjutan dari semua badan usaha yang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
bergabung, baik dalam bentuk suatu badan usaha yang tunggal maupun sebagai
induk perusahaan dengan satu atau beberapa anak perusahaan. Ilustrasi di bawah ini
akan memperjelas penggunaan metode pooling of interest. Berikut ini adalah neraca
saldo PT Bunga dan PT Mawar.

Neraca Saldo dengan Asumsi Metode Pooling of Interest


Neraca Saldo PT Bunga dan PT Mawar
Per 31 Maret 1997
PT Bunga PT Mawar
Aktiva lain-lain Rp 750.000.000 Rp 290.000.000
Beban-beban Rp 150.000.000 Rp 60.000.000

Total Debit Rp 900.000.000 Rp 350.000.000


Modal saham @ Rp. 10.000 Rp 500.000.000 Rp 200.000.000
Laba ditahan Rp 200.000.000 Rp 50.000.000
Pendapatan Rp 200.000.000 Rp 100.000.000

Total kredit Rp 900.000.000 Rp 900.000.000

Apabila PT Bunga bermaksud ingin menggabungkan diri dengan PT Mawar, dengan


penerbitan 22.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal Rp 10.000 untuk
memperoleh aktiva tetap milik PT Mawar dimana dalam hal ini identitas PT Bunga
tetap atau tidak akan ada perusahaan baru yang terbentuk, maka pencatatan yang
dilakukan di dalam pembukuan PT Bunga adalah :

Aktiva Lain-lain Rp 1.040.000.000 -


Beban-beban Rp 210.000.000 -
Modal saham - Rp 720.000.000
Laba ditahan - Rp 230.000.000
Pendapatan - Rp 300.000.000

Dari kedua metode di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa apabila
penggabungan perusahaan dengan menggunakan metode by purchase, maka harta

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
kekayaan yang diperoleh oleh suatu badan usaha yang melakukan pengambilan
tersebut dicatat dan diakui sebesar nilai pasarnya (penilaian kembali), sebaliknya
modal saham dicatat dengan jumlah yang sama. Hal ini mendorong untuk diakui
adanya “Aktiva Tak Berwujud” (Goodwill) yang merupakan selisih lebih antara biaya
perolehan dan bagian (interest) perusahaan pengakusisi atas nilai wajar aktiva dan
kewajiban yang dapat diidentifikasi pada tanggal transaksi. Apabila penggabungan
badan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan pooling of interest, maka
jumlah harta, hutang dan hak para pemegang saham yang dilaporkan perusahaan-
perusahaan yang menggabungkan diri contoh di atas
PT Bunga dan PT Mawar dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya, maka
dengan menggunakan metode ini sama sekali tidak menimbulkan adanya pengakuan
“aktiva tak berwujud” atau dalam hal ini goodwill atau bisa disimpulkan bahwa
penggabungan perusahaan atas dasar pooling of interest, harta, kewajiban, modal dan
beban yang menjadi milik kedua perusahaan digabungkan seperti biasa.

Misalnya pada contoh di atas aktiva lain-lain milik PT Bunga dan PT Mawar berturut –
turut Rp 750.000.000 dan Rp 290.000.000. Apabila kedua perusahaan
menggabungkan diri dengan metode pooling of interest, maka jumlah aktiva yang
dilaporkan dalam neraca perusahaan baru atau perusahaan yang tetap
mempertahankan identitasnya adalah merupakan penjumlahan antara Rp 750000.000
dan Rp 290.000.000.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
Akuntansi Penggabungan Usaha, beda pengaturan antara PSAK No. 22 dengan
IFRS No. 3

Akuntansi Penggabungan Usaha diatur terutama dalam PSAK No. 22 yang berlaku
efektif sejak 1 Januari 1995 hingga sekarang. Adapun PSAK 22 ini adalah merupakan
hasil adopsi dari International Accounting Standard (IAS) No. 22 tentang “Business
Combinations” yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Committee.
Kemudian, pada bulan Maret 2004 International Accounting Standards Board (IASB)
mengeluarkan IFRS No. 3 sebagai pengganti IAS No. 22 yang berlaku efektif sejak 31
Maret 2004. Selanjutnya, pada bulan Januari 2008, IASB menerbitkan revisi atas IFRS
No. 3.

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, PSAK No. 22 sampai dengan saat ini masih
merupakan adopsian dari IAS No. 22, sehingga dengan sendirinya terdapat
perbedaan perlakuan dengan IFRS No. 3.

Adapun beberapa perbedaan dalam ketentuan akuntansi penggabungan usaha yang


ditetapkan dalam PSAK No. 22 dan IAS No. 22 dibandingkan dengan IFRS No. 3
diantaranya adalah :

1. IAS No. 22 dan PSAK No. 22 memberikan ijin atas penggunaan metode
pembelian dan penyatuan kepemilikan serta menetapkan syarat-syarat
penggunaan metode tersebut. Metode penyatuan kepemilikan digunakan
apabila sulit sekali mengidentifikasi perusahaan pengakuisisi dan terjadi
pembagian risiko serta manfaat secara seimbang antara pemegang saham
perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri; sedangkan IFRS No. 3
tidak lagi mengijinkan penggunaan metode penyatuan kepemilikan dan
mensyaratkan bahwa semua penggabungan usaha harus dicatat dengan
menggunakan metode pembelian. Ketentuan dalam IFRS No. 3 tersebut
ditetapkan karena walaupun terdapat kriteria yang ditetapkan oleh IAS No. 22
dalam menggunakan metode pembelian dan penyatuan kepemilikan,
manajemen sering mencari celah agar dapat mengunakan salah satu dari dua
metode pencatatan tersebut yang menguntungkan bagi mereka.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
2. IAS No. 22 dan PSAK No. 22 mengharuskan amortisasi goodwill selama satu
periode yang tidak kurang dari 20 tahun; sedangkan IFRS No. 3 tidak lagi
memperkenankan amortisasi atas goodwill yang berasal dari transaksi
penggabungan usaha. Goodwill dianggap habis dengan sendirinya seiring
dengan terjadinya penurunan nilai aktiva yang dilakukan berdasarkan IAS No.
36 tentang “Impairment of Assets“.
3. Berdasarkan PSAK No. 22 paragraf 82, sisa goodwill negatif setelah dilakukan
penurunan nilai aktiva non-moneter, harus diakui sebagai pendapatan
ditangguhkan dan diakui sebagai pendapatan secara sistimatis tidak lebih dari
20 tahun; sedangkan IFRS No. 3 mengharuskan pengakuan laba atau rugi
yang berasal dari sisa goodwill negatif.

(Sumber : Buku “Akuntansi Penggabungan Usaha” karangan Marisi P.Purba)

Berikut ini beberapa perubahan mendasar IFRS No. 3 (Revisi Januari 2008) dengan
sebelumnya :

 The scope was broadened to cover business combinations involving only


mutual entities and business combinations achieved by contract alone
 The definitions of a business and a business combination were amended and
additional guidance was added for identifying when a group of assets
constitutes a business
 For each business combination, the acquirer must measure any non-controlling
interest in the acquiree either at fair value or as the non-controlling interest’s
proportionate share of the acquiree’s net identifiable assets. Previously, only
the latter was permitted
 The requirements for how the acquirer makes any classifications, designations
or assessments for the identifiable assets acquired and liabilities assumed in a
business combination were clarified
 The period during which changes to deferred tax benefits acquired in a
business combination can be adjusted against goodwill has been limited to the
measurement period (through a consequential amendment to IAS 12 (Income
Taxes)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2
 An acquirer is no longer permitted to recognise contingencies acquired in a
business combination that do not meet the definition of a liability
 Costs the acquirer incurs in connection with the business combination must be
accounted for separately from the business combination, which usually means
that they are recognised as expenses (rather than included in goodwill)
 Consideration transferred by the acquirer, including contingent consideration,
must be measured and recognised at fair value at the acquisition date.
Subsequent changes in the fair value of contingent consideration classified as
liabilities are recognised in accordance with IAS 39, IAS 37 or other IFRSs, as
appropriate (rather than by adjusting goodwill). The disclosures required to be
made in relation to contingent consideration were enhanced
 Application guidance was added in relation to when the acquirer is obliged to
replace the acquiree’s share-based payment awards; measuring
indemnification assets; rights sold previously that are reacquired in a business
combination; operating leases; and valuation allowances related to financial
assets such as receivables and loans
 For business combinations achieved in stages, having the acquisition date as
the single measurement date was extended to include the measurement of
goodwill. An acquirer must remeasure any equity interest it hold in the acquiree
immediately before achieving control at its acquisition-date fair value and
recognise the resulting gain or loss, if any, in profit or loss.

(Source : IFRS Bound Volume 2008) (Hrd)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Hepi Prayudiwan


AKUTANSI KEUANGAN LANJUTAN 2

Anda mungkin juga menyukai