Akuntasi Penggabungan Usaha
Akuntasi Penggabungan Usaha
Penggabungan usaha dalam praktek bisnis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
penerbitan saham baru dan pembelian aktiva perusahaan yang akan diakuisisi. Dari
kedua cara tersebut lahirlah dua metode pencatatan yang dikenal yaitu, metode
penyatuan kepemilikan (pooling of interest) dan metode pembelian (purchase).
Kedua metode ini merupakan pilihan yang dapat digunakan dengan memperhatikan
syarat-syarat yang telah ditentukan dalam PSAK 22 tentang “Akuntansi
Penggabungan Usaha”.
Namun sering para praktisi mencari celah pada syarat-syarat yang telah ditentukan
sehingga dapat memilih metode pencatatan akuntansi yang paling menguntungkan.
PSAK No. 22 merupakan standar akuntansi keuangan yang diadopsi dari IAS No. 22
tentang “Business Combinations”. Namun, kemudian IAS No. 22 tidak berlaku lagi
karena telah digantikan dengan IFRS No. 3 yang berlaku efektif sejak 31 Maret 2004.
IFRS No. 3 yang menggantikan IAS No. 22 tidak lagi mengijinkan penerapan metode
penyatuan kepemilikan (pooling of interest) sehingga dengan sendirinya semua
transaksi penggabungan usaha harus dibukukan dengan menggunakan metode
pembelian (purchase). Sedangkan PSAK yang berlaku di Indonesia sampai dengan
saat ini masih mengijinkan penggunaan kedua metode penyatuan kepemilikan dan
pembelian.
All business combinations are now, for accounting purpose under IFRS, considered to
be acquisitions, whereby one entity (the parent) takes management control of another
entity, or of its assets and liabilities. This is independent of the legal form of the
business combination. Thus, two entities may consolidate to create a new, third
Uniting of Interests
The use of pooling of interests (or uniting of interests) accounting had been
widespread for about fifty years, particularly in the US. Under this method of
accounting of business combinations, the pre-merger book values of each combining
entity’s assets and liabilities would simply be added together, with no re-measurement
to fair value.
US GAAP eliminated pooling accounting outright (effective mid-2001) and the IASB
followed suit, under IFRS 3, from early 2004. With the exceptions of selected types of
combinations, such as those involving existing affiliated entities, where there are
conceptually sound reasons to not permit fair value adjustments at the time of what
may not be arm’s-length acquisition transactions, all business combinations must now
be treated as acquisitions of one entity by another, with the acquiree’s assets and
liabilities being recorded at fair values.
Jadi, dengan mulai berlakunya IFRS No. 3 sejak 31 Maret 2004, semua transaksi
penggabungan usaha harus diperlakukan sebagai akuisisi dan harus dibukukan
dengan metode pembelian dimana semua aset dan kewajiban dicatat dengan nilai
wajar (fair value) (Hrd).
Ada dua prosedur pencatatan akuntansi apabila ada dua atau lebih badan usaha yang
diselenggarakan bersama atau digabung yaitu :
a. Pembelian (by purchase)
Aktiva
Kas Rp 50.000.000 Rp 50.000.000
Piutang bersih 150.000.000 140.000.000
Persediaan 200.000.000 250.000.000
Tanah 50.000.000 100.000.000
Bangunan-bersih 300.000.000 500.000.000
Peralatan-bersih 250.000.000 350.000.000
Hak paten - 50.000.000
Total aktiva Rp 1.000.000.000 Rp 1.440.000.000
Kewajiban
Hutang usaha 60.000.000 60.000.000
Wesel bayar 150.000.000 135.000.000
Kewajiban lain-lain 40.000.000 45.000.000
Total kewajiban Rp 250.000.000 Rp 240.000.000
Dari kedua metode di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa apabila
penggabungan perusahaan dengan menggunakan metode by purchase, maka harta
Misalnya pada contoh di atas aktiva lain-lain milik PT Bunga dan PT Mawar berturut –
turut Rp 750.000.000 dan Rp 290.000.000. Apabila kedua perusahaan
menggabungkan diri dengan metode pooling of interest, maka jumlah aktiva yang
dilaporkan dalam neraca perusahaan baru atau perusahaan yang tetap
mempertahankan identitasnya adalah merupakan penjumlahan antara Rp 750000.000
dan Rp 290.000.000.
Akuntansi Penggabungan Usaha diatur terutama dalam PSAK No. 22 yang berlaku
efektif sejak 1 Januari 1995 hingga sekarang. Adapun PSAK 22 ini adalah merupakan
hasil adopsi dari International Accounting Standard (IAS) No. 22 tentang “Business
Combinations” yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Committee.
Kemudian, pada bulan Maret 2004 International Accounting Standards Board (IASB)
mengeluarkan IFRS No. 3 sebagai pengganti IAS No. 22 yang berlaku efektif sejak 31
Maret 2004. Selanjutnya, pada bulan Januari 2008, IASB menerbitkan revisi atas IFRS
No. 3.
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, PSAK No. 22 sampai dengan saat ini masih
merupakan adopsian dari IAS No. 22, sehingga dengan sendirinya terdapat
perbedaan perlakuan dengan IFRS No. 3.
1. IAS No. 22 dan PSAK No. 22 memberikan ijin atas penggunaan metode
pembelian dan penyatuan kepemilikan serta menetapkan syarat-syarat
penggunaan metode tersebut. Metode penyatuan kepemilikan digunakan
apabila sulit sekali mengidentifikasi perusahaan pengakuisisi dan terjadi
pembagian risiko serta manfaat secara seimbang antara pemegang saham
perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri; sedangkan IFRS No. 3
tidak lagi mengijinkan penggunaan metode penyatuan kepemilikan dan
mensyaratkan bahwa semua penggabungan usaha harus dicatat dengan
menggunakan metode pembelian. Ketentuan dalam IFRS No. 3 tersebut
ditetapkan karena walaupun terdapat kriteria yang ditetapkan oleh IAS No. 22
dalam menggunakan metode pembelian dan penyatuan kepemilikan,
manajemen sering mencari celah agar dapat mengunakan salah satu dari dua
metode pencatatan tersebut yang menguntungkan bagi mereka.
Berikut ini beberapa perubahan mendasar IFRS No. 3 (Revisi Januari 2008) dengan
sebelumnya :