Anda di halaman 1dari 4

STRATEGI NETWORKING GOVERNANCE DALAM PENGEMBANGAN

EKONOMI KREATIF
(Cluster Networking Governance Temu AdMI 2021)

Ringkasan Eksekutif
Kesenjangan yang terjadi antara daerah di perkotaan dan daerah perbatasan dapat
mengakibatkan hadirnya permasalahan di beberapa sektor terkhusus ekonomi. Ekonomi
kreatif berkembang dari konsep modal berbasis kreatifitas yang dapat berpotensi meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di suatu daerah khususnya pada daerah perbatasan. Untuk
mengakselerasi pengembangan ekonomi kreatif di masing-masing daerah perlu melibatkan
seluruh stakeholders. Dengan adanya keterlibatan seluruh stakeholders mempermudah arah
gerak kelompok kerja (POKJA) yang dibentuk untuk mengembangkan ekonomi kreatif.
Namun Perlu adanya pengawasan rutin terhadap stakeholder yg terkait dalam pengembangan
ekonomi kreatif yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja, agar lebih terkoordinir maka
diperlukannya leading sector guna mengkoordinir, mengawasi dan mengevaluasi peran para
stakeholders yang terlibat.

Pendahuluan
Kesenjangan infrastruktur antara daerah perkotaan dengan daerah perbatasan
mengakibatkan lahirnya kendala dalam memaksimalkan potensi pada daerah perbatasan serta
ketimpangan akses pun tidak dapat dihindari seperti akses pendidikan, transportasi dan akses
teknologi. Realitas tersebut berimplikasi pada sulitnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
hidup, termasuk dalam memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Banyak cara dalam rangka
menjawab permasalahan tersebut dan salah satunya dengan mengembangkan konsep ekonomi
kreatif. Istilah ekonomi kreatif berkembang dari konsep modal berbasis kreativitas yang dapat
berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah khususnya pada daerah
perbatasan. Dengan demikian penerapan konsep ekonomi kreatif dirasa perlu untuk
mengembangkan modal berbasis kreativitas yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di suatu daerah terkhusus daerah perbatasan.
Daerah yang cenderung memiliki potensi di sektor pariwisata dan kebudayaan sebagai
komoditas unggulan kerap kali ditemukan aktivitas usaha industri kreatif dimana sektor
tersebut sebagai penyumbang perekonomian serta pendapatan daerah tersebut. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu jejaring antara pemerintah dengan sektor non-pemerintahan khususnya
terkait pemberdayaan ekonomi kreatif agar komoditas tersebut menjadi unggulan apabila dapat
dikelola secara optimal.
Untuk mengakselerasi pengembangan ekonomi kreatif di masing-masing daerah perlu
melibatkan seluruh aktor kebijakan dari skala sosial yang berbeda. Agar terkoordinir dengan
baik dan menghasilkan output yang diharapkan serta memberikan outcome berkelanjutan maka
perlu dibentuknya suatu wadah yang mempertemukan aktor kebijakan terbaik. Wadah tersebut
berupa Kelompok Kerja (POKJA). Dengan kehadiran Kelompok Kerja pada pengembangan
ekonomi kreatif ini diharapkan dapat memaksimalkan potensi daerah ataupun memenuhi
kebutuhan masyarakat daerah itu sendiri.
Metodologi
Network Governance, sebagaimana dijelaskan oleh (Bogason & Zolner, 2007: 5)
Network governance mengintegrasikan sejumlah aktor interdependen, tetapi dalam
pelaksanaannya masing-masing aktor bersifat otonom dalam menegosiasikan kepentingannya,
dengan berbasis pada kesepahaman bersama yang dibangun melalui regulasi, norma, dan
persepsi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan Policy brief ini adalah kajian
literatur dengan metode studi literatur dengan sumber buku teks, jurnal ilmiah, referensi
statistik, dan hasil-hasil penelitian. Policy brief ini menggunakan pendekatan partisipasi
dimana peristiwa yang disoroti mengenai jejaring antara pemangku kepentingan dalam
menciptakan kebijakan yang inovatif.

Hasil
Merujuk pada pemaparan seminar nasional Temu AdMI 2021 dengan tema "Formulasi
Pembangunan Inklusif Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat untuk Indonesia Maju" terdapat
beberapa permasalahan seperti minimnya kualitas sumber daya manusia dan tidak memadainya
infrastruktur. Kedua permasalahan tersebut menimbulkan masalah baru yaitu rendahnya
tingkat perekonomian masyarakat di daerah perbatasan. Salah satu langkah konkret untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mengembangkan sektor ekonomi kreatif.

Tabel 1.0 Data Pelaku Ekonomi Kreatif Kalimantan Barat


No Kabupaten/Kota Total

1. Kabupaten Kubu Raya 13.30%

2. Kota Pontianak 64.69%

3. Kabupaten Mempawah 3.21%

4. Kota Singkawang 7.16%

5. Kabupaten Sambas 3.70%

6. Kabupaten Kapuas Hulu 0.74%

7. Kabupaten Melawi 1.23%

8. Kabupaten Ketapang 2.22%

9. Kabupaten Kayong Utara 0.49%

10. Kabupaten Sintang 0.49%

11. Kabupaten Sekadau 0.49%

12 Kabupaten Sanggau 0.49%

13 Kabupaten Bengkayang 0.74%


14 Kabupaten Landak 0.49%
Sumber: Badan Ekonomi Kreatif 2019

Berdasarkan data pelaku ekonomi yang telah dipaparkan, pelaku ekonomi yang ada
di Kalimantan Barat cenderung masih rendah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang
dilakukan untuk mendorong potensi adanya usaha baru dengan melibatkan pihak-pihak yang
berpengaruh seperti stakeholder yaitu pemerintah, sektor swasta dan masyarakat setempat yang
dapat mendukung berkembangnya ekonomi kreatif.

Rekomendasi
Untuk mengakselerasi pengembangan ekonomi kreatif di masing-masing daerah perlu
melibatkan seluruh aktor kebijakan dari skala sosial yang berbeda. Agar terkoordinir dengan
baik dan menghasilkan output yang diharapkan serta memberikan outcome berkelanjutan maka
perlu dibentuknya sudah yang bisa mempertemukan aktor kebijakan terbaik. Wadah tersebut
berupa kelompok kerja yang dimana pemerintah sebagai leading sector guna mengkoordinir
seluruh pemangku kepentingan yang berada didalamnya. Dalam hal ini kelompok kerja
(POKJA) dapat berperan aktif dalam mendorong pemerintah daerah utamanya terkait
penyelenggaraan pengembangan ekonomi kreatif yang disertai pembentukan POKJA dengan
dibentuknya peraturan normatif seperti peraturan pemerintah supaya memiliki payung hukum
yang mengikat.

Alternatif Rekomendasi
1. Perlu adanya peran semua stakeholder untuk dapat saling berkolaborasi dalam
mengembangkan ekonomi kreatif agar komoditas tersebut dapat dikelola dengan baik
dan memiliki dampak yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
2. Perlu adanya pengawasan rutin terhadap stakeholder yang terkait dalam pengembangan
ekonomi kreatif yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja agar lebih terkoordinir.
3. Memberi pendampingan bagi para pelaku ekonomi dan UMKM melalui Kelompok
Kerja (POKJA) sehingga eksistensinya dapat mendorong pelaku ekonomi dalam
mengembangkan usahanya melalui workshop atau pelatihan kewirausahaan berjenjang.
4. Membangun kemitraan dengan membentuk kelompok kerja (POKJA) untuk dapat
selalu bekerja sama dalam mengembangkan ekonomi kreativitas. Strategi kelompok
kerja ini diharapkan mampu mempengaruhi dan mengembangkan partisipasi
masyarakat dengan melakukan penyuluhan, pelatihan keterampilan, serta penguatan
kelembagaan.
5. Mendorong pemerintah daerah utamanya terkait penyelenggaraan pengembangan
ekonomi kreatif yang disertai pembentukan POKJA juga diiringi dengan perumusan
peraturan normatif seperti Peraturan Daerah ataupun peraturan tertulis lainya supaya
memiliki payung hukum yang mengikat sehingga berjalan dengan efektif dan efisien
tanpa ada intervensi dari manapun.
6. Dengan dibentuknya kelompok kerja (POKJA) diharapkan dapat melibatkan
masyarakat sekitar secara langsung dalam mengembangkan perekonomian yang ada.
Peran masyarakat juga sebagai warga lokal dapat membantu dalam terus
mengembangkan dan meningkatkan setiap usaha ekonomi kreatif yang ada.

Daftar Pustaka
Bogason, P., & Zolner, M. (2007). Methods for Networks organization Research: An
Introduction in P. Bogason & M. Zolner (eds). Methods in Democratic Networks organization.
Palgrave Macmillan.

Kreatif, B. E. (2019). Informasi sebaran pelaku ekonomi kreatif.

Anda mungkin juga menyukai