Anda di halaman 1dari 8

*MEMANTASKAN DIRI MENJEMPUT JODOH*

Pemateri : By Azizah bunda Azzam

Hari/tggl : Senin, 16/11/20

Pukul. : 13.00 - selesai.

Tempat. : Grup Hijrah Akhwat Milenial

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

‫الســـالم عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته‬

Betapa Allah begitu sempurna memelihara dan menjaga semua ciptaanNya. Salah satunya adalah
menciptakan makhluknya itu berpasangan. Laki2 vs perempuan, jantan vs betina, siang vs malam dsb.
Semua untuk menjaga keseimbangan dan ketawazunan atas kehidupan di dunia ini.

Kata "sakinah mawadah wa rohmah" diambil dari QS. 30/Ar-Rum 21.

َ‫ت لِقَوْ ٍم يَتَفَ َّكرُون‬ َ ِ‫ق لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َواجًا لِتَ ْس ُكنُوا إِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َم َو َّدةً َو َرحْ َمةً إِ َّن فِي َذل‬
ٍ ‫ك آليَا‬ َ َ‫ َو ِم ْن آيَاتِ ِه أَ ْن َخل‬,

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia (Alloh) menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir. (QS. 30/Ar-Rum 21).

Cinta itu adalah fitrah. Fitrah untuk bertemu dgn pasangan yang tepat. Cinta bisa menjadi fitnah saat ia
dipertemukan dgn cara yang di laknat.

Rindu itu adlah keniscayaan, tetapi ia akan menjadi naif jika terpaut pada hati yang salah.
So...tak selayaknya jika jiwa yg suci mendamba samawa, tapi nalar dan hati tak dituntun oleh iman.
Semua akan bertemu pada muara fatamorgana. Tetap ikhtiar tapi tidak dgn cara2 yg melanggar.
Membingkai ikhtiar dgn sabar yang tak berbatas, sampai Allah cukupkan dan kau ternilai pantas...

Menjadi sempurna iman dgn menikah bukan hanya perlu kesiapan fisik saja...mentalpun terus
diasah...karena pernikahan itu adlh ibadah terlama bagi sepasang anak manusia yg mendamba
keabadian syurga...

Ada beberapa persiapan sebelum naik ke pelaminan diantaranya :

1. Persiapan fisik

Sebisa mungkin menjaga pola makan sehat, agar menstruasi lancar (ini akan berpengaruh pada kesiapan
rahim untuk menghadirkan generasi), perawatan yg cukup dan sewajarnya (jgn sampai bau badan,
penyakitan dll), paham bagaimana tampil menarik nantinya di dpn suami ingat ya di dpn suami bkn di
tmpt umum.

Ingat *cantik* itu karunia. Tdk semua wanita punya mata indah, tubuh yg tinggi, gigi yg rapi, bibir yg
sensual, bulu mata lentik, hidung mancung, jari lentik, suara merdu atau cara jalan yg gemulai.

Cantik itu relatif. Karena dibaluk kelebihan pasti ada kekurangannya. Ada yg secara fisik terlihat
sempurna. Semua bisa terpesona, tapi saat ia diajak diskusi telminya minta ampun, bikin yg ngajak
ngobrol pengen cabut saja. Karena spt bicara dgn salah call alias jaka sembung.

2. Persiapan mental

Menjadi akhwat itu...harus smart. Dia paham sblm menikah ttg fiqih munakahat ngelontok di luar otak.
Sehingga ia bener2 tahu secara syar'i apa yg membuat pernikahannya akan berakhir. Jangan menjadi
akhwat ya blank sama sekali ttg apa tugas dan kewajiban dia, sbg ibu, istri dan anggota masy nantinya
seperti yg di perintahkan agama.
Jika berharap punya anak yg sholih maka sblm terjadi pembuahsn dlm rahimnya, maka sholihkan dulu
ibunya. Bagaimana caranya?

Dekati sang pemilik amanah dgn sepenuh kesungguhan, pembiasaan sholat malam srbulsn penuh
(kecuali saat haid), sholat dhuha yg terjaga, menjaga wudhu (jika batal maka ia wudhu), kontinue
sedekah, mendawamkan tilawah, dan menegakkan sholat 5 waktunya tentunya.

Ia memelihara kesucian dirinya, tdk mudah untuk disentuh, tdk TP TP (tebar pesona), menjaga izzah dan
iffahnya sbg wanita yg dimuliakan Allah. Slalu berusaha on the track fii sabilillah alias jofisa (jomblo fii
sabilillah)

bunda teringat sampai saat ini, saat bunda tanya pada guru ngaji bunda :

*"ustadzah kelak calon suami saya akan seperti apa ya?"*

Jawab bliau : *"seperti apa nantinya pasangan hidup kita, itu tergantung kita. Maksudnya adalah seperti
apa kualitas kita sbg calon seorang istru, maka suami kita tak jauh beda dgn kualitas kita, so...jika ingin
mendapatkan suami berkualitas maka upgrade diri kita dgn maksimal, sehingga Allah mempertemukan
kita dgn calin suami yg punya kualitas maksimal meng upgrade dirinya sbg calin qawwam, sbgmn dlm
albaqoroh Allah katakan bhw suami itu pakaian bagimu, begitu juga sebaliknya. Kita akan slalu
berpakaian yg sesuai dgn ukuran kita bukan?"*

Dan kalimat itu begitu makjleb bagi bunda, sehingga saat kuliah bener2 bljr bersiap mnjd calon istri yg
paham tuntunan syar'i. Alhamdulillah

3. Terus memompa diri dgn berbagai tsaqofah/pengetahuan umum

Kalo diatas no 2 disebutkan persiapan mental lbh pada pemahaman agama. Di no 3 ini seorang akhwat
paham minimal apa yg terjadi kalo sdh terjadi pernikahan.

Contoh dia paham apa yg terjadi saat malam pertama, kemudian dia paham proses ilmiah dan
sunnatullahnya pembuahan, saat nutfah menjadi janin, sampai siap dilahirkan ke dunia.
Dia bljr proses2 pembelajaran bgmn menstimulus bayi 0 bln sam satu tahun, apa yg akan ia lakukan
pada anaknya.

Bgmn tumbuh kembang balita, bgmn berkomunikasi dgn anak jelang baligh, cara mengkomunikasikan
apa itu haid, mimpi basah pada anak, dan bagaimana membersamai emosi remaja menuju dewasa.

Atau ia me gumpulkan bnyk info ttg pe.gobatan tradisional, herbal dan mana yg harus klinis medis.
Semua perlu pengetahuan yg pas dan cukup, sehingga anak tdk menjadi kelinci percobaan nantinya

Dia bnyk membaca ttg trouble2 apa yg memicu problema rumah tangga. Dia tau kemana harus konsul
jika ada masalah nantinya. Jd dia gak curhat di wall sosmed, yg membuat aibnya mnjadi santapan se
nusantara bhkn dunia

4. Mengeksplore kemampuan diri dgn banyak bljr keterampilan yg nantinya akan sangat berguna saat
mengarungi rumah tangga.

Contoh menguasai keterampilan memasak, aneka olahan masakan yg paling sederhana sampai yg perlu
di coba berkali2, bikin aneka kue2 dari puding, cake atau kue kering, karena ada cinta yg begitu
sederhana yg bunda rasa saat abi lebih memilih menahan lapar pulang kantor demi masakan pesanan
dia, yg abi bilang masakan ini mahal karena dimasak dgn hati penuh cinta dan pengabdian seorang istri...
wkwkwk....

Bisa bebenah rumah sehingga rumah bisa rapi meski rumah sederhana tapi asri bikin betah baiti jannati,
berkebun yg bisa jd dari sekedar hobi malah bisa jd komersial, keterampilan jahit, bordir, rajut dll.

Intinya semua itu akan semakin membuat kita sebagai wanita pede gitu loch. Bhw kita gak jumud/udik,
plonga plongo bin oon. Atuh memalukan kalo serba gak bisa kan ya?

5. Persiapan terakhir adalah perluas network dgn banyak kalangan.


Seseki ikutan kegiatan masy sekitar, entah bantu2 pos yandu (ada bnyk yg bisa diserap di sini), ikut
majlis taklim, kajian2 dan organisasi selagi masih ada wkt. Semua akan sgt berguna saat beneran sdh
dipanggil tetangga dgn sebutan ibu bahri...atau nyonya heri..atau mamanya azzam....

Sikap yg ramah dan luwes dalam pergaulan dan punya kemampuan/keterampilan plus pemahan agama
yg bagus akan membuat kita lbh mudah menularkan kebaikan pada tetangga sekitar kita. Dan saat kita
di kenal mnjd orang yg baik, maka kita mnjadi agen perubahan positif untuk lingkungan kita.

💚✴✴✴✴✴
💚✴ 💚✴ 💚✴ 💚✴

💘🚫💘🚫💘🚫💘🚫💘🚫

Hukum Ucapan “Aku Mencintaimu Karena Allah” Kepada Lawan Jenis yang Bukan Mahram

Fatwa Syaikh Khalid Al Mushlih

〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

Soal:

Bolehkah seorang wanita mengatakan inni uhibbuka fillah (“Aku mencintaimu karena Allah”) kepada
laki-laki ajnabi/asing yang bukan mahram-nya?

Jawab:

Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tidak diperbolehkan seorang
wanita mengatakan “Aku mencintaimu karena Allah” kepada laki-laki ajnabi yang bukan mahram-nya,
baik itu disampaikan melalui lisan maupun tulisan.
Betapapun bagusnya ilmu dan agama yang ada pada laki-laki tersebut maka hukumnya tetap terlarang.
Karena wanita yang beriman dilarang untuk meren dahkan suaranya ketika berbicara kepada laki-laki
asing yang bukan mahram-nya.

Dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada wanita- wanita yang paling sempurna
keimanannya:

‫ﻀ ْﻌﻦَ ﺑِ ْﺎﻟﻘَﻮْ ِﻝ‬


َ ‫ﻳَﺎ ﻧِ َﺴﺎﺀَ ﺍﻟﻨَّﺒِ ِّﻲ ﻟَ ْﺴﺘُ َّﻦ ﻛَﺄ َ َﺣ ٍﺪ ِﻣﻦَ ﺍﻟﻨِّ َﺴﺎﺀِ ﺇِ ِﻥ ﺍﺗَّﻘَ ْﻴﺘُ َّﻦ ﻓَﻼ ﺗ َْﺨ‬
ْ َ‫ﻓَﻴ‬
ً ‫ﻄ َﻤ َﻊ ﺍﻟَّ ِﺬﻱ ﻓِﻲ ﻗَ ْﻠﺒِ ِﻪ َﻣ َﺮﺽٌ َﻭﻗُ ْﻠﻦَ ﻗَﻮْ ﻻً َﻣ ْﻌﺮُﻭﻓﺎ‬

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa.

Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berke inginanlah orang yang ada penyakit
dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik”

(QS. Al-Ahzab: 32)

Ibnul ‘Arabi menjelaskan dalam kitab tafsirnya, Ahkamul Qur’an (586/3): “Dalam ayat ini Allah
memerintahkan istri-istri Nabi

agar mereka berbicara dengan perkataan yang baik, jelas, dan tidak menimbulkan sangkaan yang tidak-
tidak di hati orang yang mendengarnya, dan Allah juga memerintahkan mereka agar senantiasa
mengatakan perkataan yang ma’ruf”.

Demikianlah Allah melarang istri-istri Nabi dari berkata-kata lembut yang dapat mengundang syahwat
padahal mereka adalah ummahatul mukminin.

Lembut di sini mencakup lembut dalam konten kata-katanya maupun lembut dalam sikap dan
penuturan katanya. Larangan Allah ini berlaku untuk seluruh wanita beriman dan larangan kepada selain
istri-istri Nabi tentu lebih ditekankan lagi.

Karena sesungguhnya syahwat yang ada pada mereka lebih bisa mendekatkan mereka kepada
perbuatan zina. Maka hendaknya seorang wanita yang beriman tidak melembutkan kata-katanya dan
tidak mendayu-dayukannya ketika berbicara dengan laki-laki ajnabi yang bukan mahramnya. Karena hal
itu lebih bisa menjauhkan mereka dari persangkaan yang tidak-tidak dan keinginan untuk berbuat buruk.

Adapun hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dari sahabat Anas bin Malik, beliau
berkata:

‫ ﻳﺎ‬: ‫ﺃﻥ ﺭﺟﻼً ﻛﺎﻥ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻤﺮ ﺑﻪ ﺭﺟﻞ ﻓﻘﺎﻝ‬

‫ ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬،‫ ﺭﺳﻮﻝ ﻪﻠﻟﺍ ﺇﻧﻲ ﻷﺣﺐ ﻫﺬﺍ‬:

‫ ﺇﻧﻲ ﺃﺣﺒﻚ ﻓﻲ‬:‫ ﻓﻠﺤﻘﻪ ﻓﻘﺎﻝ‬: ‫ ﻗﺎﻝ‬،‫ ﺃﻋﻠﻤﻪ‬:‫ ﻗﺎﻝ‬،‫ ﻻ‬: ‫ﺃﻋﻠﻤﺘﻪ؟ ﻗﺎﻝ‬

‫ ﺃﺣﺒﻚ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﺣﺒﺒﺘﻨﻲ ﻟﻪ‬:‫ ﻓﻘﺎﻝ‬،‫ﻪﻠﻟﺍ‬

Bahwasanya ada seorang sahabat yang sedang berada di sisi Nabi shāllallahu ‘alaihi wa alihi wasallam,
kemudian seseorang lewat di hadapan mereka. Lantas sahabat ini mengatakan: “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku benar-benar mencintai orang ini”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata
kepadanya: “Apakah engkau telah memberitahu kan rasa cintamu kepadanya?”

Ia berkata: “Belum.” Beliau berkata: “Jika demikian, pergilah dan beritahukan kepadanya”. Maka ia
langsung menemui orang itu dan mengatakan “Inniuhibbuka fillah" (sesungguhnya aku mencintaimu
karena Allah), lalu orang tersebut menjawab: “Ahabbakalladzi ahbabtani lahu” (Semoga Allah
mencintaimu, Dzat yang telah menjadikanmu mencintai aku karena-Nya).

Hadist ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya dan Abu Dawud dalam Sunan-nya. Hadist ini
juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam.

Dalam riwayat Ath-Thabrani terdapat tambahan: “Kemudian sahabat ini kembali menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan jawaban orang tersebut kepada beliau. Mendengar cerita
sahabat ini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Engkau akan bersama dengan orang yang
kau cintai dan untukmu pahala atas apa yang kau harapkan dari rasa cintamu itu”.

Hadist ini dinilai shahih oleh Al-Hakim dan Ibnu Hibban dan disetujui oleh Adz-Dzahabi

dalam Al-Mustadrak (189/4).

Hadits di atas tidak menunjukkan bolehnya seorang wanita mengung kapkan perkataan 'Aku mencintai
mu karena Allah” kepada laki-laki ajnabi yang bukan mahram-nya, demikian juga sebaliknya. Hadist ini
hanya berlaku untuk sesama jenis, laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan selama
aman dari fitnah dan tidak menimbulkan persangkaan yang tidak-tidak di hati keduanya.

Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Munawi dalam Faidhul Qadir (247/1), beliau berkata: “Apabila
seorang wanita memiliki perasaan cinta (baca: simpati) kepada wanita lain maka hendak nya dia
beritahukan kepadanya”. Maka tidak diperbolehkan seorang laki-laki mengatakan “Aku mencintai mu
karena Allah” kepada seorang wanita kecuali jika wanita tersebut adalah istrinya atau mahram-nya yang
lain.

Dan tidak pernah kita jumpai satupun dari para sahabiyah Nabi yang mengatakan ungkapan tersebut
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam padahal Allah telah

menjadikan kecintaan kepada beliau sebagai sebuah kewajiban atas orang-orang yang beriman, baik
laki-laki maupun perempuan.

Demikian juga, tidak pernah kita jumpai riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah mengatakan ungkapan tersebut kepada salah

seorang dari mereka. Semoga Allah senantiasa menjaga agama kita dan menganugerahkan kepada kita
petunjuk.

Hanya kepada-Nya lah kita meminta. Aamiin.

〰〰〰〰〰〰〰

🌐Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/39089

Artikel Muslimah.Or.Id

💚✴✴✴✴✴
💚✴ 💚✴ 💚✴ 💚✴

Anda mungkin juga menyukai