Anda di halaman 1dari 25

MODUL 1 Konsep Dasar Local Government

Negara Indonesia adalah negara kesatuan. Sebagai negara kesatuan, kedaulatan


negara adalah tunggal, tidak tersebar pada negara-negara bagian seperti dalam
negara federal/serikat. Karena itu pada dasarnya sistem pemerintahan dalam negara
kesatuan adalah sentralisasi atau penghalusannya dekonsentrasi. Itu artinya
pemerintah pusat memegang kekuasaan penuh. Kedaulatan tunggal dalam arti tidak
terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan di bawahnya. Meskipun
demikian, dalam negara Indonesia dibentuk pemerintah daerah yang menerima
sebagian kewenangan dari pemerintah.

Kegiatan Belajar 1
Sentralisasi, Dekonsentrasi, Desentralisasi, dan Tugas Pembantuan

A. SENTRALISASI
Sentralisasi adalah pemusatan kewenangan politik dan administrasi di tangan
pemerintah pusat, yaitu presiden dan para menteri. Artinya jika suatu negara
memusatkan semua kewenangan pemerintahannya pada tangan presiden dan para
menteri, tidak dibagi-bagi kepada pejabatnya di daerah atau pada daerah otonom
hal itu disebut sentralisasi. Dalam sentralisasi, semua kewenangan baik politik
maupun administrasi, berada ditangan presiden dan para menteri (pemerintah
pusat) sebagai penanggung jawab organisasi pemerintahan tertinggi. Dengan kata
lain, semua kewenangan tersebut berada pada puncak jenjang organisasi. Sebagai
konsekuensinya, dalam melaksanakan kewenangan ini, anggarannya dibebankan
pada APBN.

B. DEKONSENTRASI

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari pemerintah pusat


kepada pejabatnya yang berada pada wilayah negara di luar kantor pusatnya. Dalam
konteks ini, yang dilimpahkan adalah wewenang administrasi, bukan wewenang
politik. Wewenang politiknya tetap dipegang oleh pemerintah pusat/menteri-
menteri. Yang dimaksud dengan pejabat pemerintah pusat yang berada di wilayah
negara adalah pejabat yang diangkat oleh pemerintah pusat/menteri-menteri dan
ditempatkan pada wilayah-wilayah tertentu sebagai wilayah kerjanya (yurisdiksi).
Mengingat satuan-satuan organisasi yang berada di wilayah-wilayah negara di luar
kantor pusatnya tersebut milik pemerintah, anggarannya menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat. Oleh karena itu, anggarannya dibebankan pada APBN. Biaya
penyediaan sarana dan prasarana, gaji pegawai, biaya operasional, serta biaya
pemeliharaan menjadi beban APBN.
C. DESENTRALISASI

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang politik dan administrasi dari puncak


hierarki organisasi (pemerintah pusat) pada jenjang organisasi di bawahnya
(pemerintah daerah). Dua kewenangan tersebut politik dan administrasi diserahkan
kepada daerah otonom. Daerah otonom adalah entitas masyarakat sebagai kesatuan
politik dan administrasi yang berstatus sebagai badan hukum. Ia merupakan
organisasi publik di daerah sebagai subdivisi nasional. Daerah otonom dibentuk oleh
pemerintah pusat dengan undang-undang. Oleh karena daerah otonom mendapat
penyerahan kebijakan politik dan administrasi dari pemerintah pusat, maka daerah
otonom tersebut mempunyai otonomi. Maksudnya, ia mempunyai kebebasan untuk
mengatur dan mengurus kebijakan politik dan administrasi yang diserahkan tersebut
sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat, tanpa intervensi langsung dari
pemerintah pusat. Dengan demikian, desentralisasi menimbulkan otonomi daerah.
Otonomi daerah tersebut adalah konsekuensi logis penerapan asas desentralisasi
pada daerah otonom.
Setelah daerah mendapatkan penyerahan wewenang politik dan administrasi dari
pemerintah, urusan yang diserahkan tersebut menjadi tanggung jawab daerah
otonom. Untuk itu, pembiayaan penyelenggaraan desentralisasi bersumber dari
APBD. Pemerintah daerah mempertanggungjawabkan penggunaan APBD kepada
rakyat daerah yang bersangkutan.

D. TUGAS PEMBANTUAN (MEDEBEWIND)

Tugas pembantuan atau medebewind adalah pemberian tugas oleh pemerintah


pusat atau pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Karena tugas pembantuan pada
dasarnya adalah melaksanakan kewenangan pemerintah pusat atau pemerintah
atasnya, sumber biaya berasal dari pemerintah yang memberikan penugasan. Untuk
itu, sumber biayanya bisa berasal dari APBN atau APBD pemerintah daerah yang
lebih tinggi.

Jadi, kalau sentralisasi, wewenang politik dan administrasi sepenuhnya di tangan


pusat. Dananya berasal dari APBN. Kalau dekonsentrasi, wewenang politiknya
dipegang pusat, sedangkan wewenang administrasinya dipegang pejabat instansi
vertikal di daerah. Dananya dari APBN. Kalau desentralisasi, wewenang politik dan
administrasinya dipegang oleh daerah otonom dan dilaksanakan oleh organisasi
pemerintah daerah otonom (dinas atau badan). Dananya berasal dari APBD. Kalau
tugas pembantuan, wewenang politiknya milik pemerintah pusat atau daerah
otonom pemilik kewenangan, sedangkan wewenang administrasinya dilaksanakan
oleh organisasi pemerintah daerah otonom (dinas atau badan). Dananya berasal dari
APBN atau APBD memberi penugasan. Dananya diserahkan kepada daerah otonom.

Kegiatan Belajar 2
Local Government: Daerah Otonom (Local Self-Government) dan Wilayah
Administrasi (Local State-Government)

A. LOCAL GOVERNMENT DAN OTONOMI DAERAH

Konsep local government berasal dari Barat. Bhenyamin Hoessein (2001:3)


menjelaskan bahwa local government dapat mengandung 3 arti. Pertama, local
government berarti pemerintah lokal, artinya menunjuk pada lembaga/organnya.
Kedua, local government berarti pemerintahan lokal yang dilakukan oleh pemerintah
lokal, artinya menunjuk pada fungsi/kegiatannya. Ketiga, local government berarti
daerah otonom. Dalam pengertian ini, local government memiliki otonomi (lokal)
dalam arti self government, yaitu mempunyai kewenangan mengatur (rules making =
regeling) dan mengurus (rules aplication = bestuur) kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri. Hal inilah yang disebut dengan otonomi daerah
yaitu dimilikinya daerah otonom yang mengatur dan mengurus urusan lokal yang
menjadi kewenangannya.

Otonomi daerah berhubungan dengan pemerintahan daerah otonom (self local


government). Pemerintahan daerah otonom adalah pemerintahan daerah yang
badan pemerintahannya dipilih oleh penduduk setempat dan memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus urusan nya sendiri berdasarkan peraturan
perundangan dan tetap mengakui supremasi dan kedaulatan nasional.

Daerah otonom dan otonomi daerah itu berbeda. Daerah otonom menunjuk pada
Kesatuan masyarakat hukum yang tinggal di daerah setempat, sedangkan otonomi
daerah menunjuk pada sisi otonomi/kebebasan masyarakat daerah otonom untuk
membuat kebijakan dan melaksanakannya sesuai dengan kepentingannya, tanpa
campur tangan langsung dari pemerintah atasan.

Jadi, otonomi adalah hak yang diberikan kepada penduduk yang tinggal dalam suatu
wilayah tertentu untuk mengatur, mengurus, mengendalikan, dan mengembangkan
urusannya sendiri dengan tetap menghormati perundangan yang berlaku. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak penduduk yang tinggal
dalam suatu daerah sebagai Kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur,
mengurus, mengendalikan, dan mengembangkan urusannya sendiri dengan tetap
menghormati peraturan perundangan yang berlaku.

B. WILAYAH ADMINISTRASI (LOCAL STATE-GOVERNMENT) DAN INSTANSI VERTIKAL.


Keberadaan wilayah administrasi adalah akibat diterapkannya asas dekonsentrasi.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian wewenang pejabat tingkat pusat kepada
pejabatnya di wilayah negara. Oleh karena itu, di daerah terdapat suatu wilayah yang
merupakan wilayah kerja pejabat yang menerima sebagian wewenang dari pejabat
pusat tersebut. Wilayah kerja untuk pejabat pusat yang berada di daerah ini disebut
wilayah administrasi. Jadi, wilayah administrasi adalah wilayah kerja pejabat pusat
yang menyelenggarakan kebijakan administrasi di daerah sebagai wakil dari
pemerintah pusat.
Pada wilayah administrasi murni, pejabat yang mengepalai wilayah administrasi
adalah pejabat pusat dalam arti yang mengangkat, memberhentikan, dan membina,
yaitu pemerintah pusat. Pejabat ini tidak dipilih oleh rakyat yang diperintah. Oleh
karena itu, Kepala Wilayah administrasi bertanggung jawab kepada pemerintah
pusat yang mengangkatnya, bukan kepada rakyat yang dilayaninya. Adapun pada
wilayah administrasi campuran, seperti provinsi dan kabupaten/kota, pejabat nya
dipilih oleh rakyat dan disahkan oleh pemerintah pusat.

Instansi vertikal berhubungan dengan field administration, administrasi lapangan dari


kantor pusat berdasarkan asas dekonsentrasi. Hubungan instansi vertikal dengan
departemen pusat adalah hierarkis dan subordinat. Instansi vertikal merupakan
konsekuensi dari asas dekonsentrasi. Menurut asas dekonsentrasi, pejabat pusat
membuat keputusan politik dan pelaksanaannya dilimpahkan kepada pejabatnya di
wilayah administrasi. Oleh karena itu, pejabat pusat akan membuat kantor-kantor
beserta kelengkapannya di wilayah administrasi yang merupakan cabang dari kantor
pusat. Kantor-kantor cabang yang berada di wilayah administrasi inilah yang disebut
instansi vertikal. Disebut vertikal karena berada di bawah kontrol langsung kantor
pusat.

Jadi, instansi vertikal adalah instansi/lembaga pemerintah yang merupakan cabang


dari kementerian pusat yang berada di wilayah administrasi sebagai kepanjangan
tangan dari departemen pusat. Oleh karena itu, instansi vertikal dibiayai oleh
departemen pusat. Pejabatnya diangkat, diberhentikan, dan dibina oleh pejabat
pusat. Oleh karena itu, ia bertanggung kepada pejabat pusat yang mengangkatnya.

Kegiatan Belajar 3
Administrasi Pemerintahan Daerah dan Birokrasi Lokal

A. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH

Penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara yang besar seperti Indonesia,


akan mengalami kesulitan jika pemerintahannya diselenggarakan secara sentralisasi.
Pemerintah nasional akan menanggung beban yang berat jika semua urusan
pemerintahan diatur dan diurus oleh pemerintah pusat. Luasnya wilayah dengan
kondisi geografis, budaya, agama, adat, dan kesukuan yang berbeda-beda
merupakan hambatan dalam penyelenggaraan pemerintahan terpusat. Hal lain yang
menjadi hambatan untuk menyelenggarakan pemerintahan secara terpusat adalah
faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan.
Secara faktual pentingnya dilaksanakan pemerintahan daerah dilandasi oleh
pertimbangan-pertimbangan berikut.
1. Adanya perbedaan daerah dalam sistem sosial, sistem politik, dan sistem budaya;
2. Upaya untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat;
3. Menciptakan administrasi pemerintahan yang efisien.

Sehingga dengan proses pemerintahan demikian, pemerintahan daerah mampu


melahirkan kinerja yang lebih efisien. Hal-hal yang membuat sistem pemerintahan
daerah lebih efisien sebagai berikut.
a. Dilihat dari kuantitasnya, urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah
lebih sedikit daripada yang diselenggarakan pemerintah pusat.
b. Dilihat dari rumitnya birokrasi, pemerintah daerah lebih sederhana daripada
diselenggarakan secara terpusat.
c. Dilihat dari pemberian pelayanan publik, pemerintahan daerah lebih dekat dengan
masyarakat sehingga lebih mudah, murah, dan cepat.
d. Dilihat dari cara menyelesaikan masalah, pemerintah daerah lebih cepat
menyelesaikannya.

Adapun tujuan dibentuknya pemerintahan daerah sebagai berikut.


1. Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan yang terlalu besar
mengenai masalah-masalah yang sebetulnya bisa diselesaikan oleh masyarakat
setempat.
2. Mendidik masyarakat untuk mengurus urusannya sendiri.
3. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Hal ini ini
terjadi karena masyarakat ikut terlibat langsung dalam pengambilan keputusan.
4. Memperkuat persatuan dan kesatuan nasional. Hal ini didasarkan pada kerangka
pikir bahwa dengan diberikannya kewenangan yang luas kepada daerah, terjadi
saling percaya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian,
upaya memisahkan diri dari pemerintah daerah menjadi kecil.

B. TIPOLOGI PEMERINTAHAN DAERAH

Pemerintahan daerah yang diselenggarakan menurut asas dekonsentrasi dan


desentralisasi terdapat dua tipe sebagai berikut.
1. Sistem Fungsional (Functional System)
Tipe ini memperlihatkan keterpisahan antar Kementerian Dalam melaksanakan
fungsi pelayanan pada wilayah kerja pejabatnya di daerah. Oleh karena itu, tipe ini
dikenal dengan fragmentation field administration, wilayah administrasi yang
terfragmentasi titik bentuk organisasi ini disebut sistem fungsional karena lebih
mengutamakan fungsi pelayanan yang bersifat sektoral.

2  Sistem Prefektur (Prefectorat System)


Dalam sistem prefektur, teritori nasional dibagi dalam wilayah administrasi atau
daerah otonom dengan batas yurisdiksi yang sama dan dengan sebutan yang sama
pula. Dalam sistem prefektur, pada wilayah administrasi yang dibentuk berdasarkan
asas dekonsentrasi, ditempatkan seorang wakil pemerintah pusat yang bertanggung
jawab kepada pemerintah pusat di bawah pembinaan Menteri Dalam Negeri.
Sementara itu, dalam teritori yang sama, juga dibentuk daerah otonom berdasarkan
asas desentralisasi. Daerah otonom tersebut diselenggarakan oleh pemerintah
daerah yang penyelenggaraannya dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD.
Jika sistem prefektur dijalankan berdasarkan asas dekonsentrasi dan asas
desentralisasi secara terpisah, disebut sistem prefektur terintegrasi. Sebaliknya
apabila sistem prefektur tersebut dijalankan dalam bentuk terintegrasi antara asas
dekonsentrasi (wilayah administrasi) dan desentralisasi (daerah otonom), disebut
sistem prefektur terintegrasi.

C. BIROKRAT LOKAL

Birokrasi lokal adalah organisasi pemerintahan daerah yang menyelenggarakan


kegiatan pemerintahan daerah untuk mencapai tujuan negara pada lingkup daerah.
Birokrasi lokal terdiri atas kepala daerah beserta aparatnya. Semua aparatur
Pemerintah Daerah di luar kepala daerah yang duduk dalam birokrasi lokal disebut
birokrat lokal. Birokrasi lokal merupakan konsekuensi kebijakan desentralisasi yang
melahirkan otonomi daerah. Dengan desentralisasi/otonomi daerah, lahirlah daerah
otonom, yaitu daerah yang berhak mengatur dan mengurus kepentingan nya sesuai
dengan aspirasi masyarakatnya. Disebut birokrasi lokal karena organisasi birokrasi ini
berada di bawah pemerintahan lokal/daerah. Kedudukan dan tugas pokok birokrasi
lokal adalah pelaksana kebijakan pemerintah daerah, baik yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah yang bersangkutan maupun pemerintah pusat, sedangkan
fungsinya adalah memberikan pelayanan publik demi mewujudkan kesejahteraan
masyarakat daerah yang bersangkutan.
MODUL 2 Pemerintahan Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Sebagai sebuah negara, Republik Indonesia memiliki undang-undang dasar yaitu UUD
1945. Berdasarkan UUD 1945, kerangka kenegaraan dan sistem pemerintahan
Republik Indonesia diatur. UUD 1945 menegaskan bahwa negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik. Ditegaskan pula bahwa Indonesia adalah
negara hukum yang berkedaulatan rakyat.

Kegiatan Belajar 1
Dasar Pembentukan Pemerintahan Daerah di Indonesia

A. PEMERINTAHAN DAERAH

Dasar pembentukan pemerintahan daerah adalah UUD 1945. Sebelum


diamandemen, ketentuan yang mengatur pemerintahan daerah adalah BAB VI Pasal
18 UUD 1945 tentang Pemerintah Daerah. Pasal ini berbunyi sebagai berikut.
Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan
mengingat I dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-
hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Inti Pasal 18 tersebut adalah susunan pemerintahan negara Indonesia tidak hanya
terdiri atas pemerintahan pusat, tapi juga terdapat pemerintahan daerah yang terdiri
atas daerah besar dan daerah kecil. Yang dimaksud dengan daerah tersebut adalah
daerah otonom, bukan wilayah administrasi dan bukan instansi vertikal. Daerah
otonom tersebut, baik yang berbentuk daerah besar maupun daerah kecil, harus
memperhatikan dua hal: 1) dasar permusyawaratan dan 2) hak asal usul dalam
daerah-daerah tertentu yang bersifat istimewa. Maksud harus memperhatikan dasar
permusyawaratan adalah pemerintahan daerah harus bersendikan demokrasi yang
ciri utamanya, yaitu adanya permusyawaratan dalam council/dewan rakyat daerah,
sedangkan yang dimaksud dengan harus memperhatikan hak asal usul dalam daerah-
daerah tertentu yang bersifat istimewa adalah daerah otonom yang dibentuk harus
memperhatikan dua daerah yang pada zaman Belanda diakui sebagai daerah yang
berpemerintahan sendiri berdasarkan hukum adat. Dua daerah tersebut adalah
zelfbesturende lanschappen atau daerah swapraja dan kesatuan masyarakat hukum
pribumi; volksgemeenschappen atau zelfstandigemenschappen, seperti desa, nagari,
marga, dan sebagainya (Manan, 1994).
Dengan demikian, tampak sekali bahwa sesuai dengan pengertian aslinya,
pemerintahan daerah dilihat dari susunannya terdiri atas daerah besar dan daerah
kecil, sedangkan jika dilihat dari bentuknya pemerintah daerah berbentuk daerah
otonom, bukan daerah/wilayah administrasi. Selain itu, adanya penjelasan Pasal 18
UUD 1945, ada hal penting tentang pemerintahan daerah yang perlu digarisbawahi,
yaitu dalam negara Indonesia tidak terdapat negara bagian atau dalam istilah
penjelasan tidak memiliki daerah yang bersifat staat juga. Artinya, Indonesia sebagai
negara kesatuan tidak memiliki negara bagian di dalamnya.

B. DAERAH BESAR DAN DAERAH KECIL

Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan bahwa daerah terdiri atas daerah besar dan daerah
kecil. Dalam penjelasan yang dimaksud, daerah besar nomenklaturnya disebutkan
secara jelas, yaitu provinsi, sedangkan daerah kecil sama sekali tidak disebutkan.
Agar semuanya jelas, kita harus melihat setting sosial politik saat Pasal 18
dirumuskan.

Kita semua tahu bahwa UUD 1945, termasuk di dalamnya Pasal 18, dibuat melalui
pembahasan dalam sidang-sidang BPUPKI mulai 29 Mei sampai dengan 18 Agustus
1945. Pada saat itu, negara Indonesia di bawah kekuasaan bala tentara Dai Nippon
Jepang. Pada dasarnya, Pemerintah Bala Tentara Jepang mewarisi sistem
Pemerintahan Hindia Belanda. Oleh karena itu, dalam menyelenggarakan
pemerintahannya, Jepang tetap menggunakan struktur Pemerintahan Belanda
dengan sedikit perubahan. Perubahan dimaksud adalah menghapus provinsi dan
afdeling. Di samping itu, nomenklatur dan sebutan pejabatnya diganti dengan bahasa
Jepang.

C. DAERAH OTONOM, DAERAH WILAYAH ADMINISTRASI, DAN DAERAH ISTIMEWA

Menurut Pasal 18 dan penjelasannya UUD 1945, diakui adanya daerah otonom,
daerah administrasi, dan daerah istimewa. Daerah istimewa merujuk pada daerah-
daerah bekas daerah swapraja dan kesatuan masyarakat hukum pribumi yang ada
pada zaman Hindia Belanda. Pasal 18 B ayat (1) UUD 1945 mengakui daerah otonom
yang bersifat khusus dan yang bersifat istimewa. Adapun Pasal 18 B ayat (2) UUD
1945 memberi mandat kepada negara untuk mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-hak tradisionalnya yang masih hidup
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan sesuai dengan prinsip NKRI. Kesatuan
masyarakat hukum adat itu bukan desa bentukan pemerintah, tetapi komunitas asli
yang mengatur dirinya dengan hukum adat yang di dunia internasional disebut
indigenous and tribal peoples.

Kegiatan Belajar 2
Hubungan Pusat dan Daerah

A. HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH


Menurut UUD 1945, hubungan pusat dan daerah adalah hubungan desentralistis
yang berpegang pada permusyawaratan, pemeliharaan, dan pengembangan prinsip-
prinsip pemerintahan asli, kebhinekaan, dan berdasarkan hukum.

B. SISTEM RUMAH TANGGA DAERAH

Sistem rumah tangga daerah menurut UUD 1945, adalah (a) harus menjamin
keikutsertaan rakyat; (b) bersifat asli bukan sesuatu yang diserahkan oleh satuan
pemerintahan tingkat lebih atas; (c) memberi tempat bagi prakarsa dan inisiatif
daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri; (d) berbeda-beda
antara satu daerah dan daerah lain; (e) mencerminkan hubungan desentralistis
antara pusat dan daerah; (f) ditujukan untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan sosial; serta (g) ada tempat bagi pemerintah pusat untuk
mempengaruhi rumah tangga daerah demi menjamin pemerataan keadilan dan
kesejahteraan sosial.

C. MEKANISME HUBUNGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH

Hubungan pusat dan daerah diatur dalam mekanisme hubungan di bidang otonomi,
dekonsentrasi, tugas pembantuan, susunan organisasi, keuangan, dan pengawasan.
Di bidang otonomi, pusat menciptakan hubungan desentralistis sehingga memberi
keleluasaan dan kebebasan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingannya
berdasarkan kehendaknya. Di bidang dekonsentrasi, pusat menciptakan hubungan
pengendalian pada daerah agar tetap berada dalam koridor negara kesatuan. Di
bidang tugas pembantuan, pusat memberi tugas kepada daerah sesuai dengan
peraturan-peraturan perundangan dengan tanggung jawab pada pemerintah daerah.
Di bidang susunan organisasi, pemerintahan daerah terdiri atas daerah besar
(provinsi) dan daerah kecil (kabupaten/kota dan desa) yang harus bersendikan
permusyawaratan/demokrasi. Di bidang keuangan, pusat memberi keleluasaan
kepada daerah untuk mencari dana sendiri Iewat pajak dan retribusi dengan
memberi campur tangan keuangan untuk mengatur pemerataan dan keadilan sosial.
Di bidang pengawasan, pusat melakukan pengawasan represif dan preventif kepada
daerah agar tetap berada pada koridor peraturan perundang-undangan.

Kegiatan Belajar 3
Sistem Administrasi Pemerintahan Daerah

Sistem administrasi pemerintahan daerah adalah kesatuan yang utuh antara


berbagai komponen dalam pemerintahan daerah yang melakukan proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian untuk mencapai
tujuan pemerintahan daerah. Komponen-komponen yang penting dalam sistem
administrasi pemerintahan daerah adalah (a) kewenangan, (b) organisasi, (c)
keuangan, dan (d) kepegawaian.

A. KEWENANGAN

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU Nomor 23/2014, kewenangan


pemerintah pusat dibatasi hanya pada bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, fiskal dan moneter, agama, serta kewenangan bidang lain.
Dengan demikian, daerah memiliki kewenangan yang luas dan bulat. Luas artinya
semua kewenangan, selain enam urusan tersebut, merupakan kewenangan daerah.
Sementara itu cuma bulat Artinya bahwa dalam melaksanakan kewenangan yang
telah diserahkan tersebut mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasannya, merupakan tanggung jawab pemerintah daerah sepenuhnya.

B. ORGANISASI

UU Nomor 23/2014, pemerintah daerah terdiri atas provinsi, kabupaten, dan kota.
Masing-masing satuan pemerintahan tersebut sebagai daerah otonom sekaligus
sebagai wilayah administrasi. Sebagai daerah otonom, ia berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan kepadanya; sebagai wilayah
administrasi kepala daerahnya dan juga sebagai wakil pemerintah pusat di
daerahnya. Hubungan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatem/kota
sebagai daerah otonom adalah hubungan koordinasi yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan, sedangkan sebagai wilayah administrasi pemerintah provinsi
yang membawahi pemerintah kabupaten/kota dalam hubungan hierarki.

C. KEUANGAN

Sumber pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah, pendapatan


transfer, dan lain-lain pendapatan yang sah.

D. KEPEGAWAIAN

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 23


Tahun 2014 kepegawaian daerah ditangani kembali oleh pemerintah pusat. Namun,
pemerintah pusat lalu menyerahkan sebagian kewenangannya, yaitu masalah
pembinaan dan pemindahan kepada gubernur dan bupati/walikota.
Dengan ketentuan tersebut, di daerah hanya terdapat pegawai daerah, kecuali
pegawai instansi vertikal yang oleh undang-undang memang masih menjadi
kewenangan pusat. Pegawai pusat, baik yang berasal dari instansi vertikal maupun
perangkat dekonsentrasi serta pegawai provinsi dati 1, semuanya dilimpahkan
menjadi pegawai daerah. Kemudian, untuk kelancaran pelaksanaan manajemen
pegawai negeri sipil daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah. Badan
Kepegawaian Daerah adalah perangkat daerah yang dibentuk oleh pemerintah
daerah.

MODUL 3 Urusan Pemerintahan Daerah dan Koordinasi Pemerintahan Daerah

Dalam negara kesatuan, seperti Indonesia, semua urusan pemerintahan dimiliki oleh
pemerintah pusat. Pemerintah pusat dalam negara Indonesia yang wilayahnya
sangat besar ini akan mengalami banyak kesulitan jika semua urusan pemerintahan
yang dimiliki tersebut diselenggarakan sendiri. Agar pusat tidak menanggung beban
yang terlalu berat, sebagian urusan pemerintahan tersebut diserahkan atau
dilimpahkan kepada daerah.
Cara pemerintah pusat menyerahkan atau melimpahkan urusan pemerintahan
tersebut ada dua cara. Pertama dengan cara diperinci satu per satu (ultra vires
doctrine) dan kedua dengan cara membuat rumusan umum (open end arrangement
atau general competence).

Kegiatan Belajar 1
Urusan Pemerintahan dan Cara Penyerahannya kepada Daerah

A. DISTRIBUSI URUSAN PEMERINTAHAN

Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Karena itu, kedaulatan berada ditangan
rakyat. Karena pemilik kedaulatan adalah rakyat, yang memiliki kewenangan
menyelenggarakan negara ini juga rakyat.
Dalam bidang legislatif, dibuatlah Sistem perwakilan. Rakyat memilih wakil-wakilnya
untuk duduk dalam lembaga tinggi negara yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) yang terdiri atas DPR dan DPD, lalu memberi mandat untuk melaksanakan
sebagian kedaulatannya.
Dalam bidang eksekutif, rakyat menyerahkan kedaulatannya kepada presiden
dengan cara memilihnya secara langsung.
Isi kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat mencakup urusan pemerintahan
umum dan urusan pemerintahan di luar urusan pemerintahan umum. Kristiadi
(1992) menjelaskan bahwa urusan pemerintahan umum mencakup pengaturan
kehidupan politik, sosial, ketertiban, pertahanan, dan keamanan. Sementara itu,
urusan pemerintahan di luar urusan pemerintahan umum meliputi penyediaan
pelayanan masyarakat dalam arti luas, seperti pelayanan kesehatan, pos, dan
telekomunikasi.
Humes IV (1991: 3-7) menjelaskan bahwa dasar pendistribusian kewenangan antara
pusat dan daerah terdiri atas dua pendekatan. Pertama, Berdasarkan pada basis
kewilayahan (teritorial). Kedua, berdasarkan pada basis fungsional. Pada basis
teritorial, kewenangan untuk menyelenggarakan urusan urusan lokal didistribusikan
di antara satuan wilayah (local state government) dan pemerintah lokal (local self-
government). Adapun pada basis fungsional kewenangan untuk menyelenggarakan
urusan urusan lokal didistribusikan antara kementerian-kementerian sektoral/khusus
dan agen-agennya yang berada di luar kantor pusatnya (instansi vertikal) sebagai
pelaksana kebijakan (kebijakan administratif).

B. CARA PENYERAHAN URUSAN PEMERINTAHAN

Pada dasarnya, urusan pemerintahan dalam negara kesatuan adalah milik


pemerintah pusat. Dengan kebijakan desentralisasi, pemerintah pusat menyerahkan
urusan pemerintahan tersebut kepada daerah. Penyerahan wewenang terdiri atas
hal berikut.
1. Cara penyerahan, yaitu apakah dengan cara membuat pernyataan umum (open
end arrangement atau general competence) atau dengan cara perinci (ultra vires
doctrine).
2. Materi urusan pemerintahan adalah semua urusan pemerintahan yang terdiri atas
urusan pemerintahan umum dan urusan pemerintahan lainnya.
3. Manusia yang diserahi urusan adalah masyarakat yang tinggal di daerah yang
bersangkutan sebagai Kesatuan masyarakat hukum. Jadi, bukan kepada Kepala
Daerah atau kepada DPRD atau keduanya.
4. Wilayah yang diserahi urusan pemerintahan adalah daerah otonom, bukan wilayah
administrasi.

Penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah dapat


dilakukan dengan dua cara berikut.
1. Ultra vires doctrine, yaitu pemerintah pusat menyerahkan wewenang
pemerintahan kepada daerah otonom dengan cara memerinci satu per satu. Daerah
otonom hanya boleh menyelenggarakan wewenang yang diserahkan tersebut. Sisa
wewenang dari wewenang yang diserahkan kepada daerah otonom secara teperinci
tersebut tetap menjadi wewenang pusat.
2. Open end arrangement atau general competence, yaitu daerah otonom boleh
menyelenggarakan semua urusan di luar yang dimiliki pusat. Artinya, pusat
menyerahkan urusan pemerintahan kepada daerah untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan berdasarkan kebutuhan dan inisiatifnya sendiri di luar kewenangan
yang dimiliki pusat. Di sini, pusat tidak menjelaskan secara spesifik urusan
pemerintahan apa saja yang diserahkan ke daerah, tetapi hanya menyatakan, "Di
luar kewenangan pusat, semuanya adalah urusan daerah. Silakan diselenggarakan
dengan baik dan bertanggung jawab sesuai peraturan." Demikian kira-kira kata
pemerintah pusat kepada daerah.

Kegiatab Belajar 2
Kewenangan Pemerintah Pusat

A. PEMERINTAH PUSAT

Pemerintah pusat terdiri atas presiden beserta para menteri/kabinet. Presiden


adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Para menteri/kabinet diangkat
dan bertanggung jawab kepada presiden. Menteri terdiri atas menteri koordinator,
menteri yang memimpin kementerian, menteri negara, dan menteri muda. Menteri
koordinator adalah menteri yang bertugas mengkoordinasikan beberapa menteri
dalam satu lingkup fungsi yang saling berkaitan. Menteri koordinator tidak
memimpin kementerian. Menteri yang memimpin Kementerian adalah menteri yang
mengepalai sebuah Kementerian.

B. KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT

Pemerintah pusat memiliki semua kewenangan pemerintahan. Hal ini sebagai akibat
pelimpahan dari rakyat kepada presiden melalui pemilu. Akan tetapi, sesuai dengan
UUD 1945, pemerintahan harus diselenggarakan secara terdesentralisasi. Oleh
karena itu, sebagian kewenangan tersebut harus diserahkan kepada daerah. Sesuai
dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan pusat dibatasi hanya pada bidang
politik luar negeri, hankam, moneter dan fiskal, peradilan, agama, serta kewenangan
lain. Kewenangan provinsi adalah kewenangan lintas kabupaten/kota, bidang
pemerintahan tertentu, kewenangan yang belum dapat dilaksanakan pemerintah
kabupaten/kota, dan kewenangan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat.
Sedangkan kewenangan kabupaten/kota adalah semua kewenangan, selain
kewenangan pusat dan provinsi.

Kegiatan Belajar 3
Koordinasi dan Kerja Sama Antarpemerintahan Daerah

A. PENGERTIAN KOORDINASI

Kegiatan koordinasi adalah menyatupadukan kegiatan organisasi pemerintahan


untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Beberapa pakar berpendapat bahwa
masalah kerja sama, persengketaan, perselisihan, atau pertikaian merupakan bagian
dari koordinasi. Koordinasi pemerintahan meliputi hal berikut.
1. Kegiatan pemerintahan dan pembangunan akan melibatkan sumber daya dan
masyarakat titik oleh karena itu, hasil guna dan daya guna menjadi pedoman.
2. Bagaimana menjamin keterpaduan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan
bersama dalam pemerintahan dan pembangunan.
3. Komponen yang terlibat sama penting, berbeda kontribusi karena perbedaan
peran dan fungsi. Oleh karena itu, tidak ada yang tidak diperhitungkan.

Koordinasi pemerintahan daerah merupakan bagian integral dalam manajemen


pemerintahan daerah. Sebagai kegiatan manajemen, kegiatan ini akan lebih
bermakna apabila ditinjau oleh kegiatan integrasi dan sinkronisasi dalam upaya
mencapai sasaran dan tujuan serta menjalankan misi untuk mewujudkan visi. Dalam
pelaksanaan koordinasi pemerintah daerah, Sekretaris Daerah mempunyai peranan
yang sangat penting. Iya mempunyai kedudukan, tugas, dan fungsi dalam
mengoordinasikan antar perangkat daerah yang mencakup Dinas Daerah atau unit
pelaksana teknis daerah. Penyusunan atau pembentukan perangkat daerah
didasarkan atau berpedoman pada peraturan pemerintah. Jumlah perangkat daerah
harus disesuaikan dengan kebutuhan riil daerah atau kondisi nyata daerah sehingga
terbentuk organisasi yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan, menjalankan
misi, dan mewujudkan visi masing-masing daerah.

B. PERAN GUBERNUR DAN BUPATI/WALI KOTA DALAM KOORDINASI


PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DAERAH

Kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/walikota, mempunyai peran yang


sangat menentukan dalam mencapai keberhasilan pembangunan. Disini, peran
sebagai koordinator sangat menentukan Karena tanpa adanya koordinasi yang baik,
jalannya pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan tidak efektif.

C. KERJA SAMA ANTARPEMERINTAHAN DAERAH

Untuk pembangunan dan kemajuan daerah pemerintah daerah dapat melakukan


kerjasama dengan berbagai pihak yang memungkinkan, baik dari sumber dalam
negeri maupun luar negeri. Pemerintah daerah dapat bekerja sama apabila
mendapat persetujuan DPRD. Kerjasama bilateral dalam negeri dapat dilakukan
antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan dengan institusi/lembaga yang
dibutuhkan. Begitu pula halnya dengan kerjasama dari sumber luar negeri. Namun,
dalam kerjasama luar negeri, daerah harus mendapat persetujuan pemerintahan
pusat yang diwakili oleh Menteri Keuangan. Menteri keuangan bank evaluasi
kesesuaian proyek yang akan dibiayai, kemampuan keuangan daerah, dan
kemampuan daerah untuk membayar pinjaman. Atas dasar ini, persetujuan atau
ketidak Setujuan diberikan oleh pemerintah pusat.
MODUL 4 Pengelolaan Keuangan Daerah

Penyelenggaraan pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila


daerah memiliki kapasitas keuangan yang memadai sehingga penyelenggaraan
urusan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan fungsi pelayanan masyarakat
(public service function), fungsi pembangunan (development function), fungsi
pemberdayaan masyarakat, dan fungsi perlindungan masyarakat (protective
function) terlaksana dengan baik. Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan
menimbulkan siklus efek negatif, antara lain rendahnya tingkat pelayanan kepada
masyarakat.

Kegiatan Belajar 1
Perencanaan Keuangan Daerah

A. KONSEP PENGANGGARAN DAERAH

Jika daerah tidak mempunyai anggaran yang cukup, daerah tidak dapat
menyelenggarakan program pelayanan publik. Dengan demikian, keuangan daerah
merupakan faktor yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Davey (1989) menyatakan bahwa kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh
adanya sumber pendapatan daerah dan tingkat lukratifnya. Tingkat lukratif tidaknya
sumber pendapatan daerah ditentukan oleh sejauh mana dasar pengenaan pajak
responsif terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi.

Sumber keuangan daerah selalu terkait dengan hubungan keuangan antara


pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hubungan keuangan antara pusat dan
daerah merupakan cermin dan cara pandang suatu negara terhadap pemerintah
daerahnya. Dalam hal ini, terdapat dua pandangan. Pertama, pandangan yanh
menyatakan bahwa pemerintah daerah merupakan formalisasi dan legalisasi dari
keberadaan masyarakat yang sudah ada sebelumnya dalam struktur negara bangsa.
Kedua, pandangan yang menganggap pemerintah daerah sebagai bagian dan alat
pemerintah pusat untuk menjalankan kekuasaannya.
Dalam penganggaran daerah, terdapat tiga analisis yang saling terkait seperti berikut.
1. Analisis Penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan daerah dalam menggali
sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
meningkatkan pendapatan tersebut.
2. Analisis Pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar biaya-biaya dari
suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut
meningkat.
3. Analisis Anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara pendapatan dan
pengeluaran serta kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa depan.

Terdapat beberapa cara dalam menyusun anggaran, di antaranya adalah line item
budgeting (traditional budgeting), penganggaran berdasarkan kinerja (performance
budgeting), planning programing budgeting system, dan zero base budgeting.

B. PENGERTIAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban daerah yang
dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat
dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Keuangan daerah haruslah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Pengelolaan keuangan daerah merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi


perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah. Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan
keuangan daerah sebenarnya diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan peraturan daerah tersebut,
kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah tentang sistem dan prosedur
pengelolaan keuangan daerah. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah
tersebut mencakup tata cara penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan dan
akuntansi, pelaporan, pengawasan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah.

C. PERENCANAAN KEUANGAN DAERAH


1. Fungsi Anggaran Daerah
Peranan penting anggaran daerah dalam sistem keuangan daerah dapat dilihat dari
fungsi utamanya, yaitu sebagai alat perencanaan, pengendalian, kebijakan fiskal,
politik, koordinasi, dan evaluasi kinerja untuk memotivasi manajemen pemerintah
daerah dan untuk menciptakan ruang publik.
2. Prinsip-prinsip Pokok dalam Penganggaran Daerah
Untuk pemerintah daerah, prinsip-prinsip pokok dalam penganggaran, menurut
World Bank (1998), sebagai berikut.
• Komprehensif dan disiplin
• Fleksibilitas
• Terprediksi
• Kejujuran
• Informasi
• Transparansi, akuntabilitas, dan value for money
3. Struktur Anggaran Daerah
Struktur anggaran daerah yang disusun dengan pendekatan kinerja merupakan satu
kesatuan yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan
daerah.
4. Proses Penyusunan Anggaran Daerah (APBD)
Siklus anggaran daerah atau proses penganggaran pada dasarnya tidak berbeda
antara sektor swasta dan publik. Siklus anggaran daerah meliputi empat tahap, yaitu
planning and preparation, approval/ratification, implementation, serta reporting and
evaluation.
5. Bagaimana Proses Penyusunan APBD?
Dalam menyusun anggaran daerah (APBD), pemerintah daerah di negara kita harus
menyusun rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) dengan menggunakan bahan
dari rencana kerja OPD untuk jangka waktu satu tahun yang mengacu pada rencana
kerja pemerintah pusat.

Kegiatan Belajar 2
Pelaksanaan dan Penatausahaan Keuangan Daerah

A. PELAKSANAAN APBD
Setiap OPD yang mempunyai tugas memungut atau menerima pendapatan daerah
wajib melaksanakan pemungutan atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Penerimaan OPD berupa uang
atau cek harus disetor ke rekening kas umu daerah paling lama satu hari kerja.
Selanjutnya, PPKD paling lama tiga hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD
ditetapkan memberitahukan semua kepala OPD agar menyusun rancangan DPA-OPD.
Rancangan DPA-OPD memuat sasaran yang hendak dicapai, program, kegiatan,
anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, rencana penarikan dana
tiap-tiap OPD, serta pendapatan yang diperkirakan.
APBD dimungkinkan mengalami perubahan apabila terjadi seperti perkembangan
yang tidak sesuai dengan asumsi KUA; keadaan yang menyebabkan harus dilakukan
pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;
keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan; serta keadaan darurat dan luar biasa.

B. PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH

Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/pengeluaran,


dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan
daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Penerimaan daerah di setor ke rekening kas umum daerah
pada bank pemerintah yang ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa BUD menerima
nota kredit. Penerimaan daerah yang disetor ke rekening kas umum daerah
dilakukan dengan cara disetor langsung ke bank oleh pihak ketiga; disetor melalui
bank lain, badan, lembaga keuangan, atau kantor pos oleh pihak ketiga; dan disetor
melalui bendahara penerimaan oleh pihak ketiga. Sementara itu, pengeluaran kas
atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan
dengan SPD. Penerbitan SPD dilakukan per bulan, per triwulan, atau persemester
sesuai dengan ketersediaan dana.

Kegiatan Belajar 3
Akuntansi, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah

A. AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH


1. Prosedur Akuntansi Penerimaan Kas pada SKPKD
Prosedur akuntansi penerimaan kas pada SKPKD meliputi serangkaian proses, mulai
dari pencatatan, pengikhtisaran, sampai pelaporan keuangan yang berkaitan dengan
penerimaan kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
2.Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas pada SKPKD
Prosedur akuntansi pengeluaran kas pada SKPKD meliputi serangkaian proses, mulai
dari pencatatan, pengikhtisaran, sampai pelaporan keuangan yang berkaitan dengan
pengeluaran kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer. Prosedur akuntansi
pengeluaran kas merupakan fungsi akuntansi SKPKD.
3. Prosedur Akuntansi Aset pada SKPKD
Prosedur akuntansi aset pada SKPKD meliputi serangkaian proses pencatatan dan
pelaporan akuntansi atas perolehan, pemeliharaan, rehabilitasi, penghapusan,
pemindahtanganan, perubahan klasifikasi, dan penyusutan terhadap aset tetap yang
dikuasai/digunakan SKPKD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan
aplikasi komputer.
4. Prosedur Akuntansi selain Kas pada SKPKD
Prosedur akuntansi, selain kas pada SKPKD, meliputi serangkaian proses, mulai dari
pencatatan, pengikhtisaran, sampai pelaporan keuangan yang berkaitan dengan
semua transaksi atau kejadian selain kas yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer.

B. PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD


Dalam kaitan dengan pertanggungjawaban APBD, PPK-OPD menyiapkan laporan
keuangan OPD tahun anggaran bersangkutan dan disampaikan kepada kepala OPD
untuk ditetapkan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran OPD.
Laporan keuangan OPD disampaikan kepada kepala daerah melalui PPKD paling
lambat dua bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan disusun oleh
pejabat pengguna anggaran sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang berada di OPD
yang menjadi tanggung jawabnya. Laporan keuangan OPD terdiri atas laporan
realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan
OPD dilampiri dengan surat pernyataan kepala OPD bahwa pengelolaan APBD yang
menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian
intern yang memadai dan standar akuntansi pemerintahan.
C. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah pada dasarnya tidak terlepas dari
pembinaan dan pengawasan pemerintah pusat. Pemerintah pusat melakukan
pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan kepada pemerintah daerah yang
dikoordinasikan oleh menteri dalam negeri. Pembinaan pengelolaan keuangan
daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur selaku wakil
pemerintah pusat. Sementara itu, DPRD melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. Pengawasan yang dilakukan DPRD
bukan pemeriksaan, tetapi pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin
pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam Peraturan daerah tentang APBD.
Dalam rangka meningkatkan kinerja transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya.
Pengendalian intern merupakan proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan
yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tercermin dari
keandalan laporan keuangan, Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan
kegiatan, serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan.
Kemudian pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah
secara ekstern dilakukan oleh BPK. BPK mengaudit semua item pos anggaran
pemerintah daerah, baik yang anggarannya bersumber dari APBD maupun APBN.
Pemerintah daerah harus dapat mempertanggungjawabkan setiap penggunaan
anggaran.

MODUL 5 Lembaga Pemerintah Daerah

Lembaga pemerintahan daerah terdiri atas mayor dan council. Horton dan Hunt
(1984:211) menjelaskan, lembaga adalah sistem norma untuk mencapai tujuan atau
kegiatan yang dirasa penting. Lembaga adalah proses yang terstruktur yang dipakai
orang untuk menyelenggarakan kegiatannya. Dengan demikian, lembaga
pemerintahan daerah adalah sistem aturan atau proses yang terstruktur yang
digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Sistem aturan ini lalu
dikonkretkan menjadi organisasi. Jadi, organisasi adalah wujud konkret dari lembaga
yang bersifat abstrak. Melalui wujud organisasi inilah, lembaga pemerintahan daerah
menjalankan fungsi dan kegiatannya untuk mencapai tujuan.
Sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, lembaga pemerintahan daerah terdiri atas
mayor dan council. Masing-masing lembaga menjalankan fungsi sesuai dengan
kedudukan dan fungsinya dalam sistem administrasi negara Indonesia. Dilihat dari
administrasi publik, kedua lembaga tersebut merupakan kesatuan integral yang
memberikan pelayanan publik sesuai dengan bidang tugasnya dalam rangka
mencapai tujuan pemerintah daerah.

Kegiatan Belajar 1
Dewan Lokal dan Eksekutif Daerah

A. DEWAN LOKAL (COUNCIL/RAAD) DAN MAYOR


Council adalah lembaga yang berwenang membuat kebijakan daerah, menyusun
anggaran, serta melakukan pengawasan jalannya pemerintahan daerah.
Mayor dan commission adalah lembaga pelaksana kebijakan daerah. Di negara kita,
mayor adalah gubernur/bupati/walikota, sedangkan commission adalah dinas dan
badan.

B. LEMBAGA DAERAH MENURUT UU NO. 23/2014


1. Dewan Lokal (DPRD)
Di bawah UU Nomor 32/2014, dewan lokal terdiri atas DPRD Provinsi dan DPRD
kabupaten/kota. DPRD provinsi untuk daerah otonom provinsi, sedangkan DPRD
kabupaten/kota untuk daerah otonom kabupaten/kota. DPRD adalah lembaga yang
mewakili rakyat untuk daerah otonom yang bersangkutan. Anggota DPRD dipilih oleh
rakyat dalam Pemilu secara umum, bebas, dan rahasia dari partai politik. Fungsi
utama DPRD adalah pembuatan kebijakan daerah, anggaran dan pengawasan,
membuat peraturan daerah, menetapkan APBD, dan melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Kepala Daerah (Mayor)
Sejak UU Nomor 18/1965, negara Indonesia tidak mengenal college atau badan
pelaksana kebijakan daerah yang dibentuk oleh dewan lokal (council). Hal ini berbeda
dengan UU Nomor 22/1948 juncto UU Nomor 1/1957. Di bawah dua UU ini, organ
pemerintahan daerah terdiri atas dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dan
dewan pemerintah daerah (DPD). DPRD adalah dewan lokal (council), sedangkan DPD
adalah college, yaitu badan pelaksana kebijakan daerah yang dibuat oleh DPRD dan
anggota-anggotanya berasal dari DPRD juga.

Organ pemerintahan daerah berubah sejak UU Nomor 18/1965 sampai sekarang (UU
Nomor 32/2014). Sejak tahun 1965, organ pemerintahan daerah terdiri atas dewan
lokal (council), yaitu DPRD dan mayor (gubernur/bupati/wali kota) dan committee
(dinas dan badan). Menurut UU Nomor 32/2014, badan pelaksana urusan
pemerintahan yang didesentralisasikan adalah dinas dan badan di bawah
gubernur/bupati/wali kota.
Kedudukan kepala daerah (mayor) di bawah UU Nomor 23/2014 mempunyai dua
fungsi (dual function), yaitu 1) sebagai alat daerah otonom dan 2) sebagai wakil
pemerintah pusat. Oleh karena itu, daerah otonom provinsi (local self-government)
sekaligus sebagai wilayah administrasi (local state-government). Begitu juga daerah
otonom (local self-government) kabupaten/kota juga sekaligus sebagai wilayah
administrasi (local state-government).
Hal ini berbeda dengan pengaturan di bawah UU Nomor 22/1999, yaitu provinsi dan
kabupaten/kota adalah murni daerah otonom (local self-government) bukan
campuran antara local self government dan local state-government. Model
pemerintahan daerah di bawah UU Nomor 23/2014 mirip dengan model
pemerintahan daerah pada

masa penjajahan Belanda di bawah Indische Staatsregeling 1922. Oleh karena itu,
gubernur dan bupati/wali kota adalah kepala daerah otonom sekaligus wakil
pemerintah pusat yang mengawasi jalannya pemerintahan daerah otonom.
Perbedaannya, pada zaman penjajahan Belanda, yang pertama
gubernur/bupati/walikota diangkat oleh pemerintah pusat, sedangkan dibawah UU
Nomor 23/2014 dipilih langsung oleh rakyat; kedua yang melaksanakan tugas
pemerintahan harian adalah college, sedangkan di bawah UU Nomor 23/2014 adalah
gubernur/bupati/walikota dan kepala-kepala dinas.

Kegiatan Belajar 2
Perangkat Daerah (Committee)

Pemerintah daerah memerlukan sumber daya manusia untuk menyelenggarakan


kegiatan pemerintahannya. Dalam literatur Barat, sumber daya manusia yang
menyelenggarakan kegiatan pemerintahan tersebut berada di bawah council dan
mayor. Council membentuk committee dan subcommittee yang diisi oleh tenaga-
tenaga ahli yang profesional. Committee dan subcommittee diberi tugas
melaksanakan kebijakan di bidang-bidang pelayanan publik, misalnya bidang
kesehatan, pendidikan, perumahan, pengairan, jalan raya, dan pertamanan.
Committee dan subcommittee bertanggung jawab kepada council yang juga diketuai
oleh mayor.

Committee dan subcommittee kemudian menjelma menjadi lembaga supporting


system untuk pemerintah daerah. Lembaga ini di negara kita dikenal dengan istilah
perangkat daerah. Perangkat daerah adalah birokrat daerah yang berfungsi
mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perangkat daerah diisi oleh
aparatur sipil negara.

Sesuai dengan UU Nomor 23/2014, perangkat daerah terdiri atas Perangkat daerah
provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota. Perangkat daerah provinsi terdiri
atas hal berikut:
1. Sekretariat daerah;
2. Sekretariat DPRD;
3. Inspektorat;
4. Dinas; dan
5. Badan.

Sementara itu, perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas hal berikut:


1. Sekretariat daerah;
2. Sekretariat DPRD;
3. Inspektorat;
4. Dinas;
5. Badan; dan
6. Kecamatan.

A. SEKRETARIAT DAERAH
Sekretariat daerah merupakan staf Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang
sekretaris daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala
daerah. Sekretariat daerah mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam
melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi dan
tatalaksana, serta memberikan pelayanan administratif kepada seluruh perangkat
daerah.

B. SEKRETARIAT DPRD
Sekretariat DPRD adalah unsur staf pelayanan DPRD. Sekretariat DPRD merupakan
unsur pelayanan terhadap DPRD, dipimpin oleh seorang sekretaris yang bertanggung
jawab kepada pimpinan DPRD, dan secara administratif dibina oleh Sekretaris
Daerah. Sekretariat DPRD mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif
kepada anggota DPRD.

C. INSPEKTORAT DAERAH
Inspektorat adalah perangkat daerah yang mempunyai fungsi pengawasan atas
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan dan
ditugaspembantuankan. Inspektorat dipimpin oleh Inspektur dan bertanggung jawab
kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

D. DINAS DAERAH
Dinas merupakan unsur pelaksanaan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan
dan ditugaspembantuankan. Dinas dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

E. BADAN
Badan merupakan unsur penunjang pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang
dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

F. KECAMATAN
Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten/kota.
Camat adalah kepala Kecamatan. Status Kecamatan sesuai dengan UU Nomor 22
Tahun 1999 juncto UU Nomor 32/2004 juncto UU Nomor 23/2014 bukan lagi sebagai
wilayah administrasi, tetapi sebagai wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah
kabupaten/kota. Dengan demikian, Camat adalah perangkat daerah kabupaten atau
daerah kota, bukan sebagai kepala wilayah. Pembentukan Kecamatan ditetapkan
dengan peraturan daerah. Camat diangkat oleh bupati atau walikota atas usul
Sekretaris Daerah. Camat bertanggung jawab kepada bupati atau walikota.

Kegiatan Belajar 3
Instansi Vertikal di Daerah

Instansi vertikal adalah lembaga milik pusat yang ditempatkan di luar kantor
pusatnya. Lembaga ini pada dasarnya adalah kantor cabang dari kementerian pusat
yang dibentuk di wilayah-wilayah negara di luar kantor pusatnya. Instansi vertikal
adalah kantor cabang dari kementerian pusat di daerah berdasarkan asas
dekonsentrasi. Instansi vertikal berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
menteri yang bersangkutan. Hanya dalam menyelenggarakan tugasnya, instansi
vertikal di bawah koordinasi kepala daerah tempat instansi vertikal tersebut berada.

A. INSTANSI VERTIKAL PADA WILAYAH PROVINSI

Menurut UU Nomor 23/2014, kewenangan pemerintah pusat dibatasi hanya pada


enam bidang: politik luar negeri, keuangan dan moneter nasional, manajemen
peradilan, agama, pertahanan, serta keamanan. Kewenangan di luar enam bidang
tersebut diserahkan kepada daerah. Konsekuensinya, pemerintah pusat harus
membatasi diri dalam campur tangan urusan pemerintahan yang sudah menjadi
kewenangan daerah. Karena enam bidang urusan kewenangan tersebut masih
menjadi kewenangan pemerintah pusat, maka bidang itulah yang masih
diselenggarakan oleh pemerintah pusat, yang pelaksanaannya menjadi tugas
kementerian. Kementerian tersebut memiliki kepanjangan tangan di provinsi yang
disebut instansi vertikal.
Dengan mengikuti ketentuan undang-undang tentang pemerintahan daerah
tersebut, seharusnya di provinsi terdapat instansi vertikal yang menangani
kewenangan pemerintahan yang masih menjadi milik pemerintah pusat. Akan tetapi,
keberadaan instansi vertikal tersebut tidak harus ada pada setiap provinsi.
Keberadaan instansi vertikal di provinsi berdasarkan kebutuhan akan tugas
dekonsentrasi yang ditentukan oleh pemerintah dan kementerian teknis yang
bersangkutan.
Instansi vertikal yang berada di provinsi adalah kantor cabang kementerian pusat di
provinsi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri yang
bersangkutan. Instansi vertikal di provinsi nomenklaturnya adalah kantor wilayah.
Namun, dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya, ia harus berkoordinasi dengan
gubernur sebagai wakil pemerintah.

B. INSTANSI VERTIKAL PADA KABUPATEN/KOTA

Sama halnya dengan keadaan di provinsi, semua instansi kecuali instansi vertikal
yang bidangnya masih menjadi kewenangan Pusat juga dihapus atau dilikuidasi.
Namun, sama halnya dengan provinsi, tidak semua kementerian yang masih
menangani kewenangan pemerintahan pusat membentuk instansi vertikal di
kabupaten/kota. Keberadaan instansi vertikal di kabupaten/kota disesuaikan dengan
kebutuhan pelayanan Kementerian yang bersangkutan dan penilaian pemerintah
mengenai perlu tidaknya suatu wilayah dibentuk instansi vertikal tertentu. Misalnya,
untuk Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota sampai saat ini ini masih memiliki
cabangnya di kabupaten/kota bahkan sampai kecamatan an dengan nomenklatur
kantor Kementerian Agama kabupaten/kota dan kantor urusan agama kecamatan.
Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota dan Kantor Urusan Agama Kecamatan
adalah kantor cabang Kementerian Agama. Iya berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri Agama. Sementara itu, penyelenggaraan tugas dan fungsinya
harus berkoordinasi dengan bupati/walikota untuk Kantor Kementerian Agama
kabupaten/kota dan berkoordinasi dengan Camat untuk Kantor Urusan Agama.

C. INSTANSI VERTIKAL MENURUT UU NOMOR 23/2014

Undang-Undang Nomor 23/2014 juga mengijinkan hadirnya instansi vertikal milik


enam kementerian yang urusan pemerintahan yang tidak diserahkan ke daerah.
Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 19 UU Nomor 23/2014 mengatur bahwa pemerintah
pusat melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal. Dengan demikian,
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat
mencakup urusan pemerintahan umum dan urusan pemerintahan bidang politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, manajemen peradilan, moneter dan fiskal nasional,
serta agama dan urusan pemerintahan di luar enam bidang ini pemerintah pusat
dapat melakukan pilihan-pilihan berikut:
1. Menyelenggarakan sendiri (sentralisasi);
2. Melimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah (dekonsentrasi kepada
wakil pemerintah);
3. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat kementerian di
daerah (dekonsentrasi kepada instansi vertikal).

Dengan demikian, di bawah UU Nomor 23/2014, Kementerian dapat membentuk


instansi vertikal di luar kantor pusatnya. Locus-nya bisa di daerah otonom provinsi
atau kabupaten/kota dan bisa di wilayah yang menjangkau lebih dari satu provinsi
dan kabupaten/kota.

Anda mungkin juga menyukai