Anda di halaman 1dari 8

Efektivitas Ruang Terbuka Hijau dalam Mereduksi Emisi Gas Karbon di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan............................

(Lestari)

EFEKTIVITAS RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MEREDUKSI EMISI


GAS KARBON DI KOTA BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN
(Effectiveness of Green Open Spaces in Reducing Carbon Dioxide Gas Emissions in
Banjarmasin City, South Kalimantan)
Elva Azzahra Puji Lestari
Departemen Geografi, Universitas Indonesia
Jl. Pancoran Timur II B/16, Jakarta Selatan, Indonesia
E-mail: elva.azzahra@ui.ac.id

ABSTRAK
Konsep Kota Hijau adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan yang menyelaraskan lingkungan
alam dan lingkungan buatan manusia sebagai respon terhadap kerusakan lingkungan. Menurut Undang-
undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa proporsi Ruang Terbuka Hijau
(RTH) pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah keseluruhan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektivitas RTH dalam mereduksi emisi gas karbon dioksida di Kota Banjarmasin. Metode
yang digunakan pada penelitian ini yaitu mengandalkan parameter NDVI (Normalized Difference Vegetation
Index) serta observasi lapangan berupa perhitungan emisi gas karbon dioksida dan wawancara instansi.
Metode analisis data yang digunakan adalah berdasarkan hasil perhitungan emisi gas karbon dioksida
kendaraan dan daya serap RTH yang menghasilkan arahan pengembangan RTH yang sesuai dengan
karakteristik wilayah. Lokasi penelitian meliputi RTH jalan pada kota Banjarmasin yaitu Kecamatan
Banjarmasin Tengah dan Banjarmasin Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan ruang
terbuka hijau di Kota Banjarmasin memiliki keterkaitan dengan penyerapan emisi gas karbon dioksida. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan ruang terbuka hijau belum efektif menyerap emisi gas CO 2.
Strategi pengembangan RTH Kota Banjarmasin difokuskan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kualitas RTH sehingga dipandang sebagai salah satu upaya penanganan terhadap meningkatnya emisi gas
rumah kaca yang paling implementatif dibandingkan cara lainnya.

Kata kunci: Ruang terbuka hijau, NDVI, emisi gas karbon dioksida, daya serap, pengembangan

ABSTRACT
The Green City concept is a concept of sustainable urban development that harmonizes the natural and
man-made environments in response to environmental damage. According to RI Law no. 26 of 2007 on
Spatial Planning, it states that the proportion of Green Open Space in urban areas is at least 30% of the
total area. This study aims to determine the effectiveness of green open spaces in reducing carbon dioxide
gas emissions in Banjarmasin City. The method used in this study is to rely on NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index) parameters and field observations in the form of calculation of carbon dioxide gas
emissions and agency interviews. The data analysis method used is based on the calculation of vehicle
carbon dioxide emission and Green Open Space absorption that produces a direction of Green Open Space
development according to the region characteristic. The location of the research is Green Open Space road
in Banjarmasin city which covers the subdistricts of Middle Banjarmasin and North Banjarmasin. The results
showed that the availability of Green Open Space in Banjarmasin City has relevance with the absorption of
carbon dioxide gas emissions. It can be concluded that Green Open Space has not effectively absorbed
carbon dioxide gas emissions. The development strategy of Green Open Space of Banjarmasin City is
focused on maintaining and improving the existing Green Open Space quality so that it is seen as one of the
efforts to handle the most implementation of greenhouse gas emission compared to other ways.

Keywords: Green open space, NDVI, Carbon dioxide gas emissions, absorption, development

PENDAHULUAN
Ruang terbuka hijau sebagai unsur utama tata ruang kota yang diwujudkan dalam sistem
koridor hijau sebagai alat pengendali tata ruang atau lahan dalam suatu sistem RTH kota
(Purnomohadi, 2006). Kebutuhan RTH masih sangat tinggi karena lahan kota yang terbatas. RTH
kota biasanya didesain sedemikian rupa sehingga terlihat tetap indah, nyaman dan tetap memiliki
fungsi yang baik. Untuk itu dalam upaya mengatasi masalah tersebut maka dilakukan penerapan

397
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Sistem Informasi Geografis untuk mengetahui sebaran RTH yang tujuannya untuk mengetahui
seberapa banyak RTH yang ada di kota Banjarmasin.
Perkembangan kota merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dan salah satu hal krusial
yang mempengaruhinya adalah aksesibilitas (Putri dan Zain, 2010). Semakin padat penduduk kota
maka kualitas lingkungan semakin rendah (Todaro dan Smith, 2006) atau disaat pertumbuhan
populasi penduduk kota sudah melebihi kapasitas daya dukung lingkungannya. Pertumbuhan
populasi penduduk kota memicu isu-isu lingkungan yang umumnya dibahas mengenai pemanasan
global. Salah satu penyebab pemanasan global adalah adanya gas efek rumah kaca. Gas efek
rumah kaca ini salah satunya adalah gas CO2. Aktifitas penduduk kota turut mengkontribusi emisi
CO2. Secara umum, pencemaran yang diakibatkan oleh emisi CO2 bersumber dari 2 kegiatan yaitu
alam (natural) dan manusia (antropogenik) seperti emisi CO2 yang berasal dari transportasi,
sampah dan konsumsi energi listrik rumah tangga. Emisi CO2 yang dihasilkan dari kegiatan
manusia konsentrasinya relatif lebih tinggi sehingga mengganggu sistem kesetimbangan di udara
dan pada akhirnya merusak lingkungan dan kesejahteraan manusia (Y. Fujita, H. Matsumoto, H.C.
Siong, 2009). Jasa ekosistem berupa penyediaan (Provisioning) sangat berpengaruh dalam
menentukan area-area yang berpotensi untuk pengembangan ruang terbuka hijau (Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016). Oleh karena itu, penting untuk menanggulangi emisi CO2
pada Kota Banjarmasin. Salah satu alternatif penyelesaian permasalahan kota yang berkembang di
Indonesia adalah dengan menerapkan konsep Kota Hijau (Green City) sebagai bagian dari proses
pembangunan dan peremajaan kota. Menurut Ernawi (2012) konsep kota hijau memiliki makna
strategis karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, antara lain pertumbuhan kota yang begitu
cepat dan berimplikasi terhadap timbulnya berbagai permasalahan perkotaan seperti kemacetan,
banjir, permukiman kumuh, kesenjangan sosial, dan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau.
Menurut UU No. 26 tahun 2007 luas minimal RTH di wilayah perkotaan agar dapat
menjalankan proses-proses ekologis tersebut minimal 30% dari total luas wilayah kota, terdiri atas
RTH publik 20% dan RTH privat 10% (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Dep. P.U., 2007). Luas
RTH kota minimum tersebut adalah untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik
keseimbangan sistem hidrologi, sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lainnya. RTH sangat
diperlukan untuk meningkatkan ketersediaan air dan udara bersih bagi masyarakat serta
menciptakan estetika kota (Joga dan Ismaun, 2011). Di Kota Banjarmasin, perlu adanya analisis
ketersediaan dari RTH jalan berdasarkan emisi CO2 yang dihasilkan dari sektor transportasi.
Dengan demikian, diharapkan Sistem Informasi Geografis dapat membantu dalam menyediakan
infomasi yang lebih mudah mengenai Ruang Terbuka Hijau Publik di Banjarmasin, sehingga
nantinya Ruang Terbuka Hijau Publik yang sudah ada dapat di analisa dan dikembangkan lagi
sesuai dengan ketentuan kebutuhan yang ada.

METODE

Gambar 1. Peta wilayah penelitian Kota Banjarmasin.


398
Efektivitas Ruang Terbuka Hijau dalam Mereduksi Emisi Gas Karbon di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan............................(Lestari)

Wilayah Penelitian

Kota Banjarmasin terletak diantara 3°15’ - 3°22’ Lintang Selatan dan 114°32’ - 114°38’ Bujur
Timur. Kota Banjarmasin terletak di bagian Selatan Provinsi Kalimantan Selatan pada ketinggian
tempat rata-rata 0,16 meter dibawah permukaan laut dan kondisi wilayah relatif datar. Kota
Banjarmasin berlokasi daerah kuala Sungai Martapura yang bermuara pada sisi timur Sungai Barito
(Lihat Gambar 1).

Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh melalui pengamatan langsung di
lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait. Adapun rincian
data tersebut adalah sebagai berikut (Lihat Tabel 1):

Tabel 1. Jenis dan Sumber Data Penelitian.


No. Data Jenis Data Sumber
1. Citra Landsat 8 path 118 row 62 Kota Primer United States Geological Survey
Banjarmasin Tahun 2017
2. Shapefile Batas Administrasi Kota Sekunder Badan Informasi Geospasial
Banjarmasin
3, Shapefile Jaringan Jalan Kota Banjarmasin Sekunder Badan Informasi Geospasial
4. Jumlah Penduduk Kota Banjarmasin Sekunder Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin
5. Data Traffic Counting Primer Survey Lapangan
6. Daya Serap RTH Eksisting Sekunder Literatur

Penelitian dilaksanakan di Kota Banjarmasin yang mencakup 2 kecamatan yaitu Kecamatan


Banjarmasin Tengah dan Banjarmasin Timur. Penelitian dilaksanakan pada 8 April sampai 10 April
2018, yang meliputi tahap studi pustaka, pengambilan sampel di lapangan dan pengolahan data.
Pengumpulan data primer pada penelitian ini yaitu traffic counting yang disertai jenis vegetasi
eksisting. Traffic counting dilakukan selama 2 hari yaitu hari Senin hingga Selasa. Pengumpulan
data ini menggunakan metode Purposive Sampling untuk menentukan jam puncak pagi, siang dan
sore (Rush Hour) yang disertai dengan pemilihan ruas jalan yang meliputi 6 ruas jalan (Lihat
Gambar 2). Alat yang digunakan adalah hand tally counter.

Gambar 2. Lokasi pengumpulan data primer.

399
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Alur Pikir Penelitian

Gambar 3. Alur pikir penelitian.

Gambar 3 menjelaskan perkembangan pembangunan di Kota Banjarmasin yang cukup pesat


dilatarbelakangi oleh meningkatnya jumlah penduduk di kota tersebut, hal itu memicu isu-isu
lingkungan yang umumnya dibahas mengenai pemanasan global. Salah satu penyebab pemanasan
global adalah adanya gas efek rumah kaca. Menurut United Nation Framework Convention on
Climate Change (UNFCCC), ada enam jenis yang digolongkan sebagai GRK yaitu karbondioksida
(CO2), gas metan (CH4), dinitrogen oksida (N2O), sulfurheksafluorida (SF6), perfluorokarbon (PFCS)
dan hidrofluorokarbon (HFCS). Gas yang paling berkonstribusi terhadap gejala pemanasan global
adalah karbondioksida (CO2), yaitu lebih dari 75%, dimana gas tersebut sebagian besar dihasilkan
oleh aktivitas manusia berupa penggunaan bahan bakar fosil pada sektor industri maupun
transportasi. Dalam pemanfaatannya, ruang terbuka hijau dapat menyerap emisi gas
karbondioksida (CO2) yang akan di hubungkan dengan persebaran ruang terbuka hijau agar dapat
mengevaluasi RTH sehingga dapat mengetahui efektivitas RTH dalam mereduksi emisi gas karbon
dioksida di Kota Banjarmasin.

Pengolahan Citra Landsat 8

Metode pengolahan yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan data
penginderaan jauh khususnya Citra Landsat 8 path 118 row 62 Kota Banjarmasin Tahun 2017
dengan menerapkan Sistem Informasi Geografis. Pemanfaatan citra tersebut dimaksudkan untuk
memperoleh informasi mengenai luas penggunaan lahan dan kerapatan vegetasi. Untuk
mendapatkan informasi kerapatan vegetasi dari citra satelit Landsat 8 digunakan indeks vegetasi
NDVI (Normalized Difference Vegetation Index).

Perhitungan Beban Emisi

Tahap selanjutnya melakukan pengolahan data traffic counting dengan menghitung beban
emisi. Emisi CO2 yang dihasilkan dari sektor kendaraan bermotor dikarenakan hasil dari reaksi
pembakaran sempurna berupa gas CO2. Emisi gas kendaraan bermotor diukur dalam kg per jam

400
Efektivitas Ruang Terbuka Hijau dalam Mereduksi Emisi Gas Karbon di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan............................(Lestari)

dari suatu perjalanan dan terkait dengan beberapa faktor seperti jumlah jenis kendaraan, faktor
emisi, konsumsi energi spesifik dan panjang jalan (Persamaan 1).

Q = Ni x Fei x Ki x L............................................................................................................(1)
dimana:
Q = Jumlah emisi (kg/jam)
Ni = Jumlah kendaraan bermotor tipe-i (kendaraan/jam)
Fi = emisi Faktor
Ki = Konsumsi energi spesifik tipe-i (liter/100km)
L = Panjang jalan (km)

Perhitungan Daya Serap RTH Eksisting

Setelah mendapatkan nilai beban emisi, kemudian menghitung daya serap RTH Eksisting
menggunakan rumus yang dapat dilihat sebagai berikut: (Adiastari,2010)

Kemampuan penyerapan pohon = daya serap CO2 x n...........................................................(2)


dimana:
n = Jumlah pohon

Evaluasi RTH Jalan

Evaluasi RTH jalan ini dilakukan dengan melakukan perhitungan sisa emisi pada tiap zona
dengan rumus sebagai berikut:

Sisa emisi CO2 = A – B.........................................................................................................(3)


dimana:
A = Total emisi CO2 aktual (g/jam)
B = Total daya serap CO2 oleh RTH jalan (g/jam)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Traffic Counting

Secara umum terlihat bahwa setiap ruas jalan memiliki jumlah kendaraan sepeda motor yang
lebih banyak daripada mobil. Dalam waktu satu jam, jumlah kendaraan bermotor pada ruas jalan
RTH Sabilal terdapat 513 mobil dan 1747 motor. Ruas jalan Taman PKK terdapat 485 mobil dan
1.597 motor, ruas jalan Taman Kamboja terdapat 824 mobil dan 2.662 motor, ruas jalan RTH
Universitas Lambung Mangkurat terdapat 218 mobil dan 2.123 motor, ruas jalan Taman Satwa
Jahri Saleh terdapat 36 mobil dan 192 motor, dan ruas jalan Gedung Sultan Surianyah terdapat
932 mobil dan 2.794 motor. Berikut merupakan hasil traffic counting setiap ruas jalan (Tabel 2).

Tabel 2. Jumlah Kendaraan Melintas Tiap RTH Jalan.


Jenis Kendaraan Bermotor Total
No. Lokasi RTH Jalan
Mobil Motor (perjam)
1. RTH Sabilal 513 1.747 2.260
2. Taman PKK 485 1.597 2.082
3. Taman Kamboja 824 2.662 3.486
4. RTH UNLAM 218 2.123 2.341
5. Taman Satwa Jahri Saleh 36 192 228
6. Gedung Sultan Surianyah 932 2.794 3.726

Dari hasil survei kendaraan bermotor pada kawasan Gedung Sultan Surianyah, dapat
terlihat bahwa ruas jalan terpadat terdapat pada ruas jalan 6 dimana memiliki volume
kendaraan yaitu 3.726 kendaraan/. Ruas jalan Gedung Sultan Surianyah terletak pada jalan
kolektor dimana kawasan tersebut dekat dengan Kampus Universitas Lambung Mangkurat
401
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

sehingga aktifitas kendaraan bermotor sangat tinggi. Kepadatan terendah terdapat pada
ruas jalan Taman Satwa Jahri Saleh dimana memiliki volume kendaraan yaitu 228
kendaraan/jam. Pada ruas jalan tersebut memiliki kepadatan yang rendah karena terletak
dekat dengan permukiman rumah yang sepi tidak seperti ruas jalan lainnya sehingga
aktifitas kendaraan bermotor sangat rendah.

Perhitungan Beban Emisi

Berdasarkan hasil pengukuran, nilai emisi CO2 di setiap titik sampel cukup bervariasi. Hal
ini disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang melintas di jalan tersebut
(Lihat Gambar 4). Emisi CO2 tertinggi terdapat pada ruas jalan 6 yaitu sebesar 11.710,92
kg/jam dan emisi CO2 terendah yaitu sebesar 594,59 kg/jam terdapat pada ruas jalan 5.
Ruas jalan 6 memiliki jumlah kendaraan bermotor tertinggi sehingga menghasilkan beban
emisi tertinggi.

Gambar 4. Grafik beban emisi tiap ruas jalan.

Perhitungan Daya Serap RTH Eksisting

Berdasarkan hasil perhitungan, daya serap tertinggi berada pada ruas jalan 1 yaitu sebesar
474,15 kg/jam sedangkan daya serap terendah terdapat pada ruas jalan 5 yaitu sebesar 16,45
kg/jam (Lihat Gambar 5). Ruas jalan 1 memiliki jumlah pohon terbanyak dari ruas jalan lainnya
dan memiliki beberapa jenis pohon dengan daya serap yang tinggi seperti pohon mahoni dan
beringin sehingga daya serapnya pun tinggi pula. Ruas jalan 5 memiliki jumlah pohon yang paling
sedikit dengan daya serap rendah seperti pohon mangga sehingga pada ruas jalan tersebut
memiliki daya serap terendah dibandingkan dengan ruas jalan lainnya.

Gambar 5. Grafik daya serap RTH eksisting.

Evaluasi RTH Jalan

Nilai positif menyatakan bahwa RTH masih perlu ditambahkan untuk mengatasi emisi gas
karbon dioksida yang masih berlebih (Lihat Gambar 6). Perlu ada perbaikan RTH pada seluruh
ruas jalan karena masih memiliki sisa emisi. Pemeliharaan pada RTH harus tetap terjaga dengan
baik supaya menghasilkan penyerapan yang optimal.

402
Efektivitas Ruang Terbuka Hijau dalam Mereduksi Emisi Gas Karbon di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan............................(Lestari)

Gambar 6. Perbandingan Emisi, Daya Serap dan Sisa Emisi.

Arahan Pengembangan RTH Jalan

Penyusunan arahan pengembangan RTH dengan melakukan sintesis terhadap kondisi


eksisting, kecukupan RTH dan area berpotensi yang dapat dikembangkan menjadi RTH untuk
mencapai konsep Kota hijau. Hasil arahan pengembangan RTH menuju Kota Hijau Banjarmasin
disajikan dengan cara membandingkan hasil perhitungan emisi CO2 dengan vegetasi eksisting.
Arahan pengembangan ruang terbuka hijau untuk menciptakan kondisi ideal dimana sebagian
besar luas lahan hijau yang terdapat di Kota Banjarmasin. Arahan yang dilakukan ialah
memperluas lahan hijau. Hasil arahan luas lahan hijau dapat dilihat berdasarkan peta rencana tata
ruang wilayah Banjarmasin (Gambar 7). Target yang harus dicapai untuk luas lahan hijau pada
RTRW Kota Banjarmain sebesar 2.090,543 Ha.

Gambar 7. Peta arahan pengembangan RTH jalan.

KESIMPULAN
Beban emisi gas CO2 tertinggi berada di ruas jalan Gedung Sultan Surianyah yaitu sebesar
11.710,92 kg/jam. Berdasarkan hasil perhitungan beban emisi tersebut, beban emisi dipengaruhi
oleh jumlah kendaraan bermotor dan penggunaan lahan disekitarnya. Daya serap terbesar
terdapat di ruas jalan RTH Sabilal yaitu sebesar 474,15 kg/jam. Berdasarkan hasil perhitungan
daya serap CO2 oleh pohon, daya serap pohon dipengaruhi oleh jumlah dan jenis pohon. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan ruang terbuka hijau di Kota Banjarmasin belum

403
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

efektif menyerap emisi gas CO2. Penambahan jalur hijau di sepanjang jalan arteri dan kolektor
dengan fungsi ekologis dan estetika terutama sebagai peneduh dan penyerap polusi udara.
Pengembangan RTH di kota Banjarmasin seperti meningkatkan kualitas RTH eksisting dengan
penambahan vegetasi terutama jenis peneduh. Area ini diarahkan untuk menjadi RTH publik
seperti taman lingkungan permukiman yang di fasilitasi dengan area bermain terutama untuk
fungsi sosial dan estetika.
Jasa ekosistem berupa penyediaan (Provisioning) sangat berpengaruh dalam menentukan
area-area yang berpotensi untuk pengembangan RTH. Oleh karena itu perlu evaluasi RTH jalan
berupa perluasan ruang terbuka hijau, penanaman jenis pohon yang memiliki daya serap CO2 yang
tinggi, mengurangi frekuensi penggunaan kendaraan bermotor. Adapun alternatif lain berupa
penghijauan bangunan dengan roof garden atau vertical garden, jika sudah tidak terdapat lahan
kosong. Namun, tindakan tersebut tidak menjamin akan menghilangkan keseluruhan emisi gas
CO2 yang ada, tetapi setidaknya dapat menurunkan emisi gas CO2 yang tersebar luas di Kota
Banjarmasin. Arahan ini merupakan bentuk pengendalian terhadap perubahan penggunaan pola
ruang agar tidak terjadi perubahan ke arah yang tidak diinginkan sekaligus diharapkan menjadi
upaya pencegahan dan resolusi dalam mengatasi permasalahan Kota Banjarmasin.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penelitian ini tidak dapat terselesaikan apabila tidak mendapatkan bantuan dari beberapa
pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen dan asisten dosen mata
kuliah kuliah kerja lapang 3, Jarot Mulyo Semedi dan Faris Zulkarnain sebagai penyedia informasi
dan pemberi saran yang baik berkenaan dengan topik penelitian di Kota Banjarmasin serta teman-
teman Departemen Geografi Universitas Indonesia angkatan 2015 yang telah memberikan segala
usaha dalam rangkaian acara kuliah kerja lapang 3.

DAFTAR PUSTAKA
Adiastari, R. (2010). Kajian Mengenai Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam Menyerap Emisi
Karbon di Kota Surabaya. Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. 28 hlm.
Ernawi, I.S. (2012). Gerakan Kota Hijau: Merespon Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan. Bulletin
Tata Ruang. (Januari-Pebruari 2012): 4-7
IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme. (2006). IPCC Guidelines for National Greenhouse
Gas Inventories: Volume 2 – Energy. Institute for Global Environmental Strategies (IGES). Japan.
Joga, N., Ismaun I. (2011). RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Jawa. 2016.
Penyusunan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem Terkait
Sektor Industri di Jawa Timur.
Purnomohadi, N. 2006. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota . Direktorat Jenderal
Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum.
Putri P, Zain AFM. 2010. Analisis Spasial dan Temporal Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota
Bandung. Jurnal Lanskap Indonesia 2 (2): 115-121.
RI (Republik Indonesia). 2007. Undang-undang No 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID):
Direktorat Jendral Penataan Ruang Menteri Pekerjaan Umum. Lembaran Negara RI Tahun 2007, No.
68. Sekretariat Negara. Jakarta.
Todaro MP, Smith S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Terjemahan. Edisi kesembilan. Munandar, H
(penterjemah). Jakarta (ID): Erlangga.
Y. Fujita, H. Matsumoto, H.C. Siong., “Assessment of CO2 emissions and resource sustainability for housing
construction in Malaysia,” International Journal of Low-Carbon Technologies 2009, Vol. 4 (2009, Mar.)
16-26.

404

Anda mungkin juga menyukai