Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GASTRITIS DI RUANG IGD


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEBANDI JEMBER

Oleh:

Ananda Patuh Padaallah, S.Kep


NIM 192311101089

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
1. Definisi gastritis
Gastritis didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai mukosa
lambung. Peradangan dapat mengakibatkan pembengkankan mukosa
lambung sampai terlepasnya epitel mukosa supersial yang menjadi
penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel
akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung
(Sukarmin,2012 dalam Megawati & Nosi, 2014). Gastritis termasuk proses
inflamasi atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan
infeksi pada mukosa dan submukosa lambung (Syafi’i & Andriani, 2019).
Penyakit ini sering dijumpai timbul secara mendadak biasanya ditandai
dengan rasa mual dan muntah, nyeri,perdarahan, rasa lemah, nafsu makan
menurun atau sakit kepala. (Rahmi Kurni,2011 dalam Megawati & Nosi,
2014).
2. Etiologi
Penyebab dari gastritis sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik
yang bervariasi. Gastristis kronis berkaitan erat dengan infeksi
Helicobacteri pylori (Megawati & Nosi, 2014). Gastritis dapat
disebabkan karena (Nisa, 2018):
a. Infeksi bakteri helicobacter pylori.
b. Konsumsi alkohol berlebihan.
c. Pemberian obat-obatan seperti obat anti inflamasi.
d. Trauma oleh selang nasogastrik.
e. Paparan radiasi yang berulang.
f. Penyakit autoimun.
3. Maninfestasi klinis
Tidak ada manifestasi klinis khas dari gastritis. Nyeri epigastrik, mual, dan
muntah yang tiba-tiba muncul menyertai gastritis akut. Temuan awal yang
paling umum untuk gastritis kronis dan autoimun adalah gangguan
hematologis seperti anemia (defisiensi zat besi) terdeteksi pada
pemeriksaan rutin, pemeriksaan histologis positif dari biopsi lambung,
clinical suspect berdasarkan adanya gangguan autoimun lainnya, gejala
neurologis (terkait dengan defisiensi vitamin B12) (Azer & Akhondi,
2020).
4. Klasifikasi
Gastritis dibagi menjadi dua jenis yaitu gastritits akut dan gastritis kronik
(Nisa, 2018):
a. Gastritis akut
Gastritis akut adalah proses inflamasi mukosa transien yang
menyebabkan nyeri epigastrik, mual dan muntah. Dalam kasus yang
lebih parah, bisa menyebabkan erosi lambung, ulserasi, perdarahan,
hematemesis. Malena atau jarang terjadi kehilangan darah besar-
besaran. Gastritis akut banyak disebabkan karena asupan obat seperti
aspirin dan konsumsi anasid. Gastritis akut seringkali tidak
menimbulkan gejala tetapi dapat menyebabkan dispepsia, anoreksia
atau muntah dan hematemesis atau Malena (Nisa, 2018).
b. Gastritis kronis
Penyebab paling umum dari gastritis kronis adalah infeksi bacillus
helicobacter pylori (Nisa, 2018). Gastritis kronis merupakan gastritis
penyebab yang tidak jelas, sering bersifat multifaktor dengan
perjalanan klinik yang bervariasi. Gastristis kronis berkaitan erat
dengan infeksi Helicobacteri pylori. (Rahmi Kurni,2011 dalam
Megawati & Nosi, 2014). Namun, gastritis kronis tidak menghasilkan
gejala yang cukup spesifik untuk dibutuhkan perhatian medis tetapi
semakin lama gastritis kronis pada akhirnya menyebabkan orang yang
terkena dampak untuk mencari pengobatan. (Nisa, 2018).
5. Epidemiologi
Di dunia, insiden gastritis sekitar 1.8-2.1 juta dari jumlah penduduk setiap
tahun dan umumnya terjadi pada penduduk yang berusia lebih dari 60
tahun. Sedangkan Asia Tenggara, insiden terjadinya gastritits sekitar
593.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang
dikonfirmasikan melalui endoskopi pada populasi shanghai sekitar 17.2%
yang secara substansial lebih tinggi dari populasi barat yang berkisar 4.1%
dan bersifat asimptomatik (Megawati & Nosi, 2014). Berdasarkan data
dari badan penelitian kesehatan Dunia World Health Organization (WHO)
yang dikutip oleh Huzaifah (2017) menemukan bahwa, beberapa negara
yang mengalami angka persentase kejadian gastritis tertinggi di dunia
diantaranya adalah inggris 22%, China 31%, Jepang 14.5%, Kanada 35%,
dan Perancis 29.5%. Arikah dan Muniroh (2015) menemukan bahwa, di
Indonesia angka kejadian Gastritis pada masyarakat tergolong masih
sangat tinggi yaitu sebesar 40,8 persen dan angka kejadian gastritis di
beberapa daerah di Indonesia masih cukup tinggi dengan angka kejadian
274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk (Syafi’I & Andriani,
2019).
6. Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor
agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan
mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS)
lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan
substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat
mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan
gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut
bagian atas (Brunner, 2000).
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh
berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya,
seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan
faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat
merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori.
Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi
integritas mukosanya, yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor
defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin
yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun
menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja
mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam
bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial
sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral
asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang
adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa
lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini
hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung
terhadap asam lambung (Prince, 2005).
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain
dapat merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa
lambung, dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam
jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa
lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan
regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali
menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus,
jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-
zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan
peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat
mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya
perdarahan dan peritonitis.
Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar
lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna
abu-abu atau kehijauan (gastritis atropik). Hilangnya mukosa lambung
akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan
timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan
pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi
bersamaan dengan ulkus peptikum (Suyono, 2001).

7. Penatalaksanaan medis
Pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan gastritis yaitu (Azer
& Akhondi, 2020):
1. Gastritis terkait dengan H.Pylori: Memberikan triple-therapy dari
klaritromisin / penghambat pompa proton / amoksisilin selama 14
hingga 21 hari dianggap sebagai pengobatan lini pertama.
Klaritromisin lebih disukai daripada metronidazol karena tingkat
kekambuhan dengan klaritromisin jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan triple-therapy menggunakan metronidazole.
2. Gastritis autoimun: Diperlukan penggantian kekurangan zat besi dan
vitamin B12 (1000 mikrogram parenteral atau 1000 hingga 2000
mikrogram oral). Pantau kadar zat besi dan folat, dan hilangkan
koinfeksi apa pun dengan H. pylori. Lakukan surveilans endoskopi
untuk risiko kanker dan tumor neuroendokrin lambung (NET)
3. Bentuk pengobatan lain pada gastritis termasuk penghentian alkohol,
merokok, obat anti inflamasi, makanan pedas, serta mengelola stres,
terapi imunomodulator pada enteropati autoimun, dan modifikasi pola
makan pada gastritis eosinofilik.
8. Clinical Pathway

Makanan yang Diet yang Kafein Autoantibodi Alkohol


Helicobacter pylori NSAID
merangsang (Pedas, tidak baik
asam, mengandung Meningkatkan produksi
Menghambat aktivitas Produksi bikarbonat Atrofi sel parietal dan
Melekat pada epitel gas) asam
oksigenasi mukosa Lambung kosong (HCO3) ↑ sekresi asam
lambung
lambung
Meningkatkan kemampuan Menghambat Sekresi Mengikis mukosa
Infeksi mukosa terhadap asam kobalamin gastrin ↑ lambung
Menghambat
lambung (antrum)
prostaglandin
Vasodilatasi di lapisan mukosa Defisiensi Hipertrofi sel
↑Gastri kobalamin pembentukan
n gastrin
↑ Sekresi asam lambung Produksi mukus lambung ↓ Anemia pernisiosa
Karsiroid
Merusak mukosa Produksi lapisan mukosa ↓
lambung
↑ Produksi HCl

Iritasi dinding lambung

Peradangan lapisan mukosa lambung

Gastritis

↑ HCl Erosi mukosa Mukosa lambung Iritasi sampai mukosa usus Klien tidak mengetahui Tindakan hospitalisasi
lambung kehilangan integritas kondisinya
jaringan
Iritasi Erosi mukosa usus Ansietas
Menurunkan tonus dan Usaha mencari
Erosive dan ulserasi
peristaltik lambung sumber informasi
Eksfeliasi
(Pengelupasan)
Peningkatan peristaltik
Iritasi lapisan Refluk isi Hemoragik Defisit pengetahuan
usus
mukosa duodenum ke
lambung
Hematemesis dan Diare
Pelepasan mediator nyeri melena
(histamin, bradikinin, Menekan reflek
prostaglandin, serotonin, muntah
Syok hipovolemik
ion kaliun, dll)
Mual
Resiko
Merangsang
ketidakseimbangan
nosiseptor (reseptor
Dorongan ekspulsi cairan
nyeri)
isi lambung ke
Dihantarkan medula mulut
spinalis
Muntah
Korteks
somatosensorik

Persepsi nyeri Defisit nutrisi

Nyeri
epigastrium Menurunkan Aoreksia
sensori untuk
makan
Nyeri akut
9. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Kultur : untuk membuktikan adanya infeksi Helicobacter pylori
b) CLO ( Rapid ureum test) : untuk menegakkan diagnosis H. pylori
c) Pemeriksaan serologi untuk H.pylori : sebagai diagnosis awal
d) Analisis cairan lambung : untuk memperjelas diagnosis
2) Pemeriksaan darah seperti Hb, Ht, Leukosit dan Trombosit
3) Endoskopi
Pemeriksaan ini meliputi topografi dan gambaran endoskopinya dimana gambaran
endoskopinya meliputi: Eritematous atau eksudatif, erosi flat, erosiraised, atrofi,
hemoragik, hyperplasia rugae. Pada pemeriksaan endoskopi di dapatkan adanya
gambaran lesi mukosa akut dimukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan
tepi rata.
4) Hispatologi dengan melakukan biopsy pada semua segmen lambung dimana hasilnya
meliputi :
a) Etiologi
Menyebutkan ada tidaknya bakteri Helicobacter Pylori
b) Topografi
Meliputi gastritis kronis antrum, korpus atau gastritis dengan predomonasi antrum
atau korpus.
c) Morfologi
Menerangkan tentang inflamasinya, aktivitas radang, metaplasia
intestinal, Helicobacter pylori.

10. Asuhan keperawatan berdasarkan Teori


1. Pengkajian
a. Identitas
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, nama orangtua
pasien sebagai penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan
persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan, alamat pasien, umur pasien biasanya
kejadian ini mencakup semua usia, tanggal masuk rumah sakit penting untuk dikaji dan
berguna untuk melihat perkembangan dari pengobatan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yakni nyeri pada bagian epigastrium.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-
tanda anemia pasca perdarahan.
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Riwayat psikologi
Riwayat psikologi meliputi apakah klien pernah memiliki stress yang berlebihan yang
berakibat pada gangguan pencernaannya seperti gastritis.
c. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK
sedikit atau jarang.
2) Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, dan anoreksia yang nantinya akan
menyebabkan penurunan berat badan pasien.
3) Pola tidur dan istirahat : akan terganggu karena adanya nyeri epigastrium yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
4) Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
5) Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat
nyeri epigastrium.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Tingkat Kesadaran dan TTV
2) Head To Toe
a) Kepala : Bentuk ubun – ubun cekung, kaji kulit kepala
b) Rambut : Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata
rapi.
c) Mata (Penglihatan) : Posisi simetris, bentuk cowong , pupil isokor, tidak terdapat
massa dan nyeri tekan, tidak ada penurunan penglihatan.
d) Hidung (Penciuman) : Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat secret,
tidak terdapat lesi, dan tidak terdapat hiposmia, anosmia, parosmia, dan kakosmia.
e) Telinga (Pendengaran)
(1) Inspeksi
(a) Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid.
(b) Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing berupa
serangga.
(2) Palpasi : Terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan
mastoidius.
f) Mulut dan gigi : Mukosa bibir kering, pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak
terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g) Leher : Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
h) Thorak
(1) Bentuk : simetris
(2) Pernafasan : takipnea
(3) Tidak terdapat otot bantu pernafasan
i) Abdomen
(1) Inspeksi
(a) Bentuk : normal simetris
(b)Benjolan : tidak terdapat benjolan
(2) Auskultasi : Bising usus meningkat, peristaltik usus meningkat
(3) Palpasi
(a) Terdapat nyeri tekan
(b)Tidak terdapat massa / benjolan
(c) Tidak terdapat tanda tanda asites
(d)Tidak terdapat pembesaran hepar
(4) Perkusi : Suara abdomen hypertimpani.
j) Ekstremitas : Tidak terdapat luka dan spasme otot.
k) Integumen : Turgor kulit kurang (1 – 2 detik).
l) Genetalia : Daerah anus dan sekitarnya lecet.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan nyeri epigastrium
b. Deficit nutrisi berhubungan dengan muntah
c. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengna syok hipovolemik
d. Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltic usus
e. Deficit pengetahuan berhubungan dengan usaha mencari informasi
f. Ansietas berhubungan dengan tindakan hospitalisasi
3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Mengetahui daerah nyeri, kualitas,
tindakan keperawatan Observasi
kapan nyeri dirasakan, faktor pencetus,
selama 1x24 jam nyeri 1. Identifikasi lokasi,
yang dirasa pasien berat ringannya nyeri yang dirasakan
karakteristik, durasi,
berkurang dengan
2. Mengetahui tingkat keparahan nyeri
kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri dari yang dirasa
intensitas nyeri
meningkat (1) 3. Mengetahui keadaan tidak
2. Identifikasi skala nyeri
menjadi menurun (5) menyenangkan pasien yang tidak
3. Identifikasi respon nyeri
2. Meringis dari sempat dan tidak bisa digambarkan oleh
non verbal
meningkat (1) pasien
4. Identifikasi faktor yang
menjadi menurun (5) 4. Mengetahui sejauh mana faktor yang
memperberat dan
3. Gelisah dari dapat meningkatkan nyeri sehingga
memperingan nyeri
meningkat (1) meniminalkan nyeri timbul kembali
5. Monitor efek samping
menjadi menurun (5) 5. Mengetahui apakah pasien memiliki
penggunaan analgetik
4. Kesulitan tidur dari alergi pada analgetik yang diberikan
Terapeutik
meningkat (1) 6. Berikan terapi 6. Mengurangi rasa nyeri
menjadi menurun (5) nonfarmakologis 7. Dengan istirahat dapat memberikan
5. Frekuensi nadi dari 7. Fasilitasi istirahat dan relaksasi sehingga nyeri dapat
memburuk (1) tidur berkurang
menjadi membaik (5) Edukasi 8. Mengetahui kualitas nyeri yang
8. Jelaskan penyebab,
dirasakan pasien
periode, dan pemicu
9. Memudahkan pasien dalam mengurangi
nyeri
nyeri yang dirasa
9. Jelaskan strategi
10. Mengurasi rasa nyeri
meredakan nyeri
11. Obat-obatan analgetik akan memblok
10. Ajarkan teknik
reseptor nyeri sehingga nyeri tidat
nonfarmakologis untuk
dapat dipersepsikan
mengurangi nyeri
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Deficit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi 1. Dengan nutrisi yang tepat dapat
tindakan keperawatan (I.03119)
memberikan nutrisi yang cukup
selama 1x24 jam asupan Observasi
nutrisi pasien kembali 1. Identifikasi status nutrisi 2. Mengetahui apakah pasien memiliki
adekuat dengan kriteria
2. Identifikasi alergi dan alergi atau tidak
hasil:
1. Porsi makanan yang intoleransi makanan 3. Memotivasi pasien untuk mencukupi
dihabiskan dari 3. Identifikasi makanan nutrisinya
menurun (1) menjadi yang disukai 4. Mengetahui apakah pasien kehilangan
membaik (5) 4. Monitor berat badan berat badan
2. Berat badan dari 5. Monitor hasil 5. Mengetahui apakah adanya kelainan
memburuk (1) pemeriksaan pada pasien
menjadi membaik (5) laboratorium 6. Tindakan untuk membersihkan dan
Terapeutik membuat nyaman pasien saat makan
6. Lakukan oral hygiene
7. Menarik pasien untuk mengkonsumsi
sebelum makan, jika
makanan yang disediakan
perlu
8. Untuk mencegah konstipasi
7. Sajikan makanan yang
9. Membantu dalam proses penyembuhan
menarik dan suhu yang
10. Memudahkan pasien saat makan
sesuai
11. Makanan yang sehat memudahkan
8. Berikan makanan tinggi
pasien untuk segera sembuh
serat
12. Membantu proses penyembuhan
9. Berikan makanan tinggi
kalori dan protein
Edukasi
10. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
11. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
12. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
3. Resiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan 1. Perubahan status hidrasi, membran
ketidakseimbangan tindakan keperawatan (I.03098)
mukosa, turgor kulit menggambarkan
cairan selama 1x24 jam Observasi
masalah teratasi dengan 1. Monitor status hidrasi berat ringannya kekurangan cairan
kriteria hasil:
2. Monitor berat badan 2. Kebersihan nutrisi dapat diketahui
1. Asupan cairan dari
harian melalui peningkatan berat badan 500
menurun (1) menjadi
3. Monitor hasil gr/minggu
meningkat (5)
laboratorium 3. Mengetahui apakah adanya kelainan
2. Kelembaban
Terapeutik yang dirasakan pasien
membrane mukosa
4. Catat intake-output dan
4. Mengukur keseimbangan cairan
dari menurun (1)
hitung balance cairan 24
elektrolit dimana terjadi patologi dapat
menjadi meningkat
jam
segera melakukan tindakan
(5)
3. Edema dari 5. Berikan asupan cairan 5. Meniminalkan dehidrasi
meningkat (1) Kolaborasi 6. Mengeluarkan kelebihan cairan dalam
6. Kolaborasi pemberian
menjadi menurun (5) tubuh pasien
diuretik
4. Dehidrasi dari
meningkat (1)
menjadi menurun (5)
5. Tekanan darah dari
memburuk (1)
menjadi membaik (5)
4. Diare Setelah dilakukan Manajemen Diare (I.03101) 1. Mengetahui penyebab diare sehingga
tindakan keperawatan Observasi
dapat menentukan intervensi
selama 1x24 jam proses 1. Identifikasi penyebab
defekasi pasien kembali selanjutnya
diare
normal dengan kriteria
2. Apakah ada kesalahan pasien dalam
hasil: 2. Identifikasi riwayat
1. Control pengeluaran mengkonsumsi makanan
pemberian makanan
feses dari menurun 3. Mengetahui tidak terjadi dehidrasi pada
3. Monitor warna, volume,
(1) menjadi pasien melalui tinja
frekuensi, dan
meningkat (5) 4. Untuk menentukan intervensi yang
konsistensi tinja
2. Keluhan defekasi akan dilakukan
4. Monitor tanda dan gejala
lama dan sulit dari 5. Mengetahui seberapa banyak tinja yang
meningkat (1) hypovolemia dikeluarkan
menjadi menurun (5) 5. Monitor jumlah 6. Memantau keseimbangan eletrolit
3. Mengejan saat pengeluaran diare dalam darah
defekasi dari Terapeutik 7. Mendiagnosis sejumlah penyakit pada
6. Ambil sampel darah
meningkat (1) sistem pencernaan
untuk pemeriksaan darah
menjadi menurun (5) 8. Makan sedikit memberikan kesempatan
lengkap dan elektrolit
pada lambung untuk mengosongkan
7. Ambil sampel feses
sehingga tidak terjadi perasaan penuh
untuk kultur, jika perlu
pada lambung
Edukasi
9. Menurunkan pergerakan usus dan
8. Anjurkan makanan porsi
muntah
kecil dan sering secara
bertahap
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses
(misal atapulgit, smektit)
5. Deficit pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan 1. Mengetahui sejauh mana informasi
tindakan keperawatan (I.12383)
yang didapat sebelum dilakukan
selama 1x24 jam deficit Observasi
pengetahuan pasien 1. Identifikasi kesiapan dan edukasi
meningkat dengan kemampuan menerima 2. Faktor apa yang dapat memotivasi
kriteria hasil:
informasi pasien dan keluarga dalam menerima
1. Keluhan mual dari
2. Identifikasi faktor-faktor informasi
meningkat (1)
yang dapat 3. Memudahkan pasien dan keluarga
menjadi menurun (5)
meningkatkan dan dalam menerima informasi
2. Perasaan ingin
menurunkan motivasi 4. Supaya keluarga lebih memahami
muntah dari
perilaku hidup bersih tentang infomasi yang diberikan
meningkat (1)
dan sehat 5. Keluarga dan pasien mengetahui faktor
menjadi menurun (5)
Terapeutik resiko yang dapat mempengaruhi
3. Sediakan materi dan
kesehatannya
media pendidikan
6. Dengan mengajarkan keluarga dan
kesehatan
pasien diharapkan dapat dilakukan
4. Berikan kesempatan
dikehidupan sehari-hari
untuk bertanya
Edukasi
5. Jelaskan faktor resiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
6. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
6. Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09314) 1. Mengetahui sejauh mana ansietas yang
tindakan selama 1x24 Observasi
dirasakan
jam pasien lebih tenang 1. Identifikasi saat tingkat
dengan kriteria hasil: 2. Mengetahui apa saja yang
ansietas berubah
1. Perilaku gelisah dari
menyebabkan ansietas
2. Monitor tanda ansietas
meningkat (1)
3. Membuat pasien nyaman dan percaya
Terapeutik
menjadi menurun (5)
3. Ciptakan suasana untuk mencerikana hal yang
2. Perilaku tegang dari
terapeutik untuk membuatnya ansietas
meningkat (1)
menumbuhkan 4. Memberikan dukungan pada pasien
menjadi menurun (5)
kepercayaan untuk mengurangi kecemasan
3. Konsentrasi dari
4. Motivasi 5. Mengurangi kecemasan pasien
memburuk (1)
mengidentifikasi situasi 6. Mengeksplorasi perasaan pasien
menjadi membaik (5)
yang memicu kecemasan 7. Untuk mengurangi ketegangan
4. Pola tidur dari
Edukasi 8. Memberikan relaksasi sehingga ansietas
memburuk (1) 5. Anjurkan keluarga untuk
dapat berkurang
menjadi membaik (5) tetap bersama pasien
9. Mengurangi ansietas yang dialami
6. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
7. Latih pengalihan
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
Dapus
Azer, S. A & Akhondi, H. 2020. Gastritis.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544250/. (diakses: 27 Oktober
2020).
Megawati, Andi & Nosi, Hasna. 2014. Beberapa Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Yang Di Rawat Di Rsud Labuang
Baji Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. Vol 4 No 6 Hal:709-
716
Nisa, Shugufta. 2018. Gastritis (Warm-e-meda): A review with Unani approach.
International Journal of Advanced Science and Research. Vol 3 No 3
Page:43045
Syafi’I, M & Andriani, Dina. 2019. Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Gastritis Pada Pasien Yang Berobat Di Puskesmas. Jurnal
Keperawatan dan Fisioterapi (JKF). Vol 2 No 1 Hal 52-60.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Edisi 1, Cetakan III. Jakarta. DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II. Jakarta. DPP
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1, Cetakan II. Jakarta. DPP
PPNI

Anda mungkin juga menyukai