Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

DENGAN DIAGNOSA MEDIS GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN ( GASTRITITS )

DI RUANG MAMMINASA BAJI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

KARTINI, S. KEP

(7117601615)

CI INTITUSI CI LAHAN

( ) ( )

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA MAKASSAR

T.A 2021/2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTRITIS

A. DEFENISI
Gastritis merupakan peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan
berkembang di penuhi bakteri (Gastritis (penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh
adanya asam lambung yang berlebih atau meningkatnya asam lambung sehingga
mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung seperti teriris atau nyeri pada
ulu hati. Gejala yang terjadi yaitu perut terasa perih dan mulas. Charlene. J, 2001).
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung.
Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada
umumnya (Slamet Suyono, 2001).
Peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun yang disebabkan oleh
ulkus lambung jinak maupun ganas atau bakteri Helicobacter pylori. Bakteri ini berkoloni pada
tempat dengan asam lambung yang pekat. Helicobacter pylori bersifat mikroaerofilik yaitu
tumbuh baik pada lingkungan dengan kandung CO2 10%, O2 tidak lebih dari 5%, suhu antara 33-
400 C, kelembaban 100%, pH 5,5-8,5, mati dalam suasana anaerobik, kadar O2 normal, dan suhu
dibawah 280 C. Helicobacter pylori hidup pada bagian gastrum antrum, lapisan mukus lambung
yang menutupi mukosa lambung dan dapat melekat pada permukaan epitel mukosa lambung
(Sutaatmaja, 2007).

B. ETIOLOGI
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
1. Gastritis Akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut seperti:
a. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi nonsteroid, silfonamide merupakan obat yang
bersifat mengiritasi mukosa lambung.
b. Minuman beralkohol Infeksi bakteri seperti H. pylori, H. heilmanii, streptococci
c. Infeksi virus oleh sitomegalovirus
d. Infeksi jamur seperti candidiasis, histoplosmosis, phycomycosis
e. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, trauma, pembedahan.
f. Makanan dan minuman yang bersifat iritan.
g. Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan
salah satu penyebab iritasi mukosa lambung.
2. Gastritis Kronik
Penyebab pasti dari gastritis kronik belum diketahui, tapi ada dua predisposisi penting yang
bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu infeksi dan non-infeksi (Wehbi, 2008).
a. Gastritis infeksi
Beberapa agen infeksi bisa masuk ke mukosa lambung dan memberikan manifestasi
peradangan kronik. Beberapa agen yang diidentifikasi meliputi hal-hal berikut :
1) H. Pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri itu merupakan penyebab utama
dari gastritis kronik (Anderson, 2007).
2) Helicobacter heilmanii, Mycobacteriosis, dan Syphilis (Quentin, 2006)
3) Infeksi parasit (Wehbi, 2008). Infeksi virus (Wehbi, 2008).
b. Gastritis non-infeksi
1) Gastropai akbiat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluks garam empedu kronis
dan kontak dengan OAINS atau aspirin (Mukherjee, 2009).
2) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronik yang menyebabkan ureum terlalu
banyak beredar pada mukosa lambung (Wehbi, 2008).

C. PATOFISIOLOGI
1. Gastritis Akut.
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiitasi mukosa lambung. Jika mukosa
lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
a. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung akan
meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan
NaCL sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3.Hasil dari penyawaan tersebut akan
meningkatkan asam lambung . Jika asam lambung meningkat maka akan meningkatkan
mual muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit.
b. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang
dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan terjadi
hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi
mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi
dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan yang akan
menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
2. Gastritis Kronik.
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi
mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna
akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief.
Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik
lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata,
Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Gastritis Akut yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna
pada hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia
2. Gastritis Kronik, Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil
mengeluh nyeri ulu hati anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak
di jumpai kelainan.

E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut:
a. Perdarahan saluran cerna bagian atas, yang merupakan kedaruratan medis, terkadang
perdarahan yang terjadi cukup banyak sehingga dapat menyebabkan kematian.
b. Ulkus, jika prosesnya hebat
c. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah hebat.
2. Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat
kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan
penyempitan daerah antrum pylorus.

F. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Endoskopi, khususnya gastroduodenoskopi.
Hasil pemeriksaan akan ditemukan gambaran mukosa sembab, merah, mudah berdarah
atau terdapat perdarahan spontan, erosi mukosa yang bervariasi.
2. Histopatologi.
Pada pemeriksaan histoptologi kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati
mukosa muskularis. Ciri khas gastritis erosif ialah sembuh sempurna dan terjadi dalam
waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu pemeriksaan endoskopi , sebaiknya dilakukan
seawal mungkin.
3. Radiologi dengan kontras ganda, meskipun kadang dilakukan tapi tidak maksimal
4. Laboraturium
Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu spesifik untuk penderita gastritis, tetapi dapat
dilakukan untuk melihat adanya anemia bila terjadi perdarahan. Batas serum gastrin
biasanya menurun atau normal. Serum vitamin B 12 dapat dikaji untuk melihat kekurangan
vitamin B 12. (Asmadi,2008)

G. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat baring
2. Diet makanan cair, setelah hari ketiga boleh makan makanan lunak. Hindari bahan-bahan
yang merangsang.
3. Bila mual muntah, dapat diberikan antiemetik seperti dimenhidrinat 50 – 100 mg per-os
atau klorpromazin 10-20 mg per-os. Bila disebabkan oleh kuman-kuman, berikan
antibiotika yang sesuai.
4. Bila nyeri tidak hilang denga antasida, berikan oksitosin tablet 15 menit sebelum makan.
5. Berikan obat antikolinergik bila asam lambung berlebihan. (Asmadi,2008)

H. PENCEGAHAN
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga
mencapai PH lambung. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya
tetap dianjurkan.
2. Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang
berat.
3. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah
dengan misaprostol atau Derivat Prostaglandin.
I. PATHWAY
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Data biografi di dapat melalui wawancara meliputi identitas pasien (umur ,jenis kelamin)
dan penanggung jawab, pengumpulan data seperti keluhan utama yang dirasakan pasien,
pola makan (diet), perokok, alkoholik, minum kopi, penggunaan obat-obatan tertentu.
2. Riwayat kesehatan meliputi riwayat kesehatan keluarga adanya penyakit keturunan atau
tidak, riwayat penyakit sekarang riwayat penyakit yang dialami saat ini adanya alergi obat
atau makanan.
3. Riwayat penyakit dahulu meliputi apakah pasien tersebut pernah opname atau tidak
sebelumnya penyakit apa yang pernah diderita sebelumnya.
4. Riwayat psikososial pasien : biasanya ada rasa stress , kecemayang sangat tinggi yang
dialami pasien menegnai kegawatan pada saat krisis.
5. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi makan, minum, porsi , keluhan Gejala : Nafsu makan menurun, adanya
penurunan berat badan, mual, muntah.
b. Pola eliminasi seperti buang air kecil, buang air besar yang meliputi frekuensi, warna,
konsisisten dan keluhan yang dirasakan. Gejala : BAB berwarna hitam ,lembek
6. Pola kebersihan diri
Pola ini membahas tentang kebersihan kulit, kebersihan rambut, telinga, mata, mulut, kuku.
7. Pola pemeriksaan dan pemeliharaan kesehatan
8. Pola kognitif- persepsi sensori Keadaan mental yang di alami, berbica, bahasa, ansietas,
pendengaran, penglihatan normal atau tidak.
9. Pola konsep diri meliputi identitas diri, ideal diri, harga diri, gambaran diri.
10. Pola koping dan nilai keyakinan

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum klien
2. Tingkah laku klien
3. Berat badan ( mengalami penurunan berat badan ) dan tinggi badan klien
4. Pengkajian fisik: Secara subyektif dijumpai keluhan pasien berupa : nyeri epigastrium, perut
lembek, kram, ketidakmampuan mencerna, mual, muntah. Sedangkan secara obyektif
dijumpai :tanda-tanda yang membahayakan, meringis, kegelisahan, atau merintih,
perubahan tandatanda vital, kelembekan daerah epigastrium, dan penurunan peristaltik,
erythema palmer, mukosa kulit basah tanda-tanda dehidrasi.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah
2. Radiologi
3. Endoskopi
4. Histopatologi

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri sehubungan dengan iritasi gastrium atau pengecilan kelenjar gastric Ansietas
berhubungan dengan krisis situasional
2. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan pemasukan cairan dan elektrolit yang
kurang, muntah, perdarahan. Aktivitas intolerance berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
4. Resiko infeksi dengan faktor resiko tindakan infasif
5. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan (proses penyakit)
(Doengoes, 2000).

E. INTERVENSI KEPERAWATAN

Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan kriteria hasil
Nyeri Paint control Pain menegent 1. Mengidentifikasi
berhubungan dengan Setelah di lakukan 1. Observasi tingkat nyeri untuk
iritasi gastrium tindakan nyeri klien secara melakukan
kepeawatan intervensi
selama... jam konferhensif baik 2. mengetahui
diharapakan nyeri meliputi perkembangan
berkurang atau frekuensi, lokasi, kondisi klien
hilang dengan intensitas, reaksi. 3. mengurangi rasa
kriteria hasil : 2. Observasi nyeri yang di
1. Klien tanda- tanda vital rasakan
mengatakan rasa 3. Ajarkan 4. membantu menjaga
nyeri berkurang teknik relaksasi klien dan mengambil
atau hilang nafas dalam keputusan
2. Tekanan darah 4. Edukasi 5. memberikan
90/60-140/90 keluarga untuk informasi kepada
mmHg terlibat dalam klien tentang nyeri
3. Nadi 60- asuhan yang di rasakan
100x/menit keperawatan 6. Membantu
4. Respirasi 16- 5. Jelaskan mengurangi nyeri
24x/menit sebab - sebab yang di rasakan
5. Nyeri ringan 2- nyeri kepada
3 klien

6. Wajah klien tidak 6. Kolaborasi


menyeringai pemberian
analgesik

Kekurangan Volume Setelah di lakukan 1. Awasi masukan 1. Memberikan informasi


cairan berhubungan tindakan dan haluaran, tentang keseimbangan
dengan kepeawatan karakter dan cairan.
pemasukan selama... jam frekuensi 2. Menunjukkan
elektolit yang diharapakan klien muntah. kehilangan cairan
kurang , mual, dapat 2. Kaji tandatanda berlebihan atau
muntah menunjukkan vital. dehidrasi.
pemasukan 3. Ukur berat badan 3. Indikator cairan status
elektrolit yang tiap hari. nutrisi.
kuat dengan 4. Kolaborasi 4. Mengontrol mual dan
kriteria hasil pemberian muntah pada keadaan
1. Tidak ada antiemetik pada akut.
penurunan berat keadaan akut.
badan
2. Tidak ada mual
muntah

Ketidakseimba Setelah di lakukan 1. Kaji nafsu 1. Mengetahui


ngan nutrisi tindakan makan.klien. sejahmana terjadinya
kurang dari kepeawatan 2. Kaji hal-hal yang perubahan pola
kebutuhan selama... jam menyebabka makan dan sebagai
berhubungan diharapakan klien n klien malas bahan untuk
dengan intake dapat makan melaksanakan
yang tidak menunjukkan tidak 3. Anjurkan klien intervensi.
Adekuat adanya tanda- untuk makan porsi 2. Mendeteksi secara
tanda sedikit tapi sering. diri dan tepat agar
ketidakseimbanga 4. Anjurkan dan mencari intervensi
n nutrisi kurang ajarkan yang cepat dan tepat
dari melakukan untuk
kebutuhan dengan kebersihan mulut penanggulangann ya.
kriteria : sebelum makan. 3. Porsi yang sedikit tapi
1. Nafsu makan 5. Kolaborasi dengan sering membantu
baik tim gizi dalam menjaga pemasukan
2. Porsi makan pemberian TKTP. dan rangsangan
dihabiskan mual/muntah.
3. Berat badan 4. Menimbulkan rasa
normal, sesuai segar, mengurangi
dengan tinggi rasa tidak nyaman,
badan. sehingga berefek
meningkatkan nafsu
makan.
5. Makanan Tinggi Kalori
Tinggi Protein dapat
mengganti kalori,
protein
Resiko infeksi Setelah di lakukan 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui
dengan factor tindakan umum pasien keadaan umum
resiko agen kepeawatan 2. Observasi tanda pasien
cidera fisik selama ….jam tanda infeksius 2. Mengetahui
(Tindakan diharapakan klien perkembangan
infasif ) tidak mengalami pasien
adanya tanda

F. IMPLEMENTASI
Tindakan yang dilakukan oleh penulis dalam melakukan keperawatan yang sesuai dengan
masalah yang muncul dan rencana keperawatan sesuai dengan standar prosedur operasianal
perawat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
G. EVALUASI
Hasil akhir dari tindakan keperawatan yang diperoleh dari subjektif dan obyektif yang dapat
ditarik kesimpulan untuk tindakan yang akan dilakukan untuk memberikan tindakan
keperawatan selanjutnya oleh pasien untuk memenuhi kebutuhan manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes,Marilyn.E.dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat


Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Dr. W Herdin Sibuea dkk (2009). Ilmu Penyakit Dalam. Rineka Cipta . Jakarta

Misnadiarly. (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau maag), Infeksi
Mycobacteria pada Ulser Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Mutakin Arif, Kumala Sari. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Salemba Medika. Jakarta. 2011

Novita. (2018). “Pengaruh lep wrapping di RSud Muntilan”.Jurnal.


(dipublikasikan)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. B
DENGAN DIAGNOSA MEDIS TUMOR REGIO HUMERUS
DI RUANG BAJIKAMASE RSUD LABUANG BAJI

KARTINI, S. KEP

7117601615

CI INSTITUSI CI LAHAN

(.........................................) (.........................................)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA MAKASSAR

2021/2022

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Tumor adalah pertumbuhan jaringan baru yang terus menerus secara cepat dan
pertumbuhannya tidak terkendali. Tumor dapat berasal dari dalam tulang, jaringan, atau sel
kartilago yang berhubungan dengan epifisis atau dari unsur pembentuk darah yang terdapat
pada sumsum tulang (Suratun, 2008).

Tumor tulang / incoplasma adalah pertumbuhan jaringan baru yang terus menerus secara
cepat dan pertimbangannya tidak terkendali. Tumor / incoplasma dapat berasal dari dalam
tulang juga timbul dari jaringan atau dari sel-sel kartilago yang berhubungan dengan
epiphipisis atau dari unsur-unsur pembentuk darah yang terdapat pada sumsum tulang.

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan
kejadian tumor tulang. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi, keturunan, beberapa kondisi
tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi), (Smeltzer, 2001).
Meskipun tidak ada penyebab tumor tulang yang pasti, ada beberapa factor yang
berhubungan dan memungkinkan menjadi faktor penyebab terjadinya tumor tulang yang meliputi:
1. Genetik
Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang, misalnya
sarcoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Dari data penelitian diduga
mutasi genetic pada sel induk mesinkin dapat menimbulkan sarcoma. Ada beberapa gen
yang sudah diketahui ,mempunyai peranan dalam kejadian sarcoma, antara lain gen RB-
1 dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam terjadinya STS. Gen lain
yang juga diketahui mempunyai peranan adalah gen MDM-2 (Murine Double Minute 2).
Gen ini dapat menghasilkan suatu protein yang dapat mengikat pada gen p53 yang telah
mutasi dan menginaktivitas gen tersebut.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CKD

A. Pre HEMODIALISA
1. Pengkajian Biodata
Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki sering memiliki
resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.
2. Keluhanutama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai.
Keluhan bisa berupa urin output yang menurun dari oliguria- anuria, penurunan kesadaran
karena komplikasi pada sistem sirkulasi- ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaforesis,
fatigue, napas berbau urea, dan pruritus.
3. Riwayatkesehatan
Keluhan anoreksia, mual, kenaikan berat badan, atau edema, penurunan output urin,
perubahan pola napas, perubahan fisiologis kulit dan bau urea pada napas.
4. Riwayat penyakitdahulu
Kaji riwayat penyakit terdahulu seperti penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat-
obat berlebihan, diabetes melitus, hipertensi atau batu saluran kemih.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga tidak
terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi
memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut
bersifat herediter.
6. Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jka klien memiliki koping adaptif yang baik. Pada
klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami
perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa.
7. Keadaan umum dan tanda-tandavital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran bergantung
pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat (Tachypneu),
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi.
8. Sistem pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis respiratorik
maka kondisi pernapasan akan mengalami patalogis gangguan. Pola napas akan semakin
cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi(Kusmaul)
9. Sistem hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu, biasanya terjadi TD
meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi jantung, chest pain, dyspnue, gangguan
irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa
metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam eksresinya. Selain itu,
pada fisiologi darah sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.

10. Sistemneuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi cerebral
terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya disorientasi akan dialami
klien gagal ginjal kronis.
11. Sistem kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis salah satunya
adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang kewajaran akan mempengaruhi
volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan
meningkatkan bebanjantung.
12. Sistemendokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis akan mengalami
disfungsi seksualitas karena penurunan hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal
ginjal kronis berhubungan dengan penyakit diabetes militus, makan akan ada gangguan
dalam sekresi insulin yang berdampak pada prosesmetabolisme.
13. Sistem perkemihan
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi,
reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan urin
output < 400 ml/hr bahkan sampai padaanuria
14. Sistem pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress effect). Sering
ditemukan anoreksia, mual, muntah dan diare.
15. Sistemmuskuloskeleta
lDengan penurunan/ kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses
demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi.
16. Pemeriksaanfisik
a. Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidakteratur.
b. Kepala
1) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatankabur, edemaperiorbital.
2) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dankasar.
3) Hidung : pernapasan cupinghidung
4) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta
cegukan, peradangangusi.
c. Leher : pembesaran vena leher.
d. Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul
serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rubpericardial.

e. Abdomen : nyeri area pinggang, asites.


f. Genital : atropi testikuler,amenore.
g. Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatanotot.
h. Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
Derajat edema:
1) Derajat I: Kedalamannya 1-3 mm dengan waktu kembali 2 detik.
2) Derajat II: Kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik.
3) Derajat III: Kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
4) Derajat IV: Kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik.

17. Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronis menurut NANDA (2015-2017)
yaitu :
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasiperfusi,
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi,
diabetesmelitus,
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cederabiologis,
e. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupanmakanan,
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan statuscairan, Intoleransi
aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, tirahbaring.

B. INTRA HEMODIALISA
Intervensi keperawatan menurut NANDA NIC NOC 2015
Kelebihan volume cairan NOC NIC
Defenisi : peningkatan  Electrolic and acid base Fluid management
retensi cairan isotonic balance - Timbang popok atau
 Fluid balance pembalut jika
Batasan karakteristik  Hydration diperlukan
 Bunyi nafas adventisius Kriteria hasil : - Pertahankan catatan
 Gangguan elektrolit intake dan output yang
 Anasarka  Terbebas dari edema, akurat
 Ansietas efusi, anaskara - Pasang urine kateter jika
 Azotemia  Bunyi nafas bersih, tidak diperlukan
 Perubahan tekanan ada dispneu/ortopneu - Monitor hasil hb yang
darah  Memelihara tekanan sesuai dengan retensi
 Perubahan status vena sentral, tekanan cairan ( BUN, Hmt,
mental kapiler paru, output otmolalitas urin)
 Perubahan pola jantung dan vital sign - Monitor status
pernafasan dalam batas normal hemodinamik termasyk
 Penurunan hematocrit  Terbebas dari kelelahan, CVP, MAP, PAP, dan
 Penurubab hemoglobin kecemasan atau PCWP
 Dyspnea kebingungan - Monitor vital sign
 Edema  Menjelaskan indicator - Monitor indiksi retensi /
 Peningkatan tekanan kelebihan cairan kelebihan cairan
vena sentral (cracles, CVP, edema,
 Asupan melebihi distensi vena leher,
haluaran asites)
 Distensi vena jugularis - Kaji lokasi dan luas
 Oliguria edema
 Ortopnea - Monitor masukan
 Efusi pleura makanan/cairan dan
 Refleksi hepatojugulae hitung intake kalori
positif - Batasi masukan cairan
 Perubahan tekanan pada keadaan
arteri pulmonal hiponatrermi dilusi
 Kongesti pulmonal dengan serum Na < 130
 Gelisah mEq/l
 Perubahan jenis berat - Kolaborasi dokter jika
urin tanda cairab berlebih
 Bunyi jantung S3 muncul memburuk
 Penambahan berat Fluid monitoring
badan dalam waktu
singkat - Tentukan riwayat jumlah
dan tipe intake cairan
Factor-factor yang dan eliminasi
berhubungan : - Tentukan kemungkinan
 Kelebihan mekanisme factor resiko dari ketidak
regulasi seimbangan cairan
 Kelebihan asupan cairan (Hipertermia, terapi
diuretic, kelainan renal,
gagal jantung,
diaporesisi, disfungsi
hati dll)
- Monitor berat badan
- Monitor serum dan
elektrolit urine
- Monitor serum dan
osmilalitas dan
perubahan irama
jantung
- Monitor parameter
hemodinamik infasif
- Catat secara akurat
intake dan output
- Monitor adanya distensi
leher, rinchi, oedema
perifer, dan
penambahan BB
- Monitor tanda dan
gejala dari oedema.

C. Implementasi
Implementasi atau tindakan keperawatan disesuaikan dengan renc ana keperawatan
yang telah disusun

D. POST HEMODIALISA
Observasi TTV
Timbang BB post HD
Evaluasi tindakan yang sudah diberikan kepada pasien
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih. Bahasa
Monica Ester, Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk. Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika

Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to Understanding
and Management. USA : Oxford University Press.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction.

Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai