PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Soft tissue tumor adalah suatu kelompok tumor yang biasanya berasal
dari jaringan ikat, dan ditandai sebagai massa di anggota gerak, badan atau
reptroperitoneum (Toy et al.2011: 120). Penyebab pasti timbulnya soft tissue
tumor ini belum jelas, namun banyak faktor yang di duga berperan. Kondisi
genitik 66%, paparan radiasi 1%, infeksi 3 % dan trauma 30 % merupakan
faktor resiko yang berhubungan erat dengan terjadinya soft tissue tumor.
Lokasi yang paling sering ditemukan yaitu kira-kira 40% terjadi di
ekstermitas bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di
kepala dan leher dan 30% di badan dan retroperitoneum. (M. Clevo, 2012: 85)
Menurut Organisasi Kesehatan dunia (WHO), Soft Tissue Tumor
merupakan benjolan abnormal yang disebabkan oleh neoplasma. Menurut
WHO pada tahun 2012 angka penderita soft tissue tumor secara global, sekitar
14,1 juta orang yang menderita soft tissue tumor. Dalam data WHO tahun
2008, Asia Tenggara menyumbang 725.600 kasus. (ACS, 2012: 2)
Pasien soft tissue tumor biasanya di bawa oleh keluarga ke rumah sakit
atau unit kesehatan lainnya. Karena keluarga tidak mampu merawat, benjolan
semakin lama semakin membesar dan kadang-kadang pasien mengeluh nyeri.
Beberapa alasan yang lazim keluarga membawa pasien ke rumah sakit yaitu
benjolan semakin lama semakin membesar, keluarga mengira itu kanker dan
pasien merasa nyeri. Soft Tissue Tumor adalah benjolan atau pembengkakan
abnormal yang disebabkan oleh neoplasma. Soft Tissue Tumor (STT) adalah
pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-selnya tidak tumbuh
seperti kanker. (M. Clevo, 2012: 84)
Soft tissue tumor umumnya dapat ditangani dengan tindakan bedah
dan keperawatan. Dalam penatalaksanaan keperawatan pada soft tissue tumor
di lakukan tindakan pembedahan kecil (exsici). Bisanya dalam asuhan
keperawtan soft tissue tumor dengan masalah yang sering muncul adalah
cemas berhubunga dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan setelah
operasi masalah yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik (luka post operasi) dan resiko infeksi.
Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
secara komprehensif pada klien dengan penyakit STT (Soft Tissue Tumor)
dan memberi asuhan keperawatan secara komprehensif. Penulis ingin
menganalisis penyakit STT (Soft Tissue Tumor) yang terjadi pada Tn. S
dengan disusun dalam bentuk karya ilmiah dengan Judul “Asuhan
Keperawatan Soft Tissue tumor Pada Tn. S di Ruang Dahlia RSU
Banyumas”.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian soft tissue tumor
2. Mengetahui etiologi soft tissue tumor
3. Mengetahui patofisiologi soft tissue tumor
4. Mengetahui manifestasi soft tissue tumor
5. Mengetahui pathway soft tissue tumor
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang soft tissue tumor
7. Mengetahui penatalaksanaan tissue tumor
8. Mengetahui pengkajian soft tissue tumor
9. Mengetahui diagnosa keperawatan soft tissue tumor
10. Mengetahui fokus intervensi soft tissue tumor
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN
Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau pembengkakan yang abnormal
yang disebabkan oleh neoplasma dan non-neoplasma ( Smeltzer, 2002 ). STT
adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel selnya tidak tumbuh
seperti kanker (Price, 2006). Jadi kesimpulannya, STT adalah Suatu benjolan atau
pembengkakan yang abnormal didalam tubuh yang disebabkan oleh neoplasma
yang terletak antara kulit dan tulang
B. ETIOLOGI
Menurut Sjamsuhidajat (2005), penyebab soft tissue tumor adalah sebagai berikut.
1. Kondisi Genetik
Ada bukti tertentu pembentuk gen dan mutasi gen adalah faktor
predisposisi untuk beberapa tumaoi jarinan lunak. Dalam daftar laporan
gen yang abnormal, bahwa gen memiliki peran penting dalam menentukan
diagnosis.
2. Radiasi
Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi
yang mendorong transformasi neoplastik.
3. Infeksi
Infeksi firus epstein-bar bagi orang yang memiliki kekebalan tubuh yang
lemah ini juga akan meningkatkan kemungkinan terkenanya STT.
4. Trauma
Hubungan antara trauma dengan STT mungkin hanya kebetulan saja.
Trauma mungkin menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.
C. PATOFISIOLOGI
Pada umumnya tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors (STT) adalah
proliferassi jaringan mesenkimal yang terjadi dijaringan nonepitelial ekstraskeletal
tubuh. Dapat timbul di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas
bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher,
dan 30% di badan. Tumor jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa
tumor jinak, seperti serabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari
tempatnya, maka tumor membesar melewati batas sampai ke struktur
neurovascular (Weiss, 2008). Tumor jaringan lunak timbul di lokasi
sepertilekukan-lekukan tubuh. Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat
dibagi atas 4 fase yaitu :
1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi
2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3. Invasi lokal.
4. Metastasis jauh
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala STT tidak spesifik. Tergantung dimana letak tumor atau
benjolan tersebut berada. Awal mulanya gejala berupa adanya suatu benjolan
dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang merasakan
sakit yang biasanya terjadi akibat perdarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa
juga karena adanya penekanan pada saraf – saraf tepi. Tumor jinak jaringan lunak
biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila dirabaterasa lunak dan bila
tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan di sekitarnyadan
tidak pernah menyebar ke tempat jauh (Potter and Perry, 2006)
Pada tahap awal, STT biasanya tidak menimbulkan gejala karena jaringan
lunak yang relatif elastis, tumor atau benjolan tersebut dapat bertambah besar,
mendorong jaringan normal. Kadang gejala pertama penderita merasa nyeri atau
bengkak.
E. PATHWAYS KEPERAWATAN
Adanya inflamasi
Terputusnya kontinuitas
Adanya luka post op
jaringan
Perubahan fisik
Menstimulasi respon
Peradangan Tempat masuk
Anatomi kulit abnormal nyeri
pada kulit mikroorganisme
Kurang pengetahuan
Nyeri Bercak –
bercak merah Resti infeksi
Cemas
Kerusakan integritas kulit
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nurarif (2015), pemeriksaan penunjang soft tissue tumor adalah
sebagai berikut.
1. Pemeriksaan X-ray
X-ray untuk membantu pemahaman lebih lanjut tentang berbagai tumor
jaringan lunak, transparansi serta hubungannya dengan tulang yang
berdekatan. Jika batasnya jelas, sering didiagnosa sebagai tumor jinak,
namun batas yang jelastetapi melihat kalsifikasi, dapat didiagnosa sebagai
tumor ganas jaringan lunak, situasi terjadi di sarkoma sinovial,
rhabdomyosarcoma, dan lainnya.
2. Pemeriksaan USG
Metode ini dapat memeriksa ukuran tumor, gema perbatasan amplop dan
tumor jaringan internal, dan oleh karena itu bisa untuk membedakan antara
jinak atau ganas. tumor ganas jaringan lunak tubuh yang agak tidak jelas,
gema samar-samar, seperti sarkoma otot lurik, myosarcoma sinovial, sel
tumor ganas berserat histiocytoma seperti. USG dapat membimbing untuk
tumor mendalami sitologi aspirasi akupunktur.
3. CT scan
CT memiliki kerapatan resolusi dan resolusi spasial karakteristik tumor
jaringan lunak yang merupakan metode umum untuk diagnosa tumor
jaringan lunak dalam beberapa tahun terakhir.
4. Pemeriksaan MRI
MRI dapat melihat tampilan luar penampang berbagai tingkatan tumor dari
semua jangkauan, tumor jaringan lunak retroperitoneal, tumor panggul
memperluas ke pinggul atau paha, tumor fossa poplitea serta gambar yang
lebih jelas dari tumor tulang atau invasi sumsum tulang, adalah untuk
mendasarkan pengembangan rencana pengobatan yang lebih baik.
5. Pemeriksaan histopatologis
a. Sitologi: sederhana, cepat, metode pemeriksaan patologis yang
akurat. Dioptimalkan untuk situasi berikut:
1) Ulserasi tumor jaringan lunak, Pap smear atau metode
pengumpulan untuk mendapatkan sel, pemeriksaan
mikroskopik
2) Sarcoma jaringan lunak yang disebabkan efusi pleura, hanya
untuk mengambil spesimen segar harus segera konsentrasi
sedimentasi sentrifugal, selanjutnya smear
3) Tusukan smear cocok untuk tumor yang lebih besar, dan
tumor yang mendalam yang ditujukan untuk radioterapi atau
kemoterapi, metastasis dan lesi rekuren juga berlaku.
b. Forsep biopsi: jaringan ulserasi tumor lunak, sitologi smear tidak
dapat didiagnosis, lakukan forsep biopsi.
c. Memotong biopsy : Metode ini adalah kebanyakan untuk operasi.
d. Biopsi eksisi : berlaku untuk tumor kecil jaringan lunak, bersama
dengan bagian dari jaringan normal di sekitar tumor reseksi seluruh
tumor untuk pemeriksaan histologis.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Manuaba (2010), penatalaksanaan soft tissue tumor yaitu :
1. Penatalaksanaan Medik
a. Bedah
Mungkin cara ini sangat beresiko. Akan tetapi, para ahli bedah mencapai
angka keberhasilan yang sangat memuaskan. Tindakan bedah ini bertujuan
untuk mengangkat tumor atau benjolan tersebut.
b. Kemoterapi
Metode ini melakukan keperawatan penyakit dengan menggunakan zat
kimia untuk membunuh sel sel tumor tersebut. Keperawatan ini berfungsi
untuk menghambat pertumbuhan kerja sel tumor.
Pada saat sekarang, sebagian besar penyakit yang berhubungan dengan
tumor dan kanker dirawat menggunakan cara kemoterapi ini.
c. Terapi Radiasi
Terapi radiasi adalah terapi yang menggunakan radiasi yang bersumber dari
radioaktif. Kadang radiasi yang diterima merupankan terapi tunggal. Tapi
terkadang dikombinasikan dengan kemoterapi dan juga operasi pembedahan.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perhatikan kebersihan luka pada pasien
b. Perawatan luka pada pasien
c. Pemberian obat
d. Amati ada atau tidaknya komplikasi atau potensial yang akan terjadi setelah
dilakukan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Pre Op
1. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
Post Op
Faktor Yang
Berhubungan :
Agen injury (biologi,
kimia, fisik, psikologis)
Internal :
a. Perubahan status
metabolik
b. Tulang menonjol
c. Defisit imunologi
Faktor yang
berhubungan :
a. Gangguan sirkulasi
b. Iritasi kimia
(ekskresi dan sekresi
tubuh, medikasi)
c. Defisit
cairan,kerusakan
mobilitas fisik,
keterbatasan
pengetahuan, faktor
mekanik (tekanan,
gesekan) kurangnya
nutrisi, radiasi,
faktor suhu (suhu
yang ekstrim)
3. Resti infeksi a. Immune Status a. Infection Control (Kontrol infeksi)
berhubungan dengan b. Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
luka post operasi c. Risk control R/mengurangi resiko infeksi
- Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil : R/ menurunkan resiko kontminasi silang
a. Prosedur Infasif a. Klien bebas dari tanda dan - Batasi pengunjung bila perlu
b. Ketidakcukupan gejala infeksi R/ menurunkan resiko infeksi
pengetahuan untuk b. Mendeskripsikan proses - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
menghindari penularan penyakit, factor yang tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
paparan patogen mempengaruhi penularan serta meninggalkan pasien
c. Trauma penatalaksanaannya, R/ mencegah terjadinya kontaminasi silang
d. Kerusakan jaringan c. Menunjukkan kemampuan - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
dan peningkatan untuk mencegah timbulnya R/ mencegah terpajan pada organisme infeksius
paparan lingkungan infeksi - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
e. Ruptur membran d. Jumlah leukosit dalam batas keperawatan
amnion normal R/ menurunkan resiko infeksi
f. Agen farmasi e. Menunjukkan perilaku hidup - Pertahankan lingkungan aseptik selama
(imunosupresan) sehat pemasangan alat
g. Malnutrisi R/ mempertahankan teknik steril
h. Peningkatan paparan - Tingkatkan intake nutrisi
lingkungan patogen R/ membantu meningkatkan respon imun
i. Imonusupresi - Berikan terapi antibiotik bila perlu
j. Ketidakadekuatan R/ mencegah terjadinya infeksi
imun buatan b. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
k. Tidak adekuat - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
pertahanan sekunder R/mengidentifikasi keadaan umum pasien dan luka
(penurunan Hb, - Monitor hitung granulosit, WBC
Leukopenia, R/ mengidentfikasi adanya infeksi
penekanan respon - Monitor kerentanan terhadap infeksi
inflamasi) R/ menghindari resiko infeksi
l. Tidak adekuat - Berikan perawatan kulit pada area epidema
pertahanan tubuh R/ meningkatkan kesembuhan
primer (kulit tidak - Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
utuh, trauma R/mengetahui tingkat kesembuhan pasien
jaringan, penurunan - Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
kerja silia, cairan resep
tubuh statis, R/ membantu meningkatkan status pertahanan
perubahan sekresi tubuh terhadap infeksi
pH, perubahan - Ajarkan cara menghindari infeksi
peristaltik) R/ mempertahankan teknik aseptik
m. Penyakit kronik - Laporkan kultur positif
R/ mengetahui terjadinya infeksi pada luka