Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TN. A DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN


(NYERI) DI RUANGAN BOUGENVILLE DI RSUD KOTA TANJUNGPINANG

Disusun Oleh:
R. Alya Rama Dinta
112214039

Preseptor Klinik Preceptor Akademik

Ns, Yurmila Armaya Sari, S.Kep Ns, Komala Sari, S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH TANJUNGPINANG
2022
A. Konsep Dasar
1. Konsep Soft Tissue Tumor
a. Defenisi
Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau pembengkakan
abnormal yang disebabkan oleh neoplasma dan nonneoplasma. Soft Tissue
Tumor (STT) adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana
sel-selnya tidak tumbuh seperti kanker. Jadi kesimpulannya, Soft Tissue
Tumor (STT) adalah suatu benjolan atau pembengkakan abnormal yang
disebabkan pertumbuhan sel baru.
b. Anatomi dan Fisiologi

1) Otot
Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus
yaitu berkontraksi bergerak. Otot terdiri atas serabut silindris yang
mempunyai sifat yang sama dengan jaringan yang lain, semua ini
diikat menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan
ikat yang mengandung unsur kontraktil
2) Tendon
Tendon adalah pengikat otot pada tulang, tendon ini berupa
serabut-serabut simpai yang berwarna putih, berkilap, dan tidak
elastis.
3) Jaringan ikat
Jaringan ikat melengkapi kerangka badan, dan terdiri dari
jaringan areolar dan serabut elastis.
c. Etiologi
1) Kondisi Genetik
Ada bukti tertentu pembentuk gen dan mutasi gen adalah faktor
predisposisi untuk beberapa tumaoi jarinan lunak. Dalam daftar
laporan gen yang abnormal, bahwa gen memiliki peran penting
dalam menentukan diagnosis.
2) Radiasi
Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi-
induksi yang mendorong transformasi neoplastik.
3) Infeksi
Infeksi firus epstein-bar bagi orang yang memiliki kekebalan tubuh
yang lemah ini juga akan meningkatkan kemungkinan terkenanya
STT.
4) Trauma
Hubungan antara trauma dengan STT mungkin hanya kebetulan
saja. Trauma mungkin menarik perhatian medis ke pra-luka yang
ada.
d. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala tumor jaringan lunak tidak spesifik, tergantung
pada lokasi dimana tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya
suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit
penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya terjadi akibat perdarahan
atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan
pada saraf-saraf tepi.
Dalam tahap awal, jaringan lunak tumors biasanya tidak
menimbulkan gejala karena jaringan lunak yang relatif elastis, tumors
dapat tumbuh lebih besar, mendorong samping jaringan normal,
sebelum mereka merasa atau menyebabkan masalah. kadang gejala
pertama biasanya gumpalan rasa sakit atau bengkak. dan dapat
menimbulkan gejala lainnya, seperti sakit atau rasa nyeri, karena dekat
dengan menekan saraf dan otot. Jika di daerah perut dapat
menyebabkan rasa sakit abdominal umumnya menyebabkan sembelit
e. Pathways

genetic, radiasi, infeksi dan trauma

Terbentuknya benjolan (tumor) dibawah kulit

Soft Tissue Tumor (STT)

Pre Operasi Post Operasi

Adanya inflamasi Terputusnya kontinuitas


Adanya luka post op
jaringan

Perubahan fisik
Menstimulasi respon
Peradangan
nyeri Tempat masuk
Anatomi kulit pada kulit
mikroorganisme
abnormal

Nyeri
Bercak – Resiko infeksi
Kurang
bercak merah
pengetahuan

Gangguan
Cemas Kerusakan
f. Patofisiologi mobilitas fisik
integritas
Pada umumnya tumor-tumor jaringankulit
lunak Soft Tissue
Tumors (STT) adalah proliferasi masenkimal yang terjadi di jaringan
nonepitelial ekstraskeletal tubuh. Dapat timbul di tempat di mana
saja, meskipun kirakira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutama
daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan
30% di badan.
Tumors jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun
beberapa tumor jinak, seperti serabut luka. Setelah tumor mencapai
batas anatomis dari tempatnya, maka tumor membesar melewati batas
sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di
lokasi seperti lekukan. proses alami dari kebanyakan tumor ganas
dapat dibagi atas 4 fase yaitu : Perubahan ganas pada sel-sel target,
disebut sebagai transformasi.
1) Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
2) Invasi lokal
3) Metastasis jauh.
g. Penatalaksanaan
Secara umum, pengobatan untuk jaringan lunak tumors
tergantung pada tahap dari tumor. Tahap tumor yang didasarkan pada
ukuran dan tingkatan dari tumor. Pengobatan pilihan untuk jaringan
lunak tumors termasuk operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi.
1) Bedah adalah yang paling umum untuk perawatan jaringan lunak
tumors. Jika memungkinkan, dokter akan menghapus kanker dan
margin yang aman dari jaringan sehat di sekitarnya. Penting
untuk mendapatkan margin bebas tumor untuk mengurangi
kemungkinan kambuh lokal dan memberikan yang terbaik bagi
pembasmian dari tumor. Tergantung pada ukuran dan lokasi dari
tumor, mungkin, jarang sekali, diperlukan untuk menghapus
semua atau bagian dari lengan atau kaki.

2) Terapi radiasi dapat digunakan untuk operasi baik sebelum atau


setelah shrink Tumors operasi apapun untuk membunuh sel
kanker yang mungkin tertinggal. Dalam beberapa kasus, dapat
digunakan untuk merawat tumor yang tidak dapat dilakukan
pembedahan. Dalam beberapa studi, terapi radiasi telah
ditemukan untuk memperbaiki tingkat lokal, tetapi belum ada
yang berpengaruh pada keseluruhan hidup.

3) Kemoterapi dapat digunakan dengan terapi radiasi, baik sebelum


atau sesudah operasi untuk mencoba bersembunyi di setiap tumor
atau membunuh sel kanker yang tersisa. Penggunaan kemoterapi
untuk mencegah penyebaran jaringan lunak tumors belum
membuktikan untuk lebih efektif. Jika kanker telah menyebar ke
area lain dari tubuh, kemoterapi dapat digunakan untuk Shrink
Tumors dan mengurangi rasa sakit dan menyebabkan kegelisahan
mereka, tetapi tidak mungkin untuk membasmi penyakit.
Penanganan pada Soft Tissue Tumor (STT) adalah sebagai
berikut :

a) Terapi Medis Terapi medis termasuk eksisi endoskopik


tumor di traktus gastrointestinal bagian atas misalnya:
esophagus, perut (stomach), dan duodenum atau colon.

b) Terapi Pembedahan (Surgical Therapy) Pembedahan


(complete surgical excision) dengan kapsul sangatlah
penting untuk mencegah kekambuhan setempat (local
recurrence). Terapi tergantung lokasi tumor. Pada lokasi
yang tidak biasanya, pemindahan lipoma menyesuaikan
tempatnya.

2. Konsep Nyeri
a. Nyeri
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan
bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respons
individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan
satu dengan lainnya. Hal tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam
mengatasi nyeri pada klien (Asmandi, 2018).
b. Anatomi dan fisiologi

1) Susanan saraf
a) Saraf pusat
Sistem saraf pusat susunan saraf pusat (SPP) yaitu otak dan
medulla spinalis, yang merupakan pusat integrasi dan control
seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional pada susunan saraf
pusat adalah neuron akson sebagai penghubung dan transmisi
elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang
menunjang secara mekanik dan metabolik.
b) Saraf tepi
Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis
yang merupakan garis komunikasi antara SPP dan tubuh. SST
tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari dan ke
SPP.

Menurut (Andarmoyo, 2017) ada beberapa tahapan dalam


proses terjadinya nyeri, yaitu :
a) Stimulasi
Persepsi nyeri reseptor, diantarkan oleh neuron khusus yang
bertindak sebagai reseptor, pendeteksi stimulus, penguat dan
penghantar menuju sistem saraf pusat. Reseptor khusus
tersebut dinamakan nociceptor.
b) Transduksi
adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam
impuls nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat
dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C.
Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non
noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau
nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor,
juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf
aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa
adanya mediator inflamasi.
c) Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan
menuju kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang
traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen primer
merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik
dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula
spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron
spinal.
d) Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait
nyeri (pain related neural signals). Proses ini terutama
terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan mungkin juga
terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti
mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis.
Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal
dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke
otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya
menuju medula spinalis.
Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau
bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu
dorsalis.
e) Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri.
Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi,
transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik
individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang
berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang
berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat
yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada
yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari
syarafaferen. (Anas Tamsuri, dalam bahruddin, M 2017).
c. Klasifikasi
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit
atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan
ukuran intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan
berlangsung untuk waktu singkat. Nyeri akut dapat
dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik
hingga enam bulan (Smeltzer & Bare,2016).
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama,
intensitas yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6
bulan. (Andarmoyo, 2017).
d. Penilaian response intensitas
Menurut (Saifullah, 2017) Penilaian intensitas nyeri dengan
menggunakan skala sebagai berikut : 1) Numeric Rating Scale
(NRS). Metode Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala
angka 1-10 untuk menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan
pasien. NRS diklaim lebih mudah dipahami, lebih sensitif terhadap
jenis kelamin, etnis, hingga dosis. NRS juga lebih efektif untuk
mendeteksi penyebab nyeri akut ketimbang VAS dan VRS Skala
nyeri dengan menggunakan NRS

NRS di satu sisi juga memiliki kekurangan, yakni tidak


adanya pernyataan spesifik terkait tingkatan nyeri sehingga seberapa
parah nyeri yang dirasakan tidak dapat diidentifikasi dengan jelas.
Keterangan:

1) 0: Tidak nyeri
2) 1-3: Nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi
dengan baik.
3) 4-6: Nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
4) 7-9: Nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
5) 10: Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi dua menurut Potter & Perry
yaitu:
1) Farmakologis
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis efektif untuk
nyeri sedang dan berat. Penanganan yang sering digunakan untuk
menurunkan nyeri biasanya menggunakan obat analgesic yang
terbagi menjadi dua golongan yaitu analgesik non narkotik dan
analgesik narkotik. Penatalaksanaan nyeri dengan farmakologis
yaitu dengan menggunakan obat-obat analgesik narkotik baik
secara intravena maupun intramuskuler. Pemberian secara
intravena maupun intramuskuler misalnya dengan meperidin 75 –
100 mg atu dengan morfin sulfat 10 – 15 mg, namun penggunaan
analgesic yang secara terus menerus dapat mengakibatkan
ketagihan obat. Namun demikian pemberian farmakologis tidak
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien sendiri untuk
mengontrol nyerinya (Ismaniyah, 2016).
2) Non farmakologis
Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat
dilakukan dengan cara terapi fisik (meliputi stimulasi kulit, pijatan,
kompres hangat dan dingin, TENS, akupuntur dan akupresur) serta
kognitif dan biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas dalam,
relaksasi , rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi,
biofeedback, distraksi, sentuhan terapeutik, meditasi, hipnosis,
humor dan magnet) (Blacks dan Hawks, 2016). Pengendalian nyeri
non farmakologi menjadi lebih murah, mudah, efektif dan tanpa
efek yang merugikan (Ismaniyah, 2016)
f. Penatalaksanaan
Analisa data adalah suatu tahap yang mengaitkan dan
menghubungkan data dengan konsep teori dan penutup yang relevan
untuk membuat kumpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan pasien (Lase, S J. 2020). Dari data yang dikumpulkan
kemudian dikelompokan menjadi dua macam yaitu data objektif yang
ditemukan secara nyata (data ini didapatkan melalui observasi atau
pemeriksaan langsung) dan data subjektif yang disampaikan secara
lisan oleh klien dan keluarganya (data ini didapat dari wawancara
perawat kepada klien dan keluarga). Perawat dapat menyimpulkan
kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang dikumpulkan
yaitu:
1) Tidak ada masalah tapi ada kebutuhan
a) Klien memerlukan peningkatan kesehatan, klien
hanya
memerlukan pemeriksaan kesehatan dan memerlukan
follow up secara periodik karena tidak ada masalah serta
klien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi
masalah.
b) Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya
prevensi dan promosi sebagai program antisipasi terhadap
masalah.
2) Ada masalah dengan kemungkinan
a) Resiko terjadinya masalah karena sudah ada faktor yang
dapat menimbulkan masalah.
b) Aktual terjadi masalah disertai data pendukung
(Nugroho,2012).
2. Konsep Aktivitas dan Latihan, Personal Higiene
a. Penegrtian
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang
melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan
aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan
dan muskuloskeletel.
Kebutuhan aktivitas (pergerakan) merupakan satu kesatuan yang
saling berhubungan dengan kebutuhan dasar dan tidur, dan saling
mempengaruhi manusia yang lain seperti istirahat.
Aktivitas sebagai salah satu tanda bahwa seseorang itu dalam
keadaan sehat. Seseorang dalam rentang sehat dilihat dari bagaimana
kemampuannya dalam melakukan berbagai aktivitas seperti misalnya
berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang itu
tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan
musculoskeletal. Aktivitas sendiri sebagai suatu energi atau keadaan
bergerak dimana manusia memerlukan hal tersebut agar dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya.
b. Fisiologi Pergerakan
Pergerakan merupakan rangkaian yang terintegrasi antara system
musculoskeletal dan system persarafan.
1) Sistem Musculoskeletal berfungsi sebagai :
a) Mendukung dan memberi bentuk jaringan tubuh
b) Melindungi bagian tubuh tetentu seperti hati, ginjal, otak dan
paru-paru
c) Tempat melekatnya otot dan tendon
d) Sumber mineral seperti garam dan posfat
e) Tempat produksinya sel darah
2) Sistem Otot Berfungsi Sebagai :
a) Pergerakan
b) Membentuk postur
c) Produksi panas karena adanya kontraksi dan relaksasi
c. Nilai Nilai Normal
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut :
Tingkat Aktivitas / Mobilisasi Kategori
Mampu merawat diri
Tingkat 0
sendiri secara penuh
Memerlukan penggunaaan
Tingkat 1
alat
Memerlukan bantuan atau
Tingkat 2
pengawasan orang lain
Memerlukan bantuan,
Tingkat 3 pengawasan orang lain dan
peralatan
Sangat tergantung dan
tidak dapat melakukan
Tingkat 4
atau berpartisipasi dalam
perawatan

d. Rentang Gerak Sendi


Derajat
Gerak sendi keterangan rentang
normal
Bahu
adduksi Gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepal, telapak 180
tangan menghadap ke posisi paling jauh.
Siku
fleksi Angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu 150
Pergelangan tangan
fleksi Tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah 80-90
ekstensi Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi 80-90
Hiperekstensi Tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin 70-90
abduksi Tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan 0-20
menghadap ke atas
adduksi Tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking, telapak tangan 30-50
menghadap ke atas
Tangan dan jari
fleksi Buat kepalan tangan 90
ekstensi Luruskan jari 90
hiperekstensi Tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin 30
abduksi Kembangkan jari tangan 20
adduksi Rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi 20

e. Derajat Kekuatan Otot


Untuk mengetahui seberapa  derajat kekuatan otot dapat digunakan
dengan sekala sebagai berikut :
Kakuatan Otot
Skala Keternagan
(%)
0 0 Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau
1 10
dilihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
2 25
topangan
3 50 Gerkan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan
4 75
melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
5 100
melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh
f. Postur Tubuh (Body Aligment)
Postur tubuh merupakan susunan geometris dari bagian-bagian tubuh
yang berhubungan dengan bagian tubuh lain. Bagian yang dipelajari dari
postur tubuh adalah persendian,, tendon, ligamen, dan otot. Apabila
keempat bagian tersebut digunakan dengan benar dan terjadi
keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi tubuh maksimal, seperti
dala posisi duduk, berdiri dan berbaring yang benar.
Potur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik,
mengurangi jumlah energy yang digunakan, memperthaankan
keseimbangan, mengurangi kecelakaan, memperluas ekspansi paru dan
menigkatkan sirkulasi renal dan gastrointestinal. Untuk mendapatkan
postur tubuh yang benar, terdapat beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan, diantaranya :
1) Keseimbangan dapar dipertahankan jika garis gravitasi (line og
gravy – garis imajiner vertical) melewati pusat gravitasi (center of
gravity – titik yang berada di pertengahan garis tubuh) dan dasar
tumpuan (base of support – posisi menyangga atau menopang tubuh)
2) Jikia daerah tumpuan lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah,
kestabilan dan keseimbangan akan lebih besar.
3) Jika gravitasi berada di luar pusat dasar tumpuan, enegi akan lebih
banya digunakan untuk memperthanakan keseimabangan.
4) Dasar tumpuan yang luas dan bagian – bagian dari postur tubuh yang
baik akan menghemat energy dan mencegah kelelahan otot.
5) Perubahan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidak
nyamanan otot.
6) Mempertkuat otot yang lemah dapat membantu mencegah kekakuan
otot dan ligament.
7) Posisi dan aktivitas yang  bervariasi dapat membantu
mempertahankan otot dan mencegah kelelahan.
8) Pergantian antara masa aktivitas dan istirahat dapat mencegah
kelelahan.
9) Membagi keseimbangan antara aktivitas pada lengan dan kaki untuk
mencegah beban belakang.
10)Postur yang buru dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa
nyeri, kelelahan otot, dan kontraktur.
g. Body Mechanic
Mekanika adalah penggunaan organ secara efisien dan efektif
sesuai fungsinya. Melakukan aktivitas dan istirahat pada posisi yang
benar akan meningkatkan kesehatan.
Ortopedik adalah pencegahan dan perbaikan dari kerusakan
struktur tubuh seperti pada orang yang mengalami gangguan otot. Orang
yang bedrest lama akan menurunkan tonus otot.
Perlu dipahami tentang body aligment, keseimbangan dan kooerdinasi.
1) Body aligment/postur
Postur yang baik karena menggunakan otot dan rangka tersebut
secara benar. Misalnya pada posisi duduk, berdiri, mengangkat
benda, dll.
2) Keseimbangan
Keadaan postur yang seimbang sesuai dengan garis sumbu dengan
sentralnya adalah gravitasi.
3) Koordinasi pergerakan tubuh
Kemampuan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan seperti
kemampuan mengangkat benda, maksimal 57 % dari berat badan.
h. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Postur Tubuh Dan Pergerakkan
1) Usia dan status perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi
alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.
2) Proses penyakit/cidera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena
dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang
yang menderita fraktur akan mengalami keterbatasan pergerakan
dalam ekstremitas.
3) Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari.
4) Keadaan nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan obesitas
dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas
5) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja dikantor kurang melakukan aktivitas bila
dibandingkan dengan petani atau buruh.
i. Mobilisasi
1) Pengertian Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Hidayat,
2012).
2) Tujuan dai mobilisasi antara lain :
a) Memnuhi kebutuhan dasar manusia
b) Mencegah terjadinya trauma
c) Mempertahankan tingkat kesehatan
d) Memperrthanakan interaksi social dan peran sehari – hari
e) Mencegah hilangnya kamampuan fungsi tubuh.
j. Imobilisasi
Imobilisasi adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai
fraktur pada ekstremitas dan sebagainya (Hidayat, 2012
k. Faktor Yang Mempengaruhi Kurangnya Pergerakan Atau Imobilisasi
1) Gangguan musculoskeletal
a. Osteoporosis
b. Atropi
c. Kontraktur
d. Kekakuan dan sakit sendi
2) Gangguan kardiovaskuler
a) Postural hipotensi
b) Vasodilatasi vena
c) Peningkatan penggunaan valsava maneuver
3) Gangguan system respirasi
a) Penurunan gerak pernafasan
b) Bertambahnya sekresi paru
c) Atelektasis
d) Hipotesis pneumonia

l. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Toleransi Aktivitas


1) Faktor fisiologis
a) Frekuensi penyakit atau operasi dalam 12 bulan
b) Tipe penyakit atau operasi dalam 12 bulan terakhir
c) Status kardiopulmonar ( mis. Dispneu, nyeri dada )
d) Status musculoskeletal ( mis. Penurunan massa otot )
e) Pola tidur
2) Keberadaan nyeri, pengontrolan nyeri
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Biodata pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengembangan
dari keluhan utama yang mencakup PQRST. Adapun hal – hal
yang harus diperhatikan saat melakukan pengkajian riwayat
kesehatan sekarang klien, yaitu : Apakah ada rasa gatal, panas /
terbakar dan nyeri pada saat defekasi, Adakah nyeri abdomen,
Apakah ada perdarahan di rectum, seberapa banyak, seberapa
sering, dan apa warnanya (merah segar atau warna merah tua),
Bagaimana pola eliminasi klien, apakah seing menggunakan
laktasif atau tidak.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan pada klien apakah dahulu pernah mengalami hal
yang sama, kapan terjadinya, bagaimana cara pengobatannya.
Apakah memiliki riwayat penyakit yang dapat menyebabkan
hemoroid atau yang dapat menyebabkan kambuhnya
hemoroid.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga klien memiliki riwayat penyakit
menular (seperti TBC, HIV/AIDS, hepatitis, dll) maupun
riwayat penyakit keturunan (seperti hipertensi, Diabetes, asma,
dll).
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum Klien
Penampilan klien, ekspresi wajah, bicara, mood, berpakaian
dan kebersihan umum, tinggi badan, BB, gaya berjalan.
2) Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan pada tanda-tanda vital mencakup : suhu, nadi,
pernapasan dan tekanan darah.
e. Data Biologis
Di kaji kegiatan/aktivitas sehari-hari pasien seperti : saat sehat
porsi makan selalu habis minumnya pun 7-8 L/hari atau saat sakit
porsi makannya tidak habis atau ½ porsi, dalam pengkajian
eliminasi saat sehat BAB rutin dalam sehari 2-3 kali dan tidak ada
kesulitan dan BAK juga rutin dalam sehari 9-10 kali dan tidak ada
kesulitan, dan saat sakit BAB dan BAK pasien mengalami
kesulitan seperti halnya BAB sulit mengedan atau konsistensi cair
dan BAK terganggu sehingga dipasang kateter, istirahat dan tidur
tidak ada kesulitan saat sehat dan saat sakit bisa saja terganggu
tidur karena penyakit yang diderita pasien, dan juga personal
hygiene pasien saat sehat bisa melakukan sendiri dan saat sakit
dibantu oleh keluarga dan kerabat pasien.

f. Riwayat Alergi
Di kaji melalui pasien atau keluarga pasien riwayat alergi
pasien baik makanan, minuman, maupun obat-obatannya
g. Data Psikologis
Di kaji perilaku verbal pasien yaitu bagaimana pasien
memberikan jawaban kepada perawat dan non verbal pasien yaitu
bagaimana perawat melihat keadaan dan tingkat kesadaran pasien,
di kaji emosi pasien dalam menghadapi penyakitnya apakah
pasien sudah tenang atau stabil, di kaji persepsi penyakit
bagaimana pasien memandang penyakit yang dia derita, di kaji
konsep diri bagaimana sikap pasien apakah dia optimis atau
pesimis dalam menghadapi penyakit yang dia derita, di kaji
bagaimana pasien beradaptasi dengan lingkungan pasien
disekitarnya, dan juga di kaji mekanisme pertahanan diri pasien
terhadap penyakitnya yang di deritanya apakah dengan cara
bercerita dengan keluarga atau kerabatnya atau dengan cara
dipendam sendiri oleh pasien.
h. Data Sosial Ekonomi
Di kaji bagaimana pola komunikasi pasien saat sakit, orang
yang dapat memberi rasa nyaman, orang yang paling berharga
bagi pasien, dan hubungan keluarga dengan lingkungan
sekitarnya.
i. Data Spiritual
Di kaji data spiritual pasien seperti keyakinan terhadap agama
yang dianut, ketaatan beribadah, dan keyakinan terhadap
penyembuhan penyakitnya.
j. Data Penunjang
Biasanya yang diperlukan dalam pengkajian data penunjang
yaitu data laboratorium dan hasil pemeriksaan colonoscopy yang
sangat menunjang dalam pengkajian penyakit hemoroid,
pemeriksaan EKG (jika ada), pemeriksaan thoraks (jika ada), dan
pemeriksaan lainnya.

k. Data Pengobatan
Di kaji data pengobatan seperti obat non parenteral, obat
parenteral, dan obat intra vena (jika ada) berapa dosis yang
diberikan oleh perawat dan kapan waktu pemberian obat.
l. Data Fokus
Di dalam data fokus ada data subjektif yaitu data yang
dikeluhkan oleh pasien dan keluarga pasien dan data objektif data
yang tampak oleh perawat pada pasien.
2. DIAGNOSA
a. Pre Operasi
1) Cemas
b. Post Operasi
1) Nyeri akut
2) Mobilitas fisik
3) Resiko infeksi
4) Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan intervensi keperawatan dan aktifitas keperawatan. Tujuan
perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah keperawatan klien.
5) Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika
melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana.
6) Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap
keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah
keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya klien
serta pencapaian tujuan dan ketepatan intervensi keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo. 2017.Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta : EGC
Asmandi. 2018.Soft Tissue Tumor dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2.
Jakarta : EGC
Saifullah. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai