Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 TEORI SEMIOTIKA

Pengertian Semiotika secara umum merupakan suatu kajian ilmu tentang

mengkaji tanda. Dalam kajian semiotika menganggap bahwa fenomena social

pada masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda, semiotik itu

mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang

memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Kajian semiotika berada

pada dua paradigma yakni paradigma konstruktif dan paradigma kritis.

Secara etimologis semiotik berasal dari kata Yunani simeon yang berarti

“tanda”. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan

sebagai tanda. Van Zoest (dalam Sobur, 2001, hlm. 96) mengartika semiotic

sebagai “ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya : cara

berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya

oleh mereka yang mempergunakannya”.

Pateda (2001, hlm. 29) mengungkapkan sekurang-kurangnya terdapat

sembilan macam semiotik yaitu :

16
17

a) Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. Pierce

menyatakan bahwa semiotik berobjekan tanda dan penganalisisnya menjadi

ide, objek, dan makna. Ide dapat dikaitkan sebagai lambang, sedangkan

makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu kepada

objek tertentu.

b) Semiotik deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang

dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti

yang disaksikan sekarang. Misalnya, langit yang mendung menandakan

bahwa hujan tidak lama lagi akan turun, dari dahulu hingga sekarang tetap

saja seperti itu. Demikian pula jika ombak memutih di tengah laut, itu

menandakan bahwa laut berombak besar. Namun, dengan majunya ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni, telah banyak tanda yang diciptakan oleh

manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

c) Semiotik faunal (Zoo Semiotik), yakni semiotik yang khusus memperhatikan

sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan

tanda untuk berkomunikasi antara sesamanya, tetapi juga sering menghasilkan

tanda yang dapat ditafsirkan oleh manusia. Misalnya, seekor ayam betina

yang berkotek-kotek menandakan ayam itu telah bertelur atau ada sesuatu

yang ia takuti. Tanda-tanda yang dihasilkan oleh hewan seperti ini, menjadi

perhatian orang yang bergerak dalam bidang semiotik faunal.

d) Semiotik kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang

berlaku dalam kebudayaan tertentu. Telah diketahui bahwa masyarakat


18

sebagai makhluk sosial memiliki sistem budaya tertentu yang telah turun

temurun dipertahankan dan dihormati. Budaya yang terdapat dalam

masyakarat yang juga merupakan sistem itu, menggunakan tanda-tanda

tertentu yang membedakannya dengan masyarakat yang lain.

e) Semiotik naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi

yang berwujud mitos dan cerita lisan (Folklore). Telah diketahui bahwa mitos

dan cerita lisan, ada diantaranya memiliki nilai kultural tinggi.

f) Semiotik natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang

dihasilkan oleh alam. Air sungai keruh menandakan di hulu telah turun hujan,

dan daun pohon-pohonan yang menguning lalu gugur. Alam yang tidak

bersahabat dengan manusia, misalnya banjir atau tanah longsor, sebenarnya

memberikan tanda kepada manusia bahwa manusia telah merusak alam.

g) Semiotik normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang

dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu

lalu lintas. Di ruang kereta api sering dijumpai tanda yang bermakna dilarang

merokok.

h) Semiotik sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang

dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata

maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Buku

Halliday (1978) itu sendiri berjudul Language Social Semiotic. Dengan kata

lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.
19

i) Semiotik struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang

dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

Secara singkat Sobur (2003, hlm. 15) mengungkapkan semiotika adalah

suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda disini yaitu

perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di

tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah

Barhtes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan

(humanity) memakai hal-hal (things). Sedangkan menurut Lechte (dalam Sobur,

2003, hlm. 16) Semiotika adalah teori tentang tanda dan penandaan.

Berger (dalam Sobur, 2003, hlm. 18) mengungkapkan, “Semiotika

menaruh perhatian pada apa pun yang dapat dinyatakan sebagai tanda. Sebuah

tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti

penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak

perlu harus ada, atau tanda itu secaranyata ada di suatu tempat pada suatu waktu

tertentu. Dengan begitu, semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang

mempelajari apa pun yang bisa digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan.

Jika sesuatu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan sesuatu

kebohongan, sebaliknya, tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran”.

2.2 SEMIOTIKA MODEL CHARLES SANDERS PEIRCE

Charles Sanders Peirce lahir di Camridge, Massachussets, tahun 1890.

Charles Sanders Peirce lahir dari sebuah keluarga intelektual. Charles menjalani
20

pendidikan di Harvard University dan memberikan kuliah mengenai logika dan

filsafat di Universitas John Hopskin dan Harvard.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.

Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan

di dunia ini, di Tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika,

atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari

bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai Hal-hal (things) memaknai

(tosinify) dalam hal ini tidak dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to

communicate).

Bagi Charles Sanders Peirce prinsip mendasar sifat tanda adalah sifat

representatif dan interpretatif. Sifat representatif tanda berarti tanda merupakan

sesuatu yang lain, sedangkan sifat interpretatif adalah tanda tersebut memberikan

peluang bagi interpretasi bergantung pada pemakai dan penerimanya. Semiotika

memiliki tiga wilayah kajian:

a. Tanda itu sendiri. Studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara-cara tanda

yang berbeda itu dalam menyampaikan makna dan cara tanda terkait dengan

manusia yang menggunakannya.

b. Sistem atau kode studi yang mencakup cara berbagai kode yang

dikembangkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya.

c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja bergantung pada penggunaan

kode dan tanda.


21

Teori semiotika Charles Sanders Peirce sering kali disebut “Grand

Theory” karena gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua

penandaan, Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan

menggabungkan kembali komponen dalam struktural tunggal.

Charles Sanders Peirce dikenal dengan modeltriadic dan konsep

trikotominya yang terdiri atas berikut ini:

1. Representamen adalah bentuk yang diterima oleh tanda atau berfungsi sebagai

tanda.

2. Object merupakan sesuatu yang merujuk pada tanda. Sesuatu yang diwakili

oleh representamen yang berkaitan dengan acuan.

3. Interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang

dirujuk sebuah tanda.

Untuk memperjelas model triadic Charles Sanders Peirce dapat dilihat

pada gambar berikut:

Interpretan

Representamen Object

Gambar 2.1 Triangle Meaning


(Sumber: Nawiroh Vera “Semiotika dalam Riset Komunikasi”)
22

Dalam mengkaji objek, melihat segala sesuatu dari tiga konsep trikotomi,

yaitu sebagi berikut:

1. Sign (Representamen) merupakan bentuk fisik atau segala sesuatu yang dapat

diserap pancaindra dan mengacu pada sesuatu, trikotomi pertama dibagi

menjadi tiga.

a. Qualisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya.

Misalnya sifat warna merah adalah qualisign, karena dapat dipakai tanda

untuk menunjukkan cinta, bahaya, atau larangan.

b. Sinsign adalah tanda-tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk atau

rupanya didalam kenyataan. Semua ucapan yang bersifat individualbias

merupakan sinsign suatu jeritan, dapat berarti heran, senang atau

kesakitan.

c. Legisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan

yang berlaku umum, suatu konvensi, suatu kode. Semua tanda-tanda

bahasa adalah legisign, sebab bahasa adalah kode, setiap legisign

mengandung di dalamnya suatu sinsign, suatu second yang

menghubungkan dengan third, yakni suatu peraturan yang berlaku umum.

2. Objek, tanda diklasifikasikan menjadi icon (ikon), indekx (indeks), dan

symbol (simbol).

a. Ikon adalah tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya atau suatu

tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa
23

yang dimaksudkannya. Misalnya, kesamaan sebuah peta dengan wilayah

geografis yang digambarkannya, foto, dan lain-lain.

b. Indeks adalah tanda yang sifat tandanya tergantung pada keberadaannya

suatu denotasi, sehingga dalam terminologi peirce merupakan suatu

secondness. Indeks, dengan demikian adalah suatu tanda yang mempunya

ikaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya.

c. Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda dan denotasinya

ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh

suatu kesepakatan bersama.

3. Interpretan, tanda dibagi menjadi rheme,dicisign, dan argument.

a. Rheme, bilamana lambang tersebut interpretannya adalah sebuah first dan

makna tanda tersebut masih dapat dikembangkan.

b. Dicisign (dicentsign), bilamana antara lambang itu dan interpretannya

terdapat hubungan yang benar ada

c. Argument, bilamana suatu tanda dan interpretannya mempunyai sifat yang

berlaku umum (merupakan thirdness).

2.3 UNSUR – UNSUR VISUAL DALAM DESAIN

Unsur atau elemen merupakan bagian dari suatu karya desain. Unsur-

unsur tersebut saling berhubungan satu sama lain. Masing-masing memiliki sikap

tertentu terhadap yang lain, misalnya sebuah garis mengandung warna dan juga
24

memiliki style garis yang utuh, yang terputus-putus, yang memiliki tekstur

bentuk, dan sebagainya. (Kusrianto, 2007)

Selain itu juga dijelaskan oleh Arthur (2009), dalam suatu karya, unsur

visual dapat tampil eksplisit atau implisit. Unsur yang tampil eksplisit berarti ia

dapat langsung dikenali sebagai titik merah atau garis sapuan kuas misalnya.

Sebaliknya, disebut implisit karena unsur-unsur ini tidak langsung dikenal sebagai

garis atau titik, tapi ia tampil dalam bentuk gambar atau huruf. Unsur visual

„tersamar‟ atau „terkandung‟ dalam bentuk gambar dan huruf.

Menurut Adi Kusrianto (2007) untuk mewujudkan suatu tampilan visual,

diperlukan beberapa unsur yang disusun menjadi karya desain yang selaras, serasi

dan seimbang dalam kesatuan, unsur-unsur tersebut yaitu titik, garis, bidang,

ruang, warna, dan tekstur.

a. Titik

Titik adalah salah satu unsur visual yang wujudnya relatif kecil,

dimana dimensi memanjang dan melebarnya dianggap tidak berarti. Titik

cenderung ditampilkan dalam bentuk kelompok, dengan variasi jumlah,

susunan dan kepadatan tertentu.

b. Garis

Garis dianggap sebagai unsur visual yang banyak berpengaruh

terhadap pembentukan suatu objek sehingga garis, selain dikenal sebagai

goresan atau coretan juga menjadi batas limit suatu bidang atau warna. Ciri
25

khas garis adalah terdapatnya arah serta dimensi memanjang. Garis dapat

tampil dalam bentuk lurus, lengkung, gelombang, zigzag, dan lainnya.

Kualitas garis ditentukan oleh tiga hal, yaitu orang yang membuatnya, alat

yang digunakan serta bidang dasar tempat garis digoreskan.

Garis merupakan unsur terbentuknya sebuah gambar. Garis memiliki

dimensi memanjang serta memiliki arah. Goresan suatu garis memiliki arti/

kesan sebagai berikut:

a) Garis tegak: kuat, kokoh, tegas, dan hidup.

b) Garis datar: lemah, tidur, dan mati

c) Garis lengkung: lemah, lembut, mengarah

d) Garis patah: tegas, tajam, hati-hati, naik turun

e) Garis miring: sedang, menyudutkan

f) Garis berombak: halus, lunak, berirama

c. Bidang

Bidang merupakan unsur visual yang berdimensi panjang dan lebar.

Ditinjau dari bentuknya bidang bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu bidang

geometri/ beraturan dan non-geometri/ tidak beraturan.

Bidang dihadirkan dengan menyusun titik maupun garis dalam

kepadatan tertentu, dan dapat pula dihadirkan dengan mempertemukan

potongan hasil goresan satu garis atau lebih.


26

d. Ruang

Ruang dapat dihadirkan dengan adanya bidang. Pembagian bidang

atau jarak antara objek berunsur titik, garis, bidang, dan warna. Ruang lebih

mengarah pada perwujudan tiga dimensi sehingga ruang dapat dibagi menjadi

dua, yaitu ruang nyata dan semu. Keberadaan ruang sebagai salah satu unsur

visual sebenarnya tidak dapat diraba tetapi dapat dimengerti.

e. Warna

Warna sebagai unsur visual yang berkaitan dengan bahan yang

mendukung keberadaannya ditentukan oleh jenis pigmennya. Kesan yang

diterima oleh mata lebih ditentukan oleh cahaya.

Warna merupakan pelengkap gambar serta mewakili suasana kejiwaan

pembuat gambar dalam berkomunikasi. Warna juga merupakan unsur yang

sangat tajam untuk menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu

merangsang munculnya rasa haru, sedih, gembira, mood, semangat dan

lainnya.

Secara visual, warna memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi

citra orang yang melihatnya. Masing-masing warna mampu memberikan

respon secara psikologis. Molly E. Holzschlag (seperti dikutip Kusrianto,

2007), seorang pakar tentang warna, dalam tulisannya “Creating Color

Scheme” membuat daftar mengenai kemampuan masing-masing warna ketika

memberikan respon secara psikologis, seperti warna merah mampu

memberikan respon yang ditimbulkan kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu,


27

cinta, agresifitas, bahaya; warna biru menimbulkan kepercayaan, konservatif,

keamanan, teknologi, kebersihan, perintah; warna hijaumenimbulkan kesan

alami, kesehatan, pandangan yang enak,kecemburuan, pembaruan; warna

kuning menimbulkan rasa optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran/

kecurangan, pengecut, pengkhianatan; warna ungu menimbulkan spiritual,

misteri, keagungan, perubahan, bentuk, galak, arogan; warna orange

menimbulkan energi keseimbangan, kehangatan; warna coklat menimbulkan

respon dapat dipercaya, nyaman, bertahan; warna abu-abu menimbulkan

intelek, futuristik, modis, kesenduan, merusak; dan warna putihmenimbulkan

rasa bersih, kemurnian/ suci, kecermatan, innocent (tanpa dosa), steril,

kematian.

f. Tekstur

Tekstur adalah nilai raba dari suatu permukaan. Secara fisik tekstur

dibagi menjadi tekstur halus dan kasar, dengan kesan pantul mengkilat dan

kusam. Ditinjau dari efek tampilannya tekstur digolongkan menjadi tekstur

nyata dan tekstur semu. Disebut tekstur nyata bila ada kesamaan antara hasil

raba dan penglihatan. Sedangkan, pada tekstur semu terdapat perbedaan antara

hasil penglihatan dan perabaan.

Variabel penyusunan unsur-unsur visual meliputi kedudukan, arah,

ukuran, jarak, bentuk, dan jumlah.

a. Kedudukan adalah masalah dimana suatu objek yang terbentuk oleh

unsur-unsur visual ditempatkan.


28

b. Arah, memberikan pilihan mengenai ke arah mana suatu objek dihadapkan

dan bagaimana efeknya terhadap hubungan suatu objek dengan objek

lainnya.

c. Ukuran, menentukan kesan besar-kecilnya sesuai peranannya.

d. Jarak, bentuk, dan jumlah berpengaruh terhadap kepadatan, bobot, dan

keluasaan ruang atau bidang dimana berbagai objek dihadirkan.

2.4 MAKNA :

Upaya memahami makna sesungguhnya merupakan salah satu masalah

filsafat yang tertua dalam umur manusia. Konsep makna telah menarik perhatian

disiplin komunikasi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan lingustik. Itu sebabnya,

beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna ketika mereka

merumuskan definisi komunikasi.

Selama lebih dari 2000 tahun, kata Fisher (1986), konsep makna telah

memukau para filsuf dan sarjana-sarjana sosial. “Makna,” ujar Spredly (1997),

“Menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusia disemua masyarakat”.

Tetapi, “apa makna dari makna-makna itu sendiri ?” “Bagaimana kata-kata dan

tingkah laku serta objek-objek menjadi bermakna?” pertanyaan ini merupakan

salah satu problem besar dalam filsafat bahasa dan semantik general.
29

Menurut Kempson (1997 : 11) ada tiga hal yang dicoba jelaskan oleh para

filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga

hal itu yakni :

1. Menjelaskan makna kata secara alamiah

2. Mendeskripsikan kalimat secara alamiah

3. Menjelaskan makna dalam proses komunikasi.

Dalam kaitan ini Kempson berpendapat untuk menjelaskan istilah makna

harus dilihat dari segi : (1) kata; (2) kalimat; dan (3) apa yang dibutuhkan

pembicara untuk berkomunikasi.


30

2.5 KERANGKA BERFIKIR

Berikut adalah gambaran singkat mengenai analisis semiotika makna pada

Kaos Distro Bloods Semarang :

Desain Kaos
Bloods Semarang

Unsur Visual Desain

1. Representamen
2. Object Semiotika Charles Sanders

3. Interpretant Peirce

Makna Desain Pada Kaos


Bloods Semarang

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir.

Anda mungkin juga menyukai