Dosen Pengampu:
Tamim Mulloh,M.Pd
Airul_210301110178
Sabrina Azzahra_210301110030
Semiotika merupakan kajian yang membahas mengenai tanda dan bagaimana tanda
tersebut ditelaah agar bisa diterima oleh logika. Semiotika adalah studi tentang tanda dan
segala sesuatu yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-
tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
Semiotika sebagai ilmu pengetahuan sosial, memahami dunia sebagai suatu sistem hubungan
yang memiliki unit dasar dengan “tanda”.
Semiotika berkaitan dengan segala hal yang dapat dimaknai tanda-tanda. Suatu tanda
adalah segala seesuatu yang dapat dilekati (dimaknai) sebagai penggantian yang signifikan
untuk sesuatu lainnya. Segala sesuatu ini tidak terlalu mengharuskan perihal adanya atau
mengaktualisasikan perihal dimana dan kapan suatu tanda memaknainya. Jadi semiotika ada
dalam semua kerangka (prinsip), semua disiplin studi, termasuk dapat pula digunakan untuk
menipu bila segala sesuatu tidak dapaat dipakai untuk menceritakan (mengatakan segala
sesuatu (semuanya). Saya berpendapat bahwa definisi “teori penipuan” seharusnya diambil
seperti program komprehensif yang memadai bagi suatu semiotika umum.
Tanda merupakan suatu kebohongan yang mana didalam tanda tersebut terdapat makan
yang tersembunyi dibaliknya (Eco, 2009).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Semiotika
adalah ilmu yang secara sistematis mempelajari tanda-tanda, lambang-lambang, sistem-
sistemnya, dan prosesnya.
Menurut buku Prof Kaelan yang dikutip dari Sobur, ruang lingkup semiotik terbagi
dalam 3 macam, yaitu:
1. Semiotika Murni
2. Semiotika Deskriptif
3. Semiotika Terapan
1. Semiotika Murni
Semiotika murni adalah semiotika yang mempelajari tanda-tanda dalam dirinya sendiri
tanpa mempertimbangkan konteks atau makna yang terkait dengannya. Semiotika murni
membahas tentang dasar filosofis semiotika, yaitu berkaitan dengan metabahasa, dalam arti
hakikat bahasa secara universal. Misalnya, pembahasan tentang hakikat bahasa sebagaimana
dikembangkan oleh Saussure dan Peirce.
2. Semiotika Deskriptif
Semiotika deskripsi adalah lingkup semiotika yang membahas tentang semiotika
tertentu atau bahasa tertentu secara deskriptif. Semiotika yang mempelajari tanda-tanda
dalam konteks tertentu dan menggambarkan atau mengklasifikasikan tanda-tanda tersebut.
Contohnya yaitu menganalisis tanda-tanda dalam iklan televisi untuk memahami pesan yang
ingin disampaikan kepada konsumen.
3. Semiotika Terapan
Semiotika terapan adalah lingkup semiotika yang membahas tentang penerapan
semiotika pada bidang atau konteks tertentu, misalnya kaitannya dengan sistem tanda sosial,
sastra, komunikasi, periklanan, dan lain sebagainya. Contohnya yaitu menganalisis tanda-
tanda dalam sebuah novel untuk memahami tema dan pesan yang terkandung didalamnya.
Menurut Mansoer Pateda (dalam Rusmana, 2005) semiotika dibagi dalam beberapa lingkup,
diantaranya yaitu:
1. Semiotika Analitik
2. Semiotika Deskriptif
3. Semiotika Faunal (zoosemiotic)
4. Semiotika Kultural
5. Semiotika Naratif
6. Semiotika Natural
7. Semiotika Normatif
8. Semiotika Sosial
9. Semiotika Struktural
1. Semiotik analitik
Semiotika analitik adalah semiotik yang menganalisis tentang sistem tanda. Peirce
mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda, dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan
makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang
terkandung lambang yang mengacu pada objek tertentu (Bass et al., 1995). Contohnya yaitu
seseorang yang mempunyai ide dalam pemikirannya, lalu ide tersebut digambar
menggunakan alat tulis menjadi suatu benda atau simbol, dan gambar tersebut memiliki
makna dibaliknya.
2. Semiotik deskriptif
Semiotika deskriptif merupakan semiotika yang mengacu pada sistem tanda yang
dialami oleh setiap insan, meskipun tanda-tanda yang ada di masa lalu sama dengan yang
dialami saat ini. Contohnya yaitu seperti halnya langit yang mendung menandakan bahwa
tidak lama lagi akan turun hujan. Hal tersebut terjadi sejak dahulu hingga sampai saat ini
tetap saja seperti itu. Demikian pula jika di tengah laut terdapat ombak mulai memutih, hal
tersebut menandakan bahwa laut berombak besar. Namun, seiring dengan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni, mulai banyak tanda yang diciptakan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya.
5. Semiotik naratif
Semiotik naratif adalah semiotika yang melihat sistem tanda dalam cerita rakyat
(folklore), legenda, dan mitos, yang mana penuturannya disalurkan ke dalam sastra lisan,
sastra tulis, hikayat, atau diukir sebagai relief di candi-candi kuno (Taum, 2018). Sama
seperti halnya burung hantu sering dikaitkan dengan kebijaksanaan dan pengetahuan dalam
mitologi Yunani.
Ditemukan ada beberapa ahli semiotik yang menekuni semiotika naratif ini, salah
satunya bernama Algirdas Julius Greimas (1917-1992). Semiotika Greimas menganggap
bahwa teks atau naratif pada dasarnya menekankan aktan agar menjadi model atau subjek
ysng mengatur jalannya cerita dari sebuah teks. Contohnya, duduk di bantal bisa bisulan,
anak gadis duduk di depan pintu akan sulit mendapat jodoh, menyapu tidak bersih akan
mendapat suami yang brewokan, dan sebagainya.
6. Semiotik natural
Semotik natural melihat sistem tanda yang dibuat oleh alam. Air sungai yang keruh
menunjukkan bahwa hujan telah turun di hulu sungai, dan daun pohon, yang merupakan
pohonan yang menguning dan akhirnya gugur. Alam yang menantang manusia, seperti banjir
atau tanah longsor, sebenarnya menunjukkan bahwa manusia telah menghancurkan alam
(Ramdani, 16).
7. Semiotik normatif
Semiotik normatif adalah pendekatan dalam studi tentang tanda-tanda dan makna yang
menekankan pada pembuatan aturan atatu norma-norma yang mengatur penggunaan tanda-
tanda dalam suatu sistem atau komunitas tertentu. Dalam konteks semiotika, pendekatan
normatif berusaha untuk memahami dan mengklasifikasikan prinsip-prinsip atau aturan yang
mengatur bagaimana tanda-tanda digunakan dan diinterpretasikan. Semiotik normatif
merupakan semiotik yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang
berwujud norma-norma (Sartini, 2019).
Berikut adalah beberapa poin penting yang membahas tentang semiotik normatif.
1. Pembuatan Norma
Pengertian: Semiotik normatif menekankan pembuatan aturan atau norma-norma yang
mengatur penggunaan tanda-tanda khusus lainnya. Contoh: Dalam bahasa, terdapat aturan
tata bahasa yang mengatur cara kata-kata diatur dalam kalimat. Misalnya dalam bahasa
Indonesia, aturan penggunaan subjek, predikat, dan objek adalah norma tata bahasa.
2. Kriteria Evaluasi
Semiotika normatif mencoba menetapkan kriteria evaluasi untuk menilai apakah
penggunaan tanda-tanda sesuai dengan norma atau tidak. Misalnya, dalam bahasa, aturan tata
bahasa dan struktur kalimat adalah bagian dari norma-norma semiotika. Contoh, dalam seni
visual, ada norma-norma tentang komposisi, harmoni warna, dan teknik penggambaran yang
digunakan untuk mengevaluasi kualitas suatu karya seni.
3. Standar Komunikasi
Norma-norma semiotika membentuk standar komunikasi yang memungkinkan orang-
orang untuk memahami dan berkomunikasi dengan efektif dalam suatu sistem tanda-tanda.
Hal ini penting untuk memastikan bahwa pesan yang disampaikan memiliki makna yang
konsisten dan dapat dipahami oleh para penerima. Contoh: Dalam penggunaan kode morse,
kombinasi titik dan garis ditetapkan untuk mengkomunikasikan huruf, angka, dan kata.
Standar ini memastikan bahwa pesan dapat ditransmisikan secara jelas.
8. Semiotik sosial
Semiotik sosial adalah ilmu yang digunakan untuk melihat suatu karya seni dalam
representasi dari kedalaman maknanya makna adalah sesuatu yang dihayati, berada dalam
ruang internal manusia yang memiliki peran dan terbentuk atas tanda-tanda, hingga makna
apapun yang dapat dianggap padu pada tanda bisa jadi palsu, berbeda dalam pemaknaan, dan
dapat hadir dalam kemungkinan makna berbeda sejauh mana dapat ditemukan (Meindrasari,
2019). Semiotik sosial adalah cabang dari semiotika yang menekankan pada analisis tanda-
tanda dalam konteks sosial dan budaya. Lebih khusus lagi, semiotik sosial mempelajari
bagaimana tanda-tanda membentuk dan dipahami dalam masyarakat, serta bagaimana mereka
memengaruhi interaksi sosial, identitas, dan konstruksi makna.
2. Interaksi Sosial
Semiotika sosial mempertimbangkan bagaimana tanda-tanda digunakan dan
diinterpretasikan dalam konteks interaksi sosial antara individu dan kelompok. Hal ini
melibatkan pemahaman tentang bagaimana tanda-tanda dapat menjadi alat komunikasi,
penunjuk status, atau lambang keanggotaan dalam suatu kelompok. Contoh: penggunaan
emoji dalam pesan teks atau media sosial adalah contoh interaksi sosial melalui tanda-tanda.
Emoji digunakan untuk mengekspresikan emosi, dan cara emoji digunakan dalam percakapan
dapat memengaruhi bagaimana pesan tersebut dipahami oleh penerima.
9. Semiotik struktural
Semiotika struktural adalah cabang dari semiotika yang berfokus pada analisis tanda-
tanda dalam konteks struktural dan hubungan internal antara tanda-tanda dalam suatu sistem
semiotik. Cabang ini pertama kali dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure, seorang ahli
linguistik Swiss pada awal abad ke-20. Semiotika struktural mengeksplorasi bagaimana
tanda-tanda dan makna mereka diorganisasi dalam suatu sesitem tanda-tanda. Semiotika
struktural adalah ilmu yang mempelajari tanda dan hubungan-hubungan tanda dalam
kehidupan manusia dengan pendekatan ilmiah (Anggoro, 2016).
2. Arbitrariness
Hubungan antara penanda dan yang disimbolkan bersifat konvensional dan tidak
memiliki hubungan intrinsik. Kata-kata atau simbol-simbol dalam bahasa tidak memiliki
keterkaitan alami dengan objek atau konsep yang mereka wakili. Contoh: kata “mobil”
adalah hasil dari kesepakatan sosial dalam bahasa Indonesia untuk merujuk pada kendaraan
bermotor yang digunakan untuk transportasi.
5. Analisis Tanda
Semiotik struktural dapat diterapkan dalam berbagai konteks, seperti bahasa, sastra,
seni visual, dan budaya populer, untuk memahami pembentukan dan penyampaian pesan dan
makna melalui tanda-tanda. Contoh: dalam sastra Indonesia, analisis semiotika dapat
melibatkan pemahaman tentang simbol-simbol atau metafora yang digunakan dalam puisi
atau prosa untuk mengungkapkan makna yang lebih dalam.
Selain daripada semiotika-semiotika yang telah dipaparkan diatas, ada juga semiotika
jurnalistik. Semiotika yang didalamnya terdapat kegiatan penyiapan, mencari,
mengumpulkan, mengolah, menyajikan penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita
kepada khalayak melalui saluran media tertentu.
Wartawan dalam tahap pencarian beritanya sejak awal harus menentukan pilihan siapa
narasumber yang patut dihubungi, pertanyaan atau persoalan apa yang mesti diajukan. Pada
proses penulisan beritanya, ia harus memilih fakta-fakta mana yang harus diceritakan
kemudian juga akan menimbulkan bias yang tidak dapat dianggap kecil.
Menurut Strenz (dalam Sobur, 2015:88) seorang repoter sebagai pencari, pengolah, dan
penyampai informasi setidaknya akan menghadapi dua tantangan. Pertama, reporter harus
menahan godaan untuk menjadi bagian dari peristiwa berita dengan mengorbankan tanggung
jawab kepada khalayak berita.
Kedua, reporter harus mengakui bahwa seleksi sumber berita dan persoalan yang
diajukannya bukan hanya akan mempengaruhi kisah itu sendiri, melainkan juga membentuk
hasil isu apapun yang dilaporkan. Yang terpenting dari kedua butir ini ialah pemahaman
bahwa tanggung jawab reporter terutama kepada penikmat berita, bukan kepada sumber
berita.
DAFTAR PUSTAKA
Bass, K. M., Bush, T. L., & Westhoff, C. (1995). Ovarian cancer: Epidemiologic and clinical
perspectives and the feasibility of screening. Menopause, 2(3), 145–158.
Lubis, K. (2018). Semiotik Fauna Dalam Acara Mangupa Pada Perkawinan Adat Tapanuli
Selatan: Kajian Ekolinguistik. LINGUISTIK : Jurnal Bahasa Dan Sastra, 3(1), 33.
https://doi.org/10.31604/linguistik.v3i1.33-45
Meindrasari, Dwi Koni. 2019. Makna Batik Sidomukti Solo ditinjau dari Semiotika Sosial
Theo Van Leeuwen. Wacana, 60.
Ramdani, AH. 2016. Analisis Semiotika Foto Bencana Kabut Asap., repository.upi.edu,
Anggoro, AR. 2016. Konsep-Konsep Dasar Semiotika Struktural. Institut Seni Indonesia.
Taum, YY. 2018. The problem of equilibrium in the Panji story: a tzvetan todorovs
narratology perspective. International Journal of Humanity Studies (IJHS), e-
journal.usd.ac.id