Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MATA KULIAH TEORI KOMUNIKASI

KELOMPOK 1

Dosen : DRS. TAUFIK HIDAYATULLAH.,MM.,M.AB

DISUSUN OLEH :

1. Diva Hermansyah 202050143


2. Elisabeth Graciela 202050145
3. Fadilah Ramdhani F 202050149
4. Fani Damayanti 202050150
5. Farisa Chandra W 202050152
6. Fauzan Saad P 202050154
7. Gabriel Stevens 202050156
8. Nada Nadhya S 202050160

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PRODI ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS PASUNDAN

2020 – 2021
A. Teori Semiotika

Teori ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori ini semiotic
dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda
(signified).Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya
arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi
dan/atau nilai-nilai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saus sure
adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan
signifikasi. Semiotika signifikasi adalah system tanda yang mempelajari relasi element anda
dalam sebuah system berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan social
diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.

Beberapa ahli/pemikir teori semiotika dikaitkan dengan kedustaan, kebohongan dan


kepalsuan sebuah teori dusta. Jadi, ada asumsi terhadap teori dusta ini serta bebera pateori
lainnya sejenis, yang dijadikan sebagai titik berangkat dari sebuah kecenderungan semiotika,
yang kemudian disebut juga sebagai hipersemiotika (hyper-semiotics).

Umberto Eco yang menulis tentang teori semiotika ini mengatakan bahwa semiotika. “…pada
prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk berdusta (lie).” Definisi Eco cukup mencengangkan banyak orang, secara eksplisit
menjelaskan betapa sentralnya konsep dusta didalam wacana semiotika, sehingga dusta
tampaknya menjadi prinsip utama semiotika itu sendiri.

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah
semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotic lazim dipakai oleh ilmuwan
Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam
bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari system tanda seperti: bahasa, kode, sinyal,
dan sebagainya. Secara umum, semiotic di definisikan sebagai berikut. Semiotics is usually
defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and symbols
as part of code systems which are used to communicate information.

Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or
signals which are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code
systems which systematically communicate information or massages in literary every field of
human behaviour and enterprise. (Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat
umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari
system kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-
tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semuatan dan atau sinyal yang bias diakses
dan bias diterima oleh seluruh indera yang kita miliki ketika tanda-tanda tersebut membentuk
system kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di
setiap kegiatan dan perilaku manusia)

 Macam-macam Semiotika

Hingga saatini, sekurang-kurangnya terdapat Sembilan macam semiotik yang kita kenal
sekarang (Pateda, dalamSobur, 2004). Jenis-jenis semiotic ini antara lain semiotic analitik,
diskriptif, faunal zoosemiotic, kultural, naratif, natural, normatif, sosial, struktural.

1. Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis system tanda. Peirce


mengatakan bahwa semiotic berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide,
obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah
beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada obyek tertentu
2. Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan system tanda yang dapat
kita alami sekarang meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang
disaksikan sekarang
3. Semiotik faunal zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memperhatikan system
tanda yang dihasilkan oleh hewan.
4. Semiotik cultural merupakan semiotik yang khusus menelaah system tanda yang ada
dalam kebudayaan masyarakat
5. Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas system tanda dalam narasi yang
berwujud mitos dan cerita lisan (folklore)
6. Semiotik natural atau semiotik yang khusus menelaah system tanda yang dihasilkan
oleh alam.
7. Semiotik normative merupakan semiotik yang khusus membahas system tanda yang
dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma
8. Semiotik sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan
oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang
berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Buku Halliday (1978) itu sendiri
berjudul Language Social Semiotic. Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah
sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.
9. Semiotik struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
 Wilayah Kajian Semiotika

Bagi Charles Sanders Peirce prinsip mendasar sifat tanda adalah sifat representatif dan
interpretatif. Sifat representatif tanda berarti tanda merupakan sesuatu yang lain, sedangkan
sifat interpretatif adalah tanda tersebut memberikan peluang bagi interpretasi bergantung
pada pemakai dan penerimanya.

Semiotika memiliki tiga wilayah kajian:

 Tanda itu sendiri. Studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara-cara tanda yang
berbeda itu dalam menyampaikan makna dan cara tanda terkait dengan manusia yang
menggunakannya.
 Sistem atau kode studi yang mencakup cara berbagai kode yang dikembangkan guna
memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya.
 Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja bergantung pada penggunaan kode dan
tanda.
 Metode Semiotika

Metode semiotika secara prinsip bersifat kualitatif-interpretatif dan dapat diperluas sehingga
bersifat kualitatif-empiris. Metode kualitatif-interpretatif lebih berfokus kepada teks dan kode
yang nampaks ecara visual sedang metode kualitatif-empiris membahas pada subyek
pengguna teks (Yusita

Kusumarini,2006).

 Sistem Tanda (Semiotik)

Semiotik (semiotic) adalah teori tentang pemberian ‘tanda’. Secara garis besar semiotic
digolongkan menjadi tiga konsep dasar, yaitu semiotic pragmatik (semiotic pragmatic),
semiotic sintatik (semiotic syntactic), dan semiotic semantik (semiotic semantic) (Wikipedia,
2007).

 Semiotika Teks

Pengertian teks secara sederhana adalah “kombinasitanda-tanda” (Piliang, 2003). Dalam


pemahaman yang sama, semua produk desain (termasuk arsitektur dan interior) dapat
dianggap sebagai sebuah teks, karena produk desain tersebut merupakan kombinasi elemen
tanda-tanda dengan kode dan aturan tertentu, sehingga menghasilkan sebuah ekspresi
bermakna dan berfungsi (Yusita Kusumarini,2006). Dalam menganalisis dengan metode
semiotika, pada prinsipnya dilakukan dalam dua tingkat ananalisis, yaitu :

 Analisis tanda secara individual (jenis tanda, mekanisme atau struktur tanda), dan
makna tanda secara individual
 Analisis tanda sebagai sebuah kelompok atau kombinasi (kumpulan tanda yang
membentuk teks), biasa disebut analisis teks

Pada komunikasi, bidang terapan semiotika pun tidak terbatas. Adapun beberapa contoh
aplikasi semiotika di antara sekian banyak pilihan kajian semiotika dalam domain
komunikasi antara lain :

1. Media

Mempelajari media adalah mempelajari makna dari mana asalnya, seperti apa, seberapa jauh
tujuannya, bagaimanakah ia memasuki materi media, dan bagaimana ia berkaitan dengan
pemikiran kita sendiri. Dalam konteks media massa, khususnya media cetak kajian semiotika
adalah mengusut ideologi yang melatari pemberitaan. Untuk teknik – teknik analisnya
sendiri, secara garis besar yang diterapkan adalah :

1. Teknik kuantitatif
Teknik yang paling dapat mengatasi kekurangan dalam objektivitas, namun
hasilnya sering kurang mantap. Ciri – ciri yang dapat di ukur dinyatakan
sebagai tanda yang merupakan titik tolak penelitian ini.Menurut Van Zoest,
(19993:146-147), hasil analisis kuantitatif selalu lebih spektakuler namun
sekaligus selalu mengorbankan ketahanan uji metode – metode yang
digunakan
2. Teknik kualitatif
Pada analisis kualitatif, data – data yang diteliti tidak dapat diukur secara
matematis. Analisis ini sering menyerang masalah yang berkaitan dengan arti
atau arti tambahan dari istilah yang digunakan.

Tiga pendekatan untuk menjelaskan media (McNair, 1994, dalamSudibyo, 2001:2-4)

1. Pendekatan Politik - Ekonomi


Pendekatan ini berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-
kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media
2. Pendekatan Organisasi
Bertolak belakang dengan pendekatan politik - ekonomi, pendekatan ini
menekankan bahwa isi media diasumsikan dan dipengaruhi oleh kekuatan –
kekuatan eksternal di luar diri pengelola media
3. Pendekatan Kulturalis
Merupakan pendekatan politik - ekonomi dan pendekatan organisasi. Proses
produksi berita dilihat sebagai mekanisme yang rumit yang melibatkan faktor
internal media. Media pada dasarnya memang mempunyai mekanisme untuk
menentukan pola dan aturan oragnisasi, tapi berbagai pola yang dipakai untuk
memaknai peristiwa tersebut tidak dapat dilepaskan dari kekuatan – kekuatan
politik - ekonomi di luar media.Secara teoritis, media massa bertujuan
menyampaikan informasi dengan benar secara efektif dan efisien. Namun,
pada praktiknya apa yang disebut sebagai kebenaran ini sangat ditentukan oleh
jalinan banyak kepentingan.

Terdapat pemilahan atas fakta atau informasi yang dianggap penting dan yang dianggap tidak
penting, serta yang dianggap penting namun demi kepentingan survival menjadi tidak perlu
disebarluaskan. Media menyunting bahkan menggunting realitas dan kemudian memolesnya
menjadi suatu kemasan yang layak disebarluaskan.

Tiga zona dalam teori media menurut Berger dan Luckman :

1. Orders and practices of signification = Tatanan dan praktik –


praktiksignifikasi
2. Orders and practises of power = Tatanan dan praktik – praktikkekuasaan
3. Orders and practises of production = Tatanan dan praktik – praktikproduksi

Praktik-praktik kekuasaan media memiliki banyak bentuk (John B. Thomson, 1994) antara
lain:

 Kekuasaan Ekonomi : di lembagakan dalam industri dan perdagangan


 Kekuasaan Politik : dilembagakan dalama paratur negara
 Kekuasaan Koersif : dilembagakan dalam organisasi militer dan para militer

2. Periklanan
Dalam perspektif semiotika iklan dikaji lewat system tanda dalam iklan, yang terdiri atas dua
lambing yakni; lambang verbal (bahasa) dan lambing non-verbal (bentuk dan warna yang
disajikan dalam iklan).Dalam menganalisisiklan, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
lain (Berger) :

a. Penanda dan petanda


b. Gambar, indeks, symbol
c. Fenomena sosiologi
d. Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk
e. Desain dari iklan
f. Publikasi yang ditemukan dalam iklan dan khayalan yang diharapkan oleh publikasi
tersebut.

Lain halnya dengan model Roland Barthes, iklan dianalisis berdasarkan pesan yang
dikandungnya yaitu :

 Pesan Linguistik :Semua kata dan kalimat dalam iklan


 Pesan yang terkodekan :Konotasi yang muncul dalam foto iklan
 Pesan ikonik yang tak terkodekan : Denotasi dalam foto iklan

3. Tanda Non-Verbal

Komunikasi nonverbal adalah semua tanda yang bukan kata-kata dan bahasa. Tanda-tanda
digolongkan dalam berbagai cara :

a. Tanda yang ditimbulkan oleh alam yang kemudian diketahui manusia melalui
pengalamannya
b. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang
c. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, bersifat verbal dan non-verbal

Namun tidak keseluruhan tanda-tanda non-verbal memiliki makna yang universal. Hal ini
dikarenakan tanda-tanda non-verbal memiliki arti yang berbeda bagi setiap budaya yang lain.
Dalam hal pengaplikasian semiotika pada tanda non-verbal, yang penting untuk diperhatikan
adalah pemahaman tentang bidang non-verbal yang berkaitan dengan benda konkret, nyata
dan dapat dibuktikan melalui indera manusia.

Pada dasarnya, aplikasi atau penerapan semiotika pada tanda nonverbal bertujuan untuk
mencari dan menemukan makna yang terdapat pada benda-benda atau sesuatu yang bersifat
non-verbal. Dalam pencarian makna tersebut, menurut Budianto, ada beberapa hal atau
beberapa langkah yang perlu diperhatikan peneliti, antara lain :

 Langkah Pertama : Melakukan survai lapangan untuk mencari dan menemukan objek
penelitian yang sesuai dengan keinginan si peneliti
 Langkah Kedua : Melakukan pertimbangan terminologis terhadap konsep-konsep
pada tanda non-verbal
 Langkah Ketiga : Memperhatikan perilaku non-verbal, tanda dan komunikasi terhadap
objek yang ditelitinya
 Langkah Keempat : Merupakan langkah terpenting menentukan model semiotika
yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian. Tujuan digunakannya model tertentu
adalah pembenaran secara metodologis agar keabsahan atau objektivitas penelitian
tersebut dapat terjaga

4. Film

Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagian alisis structural atau semiotika.

Van Zoest

film dibangun dengan tanda semata-mata. Pada film digunakan tanda-tanda ikonis, yakni
tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Gambar yang dinamis dalam film merupakan
ikonis bagi realitas yang dinotasikannya. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda.
Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara. Film menuturkan ceritanya dengan
cara khususnya sendiri yakni, mediumnya, cara pembuatannya dengan kamera dan
pertunjukannya dengan proyektor dan layar.

Sardar & Loon

Film dan televise memiliki bahasan tersendiri dengan sintaksis dan tata bahasa yang berbeda.
Film pada dasarnya bias melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan linguistic untuk
mengkodekan pesan yang sedang disampaikan. Figur utama dalam pemikiran semiotika
sinematografi hingga sekarang adalah Christian Metz dari Ecole des Hautes Etudes et
Sciences Sociales (EHESS) Paris. Menurutnya, penanda (signifant) sinematografis memiliki
hubungan motivasi atau beralasan dengan penanda yang tampak jelas melalui hubungan
penanda dengan alam yang dirujuk. Penanda sinematografis selalu kurang lebih beralasan dan
tidak pernah semena.
B. Teori pelanggaran harapan

Teori yang merupakan salah satu teori komunikasi yang menggambarkan bahwa seseorang
memiliki harapan terhadap jarak perilaku non-verbal orang lain yang dapat memberikan
kenyamanan kepadanya.Teori ini melihat komunikasi sebagai pertukaran informasi yang
dapat dianggap positif atau negative tergantung pada rasa suka atau harapan antara dua orang
yang berinteraksi.

Hubungan ruang yang dimaksud di sini adalah ruang personal yang menunjukkan jarak yang
dipilih untuk diambil oleh seseorang dalam berhadapan dengan orang lain.

Jarak tersebut dapat dibedakan menjadi 4 zona yakni :

 Jarak intim mencakup perilaku yang ada pada jarak 0-18 inci (0-46 cm).
 jarak personal mencakup perilaku yang ada pada jarak 46 cm-1,2 meter.
 Jarak social mencakup perilaku yang ada pada jarak 1,2-3,6 meter.
 Jarak public merupakan jarak yang cakupannya melampaui 3,7 meter

Kewilayahan merupakan konsep yang penting untuk dibahas dalam teori pelanggaran
harapan. Kewilayahan adalah kepemilikian seseorang terhadap suatu area atau benda. Ada
tiga jenis wilayah, yaitu primer, sekunder, dan publik.

 Wilayah primer merupakan wilayah eksklusif seseorang dan ditandai dengan nama
yang terpasang pada benda tersebut untuk menunjukkan identitas kepemilikannya.
 Wilayah sekunder merupakan hubungan seseorang dengan sebuah area atau benda.
 Wilayah public merupakan tempat-tempat terbuka untuk semua orang dan tidak
termasuk hubungan personal di dalamnya, seperti taman, gunung, dan pantai.

Teori pelanggaran harapan memiliki tiga asumsi dasar, yakni:

 Harapan mendorong terjadinya interaksi antar manusia. Sebelum seseorang


melakukan interaksidengan orang lain, seseorang memiliki harapan interaksional yang
mencakup keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh komunikator sebelum ia
memasuki sebuah percakapan
 Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari. Perilaku manusia dipelajari dari budaya
perilaku dan dari individu yang menganut perilaku tersebut.
 Orang membuat prediksi mengenai perilaku non-verbal. [1] Ketika seseorang
berhadapan dengan orang lain, sebenarnya seseorang mampu untuk membuat prediksi
perilaku non-verbal yang muncul dari orang tersebut.

Teori Pelanggaran harapan (Expectacy Violation Theory/EVT) didasarkan pada penelitian


Judee Burgoon (1978). Teori ini memandang komunikasi sebagai proses pertukaran
informasi tingkat tinggi dalam hal hubungan isi komunikasi. Sehingga teori ini bias
digunakan oleh masing-masing pelaku komunikasi untuk menyerang harapan-harapan pihak
lawan bicaranya, baik dalam arti positif mapupun negatif, bergantung kepada suka atau tidak
suka para pelaku komunikasi masing-masing.

Satu hal yang penting dari bahasan mengenai komunikasi adalah peranan komunikasi non-
verbal. Apa yang kita lakukan dalam sebuah percakapan dapat menjadi lebih penting dariapa
yang sebenarnya kita katakan. Untuk memahami komunikasi non-verbal serta pengaruhnya
terhadap pesan-pesan dalam sebuah percakapan, Judee Bargoon mengembangkan Teori
Pelanggaran Harapan (1978), pada mulanya disebut dengan Teori Pelanggaran Harapan Non-
verbal (Nonverbal Expectancy Violations Theory). Tetapi kemudian Bargoon menghapus kata
non-verbal karena sekarang teori-teori ini juga mencakup isu-isu di luar area komunikasi non-
verbal.

Teori pelanggaran harapan menjelaskan bahwa orang memiliki harapan mengenai perilaku
non-verbal orang lain. Perubahan tak terduga yang terjadi dalam jarak perbincangan antara
para komunikator dapat menimbulkan suatu perasaan tidak nyaman atau bahkan rasa marah
dan sering kali ambigu. Teori ini mengintegrasikan kejadian-kejadian khusus dari komunikasi
non-verbal; yaitu, ruang personal dan harapan orang akan jarak ketika perbincangan terjadi.

 Hubungan Ruang

Ilmu yang mempelajari penggunaan ruang seseorang disebut sebagai proksemik (proxemics).
Proksemik membahas tentang cara seseorang menggunakan ruang dalam percakapan mereka
dan juga persepsi orang lain akan penggunaan ruang. Mark Knapp dan Judith hall (2002)
menjelaskan bahwa penggunaan ruang seseorang dapat mempengaruhi kemampuan mereka
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Penggunaan ruang dapat mempengaruhi makna dan
pesan (dalam West & Turner, 2008).
Burgoon (1978) memulai teori ini dari mempelajari interpretasi dari pelanggaran ruang. Ia
mulai dari sebuah premis bahwa manusia memiliki dua kebutuhan yang saling bertarung:
afiliasi dan ruang pribadi. Ruang Personal (personal space), menurut Bargoon dapat
didefinisikan sebagai “sebuah ruang tidak kelihatan dan dapat berubah-ubah yang melingkupi
seseorang, yang menunjuk kanjarak yang dipilih untuk diambil oleh seseorang terhadap orang
lain”. Dalam hal ini, manusia senantia samemiliki keinginan untuk dekat dengan orang lain,
tetapi juga menginginkan adanya jarak tertentu. Hal ini membingungkan, tetapi merupakan
dilema yang realistis bagi banyak dari kita.

Teori pelanggaran harapan Burgoon banyak dipengaruhi oleh karya-karya dari seseorang
antropolog bernama Edward Hall (1966). Hall mengklaim bahwa terdapa tempat zona
proksemik-intim, personal, sosial, dan publik. Tiap zona digunakan untuk alasan-alasan yang
berbeda. Hall juga memasukkan batasan dari jarak spesial dan perilaku yang sesuai untuk
setiap zona.

 Jarak Intim, zona ini mencakup perilaku yang ada pada jarak antara 0 sampai 18 inchi
(46 sentimeter). Perilaku-perilaku ini termasuk perilaku yang bervariasi mulai dari
sentuhan (misalnya, berhubungan intim) hingga mengamati bentuk wajah seseorang.
 Jarak personal, zona yang berkisar antara 18 inchi (46 sentimeter) – 4 kaki (1,2
meter), digunakan untuk keluarga dan teman. Dalam zona jarak personal, volume
suara yang digunakan biasanya sedang, panas tubuh dapat dirasakan, dan bau napas
atau bau badan dapat tercium.
 Jarak Sosial, zona yang berkisar antara 4-12 kaki (1,2 – 3,6 meter), digunakan untuk
hubungan-hubungan yang formal seperti hubungan dengan rekan sekerja.
 Jarak Publik, zona yang berjarak 12 (3,7 meter) kaki atau lebih dan digunakan untuk
diskusi yang sangat formal seperti antara dosen dan mahasiswa di dalam kelas.
Disamping itu, ada kewilayahan (territoriality), yaitu kepemilikan seseorang akan sebuah
area atau benda. Ada tiga jenis wilayah, yaitu: wilayah primer (primary territories)

menunjukkan kepemilikan ekslusif seseorang terhadap sebuah area atau benda, wilayah
sekunder (secondary territories) merupakan afiliasi seseorang dengan sebuah area atau
benda, dan wilayah publik (public territories) menandai tempat-tempat terbuka untuk semua
orang, termasuk pantai dan taman.

Catatan : 1 feet = 0,3048 meter

Kewilayahan seringkali diikuti dengan pencegahan dan reaksi. Maksudnya orang akan
berusaha mencegahan dan memasuki wilayah mereka atau akan memberikan respons begitu
wilayah mereka dilanggar. Manusia biasanya menandai wilayah mereka dengan empat cara:
menandai (menandai wilayah kita), melabeli (memberikan symbol untuk identifikasi),
menggunakan tanda atau gambar yang mengancam (menunjukkan penampilan dan perilaku
yang agresif), dan menduduki (mengambil tempat terlebih dahulu dan tinggal di sana untuk
waktu yang lama dari orang lain).

Asumsi Teori Pelanggaran Harapan

Teori ini berakar pada bagaimana pesan-pesan ditampilkan pada orang lain dan jenis-jenis
perilaku yang dipilih orang lain dalam sebuah percakapan. Selain itu teori ini juga memiliki
asumsi yaitu:

Harapan mendorong terjadinya interaksi antar manusia. Harapan dapat diartikan sebagai
pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dalam percakapan dengan orang lain. Termasuk
dalam harapan ini adalah perilaku verbal dan non-verbal, karena perilaku seseorang
umumnya tidaklah diacak, sebaliknya mereka memiliki berbagai harapan mengenai
bagaimana seharusnya orang berpikir dan berperilaku. Harapan sangat terkait erat dengan
norma-norma sosial, streotip, rumor, sifat-sifat yang dimiliki komunikator.

Sebagai contoh, seseorang yang sedang diwawancarai saat melamar pekerjaan juga
diharapkan menjaga jarak yang sesuai menurut pewawancara selama proses wawancara
berlangsung. Banyak orang di Amerika Serikat tidak menginginkan orang yang tidak mereka
kenal untuk berdiri terlalu dekat atau terlalu jauh dari mereka. Oleh karena itu, perilaku ini
bervariasi dari satu orang ke orang lainnya.

Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari. Orang mempelajari harapannya melalui


budaya secara luas dan juga individu-individu dalam budaya tersebut.

Misalnya, budaya Amerika mengajarkan bahwa hubungan antara professor dan


mahasiswanya didasari rasa hormat professional. Contoh lain yang sederhana adalah bahwa
harapan mahasiswa dan mahasiswi memiliki harapan yang berbeda terhadap dosen mereka.

Orang membuat prediksi mengenai perilaku non-verbal. Keaktraktifan orang lain


mempengaruhi evaluasi akan harapan. Dalam percakapan, orang tidak hanya sekedar
memberikan perhatian pada apa yang dikatakan oleh orang lain. Namun pada dasarnya,
perilaku non-verbal pun mempengaruhi percakapan dan perilaku ini mendorong orang lain
untuk membuat prediksi.

Sebagai contoh, ketika anda ada di sebuah toko, ada seseorang yang menatap anda dengan
tatapan yang lama. Anda mungkin akan merasakan sedikit aneh dengan tatapan orang ini.
Akan tetapi, karena anda merasa tertarik dengan orang ini, maka kerikuhan yang muncul
berubah menjadi rasa nyaman. Bahkan anda mulai menduga bahwa orang tersebut tertarik
dengan anda, karena melihat berkurangnya jarak fisik diantaraan berdua.

Contoh ini menggambarkan fakta bahwa anda membuat prediksi (orang itu tertarik pada
anda).

Apa yang terjadi ketika harapan kita tidak terpenuhi dalam percakapan dengan orang lain?

Ketika orang menjauhi atau menyimpang dari harapan, bagaimana penyimpangan ini
diterima tergantung dari potensi penghargaan dari orang lain. Tidak semua pelanggaran atas
perilaku yang diharapkan menimbulkan persepsi negatif. Orang memiliki potensi baik untuk
memberikan penghargaan maupun memberikan hukuman dalam percakapan. Selain itu juga
orang membawa karakteristik positif maupun negative dalam sebuah interaksi.
Burgoon menyebut ini sebagai valensi penghargaan komunikator (communicator reward
valence). Burgoon berpendapat bahwa konsep penghargaan mencakup beberapakara kteristik
yang menyebabkan seseorang dipandang positif atau negatif. Menurut teori pelanggaran
harapan, interpretasi terhadap pelanggaran seringkali bergantung pada komunikator serta
nilai-nilai yang mereka miliki.

Ketika kita sedang berkomunikasi dengan orang lain, dan harapan-harapan kita dilanggar,
tentu kita akan bersikap dan bertindak sesuai dengan kondisi dan situasi tertentu. Selain itu
kita harus sesuaikan dengan karakter kita selama ini ketika kita berkomunikasi dengan orang
lain. Ketika lawan bicara kita melanggar proses komunikasi yang sedang berlangsung, kita
akan lihat jenis serangan tersebut.

Jika berbentuk dukungan positif sesuai harapan, bersifat argumentasi positif, dan evaluasi
yang positif terhadap diri dan pandangan-pandangan kita, tentu itu justru akan menghasilkan
pemahaman yang lebih positif lagi. Sebaliknya, jika jenis serangannya mengarah ke hal-hal
yang tidak kita harapkan, proses komunikasi tidak akan menghasilkan kesepahaman yang
positif.

Contoh kasus dapat sering terjadi di dunia akademis, meskipun ini jarang di sadari. Ketika
terjadi proses komunikasi antara mahasiswa dengan staf atau pegawai akademi suntuk
mendapatkan informasi, mahasiswa sering masuk atau melanggar wilayah yang sudah
dibatasi oleh aturan yang berlaku. Atau sang pegawai tidak dapat memberikan informasi yang
memuaskan kepada mahasiswa tersebut sesuai harapannya, sehingga membuat mahasiswa
tidak puas, mungkin mengomel, atau bahkan mengumpat.

C. Teori Akomodasi Komunikasi

Teori Akomodasi Komunikasi adalah salah satu teori komunikasi yang dikemukakan oleh
Howard Giles beserta teman-temannya berkaitan dengan penyesuaian interpersonal dalam
sebuah interaksi komunikasi. Mereka mengemukakan teori ini pada tahun 1973, berawal dari
pemikiran Giles mengenai model “mobilitasaksen” yang didasarkan pada berbagaiaksen yang
dapat didengar pada sebuah situasi wawancara.

Mereka mengamati bahwa dalam sebuah wawancara, dengan pewawancara dan narasumber
yang memiliki perbedaan latar belakang budaya, ada kecenderungan seseorang yang
diwawancarai akan cenderung menghormati orang dari institusi tertentu yang sedang
mewawancarainya. Dalam kondisi tersebut orang yang sedang diwawancarai akan cenderung
mengikuti alur pembicaraan dari pewawancara. Pada saat itu lah orang yang sedang
diwawancarai sedang melakukan akomodasi komunikasi. Dengan kata lain teori ini erat
kaitannya dengan masalah kebudayaan.

Akomodasi adalah sebuah kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur


perilaku seseorang ketika merespons komunikasi atau perilaku orang lain. Akomodasi lebih
sering dilakukan secara tidak sadar. Manusia cenderung memiliki asumsi-asumsi kognitif
internal sebagai pedoman yang kita gunakan ketika kita berbicara dengan orang lain. Akan
tetapi karena kita memiliki kultur yang berbeda dengan orang lain, bisa jadi asumsi
kebudayaan yang kita bawa juga tidak sepenuhnya dapat mengakomodasi harapan dari lawan
bicara kita.

Substansi dari teori akomodasi sebenarnya adalah adaptasi, yaitu mengenai bagaimana
seseorang menyesuaikan komunikasi mereka dengan orang lain. Teori ini berpijak pada
premis bahwa ketika seseorang berinteraksi dalam sebuah komunikasi, mereka akan
menyesuaikan pembicaraan, vokal, dan atau tindak tanduk mereka untuk mengakomodasi
orang lain yang terlibat di dalam komunikasi tersebut. Sebenarnya, teori ini terinspirasi dari
sebuah penelitian yang dilakukan di dalam bidang ilmu psikologi sosial. Oleh karena itu
untuk memahami teori ini dengan utuh, kita tidak bias melepaskan teori ini dari asumsi
psikologi sosial yang menjadi inspirasi dari teori ini.

Menurut Stephen Worchel, pembicaraan dalam bidang ilmu psikologi social biasanya
berkaitan dengan aktivitas mencari akibat dari perilaku dan sebab dari akibat tersebut dalam
ranah interaksi sosial. Salah satu konsep utama dalam psikologi social adalah identitas.
Menurut Jessica Abrams, Joan O’Cronnor dan Howard Giles, akomodasi merupakan salah
satu elemen yang mendasar dan sangat berpengaruh terhadap konstruksi identitas.

Sementara itu menurut Henri Tajfel dan John Turner, Teori Identitas Sosial mengatakan
bahwa identitas seseorang ditentukan oleh kelompok tempat ia tergabung. Hipotesis yang
mendasar teori identitas menyebutkan bahwa dorongan yang kuat untuk mengevaluasi
kelompok seseorang secara positif dengan perbandingan terhadap kelompok lain baik di
dalam atau luar menuntun kelompok social tersebut untuk membedakan diri mereka satu
sama lain. Dari Teori Identitas Sosial ini, Giles mendapatkan inspirasi bahwa akomodasi
seseorang tidak hanya pada orang tertentu saja tetapi juga pada seseorang yang dianggap
merupakan bagian dari kelompok lain.
Teori Akomodasi Komunikasi banyak didasari oleh asumsi-asumsi yang ada di dalam Teori
Identitas Sosial. Misalnya, apabila anggota dari kelompok yang berbeda sedang berkumpul
bersama, mereka akan membandingkan dari mereka. Jika perbandingan itu bagi mereka
adalah sesuatu yang positif, maka akan muncul identitas sosial yang positif pula. Giles
memperluas gagasan ini dengan mengatakan bahwa hal yang sama juga terjadi tidak hanya
pada identitas, akan tetapi juga pada gaya bicara (nada, aksen, kecepatan, pola interupsi)
seseorang terhadap lawan bicaranya.

 Asumsi-asumsi Dasar

Mengingat bahwa akomodasi dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, maka implikasinya


dalam komunikasi pun faktor-faktor yang sama juga akan mempengaruhi seseorang.
Beberapa asumsi dasar yang dibangun dalam Teori Akomodasi Komunikasiantara lain
adalah:

1. Persamaan dan perbedaan dalam berbicara dan berperilaku terdapat di dalam semua
percakapan. Pengalaman dan latar belakang yang bervariasi pada pelaku komunikasi
akan menentukan sejauh mana orang dapat melakukan akomodasi terhadap orang
lain. Semakin mirip perilaku dan keyakinan kita, semakin membuat kita tertarik untuk
melakukan akomodasi terhadap orang lain.
2. Cara kita memersepsikan tuturan dan perilaku orang lain akan menentukan bagaimana
kita mengevaluasi sebuah percakapan yang kita lakukan. Persepsi dan evaluasi oleh
karenanya berpengaruh besar dalam akomodasi. Orang pertama-tama akan melakukan
persepsi atas apa yang terjadi di dalam percakapan, seperti gaya bahasa dan kata-kata
yang dipilih, sebelum mereka memutuskan bagaimana mereka akan merespons
kondisi tersebut.
3. Bahasa dan perilaku- pelaku pembicara memberikan informasi mengenai status sosial
dan keanggotaan subjek tersebut terhadap kelompok tertentu. Artinya dari bahasa dan
perilaku dalam komunikasi dapat dilakukan identifikasi terhadap posisi pelaku
komunikasi tersebut dalam strata social apakah termasuk kelas bawah atau kelas atas
dan selainnya.
4. Akomodasi akan bervariasi dalam hal tingkat kesesuaian terhadap pelaku pembicara
dan norma-norma social akan mengarahkan proses akomodasi. Maksud dari asumsi
ini adalah, akomodasi dapat bervariasi dalam hal kepantasan sosial, sehingga akan
terdapat saat-saat ketika melakukan akomodasi tidak pantas untuk dilakukan.
Sementara itu norma-norma social memiliki peran yang penting karena memberikan
batasan dalam tingkatan yang bervariasi terhadap perilaku akomodatif yang
dipandang sebagai hal yang diinginkan dalam sebuah komunikasi.
 Bentuk-bentuk Adaptasi
1. Konvergensi, yaitu sebuah strategi di mana para pelaku yang terlibat dalam
pembicaraan beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama lain. Proses ini
merupakan proses yang selektif, dan didasari pada persepsi terhadap pelaku
pembicara yang lain.

2. Divergensi, yaitu sebuah perilaku di mana para pelaku yang terlibat di dalam
pembicaraan tidak menunjukkan adanya kesamaan di antara satu dengan yang lain.
Akan tetapi divergensi bukanlah kondisi untuk meniadakan respons terhadap lawan
bicara, akan tetapi lebih pada usaha untuk melakukan di sosiasi terhadap komunikator
yang menjadi lawan bicaranya.

3. Akomodasi berlebihan, merupakan label yang diberikan kepada pembicara yang


dianggap pendengar terlalu berlebihan. Istilah ini diberikan kepada orang yang
walaupun bertindak berdasarkan niat baik, Justru dianggap merendahkan. Akomodasi
berlebihan biasanya menyebakan pendengar untuk mempersiapkan diri mereka tidak
setara. Dalam berinteraksi ditemukan akomodasi berlebihan diantara warga baru
Timor Leste dan warga asli dusun Kiuteta dimana warga asli dusun Kiuteta
mempresepsikan bahwa warga baru Timor Leste merupakan warga yang kasar.
Kesimpulan

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah
semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan
Amerika. Istilah tersebut berasal dari kata Yunani yaitu semeion yang berarti ‘tanda’ atau
‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa,
kode, sinyal, dan sebagainya. Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum
yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem
kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Di samping itu, teori ini
berpendapat bahwa dalam sebuah teks terdapat banyak tanda dan pembaca atau penganalisis
harus memahami apa yang dimaksudkan dengan tanda-tanda tersebut.

Pelanggaran Harapan adalah satu dari sedikit teori yang secara khusus berfokus pada apa
yang diharapkan orang dan reaksi mereka kepada orang lain dalam sebuah percakapan.
Asumsi dan konsep intinya menunjukkan dengan jelas pentingnya pesan-pesan nonverbal dan
pemrosesan informasi. EVT juga meningkatkan pemahaman kita akan bagaimana harapan
memengaruhi jarak dan percakapan. Teori ini menemukan apa yang terjadi didalm benak
para komunikator dan bagaimana komunikator memonitor perilaku nonverbal dalam
percakapan mereka. Teori Pelanggaran Harapan tertarik dengan struktur dari pesan-pesan
nonverbal. Teori ini menyatakan bahwa ketika norma-norma Komunikasi dilanggar,
pelanggaran ini dapat dipandang dengan positif dan negative, tergantung dari persepsi
penerima terhadap sipelanggar, melanggar harapan seseorang biasanya merupakan strategi
yang dapat digunakan disbanding dengan memenuhi harapan seseorang.

Akomodasi ini adalah adaptasi, maka dijelaskan bahwa cara beradaptasi ada tiga cara, yaitu
konvergensi, divergensi, dan akomodasi berlebihan. Teori ini berpijak pada pemis bahwa
ketika seseorang berinteraksi, mereka menyusun pembicaraan, pola vocal, dan atau tindak
tanduk mereka untuk mengakomodasi orang lain. Teori akomodasi didapatkan dari sebuah
penelitian yang dilakuakan dalam bidang ilmu lain, dalam hal ini psikologi sosial. Maka
sangatlah penting bagaimana kaitan antara teori akomodasi komunikasi dengan psikologi
sosial. Teori ini termasuk teori yang paling penting dalam kita mempelajari teori komunikasi.
Teori akomodasi komunikasi mempelajari bagaimana dan mengapa kita menyesuailan
perilaku komunikasi kita dengan perilaku komunikasi lawan bicara.

Anda mungkin juga menyukai