FURKASI
Faktor Etiologi
Faktor etiologi utama dalam perkembangan defek furkasi adalah plak bakteri dan
konsekuensi inflamasi yang diakibatkan oleh keberadaannya dalam jangka
panjang. Tingkat kehilangan perlekatan yang diperlukan untuk menghasilkan
suatu defek furkasi sangat bervariasi dan terkait dengan faktor anatomi lokal
(misalnya, panjang batang akar, morfologi akar)13,27 dan anomali perkembangan
lokal (misalnya Cervical Enamel Projections [CEP]).22,27 Faktor lokal dapat
mempengaruhi tingkat deposisi plak atau mempersulit kinerja prosedur kebersihan
mulut, sehingga berkontribusi pada perkembangan periodontitis dan kehilangan
perlekatan. Beberapa studi menunjukkan bahwa prevalensi dan keparahan
keterlibatan furkasi meningkat seiring bertambahnya usia.21,22,36 Karies gigi dan
kematian pulpa juga dapat mempengaruhi gigi dengan furkasi atau bahkan area
furkasi. Semua faktor tersebut harus dipertimbangkan selama diagnosis,
perencanaan pengobatan, dan terapi pasien dengan defek furkasi.
Diagnosis dan Klasifikasi Defek Furkasi
Pemeriksaan klinis yang menyeluruh adalah kunci untuk diagnosis dan
perencanaan pengobatan. Probing yang hati-hati diperlukan untuk menentukan
keberadaan dan tingkat keterlibatan furkasi, posisi perlekatan relatif terhadap
furca, dan luas, serta konfigurasi defek furkasi.38 Probe Nabors dapat membantu
untuk masuk dan mengukur sulitnya mengakses area furcal. (Gambar 64.1)
Transgingiva sounding selanjutnya dapat menentukan anatomi defek
furkasi.29 Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan sejauh mana keterlibatan furkasi dan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mungkin telah berkontribusi pada perkembangan defek furkasi
atau yang dapat mempengaruhi hasil pengobatan. Faktor-faktor tersebut meliputi,
(1) morfologi gigi yang terkena, (2) posisi gigi relatif terhadap gigi yang
berdekatan, (3) anatomi lokal tulang alveolar, (4) konfigurasi setiap defek tulang,
dan (5) adanya dan luasnya penyakit gigi lainnya (misalnya karies, nekrosis
pulpa).
Gambar 64.1. (A) Probe Nabors dirancang untuk probing furkasi. (B) Probe ditempatkan pada
furkasi kelas II dari tengkorak kering.
Dimensi pintu masuk furkasi bervariasi, tetapi biasanya cukup kecil; 81%
furkasi memiliki orifisium 1 mm atau kurang, dan 58% berukuran 0,75 mm atau
5,6
kurang. Klinisi harus mempertimbangkan dimensi ini, dan anatomi lokal area
furkasi,11-13 saat memilih instrumen untuk probing. Probe dengan dimensi cross-
sectional diperlukan jika klinisi akan mendeteksi keterlibatan furkasi secara dini.
Gambar 64.2. Derajat keterlibatan furkasi yang berbeda pada radiografi. (A) Furkasi derajat I pada
molar satu mandibula dan furkasi derajat III pada gigi molar dua mandibula. Pendekatan akar pada
gigi molar dua mungkin cukup untuk menghalangi probing yang akurat dari defek ini. (B) Defek
furkasi multipel pada gigi molar satu maksila. Terdapat keterlibatan furkasi bukal derajat I dan
furkasi mesio-palatal dan disto-palatal derajat II. Alur perkembangan yang dalam pada gigi molar
dua maksila mensimulasikan keterlibatan furkasi pada gigi molar ini dengan akar yang menyatu.
(C) Furkasi Kelas III dan IV pada molar mandibula.
Gambar 64.3. Fitur anatomi berbeda yang mungkin penting dalam prognosis dan pengobatan
keterlibatan furkasi. (A) Akar yang terpisah lebar. (B) Akar yang terpisah tetapi masih dekat. (C)
Akar yang menyatu hanya dipisahkan di bagian apikal. (D) Adanya proyeksi enamel yang
mungkin kondusif untuk keterlibatan awal furkasi.
Panjang Akar
Panjang akar berhubungan langsung dengan jumlah perlekatan yang menopang
gigi. Gigi dengan batang akar panjang dan akar pendek mungkin telah kehilangan
sebagian besar penyangga pada saat furkasinya terpengaruh. 12,20 Gigi dengan akar
panjang dan batang akar pendek hingga sedang lebih mudah dirawat karena masih
cukup perlekatan untuk memenuhi fungsinya.
Bentuk Akar
Akar mesial dari kebanyakan molar pertama dan kedua mandibula serta akar
mesiofasial molar satu maksila biasanya melengkung ke sisi distal pada sepertiga
apikal. Selain itu, aspek distal dari akar ini biasanya beralur tebal. Kelengkungan
dan fluting dapat meningkatkan potensi perforasi akar selama terapi endodontik
atau mempersulit penempatan pasca-restorasi.1,25 Ciri-ciri anatomi tersebut juga
dapat menyebabkan peningkatan insiden fraktur akar vertikal. Ukuran pulpa
radikuler mesial dapat menyebabkan kehilangan sebagian besar bagian gigi
tersebut selama preparasi.
Dimensi Inter-radikular
Derajat pemisahan akar juga merupakan faktor penting dalam perencanaan
pengobatan. Akar yang dekat atau menyatu dapat menghalangi instrumentasi yang
memadai selama scaling, root planing, dan pembedahan. Gigi dengan akar yang
terpisah jauh memberikan lebih banyak pilihan pengobatan dan lebih mudah
untuk dirawat.
Anatomi Furkasi
Anatomi furkasi merupakan hal yang kompleks. Adanya tonjolan bifurkasional,
cekungan di kubah11, dan kemungkinan saluran akar16 mempersulit tidak hanya
scaling, root planing, dan terapi bedah,28 tetapi juga pemeliharaan periodontal.
Odontoplasti untuk mengurangi atau menghilangkan tonjolan ini mungkin
diperlukan selama terapi bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Kotak 64.1
Klasifikasi Proyeksi Enamel Servikal
Derajat I: Proyeksi enamel meluas dari pertemuan semento-enamel gigi
menuju pintu masuk furkasi.
Derajat II: Proyeksi enamel mendekati pintu masuk furkasi. CEP tidak
memasuki furkasi, dan oleh karena itu tidak ada komponen horizontal yang
terlihat.
Derajat III: Proyeksi enamel meluas secara horizontal ke dalam furkasi.
(Dari Master DH, Hoskins SW: Projection of Cervical Enamel into Molar Periodontol 35:49,
1964.)
Gambar 64.4. Keterlibatan furkasi oleh CEP derajat III.
Adanya band gingiva yang memadai dan vestibule sedang hingga dalam
akan memfasilitasi pelaksanaan prosedur pembedahan, apabila diindikasikan.
Gambar 64.6. Klasifikasi keterlibatan furkasi Glickman. (A) Keterlibatan furkasi Derajat I.
Meskipun ada ruang yang terlihat di pintu masuk furkasi, tidak terdapat komponen horizontal dari
furkasi yang terlihat saat probing. (B) Furkasi Derajat II pada tengkorak kering. Perhatikan baik
komponen horizontal maupun vertikal dari furkasi cul-de-sac (C) Derajat III ini pada molar
maksila. Probing memastikan bahwa furkasi bukal terhubung dengan furkasi distal dari kedua
molar ini, namun furkasi tersebut diisi oleh jaringan lunak. (D) Furkasi tingkat IV. Jaringan lunak
telah menyusut cukup untuk memungkinkan penglihatan langsung ke furkasi gigi molar maksila
tersebut.
Derajat I
Keterlibatan furkasi derajat I adalah awal atau tahap awal keterlibatan furkasi
(lihat Gambar 64.6A). Kantung tersebut merupakan suprabony dan terutama
mengenai jaringan lunak. Kehilangan tulang awal mungkin terjadi dengan
peningkatan kedalaman probing, tetapi perubahan radiografi biasanya tidak
ditemukan.
Derajat II
Furkasi derajat II dapat mempengaruhi satu atau lebih furkasi pada gigi yang
sama. Lesi furkasi pada dasarnya adalah cul-de-sac (lihat Gambar 64.6B) dengan
komponen horizontal yang pasti. Jika terdapat defek multipel, keduanya tidak
berkomunikasi satu sama lain karena sebagian tulang alveolar tetap menempel
pada gigi. Luasnya probing horizontal furkasi menentukan apakah defek tersebut
masih awal atau lanjut. Kehilangan tulang vertikal dapat terjadi dan merupakan
komplikasi terapeutik. Radiografi tidak atau mungkin menggambarkan
keterlibatan furkasi, terutama dengan molar maksila karena radiografik tumpang
tindih dari akar. Namun, dalam beberapa pandangan, keberadaan “panah” furkasi
menunjukkan kemungkinan keterlibatan furkasi (lihat Bab 33).
Derajat III
Pada furkasi derajat III, tulang tidak melekat pada kubah furkasi. Pada
keterlibatan derajat III awal, pembukaan mungkin diisi dengan jaringan lunak dan
mungkin tidak terlihat. Klinisi mungkin bahkan tidak dapat melewatkan probe
periodontal sepenuhnya melalui furkasi karena gangguan pada tonjolan
bifurkasional atau margin tulang fasial-lingual. Namun, jika klinisi menambahkan
dimensi probing bukal dan lingual serta memperoleh pengukuran probing
kumulatif yang sama atau lebih besar dari dimensi bukal-lingual gigi pada
orifisium furkasi, klinisi harus menyimpulkan bahwa terdapat furkasi derajat III
(lihat Gambar 64.6C). Radiografi yang terbuka dan bersudut pada furkasi derajat
III awal menunjukkan defek sebagai area radiolusen di crotch gigi (lihat Bab 33).
Derajat IV
Pada furkasi tingkat IV, tulang inter-dental dihancurkan, dan jaringan lunak telah
menyusut ke apikal sehingga pembukaan furkasi dapat terlihat secara klinis.
Saluran tersebut berada di antara akar gigi yang terkena. Dengan demikian, probe
periodontal berpindah dengan mudah dari satu aspek gigi ke aspek lainnya (lihat
Gambar 64.6D).
Fakta Kunci
Terlepas dari informasi penting yang ditemukan dalam pemeriksaan klinis,
radiografi sangat penting untuk mendiagnosis keterlibatan furkasi yang lengkap
dan menyeluruh.
Indeks Klasifikasi Lain
Hamp dkk17 memodifikasi sistem klasifikasi tiga tahap dengan melampirkan
ukuran milimeter untuk memisahkan tingkat keterlibatan horizontal. Easley dan
Drennan10 serta Tarnow dan Fletcher37 telah menjelaskan sistem klasifikasi yang
mempertimbangkan kehilangan perlekatan horizontal dan vertikal dalam
mengklasifikasikan sejauh mana keterlibatan furkasi. Artikel Tarnow dan
Fletcher menggunakan subklasifikasi yang mengukur kedalaman vertikal yang
dapat diteliti dari atap furca secara apikal. Sub kelas yang diusulkan adalah: A, B,
dan C. "A" menunjukkan kedalaman vertikal yang dapat diprobe dari 1 hingga 3
mm, "B" menunjukkan 4 hingga 6 mm, dan "C" menunjukkan kedalaman 7 mm
atau lebih yang dapat diprobe dari atap furca secara apikal. Furkasi dengan
demikian akan diklasifikasikan sebagai IA, IB, dan IC; IIA, IIB, dan IIC; dan
IIIA, IIIB, dan IIIC.
Pertimbangan konfigurasi defek dan komponen vertikal defek memberikan
informasi tambahan yang berguna dalam merencanakan terapi.
Fakta Kunci
Fungsi sistem klasifikasi adalah untuk membantu komunikasi di antara terapis dan
untuk menyediakan kerangka kerja pengobatan.
Penanganan
Tujuan dari terapi furkasi adalah untuk (1) memfasilitasi pemeliharaan, (2)
mencegah kehilangan perlekatan lebih lanjut, dan (3) menghilangkan defek
furkasi sebagai masalah pemeliharaan periodontal. Pemilihan mode terapeutik
bervariasi dengan kelas keterlibatan furkasi, luas dan konfigurasi kehilangan
tulang, dan faktor anatomi lainnya.
Derajat II
Setelah komponen horizontal pada furkasi berkembang (Derajat II), terapi
menjadi lebih rumit. Keterlibatan horizontal yang dangkal tanpa kehilangan tulang
vertikal yang signifikan biasanya memberikan respons yang baik terhadap
prosedur flap lokal dengan odontoplasti, osteoplasti, dan ostektomi. Furkasi
derajat II dalam yang terisolasi dapat merespons prosedur flap dengan osteoplasti
dan odontoplasti (Gambar 64.7). Pengobatan tersebut mengurangi kubah furkasi
dan mengubah kontur gingiva untuk memudahkan pengangkatan plak pasien.
Gambar. 64.7 Pengobatan furkasi derajat II dengan osteoplasti dan odontoplasti. (A) Gigi molar
satu mandibula tersebut telah dirawat secara endodontik dan area karies pada furkasi telah
diperbaiki. Terdapat furkasi derajat II. (B) Hasil debridemen flap, osteoplasti, dan odontoplasti
parah 5 tahun pasca-operasi. Perhatikan adaptasi gingiva ke dalam area furkasi. (Courtesy Dr.
Ronald Rott, Sacramento, CA.)
Terapi Non-Bedah
Prosedur Higienitas Oral
Manajemen furcal adalah yang paling sulit. Modalitas terapeutik untuk
pengobatan dan pemeliharaan furkasi telah lama menjadi dilema bagi periodontis
dan dokter gigi restoratif. Terapi non-bedah adalah prosedur yang sangat efektif
untuk memberikan hasil stabil yang memuaskan. Hasil yang ideal dengan furkasi
tidak mungkin didapatkan. Setelah kerusakan furkasi dimulai, hasil klinis selalu
terganggu. Baik terapi bedah maupun non-bedah telah terbukti bekerja secara
efektif dari waktu ke waktu. Terapi non-bedah, kombinasi dari instruksi higienitas
mulut dan scaling serta root planing, telah memberikan hasil yang sangat baik
pada beberapa pasien. Semakin awal furkasi dideteksi dan diobati, semakin besar
kemungkinan hasil jangka panjang yang baik dapat diperoleh. Meskipun
demikian, bahkan lesi furkasi lanjut dapat berhasil dalam pengobatan jangka
panjang.34 Beberapa prosedur higienitas mulut telah digunakan seiring waktu.
Semua termasuk akses ke furkasi. Untuk mendapatkan akses ke furkasi
membutuhkan kombinasi kesadaran pasien tentang furkasi dan alat higienitas
mulut yang memfasilitasi akses tersebut. Banyak alat, termasuk ujung karet, alat
bantu periodontal, sikat gigi khusus dan umum, serta alat bantu lainnya telah
digunakan seiring waktu untuk akses ke pasien (Gambar 64.8).
Gambar 64.8 (A) Penggunaan Perio-Aid ke dalam furkasi untuk menghilangkan plak. (B) Sikat
proksi digunakan untuk menghilangkan plak ke dalam lesi furkasi. (Courtesy Karen DeYoung,
RDH, dan Janet Shigekawa, RDH.)
Fakta Kunci
Pemeliharaan gigi yang terkena furkasi sulit dilakukan dan membutuhkan
perhatian serta perawatan khusus. Hal tersebut terutama berlaku untuk kasus
Derajat III dan IV.
Area yang paling kritis dalam manajemen furkasi adalah mempertahankan
status bebas plak pada furkasi. Memperoleh akses merupakan masalah dalam hal
ini, tetapi dengan instrumen yang disebutkan sebelumnya dan pendekatan non-
bedah yang efektif, banyak yang dapat dicapai. Komponen terpenting dari
perawatan gigi multi-akar adalah keberhasilan pengurangan atau eliminasi area
retensi plak dari area furkasi; kebersihan mulut yang cermat oleh pasien dan terapi
non-bedah yang efektif dapat memainkan peran utama dalam mencapai tujuan
tersebut.21,33
Terapi Bedah
Reseksi Tulang
Terapi bedah tulang dapat dibagi menjadi terapi resektif dan terapi regeneratif. Ini
juga berlaku untuk area furkasi saat terapi bedah direncanakan. Selama bertahun-
tahun, osteoplasti dan ostektomi telah digunakan untuk membuat area furkasi
dapat dibersihkan. Dalam kasus lanjut, teknik digunakan untuk membuka furkasi
menjadi Derajat IV dari kasus Derajat II atau III yang berat. Hal tersebut akan
mempermudah higienitas area furkasi bagi pasien. Teknik-teknik tersebut
memiliki kegunaan yang terbatas saat ini, tetapi pada individu yang mengalami
gangguan yang giginya tidak dapat dicabut atau yang terapi konservatifnya gagal,
teknik-teknik bedah tersebut telah digunakan. Tujuan langsung dari pendekatan
bedah ini adalah menciptakan akses bagi pasien untuk menjaga higienitas yang
baik.
Regenerasi
Pada lesi furcal, regenerasi tulang seringkali dianggap relatif tidak bermanfaat.
Literatur periodontal memiliki upaya terapeutik yang terdokumentasi dengan baik
yang dirancang untuk menginduksi perlekatan baru dan rekonstruksi pada gigi
molar dengan defek furkasi. Banyak prosedur pembedahan yang menggunakan
berbagai bahan cangkok telah diuji pada gigi dengan berbagai derajat keterlibatan
furkasi. Beberapa peneliti telah melaporkan keberhasilan klinis24, sedangkan yang
lain telah menyarankan bahwa penggunaan bahan-bahan ini pada furkasi derajat
II, III, atau IV memberikan sedikit keuntungan dibandingkan dengan kontrol
bedah. Defek furkasi dengan komponen berdinding dua atau berdinding tiga yang
dalam, mungkin sesuai untuk prosedur rekonstruksi. Deformitas tulang vertikal
tersebut merespons dengan baik terhadap berbagai prosedur pembedahan,
termasuk debridemen dengan atau tanpa membran dan cangkok tulang. Bab 63
membahas terapi yang dirancang untuk menginduksi keterikatan baru atau
keterikatan berulang.
Tsao dkk39 telah menunjukkan bahwa defek furkasi adalah lesi yang dapat
dicangkokkan. Mereka menemukan bahwa lesi yang dicangkok memiliki isi
vertikal yang lebih besar daripada area yang dirawat dengan debridemen flap
terbuka saja. Bowers dkk7 telah menunjukkan bahwa pencangkokan tulang furkasi
menggunakan berbagai membran dapat meningkatkan status klinis lesi tersebut.
Meskipun demikian, pencangkokan tulang tetap menjadi tujuan yang sulit
dipahami dengan hasil yang bervariasi pada lesi furkasi.
Bidang lainnya adalah teknologi membran penghalang. Analisis studi yang
dipublikasikan menunjukkan variabilitas yang besar dalam hasil klinis pada
furkasi derajat II mandibula yang dirawat dengan berbagai jenis membran
penghalang non-bio-absorbable dan bio-absorbable. Meskipun banyak penelitian
tentang membran penghalang yang menunjukkan sedikit perbaikan klinis setelah
perawatan pada furkasi maksila dan mandibula, hasil tersebut umumnya tidak
konsisten.
Reseksi Akar
Reseksi akar dapat diindikasikan pada gigi multi-akar dengan keterlibatan furkasi
derajat II sampai IV. Reseksi akar dapat dilakukan pada gigi vital 19 atau gigi yang
dirawat secara endodontik. Akan tetapi, sebaiknya terapi endodontik diselesaikan
sebelum reseksi satu akar atau beberapa akar.18 Apabila hal tersebut tidak
memungkinkan, pulpa harus diangkat, memastikan patensi saluran akar, dan ruang
pulpa diobati sebelum dilakukan reseksi. Hal tersebut membuat pasien dan dokter
merasa tertekan untuk melakukan reseksi akar vital dan kemudian terjadi kejadian
yang tidak diinginkan, seperti perforasi, fraktur akar, atau ketidakmampuan untuk
menginstrumentasi saluran akar.
Indikasi dan kontraindikasi untuk reseksi akar dirangkum dengan baik
oleh Bassaraba.1 Secara umum, gigi yang direncanakan untuk reseksi akar
meliputi:
1. Gigi yang sangat penting untuk keseluruhan rencana pengobatan gigi. 4
Contohnya adalah gigi yang berfungsi sebagai penyangga untuk restorasi
terfiksasi atau lepasan yang mana kehilangan gigi akan menyebabkan
hilangnya prostesis dan memerlukan penggantian prostetik secara besar-
besaran.
2. Gigi yang memiliki sisa perlekatan yang memadai untuk berfungsi. Molar
dengan kehilangan tulang lanjut di zona inter-proksimal dan inter-radikuler,
kecuali jika lesi memiliki tiga dinding tulang, bukan merupakan kandidat
untuk amputasi akar.
3. Gigi yang tidak memiliki metode terapi yang lebih dapat diprediksi atau
hemat biaya. Contohnya adalah gigi dengan defek furkasi yang telah
berhasil diterapi dengan endodontik, tetapi saat ini memiliki fraktur akar
vertikal, kehilangan tulang lanjut, atau karies pada akar.
4. Gigi pada pasien dengan kebersihan mulut yang baik dan aktivitas karies
yang rendah cocok untuk reseksi akar. Pasien yang tidak dapat atau tidak
ingin melakukan kebersihan mulut dan tindakan pencegahan yang baik
bukanlah kandidat yang cocok untuk reseksi akar atau hemiseksi. Gigi
reseksi akar memerlukan terapi endodontik18 dan biasanya restorasi gips.
Terapi ini dapat mewakili investasi finansial yang cukup besar oleh pasien
dalam upaya menyelamatkan gigi. Terapi alternatif dan dampaknya terhadap
rencana pengobatan secara keseluruhan harus selalu dipertimbangkan dan
disediakan kepada pasien.
Gambar. 64.1 Reseksi akar dengan kehilangan tulang lanjut. (A) Kontur tulang wajah. Furkasi
derajat II muncul pada aspek wajah molar pertama mandibula, dan furkasi derajat III pada gigi
molar dua mandibula. (B) Reseksi akar mesial. Bagian mahkota mesial dipertahankan untuk
mencegah penyimpangan mesial dari akar distal selama penyembuhan. Furkasi derajat II dirawat
dengan osteoplasti. (C) Flap bukal disesuaikan dan dijahit. (D) Flap Lingual disesuaikan dan
dijahit. (E) Tampilan tiga bulan pasca-operasi reseksi dari aspek bukal. Restorasi baru kemudian
dilakukan. (F) Tampilan tiga bulan pasca-operasi reseksi dari aspek lingual.
Berikut adalah panduan untuk menentukan akar mana yang harus
dihilangkan dalam kasus ini:
1. Hilangkan satu akar atau beberapa akar yang dapat menghilangkan furkasi
dan memungkinkan produksi arsitektur yang dapat dipertahankan pada akar
yang tersisa.
2. Hilangkan akar dengan jumlah tulang dan kehilangan perlekatan terbesar.
Perlekatan periodontal yang memadai harus tetap disisakan setelah operasi
agar gigi dapat menahan kebutuhan fungsional yang ditempatkan di atasnya
seperti penyangga jembatan dan bruxer. Gigi dengan kehilangan tulang
horizontal lanjut yang seragam tidak cocok untuk reseksi akar.
3. Hilangkan akar yang memberikan kontribusi terbaik untuk menghilangkan
masalah periodontal pada gigi yang berdekatan. Misalnya, gigi molar satu
maksila dengan furkasi bukal-ke-distal derajat III yang berdekatan dengan
gigi molar dua maksila dengan defek intrabony dua dinding antara gigi
molar dan furkasi derajat II awal pada furkasi mesial gigi molar dua. Faktor
anatomi lokal yang mempengaruhi gigi mungkin ada atau mungkin tidak
ada. Pengangkatan akar disto-buccal molar pertama memungkinkan
eliminasi furkasi dan manajemen lesi intrabony dua dinding dan juga
memfasilitasi akses untuk instrumentasi, serta pemeliharaan molar kedua.
4. Hilangkan akar dengan jumlah masalah anatomi terbanyak, seperti
kelengkungan parah, alur perkembangan, flutings akar, atau aksesori dan
banyak saluran akar.
5. Hilangkan akar yang paling tidak mempersulit perawatan periodontal di
masa depan.
Hemiseksi
Hemiseksi adalah pemisahan gigi berakar dua menjadi dua bagian terpisah. Proses
tersebut disebut bikuspidisasi atau pemisahan karena mengubah molar menjadi
dua akar terpisah. Hemiseksi paling mungkin dilakukan pada molar mandibula
dengan keterlibatan furkasi derajat II atau III bukal dan lingual. Seperti reseksi
akar, gigi molar dengan kehilangan tulang lanjut di zona inter-proksimal dan
inter-radikuler bukan merupakan kandidat yang baik untuk hemiseksi. Setelah gigi
dipotong, salah satu atau kedua akar dapat dipertahankan. Keputusan ini
didasarkan pada luas dan pola kehilangan tulang, batang akar dan panjang akar,
kemampuan untuk menghilangkan defek tulang, dan pertimbangan endodontik
dan restoratif. Anatomi akar mesial molar mandibula sering mengarah pada
ekstraksi dan retensi akar distal untuk memfasilitasi terapi endodontik dan
restoratif.
Dimensi inter-radikuler antara dua akar gigi yang akan di hemiseksi juga
penting. Zona inter-radikuler yang sempit dapat mempersulit prosedur
pembedahan. Retensi kedua akar molar dapat mempersulit restorasi gigi karena
hampir tidak mungkin untuk menyelesaikan batas atau untuk memberikan
embrasure yang memadai di antara kedua akar untuk kebersihan dan
pemeliharaan mulut yang efektif (Gambar 64.2). Oleh karena itu, pemisahan
ortodontik dari akar seringkali diperlukan untuk memungkinkan restorasi dengan
bentuk embrasure yang memadai (Gambar 64.3). Hasilnya dapat berupa
kebutuhan akan berbagai prosedur dan terapi interdisipliner yang ekstensif. Pada
pasien ini, ketersediaan pengobatan alternatif lain harus dipertimbangkan, seperti
jaringan yang dipandu atau regenerasi tulang yang dipandu atau penggantian
dengan implan gigi ter-osseointegrasi.
Gambar 64.2 (A) Lesi furkasi derajat III. (B) Hemiseksi untuk membagi gigi menjadi bagian
mesial dan distal. (C) Tampilan pasca-operasi dari hemiseksi molar mandibula dengan mahkota
baru untuk kedua akar.
Gambar 64.3 Dimensi hemiseksi dan inter-radikuler. (A) Tampilan pre-operasi bukal molar kedua
kanan mandibula dengan furkasi bukal derajat II yang dalam dan akar yang berdekatan. (B)
Tampilan bukal dari lesi tulang dengan flap. Perhatikan defek tulang satu dinding mesial dan
distal. Furkasi lingual juga terpengaruh. (C) Gigi molar telah dihemiseksi dan sebagian disiapkan
untuk mahkota gigi sementara. Amati dimensi minimal antara kedua akar. (D) Tampilan bukal 3
minggu pasca-operasi. Karena ruang embrasure yang minimal, akar-akar tersebut akan dipisahkan
dengan terapi ortodontik untuk memfasilitasi restorasi. (Courtesy Dr. Louis Cuccia, Roseville,
CA.)
Gambar 64.5 Hemiseksi dikombinasikan dengan operasi tulang untuk mengobati defek furkasi.
(A) Tampilan bukal pra-operasi dengan jembatan sementara. (B) Tampilan Lingual dengan
pemasangan jembatan sementara. (C) Radiografi defek tulang. Perhatikan defek tulang mesial
dalam, sebagian besar pada satu dinding, dan area radiolusen pada furkasi molar pertama, yang
mengindikasikan defek derajat II. (D) Tampilan bukal pra-operasi tulang. Selain keterlibatan
furkasi, ada masalah pemisahan akar antara dua akar molar pertama. Furkasi derajat II ada pada
gigi molar dua. (E) Tampilan bukal pasca-operasi tulang. Akar mesial dihemiseksi dan diangkat.
Defek lainnya dirawat dengan osteoplasti dan ostektomi. (F) Tampilan sebelum operasi lingual.
Perhatikan tonjolan tulang yang berat di permukaan lingual molar pertama dan kedua ini. (G)
Tampilan lingual pasca-operasi. Akar mesial telah direseksi, tepi tulang dikontur ulang, dan
furkasi derajat II dirawat dengan osteoplasti. (H) Tampilan bukal 10 tahun setelah pengobatan. (I)
Tampilan Lingual 10 tahun setelah pengobatan. (Courtesy Dr. Louis Cuccia, Roseville, CA.)
Pencabutan
Pencabutan gigi dengan defek furkasi menyeluruh (kelas III dan IV) dan
kehilangan perlekatan lanjut mungkin merupakan terapi yang paling tepat untuk
beberapa pasien. Hal tersebut berlaku untuk individu yang tidak dapat atau tidak
akan melakukan kontrol plak yang memadai, yang memiliki aktivitas karies
tingkat tinggi, yang tidak akan berkomitmen pada program pemeliharaan yang
sesuai, atau yang memiliki faktor sosial ekonomi yang dapat menghalangi terapi
yang lebih kompleks. Beberapa pasien enggan untuk menerima operasi
periodontal atau bahkan mengizinkan pencabutan gigi dengan keterlibatan furkasi
lanjut, meskipun prognosis jangka panjangnya buruk. Pasien dapat memilih untuk
tidak menjalani terapi, memilih untuk merawat area dengan scaling dan root
planing atau terapi antibakteri sesuai dengan lokasi spesifik, dan menunda
pencabutan sampai gigi menjadi bergejala. Meskipun kehilangan perlekatan
tambahan dapat terjadi, gigi tersebut dapat bertahan selama beberapa tahun.21,33
Implan Gigi
Munculnya implan gigi ter-osseointegrasi sebagai sumber penyangga alternatif
memiliki dampak besar pada retensi gigi dengan masalah furkasi lanjut. Tingkat
prediktabilitas osseointegrasi yang tinggi dapat memotivasi terapis dan pasien
untuk mempertimbangkan pencabutan gigi dengan prognosis yang terlindungi
atau buruk dan untuk mencari rencana perawatan prostetik yang didukung implan.
Oleh karena itu, evaluasi yang cermat terhadap prognosis periodontal, endodontik,
dan restoratif jangka panjang harus dipertimbangkan sebelum terapi bedah invasif
dilakukan untuk menyelamatkan gigi dengan lesi furkasi lanjut (Gambar 64.9).
Gambar 64.9 (A) Gambaran klinis keterlibatan furkasi derajat III. (B) Gambaran radiografik jauh
lebih serius daripada gambaran klinis. (C) Setelah gigi diangkat, gambar Computed Tomography
diambil untuk merencanakan perawatan penggantian implan. (D) Implan dipulihkan. (Courtesy
Dr. Sarvenaz Angha, Los Angeles, CA.)
Prognosis
Selama bertahun-tahun adanya keterlibatan furkasi yang signifikan berarti
prognosis jangka panjang yang buruk untuk gigi. Penelitian klinis, bagaimanapun,
telah menunjukkan bahwa masalah furkasi bukanlah komplikasi yang separah
yang diduga semula jika seseorang dapat mencegah perkembangan karies pada
furkasi. Terapi periodontal yang relatif sederhana cukup untuk mempertahankan
fungsi gigi dalam waktu yang lama.21,33 Peneliti lain telah menentukan alasan
kegagalan klinis pada gigi yang reseksi akar atau hemiseksi. 2,25 Data mereka
menunjukkan bahwa penyakit periodontal rekuren bukanlah penyebab utama
kegagalan gigi tersebut. Investigasi pada gigi yang reseksi akar atau hemiseksi
menunjukkan bahwa gigi tersebut dapat berfungsi dengan baik untuk waktu yang
lama.2,8,25 Kunci keberhasilan jangka panjang tampaknya adalah (1) diagnosis
menyeluruh, (2) pemilihan pasien dengan kondisi higienitas mulut yang baik, (3)
keunggulan dalam terapi non-bedah, dan (4) manajemen bedah dan restoratif yang
cermat.