Makalah Stunting Baru
Makalah Stunting Baru
Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
KATA PENGANTAR
Puji da syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yag telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
tugas penelitian yang berjudul “Efektivitas Terapi Jus Kacang Hijau dan Telur Ayam Rebus
dalam Mengatasi Stunting”. Dalam penyusunan tugas ini penulis tidak lupa mengucapkan
terima kasih banyak pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas
praktik kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusuna makalah penelitian. Tidak
lupa juga kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah penelitian. Tidak
lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Tanti Umiyati selaku Kepala Puskesmas Jatiroto
2. Bapak Muki Erwansyah S.Kep., Ners selaku Pembimbing Klinik Puskesmas Jatiroto
3. Ibu Ika Dewi Apriyanti Selaku Pembimbing Klinik Puskesmas Jatiroto
4. Ibu Primasari Mahardika Rahmawati S.Kep., Ners., M.Kep selaku Dosen
Pembimbing Akademik Keperawatan Keluarga da Perkesmas
5. Teman-teman mahasiswa praktik yang hadir pada pagi hari ini
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis akan sangat
berterima kasih da menerima dengan senang hati masukan, kritik da saran dari pembaca
untuk menyempurnakan tugas karya ilmiah ini. Harapan penulis semoga tugas ini bermanfaat
bagi kita semua dan semoga amal kebaikan kita semua dibalas oleh Allah SWT.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi. Pada masa ini
pertumbuhan sangat cepat diantaranya pertumbuhan fisik dan perkembangan
psikomotorik, mental dan sosial (Almatsier,2011). Balita mempunyai risiko yang
tinggi dan harus mendapatkan perhatian yang lebih. Semakin tinggi faktor risiko
yang berlaku terhadap balita tersebut maka akan semakin besar kemungkinan balita
menderita gangguan nutrisi. (Black RE, dkk 2008). Menurut MCA Indonesia (2015)
menyatakan bahwa nutrisi yang tidak adekuat merupakan salah satu penyebab
gangguan gizi pada balita, dimana balita yang nutrisinya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme dan akan berdampak pada gangguan gizi seperti
kependekan atau stunting. Bahaya stunting penting untuk diwaspadai lantaran
dampaknya buruk pada anak. Secara fisik tumbuh kembang tidak seimbang, seperti
tingginya dibawah normal atau lebih pendek, kemampuan intelektualnya rendah, dan
saat dewasa berpotensi ada gangguan metabolisme seperti, diabetes dan hipertensi,
serta gangguan metabolisme lainnya.
Data prevalensi stunting menurut WHO, Negara Indonesia termasuk dalam
Negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara. Rata-rata prevalensi
balita stunting di Indonesia tahun 2015-2017 adalah 36,4 persen. (Fitri, 2018).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2018), menyatakan bahwa prevalensi stunting
balita umur 0-59 bulan di Jawa Timur mencapai 32,81 persen. Angka ini lebih tinggi
dari prevalensi stunting nasional yakni sebesar 30,8 persen. Di sisi lain, menurut data
dari Dinas kesehatan jawa timur berdasarkan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan
Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM), per 20 juli 2019 prevalensi stunting balita di
jawa timur sebesar 36,81 persen. Adapun tiga daerah tertinggi prevalensinya yakni di
kota Malang sebesar 51,7 persen, kabupaten Probolinggo 50,2 persen,dan kabupaten
Pasuruan 47,6 persen. (Karsin ES, 2004). Menurut rekam medis Puskesmas Kalirejo
penderita anak stunting pada tahun 2019 sebanyak 15 anak, untuk tahun 2020 sedikit
meningkat sebanyak 25 anak, dari data tersebut beberapa faktor yang menyebabkan
anak stunting diantaranya anak dengan diagnosa risiko infeksi akibat terserang
bakteri sebanyak 10 anak, yang terbanyak yaitu dengan diagnosa defisit nutrisi akibat
nutrisi tidak mencukupi untuk kebutuhan tubuh sebanyak 15 anak.
Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya stunting adalah
riwayat kehamilan ibu yang meliputi postur tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan
yang terlalu dekat, jumlah melahirkan terlalu banyak, usia ibu saat hamil terlalu tua,
usia ibu saat hamil terlalu muda (dibawah 20 tahun) berisiko melahirkan bayi dengan
BBLR, serta asupan nutrisi yang kurang selama masa kehamilan. Faktor lainnya
adalah tidak terlaksananya Inisiasi Menyusu Dini (IMD), gagalnya pemberian ASI
Eksklusif dan proses penyapihan dini. Selain beberapa faktor tersebut, faktor kondisi
sosial ekonomi dan sanitasi juga berkaitan dengan terjadinya stunting (Pusat Data
dan Informasi Kemenkes RI, 2018). Adapun faktor yang menjadi penyebab stunting
salah satunya adalah kekurangan gizi yang mengakibatkan defisit nutrisi yang berarti
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Pada balita dengan
kekurangan gizi akan menyebabkan berkurangnya lapisan lemak di bawah kulit hal
ini terjadi karena kurangnya asupan gizi sehingga tubuh memanfaatkan cadangan
lemak yang ada, selain itu imunitas dan produksi albumin juga ikut menurun
sehingga balita akan mudah terserang infeksi dan mengalami perlambatan
pertumbuhan dan perkembangan. Balita dengan gizi kurang akan mengalami
peningkatan kadar asam basa pada saluran cerna yang akan menimbulkan diare
(Maryunani, 2016). Dampak yang terjadi akibat defisit nutrisi adalah anak akan
gampang terserang penyakit.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Konsep Keluarga
1. Apa yang dimaksud Keluarga?\
2. Bagaimana konsep struktur keluarga?
3. Bagaimana ciri-ciri
4. Bagaimana konsep tipe keluarga?
5. Bagaimana konsep struktur keluarga?
6. Bagaimana fungsi keluarga?
7. Apa tugas kesehatan keluarga?
8. Apa tugas perkembangan keluarga?
1.2.2 Konsep Stunting
1. Apa yang dimaksud Stunting?
2. Bagaimana klasifikasi Stunting?
3. Apa etiologi Stunting?
4. Apa tanda dan gejala Stunting?
5. Bagaimana patofisiologi Stunting?
6. Apa saja dampak dari Stunting?
7. Bagaimana penatalaksanaan Stunting?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang Stunting?
9. Bagaimana pathway dari Stunting?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui konsep keluarga dan penyakit Stunting
serta mengetahui efektivitas pemberian Jus Kacang Hijau da Telur Ayam Rebus
terhadap gizi anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan karakteristik pasien Stunting
2. Mendeskripsikan
3. Menganalisis pengaruh pemberian Jus Kacang Hijau dan Telur Ayam
Rebus
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman penulis tentang
efektivitas terapi jus kacang hijau dan telur ayam rebus dalam mengatasi stunting
1.4.2 Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan acuan untuk
melakukan terapi jus kacang hijau dan telur ayam rebus dalam mengatasi stunting
1.4.3 Bagi Keluarga Penderita Stunting
Penelitian ini diharapkan menjadi referensi yang dapat bermafaat dan
dimanfaatkan khususnya penderita gangguan pola tidur dalam melakukan terapi
jus kacang hijau dan telur ayam rebus dalam mengatasi stunting.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.3 Etiologi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada
anak. Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung
maupun tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah
asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsung
adalah pemberian ASI dan MP-ASI, kurangnya pengetahuan orang tua, faktor
ekonomi, rendahnya pelayanan kesehatan dan masih banyak faktor lainnya
(Mitra, 2015).
1) Faktor penyebab langsung
1. Asupan Gizi
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tubuh. Usia anak 1 – 2,5 tahun merupakan masa kritis
dimana pada tahun ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara
pesat. Konsumsi makanan yang tidak cukup merupakan salah satu
faktor yang dapat menyebabkan stunting (Kinasih dkk, 2016).
2. Penyakit infeksi kronis
Adanya penyakit infeksi dalam waktu lama tidak hanya berpengaruh
terhadap berat badan akan tetapi juga berdampak pada pertumbuhan
linier. Infeksi juga mempunyai kontribusi terhadap defisiensi energi,
protein, dan gizi lain karena menurunnya nafsu makan sehingga asupan
makanan berkurang. Pemenuhan zat gizi yang sudah sesuai dengan
kebutuhan namun penyakit infeksi yang diderita tidak tertangani tidak
akan dapat memperbaiki status kesehatan dan status gizi anak balita.
(Dewi dan Adhi, 2016).
2) Faktor penyebab tidak langsung
1. Faktor ASI Eksklusif dan MP-ASI
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan. ASI sangat
penting bagi bayi karena memiliki komposisi yang dapat berubah
sesuai kebutuhan bayi. Pada ASI terdapat kolostrum yang banyak
mengandung gizi dan zat pertahanan tubuh, foremik (susu awal) yang
mengandung protein laktosa dan kadar air tinggi dan lemak rendah
sedangkan hidramik (susu akhir) memiliki kandungan lemak yang
tinggi yang banyak memberi energi dan memberi rasa kenyang lebih
lama (Ruslianti dkk, 2015).
Pemberian MP-ASI merupakan sebuah proses transisi dari
asupan yang semula hanya ASI menuju ke makanan semi padat.
Tujuan pemberian MP-ASI adalah sebagai pemenuhan nutrisi yang
sudah tidak dapat terpenuhi sepenuhnya oleh ASI selain itu sebagai
latihan keterampilan makan, pengenalan rasa. MP-ASI sebaiknya
diberikan setelah bayi berusia 6 bulan secara bertahap dengan
mempertimbangkan waktu dan jenis makanan agar dapat memenuhi
kebutuhan energinya (Ruslianti dkk, 2015).
2. Pengetahuan Orang Tua
Orangtua yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik akan
memberikaan asuhan pada keluarga dengan baik pula. Pengetahuan
orangtua tentang gizi akan memberikan dampak yang baik bagi
keluarganya karena, akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
kebutuhan gizi. (Nikmah, 2015).
3. Faktor Ekonomi
Pendapatan yang rendah, biasanya mengkonsumsi makanan
yang lebih murah dan menu yang kurang bervariasi, sebaliknya
pendapatan yang tinggi umumnya mengkonsumsi makanan yang lebih
tinggi harganya, tetapi penghasilan yang tinggi tidak menjamin
tercapainya gizi yang baik. Pendapatan yang tinggi tidak selamanya
meningkatkan konsumsi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi
kenaikan pendapatan akan menambah kesempatan untuk memilih
bahan makanan dan meningkatkan konsumsi makanan yang disukai
meskipun makanan tersebut tidak bergizi tinggi. (Ibrahim dan
Faramita, 2014).
4. Rendahnya Pelayanan Kesehatan
Perilaku masyarakat sehubungan dengan pelayanan kesehatan
di mana masyarakat yang menderita sakit tidak akan bertindak terhadap
dirinya karena merasa dirinya tidak sakit dan masih bisa melakukan
aktivitas seharihari dan beranggapan bahwa gejala penyakitnya akan
hilang walaupun tidak di obati. Berbagai alasan dikemukakan mengapa
masyarakat tidak mau memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
seperti jarak fasilitas kesehatan yang jauh, sikap petugas yang kurang
simpati dan biaya pengobatan yang mahal (Ma’rifat, 2010).
2.2.4 Manifestasi klinis
Gejala stunting menurut (kemenkes, 2017)
1) Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya
2) Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil
untuk seusianya
3) Berat badan rendah untuk anak seusianya
4) Pertumbuhan tulang tertunda.
2.2.5 Patofisiologi
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi
ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai
usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar
tumbuh (catch up growth) yang memadai (Mitra, 2015).
Masalah stunting terjadi karena adanya adaptasi fisiologi pertumbuhan
atau non patologis, karena penyebab secara langsung adalah masalah pada
asupan makanan dan tingginya penyakit infeksi kronis terutama ISPA dan
diare, sehingga memberi dampak terhadap proses pertumbuhan balita
(Sudiman, 2018).
Tidak terpenuhinya asupan gizi dan adanya riwayat penyakit infeksi
berulang menjadi faktor utama kejadian kurang gizi. Faktor sosial ekonomi,
pemberian ASI dan MP-ASI yang kurag tepat, pendidikan orang tua, serta
pelayanan kesehatan yang tidak memadai akan mempengaruhi pada
kecukupan gizi. Kejadian kurang gizi yang terus berlanjut dan karena
kegagalan dalam perbaikan gizi akan menyebabkan pada kejadian stunting
atau kurang gizi kronis. Hal ini terjadi karena rendahnya pendapatan
sehingga tidak mampu memenuhi kecukupan gizi yang sesuai (Maryunani,
2016).
Pada balita dengan kekurangan gizi akan menyebabkan berkurangnya
lapisan lemak di bawah kulit hal ini terjadi karena kurangnya asupan gizi
sehingga tubuh memanfaatkan cadangan lemak yang ada, selain itu imunitas
dan produksi albumin juga ikut menurun sehingga balita akan mudah
terserang infeksi dan mengalami perlambatan pertumbuhan dan
perkembangan. Balita dengan gizi kurang akan mengalami peningkatan
kadar asam basa pada saluran cerna yang akan menimbulkan diare
(Maryunani, 2016).
2.2.6 Dampak Stunting
Masalah gizi terutama masalah balita stunting dapat menyebabkan
proses tumbuh kembang menjadi terhambat, dan memiliki dampak negatif
yang akan berlangsung untuk kehidupan selanjutnya. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa balita pendek sangat berhubungan dengan prestasi
pendidikan yang kurang dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa
(Astutik, Rahfiludin, & Aruben, 2018).
Menurut WHO (2018), dampak yang terjadi akibat stunting dibagi
menjadi dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.
1) Dampak jangka pendek, yaitu :
1. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian.
2. Perkembangan kognitif, motorik dan verbal pada anak tidak optimal.
3. Peningkatan biaya kesehatan
2) Dampak jangka panjang, yaitu :
1. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek bila
dibandingkan pada umumnya)
2. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya
3. Menurunnya kesehatan reproduksi
4. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa
sekolah
5. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
2.2.7 Penatalaksanaan
Menurut Khoeroh dan Indriyanti, (2017) beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi stunting yaitu:
1) Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan posyandu
setiap bulan. 2) Pemberian makanan tambahan pada balita.
2) Pemberian vitamin A.
3) Memberi konseling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita.
4) Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2
tahun dengan ditambah asupan MP-ASI.
5) Pemberian suplemen menggunakan makanan penyediaan makanan dan
minuman menggunakan bahan makanan yang sudah umum dapat
meningkatkan asupan energi dan zat gizi yang besar bagi banyak pasien.
6) Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus peroral siap
guna yang dapat digunakan bersama makanan untuk memenuhi
kekurangan gizi.
Faktor nutrisi Penyakit infeksi Pemberian ASI & Pemberian ASI &
MP-ASI MP-ASI
Intake nutrisi
kurang
Gizi kurang
Kurang
pengetahuan orang
Kegagalan melakukan tua
perbaikan gizi yang
terjadi dalam waktu lama Defisit pengetahuan
Stunting
Daya tahan
Hilangnya lemak Asam amino dan
tubuh menurun
dibantalan kulit produksi albumin
menurun
Gangguan
Keadaan umum pertumbuhan dan
Turgor kulit imun tubuh
lemah
menurun rendah
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pre eksperimental dengan metode
pendekatan one group pretest post test untuk melihat pengaruh pemberian jus kacang
hijau dan pemberian telur air rebus untuk pemenuan gizi pada balita.
Waktu penelitian ini dilakukan dengan satu kali pengumpulan data yaitu
pengukuran berat badan dan tinggi badan serta melihat buku KIA posyandu
balita yang didapatkan dari ibunya dilakukan pada tanggal 25 November 202.
3.2.3 Populasi
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan data primer.
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti secara langsung
terhadap sasaran. Data primer diperoleh dengan menggunakan teknik
pengukuran BB dan TB serta pengecekan buku KIA dan melakukan Tanya
jawab pada ibu balita tersebut.
4.1 Hasil
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan selama 3, terdapat 4 stunting
yang berada di wilayah Jatiroto dan Banyuputih Kidul. Di bawah ini merupakan
hasil dari terapi pemberian jus kacang hijau da telur ayam rebus, diantaranya
No Nama Usia Hasil Hasil akhir Kesimpulan
awal
1 An.M 42 Bln
2. An.A 24 Bln
4.2 Pembahasan
Dari data diatas, didapatkan hasil bahwa ada pengaruh dari pemberian Jus
Kacanghijau dan telurayam rebus sebagai makanan tambahan yang memiliki
kandungan kombinasi protein nabati dan protein hewani yang menunjukan makanan
tambahan kombinasi yang memiliki kecenderungan positif terhadap perbaikan status
gizi balita berdasarkan kategori BB/U dan TB.
Intervensi yang kami lakukan yaitu terapi pemberian Jus Kacanghijaudan telur
ayam rebusbagi penderita balita stunting.
Implementasi yang kami lakukan yaitu pemberian terapi jus kacang hijau dan
telurayam rebus sebagai makanan tambahan yang memiliki kandungan kombinasi
protein nabati dan protein hewani yang menunjukan makanan tambahan kombinasi
yang memiliki kecenderungan positif terhadap perbaikan status gizi balita
berdasarkan kategori BB/U dan TB.