Anda di halaman 1dari 19

STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN DAN MEKANISME

KOPING IBU PADA PERAWATAN BAYI BARU LAHIR RENDAH

Dosen Pembimbing :

Riris Diana Rachmawati M. Kes

Disusun Oleh :

1. Achmad Ilham Nur (201801093)

2. Riski Septianingrum (201801100)

3. Junus Pokar (201801104)

4. Putri Nur Halimatus Sa’diyah (201801108)

5. Safinatul Udlma (201801120)

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKETO
JI. Raya Jabon KM.06 Mojoayar Kabupaten Mojokerto telp/fax: (0321) 390203
Email : stikes.ppni@yahoo.co.id Website : www.stikes-ppni.ac.id
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berat badan adalah salah satu petunjuk kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR). Berat badan secara normal dalam usia 37 sampai 41 minggu adalah 3200 gram.

Bayi yang mempunyai masalah kesehatan tersebut lebih berisiko terkena penyakit

kesehatan pada saat lahir. Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang berat badannya

kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. (Wong, 2007)

BBLR merupakan faktor utama dalam meningkatkan morbiditas dan

mortalitas serta disabilitas neonatus. BBLR dan prematur mengalami imaturitas

sistem organ dalam tubuhnya, hal ini menyebabkan bayi sulit beradaptasi

dengan lingkungan (Purwanto, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahun terdapat 5 juta

kematian neonatus dengan angka mortalitas neonatus (kematian dalam 28 hari pertama

kehidupan) adalah 3/1000 kelahiran hidup dan 98% kematian tersebut berasal dari negara

berkembang. (WHO, 2008; Depkes RI, 2008) Di Asia Tenggara angka kematian neonatus

adalah 39/1000 kelahiran hidup. Menurut WHO yang dikutip dari State of the world’s

mother 2007 (data tahun 2000- 2003) dijelaskan bahwa 27% kematian neonatus

disebabkan oleh Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). (WHO, 2008; Depkes RI, 2008)

BBLR menjadi salah satu penyebab peningkatan kematian pada neonatal (WHO, 2008).

Secara menyeluruh kematian pada neonatal terjadi pada BBLR sebanyak 60-80%.

Kematian neonatus di indonesia yang disebabkan oleh BBLR saja sebesar 38,85%. Tahun

2010 prevalensi BBLR di Indonesia mencapai 9-11%. (Sebayang, et.al, 2013; Depkes RI,
2008) Di wilayah Jawa Tengah sendiri tahun 2011 kasus BBLR sebesar 21.184 kasus

atau 3,73%, sedangkan di tahun 2012 terjadi kenaikan yaitu 21.573 kasus atau 3,75%.

Dari data yang didapat terjadi angka kenaikan terusmenerus sejak tahun 2008 sampai

2012. Di Kota semarang kasus BBLR pada tahun 2011 sebanyak 187 bayi dan 2012

sebesar 165 kasus atau 0,65% dari 27.478 kelahiran bayi hidup. (Dinas Kesehatan

Propinsi Jawa Tengah, 2012).

Wong (2004) dan Bobak (2005) memaparkan karakteristik bayi prematur,

yaitu : umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu, berat badan sama

dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46

cm, kuku panjangnya belum melewati ujung jari, batas dahi dan rambut kepala tidak

jelas, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan

atau kurang dari 30 cm, rambut lanugo masih banyak, jaringan lemak subkutan tipis

atau kurang, tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga

seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga, tumit mengkilap, telapak kaki

halus, alat kelamin bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang, testis

belum turun ke dalam skrotum, untuk bayi perempuan klitoris menonjol, labia

minora belum tertutup oleh labia mayora, tonus otot lemah, sehingga bayi kurang

aktif dan pergerakannya lemah, fungsi saraf yang belum atau kurang matang,

mengakibatkan reflek hisap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan

tangisnya lemah, jaringan kelenjar mamae kurang akibat pertumbuhan otot dan

jaringan lemak masih kurang, verniks kaseosa tidak ada atau sedikit

Pada umumnya perawatan BBLR menggunakan inkubator yang merupakan alat

yang dirancang khusus untuk membantu menciptakan suatu lingkungan yang ideal,
dengan demikian tercipta suhu lingkungan yang baik. Saat bayi sudah berada di rumah,

tidak ada alat seperti inkubator untuk menjaga suhu bayi tetap ideal, diperlukan alternatif

lain yang sangat disarankan untuk bisa menggantikan peran dari inkubator tersebut, yaitu

dengan perawatan metode kanguru (PMK).

Penelitian Pengalaman dan mekanisme koping ibu pada perawatan bayi baru lahir

rendah di Indonesia dilakukan berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian pengalaman dan mekanisme koping ibu pada perawatan bayi baru

lahir rendah

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, pada penelitian ini rumusan masalahnya yaitu

“Bagaimana Pengalaman Dan Mekanisme Koping Ibu Pada Perawatan Bayi Baru Lahir

Rendah”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Menganalisis pengalaman dan mekanisme koping yang digunakan seorang ibu

dalam melakukan perawatan bayi baru lahir rendah

1.3.2 Tujuan khusus

Mengidentifikasi mekanisme koping yang digunakan seorang ibu melakukan

perawatan bayi baru lahir rendah


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan wawasan atau informasi

kepada mahasiswa mengenai pengalaman dan mekanisme koping seorang ibu

melakukan perawatan bayi baru lahir rendah sehingga menjadi acuan untuk

mahasiswa melalukan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada tenaga

kesehatan tentang pengalaman dan mekanisme koping seorang ibu melakukan

perawatan bayi baru lahir rendah sehingga dapat meningkatkan upaya promosi

kesehatan dan memberikan pendidikan mengenai desminore dan

penanganannnya.

1.4.3 Bagi masyarakat

Memberikan informasi kepada ibu ibu atau orangtua mengenai bayi baru lahir

rendah dan upaya penanganannya sehingga ibu ibu atau orangtua mampu

meminimalisir efek yang ditimbulkan oleh bayi baru lahir rendah dengan

melakukan penanganan yang tepat.


BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengalaman

Pengalaman merupakan salah satu hasil yang diperoleh manusia dari interaksinya

dengan lingkungan. Pengalaman ini memuat beragam hal yang dapat dipelajari, salah

satunya adalah dalam mengetahui lebih jauh mengenai pemahaman mengenai manusia itu

sendiri. Dari pemahaman ini dapat diuraikan beberapa pemahaman lanjutan, khususnya

mengenai keperluan dasar manusia dalam menjalani aktifitas kesehariannya.

Penginderaan manusia terhadap lingkungannya akan melahirkan pengalaman.

Pengalaman ini kemudian menjadi sebuah tolok ukur manusia dalam melakukan aktifitas

atau merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang. Pengalaman disini tidak

ubahnya seperti buku referensi yang memuat segala jenis informasi yang dibutuhkan

untuk dijadikan landasan bagi manusia dalam mengambil sikap maupun keputusan dalam

setiap segmen kehidupannya.

Pengalaman pertama merawat bayi dengan berat lahir rendah menyebabkan ibu

memiliki harapan-harapan selama memberikan perawatan. Harapan itu ditujukan pada

keluarga dan petugas kesehatan. Harapan yang diharapkan dari keluarga berkaitan

bantuan dalam pengasuhan bayi, dan kesehatan semua anggota keluarga. Harapan pada

petugas kesehatan meliputi informasi untuk menjaga kesehatan bayi dan kunjungan

rumah. Harapan ini disampaikan oleh partisipan saat merawat bayi berat lahir rendah

memerlukan dukungan kelurga dan petugas kesehatan.


2.2 Mekanisme Koping

Koping adalah menejemen stres yang dilalui oleh manusia dan emosi secara

umum (kognitif dan usaha perilaku untuk mengatur tuntutan spesifik eksternal dan

internal yang dinilai melebihi kemampuan manusia). Koping dapat dihubungkan dengan

lingkungan atau seseorang atau sesuatu dan perasaan terhadap stres.

Koping keluarga merupakan respon yang positif, sesuai dengan masalah, afektif,

persepsi dan respon perilaku yang digunakan keluarga dan subsistemnya untuk

memecahkan suatu masalah atau mengurangi stres yang diakibatkan oleh masalah atau

peristiwa.

Ada dua mekanisme koping yang dikembangkan oleh Mc Bell, yaitu :

2.2.1 Koping jangka panjang, sifatnya konstruktif serta realistik.

2.2.2 Koping jangka pendek, sifatnya bisa destruktif dan sementara.

Mekanisme koping adalah perilaku yang diperlukan atau usaha untuk mengurangi

stres dan kecemasan. Tipe perilaku atau koping untuk kecemasan ringan antara lain

meliputi : menangis, tertawa, tidur dan memaki, aktivitas fisik dan latihan, merokok dan

minum-minum, kontak mata kurang, membatasi persahabatan dan menarik diri.

Sedangkan mekanisme koping yang digunakan untuk tingkat kecemasan yang tinggi

dikategorikan sebagai tugas reaksi orientasi atau mekanisme pertahanan.8

Stuart dan Sudden mengidentifikasi mekanisme koping menjadi 3, yaitu :

2.2.1 Melawan perilaku : terjadi ketika seseorang berusaha mengatasi hambatan untuk

melawan masalah, mungkin konstruktif, dengan penyelesaian masalah asertif atau

melawan (merusak) dengan perasaan yang agresif marah dan permusuhan.


2.2.2 Perilaku menarik diri meliputi : menarik diri dari ancaman, reaksi emosional

seperti mengaku kalah, menjadi apatis atau perasaan bersalah dan mengisolasi.

2.2.3 Perilaku kompromi : biasanya konstruktif, mengutarakan tujuan atau negoisasi

untuk sebagian atau semua yang dibutuhkan.

Mekanisme koping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk

menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang

dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna

memperoleh rasa aman dalam dirinya. Orang tua khususnya seorang ibu akan

menunjukkan mekanisme koping dengan adanya permasalahan pada bayi mereka,

misalnya saja dimulai dari adanya perasaan bersalah karena telah melahirkan bayi dengan

berat yang kurang.

2.3 Ibu atau Orang Tua

Singer et al., (2010) menyatakan bahwa secara umum seorang ibu akan

melakukan adaptasi menghadapi tantangan dan kesulitan selama merawat bayi BBLR.

Bayi BBLR setelah pulang ke rumah akan banyak dirawat oleh seorang ibu. Perasaan

ketidakpercayaaan diri orang tua terhadap perawatan BBLR saat sudah berada rumah

pasti ada, setiap orang tua pasti sangat membutuhkan dukungan. Merawat bayi BBLR

mesti memperhatikan karakteristiknya yang mudah kehilangan panas karena pengaturan

suhu tubuh bayi BBLR belum berfungsi baik. Pengaruh edukasi terhadap sikap dan

pengetahuan orang tua dapat membantu masyarakat khususnya BBLR.


2.4 BBLR

BBLR adalah bayi yang dilahirkan dengan berat kurang dari 2500 gram. Berat

lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah bayi lahir. Berat lahir yang

kurang dari standar ini dapat terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan selama masa

janin, atau bayi yang lahir sebelum waktunya, atau dikenal dengan sebutan bayi

prematur. BBLR yang lahir prematur umumnya memiliki kondisi tubuh yang lemah,

karena organ yang dibutuhkan untuk bertahan hidup belum cukup matang dalam

menjalankan fungsinya.

Kondisi BBLR yang lemah pada saat lahir, belum berfungsinya organ dengan

baik, merupakan sumber stres bagi bayi yang menuntut perawatan khusus segera setelah

lahir. Salah satu kondisi yang menjadi sumber stres segera setelah lahir adalah perubahan

suhu yang berbeda dengan di dalam kandungan. BBLR yang lahir prematur belum

memiliki kemampuan mengatur suhu tubuh dengan baik. Bayi akan mengalami

kehilangan panas tubuh, sehingga terjadi hipotermia, yang ditandai suhu tubuh di bawah

36,5OC. (WHO, 2003).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi risiko tinggi dan rentan mengalami

berbagai masalah seperti risiko infeksi, gangguan pernapasan, kadar gula darah rendah

(hipoglikemia), gangguan makan, dan terlalu banyak sel darah merah sehinnga dapat

menyebabkan pengentalan darah, serta refleks menyusu yang kurang atau dapat terjadi

gangguan nutrisi. Bayi berat lahir rendah mudah sekali mengalami risiko infeksi karena

cadangan imunoglobulin maternal yang menurun sehingga kemampuan membuat

antibodi rusak. Bayi berat lahir rendah juga dalam kondisi jaringan kulit yang masih tipis,

sehingga mudah sekali mengalami hipotermia. Bayi berat lahir rendah mengalami
imaturitas organ-organ tubuhnya seperti organ paru-paru sehingga BBLR mudah

mengalami kesulitan bernafas, fungsi kardiovaskuler yang menurun dan belum matur,

fungsi ginjal yang belum matur, fungsi hati dan pencernaan yang masih lemah.

Pada umumnya perawatan BBLR menggunakan inkubator yang merupakan alat

yang dirancang khusus untuk membantu menciptakan suatu lingkungan yang ideal,

dengan demikian tercipta suhu lingkungan yang baik (7). Saat bayi sudah berada di

rumah, tidak ada alat seperti inkubator untuk menjaga suhu bayi tetap ideal, diperlukan

alternatif lain yang sangat disarankan untuk bisa menggantikan peran dari inkubator

tersebut, yaitu dengan perawatan metode kanguru (PMK).


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan desain

penelitian fenomenogi deskriptif. Penelitian ini akan mengkaji lebih dalam mengenai

fenomena terkait bayi baru lahi rendah baik dari segi pengalaman dan mekanisme koping

yang dilakukan oleh ibu atau orangtua, eksplorasi pengalaman perlu dilakukan karena

pengalaman ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman orang tua dalam

melakukan aktivitas dan merespon segala sesuatunya dimasa yang akan datang.

Mekanisme koping orang tua juga perlu dilakukan mengingat koping ini adalah cara

seseorang untuk beradaptasi dengan perubahan yang diterima, jika koping dilakukan

tidak berhasil, maka bayi baru lahir rendah ini akan mengakibatkan dampak yang

signifikan dalam kehidupan sehari-hari.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Maret tahun 2021 di desa Jabon

Kabupaten Mojokerto. Desa tersebut dijadikan lokasi penelitian karena dari hasil studi

pendahuluan teradapat fenomena yang peneliti cari yaitu “perawatan ibu dengan bayi

baru lahir rendah”, jumlah orangtua didesa tersebut tahun 2021 berjumlah 60 orang.
3.3 Partisipan Penelitian

Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.


Pemilihan partisipan harus berdasarkan kriteria, yaitu kriteria tertentu yang ditetapkan
dan sampel dipilih berdasarkan kriteria tersebut. Partisipan pada penelitian ini yaitu
orangtua / ibu dengan anak BBLR di desa Jabon Kabupaten Mojokerto dengan jumlah
partisipan yaitu 5 orang, dengan kriteria inklusi partisipan utama sebagai berikut :
1. Orangtua / ibu dengan anak BBLR di daerah Jawa Timur
2. Berusia < 24 tahun
3. Mengalami BBLR pada saat setelah melahirkan
4. Bersedia menjadi partisipan.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif ini yaitu peneliti sendiri dengan melakukan
wawancara mendalam (in-depth interview) dengan jenis wawancara semi berstruktur
berdasarkan pedoman wawancara mendalam, alat perekam dan catatan lapangan.
Pedoman wawancara yang sudah dibuat, sudah terlebih dahulu diuji pada satu partisipan
lain yang sesuai dengan criteria inklusi dengan tujuan untuk mengetahui apakah pedoman
wawancara yang sudah dibuat layak digunakan sebagai acuan untuk menggali informasi
sesuai dengan fenomena yang diteliti.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Metode wawancara

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara

mendalam kepada partisipan yang ditujukan untuk mendapatkan informasi dari

individu yang diwawancarai. Proses pelaksanaan wawancara dapat bersifat formal

yang direncanakan sebelumnya dan dapat juga secara informal layaknya

percakapan sehari-hari.
Wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada partisipan

membutuhkan waktu ± 30 menit. Peneliti melakukan wawancara dalam 3 kali

pertemuan yang terdiri dari pertemuan pertama yaitu perkenalan, penjelasan dan

pendekatan peneliti terhadap partisipan. Pertemuan kedua mulai menggali

pengalaman dan mekanisme koping partisipan mengenai dismenore dalam waktu

± 30 menit dan pertemuan terakhir peneliti mengklarifikasi jawaban yang

diberikan partisipan. Teknik ini dilakukan dengan tujuan agar terjalinnya

komunikasi terbuka dan saling percaya antara peneliti dengan partisipan

3.5.2 Metode dokumentasi

Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan jenis wawancara semi


berstruktur berdasarkan pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan dibantu alat perekam
serta alat pencatat dan tak lupa membuat catatan lapangan saat wawancara
berlangsung.

3.6 Keabsahan Data

Kualitas data atau hasil temuan suatu penelitian kualitatif ditentukan dari

keabsahan data yang dihasilkan atau lebih tepatnya keterpercayaan, keautentikan, dan

kebenaran terhadap data, informasi atau temuan yang dihasilkan dari hasil penelitian

yang telah dilakukan (Afiyanti, 2008 ; Robson, 2011 dalam Afiyanti dan Rachmawati,

2014). Temuan atau data dapat dinyatakan valid pada penelitian kualitatif, apabila tidak

ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi

pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2013).

Terdapat empat istilah yang pada umumnya digunakan untuk menyatakan

keabsahan data hasil temuan penelitian kualitatif yaitu kredibilitas, transferabilitas,


dependabilitas, dan konfirmabilitas. Berikut di bawah ini penjelasan macam keabsahan

data pada penelitian kualitatif :

3.6.1 Uji Kredibilitas

Kredibilitas data atau ketepatan dan keakurasian suatu data yang dihasilkan

dari studi kualitatif menjelaskan derajat atau nilai kebenaran dari data yang

dihasilkan termasuk proses analisis data tersebut dari penelitian yang dilakukan

(Afiyanti & Rachmawati, 2014).

Peneliti melakukan uji keakuratan data atau kredibilitas dengan menggunakan

peer debriefing dimana pada penelitian ini, peneliti lebih banyak berdiskusi

dengan ahli. Triangulasi yang digunakan yaitu triangulasi teori, dimana teori yang

digunakan pada penelitian ini yaitu teori Roy, Lazarus dan Folkman serta

Schwarzer dan Taubert. Member check yang dilakukan yaitu mengklarifikasi

kembali data yang sudah ada dengan partisipan yang bersangkutan, dimana

hasilnya yaitu tidak ada data tambahan dari hasil yag sudah didapatkan. Setelah

peneliti mengumpulkan data, peneliti membuat transkrip data. Setelah itu

transkrip data yang sudah selesai, dibicarakan dan didiskusikan ke ahli tentang

hal-hal yang dialami partisipan. Peneliti juga memanfaatkan hasil catatan

lapangan yang dibuat ketika wawancara berlangsung. Setelah data semua selesai,

peneliti melakukan pengecekan data kembali, apakah data yang diperoleh sudah

sesuai dengan yang diberikan pemberi data.

3.6.2 Transferabilitas atau keteralihan data


Transferabilitas adalah seberapa mampu suatu hasil penelitian kualitatif dapat
diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan atau konteks lain atau kelompok serta
partisipan lainnya. Penilaian keteralihan ini ditentukan oleh para pembaca
(Afiyanti & Rachmawati, 2014).
Peneliti sudah berupaya untuk menyajikan hasil dari penelitian ini secara jelas
dan sistematis agar para pembaca laporan hasil penelitian ini dapat memperoleh
gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.
3.6.3 Dependabilitas atau ketergantungan
Pada penelitian ini, peneliti membuat transkrip data secara singkat, maksud,
tujuan, proses, dan hasil penelitian. Peneliti juga melakukan audit terhadap hasil
dari seluruh penelitian. Bukan hanya peneliti, namun auditor eksternal juga
dilibatkan dalam hal ini auditor tersebut adalah pembimbing I dan pembimbing II
untuk mereview kembali seluruh hasil penelitian.
3.6.4 Konfirmabilitas
Pada penelitian ini, peneliti memeriksa kembali apa benar hasil penelitian
sesuai dengan pengumpulan data yang ada di lapangan dengan cara melakukan
member check dengan sejumlah partisipan.

3.7 Teknik Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman ibu dalam melakukan

perawatan pada bayi berat lahir rendah. Menurut Patton (Moleong, 2001:103), analisa

data adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,

kategori dan uraian dasar.” Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa

pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok

penelitian kualitatif adalah menemukan teori data.

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik Colaizzi (1978).
Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu
1. Membaca dan menyalin seluruh deskripsi wawancara yang telah diungkapkan oleh
partisipan
2. Melakukan ekstraksi terhadap pernyataan yang signifikan (pertanyaan yang secara
langsung berhubungan dengan fenomena yang diteliti
3. Menguraikan makna yang terkandung dalam pernyataan signifikan serta
menggabungkan makna yang dirumuskan ke dalam kelompok tema
4. Mengembangkan sebuah deskripsi tema lengkap (yaitu deskripsi yang komprehensif
dari pengalaman yang diungkapkan partisipan)
5. Menjelaskan struktur dasar dari fenomena tersebut
6. Kembali kepada partisipan untuk melakukan validasi

3.8 Etika Penelitian

Penelitian yang dilakukan telah mendapatkan izin dari Desa Jabon Kabupaten

Mojokerto melalui surat pengantar dari KaProdi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Bina

Sehat PPNI Mojokerto. Peneliti melindungi hak-hak calon partisipan untuk mengambil

keputusan sendiri dalam hal berpartisipasi pada penelitian ini maupun tidak

berpartisipasi, tidak ada paksaan partisipan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Peneliti juga memberikan lembar infomed consent sebelum penelitian dilakukan dan

peneliti akan menyembunyikan identitas terkait partisipan atau tanpa nama (anonymity)

dan menjaga kerahasiaan (confidentiality) data yang didapatkan.


DAFTAR PUSTAKA

Andi Kasrida Dahlan, W. K. (2017). Analisis Pelaksanaan Kangaroo Mother Care Pada Bayi

Berat Lahir Rendah Di Rumah Sakit Umum Sawerigading Kota Palopo Sulawesi Selatan.

Naskah Publikasi, 1-20.

D.P, E. R. (2010). Koping Ibu Terhadap Bayi Bblr (Berat Badan Lahir Rendah) Yang Menjalani

Perawatan Intensif Di Ruang Nicu. Skripsi, 1-33.

Fiyanah Sofiani, F. Y. (2014). Pengalaman Ibu Dengan Bayi Berat Lahir Rendah (Bblr)

Mengenai Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru (Pmk) Di Rumah. 320-329.

Istianna Nurhidayati, S. (2017). Perilaku Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (Bblr) Di

Puskesmas Klaten Tengah: Studi Fenomenologi. Jurnal Keperawatan Respati

Yogyakarta, 85-94.

Koekoeh Hardjito, E. R. (2018). Pengalaman Ibu Dalam Merawat Bayi Berat Lahir Rendah

(Bblr) Dengan Metode Kanguru. 1-40.

Solfiani Ebrin Toni, M. S. (2016). Pengalaman Ibu Dalam Pelaksanaan Perawatan Metode

Kanguru Di Rumah Terhadap Bayi Berat Lahir Rendah Di Wilayah Kerja Puskesmas

Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Skolastik Keperawatan, 103-110.

Anda mungkin juga menyukai