Anda di halaman 1dari 12

SSD VPS

✎ almanhaj ☰

Jadikanlah Akhirat Sebagai Niatmu!


JADIKANLAH AKHIRAT SEBAGAI NIATMU !

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas  ‫ﺣﻔﻈﻪ ا‬

Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, ia mendengar Rasûlullâh


Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ وَ ﻟَ ْﻢ ﻳَﺎ ِﺗ ِﻪ ِﻣﻦَ اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ اﻻ‬،ِ ‫ وَ ﺟَ ﻌَ َﻞ َﻓ ْﻘﺮَ ُه ﺑ َْﻴﻦَ ﻋَ ْﻴ َﻨ ْﻴ ِﻪ‬، ‫ َﻓﺮ َق ا ُ ﻋَ ﻠَ ْﻴ ِﻪ اﻣْ ﺮَ ُه‬، ‫ﺎﻧ ِﺖ اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ َﻫﻤ ُﻪ‬َ َ ‫ﻣَ ْﻦ ﻛ‬
‫ وَ ا َﺗ ْﺘ ُﻪ اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ‬، ‫ وَ ﺟَ ﻌَ َﻞ ِﻏ َﻨﺎ ُه ِﻓ ْﻲ َﻗ ْﻠ ِﺒ ِﻪ‬، ‫ ﺟَ ﻤَ ﻊَ ا ُ اﻣْ ﺮَ ُه‬، ‫اﻵ ِﺧﺮَ ُة ِﻧﻴ َـﺘ ُﻪ‬ْ ‫ﺎﻧ ِﺖ‬َ َ ‫ وَ ﻣَ ْﻦ ﻛ‬، ‫ﺐ ﻟَ ُﻪ‬
َ ‫ﻣَ ﺎ ﻛُ ِﺘ‬
‫اﻏﻤَ ٌﺔ‬ِ َ‫وَ ِﻫ َﻲ ر‬.

Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-


beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan
ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah
ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah
negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan
kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/
183); Ibnu Mâjah (no. 4105); Imam Ibnu Hibbân (no. 72–Mawâriduzh
Zham’ân); al-Baihaqi (VII/288) dari Sahabat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu
anhu.

Lafazh hadits ini milik Ibnu Mâjah rahimahullah. Dishahihkan juga oleh
Syaikh al-‘Allamah al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-
Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 950).

KOSA-KATA HADITS

‫ َﻫﻢ‬: mashdar dari ‫ ّﻫﻢ – ﻳ َُﻬﻢ‬yaitu kemauan yang kuat, keinginan, niat, dan
tujuan. Al-hammu juga berarti kesedihan. Jamaknya adalah ٌ‫ُﻫﻤُ ْﻮم‬
(humuum).[1]
ُ ‫ َﻓﺮ َق ا‬: yaitu Allâh mencerai-beraikannya.
‫ﺐ ﻟَ ُﻪ‬
َ ‫ وَ ﻟَ ْﻢ ﻳَﺎ ِﺗ ِﻪ ِﻣﻦَ اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ اﻻ ﻣَ ﺎ ﻛُ ِﺘ‬: yaitu dia hanya mendapat apa yang telah
ditetapkan baginya.[2]
‫ﺎﺑﻌَ ٌﺔ ﻟَ ُﻪ‬ ٌ ٌ ِ َ‫( ر‬hina dan mengikutinya), yaitu dunia tersebut
ِ ‫ ّذ ِﻟ ْﻴﻠَﺔ َﺗ‬: ‫اﻏﻤَ ﺔ‬
mengikutinya dengan sukarela dan terpaksa.[3]

SYARAH HADITS
Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mencela sikap tamak kepada dunia. Bahkan, Allâh Azza wa Jalla sangat
merendahkan kedudukan dunia dalam banyak ayat-ayat al-Qur-an. Allâh
Azza wa Jalla berfirman bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang
menipu :

ْ ُ ‫ﺎة اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ اﻻ ﻣَ َﺘ‬


ُ ‫وَ ﻣَ ﺎ ْاﻟﺤَ َﻴ‬
ِ ُ‫ﺎع اﻟ ُﻐﺮ‬
‫ور‬

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang


memperdayakan.” [Ali ‘Imrân/3:185]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

ْ َ‫اﻻﻣْ ﻮَ ال و‬
‫اﻻ ْو َﻻ ِد ۖ ﻛَﻤَ َﺜ ِﻞ‬ ْ ‫ﺎﺛﺮٌ ِﻓﻲ‬ ُ ‫ﺎة اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ ﻟَ ِﻌ ٌﺐ وَ ﻟَ ْﻬﻮٌ وَ ِزﻳ َﻨ ٌﺔ وَ َﺗ َﻔ‬
ُ َ ‫ﺎﺧﺮٌ ﺑ َْﻴ َﻨﻜُ ْﻢ وَ َﺗﻜ‬ ُ ‫اﻋْ ﻠَﻤُ ﻮا اﻧﻤَ ﺎ ْاﻟﺤَ َﻴ‬
ِ
ٌ ‫اب َﺷ ِﺪ‬
‫ﻳﺪ‬ ْ ‫ﺼ َﻔﺮا ُﺛﻢ َﻳﻜُﻮنُ ُﺣ َﻄﺎﻣً ﺎ ۖ وَ ِﻓﻲ‬
ٌ ‫اﻵ ِﺧﺮَ ِة ﻋَ َﺬ‬ ْ ُ‫ﻴﺞ َﻓ َﺘﺮَ ا ُه ﻣ‬ُ ‫ﺎﺗ ُﻪ ُﺛﻢ ﻳ َِﻬ‬ ُ ‫ﺐ ْاﻟﻜُﻔﺎرَ َﻧ َﺒ‬ َ َ‫َﻏ ْﻴ ٍﺚ اﻋْ ﺠ‬
ْ ُ ‫ﺎة اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ اﻻ ﻣَ َﺘ‬ ُ ‫ﺿﻮَ انٌ ۚ وَ ﻣَ ﺎ ْاﻟﺤَ َﻴ‬
ِ ُ‫ﺎع اﻟ ُﻐﺮ‬
‫ور‬ ْ ‫وَ ﻣَ ْﻐ ِﻔﺮَ ٌة ِﻣﻦَ ا ِ وَ ِر‬

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah


permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah
antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak,
seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan
ampunan dari Allâh serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Al-Hadîd/57:20]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

ْ ْ ُ ‫ﻳَﺎ َﻗ ْﻮ ِم اﻧﻤَ ﺎ ٰ َﻫ ِﺬ ِه ْاﻟﺤَ َﻴ‬


ٌ ‫ﺎة اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ ﻣَ َﺘ‬
ِ َ‫ﺎع وَ ان اﻵ ِﺧﺮَ َة ِﻫ َﻲ َدارُ اﻟ َﻘﺮ‬
‫ار‬

Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan


(sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
[Ghâfir/40:39]

Apabila seorang hamba menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya dan


mengesampingkan urusan akhiratnya, maka Allâh Azza wa Jalla akan
menjadikan urusan dunianya tercerai-berai, berantakan, serba sulit,
serta menjadikan hidupnya selalu diliputi kegelisahan. Allâh Azza wa
Jalla juga menjadikan kefakiran di depan matanya, selalu takut miskin,
atau hatinya selalu tidak merasa cukup dengan rizki yang Allâh Azza wa
Jalla karuniakan kepadanya.

Dunia yang dapat hanya seukuran ketentuan yang telah ditetapkan


baginya, tidak lebih, meskipun ia bekerja keras dari pagi hingga malam,
bahkan hingga pagi lagi dengan mengorbankan kewajibannya
beribadah kepada Allâh, mengorbankan hak-hak isteri, anak-anak,
keluarga, orang tua, dan lainnya.

Cinta kepada dunia adalah pokok semua kejelekan, oleh karenanya


tidak boleh menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Allâh Azza wa Jalla
berfirman :

﴾١٥﴿ َ‫ﻴﻬﺎ َﻻ ُﻳ ْﺒ َﺨ ُﺴﻮن‬ َ ‫ﻳﺪ ْاﻟﺤَ َﻴ‬


َ ‫ﺎة اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ وَ ِزﻳ َﻨ َﺘ َﻬﺎ ُﻧﻮَ ف اﻟَ ْﻴ ِﻬ ْﻢ اﻋْ ﻤَ ﺎﻟَ ُﻬ ْﻢ ِﻓ‬
َ ‫ﻴﻬﺎ وَ ُﻫ ْﻢ ِﻓ‬ ُ ‫ﻣَ ْﻦ ﻛَﺎنَ ُﻳ ِﺮ‬
َ‫ﺎﻧﻮا ﻳَﻌْ ﻤَ ُﻠﻮن‬
ُ َ ‫َﺎﻃ ٌﻞ ﻣَ ﺎ ﻛ‬ َ ‫ﺻ َﻨ ُﻌﻮا ِﻓ‬
ِ ‫ﻴﻬﺎ وَ ﺑ‬ َ ‫اﻵ ِﺧﺮَ ِة اﻻ اﻟﻨﺎرُ ۖ وَ ﺣَ ِﺒ َﻂ ﻣَ ﺎ‬ ٰ ‫ا‬
ْ ‫وﻟَ ِﺌ َﻚ اﻟ ِﺬﻳﻦَ ﻟَ ْﻴ َﺲ ﻟَ ُﻬ ْﻢ ِﻓﻲ‬

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami


berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan
sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang
yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah
di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa
yang telah mereka kerjakan. [Hûd/11:15-16]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :

ْ ‫ﻳﺪ ُﺛﻢ ﺟَ ﻌَ ْﻠ َﻨﺎ ﻟَ ُﻪ ﺟَ َﻬﻨﻢَ ﻳ‬


‫َﺼ َﻼ َﻫﺎ ﻣَ ْﺬﻣُ ﻮﻣً ﺎ‬ ُ ‫ﺎء ﻟِﻤَ ْﻦ ُﻧ ِﺮ‬ َ ‫ﺎﺟﻠَ َﺔ ﻋَ ﺠ ْﻠ َﻨﺎ ﻟَ ُﻪ ِﻓ‬
ُ ‫ﻴﻬﺎ ﻣَ ﺎ َﻧ َﺸ‬ ْ ُ ‫ﻣَ ْﻦ ﻛَﺎنَ ُﻳﺮ‬
ِ َ‫ﻳﺪ اﻟﻌ‬ ِ
ْ
‫ﻣَ ﺪ ُﺣﻮرً ا‬

Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami


segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang
yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat)
neraka Jahannam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan
terusir. [Al-Isrâ’/17:18]

Juga firman Allâh Azza wa Jalla :

‫ث اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ ُﻧ ْﺆ ِﺗ ِﻪ ِﻣ ْﻨ َﻬﺎ وَ ﻣَ ﺎ ﻟَ ُﻪ‬


َ ْ‫ﻳﺪ ﺣَ ﺮ‬ ْ ‫ث‬
ُ ‫اﻵ ِﺧﺮَ ِة َﻧ ِﺰ ْد ﻟَ ُﻪ ِﻓﻲ ﺣَ ﺮْ ِﺛ ِﻪ ۖ وَ ﻣَ ْﻦ ﻛَﺎنَ ُﻳ ِﺮ‬ َ ْ‫ﻳﺪ ﺣَ ﺮ‬
ُ ‫ﻣَ ْﻦ ﻛَﺎنَ ُﻳ ِﺮ‬
ْ
‫ﻴﺐ‬ ٍ ‫ِﻓﻲ اﻵ ِﺧﺮَ ِة ِﻣ ْﻦ َﻧ ِﺼ‬

Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan


keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki keuntungan di
dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia),
tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat. [Asy-Syûrâ/42:20]

Dunia ini dilaknat oleh Allâh dan dilaknat apa yang ada di dalamnya,
oleh karena itu jangan jadikan dunia sebagai tujuan. Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ َ‫ا َﻻ ان اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ ﻣَ ْﻠ ُﻌ ْﻮ َﻧ ٌﺔ ﻣَ ْﻠ ُﻌ ْﻮنٌ ﻣَ ﺎ ِﻓ ْـﻴ َﻬﺎ اﻻ ِذﻛْﺮُ ا ِ وَ ﻣَ ﺎ و‬.


ٌ‫اﻻ ُه وَ ﻋَ ﺎ ِﻟـﻢٌ ا ْو ﻣُ َـﺘـﻌَ ﻠـﻢ‬

Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di
dalamnya, kecuali dzikir kepada Allâh dan ketaatan kepada-Nya, orang
berilmu, dan orang yang mempelajari ilmu.[4]

Orang yang hatinya sehat, dia akan lebih mengutamakan akhirat


daripada kehidupan dunia yang fana, tujuan hidupnya adalah akhirat.
Dia menjadikan dunia ini sebagai tempat berlalu dan mencari bekal
untuk akhirat yang kekal. Orang yang hatinya sehat akan selalu
mempersiapkan diri dengan melakukan ketaatan dan mengerjakan
amal-amal shalih dengan ikhlas karena Allâh Azza wa Jalla dan
menjauhkan larangan-larangan-Nya, karena dia yakin pasti mati dan
pasti menjadi penghuni kubur dan pasti kembali ke akhirat. Karena itu,
dia selalu berusaha untuk menjadi penghuni surga dengan berbekal
iman, takwa, dan amal-amal yang shalih.

Orang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat, karena itu ia wajib


berbekal untuk akhirat dengan bekal terbaik yaitu takwa kepada Allâh
Azza wa Jalla . Takwa yaitu melaksanakan perintah-perintah Allâh Azza
wa Jalla dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Apabila seorang Muslim
beriman dan bertakwa kepada Allâh, maka ia akan diberi rizki dari arah
yang tidak diduga dan diberikan jalan keluar dari problematikanya. Allâh
Azza wa Jalla berfirman :

ْ ‫﴾ وَ ﻳَﺮْ ُز ْﻗ ُﻪ ِﻣ ْﻦ ﺣَ ْﻴ ُﺚ َﻻ ﻳ‬٢﴿ ‫َﺠﻌَ ْﻞ ﻟَ ُﻪ ﻣَ ْﺨﺮَ ًﺟﺎ‬


‫َﺤ َﺘ ِﺴ ُﺐ‬ ْ ‫وَ ﻣَ ْﻦ ﻳَﺘ ِﻖ ا َ ﻳ‬

“…Barangsiapa bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan membukakan


jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangkanya...” [Ath-Thalâq/65:2-3]

Orang yang beriman dan bertakwa kepada Allâh akan dimudahkan


urusannya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “…Dan
barangsiapa bertakwa kepada Allâh, niscaya Dia menjadikan kemudahan
baginya dalam urusannya.” [Ath-Thalâq/65:4]
Baca Juga  Proses Penciptaan Manusia Dan Ditetapkannya Amalan
Hamba

Orang yang beriman dan bertakwa kepada Allâh juga akan dihapuskan
dosa-dosanya dan dilipatgandakan ganjarannya. Allâh Azza wa Jalla
berfirman, yang artinya, “…Barangsiapa bertakwa kepada Allâh, niscaya
Allâh akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan
melipatgandakan  pahala baginya.” [Ath-Thalâq/65:5]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kita bahwa


kehidupan yang sebenarnya dan yang kekal adalah kehidupan akhirat,
bukan dunia. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ﺎﺟﺮَ َة‬ ْ ْ ِ‫ﺻ ِﻠﺢ‬


َ ‫اﻻ ْﻧ‬ ْ ‫ َﻻ ﻋَ ْﻴ َﺶ اﻻ ﻋَ ْﻴ ُﺶ‬، ‫َاﻟﻠ ُﻬﻢ‬
ْ ‫ َﻓﺎ‬، ‫اﻵ ِﺧﺮَ ِة‬
ِ ‫ﺼﺎرَ وَ اﻟـﻤُ َﻬ‬

Ya Allâh, tidak ada kehidupan (yang kekal) kecuali kehidupan akhirat,


maka bereskanlah (urusan) kaum Anshar dan kaum Muhajirin.”[5]

Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ْ َ ‫ﺎﻏ ِﻔﺮْ ِﻟ ْﻼ ْﻧ‬ ْ ‫ َﻻ ﻋَ ْﻴ َﺶ اﻻ ﻋَ ْﻴ ُﺶ‬، ‫َاﻟﻠ ُﻬﻢ‬


ْ ‫ َﻓ‬، ‫اﻵ ِﺧﺮَ ِة‬
ِ ‫ﺎر وَ اﻟـﻤُ َﻬ‬
‫ﺎﺟﺮَ ِة‬ ِ ‫ﺼ‬

Ya Allâh, tidak ada kehidupan (yang kekal) kecuali kehidupan akhirat,


maka ampunilah kaum Anshar dan kaum Muhajirin.[6]

‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu mengatakan,

ِ َ‫ وَ ِﻟـﻜُـﻞ و‬، ‫اﻵ ِﺧﺮَ ُة ﻣُ ْﻘ ِﺒﻠَ ًﺔ‬ْ ‫ وَ ارْ َﺗـﺤَ ﻠَ ِﺖ‬، ‫ـﺪﺑﺮَ ًة‬
‫ َﻓـﻜُ ْـﻮ ُﻧ ْـﻮا‬، ٌ‫اﺣ َﺪ ٍة ِﻣـ ْﻨ ُـﻬﻤَ ـﺎ ﺑَـ ُﻨ ْـﻮن‬ ِ ْ ُ‫ِارْ َﺗـﺤَ ﻠَ ِﺖ اﻟـﺪ ْﻧ َـﻴـﺎ ﻣ‬
‫ وَ َﻏ ًﺪا‬، ‫ﺎب‬ َ ‫ َﻓﺎن ْاﻟ َـﻴ ْـﻮمَ ﻋَ ـﻤَ ٌـﻞ وَ َﻻ ِﺣ َﺴ‬، ‫ـﺎء اﻟﺪ ْﻧ َﻴـﺎ‬ ِ ‫ وَ َﻻ َﺗـﻜُ ْﻮ ُﻧ ْﻮا ِﻣ ْﻦ ا ْﺑ َﻨ‬، ‫اﻵ ِﺧﺮَ ِة‬ْ ‫ـﺎء‬
ِ ‫ِﻣ ْﻦ اﺑْـ َﻨ‬
‫ﺎب وَ َﻻ ﻋَ ﻤَ َﻞ‬ ٌ ‫ﺣ َﺴ‬.ِ

Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan kita, sedangkan akhirat


pasti akan datang. Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-
anak, karenanya, hendaklah kalian menjadi anak-anak akhirat dan kalian
jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini adalah hari amal tanpa
hisab (di dalamnya), sedang kelak adalah hari hisab tanpa amal (di
dalamnya).[7]

Ada kabar mutawatir dari ulama Salaf mengatakan, “Cinta dunia


merupakan induk dari segala kesalahan (dosa) dan merusak agama.
Hal ini ditinjau dari beberapa segi:[8]
Pertama: Mencintai dunia berarti mengagungkan dunia, padahal ia
sangat hina di mata Allâh Azza wa Jalla . Termasuk dosa yang paling
besar adalah mengagungkan sesuatu yang direndahkan oleh Allâh Azza
wa Jalla .

Kedua: Allâh mengutuk, memurkai, dan membenci dunia, kecuali yang


ditujukan kepada-Nya. Karena itu, siapa saja yang mencintai apa yang
dikutuk, dimurkai, dan dibenci Allâh maka ia akan berhadapan dengan
kutukan, murka, dan kebencian-Nya.

Ketiga: Orang yang mencintai dunia akan menjadikan dunia sebagai


tujuannya dan ia akan menjadikan amalan yang seharusnya menjadi
sarana menuju Allâh dan negeri Akhirat berubah menjadi sarana meraih
kepentingan dunia.

Di sini ada dua persoalan:

1. Menjadikan sesuatu yang seharusnya menjadi wasilah (sarana) sebagai


tujuan.
2. Menjadikan amal akhirat sebagai alat untuk menggapai dunia.

Ini adalah keburukan yang terbalik dari semua sisi. Juga berarti
membalik sesuatu pada posisi yang benar-benar terbalik. Ini sesuai
sekali dengan firman Allâh Azza wa Jalla :

﴾١٥﴿ َ‫ﻴﻬﺎ َﻻ ُﻳ ْﺒ َﺨ ُﺴﻮن‬ َ ‫ﻳﺪ ْاﻟﺤَ َﻴ‬


َ ‫ﺎة اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ وَ ِزﻳ َﻨ َﺘ َﻬﺎ ُﻧﻮَ ف اﻟَ ْﻴ ِﻬ ْﻢ اﻋْ ﻤَ ﺎﻟَ ُﻬ ْﻢ ِﻓ‬
َ ‫ﻴﻬﺎ وَ ُﻫ ْﻢ ِﻓ‬ ُ ‫ﻣَ ْﻦ ﻛَﺎنَ ُﻳ ِﺮ‬
َ‫ﺎﻧﻮا ﻳَﻌْ ﻤَ ُﻠﻮن‬
ُ َ ‫َﺎﻃ ٌﻞ ﻣَ ﺎ ﻛ‬ َ ‫ﺻ َﻨ ُﻌﻮا ِﻓ‬
ِ ‫ﻴﻬﺎ وَ ﺑ‬ َ ‫اﻵ ِﺧﺮَ ِة اﻻ اﻟﻨﺎرُ ۖ وَ ﺣَ ِﺒ َﻂ ﻣَ ﺎ‬ ٰ ‫ا‬
ْ ‫وﻟَ ِﺌ َﻚ اﻟ ِﺬﻳﻦَ ﻟَ ْﻴ َﺲ ﻟَ ُﻬ ْﻢ ِﻓﻲ‬

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya


Kami  berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan
sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-
orang yang tidak memperoleh  balasan di akhirat kecuali neraka. Dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-
sialah apa yang telah mereka kerjakan.” [Hûd/11:15-16]

Keempat: Mencintai dunia membuat manusia tidak sempat (terhalang


dari) melakukan sesuatu yang bermanfaat baginya di akhirat sebagai
akibat dari kesibukannya dengan dunia dan segala yang dicintainya.

Kelima: Cinta dunia menjadikan dunia sebagai cita-cita terbesar


manusia.

Keenam: Pecinta dunia adalah orang yang paling banyak disiksa karena
dunia, ia disiksa pada tiga keadaan :
1. Ia tersiksa di dunia dengan usaha, kerja keras untuk mendapatkannya
serta disiksa dengan usahanya untuk merebut dunia dari sesama
pecinta dunia
2. Ia tersiksa di alam barzakh (kubur) dengan terlepasnya segala yang ia
cintai dari dirinya
3. Ia tersiksa pada hari Kiamat.

Ketujuh: Orang yang sangat mencintai dunia dan lebih mengutamakan


dunia daripada akhirat adalah orang yang paling bodoh dan idiot.
Sebab, ia lebih mengutamakan khayalan daripada kenyataan, lebih
mengutamakan tidur daripada terjaga, lebih mengutamakan bayang-
bayang yang akan segera hilang daripada kenikmatan yang kekal, lebih
mengutamakan rumah yang segera binasa dan menukar kehidupan
yang abadi dan nyaman dengan kehidupan yang tidak lebih dari sekedar
mimpi atau bayang-bayang yang segera hilang. Sesungguhnya orang
yang cerdas tidak akan tertipu dengan hal-hal semacam itu. [9]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

َ ‫ وَ ﺣَ ْﺴﺮَ ٌة َﻻ َﺗ ْﻨ‬، ٌ‫ وَ َﺗﻌَ ٌﺐ َدا ِﺋﻢ‬، ٌ‫ َﻫﻢ َﻻ ِزم‬: ‫ث‬


‫ـﻘ ِﻀـﻰ‬ ٍ ‫ـﺤﺐ اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ َﻻ َﻳ ْﻨ َﻔﻚ ِﻣ ْﻦ َﺛ َﻼ‬
ِ ُ‫ﻣ‬

“Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal: (1) Kesedihan
(kegelisahan) yang terus-menerus, (2) Kecapekan (keletihan) yang
berkelanjutan, dan (3) Kerugian yang tidak pernah berhenti.”[10]

Seorang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat dan dunia sebagai


ladang menuju akhirat. Seorang Muslim wajib ingat bahwa dia
diciptakan untuk beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Oleh karena
itu, dia wajib meluangkan waktu untuk beribadah kepada Allâh Azza wa
Jalla , dan hendaknya seorang Muslim setiap jam dan harinya penuh
dengan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla .

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh


Azza wa Jalla berfirman :

‫ت ﻳ ََﺪﻳْ َﻚ‬ ُ ‫ـﻢ َﺗ ْﻔﻌَ ْﻞ ﻣَ َﻼ‬ْ َ‫ وَ ا ْن ﻟ‬، َ‫ﺻ ْﺪرَ كَ ِﻏـ ًﻨـﻰ وَ ا ُﺳﺪ َﻓ ْﻘﺮَ ك‬
َ ‫ـﻲ اﻣْ َـﻼ‬ َ ‫ـﻔـﺮ ْغ ِﻟ ِـﻌـ َﺒ‬
ْ ‫ـﺎد ِﺗ‬ َ ‫آدمَ ! َﺗ‬
َ َ‫ﻳَﺎ اﺑْﻦ‬
َ‫ـﻢ ا ُﺳﺪ َﻓ ْﻘﺮَ ك‬ْ َ‫ُﺷ ْﻐ ًﻼ وَ ﻟ‬

‘Wahai anak Adam! Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku,


niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan (kecukupan) dan Aku tutup
kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku penuhi kedua
tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan tutup kefakiranmu.’”[11]
Seorang Muslim dan Muslimah tidak boleh tertipu oleh kehidupan
dunia dan tidak boleh panjang angan-angan. Hadits-hadits tentang
celaan terhadap dunia dan kehinaannya di sisi Allâh Subhanahu wa
Ta’ala sangat banyak. Diriwayatkan dari Jâbir Radhiyallahu anhu bahwa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati pasar saat banyak
orang berada di pasar tersebut. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berjalan melewati seekor anak kambing jantan yang kedua telinganya
kecil dan telah mati pula. Sambil memegang telinga anak kambing
tersebut, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ﺎل‬َ ‫ﺼ َﻨ ُﻊ ِﺑ ِﻪ ؟ ُﺛﻢ َﻗ‬ ْ ‫ ﻣَ ﺎ ُﻧ ِﺤﺐ أﻧ ُﻪ ﻟَ َﻨﺎ ِﺑ َﺸ ْﻲ ٍء وَ ﻣَ ﺎ َﻧ‬: ‫ﺎﻟ ْﻮا‬ ُ ‫ َﻓ َﻘ‬ ‫أن َﻳﻜُﻮنَ َﻫ َﺬا ﻟَ ُﻪ ﺑﺪرْ َﻫﻢ ؟‬ ْ ‫اﻳﻜُﻢ ُﻳ ِﺤﺐ‬
ِ
: ‫ﺎل‬ َ ‫أﺳﻚ َﻓﻜ َ ْﻴ َﻒ وَ ُﻫﻮَ ﻣﻴ ٌﺖ ! َﻓ َﻘ‬ َ ‫ إﻧ ُﻪ‬، ‫ﺒﺎ‬ ً ‫ وَ ا ِ ﻟَ ْﻮ ﻛَﺎنَ ﺣَ ّﻴ ًﺎ ﻛَﺎنَ ﻋَ ْﻴ‬: ‫ﺎﻟﻮا‬ ُ ‫ َﻗ‬ ‫ ا ُﺗ ِﺤﺒﻮنَ اﻧ ُﻪ ﻟَﻜُ ْﻢ ؟‬:
‫أﻫﻮَ نُ ﻋَ ﻠَﻰ ا ِ ِﻣ ْﻦ َﻫ َﺬا ﻋَ ﻠَ ْﻴﻜُ ْﻢ‬ ْ ‫ﻓﻮَ ا ِ ﻟﻠﺪ ْﻧ َﻴﺎ‬

“Siapa diantara kalian yang suka membeli ini seharga satu dirham ?”
Orang-orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa
yang bisa kami perbuat dengannya ?” Beliau bersabda, “Apakah kalian
suka jika ini menjadi milik kalian ?” Orang-orang berkata, “Demi Allâh,
kalau anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua
telinganya kecil, apalagi ia telah mati?” Beliau bersabda, “Demi Allâh,
sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allâh daripada bangkai anak kambing
ini bagi kalian.”[12]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫َـﺤ َﻲ ِﺑﺎﻟﺴﺒﺎﺑ َِﺔ‬ْ ‫ﺻ َﺒﻌَ ُﻪ ٰﻫ ِﺬ ِه – وَ ا َﺷﺎرَ ﻳ‬ْ ‫َـﺠﻌَ ُﻞ اﺣَ ُﺪﻛُ ْﻢ ا‬ ْ ‫ ﻣَ ﺎ اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ ِﻓـﻲ‬، ‫واﻟﻠ ِـﻪ‬
ْ ‫اﻵ ِﺧﺮَ ِة اﻻ ِﻣ ْﺜ ُﻞ ﻣَ ﺎ ﻳ‬
‫ َﻓ ْـﻠ َﻴ ْﻨ ُﻈﺮْ ِﺑﻢَ َﺗـﺮْ ِﺟ ُﻊ ؟‬، ‫– ِﻓـﻲ ْاﻟ َﻴﻢ‬

Baca Juga  Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Tiga Golongan Ummat


Islam

Demi Allâh! Tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah


seorang dari kalian yang mencelupkan jarinya -Yahya (perawi hadits)
berisyarat dengan jari telunjuknya- ke laut, maka lihatlah apa yang dibawa
jarinya itu ?[13]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan ini, bahwa


dunia seperti air yang menempel di jari yang dicelupkan ke dalam
lautan, sedangkan akhirat adalah ibarat lautan yang sangat luas. Dunia
ini sedikit dan fana, sedangkan akhirat penuh dengan kenikmatan dan
kekal abadi.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

‫ـﺎء‬ َ ‫ﺎﻓـﺮً ا ِﻣ ْﻨ َـﻬـﺎ َﺷﺮْ ﺑ‬


ٍ َ‫َـﺔ ﻣ‬ َ ‫َـﻌ ْﻮ‬
ِ َ ‫ ﻣَ ﺎ َﺳ َﻘﻰ ﻛ‬، ‫ﺿ ٍﺔ‬ َ ‫ـﺪ ُل ِﻋـ ْﻨ‬
َ ‫ـﺪ اﻟﻠ ِـﻪ ﺟَ ـ َﻨ‬
ُ ‫ـﺎح ﺑ‬ َ َ ‫ﻟَ ْـﻮ ﻛ‬.
ِ ْ‫ـﺎﻧ ِﺖ اﻟﺪ ْﻧ َـﻴـﺎ َﺗـﻌ‬

Seandainya dunia ini di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala senilai dengan


(berat) sayap nyamuk, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan 
memberi minum sedikit pun darinya kepada orang kafir.[14]

Dunia ini tidak ada harganya meskipun hanya seberat sayap nyamuk.
Tapi anehnya manusia sibuk dan tamak kepada dunia, mereka lupa
kepada kehidupan akhirat yang penuh dengan kenikmatan. Bahkan
manusia lebih mengutamakan kehidupan dunia. Allâh Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :

ْ َ‫﴾ و‬١٦﴿ ‫ﺎة اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ‬


‫اﻵ ِﺧﺮَ ُة َﺧ ْﻴﺮٌ وَ اﺑ َْﻘ ٰﻰ‬ َ ‫ﺑ َْﻞ ُﺗ ْﺆ ِﺛﺮُ ونَ ْاﻟﺤَ َﻴ‬

“Bahkan kalian mengutamakan kehidupan dunia. Padahal kehidupan


akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” [Al-A’lâ/87:16-17]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ْ ‫اﺛ َﻨ َﺘ ْﻴﻦ ؛ ِﻓﻲ ُﺣﺐ اﻟﺪ ْﻧ َﻴﺎ وَ ُﻃ ْﻮل‬


‫اﻻﻣَ ِﻞ‬ ُ ‫ﻻَ ﻳ ََﺰ‬.
ْ ‫ال َﻗ ْﻠ ُﺐ ْاﻟﻜ َ ِﺒ ْﻴﺮ َﺷﺎﺑﺎ ِﻓ ْﻲ‬
ِ ْ ِ ِ

Senantiasa hati orang yang sudah tua, tetap muda (tetap tamak) kepada
dua hal; cinta dunia dan panjang angan-angan.”[15]

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasûlullâh


Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ َ‫ص و‬
‫اﻻﻣَ ُﻞ‬ ُ ْ‫ﺎن ؛ ْاﻟ ِﺤﺮ‬ ْ َ
ِ ‫آدمَ وَ ﺗ ْﺒ َﻘﻰ ِﻣ ْﻨ ُﻪ اﺛ َﻨ َﺘ‬
َ ُ‫ﻳ َْﻬﺮَ مُ اﺑْﻦ‬.

‘Setiap anak Adam itu akan menjadi tua dan hanya tersisa darinya dua
hal; ambisi dan angan-angannya.”[16]

Begitu banyak manusia yang dilalaikan dengan dunia beserta mimpi-


mimpinya. Indahnya dunia telah menghalangi mereka dari jalan
petunjuk dan ketakwaan. Sementara itu, setan terus memperpanjang
khayalan-khayalan mereka.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang akan muncul


disebabkan banyaknya angan-angan adalah malas untuk mengerjakan
ketaatan, menunda-nunda taubat, berambisi terhadap dunia, lupa
akhirat, dan mengerasnya hati. Sebab, kelembutan dan kejernihan hati
terbentuk hanyalah dengan mengingat kematian, alam kubur, dosa dan
pahala, serta dahsyatnya hari Kiamat.”[17]

FAWAA-ID HADITS
Ada beberapa faedah yang dapat kita petik dari hadits yang mulia ini, di
antaranya:

1. Hendaknya seorang Muslim selalu waspada, jangan menjadikan dunia


sebagai tujuan dan jangan tertipu dengan dunia yang penuh dengan
keindahan yang menipu. Ingat, bahwa dunia adalah kehidupan yang
hina, sementara, sedikit, dan menipu.
2. Peringatan bagi seorang Muslim agar menjadikan akhirat sebagai
tujuannya, dia wajib ingat bahwa dia pasti mati dan kembali kepada
Allâh, karena itu dia wajib mempersiapkan bekal untuk akhirat dengan
melakukan amal-amal shalih dan menjauhkan larangan-larangan Allâh
Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Peringatan tentang akibat yang buruk bagi orang yang menjadikan
dunia sebagai tujuannya.
4. Di antara akibat bagi orang yang menjadikan dunia sebagai tujuannya
yaitu dijadikan kefakiran di depan pelupuk matanya dan urusannya
tercerai-berai.
5. Iman kepada qadha’ dan qadar dan kita wajib usaha sesuai dengan
syari’at.
. Di antara nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang paling besar dan
agung atas hamba-Nya, yaitu memberikan kekayaan pada hatinya,
merasa puas dan cukup dengan apa yang Allâh karuniakan.
7. Luasnya karunia Allâh Azza wa Jalla dan kebaikannya kepada orang-
orang yang beriman dan
. Seorang muslim tidak boleh panjang angan-angan, akan tetapi dia
harus beramal shalih yang bermanfaat untuk akhiratnya.
9. Barangsiapa bertakwa kepada Allâh, maka Allâh akan memberikannya
jalan keluar dan rizki dari arah yang tidak di duga-duga.
10. Sesungguhnya rizki itu ada di Tangan Allâh, diperoleh dengan usaha
yang halal.
11. Seorang Muslim wajib mencari nafkah, tapi jangan tamak kepada dunia.
12. Seorang Muslim hidupnya untuk ibadah kepada Allâh, karena itu ia
wajib menuntut ilmu, berlomba-lomba melakukan amal shalih, dan
memenuhi hak Allâh dan hak manusia.

Wallaahu  a’lam.

 MARAAJI’:
1. Al-Qur’ânul Karî
2. Kutubus Sittah.
3. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
4. At-Ta’lîqâtul Hisaan ‘ala Shahîh Ibni Hibbân
5. Jâmi’ Bayânil ‘Ilmi wa Fadhlih.
. Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam.
7. ‘Iddatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn, Ibnul Qayyim.
. Ighâtsatul Lahafâ
9. Mawâridul Amân al-Muntaqa min Ighâtsatil Lahafâ
10. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîh
11. Shahîh at-Targhîb wat Tarhî
12. Shahîh al-Jâmi’ish Shaghî
13. Dan lainnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVI/1433H/2012M.


Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-
858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Lihat Lisânul ‘Arab (XV/137) dan al-Mu’jamul Wasîth (II/995).
[2] Syarah Sunan Ibni Mâjah (I/302).
[3] Syarah Sunan Ibni Mâjah (I/302).
[4] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2322), Ibnu Mâjah
(no. 4112), dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jâmi’ Bayânil ‘Ilmi wa Fadhlih
(I/135, no. 135), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Lafazh
ini milik at-Tirmidzi. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2797).
[5] Shahih: HR. Al-Bukhâri (no.  6413), dan selainnya.
[6] Shahih: HR. Al-Bukhâri (no. 6414), dan selainnya.
[7] Shahîh al-Bukhâri, kitab: ar-Riqâq, Lihat juga Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam
(II/378).
[8] Dinukil dari ‘Idatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn, karya Imam
Ibnul Qayyim (hlm. 348, 350-356) dengan diringkas. Ta’liq dan takhrij:
Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaliy.
[9] Lihat ‘Idatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn (hlm. 350-356), karya
Imam Ibnul Qayyim, dengan diringkas.
[10] Ighâtsatul Lahafân (I/87-88) dan lihat Mawâridul Amân al-Muntaqa
min Ighâtsatil Lahafân (hlm. 83-84).
[11] Shahih: HR. Ahmad (II/358), at-Tirmidzi (no. 2466), Ibnu Mâjah (no.
4107), dan al-Hâkim (II/443) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (III/346, no. 1359) dan
Shahîh at-Targhîb wat Tarhîb (no. 3166).
[12] Shahih: HR. Muslim (no. 2957).
[13] Shahih: HR. Muslim (no. 2858) dan Ibnu Hibbân (no. 4315-at-
Ta’lîqâtul Hisân) dari al-Mustaurid al-Fihri Radhiyallahu anhu.
[14] Shahih: HR. At-Tirmidzi (no. 2320), Ibnu Mâjah (no. 4110) dan
lainnya dari Sahl bin Sa’d Radhiyallahu anhu.
[15] Shahih: HR. al-Bukhari (no. 6420) dari Sahabat Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu .
[16] Shahih: HR. Ahmad (III/115, 275). Dishahihkan oleh Syaikh al-
Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 8173).
[17] Fat-hul Bâri (XI/213), cet. Darul Fikr.

1. Home
2. /
3. Aktual : Hadits (Penjelasan...
4. /
5. Jadikanlah Akhirat Sebagai Niatmu!

🔍 Dzikir Asmaul Husna Untuk Menyembuhkan Penyakit, Baju Ihram


Wanita, Sunnah Memanjangkan Jenggot, Ilmu Singa Allah, Keajaiban
Allah Di Muka Bumi, Syarat Hewan Kurban Sapi

Anda mungkin juga menyukai