Anda di halaman 1dari 8

Jadikanlah Akhirat Sebagai Niatmu!

JADIKANLAH AKHIRAT SEBAGAI NIATMU !

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas ‫حفظه هللا‬

Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu , ia mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

، ُ‫ت اآْل ِخ َرةُ نِيَّـتَه‬ ِ َ‫ َو َم ْن َكان‬، ُ‫ب لَه‬ َ ِ‫ َولَ ْم يَْأتِ ِه ِمنَ ال ُّد ْنيَا ِإاَّل َما ُكت‬،ِ ‫ َو َج َع َل فَ ْق َرهُ بَ ْينَ َع ْينَ ْي ِه‬، ُ‫ق هللاُ َعلَ ْي ِه َأ ْم َره‬
َ ‫ فَ َّر‬، ُ‫ت ال ُّد ْنيَا هَ َّمه‬
ِ َ‫َم ْن َكان‬
ٌ‫اغ َمة‬ ‫ر‬ ‫ي‬
ِ َ َ ِ َ َ ‫ه‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ي‬‫ن‬ْ ‫د‬ُّ ‫ال‬ ُ ‫ه‬ ْ
‫ت‬ َ ‫ت‬‫َأ‬ ‫و‬ ، ‫ه‬ ‫ب‬‫ل‬ْ َ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ه‬ ‫َا‬ ‫ن‬‫غ‬ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ِِ ْ ِ ُ ِ َ َ َ َ َُ ْ ُ َ َ َ‫ج‬ ‫و‬ ، ‫ه‬‫ر‬ ‫م‬‫َأ‬ ‫هللا‬ ‫ع‬ ‫م‬ ‫ج‬.

Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya,
menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali
menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya
adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya,
dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. ”

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/ 183); Ibnu Mâjah (no.
4105); Imam Ibnu Hibbân (no. 72–Mawâriduzh Zham’ân); al-Baihaqi (VII/288) dari Sahabat
Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu.

Lafazh hadits ini milik Ibnu Mâjah rahimahullah . Dishahihkan juga oleh Syaikh al-‘Allamah al-
Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahâdîts
ash-Shahîhah (no. 950).

KOSA KATA HADITS


• ‫ هَ ٌّم‬: mashdar dari ‫ هّ َّم – يَهُ ُّم‬yaitu kemauan yang kuat, keinginan, niat, dan tujuan. Al-hammu juga
berarti kesedihan. Jamaknya adalah ‫( هُ ُموْ ٌم‬humuum).[1]
• ُ‫ق هللا‬ َ ‫ فَ َّر‬: yaitu Allâh mencerai-beraikannya.
• ُ‫ب لَه‬ َ ِ‫ َولَ ْم يَْأتِ ِه ِمنَ ال ُّد ْنيَا ِإاَّل َما ُكت‬: yaitu dia hanya mendapat apa yang telah ditetapkan baginya.[2]
• ُ‫ ّذلِ ْيلَةٌ تَابِ َعةٌ لَه‬: ٌ‫اغ َمة‬
ِ ‫( َر‬hina dan mengikutinya), yaitu dunia tersebut mengikutinya dengan sukarela
dan terpaksa.[3]
SYARAH HADITS
Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya n mencela sikap tamak kepada dunia. Bahkan, Allâh
Azza wa Jalla sangat merendahkan kedudukan dunia dalam banyak ayat-ayat al-Qur-an. Allâh
Azza wa Jalla berfirman bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang menipu :

ِ ‫ع ْال ُغر‬
‫ُور‬ ُ ‫َو َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا ِإاَّل َمتَا‬

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [Ali ‘Imrân/3:185]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

ُ‫ب ْال ُكفَّا َر نَبَاتُهُ ثُ َّم يَ ِهي ُج فَتَ َراه‬


َ ‫ث َأ ْع َج‬
ٍ ‫ا ْعلَ ُموا َأنَّ َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا َل ِعبٌ َولَ ْه ٌو َو ِزينَةٌ َوتَفَا ُخ ٌر بَ ْينَ ُك ْم َوتَ َكاثُ ٌر فِي اَأْل ْم َوا ِل َواَأْلوْ اَل ِد ۖ َك َمثَ ِل َغ ْي‬
ِ ‫ع ال ُغر‬
‫ُور‬ ْ ‫اَّل‬ ْ
ُ ‫ان ۚ َو َما ال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا ِإ َمتَا‬ ٌ ‫ُمصْ فَ ًّرا ثُ َّم يَ ُكونُ ُحطَا ًما ۖ َوفِي اآْل ِخ َر ِة َع َذابٌ َش ِدي ٌد َو َم ْغفِ َرةٌ ِمنَ هَّللا ِ َو ِرضْ َو‬

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allâh serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Al-Hadîd/57:20]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

ٌ ‫يَا قَوْ ِم ِإنَّ َما ٰهَ ِذ ِه ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا َمتَا‬
ِ ‫ع َوِإ َّن اآْل ِخ َرةَ ِه َي دَا ُر ْالقَ َر‬
‫ار‬

Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal. [Ghâfir/40:39]

Apabila seorang hamba menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya dan mengesampingkan
urusan akhiratnya, maka Allâh Azza wa Jalla akan menjadikan urusan dunianya tercerai-berai,
berantakan, serba sulit, serta menjadikan hidupnya selalu diliputi kegelisahan. Allâh Azza wa
Jalla juga menjadikan kefakiran di depan matanya, selalu takut miskin, atau hatinya selalu tidak
merasa cukup dengan rizki yang Allâh Azza wa Jalla karuniakan kepadanya.

Dunia yang dapat hanya seukuran ketentuan yang telah ditetapkan baginya, tidak lebih,
meskipun ia bekerja keras dari pagi hingga malam, bahkan hingga pagi lagi dengan
mengorbankan kewajibannya beribadah kepada Allâh, mengorbankan hak-hak isteri, anak-anak,
keluarga, orang tua, dan lainnya.

Cinta kepada dunia adalah pokok semua kejelekan, oleh karenanya tidak boleh menjadikan dunia
sebagai tujuan hidup. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

َ ‫﴾ ُأو ٰلَِئ‬١٥﴿ َ‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا نُ َوفِّ ِإلَ ْي ِه ْم َأ ْع َمالَهُ ْم فِيهَا َوهُ ْم فِيهَا اَل يُ ْب َخسُون‬
َ ‫ك الَّ ِذينَ لَي‬
ۖ ‫ْس لَهُ ْم فِي اآْل ِخ َر ِة ِإاَّل النَّا ُر‬
َ‫صنَعُوا فِيهَا َوبَا ِط ٌل َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬ َ ‫َو َحبِطَ َما‬
Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan)
penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan
dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan
sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah
mereka kerjakan.” [Hûd/11:15-16]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :

‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َعا ِجلَةَ َعج َّْلنَا لَهُ فِيهَا َما نَ َشا ُء لِ َم ْن نُ ِري ُد ثُ َّم َج َع ْلنَا لَهُ َجهَنَّ َم يَصْ اَل هَا َم ْذ ُمو ًما َم ْدحُورًا‬

Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di


(dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami
sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahannam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela
dan terusir.” [Al-Isrâ’/17:18]

Juga firman Allâh Azza wa Jalla :

‫ب‬ ِ ‫ث ال ُّد ْنيَا نُْؤ تِ ِه ِم ْنهَا َو َما لَهُ فِي اآْل ِخ َر ِة ِم ْن ن‬


ٍ ‫َصي‬ َ ْ‫ث اآْل ِخ َر ِة ن َِز ْد لَهُ فِي َحرْ ثِ ِه ۖ َو َم ْن َكانَ ي ُِري ُد َحر‬
َ ْ‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد َحر‬

Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya,
dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya
(keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat.” [Asy-Syûrâ/42:20]

Dunia ini dilaknat oleh Allâh dan dilaknat apa yang ada di dalamnya, oleh karena itu jangan
jadikan dunia sebagai tujuan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َأاَل ِإ َّن ال ُّد ْنيَا َم ْلعُوْ نَةٌ َم ْلعُوْ ٌن َما فِـ ْيهَا ِإاَّل ِذ ْك ُر هللاِ َو َما َوااَل هُ َوعَالِـ ٌم َأوْ ُمـتَـ َعلِّـ ٌم‬.

Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di dalamnya, kecuali
dzikir kepada Allâh dan ketaatan kepada-Nya, orang berilmu, dan orang yang mempelajari
ilmu[4].

Orang yang hatinya sehat, dia akan lebih mengutamakan akhirat daripada kehidupan dunia yang
fana, tujuan hidupnya adalah akhirat. Dia menjadikan dunia ini sebagai tempat berlalu dan
mencari bekal untuk akhirat yang kekal. Orang yang hatinya sehat akan selalu mempersiapkan
diri dengan melakukan ketaatan dan mengerjakan amal-amal shalih dengan ikhlas karena Allâh
Azza wa Jalla dan menjauhkan larangan-larangan-Nya, karena dia yakin pasti mati dan pasti
menjadi penghuni kubur dan pasti kembali ke akhirat. Karena itu, dia selalu berusaha untuk
menjadi penghuni surga dengan berbekal iman, takwa, dan amal-amal yang shalih.

Orang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat, karena itu ia wajib berbekal untuk akhirat dengan
bekal terbaik yaitu takwa kepada Allâh Azza wa Jalla . Takwa yaitu melaksanakan perintah-
perintah Allâh Azza wa Jalla dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Apabila seorang Muslim
beriman dan bertakwa kepada Allâh, maka ia akan diberi rizki dari arah yang tidak diduga dan
diberikan jalan keluar dari problematikanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
ُ ‫﴾ َويَرْ ُز ْقهُ ِم ْن َحي‬٢﴿ ‫ق هَّللا َ يَجْ َعلْ لَهُ َم ْخ َرجًا‬
ُ‫ْث اَل يَحْ ت َِسب‬ ِ َّ‫َو َم ْن يَت‬

“…Barangsiapa bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan
Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya…” [Ath-Thalâq/65:2-3]

Orang yang beriman dan bertakwa kepada Allâh akan dimudahkan urusannya. Allâh Subhanahu
wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “…Dan barangsiapa bertakwa kepada Allâh, niscaya Dia
menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” [Ath-Thalâq/65:4]

Orang yang beriman dan bertakwa kepada Allâh juga akan dihapuskan dosa-dosanya dan
dilipatgandakan ganjarannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “…Barangsiapa
bertakwa kepada Allâh, niscaya Allâh akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan
melipatgandakan pahala baginya.” [Ath-Thalâq/65:5]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kita bahwa kehidupan yang
sebenarnya dan yang kekal adalah kehidupan akhirat, bukan dunia. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :
ٰ
ِ َ‫ار َو ْالـ ُمه‬
َ‫اج َرة‬ َ ‫ص‬َ ‫ح اَأْل ْن‬
ِ ِ‫ فََأصْ ل‬، ‫ْش ِإاَّل َعيْشُ اآْل ِخ َر ِة‬
َ ‫ اَل َعي‬، ‫اَللّهُ َّم‬

Ya Allâh, tidak ada kehidupan (yang kekal) kecuali kehidupan akhirat, maka bereskanlah
(urusan) kaum Anshar dan kaum Muhajirin.”[5]

Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :


ٰ
ِ َ‫ار َو ْالـ ُمه‬
‫اج َر ِة‬ ِ ‫ص‬َ ‫ فَا ْغفِرْ لَِأْل ْن‬، ‫ْش ِإاَّل َعيْشُ اآْل ِخ َر ِة‬
َ ‫ اَل َعي‬، ‫اَللّهُ َّم‬

Ya Allâh, tidak ada kehidupan (yang kekal) kecuali kehidupan akhirat, maka ampunilah kaum
Anshar dan kaum Muhajirin.[6]

‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu mengatakan,

‫ َواَل تَـ ُكوْ نُوْ ا ِم ْن‬، ‫ فَـ ُكـوْ نُـوْ ا ِم ْن َأبْـنَـا ِء اآْل ِخ َر ِة‬، ‫اح َد ٍة ِمـ ْنـهُ َمـا بَـنُـوْ ٌن‬
ِ ‫ َولِـ ُكـلِّ َو‬، ً‫ت اآْل ِخ َرةُ ُم ْقبِلَة‬
ِ َ‫ َوارْ تَـ َحل‬، ً‫ت الـ ُّد ْنـيَـا ُمـ ْدبِ َرة‬
ِ َ‫َـحل‬
َ ‫اِرْ ت‬
‫ َو َغدًا ِح َسابٌ َواَل َع َم َل‬، ‫اب‬ ْ َ ْ
َ ‫ فِإ َّن الـيَـوْ َم عَـ َمـ ٌل َواَل ِح َس‬، ‫ ْبنَـا ِء ال ُّدنيَـا‬. ‫َأ‬

Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan kita, sedangkan akhirat pasti akan datang.
Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anak, karenanya, hendaklah kalian menjadi
anak-anak akhirat dan kalian jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini adalah hari amal
tanpa hisab (di dalamnya), sedang kelak adalah hari hisab tanpa amal (di dalamnya)[7].

Ada kabar mutawatir dari ulama Salaf mengatakan, “Cinta dunia merupakan induk dari segala
kesalahan (dosa) dan merusak agama. Hal ini ditinjau dari beberapa segi:[8]

Pertama: Mencintai dunia berarti mengagungkan dunia, padahal ia sangat hina di mata Allâh
Azza wa Jalla . Termasuk dosa yang paling besar adalah mengagungkan sesuatu yang
direndahkan oleh Allâh Azza wa Jalla.
Kedua: Allâh mengutuk, memurkai, dan membenci dunia, kecuali yang ditujukan kepada-Nya.
Karena itu, siapa saja yang mencintai apa yang dikutuk, dimurkai, dan dibenci Allâh maka ia
akan berhadapan dengan kutukan, murka, dan kebencian-Nya.

Ketiga: Orang yang mencintai dunia akan menjadikan dunia sebagai tujuannya dan ia akan
menjadikan amalan yang seharusnya menjadi sarana menuju Allâh dan negeri Akhirat berubah
menjadi sarana meraih kepentingan dunia.

Di sini ada dua persoalan:


1. Menjadikan sesuatu yang seharusnya menjadi wasilah (sarana) sebagai tujuan.
2. Menjadikan amal akhirat sebagai alat untuk menggapai dunia.

Ini adalah keburukan yang terbalik dari semua sisi. Juga berarti membalik sesuatu pada posisi
yang benar-benar terbalik. Ini sesuai sekali dengan firman Allâh Azza wa Jalla :

َ ‫﴾ ُأو ٰلَِئ‬١٥﴿ َ‫َم ْن َكانَ ي ُِري ُد ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا نُ َوفِّ ِإلَ ْي ِه ْم َأ ْع َمالَهُ ْم فِيهَا َوهُ ْم فِيهَا اَل يُ ْب َخسُون‬
َ ‫ك الَّ ِذينَ َلي‬
ۖ ‫ْس لَهُ ْم فِي اآْل ِخ َر ِة ِإاَّل النَّا ُر‬
َ‫صنَعُوا فِيهَا َوبَا ِط ٌل َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬ َ ‫َو َحبِطَ َما‬

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan
dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh balasan di akhirat kecuali neraka. Dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah
mereka kerjakan.” [Hûd/11:15-16]

Keempat: Mencintai dunia membuat manusia tidak sempat (terhalang dari) melakukan sesuatu
yang bermanfaat baginya di akhirat sebagai akibat dari kesibukannya dengan dunia dan segala
yang dicintainya.

Kelima: Cinta dunia menjadikan dunia sebagai cita-cita terbesar manusia.

Keenam: Pecinta dunia adalah orang yang paling banyak disiksa karena dunia, ia disiksa pada
tiga keadaan :
1. Ia tersiksa di dunia dengan usaha, kerja keras untuk mendapatkannya serta disiksa dengan
usahanya untuk merebut dunia dari sesama pecinta dunia
2. Ia tersiksa di alam barzakh (kubur) dengan terlepasnya segala yang ia cintai dari dirinya
3. Ia tersiksa pada hari Kiamat.

Ketujuh: Orang yang sangat mencintai dunia dan lebih mengutamakan dunia daripada akhirat
adalah orang yang paling bodoh dan idiot. Sebab, ia lebih mengutamakan khayalan daripada
kenyataan, lebih mengutamakan tidur daripada terjaga, lebih mengutamakan bayang-bayang
yang akan segera hilang daripada kenikmatan yang kekal, lebih mengutamakan rumah yang
segera binasa dan menukar kehidupan yang abadi dan nyaman dengan kehidupan yang tidak
lebih dari sekedar mimpi atau bayang-bayang yang segera hilang. Sesungguhnya orang yang
cerdas tidak akan tertipu dengan hal-hal semacam itu.[9]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,


ِ َ‫ َو َح ْس َرةٌ اَل تَ ْنـق‬، ‫ َوتَ َعبٌ دَاِئ ٌم‬، ‫ هَ ٌّم اَل ِز ٌم‬: ‫ث‬
‫ضـى‬ ٍ ‫ُمـ ِحبُّ ال ُّد ْنيَا اَل يَ ْنفَ ُّك ِم ْن ثَاَل‬

“Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal: (1) Kesedihan (kegelisahan) yang terus-menerus,
(2) Kecapekan (keletihan) yang berkelanjutan, dan (3) Kerugian yang tidak pernah berhenti.”[10]

Seorang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat dan dunia sebagai ladang menuju akhirat.
Seorang Muslim wajib ingat bahwa dia diciptakan untuk beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla.
Oleh karena itu, dia wajib meluangkan waktu untuk beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla , dan
hendaknya seorang Muslim setiap jam dan harinya penuh dengan ibadah kepada Allâh Azza wa
Jalla .

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla


berfirman :

َ‫ْك ُشغْاًل َولَـ ْم َأ ُس َّد فَ ْق َرك‬ ُ ‫ َوِإ ْن لَـ ْم تَ ْف َعلْ َمْأَل‬، ‫ك‬
‫ت يَ َدي َـ‬ َ ‫ك ِغـنًـى َوَأ ُس َّد فَ ْق َر‬ َ ‫ـي َأ ْمـْأَل‬
َ ‫ص ْد َر‬ ْ ِ‫يَا ا ْبنَ آ َد َم ! تَـفَـ َّر ْغ لِـ ِعـبَـا َدت‬

‘Wahai anak Adam! Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi
dadamu dengan kekayaan (kecukupan) dan Aku tutup kefakiranmu. Jika engkau tidak
melakukannya, maka Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan tutup
kefakiranmu.’”[11]

Seorang Muslim dan Muslimah tidak boleh tertipu oleh kehidupan dunia dan tidak boleh panjang
angan-angan. Hadits-hadits tentang celaan terhadap dunia dan kehinaannya di sisi Allâh
Subhanahu wa Ta’ala sangat banyak. Diriwayatkan dari Jâbir Radhiyallahu anhu bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati pasar saat banyak orang berada di pasar tersebut.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati seekor anak kambing jantan yang kedua
telinganya kecil dan telah mati pula. Sambil memegang telinga anak kambing tersebut, beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َ‫ َوهللاِ لَوْ َكان‬: ‫ َأتُ ِحبُّونَ َأنَّهُ لَ ُك ْم ؟ قَالُوا‬: ‫ َما نُ ِحبُّ أنَّهُ لَنَا بِ َش ْي ٍء َو َما نَصْ نَ ُع بِ ِه ؟ ثُ َّم قَا َل‬: ‫أن يَ ُكونَ هَ َذا لَهُ بِدرْ هَم ؟ فَقَالُوْ ا‬
ْ ُّ‫َأيُّ ُكم ي ُِحب‬
‫فوهللاِ لل ُّد ْنيَا أ ْه َونُ َعلَى هللاِ ِم ْن هَ َذا َعلَ ْي ُك ْم‬
َ : ‫ِّت ! فَقَا َل‬ ٌ ‫ إنَّهُ أ َس ُّك فَ َك ْيفَ َوهُ َو مي‬، ً ‫َحيّا ً َكانَ َعيْبا‬

“Siapa diantara kalian yang suka membeli ini seharga satu dirham ?” Orang-orang berkata,
“Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya ?” Beliau
bersabda, “Apakah kalian suka jika ini menjadi milik kalian ?” Orang-orang berkata, “Demi
Allâh, kalau anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi
ia telah mati?” Beliau bersabda, “Demi Allâh, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allâh daripada
bangkai anak kambing ini bagi kalian.”[12]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :


ٰ
‫ فَ ْـليَ ْنظُرْ بِ َم تَـرْ ِج ُع ؟‬، ‫ َما ال ُّد ْنيَا فِـي اآْل ِخ َر ِة ِإاَّل ِم ْث ُل َما يَـجْ َع ُل َأ َح ُد ُك ْم ِإصْ بَ َعهُ ٰه ِذ ِه – َوَأ َشا َر يَـحْ َي بِال َّسبَّابَ ِة – فِـي ْاليَ ِّم‬، ‫واللّـ ِه‬

Demi Allâh! Tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kalian
yang mencelupkan jarinya -Yahya (perawi hadits) berisyarat dengan jari telunjuknya- ke laut,
maka lihatlah apa yang dibawa jarinya itu ?[13]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan ini, bahwa dunia seperti air yang
menempel di jari yang dicelupkan ke dalam lautan, sedangkan akhirat adalah ibarat lautan yang
sangat luas. Dunia ini sedikit dan fana, sedangkan akhirat penuh dengan kenikmatan dan kekal
abadi.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :


ٰ
َ ْ‫ت ال ُّد ْنـيَـا تَـعْـ ِد ُل ِعـ ْنـ َد اللّـ ِه َجـنَـا َح بَـعُو‬
‫ َما َسقَى َكافِـرًا ِم ْنـهَـا شَرْ بَـةَ َمـا ٍء‬، ‫ض ٍة‬ ِ َ‫لَـوْ َكـان‬.

Seandainya dunia ini di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala senilai dengan (berat) sayap nyamuk,
maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan memberi minum sedikit pun darinya kepada orang
kafir.[14]

Dunia ini tidak ada harganya meskipun hanya seberat sayap nyamuk. Tapi anehnya manusia
sibuk dan tamak kepada dunia, mereka lupa kepada kehidupan akhirat yang penuh dengan
kenikmatan. Bahkan manusia lebih mengutamakan kehidupan dunia. Allâh Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :

‫﴾ َواآْل ِخ َرةُ خَ ْي ٌر َوَأ ْبقَ ٰى‬١٦﴿ ‫بَلْ تُْؤ ثِرُونَ ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا‬

“Bahkan kalian mengutamakan kehidupan dunia. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan
lebih kekal.” [Al-A’lâ/87:16-17]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫الَ يَزَا ُل قَ ْلبُ ْال َكبِي ِْر َشابًّا فِ ْي ْاثنَتَي ِْن ؛ فِ ْي حُبِّ ال ُّد ْنيَا َوطُوْ ِل اَأْل َم ِل‬.

Senantiasa hati orang yang sudah tua, tetap muda (tetap tamak) kepada dua hal; cinta dunia dan
panjang angan-angan.”[15]

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

‫يَه َْر ُم ابْنُ آ َد َم َوتَ ْبقَى ِم ْنهُ ْاثنَتَا ِن ؛ ْال ِحرْ صُ َواَأْل َم ُل‬.

‘Setiap anak Adam itu akan menjadi tua dan hanya tersisa darinya dua hal; ambisi dan angan-
angannya.”[16]

Begitu banyak manusia yang dilalaikan dengan dunia beserta mimpi-mimpinya. Indahnya dunia
telah menghalangi mereka dari jalan petunjuk dan ketakwaan. Sementara itu, setan terus
memperpanjang khayalan-khayalan mereka.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang akan muncul disebabkan banyaknya angan-
angan adalah malas untuk mengerjakan ketaatan, menunda-nunda taubat, berambisi terhadap
dunia, lupa akhirat, dan mengerasnya hati. Sebab, kelembutan dan kejernihan hati terbentuk
hanyalah dengan mengingat kematian, alam kubur, dosa dan pahala, serta dahsyatnya hari
Kiamat.”[17]

Sumber: https://almanhaj.or.id/4260-jadikanlah-akhirat-sebagai-niatmu.html

Anda mungkin juga menyukai