Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH LANDASAN ILMU DAN SENI PENDIDIKAN

Dianjurkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landsan Pendidikan
Dosen pengampu Drs. Ahmad Hamdan

Disusun oleh: Kelompok 8

1. Adien Maulana Insani (212191043)


2. Dhea Novitalia (212191007)
3. M khoerul Anwar (212191031)
4. Muhamad Rifki Maulana (212191027)
5. Syahrul Mulys gunawan (212191020)

JURUSAN PENDIDIKAN JASMANI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TAHUN 2021
ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,alhamdulillah puji syukur ke hadirat


Tuhan Yang Maha Esa. atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “ Landasan Ilmu dan Seni Pendidikan“ dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah landasan pendidikan. Selain
itu, makalah ini bertujuan untuk menambahkan wawasan mengenai seni Pendidikan

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ahmad Hamdan selaku dosen


pengampu mata kuliah Landasan Pendidikan, ucapan terimaksih juga disampaikan
kepada rekan rekan kelompok 8 yang telah berkerja sama untuk menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karna itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan ini.

Tasikmalaya, 27 September 2021

Tim Penulis Kelompok 8


iii

RINGKASAN

Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu alima yang berarti pengetahuan. Pemakaian
kata ilmu dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata science dalam bahasa
inggris. Science sendiri berasal dari bahasa Latin: Scio, Scire yang artinya juga
pengetahuan.

Ilmu adalah pengetahuan, namun ada berbagai macam pengetahuan yaitu, pengetahuan
biasa dan pengetahuan ilmu. Pengetahuan biasa adalah pengetahuan keseharian yang
kita dapatkan dari berbagai sumber bebas dan belum tentu benar atau berdasarkan
kenyataan. Sementara pengetahuan ilmu adalah pengetahuan yang pasti, eksak,
berdasarkan kenyataan dan terorganisir

Seni berasal dari kata sanskerta yaitu sani yang berarti pemujaan, persembahan, dan
pelayanan, menurut padmapusphita kata seni berasal dari belanda yaitu genie yang
artinya kemampuan luar biasa yang dibaa sejak lahir. Pendidikan dapat dipelajari
melalui ilmu pendidikan,namun pendidikan atau praktek pendidikan atau mendidik
juga adalah seni, karena praktek pendidikan melibatkan perasaan dan nilai yang diluar
daerha ilmu, praktek pendidikan itu sebagaimana orang melukis sesuatu, mengarang,
menulis, dan menata sesuatu. Seni

Perpaudan landasan ilmu dan seni pendidikan yang dua dua nya saling keterikatan Seni
dan ilmu -dua di antara cabang-cabang pengetahuan-mempunyai landasan ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.

Seni dan ilmu timbul karena kebutuhan manusia. Peradaban mendatang akan lebih
diwarnai oleh ilmu dan teknologi, sehingga manusia akan semakin merasakan
kebutuhan akan keindahan. Keindahan itu akan diperolehnya melalui seni
iv

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
RINGKASAN .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A.Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
B.Rumusan Masalah ................................................................................................. 5
C.Tujuan penulisaan makalah ................................................................................... 5
D.Manfaat makalah ................................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................................... 6
A.Definisi Landasan.................................................................................................. 6
B.Definisi Ilmu.......................................................................................................... 8
C.Definisi Seni ........................................................................................................ 11
D.Definisi Pendidikan ............................................................................................. 18
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 21
A.Landasan Sebagai Ilmu ....................................................................................... 21
B.Landasan Seni Pendidikan................................................................................... 22
C.Perpaduan Landasan Ilmu dan Seni Pendidikan ................................................. 23
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 24
A.Kesimpulan ......................................................................................................... 24
B. Saran ............................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Adanya aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah mengisyaratkan bahwa
manusia dalam fenomena (situasi) pendidikan adalah paduan antara manusia
sebagai fakta dan manusia sebagai nilai. Tiap manusia bernilai tertentu yang
bersifat luhur sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial
dan bobot moral. Itu sebabnya pendidikn dalam praktek adalah fakta empiris yang
syarat nilai berhubung interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik
dalam arti komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat
maniusiawi seperti siswa mendidik diri sendiri atas dasar hubungan pribadi dengan
pribadi (higher order interactions) antar individu.
Adapun manusia sebagai fakta empriris tentu meliputi berbagai variabel dan
hubungan variabel yang terbatas jumlahnya dalam telaah deskriptif ilmu-ilmu.
Sedangkan jumlah variabelnya amat banyak dan hubungan-hubungan antara
variabel amat kompleks sifatnya apabila pendidik memelihara kualitas interaksinya
dengan peserta didik secra orang perorang (personal).
Sepeti dikatakan tentang siswa belajar aktif oleh Phenix (1958:40), yaitu :“It
possible to conceive of teacher and student as one and same person and the self
taught person as one who direct his own development through an internal
interaction between the self as I and the self as me on the other hand, it is usual for
one teacher to teach many students simultaneously. In that even the quality oef the
interaction may become generalized and impersonal, or it may, by appropriate
means, retain its person” Artinya sift manusiawi dari pendidikan (manusia dalam
pendidikan) harus terpelihara demi kualitas proses dan hasil pendidikan.
Pemeliharaan itulah yang menuntut agar pendidik siap untuk bertindak sewaktu-
waktu secara kreatif (berkiat menciptakan situasi yang pas, apabila perlu. Misalnya
atas dasar diagnostik klinis) sekalipun tanpa prognosis yang lengkap namun
utamanya berdasarkan sikap afektif bersahabat terhadap terdidik. Kreativitas itu
2

didasarkan kecintaan pendidik terhadap tugas mendidik dan mengajar, itu sebabnya
gejala atau fenomena pendidikan tidak dapat direduksi sebagai gejala sosial atau
gejala komunikasi timbal balik belaka. Apabila ilmu-ilmu sosial atau behavioral
mampu menerapkan pendekatan dan metode ilmiah (Pearson, 1900) secara
termodifikasi dalam telaah manusia melalui gejala-gejala sosial, apakah ilmu
pendidikan harus bertindak serupa untuk mengatasi ketertinggalan- nya khususnya
ditanah air kita.
“Scientific method can contribute relationships between variaboles, taken two at a
time and even in the form of interactions, three or perhaps four or more at a time.
Beyond say four, the usefulness of what science can give the teacher begins to
weaken, because teacher cannot apply, at least not without help and not on the run,
the more complex interactions. At this point, the teacher as an artist must step in
and make clinical, or artistic, judgement about the best ways to teach.”

Pendidik memang harus bertindak pada latar mikro termasuk dalam kelas atau di
sekolah kecil, mempengaruhi peserta didik dan itu diapresiasi oleh telaah
pendidikan berskala mikro, yaitu oleh paedagogik (teoritis) dan andragogi (suatu
pedagogic praktis). Itu sebabnya ilmu pendidikan harus lebih inklusif daripada
pengajaran (yang makro) lebih utama daripada mengajar dan mendidik. Bahkan
kegiatan pengajaran disekolah memerlukan perencanaan dalam arti penyusunan
persiapan mengajar. Dalam pandangan ilmu pendidikan yang otonom, ruang
lingkup pengajaran tidak dengan sendirinya mencakup kegiatan mendidik dan
mengajar.
Atas dasar pokok-pokok pikiran tentang aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah
dari manusia dalam fenomena pendidikan maka pendidikan dalam praktek haruslah
secara lengkap mencakup bimbingan, mendidik, mengajar dan pengajaran. Dalam
fenomena yang normal peserta didik dapat didorong aga belajar aktif melalui
bimbingan dan mengajar. Tetapi adakalanya dalam situasi kritis siswa perlu meniru
cara guru yang aktif belajar sendiri. Itu sebabnya perundang-undangan pendidikan
3

kita sebenarnya perlu diluruskan, pada satu sisi agar upaya mendidik terjadi dalam
keluarga secara wajar, disisi lain agar pengajaran disekolah meliputi dimensi
mendidik dan mengajar. Lagi pula bahwa diferensisasi dan fungsi sekolah sebagai
lembaga pendidikan perlu ditentukan utamanya harus melakukan pengajaran dan
mengelola kurikulum formal sebagai aspek spesialisasinya agar beroperasi efisien.
Sedangkan konsep pendidikan yang juga mencakup program latihan (UU. No.
2/1989 Pasal 1 butir ke-1) adalah suatu konstruk yang amat luas dilihat dari
perspektif sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Maka konsep pendidikan yang memerlukan ilmu fdan seni ialah proses atau upaya
sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana pihak kesatu secara
terarah membimbing perkembangan kemampuan dan kepribadian pihak kedua
secara manusiawi yaitu orang perorang. Atau bisa diperluas menjadi makro sebagai
upaya sadar manusia dimana warga maysrakat yang lebih dewasa dan berbudaya
membantu pihak-pihak yangkurang mampu dan kurang dewasa agar bersama-sama
mencapai taraf kemampuan dan kedewasaan yang lebih baik (Phenix, 1958:13),
Buller, 1968:10). Dalam arti ini juga sekolah laboratorium akan memerlukan
jalinan praktek ilmu dan praktek seni. Sebaliknya butir 1 pasal 1, UU No. 2 /1989
kiranya kurang tepat sehingga tentu sulit menuntut siswa ber CBSA padahal guru
belum tentu aktif belajar, mengingat definisi pendidikan yang makro, yaitu :
“Pendidikan ialah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan dating”.
Kiranya konsep pendidikan yang demikian yang demikian kurang mampu memberi
isi kepada tujuan dan semangat Bab XIII UUD 1945 yang merujuk bidang
pendidikan sebagai amanah untuk mewujudkan keterkaitan erat antara
systempengajaran nasional dengan kebudayaan kebangsaan. Karena itu dalam
lingkup pendidikan menurut skala mikro dan abstark yang lebih makro, pendidik
harus juga peduli dengan aspek etis (moral) dan estetis dari pengalamannya
berinteraksi dengan peserta didik selain aspek pengetahuan, kebenaran dan perilaku
yang disisyaratkan oleh konsep pendidikan menurut undang-undang tadi. Hal ini
4

sesuai dengan pandangan Ki Hajar Dewantara (1950) sebagai berikut :


“Taman Siswa mengembangkan suatu cara pendidikan yang tersebut didalam
Among dan bersemboyan ‘Tut Wuri Handayani’ (mengikuti sambil
mempengaruhi). Arti Tut Wuri aialah mengikuti, namun maknanya ialah mengikuti
perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih dan
tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa, dan makna Handayani
ialah mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, memberi
teladan gar sang anak mengembngkan pribadi masing-masing melalui disiplin
pribadi”.
Demikian bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan pada skala mikro tidak terlepas dari
pendidikan dalam arti makro, bahkan disipilin pribadi adalah tujuan dan cara dalam
mencapai disiplin yang lebih luas. Ini berarti bahwa landasan pendidikan terdapat
dalam pendidikan itu sendiri, yaitu factor manusianya. Dengan demikian landasan-
landasan pendidikan tidak mesti dicari diluar fenomena (gejala) pendidikan
termasuk ilmu-ilmu lain dan atau filsafat tertentu dari budaya barat. Oleh karena
itu data ilmu pendidikan tidak tergantung dari studi ilmu psikologi., fisiologi,
sosiologi, antropologi ataupun filsafat. Lagi pula konsep pengajaran (yang makro)
berdasarkan kurikulum formal tidak dengan sendirinya bersifat inklusif dan atau
sama dengan mengajar. Bahkan dalam banyak hal pengajaran itu tergantung
hasilnya dari kualitas guru mengajar dalam kelas masing-masing. Sudah barang
tentu asas Tut Wuri Handayani tidak akan menjadikan pengajaran identik dengan
sekedar upaya sadar menyampaikan bahan ajar dikelas kepada rombongan siswa
mengingat guru harus berhamba kepada kepentingan siswanya
5

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Landasan Sebagai Ilmu
2. Apa itu Landasan Seni Pendidikan
3. Bagaimana perpaduan antara Landasan sebagai Ilmu dan Seni Pendidikan

C. Tujuan penulisaan makalah


Sesuai dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui Pengertian Landasan Sebagai Ilmu


2. Untuk mengetahui Landasan Sebagai Seni Pendidikan
3. Untuk mengetahui Perpaduan Antara Landasan Sebagai Ilmu dan Seni
Pendidikan

D. Manfaat makalah
Manfaat pembuatan makalah ini yaitu sebagai referensi bagi pembaca ataupun
pihak yang bernaung dibawah dunia pendidikan untuk menerapkan landasan ilmu
dan seni pendidikan. Juga sebagai sumber masukan bagi penulis lain untuk
menggali dan melakukan analisa tentang landasan ilmu dan seni pendidikan.
6

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi Landasan
Landasan secara singkat dapat dikatakan sebagai tempat bertumpu atau dasar dalam
melakukan analisis kritis terhadap kaidah-kaidah dan kenyataan tentang kebijakan dan
praktik pendidikan. Kajian analisis kritis terhadap kaidah dan kenyataan tersebut dapat
dijadikan titik tumpu atau dasar dalam upaya penemuan kebijakan dan Pratik
pendidikan yang tepat guna dan bernilai guna. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
landasan pendidikan merupakan dasar bagi upaya pengembangan kependidikan dalam
segala aspeknya. Terdapat beberapa landasan yang dapat dijadikan sebagai titik tumpu
dalam melakukan analisis kritis terhadap kaidah-kaidah dan kenyataan dalam rangka
membuat kebijakan dan Pratik pendidikan, sebagaimana akan dibahas berikut ini.
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok dalam
pendidikan, seperti apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan diperlukan, dan
apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan. Sehubungan dengan itu,
landasan filosofis merupakan landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat.
Sesuai dengan sefatnya, maka landasan filsafat menelaah sesuatu secara
radikal, menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi
mengenai kehidupan dan dunia.
2. Landasan Sosiologis
Pendidikan merupakan peristiwa sosial yang berlangsung dalam latar interaksi
sosial. Dikatakan demikian, karena pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
upaya dan proses saling mempengaruhi antara individu yang terlibat di
dalamnya. Dalam posisi yang demikian, apa yang dinamakan pendidik dan
peserta didik, menunjuk kepada dua istilah yang dilihat dari kedudukannya
dalam interaksi sosial. Artinya, siapa yang bertanggungjawab atas perilaku dan
siapa yang memilki peranan penting dalam proses mengubahnya. Karena itu,
proses pendidikan untuk menunjukkan siapa yang menjadi pendidik dan siapa
yang menjadi peserta didik secara permanen, karena keduanya dapat saling
berubah fungsi dan kedudukan.
3. Landasan Hukum
Pendidikan merupakan peristiwa multidimensi, bersangkut paut dengan
berbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Kebijakan,
penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan dalam masyarakat perlu
disalurkan oleh titik tumpu hukum yang jelas dan sah. Dengan berlandaskan
7

hukum, kebijakan, penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan dapat


terhindar dari berbagai benturan kebutuhan. Setidaknya dengan landasan hukun
segala hak dan kewajiban pendidik dapat terpelihara.

4. Landasan Kultural
Peristiwa pendidikan adalah bagian dari peristiwa budaya. Hal tersebut
dikarenakan pendidikan dan kebudayaan mempunyai hubuangan timbal balik.
Kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan
mewariskannya dari satu generasi ke genarasi berikutnya melalui pendidikan,
baik pendidikan informal, nonformal, maupun formal.
5. Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia. Oleh sebab itu, landasan
psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang
pendidikan. Landasan psikologis pendidikan terutama tertuju kepada
pemahaman manusia, khususnya berkenaan dengan proses belajar manusia.
Pemahaman terhadap peserta didik, terutama sekali yang berhubungan dengan
aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pendidikan.
Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan
penerapannya, pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi, urutan, dan ciri-ciri
partumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara yang paling tepat
untuk pengembangan kepribadian.
6. Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pendidikan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni mempunyai kaitan
yang sangat erat. Hal tersebut karena bagian utama dalam pendidikan, terutama
dalam bentuk pembelajaran. Oleh karena itu, pendidikan berperan sangat
penting dalam pewarisan dan pengetahuan, teknologi, dan seni. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa landasan ilmiah dan teknologi dijadikan
sebagai landasan dalam menentukan kebijakan dan praktik pendidikan.
7. Landasan Ekonomi
Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan ekonomi. Sebab kebutuhan
dasar manusia membutuhkan ekonomi. Dunia sekarang ini tidak hanya
ditimbulkan oleh dunia politik, melainkan juga masalah dari ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi menjadi tinggi, dan penghasilan negara bertambah
walaupun utang luar negeri cukup besar dan penghasilan rakyat kecil masih
minim. Perkembangan ekonomi pun menjadi pengaruh dalam bidang
pendidikan.
8. Landasan Sejarah
Landasan sejarah memberikan peranan yang penting karena dari suatu landasan
sejarah itu bisa membuat arah pemikiran kepada masa kini. Bidang pendidikan
8

terlebih dahulu memeriksa sejarah tentang pendidikan baik yang bersifat


nasional maupun internasional. Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang
ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana
keadaan bidang tersebut pada masa lampau. Demikian juga halnya dengan
bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk
memajukan pendidikan suatu bangsa.
9. Landasan Religius
Landasan religius merupakan landasan yang paling mendasari dari
landasanlandasan pendidikan, sebab landasan agama adalah landasan yang
diciptakan oleh Allah swt. Bahkan setiap pendidikan nasional mengharuskan
setiap peserta didik mengikuti pendidikan agama. Karena sistem pendidikan
agama diharapkan sebagai penyeru pikiran-pikiran produktif dan berkolaborasi
dengan kebutuhan zaman yang semakin modern. Pendidikan agama adalah hak
setiap peserta didik dan bukan negara atau organisasi keagamaan

B. Definisi Ilmu
Van Peursen mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat,
sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut (Peursen,
1985). Dahulu seorang filsuf memiliki pengetahuan yang luas sehingga beberapa ilmu
dipahaminya karena pada waktu itu jumlah atau volume pengetahuan belum sebanyak
zaman kini. Sebagai contoh, Plato adalah filsuf yang mampu di bidang politik
kenegaraan, kosmologi, filsafat manusia, filsafat keindahan, dan juga seorang
pendidik. Aristoteles adalah filsuf yang ahli di dalam masalah epistemologi, etika, dan
ketuhanan. Plotinos bahkan ahli disemua cabang filsafat kecuali filsafat politik. Sejalan
dengan perubahan dan perkembangan zaman ilmu mulai terpisah dari induknya yaitu
filsafat. Ilmu mulai berkembang dan mengalami deferensiasi/pemisahan hingga
spesifikasinya semakin terperinci bahkan satu cabang ilmu pada 23 tahun yang lalu
diperkirakan berkembang menjadi lebih dari 650 ranting disiplin ilmu. (Suriasumantri,
1986). Bahkan ada semacam joke yang beredar di kalangan kedokteran “nanti akan ada
dokter spesialis bedah tulang jari kelingking sebelah kiri”. Hal senada juga
dikemukakan Jujun dalam suatu model dialog berikut ini. “Saya adalah Dokter Polan,
ahli burung betet betina,” demikian dalam abad spesialisasi ini seorang
memperkenalkan diri. Jadi tidak lagi ahli zoologi, atau ahli burung, bukan juga ahli
betet, melainkan khas betet betina. “Ceritakan, Dok, bagaimana membedakan burung
betet betina dengan burung betet jantan!” “Burung betet jantan makan cacing betina
sedangkan burung betet betina makan cacing jantan...” “Bagaimana membedakan
cacing jantan dengan cacing betina?” “Wah, itu di luar profesi dan keahlian saya.
Saudara harus bertanya kepada seorang ahli cacing.” (Suriasumantri, 1986). Apakah
9

ini suatu wacana atau joke, sebenarnya dapat dianggap sebagai suatu tanda bahwa kelak
dikemudian hari perkembangan ilmu akan semakin luas bentangannya dan para peneliti
akan semakin leluasa memilih bidang kajiannya. Kalau diamati sampai pada era
mileneum ketiga ini tidak terhitung spesialisasi ilmu yang bermunculan di perguruan
tinggi yang dikaji oleh para peneliti, khususnya yang menempuh studi magister,
doktoral, dan spesialis. Kini terbukti bahwa Filsafat Yunani Kuno yang tadinya
merupakan satu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah. Ilmu-ilmu cabang dengan
metodologinya masing-masing mengembangkan spesialisasinya sendiri-sendiri secara
intens. Lepasnya ilmu cabang dari “batang filsafatnya” diawali oleh ilmu-ilmu alam
atau fisika (Wibisono, 1997). Hal ini terjadi pada abad ke-17, maka mulailah terjadi
perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah
dikemukakan bahwa sebelum abad ke-17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik
dengan filsafat. Untuk memahami ilmu, ada banyak definisi yang menuntun dan
mengarahkan kepada pengertian yang jelas. Secara etimologis “ilmu” merupakan kata
serapan yang berasal dari bahasa Arab „alima yang berarti tahu atau mengetahui
(Gazalba, 1992), sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi
haqiqotih (mengetahui sesuatu secara hakiki). (Suharsaputra, 2004). Dalam bahasa
Inggeris Ilmu dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan
knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science berasal dari bahasa Latin dari kata
Scio, Scire yang berarti (mengetahui) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga
diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna
yang sama. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah episteme. Untuk
lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa
pengertian :
• Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejalagejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu. (Depdikbud,1989)
• Aristoteles memandang ilmu sebagai pengetahuan demonstratif tentang
sebabsebab hal. (Bagus, 1996).
• Ilmu merupakan alat untuk mewujudkan tujuan politis secara efektif dan
alamiah. (Suriasumantri, 1986).
• Dalam beberapa kamus berbahasa Inggris antara lain mendeskripsikan bahwa
Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation
and testing of fact (An English Reader s Dictionary); Science is a systematized
knowledge obtained by study, observation, experiment” (Webster s Super New
School and Office Dictionary). (Suharsaputra, 2004).
Uhar mengutip pendapat dari tiga orang ilmuwan berikut ini. Science is the complete
and consistent description of facts and experience in the simplest possible term” (Karl
10

Pearson); Science is a sistematized knowledge derives from observation, study, and


experimentation carried on in order to determinethe nature or principles of what being
studied” (Ashley Montagu); Science is the system of man’s knowledge on nature,
society and thought. It reflect the world in concepts, categories and laws, the
correctness and truth of which are verified by practical experience (V.Avanasyev).
(Suharsaputra, 2004). Selanjutnya dalam kutipannya juga dikemukakan pendapat The
Liang Gie yang menyatakan pengertian ilmu dilihat dari ruang lingkupnya adalah
sebagai berikut :
• Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebutkan segenap
pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Jadi ilmu
mengacu pada ilmu seumumnya
• Ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang
mempelajari pokok soal tertentu, ilmu berarti cabang ilmu khusus.
Sedangkan jika dilihat dari segi maknanya The Liang Gie mengemukakan tiga sudut
pandang berkaitan dengan pemaknaan ilmu/ilmu pengetahuan yaitu :
• Ilmu sebagai pengetahuan, artinya ilmu adalah sesuatu kumpulan yang
sistematis, atau sebagai kelompok pengetahuan teratur mengenai pokok soal
atau subject matter. Dengan kata lain bahwa pengetahuan menunjuk pada
sesuatu yang merupakan isi substantif yang terkandung dalam ilmu.
• Ilmu sebagai aktivitas, artinya suatu aktivitas mempelajari sesuatu secara aktif,
menggali, mencari, mengejar atau menyelidiki sampai pengetahuan itu
diperoleh. Jadi ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan
(study), penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to find), atau
pencarian (search).
• Ilmu sebagi metode, artinya ilmu pada dasarnya adalah suatu metode untuk
menangani masalah-masalah, atau suatu kegiatan penelaahan atau proses
penelitian yang mana ilmu itu mengandung prosedur, yakni serangkaian cara
dan langkah tertentu yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan langkah
ini dalam dunia keilmuan dikenal sebagai metode. (Suharsaputra, 2004).
Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan,
tapi bukan sembarang pengetahuan melainkan pengetahuan dengan ciri-ciri khusus
yaitu yang tersusun secara sistematis, dan untuk mencapai hal itu diperlukan upaya
mencari penjelasan atau keterangan.
Lebih jauh dengan memperhatikan pengertian-pengertian Ilmu sebagaimana
diungkapkan di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan
pengertian ilmu yaitu
11

• Ilmu adalah sejenis pengetahuan


• Tersusun atau disusun secara sistematis
• Sistimatisasi dilakukan dengan menggunakan metode tertentu
• Pemerolehannya dilakukan dengan cara studi, observasi, eksperimen
Dengan demikian sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu
pengetahuan ilmiah bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode
berfikir yang jelas, karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini merupakan
akumulasi dari pengalaman/pengetahuan manusia yang terus dipikirkan,
disistimatisasikan, serta diorganisir sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin yang
mempunyai kekhasan dalam objeknya.
C. Definisi Seni
Perasaan dan intuisi merupakan alat bagi seni dalam menemukan kebenaran yang
paling mendasar, universal dan abadi. Dasarnya adalah pengalaman inderawi manusia
yang bersifat subjektif, kebenaran pengalaman perasaan intuitif manusia ini hanya
dapat dihayati dan dirasakan, dalam penghayatan itulah manusia menyentuh suatu
kebenaran yang tak kuasa dijelaskan. Kualitas perasaan tersebut harus dialami sendiri
oleh manusianya sehingga ia mampu menemukan kebenarannya. Oleh sebab itu Jakob
Sumardjo menganggap bahwa seni erat kaitannya dengan agama dalam hal kebenaran,
sebab kehadiran sesuatu yang transendental (bukan dari dunia ini yang dipercayai)
dalam suatu kepercayaan dapat ditemukan dalam seni. Seni tari, seni music, seni teater,
seni sastra, dan seni rupa erat kaitannya dengan manusia purba yang sering melakukan
upacara-upacara kepercayaan yang menghadirkan dunia gaib melalui peristiwa
kesenian. Hal tersebut terjadi karena seni bertujuan menciptakan suatu realitas baru
dari kenyataan pengalaman nyata. Bentuk seni itu sendiri adalah realitas yang dihayati
secara inderawi. Dengan demikian, kebenaran seni bersinggungan dengan kebenaran
empiris dan kebenaran ide. Dasarnya adalah pengalaman empiris manusia, tetapi yang
ditemukannya adalah realitas baru yang non-empiris.
1. Seni sebagai ekspresi
Sering kita mendengar istilah seni sebagai media ekspresi, apa yang dimaksud dengan
ekspresi ? serta bagaimana seorang seniman mengekspresikan perasaannya dalam
karya seni?. Ekspresi adalah sesuatu yang dikeluarkan, seperti cairan gula yang
dikeluarkan oleh tebu yang diperas, tindakan mengamuk yang dilakukan sesoorang
yang ditekan perasaan marah, atau sikap memeluk dan membelai yang dikeluarkan
oleh dua insan yang dilanda gejolak cinta.
Dalam seni, perasaan harus dikuasai terlebih dahulu sebelum diekspresikan dalam
wujud karya. Perasaan harus dijadikan objek, diatur, dikelola, dan diendapkan sebelum
diwujudkan atau diekspresikan dalam bentuk karya seni.
12

Darimana sumber perasaan yang diekspresikan muncul? Perasaan merupakan respon


individu terhadap sesuatu diluar dirinya, yakni lingkungan sekitarnya, persaan juga
bersumber dari gagasan dan ide individu seorang seniman. Untuk mengekspresikan
perasaan tersebut diperlukan keterampilan seniman dalam mengolah media untuk
mewujudkan ekspresi tersebut secara lebih sempurna, semakin tinggi keterampilan
seniman maka semakin sempurna pula kualitas perasaan yang diekspresikan tersebut,
dan semakin tinggi kualitas ekspresi perasaan akan menjadikan bobot karya seni yang
dihasilkan juga semakin tinggi. Karya seni lahir karena ada seniman yang
menghadirkan karya tersebut. Menurut Jacob Sumardjo (2000:79), Karya seni adalah
kerja yang serius, sama seriusnya dengan ilmuwan mencari kenyataan baru dari gejala
alam. Perlu ada kerja keras, pengamatan data, butuh ketajaman intuisi dalam melihat
kebenaran dibalik permukaan, perlu penguasaan tekni seni yang tinggi dan cerdas, agar
dapat menghasilkan karya seni yang yang berkualitas, baik mimesis maupun imajinatif
idealis. Cara memandang dunia boleh berbeda, cara mencari kebenaran boleh berbeda,
tetapi tetap dituntut adanya karya yang memberikan sumbangan terhadap peningkatan
kualitas hidup manusia.
2. Seni sebagai benda
Dalam seni rupa, penggolongan seni secara umum dibagi dua, seni murni (pure art/fine
art) dan seni pakai (apllied Art). Pure Art atau seni murni adalah seni yang diciptakan
semata-mata untuk dinikmati estetika dan keindahannya, misalnya lukisan, patung,
seni grafis, seni pahat, seni music, seni balet dan beragam seni lainnya yang dibuat
tanpa adanya unsure fungsional yang langsung berhubungan dengan fisik manusia.
Jenis seni seperti ini pada saman yunani romawi digolongkan sebagai seni halus atau
istilah Sanento Yuliman sebagai seni rupa atas. Menurut Jakob Sumardjo seni semacam
ini digolongkan sebagai seni besar (major art) sebab dianggap sebagai seni bagi kaum
yang merdeka. Para pencipta dari jenis seni inilah yang diklaim sebagai seniman.
Sedangkan applied art atau seni pakai adalah seni yang diciptakan dengan tujuan agar
memiliki fungsi secara langsung bagi kehidupan manusia, disamping itu juga memiliki
estetika sebagai penunjang. Sebagian karya Applied art kemudian berkembang dengan
istilah desain, dimana tuntutan kebutuhan masyarakat atas jenis seni ini yang semakin
tinggi sehingga aspek komersialisasinya dapat memberi jaminan kesejahteraan yang
lebih baik bagi para kreatornya atau desainernya. Karya-karya seni applied art seperti
mebel, tapestry, batik, busana, kerajinan souvenir, keramik, kriya, desain interior,
desain produk, desain grafis, dan aneka desain lainnya. Para creator atau pencipta seni
ini lebih sering disebut sebagai tukang, pengrajin, atau desainer.
13

3. Seni sebagai nilai


Secara subjektif seni yang bernilai sangat relatif, tergantung kecenderungan selera
masing-masing penikmat. Sesoorang dari kampung atau desa yang setiap hari
mendengar music dangdut tentunya menganggap music dangdut lebih bernilai
dibanding music jazz atau music rock, atau menilai lukisan pemandangan yang cantik
dengan gunung, matahari, laut, dan pohon kelapa di dalamnya jauh lebih bernilai
dibanding lukisan ekspresionisnya Affandi, atau lukisan surealisnya Salvador Dali.
Demikian pula sebaliknya, ketika orang kota dari kalangan ekonomi atas tentunya
memiliki selera berbeda dalam memandang sebuah karya seni yang bernilai tinggi dan
karya seni bernilai rendah.Nilai adalah esensi, pokok yang mendasar, yang akhirnya
dapat menjadi dasar-dasar normatife. Ini diperoleh lewat pemikiran murni secara
spekulatif atau lewat pendidikan nilai. Nilai sebagai esensi, dalam seni dapat masuk ke
dalam aspek intrinsik seni, yaitu struktur bentuk seni. Tetapi juga dapat masuk dalam
aspek ekstrinsiknya berupa nilai dasar agama, moral, social, psikologi, dan
politik.Menurut Jacob sumardjo (2000:142) Seni adalah masalah nilai. Dan nilai adalah
masalah mendasar yang bias ditemukan dalam bidang etika (kebaikan), kebenaran
(logika), dan estetika (keindahan), disamping keadilan, kebahagiaan, kegembiraan.
Semua hal itu menyangkut subyejtifitas dan objektifitas sekaligus, menyangkut hal-hal
khusus dan universal, budaya kontekstual dan esensi universal. Nilai-nilai dasar dalam
seni menurut Jacob Sumardjo (2000:140)
Nilai penampilan (appearance), atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini
terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur Nilai isi (content), terdiri atas nilai
pengetahuan, nilai rasa, intuisi atau bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan
atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri atas nilai moral, nilai social, nilai religi, dll.
Nilai pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya bakat pribadi
sesoorang, nilai keterampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Semua dasar-dasar
nilai tersebut menyatu padu dalam wujud seni dan tak terpisahkan, hanya dapat
dibedakan bagi kepentingan analisis seni oleh para kritikus.
4. Seni sebagai pengalaman
Secara sederhana, pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, atau peristiwa yang
telah dilalui dalam kurung waktu tertentu, dalam hal ini suatu pengalaman memiliki
awal dan akhir namun dapat menciptakan suatu kesatuan yang utuh.Pengalaman sangat
besar peranannya dalam membentuk karakter dan paradigm sesoorang dalam bersikap,
bertindak maupun dalam mengapresiasi karya seni. Dalam hal ini ada pepatah bijak
mengatakan pengalaman adalah guru yang terbaik (experience is the best teacher).
Sebuah perusahaan periklanan lebih menyukai desainer grafis yang berpengalaman
dibanding desainer pemula, dan sebagian besar lowongan kerja untuk perusahaan
swasta selalu mencantumkan kata-kata “diutamakan bagi yang berpengalaman dalam
14

bidangnya”. Dalam memandang karya seni yang sama bias menimbulkan beragam
perbedaan disebabkan pengalaman yang dimiliki para penanggap seni tersebut juga
berbeda. Dalam hal seni, asumsinya adalah semakin banyak pengalaman seni
sesoorang maka kualitas apresiasi terhadap karya senipun akan semakin tinggi, dan
semakin kurang pengalaman seninya maka kualitas apresiasinyapun cenderung lebih
rendah. Yang jelas seluruh manusia dapat dipastikan memiliki pengalaman seninya
masing-masing. Dalam ilmu seni, pengalaman dengan benda seni dinamai pengalaman
seni atau pengalaman estetik atau respon estetik. Istilah ini biasanya dibicarakan dalam
hubungannya dengan penikmat seni. Pengalaman seni adalah pengalaman yang dialami
oleh penikmat seni atau penanggap seni. Seperti dalam pengalaman sehari-hari, maka
pengalaman seni juga merupakan suatu pengalaman utuh yang melibatkan perasaan,
pikiran, penginderaan, dan berbagai intuisi manusia.Terjadinya pengalaman seni
terhadap sebuah benda seni sangat bergantung pada penanggap seni tersebut.
Pengalaman seni, atau seni itu sendiri, sebenarnya ada dalam diri sipenanggap, bukan
pada benda seni tersebut. Seni terdapat dalam relung-relun jiwa setiap orang, jiwa seni
setiap orang terbangkitkan oleh rancangan benda seni. Oleh sebab itu seorang ahli
estetetika Beneditto Croce mengatakan bahwa benda seni itu tak ada, yang ada adalah
pengalaman seni yang terdapat dalam jiwa para penanggap seni. Dengan demikian,
pengalaman seni baru terjadi kalau penanggap aktif membangun atau menciptakan
sendiri pengalamannya terhadap benda seni.
5. Publik Seni
Publik seni adalah salah satu bagian yang tak terpisahkan dengan pokok-pokok seni,
dalam hal ini public seni memiliki peran penting dalam menentukan arah
perkembangan seni dari suatu bangsa. Semakin tinggi apresiasi seluruh public seni
dalam bangsa tersebut maka perkembangan seninyapun bisa mencapai taraf yang
tinggi, namun sebaliknya, bila public seni tidak memiliki apresiasi yang baik terhadap
karya seni bangsanya akan menjadikan karya seni sebuah bangsa semakin terasing dan
terpinggirkan.Kenyataan yang tak bisa dipungikiri adalah disebagian Negara-negara
berkembang seperti Indonesia public seninya masih memiliki apresiasi yang dangkal
terhadap seni sehingga seni bukannya berkembang dengan baik, melainkan stagnan,
bahkan jenis-jenis seni tradisional tertentu perlahan-lahan punah, sementara sebagian
yang lainnya semakin terpinggirkan.Menurut Jakob Sumardjo (2000:198) mengatakan
bahwa perhatian kaum terpelajar Indonesia terhadap kesenian bangsanya masih amat
tipis. Kesenian belum menjadi bagian dari kecendekiawanannya. Kesenian masih
diletakkan fungsinya sebagai rekreasi semata, sesuatu untuk bersenang-senang sesaat.
Kesenian dipandang tak lain hanya hiburan. Barang konsumsi yang kedudukannya
sama dengan keahlian sulap David Cofferfield.Kesenian tidak dianggap sebagai
produk pemikiran manusia Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan hidupnya.
15

Bahwa kesenian yang baik bagi kaum terpelajar nilainya sama dengan karya
keilmuwan dan filsafat. Tidaklah heran apabila penggemar filsafat di Indonesia
merupakan salah satu apresiator kesenian, baik karya seni asing yang mondial maupun
yang nasional. Tapi, amat sedikit minat kaum ilmuwan, professional, dan birokrat
terhadap kesenian.
6. Komunikasi Seni
Jacob Sumardjo (2000:214) mengatakan bahwa karya seni diciptakan untuk orang lain,
sehingga karya tersebut baru benar-benar menjadi karya seni kalau ada penanggap yang
mampu memperoleh pengalaman seni dari karya tersebut. Dengan demikian, factor
keterkaitan antara objek seni dan subjek penanggap amat menentukan munculnya nilai
seni.Dari pendapat Sumardjo tersebut menggambarkan bahwa seniman dalam berkarya
seni selalu didasari oleh nilai-nilai tertentu yang bukan hanya sekedar ingin
diekspresikan semata, melainkan lebih dari itu adalah untuk dikomunikasikan pada
orang lain. Dalam hal ini fungsi seni selain sebagai media ekspresi juga merupakan
media komunikasi antara seniman dengan masyarakat atau public seni.Ketika seorang
penanggap menyaksikan karya seni, terjadi proses pembentukan pengalaman seni.
Pengalaman seni tersebut berlangsung dalam waktu. Selama waktu tertentu tersebutlah
terjadi peleburan diri penanggap seni ke dalam karya seni. Peleburan ini melibatkan
berbagai indra yang dimiliki dan diikuti oleh aspek kejiwaan sesoorang. Perasaan,
pikiran, intuisi, dan alam bawah sadarnya tergerak dalam menanggapi karya seni yang
disaksikan. Dalam mengapresiasi karya seni tersebut, public seni sering mengalami
perasaan yang sama terhadap suatu karya tertentu, namun kadang-kadang para
penanggap seni tersebut juga berbeda persepsi dan perasaan ketika menyaksikan
sebuah karya seni, hal ini disebabkan konteks latar belakang budaya masing-masing
penanggap yang berbeda pula.
7. Seni dalam konteks moral
Jacob Sumardjo (2000:246) menggolongkan persoalan seni dalam hubungannya
dengan karya seni dalam tiga persoalan, yakni :
1. Apakah moralitas seniman ada hubungannya dengan karya seninya
2. Apakah karya seni itu sendiri harus mengandung moral
3. Apakah karya seni dapat dijadikan penuntun moral bagi masyarakatnya.
Pertanyaan pertama adalah, apakah karya seni yang mengandung nilai moral tinggi
juga harus dibuat oleh seniman bermoral tinggi?. Dalam berbagai kenyataan banyak
karya-karya seni yang mengandung nilai moral tinggi, namun dibuat oleh seorang
seniman yang moralnya berada dibawah standar moral rata-rata masyarakat. Dalam hal
ini seniman tidak dapat dituntut untuk memiliki moral yang sepadan dengan karyanya,
16

sebab kadang-kadang seniman dengan latar belakang hidup yang rapuh, tidak karuan,
dapat menghasilkan sebuah karya seni yang bernilai moral tinggi. Seniman bukanlah
nabi. Malaikat, ataupun guru moral, tapi seniman dapat mengungkapkan nilai-nilai
moral dalam berbagai karyanya, walaupun kadang-kadang nilai-nilai moral yang
disampaikannya itupun bertentangan dengan perilaku dan gaya hidupnya.Seniman
hanya dapat dituntunt segi moralnya dalam konteks kejujurannya dalam berkarya, dia
jujur pada dirinya dalam berkarya, otentik, asli, tidak menjiplak, tidak mengakui karya
orang lain sebagai karyanya, dan tidak mencuri ide orang lain, maka seniman seperti
inilah yang dianggap sebagai seniman yang bermoral. Jadi kita kita tidak bisa menuntut
seniman harus bersih dari dosa-dosa seperti seks, narkoba, minuman keras, dan dosa-
dosa lainnya, sebab banyak seniman kelas dunia yang memiliki karya dipuja, namun
kehidupan seksnya dan keluarganya kurang beres. Ada pepatah mengatakan bahwa
‘mutiara itu tetap mutiara meskipun keluar dari mulut seekor anjing.
8. Seni dan Ilmu pengetahuan
• Penghayatan dalam struktur pengalaman estetis Pemahaman rasional-empiris
terhadap suatu objek ilmu
• Penciptaan Penemuan
• Menghasilkan sesuatu yang belum ada menjadi ada Selalu berdasarkan pada
apa yang sudah ada
• Pendekatan seni mengarah pada lubuk batin manusia, disudut-sudutnya yang
tersembunyi dan rahasia Pendekatan menggunakan perangkat intelegensia,
analisis, dan pengamatan terhadap dunia material
• Menghadirkan kualitas pengalaman yang unik dan spesifik, seperti kesepian,
penderitaan, kemuliaan, dll. Segala sesuatu diukur secara kuantitatif, terukur
dalam parameter tertentu
• Seni adalah perenungan, kontemplasi bathin setelah melihat realita di luar
dirinya, Observasi, pengamatan, yang berjarak antara subjek manusia dengan
objeknya
• Transenden Imanen
• Rohaniah, spiritual Material dan duniawi
Objek seni adalah adalah karakter sebuah kualitas yang selalu bersifat individual, unik,
bebas, spontan dan ajaib, penuh peona kejutan, sesuatu yang segar dan baru, seolah-
olah bari dari ketiadaan Objek ilmu adalah kenyataan alam dan non-alam, sehingga
muncul keseragaman, homogenitas, identitas, dan kausalitas
Seni bukanlah ilmu, tetapi, karya seni dapat menjadi objek ilmu pengetahuan. Semua
hal di dunia ini dapat ditelaah secara ilmiah. Ilmu dapat meletakkan karya seni sebagai
objek pengamatannya. Karya seni dalam ilmu bukan untuk dihayati, melainkan untuk
17

dipahami secara rasional. Pemahaman terhadap karya seni tersebut akan membantu
dalam menghayati karya seni tersebut. Jadi, ilmu-ilmu seni adalah alat bantu manusia
untuk dapat lebih mendalami penghayatan karya seni. Ilmu-ilmu seni akan membantu
menunjukkan kandungan nilai dalam sebuah karya seni. Nilai yang ditunjukkan oleh
ilmu tersebut dapat mengarahkan si penghayat seni dalam membangun relasi dan
empati terhadap karya seni
Seni bukan ilmu. Seorang seniman tidak bisa memperlakukan kreatifitasnya
sebagaimana seorang ilmuwan memperlakukan ilmu. Dia harus bersikap sebagai
seorang seniman, sang pencipta yang memberi pencerahan dan pengayaan atas benda.
Ilmu-ilmu seni berkewajiban membantu orang dalam mencapai penghayatan tersebut.
Ini bukan berarti penanggap seni harus belajar ilmu seni. Ilmu seni hanya merupakan
upaya penjelasan agar lebih mudah memahami. Tanpa ilmu senipun, seorang
penanggap akan mampu menghayati karya seni secara mendalam, terutama
berdasarkan pengalamannya dalam menghayati berbagai karya seni. Padanya akan
tumbuh suatu naluri yang peka terhadap penghayatan karya seni. Hanya saja kalau
diminta penjelasan mengapa sebuah karya seni itu istimewa nilainya, dia tidak mampu
menjelaskan secara ilmiah.Ilmu seni tidak mungkin menggantikan kedudukan karya
seni, bagaimanapun canggihnya analisis seorang kritikus seni, tak mungkin
menimbulkan penghayatan terhadap karya seni. Setelah membaca kritik seni (ilmu
seni), para penghayat diharapkan dapat lebih siap dalam menghadapi karya seni yang
dikritik.
9. Tinjauan Estetika dan Seni
Pembicaraan estetika sebenarnya sangat luas, bilai kita urai berdasarkan konteks
sejarahnya, maka estetika dapat dibagi menjadi beberapa, diantaranya adalah; estetika
klasik (Graeco-Roman), Estetika abad pertengahan, estetika renaisans, estetika
pencerahan, estetika romantic, estetika positivism dan naturalisme, estetika abad ke-
20, estetika kontemporer, sampai pada estetika postmodern.
Untuk menguraikan secara lengkap estetika berdasarkan uraian konteks sejarah
tentunya tidak cukup hanya satu atau dua pertemuan tapi butuh waktu yang lebih
banyak.Oleh sebab itu materi estetika hanya diuraikan secara garis besarnya saja.
Estetika dengan filsafat seni ibarat dua mata koin yang tidak dapat dipisahkan, bahkan
beberapa pendapat menganggap bahwa estetika itu adalah filsafat seni sebab berbicara
tentang ilmu dan teori keindahan, sementara keindahan yang dibicarakan adalah
keindahan seni.
Sumber rasa keindahan adalah cinta kasih, karena ada cinta, maka manusia selalu ingin
kembali menikmati apa yang dicintainya itu. Rasa cinta pada manusia ini bukan hanya
18

tertuju pada keindahan, tetapi juga pada kebaikan (moral) dan kebenaran (ilmu
pengetahuan).
Timbulnya rasa cinta pada keindahan adalah akibat pendidikan. Proses tertanamnya
rasa cinta pada keindahan dapat diuraikan sebagai berikut :
• Pada awalnya orang dididik untuk mencintai keindahan nyata yang tunggal,
misalnya keindahan tubuh seorang manusia
• Kemudian, dia dididik untuk mencintai keindahan tubuh yang lain, sehingga
tertanam hakikat keindahan tubuh manusia
• Keindahan tubuh yang bersifat rohaniah itu lebih luhur daripada keindahan
tubuh yang sifatnya jasmaniah
• Keindahan rohaniah dapat menuntun manusia mencintai segala yang bersifat
rohani pula, misalnya ilmu pengetahuan
• Akhirnya, manusia harus dapat menangkap ide keindahan itu sendiri tanpa
kaitan dengan yang bersifat jasmani
Dalam memberi karakteristik tentang keindahan, Aristoteles hampir sama dengan
Plato. Keduanya menekankan adanya kesatuan dan harmoni. Adapun ciri-ciri lengkap
keindahan, baik pada alam atupun pada karya seni, menurut Aristoteles adalah :
• Kesatuan atau keutuhan yang dapat menggambarkan kesempurnaan bentuk, tak
ada yang berlebih atau berkurang. Sesuatu yang pas dank has adanya
• Harmoni atau keseimbangan antar-unsur yang proporsional, sesuai dengan
ukurannya yang khas
• Kejernihan, segalanya memberi kesan kejelasan, terang, jernih, murni, tanpa
ada keraguan

D. Definisi Pendidikan

1. Pendidikan dalam Arti Luas

Dalam arti luas, hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup (life is
education, and education is life). Maksudnya bahwa pendidikan adalah segala
pengalaman hidup (belajar) dalam berbagai lingkungan yang berlangsung
sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi pertumbuhan atau perkembangan
individu. Dalam arti luas, pendidikan memiliki karakteristik sebagai berikut:
Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup individu, tidak ditentukan oleh orang
lain, Pendidikan berlangsung kapan pun, artinya berlangsung sepanjang hayat (life
19

long education). Karena itu pendidikan berlangsung dalam konteks hubungan


individu yang bersifat multi dimensi, baik dalam hubungan individu dengan
Tuhannya, sesama manusia, alam, bahkan dengan dirinya sendiri. Dalam hubungan
yang besifat multi dimensi itu, pendidikan berlangsung melalui berbagai bentuk
kegiatan, tindakan, dan kejadian, baik yang pada awalnya disengaja untuk
pendidikan maupun yang tidak disengaja untuk pendidikan. Pendidikan
berlangsung bagi siapa pun. Setiap individu – anakanak atau pun orang dewasa,
siswa/mahasiswa atau pun bukan siswa/mahasiswa – dididik atau mendidik diri.
Pendidikan berlangsung dimana pun. Pendidikan tidak terbatas pada schooling saja.
Pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah, masyarakat, dan di dalam

lingkungan alam dimana individu berada. Pendidik bagi individu tidak terbatas
pada pendidik profesional.

2. Pendidikan dalam Arti Sempit

Dalam arti sempit, pendidikan dalam prakteknya identik dengan persekolahan


(schooling), yaitu pengajaran formal di bawah kondisikondisi yang terkontrol.
Dalam arti sempit, pendidikan memiliki karakteristik sebagai berikut: Tujuan
pendidikan dalam arti sempit ditentukan oleh pihak luar individu peserta didik.
Sebagaimana kita maklumi, tujuan pendidikan suatu sekolah atau tujuan
pendidikan suatu kegiatan belajar-mengajar di sekolah tidak dirumuskan dan
ditetapkan oleh para siswanya. Lamanya waktu pendidikan bagi setiap individu
dalam masyarakat cukup bervariasi, mungkin kurang atau sama dengan enam
tahun, sembilan tahun bahkan lebih dari itu. Namun demikian terdapat titik terminal
pendidikan yang ditetapkan dalam satuan waktu. Pendidikan dilaksanakan di
sekolah atau di dalam lingkungan khusus yang diciptakan secara sengaja untuk
pendidikan dalam konteks program pendidikan sekolah. Dalam pengertian sempit,
pendidikan hanyalah bagi mereka yang menjadi peserta didik (siswa/mahasiswa)
dari suatu lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi). Pendidikan
20

dilaksanakan dalam bentuk kegiatan belajarmengajar yang terprogram dan bersifat


formal atau disengaja untuk pendidikan dan terkontrol. Dalam pengertian sempit,
pendidik bagi para siswa terbatas pada pendidik profesional atau guru.

3. Pengertian Pendidikan berdasarkan pendekatan Monodisipliner

Setiap disiplin ilmu memiliki objek formal yang berbeda. Berdasarkan hasil studi
terhadap objek formalnya masing-masing, setiap disiplin ilmu menghasilkan
perbedaan pula mengenai konsep atau definisi yang identik dengan pendidikan.
Berdasarkan pendekatan sosiologi, pendidikan identik dengan sosialisasi
(socialization). Berdasarkan pendekatan antropologi, pendidikan identik dengan

enkulturasi (enculturation). Berdasarkan pendekatan ekonomi, pendidikan identik


dengan penanaman modal pada diri manusia (human investment). Berdasarkan
pendekatan politik, pendidikan identik dengan civilisasi (civilization). Berdasarkan
pendekatan psikologis, pendidikan identik dengan personalisasi atau
individualisasi (personalization atau individualization). Berdasarkan pendekatan
biologi, pendidikan identik dengan adaptasi (adaptation).
21

BAB III
PEMBAHASAN

A. Landasan Sebagai Ilmu


Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu alima yang berarti pengetahuan. Pemakaian
kata ilmu dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata science dalam bahasa
inggris. Science sendiri berasal dari bahasa Latin: Scio, Scire yang artinya juga
pengetahuan.

Ilmu adalah pengetahuan, namun ada berbagai macam pengetahuan, seperti:


pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmu. Pengetahuan biasa adalah pengetahuan
keseharian yang kita dapatkan dari berbagai sumber bebas dan belum tentu benar atau
berdasarkan kenyataan. Sementara pengetahuan ilmu adalah pengetahuan yang pasti,
eksak, berdasarkan kenyataan dan terorganisir.

Ilmu harus disusun secara sistematis dan berdasarkan metodologi untuk berusaha
mencapai suatu kesimpulan atau generalisasi. Ilmu terbagi menjadi tiga kategori
pembentuknya, yaitu: hipotesis, teori, dalil hukum. Dalam kajian ilmiah untuk
membangun ilmu, jika data faktual yang terkumpul masih belum banyak atau belum
cukup, maka peneliti baru membentuk hipotesis. Seperti yang telah dijelaskan diatas,
hipotesis adalah dugaan pemikiran berdasarkan sejumlah data tebatas yang belum
cukup kuat. Hipotesis akan memberikan arah pada penelitian untuk menghimpun data
yang dibutuhkan. Data yang telah dihimpun dan dinilai cukup sebagai hasil penelitian
dihadapkan pada hipotesis.

Apabila data yang telah dikumpulkan mampu memvalidasi hipotesis, maka hipotesis
tersebut berubah menjadi tesis atau teori. Jika teori mencapai generalisasi atau
kesimpulan umum, maka teori tersebut berubah menjadi dalil atau teori, namun teori
mapan yang telah banyak digunakan oleh para peneliti lain sebagai tinjauan pustaka.
Tahapan terakhir adalah jika teori dapat memastikan hubungan sebab-akibat yang serba
tetap dimana saja, maka ia akan menjadi hukum .
22

B. Landasan Seni Pendidikan


Seni berasal dari kata sanskerta yaitu sani yang berarti pemujaan, persembahan, dan
pelayanan, menurut padmapusphita kata seni berasal dari belanda yaitu genie yang
artinya kemampuan luar biasa yang dibaa sejak lahir. Pendidikan dapat dipelajari
melalui ilmu pendidikan,namun pendidikan atau praktek pendidikan atau mendidik
juga adalah seni, karena praktek pendidikan melibatkan perasaan dan nilai yang diluar
daerha ilmu, praktek pendidikan itu sebagaimana orang melukis sesuatu, mengarang,
menulis, dan menata sesuatu. Seni mendidik merupakan keterampilan jenius yang
hanya dimiliki beberapa orang dan mereka tidak dapat menjelaskan secara sistematis
bagaimana mereka mempraktekan keterampilan itu. Oleh karena itu pendidik harus
kreatif, skenario atau persiapan mengajar hanya dijadikan rambu-rambu saja karena
yang lebih penting adalah improvisasi, dan pendidik harus memperhatikan minat,
perhatian, dan hasrat anak didik.
Seni Pendidikan antara lain dapat dipelajari melalui ilmu pendidikan, namun demikian
pendidikan (praktek pendidikan atau mendidik) juga adalah seni. Alasanya bahwa
praktek pendidikan melibatkan perasaan dan nilai yang sebenarnya di luar daerah
ilmu(ilmu yang berparadigma positivisme). Sehubungan dengan itu, Gilbert Highet
(1954) mengibaratkan praktek pendidikan sebagaimana orang melukis sesuatu,
mengarang lagu, menata sebuah taman bunga, atau menulis surat untuk sahabat.
Sedangkan menurut Gallagher (1970) seni mendidik itu merupakan:

1) keterampilan jenius yang hanya dimiliki beberapa orang; dan


2) mereka tidak dapat menjelaskan secara sistematis bagaimana mereka
mempraktekan keterampilan itu.

Praktek pendidikan diakui sebagai seni, impilkasinya fungsi mendidik yang utama
adalah menghasilkan suatu karya yang utuh, unik, sejati (bukan pura-pura atau dibuat-
buat, anak tidak boleh dikorbankan sebagai kelinci percobaan), dan tiap pihak
memperoleh manfaat. Selain itu, pendidik harus kreatif , skenario atau persiapan
23

mengajar hanya dijadikan rambu-rambu saja, yang lebih penting adalah improvisasi.
Pendidik harus memperhatikan minat, perhatian, dan hasrat anak didik.

Pengakuan pendidikan sebagai seni, tidak harus menggoyahkan pengakuan bahwa


pendidikan dapat dipelajari secara ilmiah. Idealnya, pendidikan adalah aplikasi ilmu
(ilmu pendidikan) tetapi sekaligus pula adalah seni.

C. Perpaduan Landasan Ilmu dan Seni Pendidikan


Perpaudan landasan ilmu dan seni pendidikan yang dua dua nya saling keterikatan Seni
dan ilmu -dua di antara cabang-cabang pengetahuan-mempunyai landasan ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.

Seni dan ilmu timbul karena kebutuhan manusia. Peradaban mendatang akan lebih
diwarnai oleh ilmu dan teknologi, sehingga manusia akan semakin merasakan
kebutuhan akan keindahan. Keindahan itu akan diperolehnya melalui seni.

Dalam perkembangannya, seni dan ilmu akan saling berpengaruh. Karya-karya seni
memanfaatkan kemajuan teknologi/penemuan-penemuan baru dalam keilmuan, ilmu
dengan segala karakleristiknya memberikan sumbangan positif bagi perkembangan
seni. Karya-karya seni secara tidak langsuug memperkenalkan hasil teknologi kepada
rnasyarakat luas.
24

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Ilmu merupakan usaha untuk memahami ataupun menyelidiki sesuatu yang terdapat
dalam kehidupan manusia, ilmu dijadikan pedoman atau dasar pendidikan yang harus
dimiliki untuk membentuk kepribadian, pemikiran, dan pengetahuan pada diri
seseorang, dalam prakteknya bisa dilakukan dengan berbagai cara agar dapat
memahami materi dengan mudah, salah satunya seni.

Seni dalam pendidikan sangatlah diperlukan apalagi di zaman modern, zaman


perkembangan teknologi, dengan seni akan menjadi metode pembelajaran yang
menyenangkan dan tidak membosankan. Maka dalam pemberian materi, pendidik
dituntut agar kreatif. Kreatifitas itu didapat dengan seni, jadi seni adalah pengajaran
yang memberikan ilmu pengetahuan.

B. Saran
Saya sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan
yang jauh dari kata sempurna.

Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu kepada sumber
yang busa dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah di atas.
25

DAFTAR PUSTAKA

https://serupa.id/filsafat-ilmu/
https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/7440

Hasbullah(1996). Dasar dasar ilmu pendidikan, Jakarta:universitas terbuka.

Pidarta, made. (2000). Landasan pendidikan. Jakarta: Rieneka cipta Dwiloka, B. 2005.
Teknik Menulis Karya Ilmiah, Jakarta: Rineka Cipta

Hardjasoemantri, K. 1999. Hukum Tata Lingkungan, Edisi Ketujuh. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Sudirdja, E. R. 2010. Rangkuman Buku Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.


Bandung: Fakultas Hukum Universitas Pasundan

Suriasumantri, S.J. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan,

Jujun S Suriasumantri. 1996. Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan,

The Liang Gie, 1996. Filsafat Seni: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu
Berguna (PUBIB).

Anda mungkin juga menyukai