Makalah Landasan Pendidikan Landasan Ilmu Dan Seni Pendidikan
Makalah Landasan Pendidikan Landasan Ilmu Dan Seni Pendidikan
Dianjurkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landsan Pendidikan
Dosen pengampu Drs. Ahmad Hamdan
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah landasan pendidikan. Selain
itu, makalah ini bertujuan untuk menambahkan wawasan mengenai seni Pendidikan
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karna itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan ini.
RINGKASAN
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu alima yang berarti pengetahuan. Pemakaian
kata ilmu dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata science dalam bahasa
inggris. Science sendiri berasal dari bahasa Latin: Scio, Scire yang artinya juga
pengetahuan.
Ilmu adalah pengetahuan, namun ada berbagai macam pengetahuan yaitu, pengetahuan
biasa dan pengetahuan ilmu. Pengetahuan biasa adalah pengetahuan keseharian yang
kita dapatkan dari berbagai sumber bebas dan belum tentu benar atau berdasarkan
kenyataan. Sementara pengetahuan ilmu adalah pengetahuan yang pasti, eksak,
berdasarkan kenyataan dan terorganisir
Seni berasal dari kata sanskerta yaitu sani yang berarti pemujaan, persembahan, dan
pelayanan, menurut padmapusphita kata seni berasal dari belanda yaitu genie yang
artinya kemampuan luar biasa yang dibaa sejak lahir. Pendidikan dapat dipelajari
melalui ilmu pendidikan,namun pendidikan atau praktek pendidikan atau mendidik
juga adalah seni, karena praktek pendidikan melibatkan perasaan dan nilai yang diluar
daerha ilmu, praktek pendidikan itu sebagaimana orang melukis sesuatu, mengarang,
menulis, dan menata sesuatu. Seni
Perpaudan landasan ilmu dan seni pendidikan yang dua dua nya saling keterikatan Seni
dan ilmu -dua di antara cabang-cabang pengetahuan-mempunyai landasan ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.
Seni dan ilmu timbul karena kebutuhan manusia. Peradaban mendatang akan lebih
diwarnai oleh ilmu dan teknologi, sehingga manusia akan semakin merasakan
kebutuhan akan keindahan. Keindahan itu akan diperolehnya melalui seni
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
RINGKASAN .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A.Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
B.Rumusan Masalah ................................................................................................. 5
C.Tujuan penulisaan makalah ................................................................................... 5
D.Manfaat makalah ................................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................................... 6
A.Definisi Landasan.................................................................................................. 6
B.Definisi Ilmu.......................................................................................................... 8
C.Definisi Seni ........................................................................................................ 11
D.Definisi Pendidikan ............................................................................................. 18
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 21
A.Landasan Sebagai Ilmu ....................................................................................... 21
B.Landasan Seni Pendidikan................................................................................... 22
C.Perpaduan Landasan Ilmu dan Seni Pendidikan ................................................. 23
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 24
A.Kesimpulan ......................................................................................................... 24
B. Saran ............................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25
1
BAB I
PENDAHULUAN
didasarkan kecintaan pendidik terhadap tugas mendidik dan mengajar, itu sebabnya
gejala atau fenomena pendidikan tidak dapat direduksi sebagai gejala sosial atau
gejala komunikasi timbal balik belaka. Apabila ilmu-ilmu sosial atau behavioral
mampu menerapkan pendekatan dan metode ilmiah (Pearson, 1900) secara
termodifikasi dalam telaah manusia melalui gejala-gejala sosial, apakah ilmu
pendidikan harus bertindak serupa untuk mengatasi ketertinggalan- nya khususnya
ditanah air kita.
“Scientific method can contribute relationships between variaboles, taken two at a
time and even in the form of interactions, three or perhaps four or more at a time.
Beyond say four, the usefulness of what science can give the teacher begins to
weaken, because teacher cannot apply, at least not without help and not on the run,
the more complex interactions. At this point, the teacher as an artist must step in
and make clinical, or artistic, judgement about the best ways to teach.”
Pendidik memang harus bertindak pada latar mikro termasuk dalam kelas atau di
sekolah kecil, mempengaruhi peserta didik dan itu diapresiasi oleh telaah
pendidikan berskala mikro, yaitu oleh paedagogik (teoritis) dan andragogi (suatu
pedagogic praktis). Itu sebabnya ilmu pendidikan harus lebih inklusif daripada
pengajaran (yang makro) lebih utama daripada mengajar dan mendidik. Bahkan
kegiatan pengajaran disekolah memerlukan perencanaan dalam arti penyusunan
persiapan mengajar. Dalam pandangan ilmu pendidikan yang otonom, ruang
lingkup pengajaran tidak dengan sendirinya mencakup kegiatan mendidik dan
mengajar.
Atas dasar pokok-pokok pikiran tentang aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah
dari manusia dalam fenomena pendidikan maka pendidikan dalam praktek haruslah
secara lengkap mencakup bimbingan, mendidik, mengajar dan pengajaran. Dalam
fenomena yang normal peserta didik dapat didorong aga belajar aktif melalui
bimbingan dan mengajar. Tetapi adakalanya dalam situasi kritis siswa perlu meniru
cara guru yang aktif belajar sendiri. Itu sebabnya perundang-undangan pendidikan
3
kita sebenarnya perlu diluruskan, pada satu sisi agar upaya mendidik terjadi dalam
keluarga secara wajar, disisi lain agar pengajaran disekolah meliputi dimensi
mendidik dan mengajar. Lagi pula bahwa diferensisasi dan fungsi sekolah sebagai
lembaga pendidikan perlu ditentukan utamanya harus melakukan pengajaran dan
mengelola kurikulum formal sebagai aspek spesialisasinya agar beroperasi efisien.
Sedangkan konsep pendidikan yang juga mencakup program latihan (UU. No.
2/1989 Pasal 1 butir ke-1) adalah suatu konstruk yang amat luas dilihat dari
perspektif sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.
Maka konsep pendidikan yang memerlukan ilmu fdan seni ialah proses atau upaya
sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana pihak kesatu secara
terarah membimbing perkembangan kemampuan dan kepribadian pihak kedua
secara manusiawi yaitu orang perorang. Atau bisa diperluas menjadi makro sebagai
upaya sadar manusia dimana warga maysrakat yang lebih dewasa dan berbudaya
membantu pihak-pihak yangkurang mampu dan kurang dewasa agar bersama-sama
mencapai taraf kemampuan dan kedewasaan yang lebih baik (Phenix, 1958:13),
Buller, 1968:10). Dalam arti ini juga sekolah laboratorium akan memerlukan
jalinan praktek ilmu dan praktek seni. Sebaliknya butir 1 pasal 1, UU No. 2 /1989
kiranya kurang tepat sehingga tentu sulit menuntut siswa ber CBSA padahal guru
belum tentu aktif belajar, mengingat definisi pendidikan yang makro, yaitu :
“Pendidikan ialah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan dating”.
Kiranya konsep pendidikan yang demikian yang demikian kurang mampu memberi
isi kepada tujuan dan semangat Bab XIII UUD 1945 yang merujuk bidang
pendidikan sebagai amanah untuk mewujudkan keterkaitan erat antara
systempengajaran nasional dengan kebudayaan kebangsaan. Karena itu dalam
lingkup pendidikan menurut skala mikro dan abstark yang lebih makro, pendidik
harus juga peduli dengan aspek etis (moral) dan estetis dari pengalamannya
berinteraksi dengan peserta didik selain aspek pengetahuan, kebenaran dan perilaku
yang disisyaratkan oleh konsep pendidikan menurut undang-undang tadi. Hal ini
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Landasan Sebagai Ilmu
2. Apa itu Landasan Seni Pendidikan
3. Bagaimana perpaduan antara Landasan sebagai Ilmu dan Seni Pendidikan
D. Manfaat makalah
Manfaat pembuatan makalah ini yaitu sebagai referensi bagi pembaca ataupun
pihak yang bernaung dibawah dunia pendidikan untuk menerapkan landasan ilmu
dan seni pendidikan. Juga sebagai sumber masukan bagi penulis lain untuk
menggali dan melakukan analisa tentang landasan ilmu dan seni pendidikan.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Landasan
Landasan secara singkat dapat dikatakan sebagai tempat bertumpu atau dasar dalam
melakukan analisis kritis terhadap kaidah-kaidah dan kenyataan tentang kebijakan dan
praktik pendidikan. Kajian analisis kritis terhadap kaidah dan kenyataan tersebut dapat
dijadikan titik tumpu atau dasar dalam upaya penemuan kebijakan dan Pratik
pendidikan yang tepat guna dan bernilai guna. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
landasan pendidikan merupakan dasar bagi upaya pengembangan kependidikan dalam
segala aspeknya. Terdapat beberapa landasan yang dapat dijadikan sebagai titik tumpu
dalam melakukan analisis kritis terhadap kaidah-kaidah dan kenyataan dalam rangka
membuat kebijakan dan Pratik pendidikan, sebagaimana akan dibahas berikut ini.
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok dalam
pendidikan, seperti apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan diperlukan, dan
apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan. Sehubungan dengan itu,
landasan filosofis merupakan landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat.
Sesuai dengan sefatnya, maka landasan filsafat menelaah sesuatu secara
radikal, menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi
mengenai kehidupan dan dunia.
2. Landasan Sosiologis
Pendidikan merupakan peristiwa sosial yang berlangsung dalam latar interaksi
sosial. Dikatakan demikian, karena pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
upaya dan proses saling mempengaruhi antara individu yang terlibat di
dalamnya. Dalam posisi yang demikian, apa yang dinamakan pendidik dan
peserta didik, menunjuk kepada dua istilah yang dilihat dari kedudukannya
dalam interaksi sosial. Artinya, siapa yang bertanggungjawab atas perilaku dan
siapa yang memilki peranan penting dalam proses mengubahnya. Karena itu,
proses pendidikan untuk menunjukkan siapa yang menjadi pendidik dan siapa
yang menjadi peserta didik secara permanen, karena keduanya dapat saling
berubah fungsi dan kedudukan.
3. Landasan Hukum
Pendidikan merupakan peristiwa multidimensi, bersangkut paut dengan
berbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Kebijakan,
penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan dalam masyarakat perlu
disalurkan oleh titik tumpu hukum yang jelas dan sah. Dengan berlandaskan
7
4. Landasan Kultural
Peristiwa pendidikan adalah bagian dari peristiwa budaya. Hal tersebut
dikarenakan pendidikan dan kebudayaan mempunyai hubuangan timbal balik.
Kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan
mewariskannya dari satu generasi ke genarasi berikutnya melalui pendidikan,
baik pendidikan informal, nonformal, maupun formal.
5. Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia. Oleh sebab itu, landasan
psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang
pendidikan. Landasan psikologis pendidikan terutama tertuju kepada
pemahaman manusia, khususnya berkenaan dengan proses belajar manusia.
Pemahaman terhadap peserta didik, terutama sekali yang berhubungan dengan
aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pendidikan.
Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan
penerapannya, pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi, urutan, dan ciri-ciri
partumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara yang paling tepat
untuk pengembangan kepribadian.
6. Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pendidikan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni mempunyai kaitan
yang sangat erat. Hal tersebut karena bagian utama dalam pendidikan, terutama
dalam bentuk pembelajaran. Oleh karena itu, pendidikan berperan sangat
penting dalam pewarisan dan pengetahuan, teknologi, dan seni. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa landasan ilmiah dan teknologi dijadikan
sebagai landasan dalam menentukan kebijakan dan praktik pendidikan.
7. Landasan Ekonomi
Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan ekonomi. Sebab kebutuhan
dasar manusia membutuhkan ekonomi. Dunia sekarang ini tidak hanya
ditimbulkan oleh dunia politik, melainkan juga masalah dari ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi menjadi tinggi, dan penghasilan negara bertambah
walaupun utang luar negeri cukup besar dan penghasilan rakyat kecil masih
minim. Perkembangan ekonomi pun menjadi pengaruh dalam bidang
pendidikan.
8. Landasan Sejarah
Landasan sejarah memberikan peranan yang penting karena dari suatu landasan
sejarah itu bisa membuat arah pemikiran kepada masa kini. Bidang pendidikan
8
B. Definisi Ilmu
Van Peursen mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat,
sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut (Peursen,
1985). Dahulu seorang filsuf memiliki pengetahuan yang luas sehingga beberapa ilmu
dipahaminya karena pada waktu itu jumlah atau volume pengetahuan belum sebanyak
zaman kini. Sebagai contoh, Plato adalah filsuf yang mampu di bidang politik
kenegaraan, kosmologi, filsafat manusia, filsafat keindahan, dan juga seorang
pendidik. Aristoteles adalah filsuf yang ahli di dalam masalah epistemologi, etika, dan
ketuhanan. Plotinos bahkan ahli disemua cabang filsafat kecuali filsafat politik. Sejalan
dengan perubahan dan perkembangan zaman ilmu mulai terpisah dari induknya yaitu
filsafat. Ilmu mulai berkembang dan mengalami deferensiasi/pemisahan hingga
spesifikasinya semakin terperinci bahkan satu cabang ilmu pada 23 tahun yang lalu
diperkirakan berkembang menjadi lebih dari 650 ranting disiplin ilmu. (Suriasumantri,
1986). Bahkan ada semacam joke yang beredar di kalangan kedokteran “nanti akan ada
dokter spesialis bedah tulang jari kelingking sebelah kiri”. Hal senada juga
dikemukakan Jujun dalam suatu model dialog berikut ini. “Saya adalah Dokter Polan,
ahli burung betet betina,” demikian dalam abad spesialisasi ini seorang
memperkenalkan diri. Jadi tidak lagi ahli zoologi, atau ahli burung, bukan juga ahli
betet, melainkan khas betet betina. “Ceritakan, Dok, bagaimana membedakan burung
betet betina dengan burung betet jantan!” “Burung betet jantan makan cacing betina
sedangkan burung betet betina makan cacing jantan...” “Bagaimana membedakan
cacing jantan dengan cacing betina?” “Wah, itu di luar profesi dan keahlian saya.
Saudara harus bertanya kepada seorang ahli cacing.” (Suriasumantri, 1986). Apakah
9
ini suatu wacana atau joke, sebenarnya dapat dianggap sebagai suatu tanda bahwa kelak
dikemudian hari perkembangan ilmu akan semakin luas bentangannya dan para peneliti
akan semakin leluasa memilih bidang kajiannya. Kalau diamati sampai pada era
mileneum ketiga ini tidak terhitung spesialisasi ilmu yang bermunculan di perguruan
tinggi yang dikaji oleh para peneliti, khususnya yang menempuh studi magister,
doktoral, dan spesialis. Kini terbukti bahwa Filsafat Yunani Kuno yang tadinya
merupakan satu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah. Ilmu-ilmu cabang dengan
metodologinya masing-masing mengembangkan spesialisasinya sendiri-sendiri secara
intens. Lepasnya ilmu cabang dari “batang filsafatnya” diawali oleh ilmu-ilmu alam
atau fisika (Wibisono, 1997). Hal ini terjadi pada abad ke-17, maka mulailah terjadi
perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah
dikemukakan bahwa sebelum abad ke-17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik
dengan filsafat. Untuk memahami ilmu, ada banyak definisi yang menuntun dan
mengarahkan kepada pengertian yang jelas. Secara etimologis “ilmu” merupakan kata
serapan yang berasal dari bahasa Arab „alima yang berarti tahu atau mengetahui
(Gazalba, 1992), sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi
haqiqotih (mengetahui sesuatu secara hakiki). (Suharsaputra, 2004). Dalam bahasa
Inggeris Ilmu dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan
knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science berasal dari bahasa Latin dari kata
Scio, Scire yang berarti (mengetahui) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga
diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna
yang sama. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah episteme. Untuk
lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa
pengertian :
• Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejalagejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu. (Depdikbud,1989)
• Aristoteles memandang ilmu sebagai pengetahuan demonstratif tentang
sebabsebab hal. (Bagus, 1996).
• Ilmu merupakan alat untuk mewujudkan tujuan politis secara efektif dan
alamiah. (Suriasumantri, 1986).
• Dalam beberapa kamus berbahasa Inggris antara lain mendeskripsikan bahwa
Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation
and testing of fact (An English Reader s Dictionary); Science is a systematized
knowledge obtained by study, observation, experiment” (Webster s Super New
School and Office Dictionary). (Suharsaputra, 2004).
Uhar mengutip pendapat dari tiga orang ilmuwan berikut ini. Science is the complete
and consistent description of facts and experience in the simplest possible term” (Karl
10
bidangnya”. Dalam memandang karya seni yang sama bias menimbulkan beragam
perbedaan disebabkan pengalaman yang dimiliki para penanggap seni tersebut juga
berbeda. Dalam hal seni, asumsinya adalah semakin banyak pengalaman seni
sesoorang maka kualitas apresiasi terhadap karya senipun akan semakin tinggi, dan
semakin kurang pengalaman seninya maka kualitas apresiasinyapun cenderung lebih
rendah. Yang jelas seluruh manusia dapat dipastikan memiliki pengalaman seninya
masing-masing. Dalam ilmu seni, pengalaman dengan benda seni dinamai pengalaman
seni atau pengalaman estetik atau respon estetik. Istilah ini biasanya dibicarakan dalam
hubungannya dengan penikmat seni. Pengalaman seni adalah pengalaman yang dialami
oleh penikmat seni atau penanggap seni. Seperti dalam pengalaman sehari-hari, maka
pengalaman seni juga merupakan suatu pengalaman utuh yang melibatkan perasaan,
pikiran, penginderaan, dan berbagai intuisi manusia.Terjadinya pengalaman seni
terhadap sebuah benda seni sangat bergantung pada penanggap seni tersebut.
Pengalaman seni, atau seni itu sendiri, sebenarnya ada dalam diri sipenanggap, bukan
pada benda seni tersebut. Seni terdapat dalam relung-relun jiwa setiap orang, jiwa seni
setiap orang terbangkitkan oleh rancangan benda seni. Oleh sebab itu seorang ahli
estetetika Beneditto Croce mengatakan bahwa benda seni itu tak ada, yang ada adalah
pengalaman seni yang terdapat dalam jiwa para penanggap seni. Dengan demikian,
pengalaman seni baru terjadi kalau penanggap aktif membangun atau menciptakan
sendiri pengalamannya terhadap benda seni.
5. Publik Seni
Publik seni adalah salah satu bagian yang tak terpisahkan dengan pokok-pokok seni,
dalam hal ini public seni memiliki peran penting dalam menentukan arah
perkembangan seni dari suatu bangsa. Semakin tinggi apresiasi seluruh public seni
dalam bangsa tersebut maka perkembangan seninyapun bisa mencapai taraf yang
tinggi, namun sebaliknya, bila public seni tidak memiliki apresiasi yang baik terhadap
karya seni bangsanya akan menjadikan karya seni sebuah bangsa semakin terasing dan
terpinggirkan.Kenyataan yang tak bisa dipungikiri adalah disebagian Negara-negara
berkembang seperti Indonesia public seninya masih memiliki apresiasi yang dangkal
terhadap seni sehingga seni bukannya berkembang dengan baik, melainkan stagnan,
bahkan jenis-jenis seni tradisional tertentu perlahan-lahan punah, sementara sebagian
yang lainnya semakin terpinggirkan.Menurut Jakob Sumardjo (2000:198) mengatakan
bahwa perhatian kaum terpelajar Indonesia terhadap kesenian bangsanya masih amat
tipis. Kesenian belum menjadi bagian dari kecendekiawanannya. Kesenian masih
diletakkan fungsinya sebagai rekreasi semata, sesuatu untuk bersenang-senang sesaat.
Kesenian dipandang tak lain hanya hiburan. Barang konsumsi yang kedudukannya
sama dengan keahlian sulap David Cofferfield.Kesenian tidak dianggap sebagai
produk pemikiran manusia Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan hidupnya.
15
Bahwa kesenian yang baik bagi kaum terpelajar nilainya sama dengan karya
keilmuwan dan filsafat. Tidaklah heran apabila penggemar filsafat di Indonesia
merupakan salah satu apresiator kesenian, baik karya seni asing yang mondial maupun
yang nasional. Tapi, amat sedikit minat kaum ilmuwan, professional, dan birokrat
terhadap kesenian.
6. Komunikasi Seni
Jacob Sumardjo (2000:214) mengatakan bahwa karya seni diciptakan untuk orang lain,
sehingga karya tersebut baru benar-benar menjadi karya seni kalau ada penanggap yang
mampu memperoleh pengalaman seni dari karya tersebut. Dengan demikian, factor
keterkaitan antara objek seni dan subjek penanggap amat menentukan munculnya nilai
seni.Dari pendapat Sumardjo tersebut menggambarkan bahwa seniman dalam berkarya
seni selalu didasari oleh nilai-nilai tertentu yang bukan hanya sekedar ingin
diekspresikan semata, melainkan lebih dari itu adalah untuk dikomunikasikan pada
orang lain. Dalam hal ini fungsi seni selain sebagai media ekspresi juga merupakan
media komunikasi antara seniman dengan masyarakat atau public seni.Ketika seorang
penanggap menyaksikan karya seni, terjadi proses pembentukan pengalaman seni.
Pengalaman seni tersebut berlangsung dalam waktu. Selama waktu tertentu tersebutlah
terjadi peleburan diri penanggap seni ke dalam karya seni. Peleburan ini melibatkan
berbagai indra yang dimiliki dan diikuti oleh aspek kejiwaan sesoorang. Perasaan,
pikiran, intuisi, dan alam bawah sadarnya tergerak dalam menanggapi karya seni yang
disaksikan. Dalam mengapresiasi karya seni tersebut, public seni sering mengalami
perasaan yang sama terhadap suatu karya tertentu, namun kadang-kadang para
penanggap seni tersebut juga berbeda persepsi dan perasaan ketika menyaksikan
sebuah karya seni, hal ini disebabkan konteks latar belakang budaya masing-masing
penanggap yang berbeda pula.
7. Seni dalam konteks moral
Jacob Sumardjo (2000:246) menggolongkan persoalan seni dalam hubungannya
dengan karya seni dalam tiga persoalan, yakni :
1. Apakah moralitas seniman ada hubungannya dengan karya seninya
2. Apakah karya seni itu sendiri harus mengandung moral
3. Apakah karya seni dapat dijadikan penuntun moral bagi masyarakatnya.
Pertanyaan pertama adalah, apakah karya seni yang mengandung nilai moral tinggi
juga harus dibuat oleh seniman bermoral tinggi?. Dalam berbagai kenyataan banyak
karya-karya seni yang mengandung nilai moral tinggi, namun dibuat oleh seorang
seniman yang moralnya berada dibawah standar moral rata-rata masyarakat. Dalam hal
ini seniman tidak dapat dituntut untuk memiliki moral yang sepadan dengan karyanya,
16
sebab kadang-kadang seniman dengan latar belakang hidup yang rapuh, tidak karuan,
dapat menghasilkan sebuah karya seni yang bernilai moral tinggi. Seniman bukanlah
nabi. Malaikat, ataupun guru moral, tapi seniman dapat mengungkapkan nilai-nilai
moral dalam berbagai karyanya, walaupun kadang-kadang nilai-nilai moral yang
disampaikannya itupun bertentangan dengan perilaku dan gaya hidupnya.Seniman
hanya dapat dituntunt segi moralnya dalam konteks kejujurannya dalam berkarya, dia
jujur pada dirinya dalam berkarya, otentik, asli, tidak menjiplak, tidak mengakui karya
orang lain sebagai karyanya, dan tidak mencuri ide orang lain, maka seniman seperti
inilah yang dianggap sebagai seniman yang bermoral. Jadi kita kita tidak bisa menuntut
seniman harus bersih dari dosa-dosa seperti seks, narkoba, minuman keras, dan dosa-
dosa lainnya, sebab banyak seniman kelas dunia yang memiliki karya dipuja, namun
kehidupan seksnya dan keluarganya kurang beres. Ada pepatah mengatakan bahwa
‘mutiara itu tetap mutiara meskipun keluar dari mulut seekor anjing.
8. Seni dan Ilmu pengetahuan
• Penghayatan dalam struktur pengalaman estetis Pemahaman rasional-empiris
terhadap suatu objek ilmu
• Penciptaan Penemuan
• Menghasilkan sesuatu yang belum ada menjadi ada Selalu berdasarkan pada
apa yang sudah ada
• Pendekatan seni mengarah pada lubuk batin manusia, disudut-sudutnya yang
tersembunyi dan rahasia Pendekatan menggunakan perangkat intelegensia,
analisis, dan pengamatan terhadap dunia material
• Menghadirkan kualitas pengalaman yang unik dan spesifik, seperti kesepian,
penderitaan, kemuliaan, dll. Segala sesuatu diukur secara kuantitatif, terukur
dalam parameter tertentu
• Seni adalah perenungan, kontemplasi bathin setelah melihat realita di luar
dirinya, Observasi, pengamatan, yang berjarak antara subjek manusia dengan
objeknya
• Transenden Imanen
• Rohaniah, spiritual Material dan duniawi
Objek seni adalah adalah karakter sebuah kualitas yang selalu bersifat individual, unik,
bebas, spontan dan ajaib, penuh peona kejutan, sesuatu yang segar dan baru, seolah-
olah bari dari ketiadaan Objek ilmu adalah kenyataan alam dan non-alam, sehingga
muncul keseragaman, homogenitas, identitas, dan kausalitas
Seni bukanlah ilmu, tetapi, karya seni dapat menjadi objek ilmu pengetahuan. Semua
hal di dunia ini dapat ditelaah secara ilmiah. Ilmu dapat meletakkan karya seni sebagai
objek pengamatannya. Karya seni dalam ilmu bukan untuk dihayati, melainkan untuk
17
dipahami secara rasional. Pemahaman terhadap karya seni tersebut akan membantu
dalam menghayati karya seni tersebut. Jadi, ilmu-ilmu seni adalah alat bantu manusia
untuk dapat lebih mendalami penghayatan karya seni. Ilmu-ilmu seni akan membantu
menunjukkan kandungan nilai dalam sebuah karya seni. Nilai yang ditunjukkan oleh
ilmu tersebut dapat mengarahkan si penghayat seni dalam membangun relasi dan
empati terhadap karya seni
Seni bukan ilmu. Seorang seniman tidak bisa memperlakukan kreatifitasnya
sebagaimana seorang ilmuwan memperlakukan ilmu. Dia harus bersikap sebagai
seorang seniman, sang pencipta yang memberi pencerahan dan pengayaan atas benda.
Ilmu-ilmu seni berkewajiban membantu orang dalam mencapai penghayatan tersebut.
Ini bukan berarti penanggap seni harus belajar ilmu seni. Ilmu seni hanya merupakan
upaya penjelasan agar lebih mudah memahami. Tanpa ilmu senipun, seorang
penanggap akan mampu menghayati karya seni secara mendalam, terutama
berdasarkan pengalamannya dalam menghayati berbagai karya seni. Padanya akan
tumbuh suatu naluri yang peka terhadap penghayatan karya seni. Hanya saja kalau
diminta penjelasan mengapa sebuah karya seni itu istimewa nilainya, dia tidak mampu
menjelaskan secara ilmiah.Ilmu seni tidak mungkin menggantikan kedudukan karya
seni, bagaimanapun canggihnya analisis seorang kritikus seni, tak mungkin
menimbulkan penghayatan terhadap karya seni. Setelah membaca kritik seni (ilmu
seni), para penghayat diharapkan dapat lebih siap dalam menghadapi karya seni yang
dikritik.
9. Tinjauan Estetika dan Seni
Pembicaraan estetika sebenarnya sangat luas, bilai kita urai berdasarkan konteks
sejarahnya, maka estetika dapat dibagi menjadi beberapa, diantaranya adalah; estetika
klasik (Graeco-Roman), Estetika abad pertengahan, estetika renaisans, estetika
pencerahan, estetika romantic, estetika positivism dan naturalisme, estetika abad ke-
20, estetika kontemporer, sampai pada estetika postmodern.
Untuk menguraikan secara lengkap estetika berdasarkan uraian konteks sejarah
tentunya tidak cukup hanya satu atau dua pertemuan tapi butuh waktu yang lebih
banyak.Oleh sebab itu materi estetika hanya diuraikan secara garis besarnya saja.
Estetika dengan filsafat seni ibarat dua mata koin yang tidak dapat dipisahkan, bahkan
beberapa pendapat menganggap bahwa estetika itu adalah filsafat seni sebab berbicara
tentang ilmu dan teori keindahan, sementara keindahan yang dibicarakan adalah
keindahan seni.
Sumber rasa keindahan adalah cinta kasih, karena ada cinta, maka manusia selalu ingin
kembali menikmati apa yang dicintainya itu. Rasa cinta pada manusia ini bukan hanya
18
tertuju pada keindahan, tetapi juga pada kebaikan (moral) dan kebenaran (ilmu
pengetahuan).
Timbulnya rasa cinta pada keindahan adalah akibat pendidikan. Proses tertanamnya
rasa cinta pada keindahan dapat diuraikan sebagai berikut :
• Pada awalnya orang dididik untuk mencintai keindahan nyata yang tunggal,
misalnya keindahan tubuh seorang manusia
• Kemudian, dia dididik untuk mencintai keindahan tubuh yang lain, sehingga
tertanam hakikat keindahan tubuh manusia
• Keindahan tubuh yang bersifat rohaniah itu lebih luhur daripada keindahan
tubuh yang sifatnya jasmaniah
• Keindahan rohaniah dapat menuntun manusia mencintai segala yang bersifat
rohani pula, misalnya ilmu pengetahuan
• Akhirnya, manusia harus dapat menangkap ide keindahan itu sendiri tanpa
kaitan dengan yang bersifat jasmani
Dalam memberi karakteristik tentang keindahan, Aristoteles hampir sama dengan
Plato. Keduanya menekankan adanya kesatuan dan harmoni. Adapun ciri-ciri lengkap
keindahan, baik pada alam atupun pada karya seni, menurut Aristoteles adalah :
• Kesatuan atau keutuhan yang dapat menggambarkan kesempurnaan bentuk, tak
ada yang berlebih atau berkurang. Sesuatu yang pas dank has adanya
• Harmoni atau keseimbangan antar-unsur yang proporsional, sesuai dengan
ukurannya yang khas
• Kejernihan, segalanya memberi kesan kejelasan, terang, jernih, murni, tanpa
ada keraguan
D. Definisi Pendidikan
Dalam arti luas, hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup (life is
education, and education is life). Maksudnya bahwa pendidikan adalah segala
pengalaman hidup (belajar) dalam berbagai lingkungan yang berlangsung
sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi pertumbuhan atau perkembangan
individu. Dalam arti luas, pendidikan memiliki karakteristik sebagai berikut:
Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup individu, tidak ditentukan oleh orang
lain, Pendidikan berlangsung kapan pun, artinya berlangsung sepanjang hayat (life
19
lingkungan alam dimana individu berada. Pendidik bagi individu tidak terbatas
pada pendidik profesional.
Setiap disiplin ilmu memiliki objek formal yang berbeda. Berdasarkan hasil studi
terhadap objek formalnya masing-masing, setiap disiplin ilmu menghasilkan
perbedaan pula mengenai konsep atau definisi yang identik dengan pendidikan.
Berdasarkan pendekatan sosiologi, pendidikan identik dengan sosialisasi
(socialization). Berdasarkan pendekatan antropologi, pendidikan identik dengan
BAB III
PEMBAHASAN
Ilmu harus disusun secara sistematis dan berdasarkan metodologi untuk berusaha
mencapai suatu kesimpulan atau generalisasi. Ilmu terbagi menjadi tiga kategori
pembentuknya, yaitu: hipotesis, teori, dalil hukum. Dalam kajian ilmiah untuk
membangun ilmu, jika data faktual yang terkumpul masih belum banyak atau belum
cukup, maka peneliti baru membentuk hipotesis. Seperti yang telah dijelaskan diatas,
hipotesis adalah dugaan pemikiran berdasarkan sejumlah data tebatas yang belum
cukup kuat. Hipotesis akan memberikan arah pada penelitian untuk menghimpun data
yang dibutuhkan. Data yang telah dihimpun dan dinilai cukup sebagai hasil penelitian
dihadapkan pada hipotesis.
Apabila data yang telah dikumpulkan mampu memvalidasi hipotesis, maka hipotesis
tersebut berubah menjadi tesis atau teori. Jika teori mencapai generalisasi atau
kesimpulan umum, maka teori tersebut berubah menjadi dalil atau teori, namun teori
mapan yang telah banyak digunakan oleh para peneliti lain sebagai tinjauan pustaka.
Tahapan terakhir adalah jika teori dapat memastikan hubungan sebab-akibat yang serba
tetap dimana saja, maka ia akan menjadi hukum .
22
Praktek pendidikan diakui sebagai seni, impilkasinya fungsi mendidik yang utama
adalah menghasilkan suatu karya yang utuh, unik, sejati (bukan pura-pura atau dibuat-
buat, anak tidak boleh dikorbankan sebagai kelinci percobaan), dan tiap pihak
memperoleh manfaat. Selain itu, pendidik harus kreatif , skenario atau persiapan
23
mengajar hanya dijadikan rambu-rambu saja, yang lebih penting adalah improvisasi.
Pendidik harus memperhatikan minat, perhatian, dan hasrat anak didik.
Seni dan ilmu timbul karena kebutuhan manusia. Peradaban mendatang akan lebih
diwarnai oleh ilmu dan teknologi, sehingga manusia akan semakin merasakan
kebutuhan akan keindahan. Keindahan itu akan diperolehnya melalui seni.
Dalam perkembangannya, seni dan ilmu akan saling berpengaruh. Karya-karya seni
memanfaatkan kemajuan teknologi/penemuan-penemuan baru dalam keilmuan, ilmu
dengan segala karakleristiknya memberikan sumbangan positif bagi perkembangan
seni. Karya-karya seni secara tidak langsuug memperkenalkan hasil teknologi kepada
rnasyarakat luas.
24
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Ilmu merupakan usaha untuk memahami ataupun menyelidiki sesuatu yang terdapat
dalam kehidupan manusia, ilmu dijadikan pedoman atau dasar pendidikan yang harus
dimiliki untuk membentuk kepribadian, pemikiran, dan pengetahuan pada diri
seseorang, dalam prakteknya bisa dilakukan dengan berbagai cara agar dapat
memahami materi dengan mudah, salah satunya seni.
B. Saran
Saya sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan
yang jauh dari kata sempurna.
Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu kepada sumber
yang busa dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan makalah di atas.
25
DAFTAR PUSTAKA
https://serupa.id/filsafat-ilmu/
https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/7440
Pidarta, made. (2000). Landasan pendidikan. Jakarta: Rieneka cipta Dwiloka, B. 2005.
Teknik Menulis Karya Ilmiah, Jakarta: Rineka Cipta
Suriasumantri, S.J. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan,
The Liang Gie, 1996. Filsafat Seni: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu
Berguna (PUBIB).