Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar Ilmu Pendidikan yang
Diampu oleh:
Fitria Sulistyowati,M.Pd.

Disusun Oleh: Kelompok 4

Danur Jati Pamungkas 2021004018


Havida Luthfi Nurhaliza 2021004019
Putri Saraswati 2021004004
Sindi Tri Cahyani 2021004009

Jurusan Pendidikan Matematika


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS SARJANA WIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
Tahun Akademik 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat meyelesaikan makalah ini yang berjudul Aliran-Aliran Pendidikan. Makalah ini disusun
dengan tujuan memenuhi tugas dari ibu Fitria Sulistyowati,M.Pd pada bidang studi Dasar Ilmu
Pendidikan guna untuk menambah wawasan bagi pembaca tentang Aliran-Aliran Pendidikan.
Kami menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu untuk
menyelesaikan makalah ini khususnya Dosen Pengantar Kependidikan yang telah memberikan
motivasi dan pengetahuannya.
Dan kami menyadari bahwa sepenuhnya makalah ini masih kurang dari kesempurnaan baik materi
maupun penulisan. Untuk itu, kami mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 14 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................................................. iv
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................ iv
A. Latar Belakang ..................................................................................................................................... iv
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................... iv
BAB II ............................................................................................................................................................... vi
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... vi
A. Pengertian Aliran-aliran Pendidikan ................................................................................................. vi
B. Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan ............................................................................................ vi
C. Aliran-aliran Modern dalam Pendidikan ........................................................................................ viii
D. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia ....................................................................................... x
E. Penerapan Fatwa KI Hajar Dewantara ........................................................................................... xiii
BAB III............................................................................................................................................................ xiv
PENUTUP....................................................................................................................................................... xiv
A. Kesimpulan ......................................................................................................................................... xiv
B. Saran ................................................................................................................................................... xiv
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................................... xv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hampir setiap orang pernah mengalami pendidikan, tetapi tidak setiap orang mengerti
makna kata pendidikan, pendidik, mendidik. Untuk memahami pendidikan, ada dua istilah
yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata paedogogie dan
paedagogiek. Paedogogie bermakna pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu
pendidikan.Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila pedagogik(pedagogics) atau ilmu
mendidik adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak
atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan.
Pendidikan dimulai dikeluarga atas anak (infant) yang belum mandiri, kemudian diperluas
dilingkungan tetangga atau komunitas sekitar (millieu), lembaga prasekolah, persekolahan,
formal, dan lain-lain tempat anak-anak mulai dari kelompok kecil sampai relatif besar (lingkup
makro) dengan pendidikan dimulai dari guru/ rombongan/kelas yang mendidik secara mikro
dan menjadi pengganti orang tua.
Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan
masyarakat nya. Sejak dulu, kini, maupun dimasa depan pendidikan itu selalu mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan sosial budaya dan perkembangan IPTEK.
Pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan itu disebut aliran-aliran
pendidikan. Seperti dalam bidang lainnya, pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu
berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran terdahulu selalu
ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir-pemikir berikutnya, dan karena dialog tersebut
akan melahirkan lagi pemikiran-pemikiran baru, dan demikian seterusnya. Agar diskusi
berkepanjangan itu dapat diikuti dan dipahami, maka berbagai aspek dari aliran-aliran itu harus
dipahami terlebih dahulu. Oleh karena itu setiap calon tenaga kependidikan, utamanya calon
pakar kependidikan, harus memahami berbagai aliran-aliran itu agar dapat menangkap makna
setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Aliran-Aliran Pendidikan?
2. Apa sajakah Jenis Aliran-Aliran Klasik dan Modern?
3. Apa sajakah Dua Aliran pokok pendidikan itu?
4. Bagaimana penerapan Ajaran Tri Nga dalam pendidikan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian aliran-aliran pendidikan.
2. Untuk mengetahui macam-macam aliran-aliran pendidikan dan memahami aliran-aliran
tersebut.
3. Untuk mengetahui penerapan Ajaran Tri Nga dalam pendidikan.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran-aliran Pendidikan


Aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan.
Pertama, “teori” dipergunakan oleh para pendidik untuk menunjukkan hipotesis-hipotesis
tertentu dalam rangka membuktikan kebenaran-kebenaran melalui eksperimentasi dan
observasi serta berfungsi menjelaskan pokok bahasannya.
Ada banyak macam aliran pendidikan yang ada saat ini. Namun secara umum dapat
dikelompokkan menjadi tuga jenis aliran, yaitu aliran klasik, aliran modern dan aliran pokok
pendidikan di Indonesia.

B. Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan


Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, memandang bahwa pendidikan
berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori
pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau
materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli
tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis.

a. Nativisme
Istilah nativisme berasal dari bahasa latin, yaitu kata natie yang artinya adalah terlahir.
Pemikiran ini dipelopori oleh sckophenhauer seorang filsuf berasal dari jerman yang hidup
pada 1788-1880. Berpendapat “pendidikan ialah membiarkan seseorang bertumbuh
berdasrkan pembawaannya.” Seseorang akan berkembang berdasarkan apa yang
dibawannya dari lahir. Hasil akhir dari pertumbuhan dan perkembangan serta pendidikan
manusia atau seseorang di tentukan oleh pembawaan dari lahir, dan pembawaan itu ada
yang baik dan adapula yang buruk. Maka dari itu manusia akan berkembang dengan
pembawaan baik atau pembawaan yang buruk, yang di bawanya sejak lahir.
Contoh dari pandangan nativisme adalah anak mirip orang tuanya secara fisik dan akan
mewarisi sifat dan bakat orangtuanya. Misalnya, seorang anak yang berasal dari keluarga
ahli seni musik, maka anak tersebut akan berkembang menjadi seniman musik yag mungkin
melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan
orangtuanya.
Jika pandangan kaum nativisme tersebut dihubungkan dengan ajaran islam tampak
bahwa ajaran tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. Islam mengakui bahwa setiap
manusia memiliki kemampuan jasmani, akal, dan rohani yang dibawanya sejak
lahir.Namun, berbagai kemampuan tersebut tidak dapat dengan sendirinya tumbuh dan
berkembang jika tidak dilakukan pembinaan.Kemampuan tersebut baru merupakan potensi
atau bahan yang masih harus dibentuk. Tentang adanya potensi yang harus dikembangkan
dan dibina ini dapat dipahami dari ayat yang artinya: ‘dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Nahl, 16:78).

b. Empirisme
Empirisme berasal dari bahasa latin, asal katanya yaitu Empiri yang artinya pengalaman.
Pemikiran ini dipelopori oleh John Locke(1632-1704), filsuf kebangsaan inggris, yang
terkenal dengan teorinya “Tabularasa” artinya meja berlapis lilin yang belum ada tulisan
diatasnya. Dengan kata lain, sesorang dilahirkan seperti kertas kosong yang belum ditulis,
maka dari itu pendidikanlah yang akan dituliskannya, perkembangan seseorang tergantung

vi
Sembilanpuluh Sembilan persen pada pengaruh lingkungan atau pada pengalaman-
pengalaman yang diperoleh dalam kehidupannya.
Misalnya, ada dua anak lahir kembar, dan dari kecil mereka dipisahkan dan dibesarkan
pada lingkungan yang berbeda.Satu dari mereka dididik oleh keluarga yang kaya raya dan
disekolahkan di sekolah modern, dan yang satu dididik oleh keluarga miskin di sebuah desa.
Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman, sedangkan kemampuan
dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan.Padahal, ada anak yang berbakat dan
berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
Dalam pandangan Islam, teori empirisme atau behaviorisme yang dikemukakan John
Locke tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. Islam mengakui bahwa lingkungan atau
pendidikan memiliki pengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Ibn Miskawaih, Ibn Sina,
dan al-Ghazali misalnya mendukung paham tersebut. Para filsuf Islam tersebut misalnya
berpendapat, bahwa jika lingkungan atau pendidikan tidak berpengaruh pada pembentukan
pribadi manusia, maka kehadiran para Nabi menjadi sia-sia.Kenyataa menunjukkan bahwa
dengan kedatangan para Nabi, keadaan masyarakat menjadi berubah dari keadaan yang
tersesat menjadi lurus, dari keadaan berbuat zalim menjadi berbuat baik, dari keadaan bodoh
menjadi pandai, dari keadaan biadab menjadi beradab dan seterusnya. Nabi Muhammad
Saw misalnya menyatakan bahwa ia diutus ke muka bumi ini adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia.
Namun demikian, Islam tidak memutlakkan peran lingkungan atau pendidikan dan
menghilangkan peran hidayah Allah Swt. Islam memandang bahwa lingkungan tidak
sepenuhnya dapat membentuk orang menjadi baik.Buktinya ada anak seorang Nabi yang
tidak menjadi orang yang beriman. Di dalam Al-Qur’an Allah Swt,
menyatakan: sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah
lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS Al-Qashash,
28:56). Dengan demikian, terlihat dengan jelas bahwa pemikiran pendidikan empirisme
atau behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diterima dalam ajaran Islam.

c. Konvergensi
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat
dalam memahami tumbuh kembang manusia.Karena aliran ini merupakan perpaduan dari
aliran sebelumnya, yaitu nativisme dan empirisme. Seorang tokoh pendidikan Jerman
bernama William Stern (1871-1939) berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia
sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk, sedangkan perkembangan anak
selanjunya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan
sama-sama berperan penting.
Bakat yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya,
lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau
memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.
Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata.Pada
anak manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak
berbicara dalam bahasa tertentu.Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam
mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula
menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa
Indonesia, dan sebagainya. Kemampuan satu anak dengan anak yang lain (yang tinggal
dalam lingkungan yang sama) untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu
disebabkan oleh adanya perbedaan kuantitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan,
biarpun lingkungan anak-anak tersebut menggunakan bahasa yang sama.

vii
Di kalangansebagian pemikir Islam ada yang berpendapat , bahwa ajaran Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad Saw adalah ajaran yang mendukung teori konvergensi.
Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi yang artinya: bahwa setiap anak yang dilahirkan
telah membawa fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak tersebut
menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.(HR Baihaqi)
Namun demikian, Islam sesungguhnya lebih tepat dikatakan sebagai penganut paham
konvergensi plus, yakni bahwa keberhasilan pendidikan selain disebabkan karena usaha
manusia, juga karena hidayah dari Allah Swt. Hal ini dapat dipahami dari QS Al-Waaqi’ah
(56) ayat 63-64 yang artinya: maka apakah kamu memerhatikan apa-apa yang kamu tanam?
Apakah kamu menumbuhkannya atau kami yang menumbuhkannya?.Dengan berpegangan
ayat tersebut, maka Islam menganut paham konvergensi plus, atau konvergensi yang
memadukan antara usaha manusia dengan kehendak Tuhan.Hal ini sejalan pula dengan
ideology pendidikan Islam yang bercorak humanism theo-centris, yakni ideology yang
memahami penggabungan antara usaha manusia dan kehendak Tuhan

d. Aliran Naturalisme
Natural berarti alami atau bersifat alamiah. Aliran ini hampir mirip dengan aliran
nitivisme. Sering sekali orang tertukar anatara nativisme dan naturalisme. Namun
sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Kedua aliran tersebut memang sepakat bahwa
semua orang sejak lahir sudah membawa pembawaan masing-masing. Perbedaannya jika
nativisme meyakini bahwa semua perkembangan anak hanya dipengaruhi pembawaan saja,
sedangkan naturalisme berpendapat bahwa lingkungan juga berpengaruh terhadap
perkembangan anak. Hanya saja lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan alami,
bukan lingkungan buatan seperti di sekolah atau lembaga pendidikan. Aliran naturalisme
meyakini bahwa anak akan mengalami perkembangan yang positif jika dibiarkan
berkembang di lingkungan alami. Sekolah dan lembaga pendidikan buatan, menurutnya,
akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan anak.

C. Aliran-aliran Modern dalam Pendidikan


a. Aliran Progresivisme
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap
pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan
pelajaran (subject-centered).
Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja,
bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya
bakat dan minat setiap anak.
Kurikulum pendidikan Progresivisme adalah kurikulum yang berisi pengalaman-
pengalaman atau kegiatan-kegiatan belajar yang diminati oleh setiap peserta didik
(experience curriculum).
Metode-metode yang digunakan dalam aliran progresivisme diataranya metode belajar
aktif, metode memonitor kegiatan belajar, dan metode penelitian ilmiah.
Pendidikan Progresivisme menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak. Anak
merupakan pusat adari keseluruhan kegiatan-kegiatan pendidikan. Pendidikan
Progresivisme sangat memuliakan harkat dan martabat anak dalam pendidikan. Anak
bukanlah orang dewasa dalam betuk kecil. Anak adalah anak, yang sangat berbeda dengan
orang dewasa. Setiap anak mempunyai individualitas sendiri-sendiri, anak mempunyai alur
pemikiran sendiri, anak mempunyai keinginan sendiri, mempunyai harapan-harapan dan
kecemasan sendiri, yang berbeda dengan orang dewasa. Dengan demikian, anak harus
diperlakukan berbeda dari orang dewasa.

viii
b. Aliran Esensialisme
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes
gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial.
Menurut esensialisme nilai-nilai yang tertanam dalam nilai budaya/sosial adalah nilai-nilai
kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah
payah selama beratus tahun dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang
telah teruji dalam perjalanan waktu. Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan
mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas.
Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah
melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu
dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini
diikuti oleh ketrampilan. Ketrampilan, sikap-sikap dan nilai yang tepat, membentuk unsur-
unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan Pendidikan bertujuan untuk mencapai
standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
Karakteristik metode-metode yang digunakan dalam aliran esensialisme diantaranya
adalah pendidikan berpusat pada guru, peserta didik dipaksa untuk belajar, dan melatihkan
mental.

c. Aliran Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-
pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama
berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di
masyarakat.
Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan
perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Tujuan pendidikan
rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah
sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan
mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut.
Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan
perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Tujuan pendidikan
rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah
sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan
mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut.

d. Aliran Pernnialisme
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai
universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan
penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut. Guru mempunyai peranan
dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut
perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu
pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi dengan berpikir, maka
kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip
pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan
memahami faktor-faktor dan masalah yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan
penyelesaian masalahnya.
Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang
menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran
besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat

ix
menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu
pengetahuan alam, dan lain-lainnya, telah banyak memberikan sumbangan kepada
perkembangan zaman dulu.

e. Aliran Idealisme
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak
di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera.
Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Tugas ide adalah
memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah
menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai
alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-
hari.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-
gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach)
secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Para guru
tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu
muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam
dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru
jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan
kecil yang tidak banyak bermakna.
Pola pendidikan yang diajarkan filsafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran
tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat,
melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme
terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran
antara keduanya.

D. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia


Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia adalah Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran tersebut dipandang sebagai tonggak
pemikiran tentang pendidikan di Indonesia
1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3
Juli 1932 di yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan.
a. Asas dan Tujuan Taman Siswa
Asas Taman Siswa
 Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan terbitnya persatuan
dalam peri kehidupan umum.
 Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan
batin dapat memerdekan diri.
 Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
 Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
 Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
 Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan lahir dan batin untuk
mengobarkan segala kepentinganpribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
 Kemudian ditambahkan dengan asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan,
asas kebangsaan, dan asas kemanusiaan.

x
Tujuan Taman Siswa
 Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
 Membangun abak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya,
serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung
jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
b. Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Rtaman siswa adalah menyiapkan peserta didik
yang cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal Taman siwa
membentuk pusat-pusat kegiatan kemasyarakatan.
c. Hasil-hasil yang Dicapai
Taman siswa telah berhasil menemukakan gagasan tentang pendidikan nasional,
lembaga-lembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata. Taman siswa pun
telah melahirkan alumni alumni besar di Indonesia.
2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad
Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (sumatera Barat).
a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut
 Berpikir logis dan rasional
 Keaktifan atau kegiatan
 Pendidikan masyarakat
 Memperhatikan pembawaan anak
 Menentang intelektualisme
Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan mencakup berbagai hal, seperti:
syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan sebagainya. Tujuan
Ruang pendidik INS Kayu Tanam adalah:
 Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
 Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
 Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
 Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.
 Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
b. Upaya-upaya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain
menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, menyiapkan tenaga guru atau pendidik,
dan penerbitan mjalah anak-anak Sendi, serta mencetak buku-buku pelajaran.
c. Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan
nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang

Itulah beberapa aliran yang ada dalam aliran-aliran pendidikan. Meskipun pemikiran-pemikiran
dari beberapa aliran tersebut saling berbeda satu sama lain, dan bahkan saling bertabrakan, namun
pemikiran-pemikiran tersebut setidaknya berpengaruh terhadap pendidikan di Indonesia.
Untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab maka dirumuskan Profil Pelajar Pancasila.
Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki
kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Profil pelajar Pancasila

xi
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024.

Profil Pelajar Pancasila memiliki enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan
berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif, seperti
dikutip dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Keenam ciri Pelajar
Pancasila tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia
Pelajar Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia adalah
pelajar yang berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memahami
ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam
kehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan
berakhlak mulia: (a) akhlak beragama; (b) akhlak pribadi; (c) akhlak kepada manusia; (d)
akhlak kepada alam; dan (e) akhlak bernegara.
2. Berkebinekaan global
Pelajar Indonesia mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan tetap
berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling
menghargai dan kemungkinan terbentuknya dengan budaya luhur yang positif dan tidak
bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen dan kunci kebinekaan global meliputi
mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi
dengan sesama, dan refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan.
3. Bergotong royong
Pelajar Indonesia memiliki kemampuan bergotong-royong, yaitu kemampuan untuk
melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan
dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen-elemen dari bergotong royong adalah
kolaborasi, kepedulian, dan berbagi.
4. Mandiri
Pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu pelajar yang bertanggung jawab atas
proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran akan diri dan
situasi yang dihadapi serta regulasi diri.
5. Bernalar kritis
Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif
maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis
informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah
memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran,
merefleksi pemikiran dan proses berpikir, dan mengambil Keputusan.

xii
6. Kreatif
Pelajar yang kreatif mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal,
bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Elemen kunci dari kreatif terdiri dari menghasilkan
gagasan yang orisinal serta menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal.

E. Penerapan Ajaran Tringa Dalam Pendidikan


Dalam buku ketamansiswaan di jelaskan bahwa tujuan pendidikan menurut tamansiswa
adalah “membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal budinya
serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab
atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya. Dalam buku tamansiswa juga
dijelaskan tentang ajaran tamansiswa yang bersifat konseptual, fatwa, pedoman operasional dan
nasehat atau semboyan – semboyan Tamansiswa. Pada ajaran Tamansiswa berupa pedoman
operasional atau pedoman praktis Tamansiswa termuat salah satunya adalah Tringa.
Tamansiswa mengajarkan “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengetahui), ngrasa
(memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah
meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk
meningkatkan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan kemampuan untuk
melaksanakan apa yang dipelajarinya. Sistem among merupakan implementasi dari Tringa (ngerti,
ngroso dan ngelakoni).
Penggembangan konsep Tringa harus bersinergi dengan pola asah, asuh dan asih. Artinya
peserta didik akan mendapatkan pendidikan secara utuh dan total bukan hanya peningkatan
kemampuan akademik tetapi kemampuan afektif danpsikomotornya. Oleh karena itu pendidik
mempunyai andil yang besar untuk tercapainya Tringa. Pendidik dituntut profesional dan
memiliki rasa empati (sense of emphatic) terhadap siswa. Pendidik harus mengenali karakter
peserta didik secara individu, sehingga pendidik merancang pembelajaran berdasarkan kebutuhan
peserta didik bukan hanya mengejar target kurikulum. Ngerti berarti mengerti, Ngrasa berarti
Merasakan, dan Nglakoni berarti Melakukan. Jadi, jangan hanya cukup dengan mengerti, tetapi
jangan juga hanya cukup merasakan, namun harus melakukan apa yang sudah dibenarkan dan
dianggap baik oleh akal budi kita. Agar lebih mudah, dimengerti dulu, baru dirasakan.
setelah itu dijalankan. Jangan sampai menjalankan segala sesuatu itu tanpa dipahami lebih
dahulu nilai positif dan negatif yang dirasakan.Inilah mengapa olah rasa dan olah batin, itu
menjadi bagian dari pendidikan Tamansiswa untuk tujuan membentuk jiwa yang cerdas dan
berbudi pekerti luhur melalui tertib laku atau kebiasaan. Dalam konteks pemikiran Ki Hajar,
pendidikan tidak cukup hanya membuat anak menjadi pintar atau unggul dalam aspek kognitifnya.
Pendidikan harusnya mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak seperti daya cipta
(kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Dengan demikian, pendidikan diharapkan
mampu mengembangkan anak menjadi mandiri dan sekaligus memiliki rasa kepedulian terhadap
orang lain, bangsa, dan kemanusiaan, sehingga anak menjadi seorang yang humanis dan lebih
berbudaya. Guru saat ini memiliki peran sangat besar pembentukan karakter anak/siswa. Sebagai
sosok atau peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu dan ditiru, dipertaruhkan. Karena
guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik. Guru adalah
model bagi anak, sehingga setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi model atau
contoh baginya. Seorang guru harus selalu memikirkan perilakunya, karena segala hal yang
dilakukannya akan dijadikan teladan murid-muridnya dan masyarakat. Sebagai guru dan pendidik
diharapkan dan selayaknya memberi teladan bagi anak didik baik dalam setiap kegiatan yang
dilakukan, baik dalam tutur kata dan tindakan nyata atau perilaku. Untuk membentuk anak didik
yang memiliki karakter yang baik, sebagai guru perlu memberikan teladan dan contoh yang baik.
Mengingat pentingnya konsep ajaran Ki Hajar Dewantara yaitu Tringa dalam managemen
Sumber Daya Manusia maka perlu diteliti tentang implementasi Tringa dalam managemen SDM
di sekolah yang diharapkan dapat meningkatkan kemajuan sekolah yang sesuai kualifikasi yang
ditetapkan sekolah.

xiii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan itu disebut aliran-aliran
pendidikan. Aliran Empirisme menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada
lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Aliran Nativisme menyatakan bahwa
anak-anak yang lahir kedunia sudah memiliki pembawaan atau bakatnya yang akan
berkembang menurut arahnya masing-masing. Aliran Naturalisme menyatakan bahwa setiap
anak yang baru dilahirkan pada hakikatnya memiliki pembawaan baik. Dan aliran Konvergensi
menyatakan bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor
lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Jadi, berdasarkan pemaparan
diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan aliran saat ini yang dianut oleh masyarakat adalah
aliran Konvergensi, karena merupakan aliran yang menggabungkan antara aliran Nativisme
dan Empirisme dan merupakan aliran yang sempurna. Aliran ini juga dianut oleh mayoritas
masyarakat indonesia.
Tamansiswa mengajarkan “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengetahui), ngrasa
(memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya
ialah meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa
untuk meningkatkan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan
kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajarinya. Sistem among merupakan
implementasi dari Tringa (ngerti, ngroso dan ngelakoni).

B. Saran
Dalam proses belajar dan mengajar pendidik harus memilih aliran yang sesuai dengan
karakter siswanya agar kesuksesan dapat tercapai dengan baik dan terbentuk hubungan yang
interaktif antara pendidik dan peserta didik.

xiv
DAFTAR PUSTAKA

Tirtarahardja, Umar dan La sula 2005. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Redja Mudyaharjo. 2008. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Joseph Mbulu, dkk. 2005. Pengantar Ilmu Pendidikan. Malang: Laboratorium Teknologi
Pendidikan.

Rasyidin, Waini.2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press

Soeratman, Parsiti, 1985. Ki Hajar Dewantara, Jakarta. Departemen Pendidikan Dan


Kebudayaan, Proyek Pembinaan Pendidikan Dasar.

Sanjaya, Wina,2006. Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standard Proses Pendidikan.


Jakarta, Fajar Interpratama Offset.

Widyarini, I. (2018). Aliran-aliran pendidikan . penerapan ajaran ki hadjar dewantara


"TRI NGA" dalam manajemen sdm untuk pemajuan sekolah , 37.

Trisna Wulandari,2021. “Profil Pelajar Pancasila”. Jakarta: detikEdu.com


https://www.detik.com/edu/sekolah/d-5635708/6-profilpelajarpancasila-yang-
dirumuskan-kemendikbud-ini-lengkapnya/amp

xv

Anda mungkin juga menyukai