Karya Ilmiah Erwin
Karya Ilmiah Erwin
OlEH:
CHRISTIANO ERWIANSAH PUTRA
X SCIENCE ²
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala
pikiran, kesehatan, kemauan, dan semangat dalam menyusunan karya tulis ini, dalam rangka
memenuhi nilai ujian mata pelajaran Jurnalistik. Karya Tulis ini berjudul “TINJAUAN
SINGKATMENGENAI PERKEMBANGBIAKAN KOMODO”.
Merupakan suatau kewajiban bagi pelajar untuk menyusun Karya Tulis ini.
Kesempatan ini akan dijadikan sebagai ajang pembelajaran dan pengembangan diri membuka
wawasan. Adapun sesuai dengan maksud dan tujuan karya ilmiah ini, penyusun hendak
mengangkat dan memperkenalkan tentang hewan endemik Indonesia yaitu varanus
comodiensis.
Karya Tulis ini tidak hanya dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
pelajaran jurnalistik, tetapi Karya Tulis ini memiliki tujuan untuk menginformasikan lebih
lengkap mengenai Komodo dan lebih khususnya mengenai perkembangbiakan Komodo.
Dalam Karya Tulis ini tidak langsung membahas tentang tujuan awal, yaitu membahas
mengenai perkembangbiakan Komodo, namun penulis akan menginformasikan klasifikasi,
anatomi, morfologi , fisiologi dan masih banyak lagi. Tak lupa Karya Tulis ini dilengkapi
dengan gambar – gambar yang sangat menarik yang berkenaan dengan Komodo.
Atas keberhasilan saya dalam menyusun Karya Tulis ini, sayabsangngat bangga dan
puas. Namun dalam penyusunan Karya Tulis ini Penulis tak luput dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu sudah sepantasnya Penulis menyampaikan terimaksih kepada yang
terhormat : Fr. Rano mare Sp.d.SVD.
Akhir kata semoga penyusun karya tulis ini dapat menjadi pengantar dan inspirasi yang
bermanfaat bagi penyusun maupun untuk pembaca yang budiman.
Penyusun :
2
Christiano erwiansah putra
DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………………..
Daftar isi…………………..…………………………………………..
LEMBAR PENGESAHAN…….………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..
1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………..
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………...
1.3 INDENTIFIKASI MASALAH…………………………………………
1.4 HIPOTESIS…………………………………………………………..…
1.5 TUJUAN PENULISAN…………………………………………………
1.6 MAMFAAT……………………………………………………………..
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………
4.1 KESIMPULAN…………………………………………………………
4.2 SARAN…………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….
3
LEMBAR PENGESAHAN
JudulKarya Tulis:
Disusun Oleh:
Christiano erwiansahputra
X IPA 2
Mengesahkan,
Wali Kelas Guru Pembimbing
Menyetujui,
4
Kepala Sekolah SMAK ST. IGNATIUS LOYOLA LABUAN BAJO
BAB 1
PENDAHULUAN
5
1.3 Identifikasi Masalah
- berkurangnya ketersediaan mangsa
- akbat cuaca yang kurang mendukung untuk berkembang biak dan masa penetasan telur
- saling memangsa sesama komodo
- banyaknya perburuan komodo
- terbatasnya lingkungan hidup komodo
1.4. Hipotesis
a) Dugaaan pertama, Komodo berkurang mangsanya / makanannya, sehingga saling
memangsa sesama komodo
b) Dugaan ke dua, suhu yang tidak selalu mendukung untuk berkembang biaknya komodo
(penetasan telur)
c) Dugaan ke tiga, komodo banyak di buru, karena bisa digunakan untuk aksesoris. Misalnya
kulit komodo yang dijadikan tas, sepatu, jaket, d.l.l.
1.6 Mamfaat
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah supaya para pelajar tahu bahwa komodo itu
merupakan salah satu hewan endemik yang pelu di jaga karena kepunahanya terancam .
Marilah kita bersama-sama sama menjaga supaya komodo selalu terjaga dengan cara tidak
berburu dan memindahkanya ke Habitat lain.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
7
kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan
sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
2.2 Fakta Komodo adalah Hewan Khas yang Ada di Negara Indonesia:
8
Dikutip dari jurnal berjudul Kajian Ekologi dan Status Keberadaan Komodo di Pulau Padar
Taman Nasional Komodo karya Abdul Haris Mustari, dkk. Komodo di Pulau Padar tak
ditemukan lagi diduga karena masalah ekologi seperti menurunnya kualitas dan kuantitas
makanan, air, dan satwa lain yang terkait dengan kehidupan komodo.
Tahun 2006, peneliti memverifikasi bahwa komodo adalah hewan khas yang ada di negara
Indonesia ini untuk betina dapat bereproduksi secara aseksual melalui proses yang disebut
partenogenesis. Jika tidak ada jantan, komodo betina masih bisa bertelur.
Penelitian tersebut dilakukan pada dua kebun binatang di London yang merawat komodo
betina tanpa pasangan. Beberapa telur dari cengkeramannya menegaskan bahwa tidak ada
jantan yang berkontribusi pada pembuahan.
Meskipun penampakannya terlihat buas dan menyeramkan. Akan tetapi komodo suka
bermain. Individu yang bahagia telah diamati bermain dengan sekop dan sepatu. Cara
individu berinteraksi dengan objek terbukti tanpa agresi atau motivasi untuk makan dan dapat
dianggap sebagai bermain.
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
“Saya mengajak masyarakat dunia untuk sama-sama menyelamatkan komodo dari
pemerintahan saat ini yang melakukan pembangunan tanpa mengedepankan aspek
keberlangsungan hidup komodo dragon,”
Menurut pendapat saya cara untuk mempertahankan komodo, yaitu :
- Salah satu cara terbaik untuk melestarikan komodo adalah mengedukasi masyarakat
akan peran dan pentingnya perlindungan komodo. Selain taman nasional di NTT,
terdapat pulau lain di Flores yang menjadi habitat komodo.
- Melarang perburuan dan perdagangan komodo. Komodo termasuk hewan yang
dilindungi.
3.2 Fisiologi
Komodo tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga. Biawak ini
mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut,
hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu
membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak.
Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil
lainnya, dengan inderavomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang
dapat membantu navigasi pada saat gelap. Dengan bantuan angin dan kebiasaannya
menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi
keberadaan daging bangkai sejauh 4—9.5 kilometer. Lubang hidung komodo bukan
merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga badan.
Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf
perasa di bagian belakang tenggorokan. Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya diperkuat
dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang
sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki memiliki tiga sensor
rangsangan atau lebih. Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa
bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan)
pada komodo liar. Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London
ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika
ia tidak terlihat oleh si biawak.
3.3 Ekologi, perilaku dan cara hidup
Komodo secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan
beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana
dan hutan tropis pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan kering ini.
Mereka aktif pada siang hari, walaupun terkadang aktif juga pada malam hari. Komodo
adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan
berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada jarak
yang pendek; berenang dengan sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter; serta
11
pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa
yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan
menggunakan ekornya sebagai penunjang. Dengan bertambahnya umur, komodo lebih
menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya
memanjat pohon. Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1–3 meter
dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di
dalam lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi
waktu berjemur pada pagi selanjutnya.
Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian
hari yang terpanas.Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk
atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka dari vegetasi, dan di sana-sini berserak
kotoran hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis
untuk menyergap rusa.
3.4 Perilaku makan
Komodo adalah hewan karnivora. Walaupun mereka kebanyakan makan daging bangkai,
penelitian menunjukkan bahwa mereka juga berburu mangsa hidup dengan cara mengendap-
endap diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu tiba di dekat
tempat sembunyi komodo, hewan ini segera menyerangnya pada sisi bawah tubuh atau
tenggorokan. Komodo dapat menemukan mangsanya dengan menggunakan penciumannya
yang tajam, yang dapat menemukan binatang mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5
kilometer.
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya
bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa
berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut
mangsa yang berupa tumbuhan biasanya dibiarkan tak disentuh. Air liur yang kemerahan dan
keluar dalam jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski
demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang; 15–20 menit diperlukan
untuk menelan seekor kambing. Komodo terkadang berusaha mempercepat proses menelan
itu dengan menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa
masuk melewati kerongkongannya. Dan kadang-kadang pula upaya menekan itu begitu keras
sehingga pohon itu menjadi rebah. Untuk menghindari agar tak tercekik ketika menelan,
komodo bernafas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang berhubungan langsung
12
dengan paru-parunya. Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan leluasa, tengkoraknya
yang lentur, dan lambungnya yang dapat melar luar biasa memungkinkan komodo menyantap
mangsa yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan.
Setelah makan, komodo menyeret tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar matahari untuk
berjemur dan mempercepat proses pencernaan.
3.6 Reproduksi
13
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan
September. Selama periode ini, komodo jantan bertempur untuk mempertahankan betina dan
teritorinya dengan cara “bergulat” dengan jantan lainnya sambil berdiri di atas kaki
belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan “terkunci” ke tanah. Kedua komodo
jantan itu dapat muntah atau buang air besar ketika bersiap untuk bertempur. Pemenang
pertarungan akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat
penerimaan sang betina. Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan
cakar mereka selama awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya
mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain yang diperlihatkan
selama proses ini adalah jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di
atas punggung dan menjilat. Kopulasi terjadi ketika jantan memasukan salah satu
hemipenisnya ke kloaka betina. Komodo dapat bersifat monogamus dan membentuk
“pasangan,” suatu sifat yang langka untuk kadal.
3.7 Partenogenesis
Sungai, seekor komodo di Kebun Binatang London, telah bertelur pada awal tahun 2006
setelah dipisah dari jantan selama lebih dari dua tahun. Ilmuwan pada awalnya mengira
bahwa komodo ini dapat menyimpan sperma beberapa lama hasil dari perkawinan dengan
komodo jantan di waktu sebelumnya, suatu adaptasi yang dikenal dengan istilah
superfekundasi.
Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun
Binatang Chester, Inggris adalah komodo kedua yang diketahui menghasilkan telur tanpa
fertilisasi (pembuahan dari perkawinan): ia mengeluarkan 11 telur, dan 7 di antaranya
berhasil menetas. Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika
pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora
tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Setelah temuan yang mengejutkan ini,
pengujian lalu dilakukan terhadap telur-telur Sungai dan mendapatkan bahwa telur-telur
itupun dihasilkan tanpa pembuahan dari luar. Ketujuh anak komodo keturunan Flora ini lahir
dalam keadaan sehat dan hanya makan jangkrik dan belalang sebagai makanan dietnya. Ini
sesuai dengan kehidupan asli komodo di alam liar. Berdasarkan pengetahuan ilmiah, saat
tumbuh dewasa, bayi-bayi komodo bisa mencapai ukuran panjang 10 kaki (3 meter) dan
memiliki berat sekitar 300 pon (135 kilogram).
- Evolusi
Perkembangan evolusi komodo dimulai dengan marga Varanus, yang muncul di Asia sekitar
40 juta tahun yang silam dan lalu bermigrasi ke Australia. Sekitar 15 juta tahun yang lalu,
pertemuan lempeng benua Australia dan Asia Tenggara memungkinkan para biawak bergerak
menuju wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang. Komodo diyakini berevolusi dari
nenek-moyang Australianya pada sekitar 4 juta tahun yang lampau, dan meluaskan wilayah
persebarannya ke timur hingga sejauh Timor Perubahan-perubahan tinggi muka laut
semenjak zaman Es telah menjadikan agihan komodo terbatas pada wilayah sebarannya yang
sekarang.
14
- Komodo dan manusia
- Konservasi
Biawak komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan dikatagorikan
sebagai spesies Rentan dalam daftar IUCN Red List. Sekitar 4.000–5.000 ekor komodo
diperkirakan masih hidup di alam liar. Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau Rinca
(1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin
sekitar 2.000 ekor). Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi ini karena
diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina yang produktif dan dapat
berbiak. Bertolak dari kekhawatiran ini, pada tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan
berdirinya Taman Nasional Komodo untuk melindungi populasi komodo dan ekosistemnya di
beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca, dan Padar. Belakangan ditetapkan pula Cagar
Alam Wae Wuul dan Wolo Tado di Pulau Flores untuk membantu pelestarian komodo.
Namun pada sisi yang lain, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa komodo, setidaknya
sebagian, telah terbiasa pada kehadiran manusia. Komodo-komodo ini terbiasa diberi makan
karkas hewan ternak, sebagai atraksi untuk menarik turis pada beberapa lokasi kunjungan.
Aktivitas vulkanis, gempa bumi, kerusakan habitat, kebakaran (populasi komodo di Pulau
Padar hampir punah karena kebakaran alami,berkurangnya mangsa, meningkatnya
pariwisata, dan perburuan gelap; semuanya menyumbang pada status rentan yang disandang
komodo. CITES (theConventionon International Trade in EndangeredSpecies) telah
15
menetapkan bahwa perdagangan komodo, kulitnya, dan produk-produk lain dari hewan ini
adalah ilegal.
Meskipun jarang terjadi, komodo diketahui dapat membunuh manusia. Pada tanggal 4 Juni
2007, seekor komodo diketahui menyerang seorang anak laki-laki berumur delapan tahun.
Anak ini kemudian meninggal karena perdarahan berat dari luka-lukanya. Ini adalah catatan
pertama mengenai serangan yang berakibat kematian pada 33 tahun terakhir.
• Populasi kecil
Ditinjau dari segi ilmiah, populasi komodo yang amat khas ini dapat digolongkan ke dalam
islandpopulation di mana populasi yang mungkin ribuan dan bahkan jutaan tahun yang lalu
menciut menjadi populasi-populasi kecil yang memiliki tingkat keragaman genetik yang
khas, sesuai habitatnya.
Jadi, populasi komodo di Manggarai Barat dan di Pulau Komodo memiliki ciri khas populasi
akibat sudah teradaptasinya gen-gen spesifik pada lingkungan yang spesifik pula.
Perlu diluruskan kembali, inbreeding tidak selalu merugikan. Dalam banyak hal, inbreeding
merupakan salah satu metode persilangan yang banyak dimanfaatkan untuk memurnikan
suatu breed atau galur (line).
• Perlu kehati-hatian
Ditinjau dari ilmu genetika, ekologi, dan populasi, diperlukan kehatian-hatian untuk
melakukan konservasi ex situ. Sebab, jika dilakukan tanpa tinjauan ilmiah yang mendalam,
hasilnya justru membantu mempercepat kepunahan suatu populasi.
Jika suatu individu atau kelompok individu dipindahkan dari habitatnya, biasanya individu ini
mengalami berbagai stres, mulai dari stres akibat penangkapan, stres akibat tidak sesuainya
dengan habitat baru, stres perubahan pakan, stres perubahan iklim, dan lainnya.
- Penangkaran
Telah semenjak lama komodo menjadi tontonan yang menarik di pelbagai kebun binatang,
terutama karena ukuran tubuh dan reputasinya yang membuatnya begitu populer. Meski
demikian hewan ini jarang dipunyai kebun binatang, karena komodo rentan terhadap infeksi
dan penyakit akibat parasit, serta tak mudah berkembang biak.
Komodo yang pertama dipertontonkan adalah pada Kebun Binatang Smithsonian di tahun
1934, namun hewan ini hanya bertahan hidup selama dua tahun. Upaya-upaya untuk
memelihara reptil ini terus dilanjutkan, namun usia binatang ini dalam tangkaran tak begitu
panjang, rata-rata hanya 5 tahun di kebun binatang tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh
WalterAuffenberg di atas, yang hasilnya kemudian diterbitkan sebagai buku The
BehavioralEcologyofthe Komodo Monitor, pada akhirnya memungkinkan pemeliharaan dan
pembiakan satwa langka ini di penangkaran.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai pembahasan di atas dapat disimpulkan, sebagai berikut:
1. Biawak komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan dikatagorikan
sebagai spesies Rentan dalam daftar IUCN Red List. Sekitar 4.000–5.000 ekor komodo
diperkirakan masih hidup di alam liar
2. Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional Komodo untuk melindungi
populasi komodo dan ekosistemnya di beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca, dan Padar.
17
3. Aktivitas vulkanis, gempa bumi, kerusakan habitat, kebakaran (populasi komodo di Pulau
Padar hampir punah karena kebakaran alami,berkurangnya mangsa, meningkatnya
pariwisata, dan perburuan gelap; semuanya menyumbang pada status rentan yang disandang
komodo merupakan bebeapa penyebab rentannya kepunahan komodo.
4. Ditinjau dari segi ilmiah, populasi komodo yang amat khas ini dapat digolongkan ke dalam
islandpopulation di mana populasi yang mungkin ribuan dan bahkan jutaan tahun yang lalu
menciut menjadi populasi-populasi kecil yang memiliki tingkat keragaman genetik yang
khas, sesuai habitatnya.
5. Secara fisiologis, jika individu komodo sudah lama beradaptasi pada suatu daerah, individu
tersebut telah memiliki zona homeostasis fisiologinya yang khas. Maka, pemindahan ke
habitat lain akan memaksa individu tersebut untuk menyesuaikan ke titik ”zona homeostasis”
barunya. Jika individu tersebut tidak dapat secepatnya menyesuaikan diri, hal pertama yang
dikorbankan adalah penurunan laju pertumbuhan dan mengurangi atau bahkan mengeliminasi
aktivitas reproduksinya
4.3 Saran
Tulisan ini kami serahkan kepada pembaca untuk dipelajari dan kami mengharapkan suara-
suara yang berfaedah untuk memperbaiki segala sesuatu yang dirasa perlu. Kami tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang menambah pengertian kami mengenai
Komodo, serta konservasi (perlindungan) terhadap Komodo. Bacalah aturan membuat
makalah, jangan hanya menyalin makalah orang lain. #Rfz
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Komodo
Http://epaper.kompas.com/
Http://www.lombokwisata.com/sejarah-wisata-pulau-komodo-dragon-indonesia.htm
http://biologi2008fkipunila.blogspot.com/2010/02/konservasi-komodo.html
18
19