Anda di halaman 1dari 13

PROJECT

“BERBIAK KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens)”

BIOGEOGRAFI

DOSEN PENGAMPU: Nina Novira, Ph.D.

OLEH :

Ade Wiranda

Nim. 3173131004

KELAS C 2017

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
20120
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami ucapakan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Project yang berjudul “BERBIAK KOMODO (Varanus komodoensis
Ouwens)” .
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memotivasi dalam penulisan ini. Kami juga mengucapkan terima kepada Ibu
Nina Novira, Ph.D. selaku pembimbing yang telah membimbing dan
memberikan arahan dalam penulisan ini.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan Project ini masih banyak
kekurangan, untuk itu Kami mengharapkan kritikdan saran yang membangun.
Semoga Project ini dapat menjadi informasi dan bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.

Medan, Mei 2020

Ade wiranda

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................1

B. Tujuan..............................................................................................1

C. Manfaat............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3

A. Klasifikasi........................................................................................3

B. Morfologi.........................................................................................3

C. Penyebaran.......................................................................................4

D. Habitat.............................................................................................4

E. Populasi............................................................................................4

F. Sarang...............................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komodo merupakan salah satu fauna yang masih hidup sisa peninggalan
zaman purba dan keberadaannya tersebar di Pulau Komodo, P. Rinca, P. Gili
Motang, dan P. Flores. Satwa langka yang terancam punah ini dilindungi
berdasarkan Undang- Undang Perburuan dan Perlindungan Binatang Liar tahun
1931 dan menjadi satwa kebanggaan Indonesia. Komodo merupakan jenis
satwa reptil yang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan
jenis reptil lainnya.
. Komodo ditetapkan sebagai satwa nasional yang menjadi kebanggaan
bangsa Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 4 tahun 1992. Keberadaan
komodo sangat dilindungi baik secara nasional maupun internasional karena
dianggap penting dalam ilmu pegetahuan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
No.7 tahun 1999 Komodo masuk dalam daftar satwa yang dilindungi. Secara
internasional, komodo oleh IUCN dikategorikan sebagai jenis yang berstatus
Vurnerable dan masuk dalam Appendix I CITES. Keunikan komodo yang
dianggap sebagai sisa reptil purba yang masih bertahan hidup sampai sekarang
mendapatkan perhatian dari para peneliti dari dalam maupun luar negeri.
Berbagai penelitian tentang komodo telah bayak dilakukan untuk melindungi
kelestariannya, akan tetapi masih terdapat banyak ancaman yang secara
langsung maupun tidak langsung mengancam populasi komodo di habitat
alami. Ancaman tersebut antara lain perburuan satwa mangsa dan perusakan
habitat asli.

B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui tentang klasifikasi, morfologi, penyebaran, habitat, populasi


Biawak Komodo

C. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah:

1
1. Menambah wawasan tentang tentang klasifikasi, morfologi, penyebaran,
habitat, populasi Biawak Komodo

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Klasifikasi
Klasifikasi komodo menurut Green dan King (1991); IBL Reptile
Database (1997); dan Zug (1993) diacu dalam San Diego Zoo Library
mengklasifikasikan komodo dalam klasifikasi hewan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Reptilia
Subclass : Diapsida
Order : Squamata Suborder : Sauria (Lacertilia) Infraorder :
Autarchoglossa Family : Varanidae
Genus : Varanus

Species : Varanus komodoensis

Komodo dalam bahasa Manggarai dikenal dengan sebutan Ora.

Foto M. Chrismiawati

B. Morfologi
Komodo memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan
biawak lainnya. Komodo dewasa dapat mencapai panjang tubuh 304 cm dan
berat mencapai 81,5 kg. Tetasan komodo ketika baru menetas memiliki rata-rata
panjang tubuh 43 cm dan berat 95 kg, lebih panjang dari pada tetasan jenis lain

3
dalam keluarga Varanidae (Jessop et al. 2007). Komodo terpanjang yang
pernah

tercatat mencapai panjang 3,13 m. Menurut Abdoessoeki (1968) komodo


memiliki badan yang panjang, lebih besar dari kepalanya. Kepala komodo agak
memanjang mirip kadal, matanya kecil, mulutnya agak memanjang ke belakang,
kulitnya coklat-kuning kehitam-hitaman dan bersisik kasar.

C. Penyebaran
Menurut Auffenberg (1981) penyebaran komodo meliputi Pulau Flores
bagian barat, Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Gilimotang dan Pulau
Mada Sumbi. Penyebaran di Pulau Flores ada 2 bagian yaitu di bagian barat
Pulau Flores mulai dari Labuan Bajo hingga Nanggili, di bagian Pantai Utara
mulai dari Dampek sampai sebelah barat Riung.

D. Habitat
Suatu habitat adalah hasil interaksi dari sejumlah komponen. Secara
terperinci, komponen fisik terdiri dari: air, udara, iklim, topografi, tanah, dan
ruang. Sedangkan komponen biotik terdiri dari vegetasi, mikro fauna, makro
fauna, serta manusia (Alikodra 2002).
Menurut Mochtar (1992) diacu dalam Fahruddin (1998) menyatakan
bahwa secara umum keadaan habitat komodo ada semua tempat hampir sama
yaitu suhu rata-rata 23-40 C dengan kelembaban berkisar antara 45%-75% dan
ketinggian 0- 600 m dpl. Topografi dengan sudut kemiringan antara 10-40°.
Habitat komodo di dominasi oleh padang savana, adapun pohon khas yang
dijumpai pada habitat komodo adalah pohon lontar (Borassus flabellifer).
Semua biawak bersifat ektoterm. Suhu tubuh kadal biawak aktif pada kisaran
30oC to 40oC. Kebanyakan mereka mengatur suhu tubuhnya dalam dua atau tiga
derajat dari 36oC saat aktif (King&Green 1999).

E. Populasi
Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu
satu sesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada

4
suatu tempat dan waktu tertentu (Anderson 1985 diacu dalam Alikodra 2002).
Survey komodo pada tahun 2000 mencatat jumlah sebanyak 1.009 komodo di
Pulau Komodo dan 1.001 komodo di Pulau Rinca. Jumlah tersebut lebih
rendah dibandingkan survei yang diadakan tahun sebelumnya dimana populasi
yang tercatat berkisar dari 1.062 - 1.772 komodo di Pulau Komodo dan 1.110 -
1.344 komodo di Pulau Rinca (Erdmann 2004).

F. Sarang
Untuk mendukung kehidupan satwaliar diperlukan suatu kesatuan
kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidup satwaliar baik makanan,
air udara bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembang biak maupun
tempat mengasuh anak-anaknya, kawasan tersebut baik fisik maupun biotik
dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembang biak satwaliar disebut
habitat.
Sarang adalah sesuatu yang sengaja atau tidak dibangun untuk
dipergunakan sebagai tempat berkembang biak dan atau sebagai tempat istirahat
(tidur). Letak sarang tersebut dapat bermacam-macam (1) di atas pohon pada
ranting, dahan atau cabang pohon, (2) pada batang pohon dengan membuat
lubang-lubang, dan
(3) di tanah, antara lain diletakkan di atas permukaan tanah, lubang dalam
tanah, ataupun di dalam gua. Bentuk sarang dari jenis satwaliar tertentu
biasanya memiliki ciri khas tersendiri sehingga dapat dibedakan dari jenis
lainnya (Alikodra 1990; Santosa&Kartono 1995 diacu dalam Fahruddin 1998).
Sarang yang dibuat atau digunakan komodo ada 2 macam, yaitu sarang untuk
meletakkan telur atau digunakan untuk tidur, terutama yang terdapat di tepi
pantai. Komodo banyak membuat lubang kamuflase, namun lubang ini tidak
digunakan untuk tidur. Lubang sarang biasanya hanya dipakai komodo pada
waktu komodo sakit (Kartono 1994 diacu dalam Fahruddin 1998).
Menurut Jessop et al. (2003) komodo menggunakan tiga tipe sarang dan
dikategorikan sebagai berikut:
1. Sarang lubang di tanah; terdiri dari konstruksi galian horizontal
yang dalam di tanah.
2. Sarang di bukit (hill nest); umumnya terdiri dari lubang galian

5
(semacam terowongan) yang luas menghasilkan satu atau lebih
bagian pada bagian depan bukit. Dalam lubang galian ini, betina
akan menggali lubang untuk telur di samping beberapa lubang

tipuan. Sarang tipe ini umumnya berada di padang savana yang


dikelilingi perbukitan.
3. Sarang gundukan tanah; komodo menggunakan gundukan tanah
untuk bersarang yang telah dibuat oleh burung gosong.
Sarang berbiak komodo aktif ditunjukkan oleh adanya aktivitas
penggalian yang dilakukan betina (awal Agustus) atau dengan observasi yang
dilakukan betina secara berulang-ulang di sarang (Agustus sampai November).
Sarang komodo yang tidak aktif ditunjukkan oleh tidak adanya aktivitas
penggalian oleh betina atau tidak ada penjagaan sarang oleh betina selama
musim bersarang (Jessop et al. 2003). Sarang dinyatakan sebagai sarang aktif
jika terdapat aktivitas betina bersarang seperti:
1. Adanya galian baru sarang
2. Adanya bekas galian/penutupan lubang sarang
3. Adanya komodo betina yang menjaga sarang.
Aktivitas reproduksi, khususnya jumlah sarang aktif setiap tahun dapat
digunakan sebagai salah satu cara penghitungan tidak langsung penilaian
kecenderungan populasi. Perkiraan pertambahan individu baru dapat diduga
dari jumlah sarang yang aktif.
Tempat-tempat bersarang memerlukan perlindungan yang khusus
sehingga kelangsungan keturunannya dapat terjamin. Di samping juga untuk
melindungi dan mencegah terjadinya kerusakan tempat bersarang baik karena
manusia maupun alam (Alikodra 1993). Menurut Muslich dan Priyono (2005)
komodo memiliki banyak lubang yang terdapat dalam sarang secara umum
merupakan lubang kamuflase yang dibuat untuk menghindari predasi dari
komodo lain.
Menurut Auffenberg (1981) sebuah lubang sarang komodo di Kebun
Binatang Surabaya dalamnya 45 cm, yang digali pada tanah humus yang
menggunduk. Penggalian dilakukan dalam beberapa jam dan hal itu dilakukan

6
komodo dengan kaki depannya. Galian tersebut akan membentuk gunung kecil
atau gundukan tanah yang gembur. Di alam pernah ditemukan kulit telur
komodo dalam liang besar yang panjangnya 4 meter. Namun lubang sarang di
Pulau Rinca umumnya dalamnya antara 30-40 cm. Selain di pasir, sarang
komodo juga pernah ditemukan diantara bebatuan dengan kerikil berpasir
laterit.
Komodo betina juga menggunakan sarang yang dibuat oleh burung
gosong. Dalam Muslich dan Priyono (2005) disebutkan bahwa menurut hasil
survey yang dilakukan oleh TNK dan Zoological Society of San Diego (ZSSD)
menunjukkan bahwa di seluruh pulau, komodo lebih banyak menggunakan
sarang gosong dengan tipe sarang gundukan untuk meletakkan telurnya. Dalam
Jessop et al. (2003) komodo betina meletakkan telurnya, berdasarkan
pemilihannya sebanyak 61%, komodo betina menggunakan sarang burung
gosong sebagai tempat meletakkan telur.
Komodo betina meletakkan 1-30 telur (rata-rata 18) dalam sarang.
Peletakan telur ini diletakkan beberapa kali dengan jumlah satu atau lebih telur
selama beberapa hari secara berurutan. Komodo betina kebanyakan hanya
meletakakan telur hanya satu sarang per tahunnya yaitu pada bulan Juli sampai
awal September (Auffenberg 1981; IUCN/SSC CBSG 1994; Judd&Bacon
1977) diacu dalam San Diego Zoo Library.
Telur komodo memiliki tipikal telur dengan tekstur kulit cangkang kasar.
Kebanyakan telur biawak memerlukan waktu inkubasi yang lebih lama bila
dibandingkan dengan jenis kadal lainnya. Pada V. niloticus, telur biasanya
menetas setelah 8-10 bulan (Cowles 1930); V. griseus mencapai 10 bulan
(Thilenius 1897); V. salvator dari 2,5 sampai 10 bulan (Kratzer 1973); dan yang
lainnya seperti V. bengalensis dan V. varius (Smith 1931; Deraniyagala
1957&Worrel 1963) memililiki waktu menengah antara 2,5-5,5 bulan. Periode
inkubasi telur oleh komodo biasanya antara 8-8,5 bulan Auffenberg (1981).
Oleh karena itu telur-telur tersebut memiliki simpanan energi yang besar selama
inkubasi (Murphy et al.). Telur komodo menetas antara bulan Maret dan April,
dengan berat tetasan rata-rata 80,3 gram dan kisaran total panjang dari 253
sampai 555 mm, ukuran ini lebih panjang daripada beberapa spesies biawak
lainnya (190- 278 mm) (Auffenberg 1981).

7
Suhu lingkungan sangat berpengaruh penting pada kehidupan sehari-hari
berbagai jenis hewan, terutama yang bersifat ektoterm. Contohnya, banyak
reptil berperilaku komplek dan termoregulasi fisiologi untuk mempertahankan
temperatur tubuh mereka (Huey&Slatkin 1976; Avery 1982;
Bedford&Newcombe 1982; Peterson, Gibson&Dorcas 1993 diacu dalam
Shine&Elphick 2000). Untuk tahap kehidupan reptil seperti pada tahap telur,
Embrio reptil tidak dapat mengatur temperaturnya sendiri. Variasi suhu pada
tahap embrio memiliki konsekuensi yang penting terhadap tetasan. Suhu selama
inkubasi reptil tidak hanya menentukan kesuksesan penetasan, tetapi juga
berpengaruh terhadap sifat fenotip tetasan seperti jenis kelamin, ukuran, bentuk,
warna, perilaku dan lokomotor (Bull 1980; Burger Zappalorti&Gochfeld 1987;
Burger&Zappalorti 1988; Burger 1989 diacu dalam Shine&Elphick 2000).
Beberapa reptil dan penyu memperlihatkan determinasi jenis kelamin
bergantung terhadap suhu dimana temperatur inkubasi menentukan perbedaan
gonad. Reptil yang memiliki determinasi jenis kelamin bergantung terhadap
suhu memperlihatkan perbedaan pola yang didefinisikan oleh Ewert dan Nelson
(1991), Pola Ia (Trachemys scripta); pola yang paling umum, menghasilkan
rasio lebih banyak betina pada temperatur hangat dan rasio lebih banyak jantan
pada temperatur dingin (Ewert&Nelson 1991). Pola Ib (Sphenodon guntheri)
dikareksteristikkan dengan peningkatan jumlah jantan pada temperatur hangat
dan peningkatan jumlah betina pada temperatur dingin (Mitchell et al. 2006).
Sex rasio lebih banyak betina pada suhu dingin maupun panas (Chelydra
serpentina), dan rasio lebih banyak jantan pada suhu pertengahan adalah
karakteristik dari pola II (Ewert&Nelson 1991). Diferensiasi gonad terjadi
selama periode thermosensitif pada embriogenesis biasanya pada periode ketiga
perkembangan (Bull 1980) diacu dalam Emer (2007).
Terlihat adanya pemilihan oleh komodo betina dalam penggunaan sarang
burung gosong belum terpakai daripada sarang permukaan tanah dan sarang di
bukit. Diperkirakan pemakaian sebagian struktur sarang ini menunjukan proses
pemilihan yang disengaja oleh betina, komodo memang secara khas memilih
sarang burung gosong yang rata-rata secara signifikan lebih tersinari matahari.
Diperkirakan, bahwa proses pemilihan ini disebabkan karena lingkungan
tersebut memiliki kondisi yang baik untuk inkubasi telur selama 180 hari hingga

8
masa penetasan (Green&King 1999). Pemilihaan lokasi sarang dengan sedikit
naungan dan lebih panas oleh betina dapat mengindikasikan suatu pemilihan
yang diperlukan untuk waktu inkubasi cepat. Kemungkinan hal ini untuk
memastikan komodo menetas dan keluar sarang bertepatan dengan akhir musim
kering, sat kelimpahan serangga mangsa dalam jumlah banyak (Madsen&Shine
1999) diacu dalam Jessop et al. 2003.
Keberadaan sarang berbiak suatu spesies sangat menentukan keberlanjutan
spesies yang bersangkutan. Menurut Jessop et al. (2003) komodo betina
menyimpan telurnya di dalam lubang sarang yang digalinya sendiri. Sarang
berupa beberapa lubang galian meski hanya satu lubang yang menjadi tempat
penyimpanan telur. Sarang aktif akan dijaga oleh betina dari ancaman gangguan
komodo maupun binatang lain.
Menurut Jessop et al. (2003) menyatakan bahwa tidak ada bukti spasial
yang menunjukkan bahwa pemanfaatan sarang oleh komodo betina yang
ditentukan oleh kebutuhan habitat tertentu terkait posisi sarang satu sama lain di
lembah terbesar bagian utara pulau.

9
DAFTAR PUSTAKA

INTERNET:
1. https://www.researchgate.net/publication/320946411_IDENTIFIKASI_K
ARAKTERISTIK_SARANG_BERBIAK_KOMODO_Varanus_komodo
ensis_Ouwens_1912_DI_LOH_BUAYA_PULAU_RINCA_TAMAN_N
ASIONAL_KOMODO_NUSA_TENGGARA_TIMUR
2. https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/95477/1/E18ufk.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai