Anda di halaman 1dari 25

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/331295477

Bab 7. Pengolahan Limbah Cair RPH

Chapter · September 2016

CITATIONS READS

0 2,511

3 authors:

Sri Wahyono Firman L. Sahwan


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
44 PUBLICATIONS   43 CITATIONS    26 PUBLICATIONS   41 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Feddy Suryanto
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
19 PUBLICATIONS   18 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Sri Wahyono on 23 February 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

BAB 7
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RPH

Pengolahan Limbah Cair RPH 137


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

7. 1. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RPH

Pengolahan limbah cair dimulai dengan penyaringan material kasar


dengan automatic coarse screen. Penyaringan ini dilakukan untuk
mencegah adanya penyumbatan pada sistem pemipaan dan pompa.
Penyaringan dilanjutkan dengan saringan halus (fine screen). Padatan
yang terpisahkan kemudian masuk ke ruang pengumpulan padatan
(storage of screenings). Pada akhirnya, material tersebut di bawa ke
temporary store di unit komposting.
Limbah cair yang telah tersaring kemudian ditampung di bak
penyimpan/pencampuran (storage/mixing tank) dengan tujuan untuk
homogenisasi dan kestabilan laju aliran limbah. Dari tangki penyimpanan
limbah dialirkan ke bak pre-sedimentasi (pre-sedimentation tank) untuk
mengendapkan partikel-partikel kecil yang masih terdapat di limbah
sehingga selanjutnya limbah cair yang masuk ke fixed bed digester bebas
dari akumulasi partikel kecil.
Lumpur yang berasal dari bak pre-sedimentasi kemudian
dipompakan ke dalam sludge thickener. Kemudian, setiap harinya, lumpur
tersebut dipindahkan ke ruang penyimpanan lumpur (sludge storage).
Lumpur tersebut lantas dipompakan ke ruang interim store (tempat
penampungan sementara) di tempat komposting. Jika lumpurnya berlebih,
lumpur tersebut dikeringkan di ruang sludge dewatering.
Fixed bed digester memiliki kapasitas sekitar 300 m3 perhari yang
dilengkapi dengan support material sebagai tempat tumbuh-kembang
bakteria. Di dalamnya, komponen-komponen organik limbah cair

138 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

didegradasi dan ditransformasikan secara biologis menjadi biogas. Gas


yang diproduksi kemudian disimpan di gas holder. Gas tersebut kemudian
digunakan untuk menggerakan genset listrik hingga dihasilkan listrik
sekitar 70 KWh, yang dapat digunakan untuk keperluan operasi
pengolahan limbah.

Gambar 7.1. Instalasi Pengolahan Limbah Cair RPH Cakung

7.2. PROSES AWAL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

Penyaringan Limbah Cair


Penyaringan limbah cair merupakan langkah awal sebelum limbah
cair masuk ke unit pengolahan limbah cair. Penyaringan bertujuan untuk
memisahkan material padat yang dapat mengganggu kinerja IPAL. Proses
penyaringan dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penyaringan kasar
menggunakan automatic coarse screen dan penyaringan halus

Pengolahan Limbah Cair RPH 139


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan
menggunakan fine screen. Automatic coarse screen juga disebut step
screen karena cara kerjanya yang berundak-undak.

Penyaringan Kasar
Penyaringan kasar dilakukan dengan automatic coarse screen atau
step screen. Dengan penyaring tersebut, padatan berukuran lebih dari tiga
milimeter dapat terpisahkan. Material tersebut umumnya adalah rumput
sisa pakan, gumpalan feses sapi, sampah plastik, dan tali dadung. Material
tersebut kemudian dipindahkan ke ruang pengumpul padatan (storage of
screenings) oleh konveyor. Sementara itu, limbah cair yang telah disaring
ditampung di pumping pit sebelum dipompa ke sistem penyaring
berikutnya yaitu unit fine screen.

Gambar 7.2. Automatic Coarse screen atau Step Screen

140 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

Laju masukan limbah cair ke dalam step screen tergantung dari level
ketinggian limbah cair di dalam pumping pit. Level ketingggiannya
dimanfaatkan untuk mengaktifkan secara otomatis operasi step screen,
pompa, belt conveyor dan fine screen.
Pada level ketinggian limbah cair 60 cm dalam pumping pit, pompa
pertama, step screen, belt conveyor dan fine screen akan menyala secara
otomatis. Sementara itu, pada saat level air menjcapai titik yang lebih
tinggi (80 cm) pompa kedua akan beroperasi. Seluruh peralatan akan mati
ketika level limbah cair di dalam pumping pit mencapai titik yang rendah
yaitu sekitar 20 cm. Hal itu untuk mencegah beroperasinya pompa dalam
keadaan sedikit limbah cair.
Sebuah alarm akan secara otomatis berbunyi ketika level ketinggian
limbah mencapai 90 cm. Situasi ini dapat terjadi ketika pompa tidak
bekerja atau pada kasus hujan besar di mana saluran air hujan dan air
limbah terisi penuh. Limbah cair yang berlebih tersebut kemudian
limpahkan ke dalam saluran air hujan dan dialirkan ke sungai.

Tabel 7.1. Sistem Kontrol pada Unit Screen


Level Ketinggian dari
Fungsi
Switch Dasar
1 10 cm Referensi dasar bak
2 20 cm Switch off semua alat terhubung
3 60 cm Switch on pompa IA, step screen, conveyor,
fine screen
4 80 cm Switch on pompa IB
5 90 cm Alarm menyala (overflow)

Pengolahan Limbah Cair RPH 141


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

Gambar 7.3. Penampang Melintah Pumping pit pada Unit Screen

Kandungan material hasil step screen bervariasi antara 1,1 l sampai


3,8 l dengan jumlah rata-rata 2,6 l/m³ limbah cair. Jumlah rumput sisa
pakan tergantung dari situasi pencucian di dalam area kandang. Rumput
sisa pakan dapat mengakibatkan permasalahan step screen.
Pemeriksaan reguler perlu dilakukan dalam pengoperasian step
screen. Pada saat level ketinggian limbah cair rendah, rumput sisa pakan
akan terakumulasi mengapung-apung di depan step screen. Sedikit-demi
sedikit rumput tersebut akan menjadi gumpalan yang besar dan berat
sehingga tidak bisa naik ke step screen.
Untuk memastikan operasi yang baik dari step screen, setting level
ketinggian switch pompa dan step screen diubah sehingga level ketinggian
limbah cair menjadi lebih tinggi. Operator mengendalikan screen dan

142 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

mengambil sampah rumput secara manual ketika aliran limbah di dalam


saluran melambat terutama pada saat aktivitas pemotongan sapi sedikit.

Penyaringan Halus

Limbah cair yang telah disaring, disaring lagi dengan fine screen yang
akan memisahkan padatan yang berukuran antara 1 sampai 3 mm. Pompa
yang digunakan untuk memompa limbah cair dari pumping pit ke fine
screen memiliki kapasitas 28 m³/jam hingga 45 m³/jam.
Jumlah partikel padatan yang tersaring rata-rata 3,9 l/m³ limbah cair.
Maksimum kandungan TSS di dalam limbah cair yang keluar dari unit fine
screen adalah 3,2 g/l.

Gambar 7.4. Fine Screen

Pengolahan Limbah Cair RPH 143


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan
Untuk mencegah tersumbatnya saringan oleh material yang mengering,
pembersihan fine screen dilakukan secara rutin dua kali sehari.

Gambar 7.5. Padatan Hasil Penyaringan

Penyumpulan dan Homogenisasi Limbah Cair

Limbah cair yang tersaring dari fine screen kemudian dikumpulkan di


bak pengumpul yang disebut storage dan mixing tank. Di dalam bak
tersebut dipasang mixer yang berfungsi untuk homogenisasi limbah cair.
Operasi mixer dikendalikan dengan timer. Tanpa mixer, sludge akan
terendapkan. Dengan adanya mixer sludge tercampur dan hanya sedikit
yang mengendap. Dalam waktu pengadukan setelah 4 sampai 5 menit
limbah cair tercampur dengan baik. Nilai rata-rata pH 6,8.

144 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

Gambar 7.6. Storage atau Mixing Tank


Pra-sedimentasi Limbah Cair

Limbah cair dari storage/mixing tank, kemudian dipompa ke bak pre-


sidementasi (pre-sedimentation tank). Di dalam bak sedimentasi partikel-
partikel sludge diendapkan. Sementara itu, cairan limbah akan mengalir
melalui gutter masuk ke dalam pumping pit yang di dalamnya terdapat
pompa umpan (feeding pump) yang memompakannya ke fixed bed digester.
Nilai pH limbah cair di bak pre-sidementasi sekitar 7,0. Kandungan
Total Suspended Solid (TSS) rata-rata 0,54 g/l, dengan nilai minimum 0,68
g/l dan nilai maksimum 0,4 g/l. Efisiensi bak sedimentasi mencapai 72 to
98 % .
Kadang-kadang di permukaan limbah cair di bak sedimentasi muncul
scum sehingga harus dibersihkan secara reguler. Hal itu terjadi karena

Pengolahan Limbah Cair RPH 145


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan
banyaknya isi rumen yang tergelontor masuk saluran limbah cair. Isi
rumen mengandung partikel sludge yang berat jenisnya lebih ringan dari
air sehingga cenderung mengapung.

Gambar 7.7. Instalasi IPAL Sebelum Limbah Cair Masuk ke Digester

Penanganan Lumpur

Lumpur yang mengendap di bak pre-sedimentasi dipompa ke sludge


thickener. Di bak tersebut sludge akan mengendap dan cairannya
melimpah dan dipompa kembali ke storage/mixing tank. Semakin dalam,
semakin meningkat kandungan sludge-nya. Pada kedalaman lebih dari 2,5
meter, konsentrasi sludge mencapai maksimum yaitu 1000 ml/l. Sludge
kemudian dipindahkan ke sludge storage.
Di dalam sludge thickener biasanya muncul scum yang mengapung

146 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

yang berasal dari partikel-partikel halus isi rumen seperti halnya yang
terjadi pada bak pra-sedimentasi.
Jumlah harian sludge yang berada di dalam sludge storage sekitar 5
m³. Sludge tersebut setiap hari dipindahkan ke drying bed atau ke
composting plant.
Di composting plant, sludge ditempatkan di atas windrow yang
berumur muda di mana proses komposting sedang berjalan sangat aktif
sehingga timbul suhu yang hangat. Dalam kondisi tersebut sludge yang
ditempatkan di atas windrow akan mengalami evaporasi sehingga secara
alamiah akan mengering. Laju evaporasi sekitar 5 mm/hari. Sludge akan
mengering setelah 2 hari.

7.3. PROSES FERMENTASI ANAEROBIK LIMBAH CAIR

Dari pumping pit, limbah cair dipompa ke anerobic fixed bed digester.
Temperatur limbah cair tersebut sekitar 28 ˚C. Temperatur optimum untuk
bakteri metanogenik sekitar 35 ˚C yang biasanya di daerah temperata
dicapai dengan menghangatkannya dengan sistem pemanas. Sistem
pemanas berbiaya tinggi baik investasi maupun pemeliharaanya. Dalam
iklim tropis, sistem pemanas biogas tidak diperlukan.
Nilai pH limbah cair yang masuk ke digester sekitar 6,93. Suasana pH
yang cocok untuk kehidupan bakteri metan. Bakteri metan hidup pada pH
antara 6,7 dan 7,4, dengan pH maksimum 7,0 sampai 7,2. Setelah keluar
dari fixed bed digester nilai pH nya sekitar 7,14. Hal ini mungkin disebabkan
oleh proses biologis bakteria dalam mensintesa metan, karbondioksida,
dan air. Dengan demikian keasamannya menurun.

Pengolahan Limbah Cair RPH 147


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan
Kapasitas digester 400 m³. Limbah cair yang masuk ke digester
sebanyak 290 m³/hari dengan masa tinggal 1,4 hari. Komposisi rata-rata
biogas 75 %.

Anerobic Fixed Bed Reactor

Anaerobic Fixed Bed Reactor (AFBR) adalah salah satu cara


pengolahan limbah cair yang yang dilakukan secara anaerob dengan
menggunakan sistem pertumbuhan mikroorganisme melekat.
Mikroorganisme tumbuh dan berkembang dengan menempel pada
suatu media pendukung (support media). Media tempat tumbuh
mikroorganisme dapat berupa batu apung, plastik, glass ring,
expanded clay, porselin bahkan bambu atau bahan lain yang inert.
Media pendukung sebaiknya memiliki porositas sebesar mungkin dan
permukaan spesifik seluas mungkin. Media pendukung yang
digunakan di RPH Cakung terbuat dari plastik (plastic fabricated)
sebagaimana terlihat dalam Gambar 5.17 (Bab 5).
Limbah cair dipompakan ke dalam AFBR melalui bagian bawah
rektor dengan pipa yang terdistribusi merata didasar reaktor. Limbah
akan mengalir keatas melalui media tumbuh mikroorganisme sesuai
tahapan proses, sehingga terjadi kontak antara bahan organik yang
akan didegradasi dengan mikroorganisme (fixed film) yang melekat
pada media tersebut. Dengan adanya kontak tersebut terjadilah
proses degradasi oleh mikroorganisme anaerobik.

148 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

Proses anaerobik yang terjadi secara umum dibagi menjadi 3 tahap,


yaitu tahap hidrolisis dan fermentasi, tahap pembentukan asam asetat
dan tahap pembentukan metana.

Tahap Hidrolisis dan Fermentasi (Asidogenik)

Hidrolisis dan fermentasi adalah pengubahan senyawa organik yang


bersifat kompleks menjadi bentuk sederhana dan bersifat organik terlarut.
Pengubahan senyawa ini dilakukan oleh bakteri fermentatif dengan
menggunakan enzim yang diproduksi-nya. Senyawa organik yang bersifat
kompleks, seperti polisakarida dihidrolisa menjadi monosakarida, protein
menjadi asam amino dan lemak (lipid) menjadi gliserol dan asam lemak.
Degradasi bahan organik diawali dengan tahapan penguraian secara
enzimatik bahan organik dengan berat molekul besar (berantai panjang)
sebagai sumber energi bagi sel dan sumber karbon. Sejumlah -glycosidic
carbohydrates, seperti zat tepung, sukrosa, glikogen dan amilase
terhidrolisis oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Menurut Price & Cheremisinoff. (1981), Enzim ini merusak polisakarida
dengan memutus ikatan rantai glycosidic menjadi disakarida yang
kemudian oleh enzim glikosidase diuraikan menjadi monosakarida.
Sedangkan protein akan di hidrolisis oleh enzim protease dan
peptidase, kedua enzim ini sebagian bersumber dari dinding sel
mikroorganisme dan sebagian lagi terdapat bebas dalam reaktor.
Dari materi yang telah terhidrolisis secara enzimatik pada tahap
hidrolisis, bahan organik akan dikonversi menghasilkan asam volatil
seperti asam butirat dari karbohidrat dan asam propionat dari asam amino.

Pengolahan Limbah Cair RPH 149


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan
Pada tahap ini selain pembentukan asam volatil yang dapat dimanfaatkan
oleh mikroorganisme sebagai sumber energi juga dihasilkan karbon
dioksida (CO2).
Salah satu jalur yang juga penting dalam pembentukan asam volatil
ini adalah pembentukan H2. Reaksi enzimatik pyruvate lyase terhadap
piruvat menghasilkan H2, CO2 dan acetyl coenzyme-A (acetyl-coA). Reaksi
ini terjadi dalam suasana anaerob oleh bakteri dari genus Clostridium dan
beberapa bakteri yang terdapat dalam isi rumen. Akumulasi bahan
organik yang terurai menjadi asam volatil dapat mengakibatkan
penurunan pH secara progresif dari 7 menjadi 5 yang dapat mengganggu
proses dekomposisi terutama bagi bakteri pembentuk metan yang rentan
terhadap pH.

Tahap Asetogenik (Pembentukan Asam Asetat)

Dalam proses hidrolisis dan asidogenik, selain dihasilkan asam lemak


juga terbentuk senyawa-senyawa lain seperti senyawa alkohol, asam
organik rantai panjang lain, senyawa unikarbon (HCOOH), dan senyawa
multi karbon. Senyawa-senyawa ini dalam fasa ini diubah menjadi asam
asetat oleh bakteri asetogenik sebelum memasuki tahap pembentukan
metana.

Tahap Metanogenik (Pembentukan Gas Metana)

Dalam tahapan pembentukan asetat di atas juga dihasilkan hidrogen.


Kedua macam senyawa tersebut merupakan bahan utama pembentuk gas

150 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

metana. Pembentukan gas metana ini dilakukan oleh bakteri metanogen.


Tahap pembentukan metana merupakan tahap yang paling
menentukan karena pertumbuhan bakteri metanogen relatif paling
lambat dibandingkan dengan seluruh pertumbuhan bakteri yang terlibat
dalam proses anaerobik. Menurut George Tchobanoglous , waktu yang
dibutuhkan oleh bakteri metanogen untuk membelah diri (duplikasi)
adalah 0,5 hingga 5 hari. Sedangkan bakteri sebelumnya dapat duplikasi
dalam orde jam.
Pada setiap tahap penguraian zat karbon akan terbentuk beberapa
jenis gas sesuai dengan reaksi yang terjadi. Untuk itu gas yang dihasilkan
oleh proses penguraian zat karbon akan selalu berupa campuran gas-gas
tersebut. Persentase ideal gas CH4 yang diamati oleh David A. Stafford,

yang dihasilkan dalam proses biologis anaerobik adalah sekitar 70 %,


sedangkan menurut George Tchobanoglous dan M.N Rao, dihasilkan gas
CH4 dalam setiap kg COD yang teroleh mencapai 0,350 m3.

Pengaruh Pembebanan Terhadap Kinerja Reaktor

Kelangsungan proses Anaerobic Fixed Bed Reactor dipegaruhi oleh


beberapa faktor. Dalam pengkajian proses disini ditinjau pengaruh dari
salah satu faktor tersebut yaitu besar pembebanan. Pada umumnya besar
pembebanan yang diumpankan ke dalam reaktor didasarkan pada nilai
waktu tinggal hidraulik (Hidaulic Retention Time/HRT) didefinisikan sebagai
berapa lama limbah cair tinggal didalam reaktor.
Dengan pembebanan yang diberlakukan berdasarkan HRT yang
telah ditetapkan tersebut didapat Laju Pembebanan Organik (Organic

Pengolahan Limbah Cair RPH 151


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan
Loading Rate/OLR) yang didefinisikan sebagai hasil kali konsentrasi influen
dengan debit air limbah yang dimasukan dibagi volume kerja reaktor.
Robert A. Cubitt mengamati bahwa nilai pembebanan ideal pada FBR
adalah 1 – 10 kg COD/m3 , dengan kinerja yang diperoleh mencapai
efisiensi 80 – 95 % degradasi bahan organik (COD).

Pertumbuhan Awal (Start up)

Start up adalah pengoperasian awal dari AFBR dengan tujuan untuk


membentuk dan menumbuhkan lapisan biofilm yang menempel pada
permukaan media. Bioflim ini merupakan kumpulan mikroorganisme
pengurai bahan pencemar limbah RPH Cakung.
Perioda start up dilakukan dengan cara pembenihan dengan
memasukkan cairan kotoran sapi kedalam reaktor dan didiamkan selama
2 minggu. Setelah itu limbah cair dimasukan kedalam reaktor secara
perlahan-lahan, hingga dicapai pembebanan dengan HRT 3 hari pada
kondisi proses relatif konstan. Kondisi ini tercapai dalam 15 hari.

Laju pembebanan organik (OLR) terhadap Kinerja reaktor

Hasil pengamatan pembebanan yang diperhitungkan berdasarkan


waktu tinggal hidraulik (HRT) dibandingkan dengan kinerja digester
terlihat dalam Tabel 7.2.

152 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

Tabel 7.2. Hubungan HRT dengan Efisiensi Digester


HRT Inflow OLR Efisiensi
(hari) (m3/hari) (kg COD/m3.hari) (%)
7,27 63 1,17 65,1
5,88 68 1,48 75,3
4,34 92 2,02 73,2
3,36 119 2,52 74,8
2,87 139 3,05 78,7

Berdasarkan hasil pengamatan diatas bahwa nilai pembebanan


organik untuk HRT yang diujikan berada pada kriteria perencanaan FBR
3
yaitu 1 – 10 kg COD/m .hari. Hal ini berarti bahwa pembebanan masih
dapat dilakukan lebih tinggi lagi karena sampai pada HRT 3 hari dengan
3 3
OLR 3 kg COD/m .hr (belum mencapai 10 kg COD/m .hr), efisiensi masih
mencapai diatas 75 %
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa kemampuan reaktor pada
HRT 3 hari dapat mencapai efisiensi 78.7 %. Walaupun secara keseluruhan
anaerobik FBR penanganan limbah RPH Cakung dengan skala
demonstrasi lebih rendah dibandingkan dengan referensi yang
menyatakan pencapaian efisiensi hingga 80 – 90 %. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh faktor geometri dimana referensi melakukan pada skala
laboratorium dengan distribusi yang mendekati sempurna sedangkan
penanganan limbah RPH Cakung berskala demonstrasi yang jauh lebih
besar.

Hidraulic Retention Time (HRT)


Hasil rata-rata pengamatan produksi biogas dan metana terhadap
perlakuan pembebanan HRT tersaji dalam Tabel 7.3.

Pengolahan Limbah Cair RPH 153


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan
Tabel 7.3. Hubungan HRT dan Produksi Gas Metana (CH4)
HRT Inflow Produksi Gas Produksi CH4
(hari) (m3/hari) (m3/hari) % m3/hari
7,27 63 58 81 47,0
5,88 68 69 82 56,6
4,34 92 60 80 48,0
3,36 119 65 83 54,0
2,87 139 103 82 84,5

Dari tabel diatas terlihat bahwa produksi biogas dan metana


meningkat seiring dengan peningkatan pembebanan. Hal ini berarti
bahwa Anaerobic Fixed Bed Reactor mampu mengkonversikan
penambahan limbah cair RPH Cakung menjadi biogas dan gas metana
dalam jumlah besar. Nilai prosentase gas metana terjaga pada angka
diatas 80 %. Ini berarti bahwa kinerja anaerobik FBR masih dalam kondisi
baik walapun dilakukan peningkatan pembebanan. Keterbatasan limbah
cair mengakibatkan pembebanan tidak dapat ditingkatkan lagi, sehingga
pada skala demonstrasi ini belum dapat dilihat kondisi penurunan kinerja
reaktor yang berarti bahwa proses dalam keadaan teracuni.
Secara umum nilai prosentase gas metana pada setiap kondisi
pengamatan masih lebih besar bila dibandingkan dengan referensi yang
hanya mampu mencapai 70 % CH4. dengan jumlah prosentase metana

yang tinggi, berarti produksi metana yang mempunyai nilai kalor baik,
tentunya gas ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. referensi
yang hanya mampu mencapai 70 % CH4. dengan jumlah prosentase

metana yang tinggi, berarti produksi metana yang mempunyai nilai kalor
baik, tentunya gas ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.

154 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

Gambar 7.8. Anaerobic Digester

Sedimentasi Akhir

Limbah cair yang telah terolah di fixed bed digester dialirkan ke


sedimentasi akhir (final sedimentation). Di sini, sludge yang terbentuk
perlahan-lahan mengendap. Hampir seluruh sludge terendapkan di final
sedimentation. Sludge tersebut kemudian dipompakan ke composting
plant, sedangkan cairan efluennya dialirkan ke sungai.

Eisiensi Pengolahan Limbah Cair RPH

Efisiensi pengolahan limbah cair mencapai 89,1 % dengan


ditunjukkan dengan pengurangan beban COD 7.747 mgO2/l menjadi COD

Pengolahan Limbah Cair RPH 155


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan
813 mgO2/l. Beberapa tahapan proses telah berhasil menurunkan beban
COD. Proses yang paling signifikan menurunkan beban COD adalah proses
pada pre-sedientation dan anaerobic fixed bed digester sebesar 3.666
mgO2/l dan 1.384 mgO2/l.

Gambar 7.9. Efisiensi Pengolahan Limbah Cair RPH

156 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

Produksi dan Pemanfaatan Biogas

Dari input limbah cair sebanyak 353 m³/hari terproduksi biogas


sebanyak 220 m³/hari. Kandungan gas metana di dalam biogas tersebut
adalah sekitar 75%. Dengan menggunakan genset biogas dengan power
output 28 kW dan gas uptake-nya 12,4 m³/jam dihasilkan produk listrik
sekitar 495 kWh/hari. Produk listrik tersebut dapat dimanfaatkan untuk
mengoperasikan IPAL.
Listrik yang dibutuhkan untuk mengoperasikan IPAL sekitar 122
kWh/hari. Listrik tersebut dibutuhkan untuk berbagai keperluan seperti
untuk menghidupkan berbagai jenis pompa, blower, AC, belt conveyor,
mixer, dan step screen. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.4.

Tabel 7.4. Spesifikasi Peralatan IPAL dan Kebutuhan Energinya


Setting Timer Flow Running
Kontrol Energi
Peralatan Run Stop Rate Time
Operasi
[min] [min] [m³/jam] [jam/hari] [kWh]
Pump Station1 level switch 28 12.6 23.3
Step screen level switch 12.6 9.8
Belt Conveyor level switch 12.6 9.1
Mixer timer 60 5 1.8 5.6
Pump Station2 level switch 14 25.2 35.2
Pump Station 3 level switch 19 18.6 29.0
Recycle Pump timer 60 15 4.8 5.1
Sludge Pump 1 timer 15 2 2.8 3.9
Sludge Pump 2 timer 300 3 0.2 0.2
Sludge Pump 3 manual 6 0.8 0.8
Air Compressor all time 24.0
Gas Blower genset 12.4 17.7
Jumlah Konsumsi Energi 122.1

Pengolahan Limbah Cair RPH 157


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

Gambar 7.10. Kantong Pengumpul Biogas (Gas Holder)

Dilihat dari jumlah produksi listrik, maka listrik yang berasal dari
biogas dapat memenuhi kebutuhan energi untuk mengoperasikan IPAL
bahkan surplus sebanyak 373 kWh/hari (495 kWh/hari – 122 kWh/hari).
Apabila tarif listrik per kWh nya adalah 578 rupiah maka keuntungan
dari listrik yang dihasilkan setiap harinya adalah Rp. 215.541 atau setiap
bulannya Rp. 6.466.218.
Dalam pengoperasiannya, IPAL membutuhkan manajer, operator
dan pekerja yang bekerja mengumpulkan data, membersihkan screen,
belt conveyor, membersihkan swimming scum, gutters dan sludge, dan
sebagainya seperti yang terlihat pada Tabel 7.5. Dalam 1 hari total
diperlukan waktu kerja 3,5 jam.

158 Pengolahan Limbah Cair RPH


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan

Tabel 7.5. Deskripsi Kerja dan Jam Kerja


Jam Kerja
Deskripsi Kerja
[jam/hari]
Pengumpulan data, mencek counter, kontrol rutin 0.5
Membersihkan Automatic Coarse screen, Belt conveyor, Fine 1
screen
Pre-sedimentation: pembersihan swimming scum dan gutters 0.5
Sludge Thickener: Penanganan swimming scum 0.5
Pemindahan Sludge ke composting plant 1
Jumlah 3.5

Dari perhitungan, biaya spesifik untuk manajer, operator dan pekerja


secara berturut-turut pertahunnya adalah Rp. 21.600.000, Rp. 5.400.000,
dan Rp. 4.200.000. Biaya tota untuk tenaga kerja adalah Rp. 2.050.000 per
bulan. Dengan keuntungan dari surplus listrik dikurangi dengan total biaya
tenaga kerja, keuntungan bersih dari IPAL adalah Rp. 4,4 juta perbulan.

Tabel 7.6. Kalkulasi Biaya Tenaga Kerja IPAL


Biaya Biaya
Tenaga Kerja Jumlah
[juta Rp/tahun] [Rp/bulan]
Manajer 0.5 21.6 900,000
Operator 1 5.4 450,000
Pekerja 2 4.2 700,000
2,050,000

Dari hasil pengkajian dan aplikasi penanganan limbah cair RPH


dengan menggunakan Anaerobic Fixed Bed Reactor dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. IPAL dengan sistem fixed bed anaerobic digestion sangat cocok
untuk mengolah limbah cair dari area pemotongan dan area
kandang rumah potong hewan.

Pengolahan Limbah Cair RPH 159


Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Pemotongan Hewan
2. Ukuran atau kapasitas sarana dan prasarana IPAL ditentukan oleh
besaran hidraulic load dan flow rate. Jika diupayakan untuk
meminimalkan jumlah limbah cair dari dalam RPH, maka
kapasitas peralatan dan biaya investasi IPAL juga akan berkurang.
3. Peralatan sedimentasi akhir hanya mengurangi 0,5% beban
polusi, padahal harga komponennya mahal. Dengan demikian
peralatan sedimentasi akhir tidak begitu dibutuhkan.
4. Kemampuan optimal anaerobik FBR dapat mencapai 3 hari
3
dengan tingkat pembebanan organik 3.05 kg COD/m hari dan
efisiensi mencapai 78 % pada prosentase gas metana 82 %.
5. Analisis terhadap produksi biogas dan gas metana menunjukan
bahwa semakin kecil HRT, semakin besar produksi kedua gas
tersebut. Ini menunjukan batas kemampuan reaktor masih dalam
kriteria mampu untuk lebih ditingkatkan baik melalui debit atau
kandungan pencemaran (COD) air limbah.
6. Kualitas hasil pengolahan anaerobik (efluen anaerobik FBR)
masih di atas baku mutu limbah cair yang diijinkan oleh peraturan
perundang-an. Oleh karena itu masih diperlukan pengolahan
aerobik lanjutan agar kandungan bahan pencemar air limbah
memenuhi baku mutu dan dapat langsung diterima oleh badan
air penerima

160 Pengolahan Limbah Cair RPH

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai