Anda di halaman 1dari 32

1

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KEAKTIFAN KADER POSYANDU BALITA SEBELUM
PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE-19 (COVID-19)
DI UPT PUSKESMAS SAIGON TAHUN 2021

LAPORAN MINI PROJECT DOKTER INTERNSIP

Oleh:
dr. Wulid Lailah Magfirah

Pendamping Internsip:
dr. Mardiah Alkaff

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PERIODE III TAHUN 2021
UPT PUSKESMAS SAIGON
KOTA PONTIANAK
2021
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usia antara 0-5 tahun merupakan periode yang sangat penting bagi
pertumbuhan anak, oleh sebab itu balita perlu ditimbang secara teratur sehingga
dapat diikuti pertumbuhan berat badannya. Anak yang sehat akan tumbuh pesat,
bertambah umur bertambah berat badannya. Agar kegiatan penimbangan dapat
mempunyai makna secara efektif dan efesien, maka hasil penimbangan setiap
balita dapat dicantumkan pada grafik dalam KMS balita, kemudian dipantau garis
pertumbuhan setiap bulannya, sehingga setiap anak dapat diketahui kesehatannya
sejak dini. Hasil penimbangan balita di posyandu dapat juga dimanfaatkan oleh
masyarakat dan instansi atau aparat Pembina untuk melihat sampai seberapa jauh
jumlah balita yang ada di wilayahnya tumbuh dengan sehat, sehingga dapat
menggambarkan keberhasilan dari kegiatan posyandu.1
Pemantauan berat badan balita akan berhasil dengan baik apabila ada
partisipasi aktif dari masyarakat yang ditandai dengan tingkat kehadiran ibu
menimbangkan anaknya di posyandu. Bentuk partisipasi masyarakat yang
membawa balita datang ke posyandu dalam program gizi di kenal dengan istilah
D/S dimana D adalah jumlah balita yang ditimbang dan S adalah jumlah semua
balita yang berada di wilayah kerja.1
Keberadaan posyandu dalam masyarakat memegang peranan penting,
namun masih banyak anggota masyarakat yang belum memanfaatkannya secara
maksimal. Posyandu yang merupakan kegiatan oleh masyarakat akan
menimbulkan komitmen masyarakat, terutama para ibu, dalam menjaga
kelestarian hidup serta tumbuh kembang anak, dengan alih teknologi dari
pemerintah, dan suatu saat nanti akan mandiri. Kemandirian masyarakat akan
membawa dampak kemandirian keluarga, ibu dan individu. Departemen
kesehatan RI dalam buku kader posyandu menambahkan bahwa yang dimaksud
dengan posyandu adalah wadah atau tempat pemeliharaan kesehatan yang
dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat serta dibimbing petugas kesehatan
terkait dalam hal ini petugas dari puskesmas.2
3

Posyandu merupakan langkah yang sangat strategis dalam rangka


pengembangan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia agar dapat
membangun dan menolong dirinya sendiri, yang pengelolaannya dilakukan secara
bersama oleh masyarakat dan puskesmas di bantu oleh kader secara aktif untuk
mendekatkan kebutuhan layanan. Kader umumnya adalah relawan yang berasal
dari tokoh masyarakat yang dipandang memiliki kemampuan yang lebih baik
dibandingkan dengan anggota masyarakat lain. Kader adalah seseorang yang
terlatih dan terampil untuk melaksanakan kegiatan rutin posyandu. Kader
kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat
dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perorangan maupun
masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempa-
tempat pemberian pelayanan kesehatan. Kader kesehatan masyarakat bertanggung
jawab terhadap masyarakat setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh
pusat-pusat pelayanan kesehatan. Diharapkan mereka dapat melaksanakan
petunjuk yang diberikan oleh para pembimbing dalam jalinan kerja dari sebuah
tim kesehatan.3

Pelaksanaan Posyandu merupakan titik sentral kegiatan Posyandu,


keikutsertaan dan keaktifannya diharapkan mampu mengerakkan partisipasi
masyarakat. Namun keberadaan kader relatif labil karena partisipasinya bersifat
sukarela sehingga tidak ada jaminan bahwa para kader akan tetap menjalankan
fungsinya dengan baik seperti yang diharapkan. Di lapangan menunjukkan masih
ada posyandu yang mengalami keterbatasan kader, yaitu tidak semua kader
berperan dalam setiap kegiatan posyandu sehingga pelayanan tidak berjalan
lancar.2 Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian mengenai
gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan kader posyandu di UPT
Puskesmas Saigon tahun 2021 sebelum pandemic COVID-19.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang mempengaruhi
keaktifan kader posyandu sebelum Pandemi COVID-19 di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Saigon tahun 2021.
4

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran faktor-


faktor yang mempengaruhi keaktifan kader posyandu sebelum Pandemi COVID-
19 di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Saigon Tahun 2021.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran umur kader posyandu.


b. Mengetahui gambaran tingkat pendidikan kader posyandu.
c. Mengetahui gambaran pekerjaan kader posyandu.
d. Mengetahui gambaran pendapatan kader posyandu.
e. Mengetahui gambaran status perkawinan kader posyandu.
f. Mengetahui gambaran pelatihan yang didapatkan oleh kader posyandu.
g. Mengetahui gambaran tingkat kepuasan insentif yang didapatkan oleh
kader posyandu.
h. Mengetahui gambaran dukungan keluarga kader posyandu.
i. Mengetahui gambaran keaktifan kader posyandu.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat mengenai gambaran faktor-faktor
yang mempengaruhi keaktifan kader posyandu balita di UPT Puskesmas
Saigon sebelum pandemi COVID-19.
1.4.2 Bagi Intansi (Puskesmas)
Mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan kader
posyandu sebelum pandemi COVID-19 agar dapat mengupayakan
dukungan terhadap faktor-faktor yang dapat meningkatakan keaktifan
kader posyandu.
1.4.3 Bagi Peneliti
Menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman dalam
mengaplikasikan ilmu selama masa internsip ke masyarakat.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acuan Penelitian Sebelumnya


Beberapa hasil penelitian sebelumnya berkaitan dengan tema faktor yang
memengaruhi keaktifan kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Juang
Kabupen Bireuen Tahun 2019.
Hasil penelitian Nurfitriani, pada tahun 2010 dengan judul Faktor – Faktor
Yang Mempengaruhi Keaktifan Kader Posyandu Di Puskesmas Tanete
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba Tahun 2010. Sampel diolah secara
purposive sampling dengan jumlah 45 responden. Instrumen yang digunakan
kuesioner tertutup. Analisa data dengan uji Spearman Korelasi dengan taraf
signifikan α = 0,05, diperoleh hasil tidak ada pengaruh status pernikahan terhadap
keaktifan kader dengan nilai p 0,248 > 0,05, tidak ada pengaruh pengetahuan
terhadap keaktifan kader dengan nilai p 0,623 > 0,05, tidak ada pengaruh insentif
terhadap keaktifan kader dengan nilai p 0 > 0,05, hanya pelatihan yang
mempunyai pengaruh terhadap keaktifan kader dengan nilai p 0,002 < 0,05.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa status pernikahan, pengetahuan
dan insentif tidak mempengaruhi keaktifan kader, hanya pelatihan yang
mempunyai pengaruh terhadap keaktifan kader.4
Hasil penelitian Suhat, dkk, pada tahun 2014 dengan judul Faktor-Faktor
yang Berhubungan Dengan Keaktifan Kader Dalam Kegiatan Posyandu Di
Puskesmas Palasari Kabupaten Subang. Hasil penelitian ini mendapatkan adanya
hubungan antara pengetahuan tentang posyandu, (p value: 0,032); pekerjaan
kader, (p-value:0,0005), pendapatan kader, (p-value:0,046 ); dan keikutsertaan
kader pada organisasi lain dengan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu di
wilayah kerja Puskesmas Palasari Kecamatan Ciater Kabupaten Subang (p-
value:0,00). Simpulan dalam penelitian ini adalah keaktifan kader posyandu
berhubungan dengan pengetahuan, pekerjaan,pendapatan dan keikutsertaan kader
dalam organisasi.5
6

Hasil penelitian Ossie Happinasari, pada tahun 2016 dengan judul Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Kader Posyandu Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tareran Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar kader Posyandu termasuk kategori aktif
dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu. Faktor-faktor terhadap keaktifan kader
yaitu pelatihan kader, pendampingan dan pembinaan oleh tenaga profesional,
pengetahuan kader dan motivasi kader. Analisis terhadap faktor-faktor tersebut,
diuji secara statistik memiliki hubungan yang bermakna dengan keaktifan kader
Posyandu.6
Hasil penelitian Nicolas Tirayoh, dkk, pada tahun 2017 dengan judul
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keaktifan Kader Posyandu Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kema Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara. Hasil
penelitian menunjukkan 88% kader Posyandu termasuk kategori aktif dalam
pelaksanaan kegiatan Posyandu, 65% kader yang pernah mengikuti pelatihan
kader Posyandu, 97% kader posyandu yang memiliki motivasi baik dan 97%
kader posyandu yang mendapat dukungan dari keluarga dan masyarakat. Terdapat
hubungan antara pelatihan dan keaktifan kader posyandu (p=0.003), terdapat
hubungan antara motivasi dan keaktifan kader posyandu (p=0,037 dan terdapat
hubungan antara sarana pendukung dengan keaktifan kader posyandu. Terdapat
Hubungan yang bermakna antara pelatihan kader posyandu, motivasi dan sarana
pengukung dengan keaktifan kader posyandu.7
Hasil penelitian Nila Eriza Sativa, pada tahun 2017 dengan judul Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Ibu Balita Dalam Kegiatan
Posyandu Dusun Mlangi Kabupaten Sleman. Hasil : Pendidikan ibu mayoritas
tinggi sebanyak 44 orang (57,1%), mayoritas ibu bekerja sebanyak 50 orang
(64,9%), mayoritas pengetahuan baik dan kurang tentang posyandu sebanyak 26
orang (33,8%), ibu balita mengatakan kader berperan aktif sebanyak 53 orang
(68,8%), mayoritas ibu aktif ke posyandu sebanyak 41 orang (53,2%), mayoritas
ibu memiliki sosial ekonomi tinggi sebanyak 41 orang (51,9%). Pekerjaan,
pengetahuan, peran kader, dan sosial ekonomi terbukti berhubungan dengan
keaktifan, sedangkan pendidikan tidak berhubungan dengan keaktifan, dengan
nilai p value ≤ 0,05. Kesimpulan : Ada hubungan antara pekerjaan, pengetahuan,
7

peran kader, dan sosial ekonomi dengan keaktifan. Tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan keaktifan.8
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat disimpulan bahwa ada
hubungan antara pekerjaan, pengetahuan, peran kader, dan sosial ekonomi dengan
keaktifan kader. Pada penelitian ini peneliti ingin menkaji tentang pengaruh umur,
pendidikan, pelatihan, insentif, pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga
terhadap keaktifan kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Juang
Kabupaten Bireuen Tahun 2018.
2.2 Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar/sosial dasar untuk mempercepat
penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.9
Posyandu adalah kegiatam kesehatan dasar yang diselenggarakan dari
oleh, dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan di suatu wilayah
kerja puskesmas, dimana program ini dapat dilaksanakan dibalai dusun, abalai
kelurahan dan tempat lainnya yang mudah diakses oleh masyarakat. Posyandu
yang terintegrasi adalah kegiatan pelayanan sosial dasar keluarga dalam aspek
pemantauan tumbuh kembang anak. Dalam pelaksanaannya dilakukan secara
koordinatif dan integratif serta saling memperkuat antar kegiatandan program
untuk kelangsungan pelayanan di posyandu sesuai dengan situasi/kebutuhan local
yang dalam kegiatannya tetap memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat.0
Pelaksanaan kegiatan posyandu adalah anggota masyarakat yang telah
mendapatkan pelatihan atau telah dilatih untuk dapat menjadi kader kesehatan
setempat dibawah bimbingan Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM), secara
umum dan petugas kesehatan secara teknis. Kader kesehatan atau posyandu
bersama tokoh masyarakat formal berperan juga dalam mengelola pelaksanaan
posyandu tersebut. Kader posyandu dan tokoh masyarakat bukan hanya
melaksanakan kegiatan dan mengaturnya tetapi justru ia berperan dalam
memahami kondisi dan kebutuhan masyarakat di wilayahnya.9
8

Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan


pengembangan/ pilihan. Secara rinci kegiatan Posyandu adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan utama Kesehatan Ibu dan Anak (KIA): Ibu Hamil, Ibu Nifas dan
Ibu Menyusui, Bayi dan Anak Balita, Keluarga Berencana (KB),
Imunisasi, Gizi, Pencegahan dan Penanggulangan Diare.
b. Sistem Lima Meja dalam Pelayanan Posyandu:
- Meja I, pendaftaran, pencatatan bayi, Balita, ibu hamil, ibu menyusui
dan Pasangan Usia Subur (PUS).
- Meja II, penimbangan balita, Ibu hamil
- Meja III, pengisian KMS
- Meja IV, diketahui berat badan anak yang naik/ tidak naik, ibu hamil
dengan resiko tinggi, PUS yang belum mengikuti KB, Penyuluhan
kesehatan, Pelayanan TMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil
ulangan, kondom
- Meja V, pemberian imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan, pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan. Untuk
meja I sampai IV dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja V
dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya: dokter, bidan,
perawat, juru imunisasi dan sebagainya.
2.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Keaktifan Kader Posyandu
Keaktifan kader merupakan suatu sikap yang bisa dilihat dari keterlibatan
seseorang yang turut aktif kegiatan posyandu. Keaktifan kader posyandu
merupakan suatu sikap atau tindakan yang nyata bisa dilihat dari keteraturan dan
keterlibatan seseorang kader dalam berbagai kegiatan posyandu baik kegiatan
dalam maupun kegiatan diluar posyandu. Tidak semua kader aktif dalam setiap
kegiatan posyandu sehingga pelayanan tidak berjalan dengan lancar. Sehingga
banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan seorang kader,
diantaranya: umur, pendidikan, pelatihan, insentif, pengetahuan, sikap dan
dukungan keluarga.10 Menurut L . Green, perilaku kesehatan masyarakat dilatar
belakangi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, pendukung dan pendorong
sebegai berikut. 11
2.3.1 Faktor Predisposisi
9

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap


kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan
tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu,
kader yang memiliki pengetahuan tentang Posyandu diharapkan dapat mendukung
pelaksanaan Posyandu dengan menggugah kesadaran, memberikan atau
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan & peningkatan
kesehatan baik dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakat. Faktor yang
mempermudah perilaku kesehatan kader sebagai penggerak Posyandu diantaranya
:
a. Umur
Umur mempunyai kaitan erat dengan tingkat kedewasaan seseorang yang
berarti kedewasaan teknis dalam arti keterampilan melaksanakan tugas maupun
kedewasaan psikologis. Dikaitkan dengan tingkat kedewasaan teknis, anggapan
yang berlaku ialah bahwa makin lama seseorang bekerja, kedewasaan teknisnya
pun mestinya meningkat. Pengalaman seseorang melaksanakan tugas tertentu
secara terus menerus untuk waktu yang lama meningkatkan kedewasaan teknisnya .
12

b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu jenjang pendidikan formal terakhir yang
ditempuh dan dimiliki oleh seseorang kader posyandu dengan mendapatkan
sertifikasi kelulusan/ijazah, baik sekolah dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan perguruan tinggi. Fungsi pendidikan
adalah sebagai alat pengembangan pribadi, alat pengembangan warga negara, alat
pengembangan kebudayaan, alat pengembangan bangsa. Semakin tinggi tingkat
pendidikan suatu masyarakat maka semakin tinggi pula kemampuannya dalam
menerima, menyerap dan menerapkan teknologi yang ada sehingga bisa
dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif. Pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam
memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan.13
c. Pelatihan
Pelatihan merupakan suatu upaya sistematis untuk mengembangkan
10

sumber daya manusia baik perorangan, kelompok, dan juga kemampuan


keorganisasian. Dengan pelatihan kader posyandu akan menambah pengetahuan
dan keterampilan yang lebih meningkat dan dapat lebih aktif dalam melakukan
pendeteksian tanda-tanda balita kurang gizi, dapat memahami cara pengisian buku
KIA, KMS dan pembuatan grafik SKDN sehingga dapat lebih aktif memberikan
penyuluhan tentang sikap hidup bersih dan sehat kepada masyarakat serta
penyakit-penyakit yang saring terjadi di masyarakat.14
Jenis-jenis metode yang digunakan dalam pelatihan antara lain: ceramah,
tanya jawab, diskusi kelompok, kelompok studi kecil, bermain peran, studi kasus,
curah pendapat, demonstrasi, penugasan, permainan, simulasi dan praktek
lapangan. Metode yang digunakan dalam pelatihan petugas kesehatan meliputi
metode ceramah dan tanyajawab (metode konvensional). Untuk mengubah
komponen perilaku perlu dipilih metode yang tepat. Metode untuk mengubah
pengetahuan dapat digunakan metode ceramah, tugas, baca, panel dan konseling.
Sedangkan untuk mengubah sikap dapat digunakan metode curah pendapat,
diskusi kelompok, tanya-jawab serta pameran. Metode pelatihan demonstrasi dan
bengkel kerja lebih tepat untuk mengubah keterampilan.15
d. Insentif
Insentif kader adalah upah atau gaji yang diberikan kepada kader. Insentif
berupa uang memberikan motivasi tersendiri bagi kader. Dana yang diturunkan
oleh dinas kesehatan dikirimkan ke rekening puskesmas, lalu petugas puskesmas
mengantarkan Insentif yang diterimanya dapat digolongkan pada dua jenis utama,
yaitu insentif yang bersifat financial dan non financial. Insentif financial yaitu
imbalan yang diterima oleh seseorang bagi yang diberikannya kepada organisasi
dapat mengambil berbagai bentuk seperti upah atau gaji, bonus, premi, tunjangan
istri, tunjangan anak, biaya pengobatan, biaya pendidikan anak, pembayaran dana
asuransi, liburan yang dibayar oleh organisasi dan bentuk-bentuk lainnya. Insentif
non finansial, kebutuhan yang bersifat non materil juga sangat nyata terutama
dikaitkan dengan harkat, martabat, dan harga diri seseorang. Karena merupakan
kebutuhan yang sangat nyata, setiap pekerjaan akan berusaha memuaskan
berbarengan dengan pemuasan kebutuhan yang bersifat kebendaan.16
e. Dukungan Keluarga
11

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga


terhadap anggota keluarganya yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dalam hal ini penerima dukungan
keluarga akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan
mencintainya.15
f. Status Perkawinan
Dalam Pendekatan KB bahwa kader yang sudah menikah atau nikah
cenderung pindah tempat tinggal atau mengikuti suaminya dan kadangkala
mereka sangat sibuk mengurusi keluarga dan anak-anaknya, sehingga kader
kadangkala tidak punya waktu luang untuk ikut berpartisipasi dan
menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan Posyandu atau masyarakat
disekitarnya. Status perkawinan seseorang akan menunjukkan ciri kedewasaan
baik fisik maupun psikis, sehingga mempengaruhi sikap dan penampilannya.
Kader yang telah menikah akan memiliki sikap dan penampilan yang lebih mapan
sehingga pekerjaannya sebagai kader tidak tergantung pada orang lain dan akan
lebih mudah mempengaruhi masyarakat sasarannya.16
Pendekatan KB bahwa kader yang sudah menikah atau nikah cenderung
pindah tempat tinggal atau mengikuti suaminya dan kadangkala mereka sangat
sibuk mengurusi keluarga dan anak-anaknya, sehingga kader kadangkala tidak
punya waktu luang untuk ikut berpartisipasi dan menyumbangkan tenaganya
untuk kepentingan Posyandu atau masyarakat disekitarnya. Kader yang telah
menikah atau telah mempunyai bayi dan anak bisa pula akan tetap aktif mengingat
bayinya harus selalu ditimbang dan dikontrol pertumbuhan dan perkembangannya
sehingga ia akan tetap aktif dalam kegiatan posyandu. Maka akan lebih mudah
bagi kader itu sendiri karena disamping ia melaksanakan tugasnya sebagai kader
ia juga dapat langsung membawa anaknya ke posyandu pada setiap bulannya
untuk ditimbang.16
g. Pekerjaan
Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan sendiri
maupun keluarga. Faktor bekerja saja nampak berpengaruh pada peran kader
kesehatan sebagai timbulnya suatu masalah pada pemanfaatan meja penyuluhan,
karena kader mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan yang belum cukup,
12

yang berdampak pada tidak adanya waktu para kader untuk aktif pada
pemanfaatan meja penyuluhan, serta tidak ada waktu kader mencari informasi
karena kesibukan kader dalam bekerja. Kondisi kerja yang menonjol sebagai
faktor yang mempengaruhi pemanfaatan meja penyuluhan.17

h. Pendapatan
Merupakan jumlah penghasilan yang diperoleh keluarga dalam satu bulan
yang dapat dikategorikan dalam penghasilan yang kurang dan cukup yang
nantinya akan berpengaruh dalam memantau tumbuh kembang oleh kader
Posyandu. Adapun cara mengukur pendapatan tersebut dengan melihat nilai
nominal yang diperoleh kemudian dikategorikan sesuai klasifikasi yang telah
ditentukan Biro Pusat Statistik pada tahun 2005 sebagai berikut 1) kurang dari Rp.
500.000,- dinyatakan kurang, 2) Rp. 500.000,- sampai dengan Rp. 2.000.000,-
dinyatakan cukup, 3) Lebih dari 2 juta dinyatakan tinggi. Atau menggunakan
standar UMR (Upah Minimum Regional) yang ditetapkan oleh pemerintah
setempat. Pengukuran pendapatan juga dapat dilakukan berdasarkan persepsi
individu berdasarkan pendapatannya selama satu bulan dengan dinyatakan ke 32
dalam persepsi kurang, cukup dan tinggi menurut tingkat kecukupan
kebutuhannya.13
2.3.2 Faktor Pendukung
Faktor yang memungkinkan terlaksananya keinginan. Faktor ini mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
Meliputi ketersediaan sumber daya kesehatan dan keterjangkauan sumber daya
kesehatan. Untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
pendukung, maka bentuk aplikasinya adalah memberdayakan masyarakat agar
mereka mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan bagi mereka. Sarana
Posyandu yaitu segala sesuatu yang dapat menunjang penyelenggaraan kegiatan
Posyandu seperti tempat atau lokasi yang tetap, dana rutin untuk pemberian
makanan tambahan (PMT), alat-alat yang diperlukan misalnya : dacin, KMS,
meja, kursi, buku register dan lain-lain. Keaktifan seorang kader dalam
melakukan kegiatan di Posyandu dipengaruhi oleh adanya sarana, fasilitas
Posyandu yang memadai.
13

2.3.3 Faktor Pendorong


Faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan
adanya sikap dan perilaku lain. Faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh
masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan.
a. Peran Petugas Kesehatan
Menurut buku Pedoman Stratifikasi Puskesmas, peran petugas kesehatan
dalam Posyandu meliputi: (1). Membantu kader melakukan pelayanan dimana
kader tidak kompeten untuk melakukan sendiri seperti pemberian imunisasi, (2).
Mengumpulkan catatan kegiatan pada hari kegiatan Posyandu untuk dibawa ke
puskesmas, (3). Memberikan bimbingan kepada kader dan membantu
memecahkan masalah yang dihadapi kader. Petugas kesehatan yang paling
berperan dalam kegiatan Posyandu adalah bidan, perawat atau petugas kesehatan
lainnya yang menjadi pembina Posyandu. Keaktifan kader sangat dipengaruhi
oleh keaktifan petugas kesehatan dalam memantau, memberikan bimbingan,
penyuluhan, perhatian, imbalan dan membantu dalam pemecahan masalah yang
dihadapi oleh kader.
b. Peran Tokoh Masyarakat
Pengelolaan posyandu merupakan bagian dari pengelolaan pemerintahan
tingkat desa. Kegiatan di Posyandu sangat membutuhkan peran serta dari tokoh
masyarakat karena tanpa bantuan tokoh masyarakat, kegiatan yang akan
dilaksanakan sulit untuk mencapai hasil yang maksimal. Pada umumnya tokoh
masyarakat merupakan panutan dari masyarakat secara keseluruhan dan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan kemasyarakatan secara
keseluruhan.
c. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat
dibidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam
memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Dalam partisipasi masyarakat
sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi programprogram kesehatan masyarakat. Institusi kesehatan hanya
14

sekedar memotivasi dan membimbingnya. Di dalam partisipasi, 35 setiap anggota


masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan
hanya terbatas pada dana dan finansial tetapi dapat berbentuk daya (tenaga) dan
ide (pemikiran).

2.4 Kerangka Teori


Kerangka Teori dalam penelitian ini dapat digambarkan berdasarkan Lawrence
Green, sebagai berikut :

Faktor Predisposisi:
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Pelatihan
Pendapatan
Perkawinan
Insentif
Dukungan Keluarga

Posyandu Faktor Faktor Pendukung:


Perilaku Sarana Prasarana

Faktor Pendorong:
Tenaga Kesehatan
Tokoh masyarakat
Partisipasi masyarakat

Gambar 2.1. Kerangka Teori Berdasarkan Lawrence Green


15

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain dalam penelitian ini menggunakan survei deskriptif dengan
pendekatan cross sectional study dimana data yang menyangkut variabel
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Dimana data secara kuantitatif
diperoleh dengan cara membuatkan kuesioner pertanyaan. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keaktifan kader posyandu sebelum
pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Saigon Tahun 2020-2021
yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status perkawinan, lama menjadi
kader, tugas selama menjadi kader, pelatihan, insentif, dukungan keluarga dan
keaktifan kader.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Saigon
Kecamatan Pontianak Timur.
3.3 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2021.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader yang ada di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur sebanyak 30 orang.

3.4.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kader yang ada di Wilayah Kerja
16

UPT Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur, yang ditentukan


berdasarkan
rumus Slovin sebagai berikut :

N
n=
1+ N e2

Keterangan :
n = Jumlah minimal sampel
N = Jumlah total sampel
e = Jumlah bias (0,1)

Berdasarkan rumus di atas maka jumlah sampel dapat ditentukan sebagai

berikut :

30
n=
1+ 30(0,01)

30
= = 23 orang
1,3

Berdasarkan rumus jumlah sampel dari masing-masing Posyandu adalah

sebagai berikut :

Tabel 3.1. Jumlah Sampel Dari Masing-Masing Posyandu

Jumlah Populasi
No Desa
Per Desa
1 Siaga 3
2 Delima Emas 4
3 Kartini 1 4
4 Kartini 2 3
5 Tunas Bangsa 3
6 Adinda 3
17

7 Assyfa 3
Jumlah Total 23

Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 23


kader, sampel dalam penelitian ini dipilih secara acak.

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Jenis Data

1. Data Primer
Data primer yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti untuk maksud khusus
menyelesaikan permasalahan yang sedang ditangani. Data dikumpulkan sendiri
oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian
dilakukan. Adapun data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status perkawinan, pelatihan,
insentif, dukungan keluarga dan keaktifan kader.
2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi oleh pihak
lain, misalnya rekam medik, rekaptulasi nilai, dan lain-lain. pada penelitian ini
yaitu data geografis dan demografis yang didapatkan dari tempat penelitian.
Data Sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah kader di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur yang digunakan untuk
membantu analisis terhadap data primer yang diperoleh.

3. Data Tersier
Data yang diperoleh dari naskah yang sudah dipublikasikan. Adapun data
tersier dalam penelitian ini data yang diakses oleh peneliti yaitu data dari WHO
dan Kemenkes RI tentang keaktifan kader posyandu.
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar yang
diperlukan serta informasi yang lebih tepat dan relevan dengan permasalahan
yang diteliti. Penulis menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan
kuesioner.
18

3.6. Variabel dan Definisi Operasional

3.6.1. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,


status perkawinan, lama menjadi kader, tugas selama menjadi kader, pelatihan,
insentif, dukungan keluarga dan keaktifan kader.

3.6.2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Umur Lamanya hidup Pengisian 1. ≤ 50 tahun Nominal
kader yang dihitung kuesioner 2. > 50 tahun
sejak lahir sampai
dengan saat
penelitian.
Tingkat Jenjang pendidikan Pengisian 1. Rendah : Jika Ordinal
pendidikan formal yang dicapai kuesioner kader tidak
kader oleh ibu sampai saat sekolah, tidak
penelitian. tamat SD,
Tamat SD,
tamat SMP
2. Tinggi : Jika
kader tamat
SMA, tamat
Diploma/PT
Jenis Pekerjaan Pengisian 1. Bekerja Nominal
Pekerjaan merupakan suatu Kuesioner 2. Tidak
aktivitas yang dapat Bekerja
mendorong
seseorang dalam
perilaku positif
untuk menerima
informasi, hal ini
ditunjang oleh
interaksi kepada
19

orang lain dalam


memperoleh sumber
– sumber informasi
yang dibutuhkan.
Tingkat pembinaan Pengisian 1. Kurang : < 8 Nominal
Pelatihan
kader dalam Kuesioner 2. Baik : 8-10
Kader
kegiatan posyandu.
Pendapatan Total penghasilan Pengisian 1.Di bawah Ordinal
yang didapatkan tiap Kuesioner UMP :
bulan oleh ≤Rp2.399.69
responden dan 8
suami sesuai
denganbesaran upah 2. Di atas UMP :
minimum provinsi >Rp2.399.698
(UMP) tahun 2021
di Kalimantan Barat.

Status Ikatan perkawinan Pengisian 1. Belum Kawin Ordinal


Perkawina yang dilakukan Kuesioner 2. Kawin
n sesuai ketentuan
hokum dan ajaran
agama serta hidup
sebagai suami istri
tanpa merupakan
pelanggaran
terhadap agama.
Insentif Tingkat kepuasan Pengisian 1. Puas Ordinal
dari dana yang Kuesioner 2. Tidak Puas
kader dapatkan tiap
tahunnya dari
kegiatan posyandu
Dukungan Dorongan yang Pengisian 1. Kurang: <8 Nominal
Keluarga diberikan oleh Kuesioner 2. Baik: 8-10
keluarga dalam
kegiatan posyandu
Keaktifan Keterlibatan kader Pengisian 1. Tidak Ordinal
Kader dalam kegiatan Kuesioner Aktif: <8
kemasyarakatan
yang merupakan 2. Aktif: 8-
pencerminan akan 10
usahanya untuk
memenuhi
berbagai
kebutuhan yang
dirasakan dan
pengabdian
terhadap
20

pekerjaannya
sebagai kader

3.7. Metode Pengolahan Data


Adapun metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut.
1. Collecting
Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner, angket maupun observasi.
2. Checking
Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner atau lembar
observasi dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan data
memberikan hasil yang valid dan reliabel dan terhindar bias.
3. Coding
Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel-variabel yang
di teliti, misalnya nama responden di ubah menjadi nomor 1, 2, 3 dan seterusnya.
4. Data Processing
Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai
dengan kebutuhan peneliti.
3.8. Analisa Data
Analisis data pada penelitian ini berupa analisis univariat yang merupakan
analisis yang menitik beratkan pada penggambaran atau deskripsi data yang telah
diperoleh. Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel yang diteliti. Data univariat pada penelitian ini
adalah umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status perkawinan, pelatihan,
insentif, dukungan keluarga dan keaktifan kader. Penelitian ini bersifat deskriptif,
maka dalam analisanya tidak menggunakan perhitungan yang bersifat menguji
tetapi hanya berdasarkan distribusi disetiap variabel yang digunakan untuk
perhitungan hasil ukur yang kemudian dipersentasekan.
3.9. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-
konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang dilakukan.
Berdasarkan permasalahan yang ingin di capai dan dari kerangka teori yang ada
maka dapat di gambarkan kerangka konsep sebagai berikut:
21

Umur
Pendidikan
Pekerjaan Keaktifan Kader Posyandu
Pelatihan

Pendapatan

Perkawinan

Insentif
Dukungan Keluarga

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.10. Kerangka Penelitian

Populasi
Semua Kader Posyandu di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Saigon Tahun 2020
sebanyak 30 orang

Sampel
Sebagian Kader Posyandu sebanyak 23 orang

Pengumpulan Data

Analisis Data

Hasil dan Pembahasan

Gambar 3.2. Kerangka Peneliti


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umur Kader UPT Puskesmas Saigon
Tabel 4.1. Distribusi Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Saigon
No Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%)
1 ≤50 18 78,2%
2 >50 5 21,8%
Jumlah 23 100
Variasi usia responden pada penelitian ini terdistribusi dari usia paling muda
adalah 24 tahun dan paling tua berusia 55 tahun dengan rata-rata usia 41,3 tahun.
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat di simpulkan bahwa umur responden di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Saigon mayoritasnya berada pada umur ≤50 tahun yang
berjumlah sebanyak 18 responden (78,2%).
Umur mempunyai kaitan erat dengan tingkat kedewasaan seseorang yang berarti
kedewasaan teknis dalam arti keterampilan melaksanakan tugas maupun kedewasaan
psikologis. Dikaitkan dengan tingkat kedewasaan teknis, anggapan yang berlaku ialah
bahwa makin lama seseorang bekerja, kedewasaan teknisnya pun mestinya meningkat.
Pengalaman seseorang melaksanakan tugas tertentu secara terus menerus untuk waktu
yang lama meningkatkan kedewasaan teknisnya.18
Hal ini sejalan dengan penelitian Hanum Tri Hapsari, yang berjudul faktor-
faktor yang berhubungan dengan keaktifan kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Slawi tahun 2015, didapatkan bahwa terdapat hubungan antara umur dan keaktifan
kader posyandu (ρ = 0,034). Umur merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang
kader dalam menjalankan posyandu, semakin bertambahnya umur semakin akan aktif
dalam berkegiatan karena mempunyai pengalaman yang baik dan lebih mudah
menjalankan tugas dan peran sebagai kader posyandu.18
4.2 Gambaran Tingkat Pendidikan Kader UPT Puskesmas Saigon
Tabel 4.2. Distribusi Tingkat Pendidikan Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Saigon
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1 Rendah 4 17,4%
2 Tinggi 19 82,6%
Jumlah 23 100
Tingkat Pendidikan responden bervariasi dari tamat SD hingga tamatan
perguruan tinggi. Kategori tingkat pendidikan ini berturut-turut didominasi oleh
responden tamatan SMA sebanyak 13 orang dengan persentase 56,5%, responden
tamatan SMP 3 orang dengan persentase 13%, tamatan perguruan tinggi sebanyak 6
orang dengan persentase 26 %, responden tamatan SD 1 orang dengan persentase
4,5%. Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat di simpulkan bahwa pendidikan responden
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Saigon mayoritasnya berada pada kategori tinggi
yaitu sebanyak 19 orang dengan presentase 82,6%.
Responden yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi cenderung mampu
menerima dan memahami informasi yang masuk lebih bagus, bahkan lebih mampu
mengaplikasikannya dengan baik bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan
dibawahnya. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Sunaryo, yang memaparkan
bahwa pendidikan mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru
diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikannya semakin
mudah seseorang menerima informasi yang didapatnya. Notoatmodjo,
mengungkapkan hal yang sama bahwa pengetahuan diperoleh dari proses belajar,
sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang membuat pengetahuan tentang objek
tertentu.19
Hal ini sejalan dengan penelitian Desy Agustina, pada tahun 2013 dengan
judul Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Kader Posyandu Dalam
Wilayah Kerja Pukesmas Peusangan Siblah Krueng Bireuen. Hasil penelitian
diperoleh bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan (p-Value=0,019). Pendidikan
adalah membentuk dan atau meningkatkan kemampuaan manusia yang mencakup
cipta, rasa dan krasa. Dari teori tersebut, dapat dikatakan bahwa kader dengan tingkat
pendidikan tinggi akan cenderung untuk lebih banyak tahu daripada yang
mempunyai pendidikan rendah.20

4.3 Gambaran Pekerjaan Kader UPT Puskesmas Saigon


Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Kader Di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Saigon Selama Pandemi Covid-19
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak bekerja 13 57%
2 Bekerja 10 43%
Jumlah 23 100
Karakteristik responden kader posyandu berdasarkan pekerjaan didominasi oleh
kategori tidak bekerja yang didalamnya termasuk ibu-ibu rumah tangga sebanyak
13orang dengan persentase sebesar 57 %, dan selebihnya yakni 10 orang dengan
presentase 43% masuk ke kategori bekerja. Pekerjaan kader terdiri dari pedagang,
pekerja lain-lainnya berupa guru mengaji dan karyawan swasta.
Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk memperoleh
penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pekerjaan mempengaruhi
seseorang terhadap peran seta masyarakat meliputi keadaan waktu yang tersedia untuk
kegiatan sosial. Semakin sedikit waktu seseorang untuk bersosialisasi karena banyaknya
pekerjaan menyebabkan menurunnya tingkat kesadaran dan tanggung jawab mereka
terhadap kegiatan sosial, salah satunya adalah peran aktif menjadi kader kader
kesehatan dilingkungan.21

4.4 Gambara Pendapatan Kader UPT Puskesmas Saigon


Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pendapatan Kader Posyandu Balita Di Wilayah
Kerja
UPT Puskesmas Saigon
No Insentif Frekuensi Persentase (%)
1 Di bawah UMP 2 9%
2 Di atas UMP 21 91%
Jumlah 23 100
Karakteristik responden berdasarkan pendapatan didominasi oleh responden
yang masuk kategori pendapatan di atas UMP sebanyak 21 orang dengan persentase
sebesar 91%, sedangkan responden yang masuk kategori pendapatan di bawah UMP
sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 9%.
Kader yang mempunyai pendapatan yang tinggi cenderung lebih aktif dalam
kegiatan posyandu, hal ini disebabkan bahwa kader yang berpendapatan tinggi telah
terpenuhi kebutuhan utamanya. Setelah kebutuhan pokok/utama terpenuhi, maka tinggal
melengkapi dengan kebutuhan sosial, di antaranya adalah mengikuti kegiatan
posyandu.22
4.5 Gambaran Status Perkawinan Kader UPT Puskesmas Saigon
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Status Perkawinan Kader Posyandu Balita Di
Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Saigon
No Insentif Frekuensi Persentase (%)
1 Kawin 22 96%
2 Belum Kawin 1 4%
Jumlah 23 100
Karakteristik responden berdasarkan pendapatan didominasi oleh responden
yang masuk kategori sudah kawin sebanyak 22 orang dengan persentase sebesar 96%,
sedangkan responden yang masuk kategori belum kawin sebanyak 1 orang dengan
persentase sebesar 4%.
Penelitian Sri Hartati tentang pendekatan KB-Kesehatan (1990) menyebutkan
bahwa kader yang sudah menikah atau nikah cenderung pindah tempat tinggal atau
mengikuti suaminya dan kadangkala mereka sangat sibuk mengurusi keluarga dan anak-
anaknya, sehingga mereka kadangkala tidak punya waktu luang untuk ikut
berpartisipasi dan menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan posyandu atau
masyarakat disekitarnya.23
4.6 Gambaran Pelatihan Kader UPT Puskesmas Saigon
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pelatihan Kader Posyandu Balita Di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Saigon Sebelum Pandemi COVID-19
No Insentif Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 14 61%
2 Kurang 9 39%
Jumlah 23 100
Karakteristik responden berdasarkan pelatihan didominasi oleh responden yang
masuk kategori sudah mendapatkan pelatihan dengan baik sebanyak 14 orang dengan
persentase sebesar 61%, sedangkan responden yang masuk kategori kurang
mendapatkan pelatihan sebanyak 9 orang dengan persentase sebesar 39%.
Pelatihan adalah sesuatu yang terus menerus dilakukan, karena pendidikan
seseorang pada hakikatnya tidak pernah berakhir. Pelatihan kader merupakan salah satu
upaya dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian kader.
Biasanya pelatihan kader dilakukan oleh pihak Puskesmas atau pun Dinas Kesehatan
daerah setempat, pelatihan yang didapatkan oleh kader posyandu turut meningkatkan
keaktifan dan partisifasi kader dalam setiap kegiatan Posyandu.24
4.7 Gambaran Insentif Kader UPT Puskesmas Saigon
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Insentif Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Saigon sebelum pandemi Covid-19
No Insentif Frekuensi Persentase (%)
1 Puas 9 39,13%
2 Tidak Puas 14 60,87%
Jumlah 23 100
Karakteristik responden berdasarkan kepuasan terhadap insentif didominasi oleh
responden yang masuk kategori tidak puas dengan insentif yang didapatkan sebanyak
14 orang dengan persentase sebesar 60,87%, sedangkan responden yang masuk kategori
puas dengan insentif yang didapatkan sebanyak 9 orang dengan persentase sebesar
39.13%.
Insentif merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap
keaktifan kader posyandu. Insentif merupakan salah satu stimulus yang dapat menarik
seseorang untuk melakukan sesuatu karena dengan melakukan perilaku tersebut, maka
ia akan mendapat imbalan. Kebanyakan orang juga berpendapat bahwa gaji atau insentif
adalah alat yang paling ampuh untuk meningkatkan motivasi kerja dan selanjutnya
dapat meningkatkan kinerja karyawan disuatu organisasi kerja. Dengan kata lain
seseorang akan melakukan sesuatu jika ada penghargaan berupa insentif terhadap apa
yang ia lakukan. Dalam hal ini insentif merupakan tujuan yang ingin dicapai dari suatu
perilaku yang dilakukan. Misalnya kader Posyandu mendapat insentif atas pekerjaannya
selain dalam rangka berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu dan menjalankan tugas
kader.25
4.8 Gambaran Dukungan Keluarga Kader UPT Puskesmas Saigon
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Di Wilayah Kerja
U
PT Puskesmas Saigon sebelum pandemi Covid-19
No Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)
1 Kurang 7 30,43%
2 Baik 16 69,57%
Jumlah 23 100
Karakteristik responden berdasarkan pelatihan didominasi oleh responden yang
masuk kategori mendapat dukungan baik dari kelaurga sebanyak 16 orang dengan
persentase sebesar 69.57%, sedangkan responden yang masuk kategori kurang
mendapatkan dukungan dari keluarga sebanyak 7 orang dengan persentase sebesar
30.43%.
Dukungan keluarga merupakan dukungan yang paling diharapkan dalam
memberikan motifasi yang kuat bagi seorang kader dalam melaksanakan tugasnya
sebagai kader posyandu. Semakin baik dukungan yang diberikan keluarga terhadap
kader posyandu maka dapat meningkatkan semangat dan keaktifan kader posyandu.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga sangat
mempengaruhi keaktifan kader posyandu.26
4.9 Gambaran Keaktifan Kader UPT Puskesmas Saigon
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Keaktifan Kader Di Wilayah Kerja

UPT Puskesmas Saigon sebelum pandemi Covid-19

No Keaktifan Kader Frekuensi Persentase (%)


1 Tidak Aktif 1 4,4%
2 Aktif 22 95,6%
Jumlah 23 100
Karakteristik responden berdasarkan pelatihan didominasi oleh responden yang
masuk kategori aktif dalam kegiatan posyandu sebanyak 22 orang dengan persentase
sebesar 95.6%, sedangkan responden yang masuk kategori tidak aktif dalam kegiatan
posyandu sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 4.4%.
Dalam pelaksanaan Posyandu merupakan titik sentral kegiatan Posyandu,
keikutsertaan dan keaktifannya diharapkan mampu mengerakkan partisipasi masyarakat.
Namun keberadaan kader relatif labil karena partisipasinya bersifat sukarela sehingga
tidak ada jaminan bahwa para kader akan tetap menjalankan fungsinya dengan baik
seperti yang diharapkan. Jika ada kepentingan keluarga atau kepentingan lainnya maka
Posyandu akan ditinggalkan. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan masih ada
posyandu yang mengalami keterbatasan kader, yaitu tidak semua kader aktif dalam
setiap kegiatan posyandu sehingga pelayanan tidak berjalan lancar.27

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran faktor-faktor yang
mempengaruhi keaktifan kader posyandu di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Saigon sebelum pandemic COVID-19 didapatkan hasil sebagian besar kader
didominasi oleh kategori umur ≤ 50 tahun, tingkat pendidikan tinggi, tidak
bekerja dengan sebagian besar adalah ibu rumah tangga, total pendapatan per
bulan lebih dari UMP, sudah menikah, mendapatkan pelatihan dengan baik,
merasa kurang puas dengan insentif yang diberikan, mendapat dukungan baik
dari keluarga dan aktif dalam kegiatan posyandu.
5.2 Saran
Beberapa hal yang dapat kami sarankan demi kemajuan dan peningkatan
dari program ini adalah :
5.2.1 Bagi Puskesmas
1. Memaksimalkan dukungan terhadap kegiatan-kegiatan posyandu berupa
dana, sarana dan prasarana, serta peran aktif petugas kesehatan yang
bertanggungjawab pada kegiatan tersebut.
2. Memaksimalkan pelatihan bagi para kader posyandu agar dapat
memberikan bekal berupa pengetahuan dan keterampilan dalam
melaksanakan kegiatan posyandu serta membantu upaya meningkatkan
kesehatan masyarakat.
3. Mengkoordinasikan dengan pemerintah terkait penambahan jumlah
insentif untuk para kader sebagai bentuk apresiasi atas keterlibatan para
kader dalam kegiatan posyandu.
4. Memberikan apresiasi kepada para kader posyandu berupa pembuatan
kartu anggota dan mendapatkan kemudahan dalam pelayanan kesehatan
di puskesmas.

5.3 Bagi Masyarakat


Diharapkan masyarakat terutama para kader senantiasa berpartisipasi aktif
dalam upaya meningkatkan kesehata masyarakat serta mampu bekerjasama dengan
kader maupun petugas kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman umum pengelolaan posyandu. Jakarta


Kementeri Kesehat RI. 2011.
2. Heru AS. Kader kesehatan masyarakat. Jakarta EGC. 2005.
3. Tristanti I, Risnawati I. Motivasi Kader Dan Kelengkapan Pengisian Kartu
Menuju Sehat Balita Di Kabupaten Kudus. Indones J Kebidanan. 2017.
4. Nurfitriani. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Kader Posyandu Di
Puskesmas Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba Tahun 2010.
2010.
5. Suhat, Hasanah R. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keaktifan Kader
dalam Kegiatan Posyandu (Studi Kasus di Puskesmas Palasari Kabupaten
Subang). J Kesehat Masy. 2014.
6. Happinasari, Suryandari AE. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja
Kader Dalam Pelaksanaan Posyandu Di Kecamatan Purwokerto Selatan
Kabupaten Banyumas. J Ilmu Kebidanan dan Kesehat. 2016.
7. Tirayoh N, Kandou GD, Abeng TDE. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keaktifan Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kema Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara. Community
Health (Bristol). 2017.
8. Sativa NE, Diniyah K. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Ibu
Balita Dalam Kegiatan Posyandu Dusun Mlangi Kabupaten Sleman.
Universitas’ Aisyiyah Yogyakarta; 2017.
9. KemenKes RI. Buku Panduan Kader Posyandu. Edisi ke I). Jakarta; 2010.
10. Dinengsih S, Hartati T. Hubungan Antara Pengetahuan, Pembinaan Kader
Dalamanya Meniadi Kader Dengan Keaktifan Kader Dalam Kegiatan Posyandu
Di Desa Babelan Kota Wilayah Kerja Puskesmas Babelan I Kabupaten Bekasi. J
Kesehat. 2017.
11. Notoadmodjo S. Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta. 2012.
12. Notoatmodjo S, Kesehatan P. Teori dan aplikasi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
2005.

13. Agustina, 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Kader Posyandu


Dalam Wilayah Kerja Pukesmas Peusangan Siblah Krueng Bireuen. Skripsi.
Banda Aceh: Diploma IV Kebidanan STIKes U’Budiyah.
14. Ferry Efendi M. Keperawatan Kesehatan Komunitas: teori dan praktik dalam
keperawatan. Ferry Efendi; 2009.
15. Lestari S. Psikologi keluarga: Penanaman nilai dan penanganan konflik dalam
keluarga. Jakarta; 2012.
16. Notoadmodjo S. Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta. 2012.
17. Nurfitriani, 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Kader
Posyandu Di Puskesmas Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba
Tahun 2010. Skripsi. Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin.
18. Hapsari HT. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keaktifan Kader
Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Slawi tahun 2015. 2015.
19. Nugroho HA, Nurdiana D. Hubungan antara pengetahuan dan motivasi kader
posyandu dengan keaktifan kader posyandu di desa dukuh tengah kecamatan
ketanggungan kabupaten brebes. FIKES. 2008.
20. Desy Agustina. Faktor – faktor yang mempengaruhi keaktifan kader posyandu
dalam wilayah kerja pukesmas peusangan siblah krueng bireuen. Fakt – Fakt
yang mempengaruhi keaktifan kader posyandu dalam Wil kerja pukesmas
peusangan siblah krueng bireuen. 2013.
21. Hasanah, Ruyatul. Jurnal Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan
Kader Dalam Kegiatan Posyandu Studi Di Puskesmas Palasari Kabupaten
Subang. 2014.
22. Wirapuspita, R. Insentif dan Kinerja Kader Posyandu. Jurnal Kemas. 2013.
23. Nurfitriani. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Kader Posyandu di
Puskesmas Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba Tahun 2010.
Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin. 2010.
24. Prang R, Pangemanan JM, Tilaar C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keaktifan Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Tareran Kecamatan
Tareran Kabupaten Minahasa Selatan. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Univ Sam Ratulangi Manad Available http//fkm unsrat ac id. 2013.
25. Setiadi AM, Chalidyanto D. Penyusunan Sistem Kompensasi Finansial
Berdasarkan Penilaian, Harapan Karyawan dan Kemampuan Rumah Sakit.
26. DI Wilayah KPRW. Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan Kader
Posyandu. 2015.
27. Syafei, A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Kader dalam
Kegiatan Gizi di Posyandu di Kelurahan Rengas Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010.

Anda mungkin juga menyukai