Anda di halaman 1dari 36

TINGKAT MOTIVASI TERHADAP PELAKSANAAN PERAN KADER DALAM

PROGRAM TABUNGAN IBU BERSALIN (TABULIN)

DI PUSKESMAS SEMEMI

PROPOSAL

Oleh:
ANJAR ARUM SITI MASITOH
P27824416049

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA 4 KEBIDANAN
TAHUN 2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin) adalah dana yang dikumpulkan oleh ibu hamil dan

disimpan sendiri di rumah atau dikelola oleh kader desa siaga yang telah ditunjuk yang akan

diambil saat persalinan dan pasca persalinan . Tabulin merupakan salah satu indikator

keberhasilan dari Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K),

(Dinkes Surabaya, 2019 dalam Nurchakim, 2019). Menurut Kementrian Kesehatan (2011)

tabulin bersifat insidensial, keberadaannya terutama pada saat mulainya kehamilan dan dapat

berakhir pada saat seorang ibu sudah melahirkan, tabungan ini akan sangat membantu bagi

ibu hamil dan keluarganya pada saat menghadapi persalinan terutama kendala dalam hal

biaya sudah dapat teratasi, hal ini juga sangat berdampak pada psikologis ibu, ibu hamil

akan merasa tenang saat menghadapi persalinannya kelak.

Keberadaan ibu hamil di suatu wilayah dapat diketahui dengan adanya cakupan

kunjungan kehamilan pertama (K1), dengan adanya pendataan ibu hamil K1 setiap ibu hamil

dapat terpantau keberadaannya, sehingga pelaksanaan P4K dapat dilakukan sedini mungkin.

Capaian cakupan ibu hamil K1 di kota Surabaya tahun 2018 adalah 99,51 % dari 46.721 ibu

hamil di Surabaya. Di wilayah Puskesmas Sememi cakupan kunjungan ibu hamil K1 adalah

991 dari 976 ibu hamil (101,54 %) (Profil Kesehatan Surabaya, 2018). Pada studi

pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 1 November 2019 di Puskesmas Sememi,

menurut pernyataan dari tiga kader di Puskesmas Sememi terdapat beberapa RW yang

program tabulinnya belum berjalan dengan baik. Pelaksaaan tabulin yang tidak berjalan baik
akan berakibat pada keterlambatan penanganan medis karena terdapat kendala biaya,

keterlambatan tersebut biasa disebut dengan “Empat Terlambat” yaing terdiri dari 1)

Terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk 2) Terlambat transportasi menuju tempat

rujukan 3)Terlambat mendeteksi resiko tinggi pada ibu dan bayi 4) Terlambat penanganan di

tempat rujukan.

Peran kader kesehatan sangat berpengaruh dalam keberhasilan tabulin Menurut

Notoatmodjo (2014) terdapat 3 faktor penyebab yang dapat mempengaruhi peran kader.

menyebutkan faktor predisposisi terkait faktor dalam diri kader (usia, pendidikan, status

perkawinan, pekerjaan, pendapatan, masa kerja, sikap, motivasi), faktor pendukung terkait

hal yang mempengaruhi kader berperilaku (infrastruktur), dan faktor pendorong yang

menguatkan perilaku kader (dukungan sosial). Pelaksanaan peran kader posyandu akibat

pengaruh dari berbagai faktor, salah satunya motivasi yang sifatnya terus menerus. Motivasi

dianggap sebagai kekuatan yang muncul dari dalam diri untuk mencapai tujuan tertentu

karena ada kebutuhan. Motivasi dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Seseorang yang

memiliki motivasi tinggi cenderung bekerja lebih baik dari pada yang memiliki motivasi

rendah (Mangkunegara, 2010).

Untuk meningkatkan peran serta kader sesuai dengan jurnal dari Shoefi Dieni M. yang

berjudul Peran dan Motivasi Kader dalam Pelaksanaan Kelurahan Siaga Aktif Wonokromo

Surabaya tahun 2015, harus terdapat beberapa upaya dari pihak puskesmas dan swasta,

dukungan dari pihak puskesmas dapat berupa pembinaan dan pendampingan yang dilakukan

tenaga kesehatan khusunya bidan untuk meningkatkan kemampuan kader dalam mendeteksi

maupun mencari solusi atas masalah kesehatan yang dihadapi, kemitraan dengan pihak

swasta menambah dukungan sosial secara materiil untuk menunjang kegiatan yang dilakukan
kader, dukungan secara materiil ini merupakan imbalan yang didapatkan kader atas

persetujuan dari kerja sama yang dilakukan oleh pihak swasta, serta faktor intrinsik dari

kader sendiri yaitu rasa bangga dapat berkontribusi pada kesehatan masyarakat, untuk itu

perlu adanya penghargaan terhadap status kader yang dimiliki, di kota Surabaya terdapat

penghargaan untuk kader dengan kinerja baik yang disebut Kader Teladan Kota Surabaya.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan kajian

penelitian tentang Tingkat Motivasi terhadap Pelaksanaan Peran Kader dalam Program

Tabulin di Puskesmas Sememi.

1.2. Batasan Masalah

Penulis membatasi penelitian pada tingkat motivasi terhadap pelaksanaan peran kader dalam

program tabulin di Puskesmas Sememi.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian

ini adalah “Bagaimana tingkat motivasi terhadap pelaksanaan peran kader dalam program

tabulin di Puskesmas Sememi”?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Menganalisis tingkat motivasi terhadap pelaksanaan peran kader dalam program tabulin

di Puskesmas Sememi

1.4.2. Tujuan Khusus


a. Mengetahui tingkat motivasi kader di Puskesmas Sememi

b. Mengetahui peelaksaan peran kader dalam program di Puskesmas Sememi

c. Menganalisa tingkat motivasi terhadap peran kader dalam program tabulin di Puskesmas

Sememi.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mendukung konsep di bidang ilmu kebidanan khususnya

mengenai tingkat motivasi terhadap pelaksanaan peran kader dalam program tabulin

1.5.2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi Dinas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta masukan sebagai dasar

pertimbangan dalam melaksanakan program tabulin

b. Bagi Masyarakat

Penelitian dapat bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan dalam

pelaksanaan program tabulin sehingga masyarakat dapat menentukan persalinan secara

benar dan mandiri.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kader Kesehatan

2.1.1. Definisi Kader Kesehatan

Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat denga

masyarakat itu sendiri, pemerintah membuat program pelatihan untuk kader kesehatan

agar kader-kader kesehatan di desa siaga nantinya mempunyai pengetahuan yang lebih.

Dengan harapan, kader dapat menggerakkan dan memberdayakan masyarakat agar tecipta

masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat terutama pada ksehatan ibu dan anak guna

mencapai penurunan AKI dan AKB di Indonesia (Karwati, 2011).

Pengertian kader yang terdapat pada Permenkes no. 25 Tahun 2014 tentang Upaya

Kesehatan Anak adalah setiap orang yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk

menangani masalah-masalah kesehatan perorangan atau masyarakat dan dilatih untuk

menangani masalah – masalah kesehatan perorangan atau masyarakat serta bekerja di

tempat-tempat yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kesehatan dalam hubungan

yang aman dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan.

2.1.2. Syarat Kader Kesehatan

Menurut Sulistyorini, C.I dkk, 2010, seorang warga masyarakat dapat diangkat menjadi

seorang kader apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Dapat membaca dan menulis


2. Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan

3. Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat

4. Mempunyai waktu yang cukup

5. Bertempat tinggal di wilayah posyandu

6. Berepenampilan ramah dan simpatik

7. Mengikuti pelatihan-pelatihan sebelum menjadi kader posyandu

2.2. Peran Kader Kesehatan

Peran merupakan kumpulan dari perilaku yang secara relative homogeny dibatasi

secara normative dan diharapkan dari seseorang yang menempati posisi sosial yang

diberikan. Peran berdasarkan pada pengharapan atau penetapan peran yang membatasi apa

saja yang harus dilakukan oleh individu dalam situasi tertentu dalam memenuhi

penghargaan diri atau orang lain terhadap mereka (Friedman et al, 2010) .

Defini peran menurut Soekanto (2009) adalah proses dinamis kedudukan (status).

Dalam sebuah organisasi setiap orang memiliki berbagai macam karakteristik dalam

melaksankan tugas, kewajiban, atau tanggung jawab yang telah diberikan oleh masing-

masing organisasi atau lembaga.

Kementerian Kesehatan RI (2010) memaparkan tiga peran dari kader secara umum,

yaitu penggerakan masyarakat, penyuluhan, dan pemantauan.

a. Penggerakan Masyarakat

Kader berperan menggerakan masyarakat untuk memberi pengaruh pada

masyarakat dalam berperilaku sesuai harapan yang diinginkan. Kader memiliki

kemampuan untuk membuat masyarakat ikut terlibat dengan semangat sosial. Semangat

sosial kader kesehatan mampu memainkan peran penting dalam pemberdayaan


masyarakat.  Jenis upaya penggerakan masyarakat yaitu: Upaya perbaikan gizi keluarga.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat (2010) menjelaskan upaya perbaikan gizi keluarga

dapat dilakukan kader melalui pendampingan dengan upaya Keluarga Sadar Gizi.

Upaya tersebut diharapkan adanya perilaku keluarga yang mendukung perbaikan gizi.

Kader menjadi teladan bagi masyarakat, pemanfaatan lahan pekarangan untuk

penanaman tanaman obat.

b. Penyuluhan

Teknis penyuluhan yang dapat dilakukan oleh kader, baik secara perorangan

ataupun kelompok adalah:

1. Penyuluhan perorangan atau tatap muka

Penyuluhan perorangan dapat dilakukan di posyandu ataupun kunjungan rumah.

Media yang digunakan berupa buku KIA, lembar balik, atau contoh makanan.

2. Penyuluhan kelompok

Penyuluhan kelompok merupakan penyuluhan yang dilakukan pada sasaran

kelompok masyarakat. Kegiatan dimulai dengan penjelasan materi oleh kader dan

dilanjutkan tanya jawab.

3. Penyuluhan disertai peragaan

Kegiatan tersebut dilakukan kader bersama petugas untuk memberikan

penyuluhan disertai peragaan seperti demonstrasi pembuatan makananan atau

persiapan makanan pendamping ASI (MP ASI)

c. Pemantauan

Kegiatan pemantauan yang dapat dilakukan oleh kader berupa:

1. Kunjungan rumah
Kunjungan rumah dilakukan saat kegiatan posyandu berakhir. Rumah yang

hendak dikunjungi ditentukan bersama. Adapun individu yang menjadi sasaran

kunjungan rumah yaitu:

 Ibu yang balitanya tidak hadir ke posyandu selama dua bulan berturut-turut.

 Ibu yang balitanya belum mendapatkan vitamin A.

 Ibu yang balitanya dikirim ke puskesmas pada bulan lalu karena:

a. selama dua bulan berturut-turut berat badannya tidak naik;

b. berat badannya dibawah garis merah;

c. sakit;

d. balita kegemukan;

e. ibu hamil yang tidak menghadiri kegiatan posyandu selama dua bulan

berturut-turut;

f. ibu hamil yang dikirim ke puskesmas bulan lalu;

g. ibu hamil dan ibu menyusui yang belum mendapat kapsul yodium;

h. rumah tidak layak huni.

2. Pemeriksaan jentik

Pemeriksaan jentik dilakukan oleh kader dengan mengunjungi rumah ke

rumah (door to door).

2.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Peran pada Kader Posyandu

Peran mengacu pada organisasi perilaku yang bersifat homogen dan secara

normatif diharapkan dari individu (role occupan) dalam situasi sosial (Mubarak, 2009).

Pelaksanaan dari peran merupakan bentuk perilaku nyata. Pembahasan mengenai faktor

yang mempengaruhi pelaksanaan peran sama halnya dengan faktor yang mempengaruhi
perilaku seperti pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan, informasi

(Fitriyah, 2011). Suliha (2002) dalam Fitriyah (2011) memiliki pendapat berbeda

mengenai faktor yang mempengaruhi peran, Terdapat 3 faktor yang dapat mempengaruhi

perilaku. Perilaku tersebut dalam hal ini dapat berupa keaktifan kader. Beberapa faktor

tersebut yaitu berbagai faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin

(enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors).

a. Faktor predisposisi (predisposising factors)

Faktor predisposisi terkait faktor yang berada di dalam diri individu meliputi

faktor demografi atau karakteristik individu (usia, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan,

masa menjadi kader), sikap, nilai, persepsi, keyakinan, motivasi.

1) Usia

Pertambahan usia individu mengakibatkan terjadinya perubahan aspek fisik

dan psikologis terkait perkembangan mental dan pola pikir individu (Fitriyah,

2011). Kader dengan usia produktif merupakan faktor penunjang terpenting dalam

berperan serta terhadap kegiatan, karena kematangan berfikir ingatan dan

pemahaman terhadap suatu objek masih optimal, kader yang terlalu muda

kestabilan emosi belum terbentuk atau pada usia lanjut adanya degenerai

berdampak pada ingatan maupun pemahaman sehimgga peran serta kegiatan tidak

dapat optimal, Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Amalia (2011),

menyatakan bahwa seseorang yang tergolong dalam rentang usia dewasa awal (26-

35 tahun) dan dewasa akhir (36-45 tahun) lebih layak menjadi kader. Dewasa masih

mampu bersosialisasi dengan masyarakat, mampu memikul tanggung jawab sebagai


penggerak posyandu, dan mampu menyampaikan informasi tentang kesehatan

kepada masyarakat.

2) Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan

yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai

baru yang diperkenalkan. Pendidikan suatu jenjang pendidikan formal terakhir yang

ditempuh dan dimililki oleh seorang kader posyandu dengan mendapatkan ijazah

baik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah

Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT) (Legi, dkk, 2015). Individu dengan

pendidikan yang tinggi lebih mudah memahami informasi dan ada kecenderungan

bersikap memperhatikan kesehatan demi peningkatan kualitas hidup (Fitriyah,

2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Legi, dkk (2015) mendapatkan

hasil bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir kader maka akan

memungkinkan semakin tinggi pula ilmu yang dimiliki. Ilmu yang dimiliki bisa

berupa kemampuan dalam menjalan serangkaian tugas sebagai kader dan

kemampuan dalam menyerap serta menyampaikan informasi kesehatan kepada

masyarakat.

3) Pengetahuan

Pengetahuan mempengaruhi pendidikan dan perilaku seseorang (Notoatmodjo,

2014). Kader diharapkan memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai tujuan

dan manfaat posyandu sehingga sikap kader tersebut akan mendukung motivasi
yang tinggi untuk aktif dalam kegiatan posyandu (Sistiriani, et al., 2013). Menurut

penelitian yang dilakukan Suhat & Hasanah (2014) kader yang mempunyai

pengetahuan baik dan cukup tentang Posyandu akan aktif dalam kegiatan posyandu

karena kader mengetahui tentang manfaat Posyandu. Kader yang mempunyai

pengetahuan rendah biasanya kurang atau tidak mengetahui manfaat posyandu

sehingga mereka tidak aktif di kegiatan posyandu. Tingkat pengetahuan mengenai

posyandu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan kader

(N. Legi, et al., 2015).

4) Status Perkawinan

Lubis (2010) menjelaskan status perkawinan adalah pernikahan antara laki-

laki dan perempuan secara sah, baik dari segi agama dan hukum yang dibuktikan

dengan surat nikah. Status perkawinan mempengaruhi kader melaksanakan kegiatan

posyandu karena ada dukungan keluarga. Kondisi ini juga dapat menjadi

penghambat akibat larangan suami karena pengabaian pekerjaan. Kader harus

membagi waktu, perhatian, tenaga yang diberikan kepada masyarakat dan keluarga

(Pinem, 2010).

Menurut jurnal penelitian dari Tucunan & Maramis (2018) kader aktif yang

mendapat dukungan dan cukup dukungan keluarga saat menjalankan tugas sebagai

kader Posyandu. Perhitungan korelasi menggunakan uji chi-square dengan program

Statistik dengan hasil nilai probabilitas sebesar 0,000 dengan tingkat kesalahan

0,05. Menurut hasil penelitian ini, untuk nilai p-value kurang dari 0,05 maka artinya

ada hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Keaktifan Kader Posyandu.


Dukungan yang diberikan keluarga terhadap kader dapat mempengaruhi kinerja

kader, sehingga kader yang mendapat dukungan keluarga akan memiliki peluang

yang lebih besar untuk dapat aktif dalam menjalankan tugas dibanding dengan

kader yang tidak memiliki dukungan keluarga.

5) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk

memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pekerjaan

mempengaruhi peran serta seseorang dengan masyarakat, seperti tersedianya waktu

untuk mengikuti kegiatan sosial. Semakin sedikit waktu seseorang untuk

bersosialisasi karena banyaknya pekerjaan menyebabkan menurunnya kesadaran akan

tanggung jawab terhadap kegiatan sosial, salah satunya peranan aktif menjadi kader

kesehatan dilingkungan (Suhat &Hasanah, R, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suhat & Hasanah (2014),

menemukan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan kader dengan keaktifan kader

dalam kegiatan posyandu (p value=0,0005). Kader yang tidak bekerja akan

mempunyai resiko untuk pasif dibandingkan dengan kader yang bekerja. Hal ini

disebabkan sebagian besar kader posyandu mempunyai mata pencaharian tidak tetap

dan pekerjaan tidak formal. Kader yang tidak bekerja akan dihadapkan dengan

penghasilan yang sedikit, sehingga mereka berusaha semaksimal mungkin untuk

mendapatkan penghasilan dan pekerjaan formal yang menjamin penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, kegiatan sosial di masyarakat akan

terabaikan termasuk keaktifan kader dalam kegiatan posyandu.

6) Masa kerja kader


Lama kerja kader akan terlihat dari keterampilan yang dimiliki selama

seseorang menjadi kader dalam kegiatan posyandu. Seseorang dalam bekerja

hasilnya akan lebih baik ketika memiliki keterampilan yang tinggi dalam

melaksanakan tugasnya (Sondang, 2004 dalam Zainiah, 2014). Lama masa kerja

didukung oleh salah satu hasil studi yang dilakukan oleh Zainiah (2014) di desa

Nogotirto Yogyakarta, menyatakan bahwa responden dengan karakterisktik lama

menjadi kader menjadi kader lebih dari 10 tahun memiliki keterampilan yang

tinggi. Kader posyandu yang sudah lama berkontribusi akan merasa memiliki

tanggung jawab terhadap kegiatan posyandu (Melania, 2012 dalam Zainiah, 2014).

7) Sikap

Sikap diartikan sebagai kecenderungan bertindak yang berupa respon

tertutup individu terhadap adanya stimulus (Notoatmodjo, 2010). Menurut

Harihanto (2001) dalam jurnal penelitian Kusumawardani & Muljono (2018)

sikap memiliki 3 komponen yaitu kognisi, afeksi, dan konasi.

8) Motivasi

Menurut Santoso Soroso “Motivasi adalah suatu set atau kumpulan perilaku

yang memberikan landasan bagi seseorang untuk bertindak dalam suatu cara yang

diarahkan kepada tujuan spesifik tertentu (specific goal directed way)” (Fahmi,

2012).

Menurut jurnal penelitian dari Tucunan & Maramis (2018) kader yang aktif

dan cukup aktif merupakan kader dengan motivasi baik. Perhitungan korelasi

menggunakan uji chi-square dengan program Statistik dengan hasil nilai

probabilitas sebesar 0,000 dengan tingkat kesalahan 0,05. Hasil yang diperoleh p-
value kurang dari 0,05 maka artinya ada hubungan antara Motivasi dengan

Keaktifan Kader Posyandu. Motivasi baik yang terdapat dalam diri kader dapat

mengerakan kader untuk lebih aktif dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab

sebagai kader dibanding dengan kader yang kurang memiliki motivasi dalam

menjalankan tugas.

b. Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor pendukung terkait faktor yang memungkinkan individu berperilaku.

Faktor tersebut terwujud dalam kelengkapan infrastruktur dan keterampilan.

1) Kelengkapan infrastruktur

Kelengkapan sarana pendukung sangat penting bagi posyandu karena

meningkatkan kinerja kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu (Syafei et al.,

2008 dalam Fatmawati, 2012). Fasilitasi pemerintah melalui puskesmas pada

posyandu, dengan penyediaan sarana kegiatan posyandu mengakibatkan individu

bekerja lebih produktif sehingga berpengaruh terhadap kinerja posyandu.

c. Faktor pendorong (reinforcing factors)

Faktor pendorong terkait faktor yang menguatkan perilaku individu yang akan

terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan ataupun masyarakat.

1) Dukungan sosial

Sarwono (1990 dalam Fatmawati, 2012) menjelaskan dukungan sosial sebagai

kesenangan, perhatian, penghargaan, bantuan yang diberikan atau dirasakan orang

lain atau kelompok. Kontribusi masyarakat, lintas sektoral, swasta penting dalam

mewujudkan revitalisasi posyandu. Peran aktif tokoh masyarakat, Pokja Posyandu,

aparat desa, dan masyarakat penting dalam kegiatan posyandu. Keterlibatan dari
tokoh masyarakat berupaya membina kader agar aktif dalam kegiatan posyandu

(Ridwan et al. ( 2007 dalam Fatmawati 2012). Dukungan masyarakat tercermin pada

partisipasi masyarakat mengambil bagian dalam kegiatan bersama, misalnya

pelaksanaan posyandu (Arwina, 2011).

2.3. Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

2.3.1. Pengertian P4K

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) P4K adalah:

“Suatu kegiatan yang difasilitasi oleh bidan di desa dalam rangka peningkatan peran

aktif suami, keluarga, dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman

dan persiapan menghadapi komplikasi bagi ibu hamil, termasuk program

perencanaan KB pasca persalinan dengan menggunakan stiker sebagai media

notifikasi sasaran dalam rangak meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan

kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir.”

Upaya aktif bidan untuk melibatkan unsur-unsur masyarakat secara partisipatif dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan kesehatan ibu dan anak termasuk

kegiatan perencanaan persalinan dan pasca persalinan dalam program ini merupakan

proses pemberdayaan masyarakat. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

2.3.1. Tujuan P4K

a. Tujuan Umum

Tujuan umum dilaksanakannya program P4K ini adalah meningkatnya cakupan dan mutu

pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan bayi yang baru lahir melalui peningkatan peran

aktif keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan
menghadapi komplikasi dan tanda bahaya kebidanan bagi ibu sehingga melahirkan bayi

yang sehat.

b. Tujuan Khusus Program P4K Selain terdapat tujuan umum, dalam program P4K ini

terdapat tujuan yang khusus, yaitu :

 Terdatanya status ibu hamil dan terpasangnya Stiker P4K disetiap rumah ibu hamil

yang memuat informasi tentang :

1) Lokasi tempat tinggal ibu hamil

2) Identitas ibu hamil

3) Taksiran persalinan

4) Penolong persalinan, pendamping persalinan dan fasilitas tempat persalinan

5) Calon donor darah, transportasi yang akan digunakan serta pembiayaan

 Adanya perencanaan persalinan, termasuk pemakaian metode KB pasca persalinan

yang sesuai dan disetujui oleh ibu hamil, suami, keluarga dan bidan.

 Terlaksananya pengambilan keputusan yang cepat dan tepat bila terjadi komplikasi

selama kehamilan, persalinan dan nifas.

 Meningkatnya keterlibatan tokoh masyarakat baik formal maupun non formal,

dukun/pendamping persalinan dan kelompok masyarakat dalam perencanaan

persalinan dan pencegahan komplikasi dengan stiker, dan KB pasca salin sesuai

dengan perannya masing-masing.

2.3.3. Indikator Keberhasilan P4K

Menurut Dinas Kesehatan Surabaya (2019) yang dikutip dalam skripsi penelitian

Nurchakim (2019) Indikator Keberhasilan Pelaksanaan P4K ditandai dengan adanya

notifikasi (penandaan) Ibu hamil dengan stiker, pendataan donor darah ibu hamil dan
calon pendonor, tabungan ibu bersalin (tabulin), diputuskan pengambil keputusan dalam

keluarga, dan dana sosial bersalin (dasolin), serta persiapan ambulan pengantar

(transportasi)

2.4. Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin)

2.4.1. Pengertian Tabulin

Kemenkes. (2010), Salah satu unsur dari kesehatan adalah subsistem pembayaran

dalam pelayanan kesehatan. Sebagai bagian integral dari puskesmas reformasi tentu

kebijakan yang diarahkan di tingkat puskesmas terjabarkan pula di unit integralnya,

termasuk dalam menggeser pola pembayaran tunai menjadi pra-upaya.Pembiayaan

kesehatan yang berkeadilan adalah pembiayaan kesehatan secara tunai yang

mengakibatkan terhambatnya akses ke pelayanan kesehatan, pada dasarnya pembiayaan

kesehatan diarahkan untuk terlindungnya ibu dan anak dari ancaman biaya dalam

memperoleh pelayanan kesehatan.

Tabungan ini sifatnya insidensial, keberadaannya terutama pada saat mulainya

kehamilan dan dapat berakhir pada saat seorang ibu sudah melahirkan. Tabungan ini akan

sangat membantu terutama bagi ibu hamil dan keluarga yang perekonomian kelas

menengah ke bawah pada saat menghadapi persalinan terutama masalah kendala biaya

sudah dapat teratasi. Secara psikologis ibu akan merasa tenang menghadapi saat persalinan

dan karena pengelolaan biaya keuagan yang dibutuhkan pada saat persalinan. Tabulin ini

di kelola oleh kader desa siaga atau petugas kesehatan, yang akan menjamin akses ibu

mendapatkan pelayanan kesehatan. Perlindungan pembiayaan kesehatan sendiri seharusnya

dimiliki setiap orang pada setiap fase kehidupannya (Depkes RI. 2010).
2.4,2, Tujuan

1. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia

2. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama ibu hamil

3. Memotivasi masyarakat terutama ibu hamil, menyisihkan sebagian dananya untuk

ditabung sebagai persiapan persalinan dan pasca bersalin.

2.4.3. Manfaat Tabulin

Keberhasilan pemberdayaan perempuan di sektor kesehatan juga terlihat pada

indikator persalinan yang di tolong tenaga medis. Intervensi yang dilakukan adalah

menggiatkan penyuluhan masyarakat, khususnya di pedesaan dan menyediakan lebih

banyak lagi pusat “pelayanan kesehatan masyarakat “ bersama tenaga medisnya.

Pemberdayaan perempuan di sektor kesehatan telah berhasil meningkatkan usia harapan

hidup perempuan. Salah satu kegiatan ini adalah membuat tabulin,tabulin adalah salah satu

program kesehatan yang dinilai sangat positif karena langsung menyentuh masyarakat.

Tabungan yang bersifat sosial ini sangat membantu warga, terutama yang ekonominya

lemah, program ini sangat tepat dan efektif dalam upaya meningkatkan kesehatan

masyarakat. Warga tidak akan merasa terbebani dalam mendukung program tersebut

karena penggalangan dana tabungan di lakukan melalui pola jimpitan (sejenis iuran

sukarela) (Depkes RI. 2010).

Adapun manfaat dari tabulin, antara lain :

1. Sebagai tabungan atau simpanan itu yang digunakan untuk biaya persalinan atau pasca

persalinan.

2. Ibu dan keluarga tidak terbebani lagi terhadap kebutuhan akan biaya persalinan.
Keberhasilan pemberdayaan perempuan di sektor kesehatan juga terlihat pada

indikator persalinan yang ditolong medis. Intervensi yang dilakukan adalah menggiatkan

penyuluhan ke tengah masyarakat, khususnya di pedesaan dan menyediakan lebih banyak

lagi pusat “pelayanan kesehatan masyarakat”, bersama tenaga medisnya. Pemberdayaan

perempuan di sektor kesehatan telah berhasil meningkatkan usia harapan hidup perempuan.

Salah satu isi kegiatan adalah membuat tabulin (tabungan ibu bersalin), tabulin adalah

salah satu program kesehatan yang dinilai sangat positif langsung menyentuh masyarakat.

Tabungan yang bersifat sosial ini sangat membantu warga, terutama mereka yang

berekonomi lemah (Depkes RI. 2010)

Program ini sangat tepat dan efektif dalam upaya meningkatkan kesehatan

masyarakat. Warga tidak akan merasa terbebani dalam mendukung program tersebut

karena penggalangan dana tabungan dilakukan melalui pola jimpitan (sejenis iuran

sukarela)melalui tabulin, bumil diharapkan bisa menabung sehingga saat melahirkan tidak

mengalami kesulitan biaya persalinan karena sudah ada dana yang bersumber dari

tabungan tersebut. Tabulin merupakan upaya yang sangat baik untuk menurunkan angka

kematian ibu, meskipun demikian, cara ini belum 100 % menjamin ibu hamil selamat dari

kematian. Dengan menerangkan ke ibu hamil dan keluarganya tentang manfaat dari

tabulin, meskipun orang yang tergolong ke dalalam ekonomi yang lebih, justru orang

tersebut harus memberikan contoh kepada orang-orang yang tidak mampu dalam

pembiayaan dengan cara menabung, tabungan itu dibentuk berdasarkan rukun warga

(RW) atau posyandu.

Bila posyandu di suatu tempat ada empat, maka tabungannya ada empat di desa

tersebut. Kita juga harus menentukan jumlah tabungan ibu hamil setiap minggunya dan
memberi penjelasan kepada ibu hamil betapa pentingnya manfaat tabulin sehingga ibu

hamil mempunyai kesadaran untuk membayar tabulin. Banyak hal yang sebenarnya

kelihatan kecil tetapi harus di persiapkan , seperti menyiapkan tabungan, kemudian

menyiapkan tetangga yang bisa mengantar pada saat terjadinya persalinan secara tiba-tiba.

Hal ini bisa menginspirasi banyak masyarakat agar di masa mendatang tabulin dapat

tersosialisasi dengan baik di masyarakat (Depkes RI. 2010).

2.4.4 Tahapan Tabulin

1. Ibu yang sudah mengetahui kehamilannya, diminta mulai menabung untuk

persalinannya.

2. Tabulin merupakan tabungan keluarga, bukan tanggung jawab ibu yang harus

menyisihkan uang untuk persalinannya, tetepai suami juga harus menabung untuk

biaya persalinan. Terutama bagi keluarga yang penghasilannya tunggal (suami yang

berpenghasilan). Jadi perlu ada kesepakatan dengan suami.

3. Jika ibu hamil menngalami kesulitan menyampaikan kepada suami, maka kader desa

siaga yang dalam pertemuan bulanannya mengikut sertakan para suami ataupun

pendekatan secara individual.

4. Waktu perkiraan persalinan sudah dapat diketahui sehingga ibu atau keluarga mampu

memperkirakan kapan biaya akan digunakan. Jika simpanan tidak berupa uang, ibu

dan keluarga harus bisa memperkirakan kapan simpanan bisa diuangkan, misalnya

menjual hasil panen, menjual ternak dsb.

5. Tabulin dalam bentuk uang, dapat disimpan di bank, dirumah, atau pada bidan,tabulin

dapat diisi dengan mencicil. Tabulin yang disimpan pada bidan dapat dititipkan pada

saat pemeriksaan kehamilan (Kepmenkes,2010).


2.5. Motivasi

Motif atau motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan dari dalam

diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Para ahli manajemen sepakat bahwa

motivasi adalah serangkaian upaya untuk memengaruhi tingkah laku orang lain dengan

mengetahui terlebih dahulu tentang apa yang membuat seorang bergerak. Seseorang

bergerak karena dua sebab yaitu kemampuan (ability) dan motivasi. Kemampuan

dipengaruhi oleh kebiasaan yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan, pelatihan, dan

dari gerak refleks secara biologis dan psikologis menjadi kodrat manusia (Wahjono, 2010).

Motivasi kader kesehatan meliputi motivasi dari dalam (intrinsik) dan dari luar

(ekstrinsik). Motivasi dari dalam atau dikenal dengan motivasi intrinsik yaitu motivasi

yang berasal dari dalam diri individu, adanya dorongan yang bersumber dari dalam diri

tanpa menunggu rangsangan dari luar (Suarli dan Bahtiar, 2009). Motivasi kader dapat

diuraikan sebagai berikut:

a. Motivasi Intrinsik

1) Dorongan untuk mendapatkan pengakuan terhadap prestasi

Kompetisi mengarahkan individu pada motivasi untuk berprestasi. Teori yang

dikemukakan akan oleh McClelland dalam Learned Needs Theory, individu dengan

needs of achievement (n-ach) yang tinggi tentu memiliki motivasi berprestasi yang

tinggi (Nursalam dan Efendi, 2011). ntuk dihargai yang berupa adanya pengakuan

terhadap prestasi yang diraih, serupa dengan teori Abraham H. Maslow. Penghargaan

(reward) adalah sesuatu yang disediakan oleh organisasi untuk memenuhi kebutuhan

individual atas keberhasilan diri.


Djuhaeni et al (2010) mengungkapkan penghargaan yang diinginkan kader

posyandu berupa rasa hormat ataupun status dalam berbagai bentuk seperti pujian,

pengakuan atas prestasi, pemberian kekuasaan. Pelibatan kader dalam seminar,

pelatihan, dan pemberian modul panduan kegiatan pelayanan kesehatan termasuk

bentuk penghargaan bagi kader.

Menurut penelitian dari Husniyawati & Wulandari (2016) untuk meningkatkan

motivasi kader diperlukan Pemberian pengakuan dan penghargaan perlu dilakukan

karena mayoritas kader tertarik dengan hal tersebut. Bentuk pengakuan dan

penghargaan yang diberikan dapat berupa sertifikat menjadi kader Posyandu.

2) Dorongan untuk bertanggung jawab dalam tugas

Individu harus mampu menerima akibat dari perbuatan atau keputusan yang telah

diperbuat. Two-factors Theory yang diungkapkan Herzberg menjelaskan tanggung jawab

dinilai positif dalam menggerakkan motivasi secara kuat sehingga tercipta prestasi yang

baik (Suarli dan Bahtiar, 2009). Motivasi mewakili proses psikologis yang menyebabkan

timbulnya tanggung jawab dan langkah awal dari kemauan untuk bertindak meraih tujuan.

Hasil penelitian oleh Paramitha (2012), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

kinerja kader posyandu diwilayah kerja puskesmas kresik tuo Kecamatan Kayu Aro

kabupaten kerinci tahun 2012. Dipadatkan kesimpulan bahwa variabel individu meliputi

tanggung jawab dan keterampilan memiliki hubungan yang bermakna dengan kinerja kader

posyandu.

3) Dorongan diberikan kesempatan untuk maju

Kesempatan untuk maju adalah bentuk keinginan pengembangan diri sebagai

perwujudan aktualisasi diri. Pengembangan diri akan mendorong individu bekerja secara
bertanggung jawab sesuai keahlian untuk mencapai standar prestasi yang telah ditetapkan

(Ruky, 2001 dalam Fatmawati, 2012).

Penelitian Kusumawardani (2017) tentang analisis beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja kader posyandu. Didapat kesimpulan bahwa adanya faktor

pendorong juga menentukan bagaimana kader menjalankan perannya. Dalam hal ini, faktor

internal berupa lama kerja, menjadi kader dan pelatihan yang pernah diikuti.

b. Motivasi Ektrinsik

1) Dorongan Untu Mendapatkan Intensif

Salah satu studi yang dilakukan oleh Wirapuspita (2013), mendapatkan hasil bahwa

pemberian insentif uang dan non-uang sangat mempengaruhi kinerja kader. Insentif

uang transport pernah didapatkan oleh sebagian kader dan insentif non-uang pernah

didapatkan juga oleh sebagian kader. Ketiadaan dan kurangnya insentif selalu menjadi

alasan penurunan kinerja kader posyandu. Pekerja kesehatan termasuk kader yang

menyediakan pelayanan kesehatan sudah seharusnya menerima upah yang memadai

atau insentif lainnya yang sepadan. Insentif menjadi hal penting dalam meningkatkan

kinerja, bukan hanya dalam bentuk uang tapi juga non-uang. Pemberian penghargaan

dalam bentuk uang maupun non-uang dapat mendorong responden bekerja lebih lama

untuk mencapai tujuan tertentu dan meningkatkan kualitas kerja

2) Dorongan adanya tempat kerja yang layak

Lingkungan kerja, jarak tempuh, fasilitas yang tersedia akan mampu membangkitkan

motivasi ketika segala persyaratan itu terpenuhi (Danim, 2004 dalam Fatmawati, 2012)

mengungkapkan kondisi yang dapat menghambat kerja kader terkait faktor pencahayaan,

adanya kondisi berbahaya, kebisingan, dan bau. Keseluruhan faktor tersebut terkait
dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman berdasar pada hierarki Maslow. Ketika individu

berada pada tempat yang dirasa aman, maka akan memotivasi individu untuk mengarah

pada perilaku yang diharapkan.

3) Dorongan untuk diterima dalam kelompok

Zulkifli (2003) dalam Fatmawati (2012) menyebutkan kader dipilih atas dasar

kepercayaan dari masyarakat. Kepercayaan ini sebagai bentuk perwujudan penerimaan

oleh kelompok berdasarkan pada hierarki Maslow. Penerimaan kelompok yang diawali

dengan adanya pengakuan atau proses memiliki diindikasikan dengan bentuk kerja sama

yang baik dan supervisi yang mendukung. Supervisi diartikan sebagai pengamatan

langsung dan berkala oleh atasan kepada bawahan untuk menemukan dan membantu

penyelesaian suatu masalah (Suarli dan Bahtiar, 2009).

2.5. Tingkat Motivasi terhadap Pelaksanaan Peran Kader dalam Program Tabulin

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) adalah suatu

kegiatan yang difasilitasi oleh bidan dalam rangka meningkatkan peran aktif suami, keluarga

dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan dalam

menghadapi kemungkinan terjadinya komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas termasuk

perencanaan mengikuti metode KB pascasalin (Depkes RI, 2009). Menurut Dinas Kesehatan

Surabaya (2019) yang dikutip dalam skripsi penelitian Nurchakim (2019) indikator

keberhasilan Pelaksanaan P4K ditandai dengan adanya notifikasi (penandaan) Ibu hamil

dengan stiker, pendataan donor darah ibu hamil dan calon pendonor, tabungan ibu bersalin

(tabulin), diputuskan pengambil keputusan dalam keluarga, dan dana sosial bersalin

(dasolin), serta persiapan ambulan pengantar (transportasi). Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin)
adalah dana yang dikumpulkan oleh ibu hamil dan disimpan sendiri di rumah atau dikelola

oleh kader desa siaga yang telah ditunjuk yang akan diambil saat persalinan dan pasca

persalinan. Indikator keberhasilan tabulin dapat dicapai bergantung pada peran kader sebagai

pengelola. Peran diartikan sebagai pengharapan atau penetapan peran yang membatasi apa

saja yang harus dilakukan oleh individu dalam situasi tertentu dalam memenuhi penghargaan

diri atau orang lain terhadap mereka (Friedman et al, 2010). Adapun peran kader yaitu

penggerak masyarakat, penyuluh, dan pemantau (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Pelaksanaan peran merupakan bentuk nyata dari perilaku (Fitriyah, 2011), Terdapat 3

faktor yang dapat mempengaruhi perilaku. Perilaku tersebut dalam hal ini dapat berupa

keaktifan kader. Beberapa faktor tersebut yaitu berbagai faktor predisposisi (predisposing

factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors).Yang

termasuk dalam faktor predisposisi misalnya adalah karakteristik kader (Usia, tingkat

pengetahuan, tingkat pendidikan, status pekerjaan ), motivasi, sikap, nilai budaya,

kepercayaan serta kondisi dari sosial ekonomi kader. Faktor pendorong antara lain dapat

berupa dukungan dari tokoh masyarakat, keluarga, dan dari pemerintah serta sikap dari

petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2014). Pelaksanaan peran kader posyandu akibat pengaruh

dari berbagai faktor, salah satunya motivasi yang sifatnya terus menerus. Motivasi dianggap

sebagai kekuatan yang muncul dari dalam diri untuk mencapai tujuan tertentu karena ada

kebutuhan. Motivasi dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Seseorang yang memiliki

motivasi tinggi cenderung bekerja lebih baik dari pada yang memiliki motivasi rendah

(Mangkunegara, 2010). Motivasi kader kesehatan meliputi motivasi dari dalam (intrinsik)

dan dari luar (ekstrinsik). Motivasi dari dalam atau dikenal dengan motivasi intrinsik yaitu
motivasi yang berasal dari dalam diri individu, adanya dorongan yang bersumber dari dalam

diri tanpa menunggu rangsangan dari luar (Suarli dan Bahtiar, 2009).

2.6. Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual penelitian adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin
diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Adapun kerangka
konsep pada penelitian ini adalah

Faktor yang mempengaruhi


pelaksanaan kader:
Keberhasilan Pelaksanaan P4K:
1. Faktor Predisposisi
(Predisposising factors) 1. Penandaan Ibu hamil
a. Usia dengan stiker
b. Pendidikan Peran Kader
c. Status Perkawinan 2. Pendataan donor darah ibu
Kesehatan : hamil dan calon pendonor
d. Pekerjaan
e. Pendapata 1. Penggerak
3. Pengadaan Tabulin
f. Masa Kerja Kader Masyarakat
g. Sikap 4. Dana yang dihimpun dari
2. Pemantauan
masyarakat (Dasolin)
h. Motivasi (Intrinsik
dan Ekstrinsik)
3. Penyuluhan 5. Persiapan ambulans
pengantar
2. Faktor Pendukung 6. Ibu nifas dengan
(Enebling factors) kontrasepsi pasca salin
a. Kelengkapan
infrastruktur
3. Faktor Pendorong
(Reinforcing factors)
a. Dukungan Sosial

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan:
= diteliti = hubungan

= tidak diteliti = hasil


2.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesa penelitian yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan motivasi intrisik dengan peran kader dalam program tabulin
2. Ada hubungan motivasi ekstrinsik dengan peran kader dalam program tabulin
BAB 3
METODE PENELITAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu (Sugiyono, 2011). Pada bab ini akan dibahas tentang jenis penelitian,
rancangan penelitian, kerangka operasional, lokasi dan waktu penelitian, populasi, sampel,
besar sampel, cara pengambilan data, variable penelitian, definisi operasional, teknik dan
instrument pengumpulan data, teknik pengolahan data, teknik pengolahan, analisis, dan
etika penelitian.

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik observasional, yaitu dimana
peneliti mencari penyebab terjadinya suatu masalah kesehatan. Tidak adanya
intervensi atau perlakuan khusus kepada sampel yang diteliti merupakan ciri khusus
dari desain analitik observasional. Pada penelitian analitik peneliti tidak hanya
mendeskripsikan saja tetapi sudah menganalisis hubungan antar variabel (Setiawan &
Saryono, 2011).

3.2. Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Cross sectional. Rancangan
Cross sectional adalah rancangan dimana peneliti melakukan observasi atau
pengukuran variabel pada satu saat tertentu (Sastroasmono & Ismail, 2016).
Tinggi

Intrinsik

Terlaksana
Rendah Peran Kader
daam
Pelaksanaan
Program
Motivasi Kader Tabulin
Tinggi Tidak
Kesehatan
Terlaksana

Ekstrisik

Rendah

3.3. Kerangka Operasional


Kerangka operasional adalah suatu uraian dan visualisasitentang hubungan atau
kaitan antara konsep-konsep atau variable-varibel yang akan diamati atau diukur
melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012).
Populasi
Semua RW yang memiliki kader di Kelurahan Sememi 01 – 14 Januari
2019

Multistage
random sampling

Sampel dan teknik pengambilan sampling


Wilayah populasi dibagi ke dalam sub wilayah hingga ke dalam bagian
Teknik dan
kecil kemudian Prosedur
diambil Pengumpulan
sampel Datapopulasi
sebagai bagian
Menggunakan kuisoner untuk variabel independen dan variabel dependen

Pengolahan data:
1. Memeriksa Ulang / Editing
2. Memberikan Kode / Coding
3. Melakukan Tabulas / Tabulating

Analisa Data Menggunakan Komputer

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.2 Kerangka Operasional Peran Kader terhadap Tabulin dalam P4K

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sememi yang bertempat di Kelurahan Sememi,
Kecamatan Benowo, Kota Surabaya, mulai 1 – 14 Januari 2019

3.5. Populasi Penelitian


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono,2019).
Populasi dalam penelitian ini semua RW di puskesmas Sememi pada bulan Januari
2019, sebanyak 9 RW dengan 290 kader.

3.6. Sampel, Besar Sampel, dan Cara Pengambilan Sampel.


3.6.1. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi pada penelitian yang dipilih dengan sampling
untuk mewakili populasi (Nursalam, 2014). Sampel merupakan bagian populais yang
akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam
penelitian kebidanan, kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, yaitu
kriteria tersebut menentukan dapat dan tidaknya sampel digunakan (A. Aziz, 2014) .
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian populasi dengan kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi pada penelitian ini sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi:
1. Bersedia menjadi responden
2. Kader aktif yang terdaftar di Puskesmas Sememi
3. Mempunyai waktu luang
b. Kriteria Eksklusi
1. kader posyandu yang sakit, tidak berada di tempat ketika pengambilan data;
2. kader posyandu yang mengisi data kuesioner secara tidak lengkap
3.6.2. Besar Sampel
Besar sampel adalah seluruh sampel yang dapat mewakili karakteristik populasi yang ada
agar diperoleh hasil penelitian lebih bail diperlukan sampel yang baik pula, yakni benar-
benar mencerminkan populasi (Notoatmojo, 2010). Pengambilan sampel pada penelitian
ini menggunakan rumus proporsi dan peneliti mengambil proporsi sebesar 50% jika
proporsi responden tidak diketahui.
N Z α 2 pq
n= 2 2 pq
d ( ¿ 1 ) +Z α
n = 290 (1,96)2 (0,5) (0,5)
(0,1)2 (290-1) + (1,96)2 (0,5) (0,5)
n= 72,33
n= 72

Kerangan:
n = besar sampel yang dibutuhkan
N = jumlah populasi
Zα = nilai standar normal 1,96 dengan akurasi α = 0,05
p = proporsi responden, jika tidak diketahui dianggap 50%
q = 1 - p (100% - p)
d = derajat presisi/ketepatan yang diinginkan 5% = 0,05 jadi d = 0,1

3.6.3. Cara Pengambilan Sampel


Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan probability sampling

yaitu multistage random sampling. Prinsip pengambilan sampel berdasarkan pada tingkat

wilayah secara bertahap. Wilayah populasi dibagi ke dalam sub wilayah hingga ke dalam

bagian kecil kemudian diambil sampel sebagai bagian populasi (Notoatmodjo, 2010).

Proporsi jumlah dari sampel tiap wilayah diambil berdasarkan perhitungan jumlah sampel

yang dipilih secara acak atau random.

Kelurahan Sememi bagian wilayah kerja Puskesmas Sememi yang terdiri dari

Sembilan RW. Perhitungan jumlah sampel tiap RW sesuai dengan proporsi jumlah kader

dari tiap RW. Teknik pengambilan dari sampel penelitian, secara skematis digambarkan

sebagai berikut:
Wilayah Kerja Puskesmas Sememi

Kelurahan Sememi

RW I RW II RW III RW IV RW V RW VI RW VII RW VIII RW IX


35 Kader 42 Kader 27 Kader 40 Kader 30 Kader 33 Kader 28 Kader 27 Kader 28 Kader

9 Kader 11 Kader 6 Kader 10 Kader 8 Kader 8 Kader 7 Kader 6 Kader 7 Kader

Total Sample 72 Kader

Adapun perhitungan dari jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian iiini dijelaskan

pada tabel sebagai berikut

Tabel 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel

No Nama Perhitungan Jumlah Sampel Jumlah


RW
1 RW I 35/290 x 100%= 0,12 % 9
0,12 % x 72 = 8,64
2 RW II 42/290 x 100% = 0,14 % 11
0,145 % x 72 = 10,50
3 RW III 27/290 x 100% = 0,09 % 6
0,09 x 72 = 6,49
4 RW IV 40/290 x 100% = 0,137% 10
0,137% x 72 = 9,8
5 RW V 30/290 x 100% = 0,1 8
0,11 % x 72 = 7,5
6 RW VI 33/290 x 100% = 0,114% 8
0,114% x 72 = 8,1
7 RW VII 28/290 x 100% = 0,09 % 7
0,1% x 72 = 7,2
8 RW VIII 27/290 x 100 %= 0,09% 6
0,09% x 72 = 6,48
9 RW IX 28/290 x 100% = 0,09 % 7
0,1% x 72 = 7,2
Jumlah 72
3.7 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah karakteristik subjek penelitian yang berubah dari suatu ke subjek

lain (Sastroasmoro & Ismael, 2016)

3.7.1 Variabel Bebas/Independen

Variabel independen adalah variabel yang apabila ia berubah akan mengakibatkan

perubahan pada variabel lain (Sastroasmoro & Ismael, 2016). Dalam penelitian ini variabel

independen adalah motivasi kader dalam program tabulin.

3.7.2 Variabel Terikat/dependen

Variabel dependen adalah variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas

(Sastroasmoro & Ismael, 2016). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pelaksanaan

peran kader dalam program tabulin.

3.8 Definisi Operasional

Defini Operasional merupakan batasan yang harus dibuat pada semua konsep yang ada
agar tidak ada ada makna ganda dari istilah yang digunakan dalam penelitian tersebut
(Sastroasmoro & Ismael, 2016).

No Variabel Definisi Operasional Indikator Variabel Skala Kriteria


1 Variabel bebas: Kondisi yang Motivasi Intrinsik: Ordinal 1. motivasi rendah,
Motivasi kader berepngaruh baik fisik a. Dirongan untuk skor = <50%
dalam tabulin atau psikologis untuk mendapat pengakuan 2. motivasi tinggi:
mengarahkan perilaku terhadap prestasi skor = >50%
kader demi mencapai b. Dorongan untuk
tujuan bertanggung jawab
dalam tugas
c.Dorongan diberikan
kesempatan untuk
maju
Motivasi ekstrinsik:
a. Dorongan untuk
mendapat insentif
b. Dorongan adanya
tempat kerja yang
layak
c. Dorongan untuk
diterima dalam
kelompok
3 Variabel terikat: Tingkah laku yang Peran Kader Ordinal 1. tidak terlaksana,
Pelaksanaan diharapkan oleh terdiri dari: skor= < 50%
Peran Kader individu lain 1. Pergerakan 2. Terlaksana, skor =
dalam program Masyarakat >50 %
terhadap kader
tabulin 2. Penyuluhan
dalam situasi sosial
3. Pemantauan
tertentu terkait
pengaruh normatif
atau kedudukannya
dalam masyarakat
melalui suatu
hubungan interaksi
khusus.

Anda mungkin juga menyukai