Anda di halaman 1dari 12

1

BIOLOGI REPRODUKSI TIRAM MUTIARA (Pteria penguin) DI PERAIRAN TELUK


KOLONO DESA LAMBANGI KECAMATAN KOLONO TIMUR KABUPATEN
KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA

HASIL

OLEH :

WINDIANI PATIKASARI PAGALA


I1A1 14 053

JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perairan Teluk Kolono yang terletak di wilayah Kecamatan Kolono dan Kolono Timur
Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara adalah salah satu perairan yang terdapat di bagin
Timur Indonesia yang merupakan salah satu daerah sebaran sumberdaya perikanan yang cukup
potensial. Organisme potensial berekonomis tinggi yang tersebar di Bagian Timur Indonesia yakni
di Teluk Kolono yaitu Tiram mutiara.
Tiram mutiara merupakan salah satu biota laut yang hampir semua bagian dari tubuhnya
mempunyai nilai jual, baik mutiara, cangkang, daging dan organisme kerang itu sendiri baik benih
maupun induk. Jenis-jenis kerang mutiara yang ada di Indonesia adalah Pinctada maxima, P.
margaritifera, P. chimnitzii, P. fucata dan Pteria penguin. Dari kelima spesies tersebut yang
dikenal sebagai penghasil mutiara terpenting yaitu P.maxima, P. margaritifera dan Pteria penguin
(Taufiq dkk., 2007). Jenis-jenis tiram mutiara tersebut masing-masing memiliki perbedaan karakter
atau morfologi seperti ukuran, bentuk, warna cangkang luar dan cangkang bagian dalam (Nacre).
Jenis Tiram Mutiara yang banyak terdapat di Perairan Teluk Kolono yaitu Pteria penguin.
Penilitian tentang Tiram Mutiara telah dilakukan di beberapa daerah seperti di Teluk Lampung
Desa Huruan, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Lampung Selatan, Mengenai “Kajian
Pematangan Gonad Tiram Mutiara ( Pteria penguin) pada Habitat Mangrove, Lamun dan Terumbu
Karang” (Pattiasina, 2001).
Riset mengenai biologi reproduksi di Teluk Kolono belum pernah dilakukan, mengingat
pentingnya sumberdaya tiram mutiara yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi yang
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar perairan untuk menunjang kesejahteraan masyarakat, harus
dilakukan langkah yang preventif untuk tetap mempertahankan keberlanjutan dari organisme
tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang biologi reproduksi
Tiram mutiara di Perairan Teluk Kolono Desa Lambangi, Kecamatan Kolono Timur, Kabupaten
Konawe Selatan.
B. Rumusan Masalah
Tiram mutiara merupakan tiram bernilai ekonomis tinggi yang banyak dieksploitasi oleh
masyarakat di sekitar Teluk Kolono, Desa Lambangi Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan
dan reproduksi tiram mutiara. Apabila pengambilan dilakukan secara berlebihan maka dapat
mempengaruhi aspek reproduksi seperti nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks
kematangan gonad, fekunditas dan ukuran pertama kali matang gonad. Hal ini merupakan proses
awal yang sangat penting untuk keberlanjutan tiram mutiara di perairan teluk kolono.
Informasi ilmiah mengenai tiram mutiara saat ini masih sangat kurang sehingga
membatasi pengaturan atau pengelolaan jenis tiram mutiara. Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan
penelitian tentang “Biologi Reproduksi Tiram Mutiara (Pteria Penguin) di Perairan Teluk Kolono,
Desa Lambangi”.
C. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek biologi reproduksi tiram mutiara (Pteria
penguin) di perairan Teluk Kolono, yang meliputi sebaran frekuensi panjang, nisbah kelamin,
2

tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, dan ukuran
pertama kali matang gonad.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi aspek biologi reproduksi
tiram mutiara sehingga dapat digunakan untuk menyempurnakan konsep-konsep terhadap populasi
tiram mutiara dan diharapkan dapat menjadi salah satu aspek penunjang bagi upaya pengelolaan
tiram mutiara yang berkelanjutan.
II. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - September 2020, bertempat di Perairan
Teluk Kolono, Desa Lambangi, Kecamatan Kolono Timur, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara. Pengamatan biologi reproduksi dilakukan di Laboratorium Pengujian Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Kendari.
B. Parameter yang diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Parameter yang diamati
No. Parameter Penelitian Data
1 Sebaran Frekuensi Panjang - Panjang
2 Nisbah Kelamin - Jenis Kelamin
3 Tingkat Kematangan Gonad (TKG) - TKG
4 Indeks Kematangan Gonad (IKG) - Bobot Gonad
- Bobot Tubuh
5 Fekunditas - Jumlah Telur
6 Ukuran Pertama Matang Gonad - TKG IV
- Ukuran Panjang
C. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian biologi reproduksi tiram mutiara (Pteria
penguin) di perairan Teluk Kolono, Desa Lambangi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan pada penelitian beserta kegunaannya.
No. Alat dan Bahan Satuan Kegunaan
1 Alat
- Jangka sorong Mm - Mengukur panjang, lebar dan tinggi
sampel
- Timbangan analitik Gr - Menimbang bobot tubuh dan bobot
gonad sampel

Lanjutan
No. Alat dan Bahan Satuan Kegunaan
1 Alat
- Kamera - - Mendokumentasikan data penelitian
- Alat tulis - - Mencatat data pengamatan
- Pinset - - menjepit gonad saat dipisahkan dari
organ tubuh lainnya
- Plastic sampel - - Menyimpan gonad
- Kertas label - - Memberi label pada plastic sampel
- Pipet tetes - - Meneteskan alkohol pada gonad
- Cool box Unit - Mengawetkan sampel
- Mikroskop Unit - Mengamati sampel
- Cawan petri - - Menaruh gonad saat diamati
2 Bahan
- Tiram mutiara - - Objek pengamatan
- Aquades Mm - Mengencerkan gonad
- Alcohol 70% - - Pengawet
D. Penentuan Daerah Pengambilan Sampel
Penentuan daerah pengambilan sampel memperhatikan keberadaan karamba
pemeliharaan tiram mutiara oleh masyarakat sekitar perairan Teluk Kolono, Desa Lambangi.
Pengambilan sampel tiram mutiara dilakukan sebanyak satu kali setiap satu bulannya selama tiga
bulan bulan masa penelitian.
3

Gambar 2. Peta Lokasi Penilitian


Karamba pemeliharaan tersebut berada pada titik koordinat 4°22’51’’LU dan 122°44’25’’BT
merupakan wilayah perairan laut yang terletak di Teluk Kolono, Desa Lambangi.
E. Metode Pengambilan Sampel
1. Pengambilan Sampel tiram mutiara
Pengambilan sampel tiram mutiara dilakukan satu kali setiap bulan selama tiga bulan
dengan menggunakan metode acak sederhana (simple random sampling). Sampel tiram mutiara
diambil dengan cara koleksi bebas pada titik daerah pengambilan sampel.
Sampel tiram yang terkumpul kemudian dianalisis lebih lanjut dengan mengukur ukuran
panjang, lebar, dan tinggi tiram mutiara menggunakan jangka sorong berketelitian 1 mm.
pengukuran panjang diukur mulai dari ujung anterior hingga ujung posterior cangkang, lebar
cangkang diukur dari sisi dorsal sampai ventral dan tebal cangkang diukur dari ketebalan cangkang
dalam posisi tertutup. Kemudian pengukuran bobot dilakukan dengan menimbang tiram sampel
dengan timbangan analitik berketelitian 0,01 gr. Setelah diukur, sampel kemudian dipisahkan
gonadnya untuk ditimbang dan dimasukkan ke dalam pelastik sampel lalu dimasukkan ke dalam
coolbox yang selanjutnya dibawa ke Laboratorium Pengujian Fakultas perikanan dan Ilmu
Kelautan untuk diamati.
Penghitungan fekunditas dilakukan dengan menghitung telur pada tiram mutiara yang
telah mencapai TKG IV. Untuk menghitung fekunditas total, gonad dipotong menjadi tiga bagian
berdasarkan anterior, median dan posterior kemudian ditimbang setiap bagiannya lalu gonad
diencerkan dengan air di cawan petri dan dihitung butiran telurnya dibawah miskroskop.
F. Analisis Data
1. Sebaran Frekuensi Panjang
Penentuan sebaran frekuensi panjang menggunakan langkah-langkah sebagai berikut
(Walpole, 1995) :
a. menentukan wilayah kelas (WK) = db-dk, db = data terbesar; dk = data terkecil
b. menentukan jumlah kelas (JK) = 1 + 3.32 log N; N = jumlah data
c. menghitung lebar kelas ( L) = WK/JK
d. memilih ujung kelas interval pertama
e. menentukan frekuensi jumlah untuk masing-masing kelas
2. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah jantan dan betina.
j
Nisbah Kelamin ………………………………………..(1)
b
Keterangan : j = jumlah jantan (individu)
b = jumlah betina (individu)
Penentuan seimbang atau tidaknya nisbah kelamin jantan dan betina dilakukan dengan uji
Chi-Square (Steel dan Torrie, 1980).
∑ ……………………………………..(2)
2
Keterangan : X = chi-square
oi = frekuensi jantan dan betina ke-i yang diamati
4

ei = jumlah frekuensi harapan dari jantan dan betina yang frekuensi jantan
ditambah frekuensi betina dibagi dua
Apabila nilai X2 hit > X2 tab, maka H0 ditolak yang berarti nisbah kelamin tidak seimbang
, sedangkan jika X2 hit < X2 tab maka H0 diterima yang berarti nisbah kelamin seimbang.

3. Tingkat Kematangan Gonad


Menurut Winanto (2004) bahwa, Tingkat kematangan gonad pada kerang dikelompokkan
menjadi 5 fase yaitu :
- Fase I : Tahap tidak aktif/salin/istrahat (Inactife/spent/resting) Kondisi gonad mengecil dan
bening transparan dalam beberapa kasus, gonad berwarna oranye pucat. Rongga kosong, sel
berwarna kekuningan (lemak). Pada fase ini sangat sulit untuk dibedakan.
- Fase II : Perkembangan / pematangan (Developing / maturing) Warna transparan hanya
terdapat pada bagian tertentu, material gametogenetik (sel kelamin) mulai ada dalam gonad
sampai mencapai fase lanjut, gonad mulai menyebar di sepanjang bagian posterior disekitar
otot refraktor dan lebih jelas lagi dibagian anterior-dorsal. Gamet mulai berkembang
disepanjang dinding katong gonad. Sebagian besar oocyt (bakal telur) bentuknya belum
beraturan dan inti belum ada. Ukuran rata-rata oocyt 60 μm x 47,5 μm.
- Fase III : Matang (Mature) Gonad tersebar merata hampir keseluruh jaringan organ, biasanya
berwarna krem kekuningan. Oocyt berbentuk seperti buah pir dengan ukuran 68 x 50 μm dan
inti berukuran 25 μm.
- Fase IV : Matang penuh/memijah sebagian (Fully maturation / partially spawned) Gonad
menggembung, tersebar merata dan secara konsisten akan keluar dengan sendirinya atau jika
ada sedikit-sedikit trigger (getaran). Oosyt bebas dan terdapat diseluruh dinding kantong.
Hampir semua oosyt berbentuk bulat dan berinti, ukuran oosyt rata-rata 51,7 μm.
- Fase V : Salin (Spent) Bagian permukaan gonad mulai menyusut dan mengerut dengan
sedikit gonad (kelebihan gamet) tertinggal didalam lumen (saluran-saluran didalam organ
reproduksi) pada kantong. Jika ada oosyt maka jumlahnya hanya sedikit dan bentuknya bulat,
ukuran rata-rata oosyt 54,4 μm.
4. Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad dihitung dengan rumus yang diuraikan oleh Effendie (1979),
yaitu :
IKG = Bg x 100% ………………………………………..(3)
Bt
Keterangan : IKG = gonad osomatic index (%)
Bg = berat gonad (g)
Bt = berat tubuh (g)
5. Fekunditas
Fekunditas total diperoleh dengan menggunakan metode gravimetrik (Effendie, 1979)
yaitu :
X : x = G : g............................................................................................(4)
Keterangan : X = jumlah telur di dalam gonad yang akan dicari (butir)
x = jumlah telur dari sebagian kecil gonad (butir)
G = bobot seluruh gonad (g)
g = bobot sebagian gonad (g)
Hubungan antara fekunditas terhadap panjang dan bobot diperoleh dengan menggunakan
regresi linear sederhana.
Tabel 3. Pedoman untuk memberikan interprestasi terhadap koefisien korelasi kerang (Sugiyono,
2013)
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,0 – 0,19 Sangat rendah
0,2 – 0,39 Rendah
0,4 – 0,59 Sedang
0,6 – 0,79 Kuat
0,8 – 1,0 Sangat kuat

6. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad


Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dilakukan dengan menggunakan metode
Spearman - Karber (Udupa, 1986).
5

[ ] ∑ )…………………………………(6)
Selang kepercayaan 95% untuk log m dibatasi sebagai berikut.
√ ∑ ……………………(7)
Keterangan: m = log panjang ikan pada kematangan gonad pertama
xk = log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad
x = log pertambahan panjang pada nilai tengah
pi = proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada
selang panjang ke-i
ni = jumlah ikan pada kelas panjang ke-i
qi = 1 – pi
M = panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar anti log m

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


D. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi
Perairan Teluk Kolono merupakan salah satu perairan yang memiliki sumberdaya
perikanan yang cukup potensial dan merupakan habitat untuk organisme yang beradaptasi
didalamnya. Perairan ini terletak di Kolono Timur Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Moramo,
- Bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Laonti.
- Bagian barat berbatasan dengan. Kecamatan Lainea,
- Bagian selatan berbatasan dengan Selat Buton.
2. Aspek Biologi Reproduksi
a. Sebaran Frekuensi Panjang

35
Jumlah Individu

30 Jantan
25
20 Betina
15
10
5
0

Selang Kelas Ukuran Panjang (mm)

Gambar 3. Sebaran Frekuensi Panjang Kerang Mutiara


Panjang total kerang mutiara selama penelitian berkisar 61-203 mm. Kerang mutiara
jantan terbesar terdapat pada selang kelas 180-203 mm dengan jumlah 30 individu, sedangkan
kerang mutiara betina terbesar terdapat pada selang kelas 129-145 mm dengan jumlah 27 individu.
b. Nisbah Kelamin
Hasil analisis nisbah kelamin selama penelitian menunjukkan jumlah kerang jantan lebih
sedikit yaitu 112 individu dari jumlah kerang betina yaitu 133 individu dengan rasio perbandingan
1 : 1,2.
Tabel 4. Nisbah Kelamin Kerang Mutiara
Waktu Jumlah Individu Frekuensi Harapan X2 Hitung X2 X2
Pengamatan Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Hitung Tabel
Juli 40 42 37,49 44,51 0,168 0,142
Agustus 35 45 36,57 43,43 0,068 0,057 0,69 3,84
September 37 46 37,94 45,06 0,023 0,020
Total 112 133 0,26 0,22
6

Rasio 1 1,2

c. Tingkat Kematangan Gonad

JANTAN
40
Persentase TKG (%)

30
JULI
20
AGUSTUS
10 SEPTEMBER

0
I II III IV V
Gambar 4. Persentase Tingkat Kematangan Gonad Kerang Mutiara Jantan

BETINA
40
Persentase TKG (%)

30
JULI
20
AGUSTUS
10 SEPTEMBER
0
I II III IV V
Gambar 5. Persentase Tingkat Kematangan Gonad Kerang Mutiara Betina

Hasil penelitian kerang mutiara jantan menunjukkan bahwa tingkat kematangan gonad IV
ditemukan terbanyak pada bulan Agustus sebanyak 13 individu. Sedangkan tingkat kematangan
gonad IV pada kerang mutiara betina ditemukan terbanyak pada bulan juli dan September yaitu
masing-masing 9 individu.
d. Indeks Kematangan Gonad
Berdasarkan hasil analisis indeks kematangan gonad kerang mutiara selama 3 bulan
penelitian diperoleh puncak indeks kematangan gonad (IKG) terjadi pada kerang jantan sebesar
1,3% pada bulan Juli dan betina sebesar 1,5% pada bulan Agustus.

Jantan
2.0
Nilai ikg (%)

1.5
1.0
0.5 Ikg
0.0
Juli Agustus September
Waktu pengamatan (bulan)
Gambar 6. Persentase Indeks Kematangan Gonad Kerang Mutiara Jantan
7

Betina
2.0

Nilai ikg (%)


1.5
1.0 Ikg
0.5
0.0
Juli Agustus September
Waktu pengamatan (bulan)
Gambar 7. Persentase Indeks Kematangan Gonad Kerang Mutiara
Betina
e. Fekunditas
Hasil fekunditas menunjukkan bahwa jumlah sampel yang matang gonad (TKG IV)
selama penelitian berjumlah 25 individu dengan fekunditas yang diperoleh berkisar 9938-27256
butir. Fekunditas terkecil sebesar 9938 butir diperoleh pada ukuran dengan lebar 80 mm dengan
bobot tubuh sebesar 185,86 g, sedangkan fekunditas terbesar 27254 butir diperoleh pada ukuran
dengan lebar 92 mm dengan bobot tubuh sebesar 299,15 g.
30000 F = 16,48 W+ 8926,
Fekunditas (Butir)

R² = 0,093
20000 r = 0,31

10000

0
0 50 100 150 200 250 300 350
Berat Total (gram)

Gambar 8. Hubungan Fekunditas Terhadap Bobot Kerang Mutiara

30000 F = 120,4 L+ 2297,


Fekunditas (Butir)

R² = 0,149
20000 r = 0,39

10000

0
0 50 100 150
Lebar Cangkang (mm)

Gambar 9. Hubungan Fekunditas Terhadap Bobot Kerang Mutiara


Hasil persamaan dari F=16,48W 8926 berdasarkan bobot gonad menunjukkan nilai
koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,093 dan hasil persamaan dari F= 120,4 L 2297. Berdasarkan
lebar cangkang menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,149.
f. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
8

Hasil analisis ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan analisis
Spearmen-Karber. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ukuran pertama kali matang gonad
kerang jantan dan betina yaitu masing-masing sebesar 169 mm dan 150.
Tabel 5. Kisaran dan ukuran pertama kali matang gonad kerang mutiara
Kisaran Ukuran Pertama Kali Ukuran Pertama Kali Matang
Jenis Kelamin
Matang Gonad (mm) Gonad (mm)
Jantan 159-179 169
Betina 142-160 150
3. Kualitas Air
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan nilai suhu yang diperoleh berkisar 26-27°C.
Kisaran suhu tertinggi terdapat pada bulan Juli yaitu 27°C, sedangkan untuk kisaran suhu terendah
terdapat pada bulan Agustus dan September yaitu 26°C. sedangkan hasil pengukuran nilai pH
selama tiga bulan penelitian berkisar 7-7,5. Hasil pengukuran menunjukkan nilai tertinggi sebesar
7,5 pada bulan Agustus, sedangkan untuk bulan Juli dan September masing-masing menunjukkan
nilai yang sama yaitu 7.
Tabel 5. Kisaran dan ukuran pertama kali matang gonad kerang mutiara
Bulan
No Kualitas Air
Juli Agustus September
1 pH 7 7,5 7
2 Suhu 27°c 26°c 26°c

E. Pembahasan
1. Aspek Biologi Reproduksi
a. Sebaran Frekuensi Panjang
Hasil yang diperoleh selama tiga bulan penelitian menunjukkan bahwa sebaran frekuensi
panjang ditemukkan berkisar 61-203 mm sebanyak 245 individu yang terdiri dari 112 individu
kerang mutiara jantan dan 133 individu kerang mutiara betina. Frekuensi panjang tertinggi kerang
mutiara jantan yatu pada selang kelas 180-203 mm, sedangkan kerang mutiara betina terbesar
terdapat pada selang kelas 129-145 mm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran yang
ditemukkan merupakan ukuran yang telah siap diimplantasi inti untuk produksi mutiara, hal ini
sesuai dengan pernyataan Musair dkk. (2019) yang menyatakan bahwa ukuran 60-120 mm
merupakan ukuran kerang mutiara yang dapat diimplantasi inti untuk memproduksi mabe dengan
menyesuaikan ukuran inti yang digunakan. Kotta (2017) menyatakan ukuran kerang mutiara yang
siap untuk diadakan penyuntikan agar menghasilkan butiran mutiara yaitu 100-120 mm.
Hasil frekuensi panjang selama penelitian menunjukkan bahwa kerang mutiara jantan
ditemukkan berkisar 62-203 mm dan kerang mutiara betina ditemukkan berkisar 61-199 mm. Hal
ini menunjukkan bahwa perbedaan ukuran kerang jantan dan betina dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan dan kondisi perairan. Effendi (1997) menyatakan bahwa ukuran frekuensi panjang
kerang berbeda juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya keturunan, jenis kelamin,
umur, parasit, penyakit, makanan, suhu dan kualitas perairan.
b. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin adalah perbandingan jumlah spesies antara jenis kelamin jantan dan
betina yang berada dalam suatu perairan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 3
bulan ditemukkan jumlah kerang mutiara jantan 112 individu dan jumlah kerang mutiara betina
133 individu dengan rasio perbandingan 1:1,2. Hasil ini berbeda dengan yang ditemukkan oleh
Milione, dkk., (2011) pada spesies yang sama yaitu nisbah kelamin jantan dan betina ditemukkan
1:1. Selain itu hasil penelitian yang berbeda juga ditemukan oleh Kotta (2018) menemunkan
kerang mutiara dengan kecenderungan perbandingan jantan dan betina yaitu 1:1. Berdasarkan hasil
dari uji Chi Square (X2) dengan selang kepercayaan 95% yaitu adanya perbedaan yang tidak nyata
dari kerang mutiara jantan dan betina yaitu X2 (0,69) hitung < X2 tabel (3,84). Hasil ini
menunjukkan bahwa nisbah kelamin kerang mutiara tidak berbeda dan dalam kondisi yang
seimbang.
Nisbah kelamin juga merupakan salah satu parameter reproduksi yang diukur dan dapat
menentukan kemungkinan akan tersedianya jantan dan betina. Hasil pengamatan ditemukkan
jumlah kerang jantan lebih banyak ditemukkan dibandingkan kerang betina hal ini diduga
merupakan strategi reproduksi yang dapat memberikan peluang keberhasila reproduksi. Hal ini
9

didukung oleh Rochmady (2011) yang menyatakan bahwa individu jantan lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah individu betina merupakan strategi reproduksi untuk
mengoptimalkan keberhasilan reproduksi pada lingkungan perairan lotik.
c. Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematanga gonad merupakan tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan
sesudah memijah sehingga dapat diketahui waktu organisme akan memijah. Hasil persentase
tingkat kematangan gonad selama 3 bulan penelitian menunjukkan kerang jantan pada tingkat
kematangan gonad I diperoleh tertinggi pada bulan Juli dengan persentase 21% sedangkan kerang
betina pada tingkat kematangan gonad I juga diperoleh tertinggi pada bulan Juli dengan persentase
20%, tingkat kematangan gonad I diduga merupakan fase istirahat. Setyobudiandi (2004)
menyatakan bahwa fase awal tingkat kematangan gonad I disebut fase dorman seksual. Tingkat
kematangan gonad II kerang jantan diperoleh tertinggi pada bulan Juli dengan persentase 29%
sedangkan kerang betina diperoleh tertinggi pada bulan September sebesar 16%, fase ini
merupakan fase yang masih dalam proses perkembangan gamet dan Developing phase.
Hasil tingkat kematangan gonad III kerang jantan tertinggi diperoleh pada bulan
September dengan persentase 26% sedangkan kerang betina pada tingkat kematangan gonad III
diperoleh tertinggi pada bulan Agustus dengan persentase 40%. Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan variasi tingkat kematangan gonad yang diduga disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal
ini didukung oleh Widyastuti (2011) menyatakan bahwa tingkat kematangan gonad adalah tahap
pematangan gamet (Maturing phase) dan Mackie (1984) menyatakan bahwa lingkungan memiliki
peranan cukup penting dalam setiap tahapan siklus reproduksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase nilai tingkat kematangan gonad IV
ditemukan setiap bulan selama tiga bulan dengan persentase tertinggi kerang jantan yaitu 22%
pada bulan Agustus dan betina yaitu 13% pada bulan September. Sedangkan hasil tingkat
kematangan gonad V pada jantan tertinggi sebesar 22% di bulan Agustus dan padabetina tertinggi
sebesar 17% di bulan Juli. Hasil ini menunjukkan tingkat kematangan gonad IV dan tingkat
kematangan gonad V kerang jantan maupun betina setiap bulan ditemukkan dan siap untuk
memijah, hal ini didukung oleh Winanto (2004) pada kerang mutiara di Teluk Harun Lampung
dari tahun 1996-2002 menunjukkan bahwa kematangan gonad terjadi setiap bulan namun stadia
kematangan gonad IV hanya terjadi pada bulan Maret, Mei, dan Agustus sampai November.
Litaay (2014) menyatakan bahwa suhu adalah faktor pembatas bagi beberapa fungsi biologis
hewan air seperti migrasi, pemijahan, efisiensi makanan, kecepatan proses perkembangan embrio
serta kecepatan metabolism. Freites, dkk., (2010) menyatakan bahwa fase tingkat kematangan
gonad (ripe/matang) merupakan kelompok kerang yang siap dan aktif memijah.
d. Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad merupakan persentase perbandingan berat gonad dengan berat
tubuh (Effendie, 2002). Berdasarkan hasil pengamatan selama 3 bulan pengamatan pada kerang
mutiara jantan menunjukkan bahwa indeks tingkat kematangan gonad tertinggi ditemukan pada
bulan Juli sebesar 1,3% sedangkan pengamatan pada kerang mutiara betina menunjukkan bahwa
indeks tingkat kematangan gonad tertinggi ditemukan pada bulan Agustus sebesar 1,5%.
Terjadinya peningkatan nilai indeks kematangan gonad kerang jantan pada bulan juli diduga
berhubungan dengan hasil pengamatan tingkat kematangan gonad IV yang ditemukan tertinggi
pada bulan Juli. Hasil yang sama juga untuk nilai indeks kematangan gonad kerang betina pada
bulan Agustus juga diduga berhubungan dengan hasil pengamatan tingkat kematangan gonad IV
yang ditemukan tertinggi pada bulan Agustus.
Nilai indeks kematangan akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan tingkat
kematangan gonad sehingga peningkatan dan penurunan nilai indeks kematangan gonad
dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad. Hal ini didukung oleh Jahangir dkk., (2014)
menyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai indeks kematangan gonad berhubungan erat dengan
perkembangan gonadnya yang umumnya sangat rentan terhadap faktor ketersediaan makanan dan
kualitas air (suhu). Effendi (1997) menyatakan bahwa indeks kematangan gonad merupakan cara
untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad pada setiap kematangan secara kuantitatif.
e. Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang telah siap dikeluarkan pada waktu yang tepat
untuk memijah. Sumantadinata (1981) menyatakan bahwa fekunditas dapat menunjukan
kemampuan induk untuk menghasilkan individu baru didalam suatu pemijahan. Hasil pengamatan
selama 3 bulan penelitian menunjukkan bahwa analisis dari hubungan antara fekunditas terhadap
bobot total dan lebar cangkang menunjukkan hasil nilai koefesien (R2) masing-masing sebesar
10

0,093 dan 0,149 dan koefisien korelasi ® masing-masing sebesar 0,31 dan 0,39. Hasil koefisien
korelasi ini menunjukkan bahwa hubungan antara fekunditas terhadap bobot total dan lebar
cangkang memiliki hubunganyang rendah, sehingga peningkatan fekunditas tidak mengikuti
pertambahan bobot total dan lebar cangkang. Hal ini didukung oleh pernyataan Sugiyono (2013)
yang menyatakan bahwa hubungan antara korelasi dan regresi terdapat hubungan yang fungsional
sebagai alat untuk analisis, jika nilai r (korelasi) semakin mendekati 1, maka terdapat hubungan
korelasi yang sangat kuat antara kedua variabel yang diamati.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kerang mutiara pada tingkat kematangan gonad
IV dengan bobot total terkecil yaitu 112,94 gram dapat menghasilkan telur sebesar 17829 butir dan
kerang mutiara pada tingkat kematangan gonad IV dengan bobot total terbesarl yaitu 299,15 gram
dapat menghasilkan telur sebesar 27256 butir. Effendie (1997) menyatakan bahwa untuk spesies
tertentu, pada umur yang berbeda dapat menunjukkan fekunditas yang berbeda atau bervariasi
sehubungan dengan ketersediaan makanan. Maani dkk., (2017) menyatakan bahwa peningkatan
jumlah fekunditas tidak selalu mengikuti pertambahan lebar cangkang ataupun pertambahan bobot
tubuh.
f. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu cara untuk dapat mengetahui
perkembangan populasi dan menduga ukuran kerang yang telas siap untuk melakukan pemijahan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran pertama kali matang gonad kerang
mutiara jantan dan betina yaitu masing-masing sebesar 169 mm dan 150 mm dengan kisaran
ukuran kerang mutiara jantan yaitu 159 mm -179 mm dan kerang mutiara betina yaitu sebesar 142
mm – 160 mm. Hasil yang berbeda ditemukkan oleh Kotta (2018) menemukkan (Bivalvia :
Pteridae) pada spesies yang berbeda yaitu Pinctada maxima yaitu tingkat kematangan gonad IV
ditemukan ukuran kerang jantan dan betina yaitu masing-masing sebesar 175 mm - 220 mm dan
170 mm – 220 mm.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kerang mutiara jantan pada ukuran pertama kali
matang gonad lebih besar dibandingkan dengan kerang betina, hal ini diduga sebagai salah satu
strategi reproduksi kerang mutiara agar peluang keberhasilan reproduksi pada kerang betina yang
lebih kecil untuk dapat bereproduksi lebih cepat selain itu perbedaan ukuran pertama kali matang
gonad juga dapat disebakan faktor lingkungan dan fisiologis kerang mutiara. Atmadja (2007)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran pertama kali matang gonad yaitu
faktor internal (umur, ukuran, perbedaan spesies, dan sifat fisiologis) dan faktor eksternal (arus,
suhu, makanan, dan adnya individu yang berlainan jenis kelamin yang berbeda dan tempat
memijah yang sama).

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebaran frekuensi panjang jantan dan betina masing-masing sebesar 62 mm – 203 mm dan 61
mm – 199 mm,
2. Nisbah kelamin berdasarkan hasil pengamatan kerang mutiara yaitu 1 : 1,2,
3. Tingkat Kematangan Gonad IV kerang mutiara jantan dan betina masing-masing tertinggi
pada bulan Juli dan Agustus,
4. Nilai indeks kematangan gonad kerang mutiara jantan dan betina masing-masing tertinggi
pada bulan Juli dan Agustus,
5. Fekunditas Kerang Mutiara ditemukkan berkisar 9938 – 27256 butir,
6. Ukuran pertama kali matang gonad kerang mutiara jantan dan betina masing – masing
sebesar 169 mm dan 150 mm.
B. Saran
Penelitian kerang mutiara saat ini masih sangat kurang khususnya mengenai biologi
reproduksi, sehingga diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan waktu yang lebih lama agar
hasil yang ditemukan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengelolaan sumber
daya kerang mutiara yang berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., Tang, M. U. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekan Baru. Unri Press. 215 hal.
Atmadja, W. 2007. DKP dan Kemiskinan Nelayan. Suara Merdeka. Jawa Tengah.11 Desember.
hal. 3.
11

Cahn, A. R. 1949. Pearl Culture in Japan. Fishery Leaflet 357. United States Department of
Interior, Fish and Wildlife Service, Washington, D.C.
Cemohorsky, W.D. 1978. Tropical Pacific Marine Shells. Pacific Publication, Pty, Ltp. Sydney.
352 Pp.
Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta:Yayasan Pustaka Nusatama.
Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 Hal.
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 Hal.
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pusaka Nusntara. Yogyakarat. 150 Hal
Efriyeldi., Bengen, D. G., Affandi, R., Prartono, T. 2012. Perkembangan Gonad dan Musim
Pemijahan Kerang Sepetang (Pharella acutidens) di Ekosistem Mangrove Dumai, Riau.
IPB. Maspari Journal. 4(2): 137-147
Freites, L. Lerimar, M. Dwihght, A. Jose, M.V.B. and Pedro, E.S. 2010. Influence of
Environmental Factors on the Reproductive Cycle of The Eared Ark Anadara notabilis
(Roading 1798) in Northeastern Venezuela. Journal of Shellfish Research. 29:1. 69-75.
Hamzah, M.S., 2007. Studi tingkat mortalitas anakan kerang mutiara (Pinctada maxima) dikaitkan
dengan variasi musiman kondisi suhu laut di perairan Teluk kapontori, Pulau Buton dan
Teluk Kombal, Lombok Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional Moluska
Jahangir, S. Siddiqui, Z. dan Ayub, Z. 2014. Temforal Variation in the Reproductive Pattern of
Blood Coockle Anadara antiquate from Pakistan (Northern Arabian Sea). Turkish Journal
of Zoology. 36:263-272.
Kotta, R. 2018. Teknik Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada Maxima). Prosiding Seminar
Nasional KSP2K II. 1:2. 228-244.
Litaay, C. 2014. Sebaran dan Keragaman Komunitas Makro Algae di Perairan Teluk Ambon.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 6:1.
Maani, G.H. Bahtiar. Abdullah. 2017. Aspek Biologi Reproduksi Kerang Bulu (Anadara
antiquate) di Perairan Bungkutoko Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Manajamen
Sumber Daya Perairan. 2:2. 123-133.
Mackie, G. L. 1984. Bivalve in Wilbur, K. (ed). The Molusca. Academy Press. Orlando. San
Diego. San Frasisco. New York. 351-418 pp.
Mackie, G.L. 1984. Bivalve in Wilbur, K. (ed). The Molusc. Academy Press. Orlando. San Diego.
San Frasisco. New York. 351-418 pp.
Milione. M, Pedro. S, dan Paul. S. 2011. Sexual Development, Sex Ratio And Morphometrics of
Pteria Penguin (Bivalvia:Pteriidae), in North-Eastern Australia. Molluscan Research.
31:1. 30-36.
Mulyanto, 1987. Teknik budidaya laut tiram mutiara di Indonesia (marine culture technique of
pearl oyster in Indonesia) Diklat Ahli Usaha Perikanan. INFIS manual Series No. 45.
Jakarta : 72 hal.
Mulyanto. 1970. Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara di Indonesia. Jakarta: Diklat Ahli Usaha
Perikanan.
Musair. I., Yusnaini, Muhammad. I. 2019. Pengaruh ukuran awal tinggi cangkang terhadap
pertumbuhan dan ketebalan lapisan mutiara pasca implantasi pada kerang mutiara mabe
(Pteria penguin). Media Akuatik. 4:1. 9-18.
Nikolsky G.V. 1969. Theory of Fish Population Dynamic, as the Biological Background of
Rational Exploitation and The Management of Fishery Resource, translated by Bbrandley
Oliverand Boynd, 323.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu pendekatan ekologis. PT Gramedia, Jakarta.
(Diterjemahkan oleh M. Eidmann, et al.). 459 hal.
Patriono, E., J. Endri., S. Fifi. 2010. Fekunditas Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) di
Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak. Prosiding Seminar Nasional Limnologi.
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sriwijaya. Palembang.
Power, A.J., Nunez, J., Mitchell, M., Walker, R.L., Sturmer, L. 2004. Reproductive Pattern of the
Blood Ark, Anadaraovalis From the Northeast Coast of Florida. Shell Fisheries Research,
23 (1) :173-178.
Priyono, B. E. 1981. Budidaya Tiram Mutiara. BKPI Ambon. Direktorat Jenderal Perikanan
Ambon
Rochmady. 2011. Aspek Bioekologi Kerang Lumpur Anadontia Adentula (Linnaeus, 1758)
(Bivalvia:Lucinidae) di Perairan Pesisir Kabupaten Muna. Skripsi.
12

Sahin, C., E. Duzgunes., I. Okumus. 2006. Seasonal Variations in Condition Index and Gonadal
Development of the Introduced Blood Cockle Anadara antiquata (Bruguiere, 1789) in the
South eastern Black Sea Coast. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 6:
155-163.
Senen, B. Sulistiono dan Muchsin, I. 2011. Beberapa Aspek Biologi Ikan Layang Deles
(Decapterusmacrosoma) di Perairan Banda Neira Maluku. Jurnal Pertanian-UMMI. 1(1) :
52-60.
Setyobudiandi, I. 2004. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Kerang pada Kondisi Perairan
Berbeda. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 169 hal.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1980. Prinsip dan ProsedurStatistica; Suatu Pendekatan Biometric
(Diterjemahkan oleh Sumantri). Gramedia Jakarta.
Sugiyono, 2013. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. 2390 Hal. suspension feeding and
energy budgets of the pearl oysters Pinctada margaritifera and P.maxima. Marine
Ecology Progress Series 195 :179-188
Sulistiono., K.D. Soenanthi., Y. Ernawati. 2009. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah,
Cynoglossus lingua H.B. 1822 di Perairan Ujung Pangkah Jawa Timur. Jurnal Iktiologi
Indonesia. 9(2) : 175-185.
Sumantadinata, K. 1981. Materi Narasumber Diklat Guru Perikanan se Indonesia. Departemen
Pendidikan Nasional. 32 hal.
Sutaman, Teknik Budidaya Mutiara. Yogyakarta : Penerbit Kanisius (1993).
Sutaman. 1993. Tiram Mutiara, Teknik Budidaya dan Proses Pembuatan Mutiara. Kanisius.
Yogyakarta. 78 ha
Sutaman. 1993. Tiram Mutiara. Teknik Budidaya dan Proses Pembuatan Mutiara. Kanisus,
Yogyakarta
Taufiq, N , Retno H, Justin C dan Jussac MM. 2007. Pertumbuhan Tiram Mutiara (Pinctada
maxima) pada Kepadatan Berbeda. Ilmu Kelautan UNDIP. Maret 2007. Vol. 12 (1) : 31
– 38 ISSN 0853 – 7291.
Taufiq, Nur,. Hartati, Retno,. Cullen, Justin,. dan Masjhoer, Jussac Maulana, Pertumbuhan Tiram
Mutiara (Pinctada maxima) pada Kepadatan Berbeda. Semarang: Jurusan Ilmu Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro (2007).
Vaughn, C.C., S.J. Nichols, D.E., Spooner. 2008. Community and Food Web Ecology of
Freshwater Mussels. Journal of the North American. Benthologycal Society, 27(2): 409-
423.
W.H. Retno (Penyunting) : BRKP DKP RI Kerjasama dengan FKIP UNDIP Semarang : 436 – 446
Widyastuti, A. 2011. Reproduksi Kerang Darah (Anadara sp.). Jurnal Oseana. 36:2. 11-20.
Winanto, T. 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. Penebar Swadaya, Jakarta. 95 hal.
Yukihira, H., J.S. & Lucas D.W. Klump., 2000. Comparative effect of temperature on.

Anda mungkin juga menyukai