Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

“KEKERASAN PADA ANAK DALAM PERSPEKTIF


PANCASILA”

DISUSUN OLEH :

Nama : SEPTYA EKA AYU RIZKY

NIM : 12211022

Fakultas : FIKes S1 Keperawatan A1

E-mail : septyaekaayuu@gmail.com

UJIAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN PANCASILA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BOROBUDUR
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas
untuk mata kuliah PENDIDIKAN PANCASILA.

Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya dalam
membuat makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

BOGOR, NOVEMBER 2021

penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. TUJUAN 2

D. MANFAAT 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang 3

B. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak 3

C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak 3

D. Bentuk Kekerasan Terhadap Anak 4

E. Dampak dari Kekerasan pada Anak 6

F. Kekerasan terhadap Anak Ditinjau dari Perspektif Pancasila 7


G. Nilai Pancasila sebagai Solusi Efektif Mencegah Kekerasan terhadap Anak 8
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 10

B. Saran 11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah tumpuan dan harapan orang tua. Anak jugalah yang akan menjadi
penerus bangsa ini. Sedianya, wajib dilindungi maupun diberikan kasih sayang. Namun
fakta berbicara lain. Maraknya kasus kekerasan pada anak sejak beberapa tahun ini seolah
membalikkan pendapat bahwa anak perlu dilindungi. Begitu banyak anak yang menjadi
korban kekerasan keluarga, lingkungan maupun masyarakat dewasa ini. Pasal 28b ayat 2
menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Seperti
yang kita tahu bahwa Indonesia masih jauh dari kondisi yang disebutkan dalam pasal
tersebut.

Berbagai jenis kekerasan diterima oleh anak-anak, seperti kekerasan verbal, fisik,
mental maupun pelecehan seksual. Ironisnya pelaku kekerasan terhadap anak biasanya
adalah orang yang memiliki hubungan dekat dengan si anak, seperti keluarga, guru
maupun teman sepermainannya sendiri. Tentunya ini juga memicu trauma pada anak,
misalnya menolak pergi ke sekolah setelah tubuhnya dihajar oleh gurunya sendiri.
Kondisi ini amatlah memprihatinkan, namun bukan berarti tidak ada penyelesaiannya.

Perlu koordinasi yang tepat di lingkungan sekitar anak terutama pada lingkungan
keluarga untuk mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan, menyeleksi tayangan
televisi maupun memberikan perlindungan serta kasih sayang agar anak tersebut tidak
menjadi anak yang suka melakukan kekerasan nantinya. Tentunya kita semua tidak ingin
negeri ini dipimpin oleh pemimpin bangsa yang tidak menyelesaikan kekerasan terhadap
rakyatnya. Persoalannya adalah sejauh mana hukum atau perundang-undangan Indonesia,
mengapresiasi terhadap fenomena tersebut, baik terhadap perbuatan, pelaku maupun anak
sebagai korban kekerasan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian anak menurut undang-undang?
2. Apa pengertian kekerasan terhadap anak menurut para ahli?
3. Apa faktor-faktor yang memicu kekerasan terhadap anak?
4. Bagaimana bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak?
5. Apa dampak kekerasan terhadap anak?
6. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan?
7. Bagaimana Kekerasan terhadap Anak Ditinjau dari Perspektif Pancasila?

C. TUJUAN
Guna memenuhi tugas mata kuliah blabla dan menjelaskan hal terkait kekerasan
terhadap anak sebagai berikut :
1. Menjelaskan pengertian anak menurut undang undang
2. Menjelaskan pengertian kekerasan terhadap anak menurut para ahli
3. Menjelaskan faktor-faktor yang memicu kekerasan terhadap anak
4. Menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak
5. Menjelaskan dampak kekerasan terhadap anak
6. Menjelaskan perlindungan hukum terhadap anak
7. Menjelaskan kekerasan terhadap anak dari perspektif pancasila

D. MANFAAT
Dapat dijadikan bahan acuan dan pertimbangan pemakalah selanjutnya dalam
menyusun makalah khususnya mengenai kekerasan terhadap anak ditinjau dari perspektif
pancasila dan memberikan pengetahuan serta wawasan mengenai kekerasan terhadap
anak ditinjau dari perspektif pancasila secara mendalam dan solusi yang dapat diberikan
guna meminimalisir kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang


Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
terdapat beberapa ketentuan, dalam pasal 1 yang dimaksudkan salah satunya ialah
pengertian anak yakni seseorang yang belum berusia 18 tahun dan masih berada
dalam kandungan[ CITATION Kal14 \l 1033 ]. Jika mengacu pada UU tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa setiap orang yang melewati batas usia 18 tahun termasuk
orang diskualifikasi bukan anak. Dalam hal ini, tidak dipermasalahkan dan
dipertanyakan individu tersebut status perkawinannya. Kemudian, maksud dari
anak yang masih dalam kandungan yaitu bukan hanya melindungi anak yang
sudah lahir saja tetapi diperluas menjadi anak yang masih dalam kandungan.
Pengertian serta batasan usia yang terdapat dalam UU tersebut bukan
dimaksudkan untuk menentukan siapa yang dapat dikatakan dewasa dan anak-
anak, namun dimaksudkan dengan pendekatan perlindungan, maka setiap orang
yang berusia di bawah 18 tahun selaku subyek hukum memiliki hak atas
perlindungan dari negara yang wujudkan dengan jaminan hukum dalam UU
Nomor 23 Tahun 2002.
B. Pengertian Kekerasan terhadap Anak
Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak merupakan suatu tindakan oleh
orang dewasa atau seseorang yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaannya
terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab
orang tua atau walinya yang mengakibatan korban memiliki rasa penderitaanm
kesengsaraan, cacat, atau kematian[CITATION Key20 \l 1033 ].
C. Faktor-faktor Penyebab Kekerasan terhadap Anak
1. Kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap anak dalam menonton
TV, bermain di lingkungan sekitar, maupun menggunakan handphone
nya. Hal ini orang tua bukan berarti harus menjadi dictator atau over
protective namun jika melihat fakta lapangan di Indonesia bahwa
maraknya kriminalitas di Indonesia membuat para orang tua
meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar.
2. Kemiskinan keluarga, maksudnya ialah karena ekonomi yang kurang
mendukung akan menyebabkan juga jumlah anak yang tidak
sejahtera(kepadatan penduduk) dan mendorong individu untuk
melakukan suatu tindakan kriminalitas terutama pada anak dan akan
berpengaruh pada pendidikan seseorang.
3. Keluarga yang tidak harmonis di rumah akan menyebabkan anak merasa
stress dan tidak tahu bagaimana mengekspresikan dirinya yang
menyebabkan mencari kebahagiaan di luar rumah. Han ini juga
menyebabkan anak tidak mendapatkan peran orang tua yang
seharusnya.
4. Pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu sering
memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang serupa.
5. Kesibukan orang tua sehingga sang anak merasa sendirian dan memicu
kekerasan terhadap anak dan berkaitan pada point pertama dimana
adanya pelemahan pengawasan dari orang tua terhadap anak.
6. Kurangnya pendidikan orang tua maupun anak.

D. Bentuk Kekerasan terhadap Anak


Menurut Consultation On Child Abuse Prevention (WHO,1990), terdapat
lima jenis perlakuan Kekerasan Terhadap Anak antara lain kekerasan fisik,
kekerasan seksual, kekerasan emosional, penelantaran anak, dan eksploitasi anak.
Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Anak Mulyana W. Kusumah membagi-bagi
bentuk kejahatan kekerasan dalam 6 (enam) kelompok, yaitu:
1. Pencurian dengan kekerasan.
2. Pembunuhan.
3. Perkosaan.
4. Penculikan.
5. Pemerasan.
6. Penganiayaan

Selain itu terdapat bentuk kekerasan lainnya, sebagai berikut:

1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik ini adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit, atau luka berat[ CITATION Uns20 \l 1033 ]. Bentuk
kekerasan ini mudah diketahui karena akibatnya dapat terlihat secara
jelas pada tubuh korban. Kekerasan biasanya meliputi memukul,
mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh korban, dan lain-lain.
Kekerasan fisik ini juga selain menimbulkan luka secara fisik bisa juga
membuat korban trauma sehingga menyebabkan anak merasa ingin
bunuh diri sehingga menyebabkan kematian.
2. Kekerasan Verbal
Kekerasan ini biasanya melalui hinaan dan perkataan yang diujarkan
pelaku kepada korban, dalam hal ini kasus di Indonesia masih
disepelekan dan di normalisasikan. Dampak dari kekerasan verbal ini
yaitu mengucapkan kata-kata kasar, tidak menghormati orang lain, dan
menyebabkan korban juga merasa tidak percaya diri.
3. Kekerasan Secara Mental
Bentuk kekerasan seperti ini terkadang seperti tidak dilihat dan pelaku
tidak merasa bersalah, salah satu contohnya adalah terdapat pengabaian
orang tua terhadap anak yang membutuhkan perhatian, terror, celaan,
maupun membandingkan anak dengan orang lain. Hal ini menyebabkan
anak merasa cemas, menjadi pendiam, merasa iri, dan tidak ingin
bangkit dari keterpurukan.
4. Pelecehan Seksual
Bentuk kekerasan ini biasanya dilakukan oleh orang yang dikenal
seperti keluarga, teman dekat, tetangga, dan guru. Meskipun tidak
menutup kemungkinan bahwa bisa dilakukan oleh orang yang tidak
dikenalnya. Kasus seksual pelecehan seksual pada tahun 2021 menurut
data yang dijelaskan oleh CNN Indonesia sebanyak 2.500 kasus
terhadap perempuan dan 9.429 kasus pada anak [ CITATION CNN212 \l
1033 ].

E. Dampak dari Kekerasan


Dampak kekerasan pada anak yang diakibatkan oleh orang tuanya sendiri
atau orang lain sangatlah buruk antara lain:
1. Agresif
Sikap ini biasa ditujukan anak kepada pelaku kekerasan. Umumnya
ditujukan saat anak merasa tidak ada orang yang bisa melindungi
dirinya. Saat orang yang dianggap tidak bisa melindunginya itu ada di
sekitarnya, anak akan langsung memukul atau melakukan tindak agresif
terhadap si pelaku. Tetapi tidak semua sikap agresif anak muncul karena
telah mengalami tindak kekerasan.

2. Depresi
Bisa membuat anak berubah drastis seperti menjadi anak yang memiliki
gangguan tidur dan makan, bahkan bisa disertai penurunan berat badan.
Ia akan menjadi anak yang pemurung, pendiam, dan terlihat kurang
ekspresif.
3. Memudah Menangis
Sikap ini ditunjukkan karena anak merasa tidak nyaman dan aman
dengan lingkungan sekitarnya. Karena dia kehilangan figur yang bisa
melindunginya, kemungkinan besar pada saat dia besar, dia tidak akan
mudah percaya pada orang lain.
4. Melakukan Tindak Kekerasan terhadap Orang Lain
Dari semua ini anak dapat melihat bagaimana orang dewasa
memperlakukannya dulu. Ia belajar dari pengalamannya, kemudian
bereaksi sesuai dengan apa yang dia alami.

F. Kekerasan terhadap Anak Ditinjau dari Perspektif Pancasila


Pancasila merupakan nilai luhur yang dirumuskan dan dicita-citakan oleh
para pendiri bangsa. Pancasila adalah ideologi bangsa dan negara serta menjadi
dasar dibentuknya peraturan perundangan di Indonesia. Pancasila mengandung
lima nilai dasar yang menjadi dasar dan acuan dalam berkehidupan berbangsa dan
bernegara. Kelima sila merupakan unsur konstitutif kodrat manusia dan inheren
padanya. Kodrat manusia di sini adalah keseluruhan struktur, dinamika serta
perwujudan yang kesemuanya mengungkapkan realitas manusia qua talis. Oleh
karena itu, Pancasila mencerminkan nilai-nilai kodrati yang fundamental sifatnya,
dan bukan sekedar perwujudan kongkret yang mengungkapkan kode-kode atau
kebiasaan sehari-hari. Dengan perkataan lain, Pancasila merupakan eksplisitasi
pribadi manusia sebagai totalitas yang mengandung berbagai antinomi dalam
dirinya antara individualitas dan sosialitas, materialitas dan spiritualitas,
transendensi dan immanensi, eksteriorisasi dan interiorisasi, yang tidak dilihat
secara sektoral dalam salah satu aspek kehidupannya, tetapi secara integral dengan
mengikutsertakan dan memperhatikan segala segi yang membentuk keutuhan
pribadi manusia dan segala yang mempengaruhinya.
Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XA tentang Hak asasi manusia,
pasal 28B ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”. Selanjutnya pada pasal 28G ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi. Hal ini diperkuat pula pada ayat (2) disebutkan bahwa
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia...”. Selain itu, pada pasal 28H ayat (1)
“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
Di Indonesia sendiri banyak sekali kasus kekerasan terhadap anak, jika
ditinjau dari perspektif Pancasila pada sila kedua yang berbunyi “kemanusiaan
yang adil dan beradab”, hal ini sangat bertentangan. Sila Kemanusiaan mempunyai
pengertian bahwa komunikasi antar manusia di semua tingkat yang manusiawi
serta hubungan antar manusia senantiasa adil. Dalam arti ini, kebaikan apa pun
apabila tidak adil itu tidak baik, dan perbuatan yang tidak adil tidak pernah benar.
Demikian pula makna beradab mengandaikan tuntutan paling dasar Pancasila agar
manusia membawa diri untuk bersikap beradab[ CITATION Pus18 \l 1033 ].

G. Nilai Pancasila sebagai Solusi Efektif Mencegah Kekerasan terhadap


Anak
Dari paparan yang dijelaskan di atas, diperlukan upaya pencegahan sejak
dini pada anak dalam melindungi mereka dari kasus kekerasan. Karena dalam
proses pertumbuhannya, anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan kehidupan
yang layak. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pancasila dalam sila ke-2 yang
berbunyi : Kemanusiaan yang adil dan beradab, pada butir (5) Menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mencegah
terjadinya kekerasan pada anak adalah dengan meningkatkan perilaku
(pengetahuan, sikap dan tindakan) anak-anak tentang kesehatan reproduksi,
sehingga mereka mampu untuk menolak terhadap kejadian kekerasan seksual dan
kekerasan lainnya yang dialaminya. Pendidikan kesehatan reproduksi pada anak-
anak sekolah sangat efektif untuk memberikan pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi sehingga manfaat diberikannya pendidikan tersebut bisa tercapai. Usia
anak didik yang biasa masuk bangku sekolah dasar baik negeri atau swasta yaitu
7-13 tahun. Anak dalam golongan ini masih dalam taraf pertumbuhan dan
perkembangannya, hingga masih mudah dibimbing dan dibina untuk menanamkan
kebiasaan hidup sehat sehari-hari.
Tidak bisa memungkiri bahwa tantangan menjadi orang tua pada masa kini
sangat besar dan berat jika dibandingakan pada masa sebelum maraknya arus
informasi melalui kecanggihan tehnologi seperti gadget maupun lewat tayangan di
media elektronik. Anak-anak begitu mudah mendapatkan informasi, menjalin
pertemanan dengan siapa saja tanpa ada batas waktu dan jarak. Hal ini tidak
menutup kemungkinan bagi mereka akan sangat mudah mendapatkan content
kekerasan yang dibungkus dalam bentuk game, film animasi, vidio ataupun film
dan sinetron. Maka dari itu dibutuhkan pondasi dasar yang dapat membentengi
anak-anak dengan pendidikan agama. Nilai-nilai agama tidak hanya ditanamkan
oleh orang tua di rumah, tetapi juga disekolah dengan memberikan pemahaman
akan keberadaan Tuhan YME dimanapun kita berada serta adanya konsekwwensi
dosa terhadap perbatan tercela yang kita lakukan. Hal ini sejalan dengan nilai
Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan YME, butir (1) Percaya dan Takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari keluarga, masyarakat
sekitar, maupun pemerintah. Dalam penyelenggaraan perlindungan anak yang
tercantum dalam UU No. 23 Tahun 2002 maka semua pihak mempunyai
kewajiban untuk melindungi anak dan mempertahankan hak-hak anak.
Pemberlakuan Undang-undang ini juga di sempurnakan dengan adanya
pemberian tindak pidana bagi setiap orang yang sengaja maupun tidak sengaja
melakukan tindakan yang melanggar hak anak. Dalam undang-undang ini juga
dijelaskan bahwa semua anak mendapat perlakuan yang sama dan jaminan
perlindungan yang sama pula, dalam hal ini tidak ada diskriminasi ras, etnis,
agama, suku, dsb.
Anak yang menderita cacat baik fisik maupun mental juga memiliki hak yang
sama dan wajib dilindungi seperti hak memperoleh pendidikan, kesehatan, dsb.
Undang-undang No.23 tahun 2002 juga menjelaskan mengenai hak asuh anak
yang terkait dengan pengalihan hak asuh anak, perwalian yang diperlukan
karena ketidakmampuan orang tua berhubungan dengan hukum, pengangkatan
anak yang sangat memperhatikan kepentingan anak, serta penyelenggaraan
perlindungan dalam hal agama, kesehatan, pendidikan, sosial dan perlindungan
khusus. Kemudian, segala sesuatu perbuatan harus dilihat dari perspektif
Pancasila sebagai ideologi negara dimana Pancasila tersebut menjadi pedoman
dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.

B. Saran
Undang-undang dan Pancasila ini telah dibuat dengan baik dan memperhatikan
atau peduli terhadap hak-hak anak namun pemerintah kurang
mensosialisasikan dan merealisasikan isi undang-undang ini. Pemerintah dan
masyarakat kurang berperan dalam menjalankan undang-undang ini sebab anak
masih dalam pengawasan dan pengasuhan keluarga jadi pihak lain belum
menjalankan tanggung jawab seperti yang telah tercantum di atas.

DAFTAR PUSTAKA

Decequeen, K. (2021). Pengertian Kekerasan terhadap Anak. Kasus Kekerasan pada


Anak di Indonesia, 5.

Indonesia, C. (2021). Data Kekerasan Seksual. Kekerasan Seksual Meningkat di Masa


Pandemi, 4.

KaltavProv. (2014). Pengertian Anak Menurut Undang-Undang. Lembaran Negara


Republik Indonesia, 3.

Puspitasari. (2018). Sila Kedua Sebagai Perspektif Pancasila. Kekerasan pada Anak di
Jawa Timur, 10.

Unsrat. (2020). Bentuk Kekerasan terhadap Anak. Kekerasan terhadap Anak, 7.

Anda mungkin juga menyukai