Anda di halaman 1dari 20

PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN MODERASI

BERAGAMA MELALUI PROGRAM PEMBIASAAN DI SMPN 1


PARONGPONG KABUPATEN BANDUNG BARAT

Oleh :
Fitria Hidayat1, Supiana2 dan Maslani3
Fitriahidayat74@gmail.com
Abstrak
Dalam rangka menciptakan suasana belajar yang kondusif maka
diperlukan pembinaan etika toleransi antar siswa agar terwujudnya
kerukunan antar umat beragama dan tidak terjadi diskriminatif agama
yang berbeda. Oleh sebab itu maka diperlukan peran penting seorang
guru dalam membina etika toleransi siswa antar umat beragama. Karena
guru tidak hanya berperan sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik,
mediator, evaluator, motivator, fasilitator dalam membina, membentuk
dan mempersiapkan mental anak didik atau siswa secara aktif
melaksanakan tugas-tugasnya dan diharapkan mampu memberikan
kestabilan dalam menghadapi berbagai kemungkinan bahkan ke arah
kemungkinan yang terburuk sekalipun yaitu yang berupa goncangan dan
ketegangan psikis.Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis bagaimana peranan guru Agama Islam dalam menanamkan
moderasi beragama terhadap peserta didik di SMPN 1 Parongpong
Kabupaten Bandung Barat. Sehingga hidup rukun dalam belajar
meskipun berbeda agama dan kepercayaan. Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa Guru Pendidikan Islam (GPAI) di SMPN 1
Parongpong Barat dalam menanamkan toleransi beragama yaitu dengan
cara pembiasaan kegamaan sehari-hari, hal ini dimplementasikan dalam
beberapa kegiatan di sekolah.
Kata Kunci: Peran, Guru Agama Islam, Moderasi Beragama dan
Pembiasaan

Abstract
In order to create a conducive learning atmosphere, it is necessary
to foster the ethics of tolerance between students in order to realize
harmony between religious people and not to discriminate against
different religions. Therefore, it is necessary to play an important role of
a teacher in fostering the ethics of tolerance of students among religious
people. Because teachers not only act as teachers but also as educators,
mediators, evaluators, motivators, facilitators in fostering, shaping and
preparing mental students or students actively carry out their duties and

1
Mahasiswa pascasarjana UIN SGD Bandung
2
Mahasiswa pascasarjana UIN SGD Bandung
3
Mahasiswa pascasarjana UIN SGD Bandung

154
are expected to provide stability in the face of various possibilities even
in the direction of the worst possibilities, namely shocks and psychic
tensions. The purpose of this research is to find out and analyze how the
role of Islamic teachers in instilling religious moderation towards
students at SMPN 1 Parongpong West Bandung Regency. So that life is
harmonious in learning despite different religions and beliefs. The results
of this study show that Islamic Education Teachers (GPAI) at SMPN 1
Parongpong Barat in instilling religious tolerance by habituating daily
religion, this is implemented in several activities in schools.
Keywords: Role, Islamic Teacher, Religious Moderation and
Habituation

A. PENDAHULUAN
Persoalan yang menimpa bangsa Indonesia semakin hari semakin kompleks
dibandingkan masa-masa sebelumnya. Hampir semua aspek kehidupan
mengalami permasalahan, seperti aspek kehidupan agama, pendidikan, politik,
hukum, sosial, budaya, ekonomi dan aspek yang lainnya. Pendidikan sebagai
aspek yang fundamental juga tak luput dari permasalahan. Hal di atas diperparah
dengan terjadinya degradasi nilai moralitas bangsa yang sangat memprihatinkan.
Di samping masih sering terjadinya perkelahian, kerusuhan, tawuran antar pelajar
dan mahasiswa yang sangat meresahkan, tidak kalah pentingnya adalah masalah
moderasi beragama yang juga masih perlu ditingkatkan.
Secara keseluruhan, ada enam isu strategis yang dijadikan latar belakang
secara umum mengenai moderasi beragama, yakni : 1) Melemahnya ketahanan
budaya dan rendahnya perlindungan hak kebudayaan; 2) Belum mantapnya
pendidikan karakter, budi pekerti, kewarganegaraan, dan kebangsaan; 3) Belum
optimalnya pemajuan kebudayaan Indonesia; 4) Masih lemahnya pemahaman
dan pengamalan nilai agama yang moderat, substantif, inklusif, dan toleran untuk
memperkuat kerukunan umat beragama; 5) Belum optimalnya peran peran
keluarga dalam pembangunan karakter bangsa; dan 6) Masih rendahnya budaya
literasi, inovasi dan kreativitas. 4

4
Kementerian Agama, R. I. "Moderasi Beragama." Jakarta : Badan Litbang dan Diklat
KemenagRI (2019), h. 31.

155
Hal ini dibuktikan dengan adanya sikap dan perilaku intoleran dalam
kehidupan beragama dan bermasyarakat. Masih terdapat kantong-kantong
intoleransi, kerawanan konflik komunal, dan elemen radikal, yang harus terus
diperbaiki. Termasuk di dalamnya adalah masalah intoleransi beragama atau
dalam aspek yang lebih luas, keharmonisan atau kerukunan hidup beragama. 5
Masa depan toleransi di Indonesia tampaknya masih jauh dari kesempurnaan.
Sejumlah penelitian dan kajian menunjukkan masih adanya gejala intoleransi di
masyarakat, seperti yang terjadi di kalangan mahasiswa dan pelajar. Hasil survei
Lingkaran Survei Indonesia yang mengemukakan bahwa sebanyak 31%
mahasiswa tidak toleran. 6
Jika kondisi ini tidak segera ditangani maka boleh jadi Indonesia terutama
generasi mudanya akan menjadi sasaran empuk agen-agen propaganda anti
moderasi beragama. Padahal mereka seharusnya menjadi generasi penerus
perjuangan bangsa dalam melanjutkan estafet pembangunan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang memiliki semboyan yang indah. Semboyan bangsa
Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika yang tertulis pada lambang Garuda
Pancasila. Generasi muda Indonesia pada 2030 idealnya bisa memetik secara
positif bonus demografi, melihat kuantitasnya yang demikian banyak.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di SMPN 1 Parongpong
Bandung dikenal sejak dulu sebagai sekolah yang menerapkan proses
pembelajaran yang multikultural. Sekolah ini juga selalu berusaha memberikan
pelayanan yang sama tanpa memandang perbedaan suku, bangsa, ras, budaya dan
agama yang dimiliki oleh peserta didik. Setiap suku, bangsa, ras, budaya dan
agama dapat mendapatkan pelayanan yang prima tanpa rasa khawatir akan
mendapat perlakuan diskriminasi yang sering diberlakukan oleh sekolah pada
umumnya. Dalam proses pembelajaran agama di SMPN 1 Parongpong Bandung
semua peserta didik yang berbeda agama, baik Islam, Kristen, Katolik, Budha dan
Hindu mendapat pelayanan yang adil. Pada setiap hari raya umat beragama
selalu diperingati setiap tahunnya seperti hari raya Idhul Fitri, Idhul Adha, Natal,
5
Kompas, 1 Juni 2018 “Indonesia Atasi Masalah Intoleransi”. h, 1
6
Kholid, AS Moh. “Menggalakkan (lagi) Pendidikan Toleransi”. Media Indonesia, 14
Januari 2018.

156
Paskah, Prasmanan dan Darmasanti. Hal tersebut sesuai dengan visi SMPN 1
Parompong Bandung, yaitu memberikan pelayanan pembelajaran terpadu, yaitu
Aman dan nyaman dalam penataan lingkungan, sejahtera, harmonis dan simpatik
dalam pelayanan serta Religius dan mantap dalam imtaq dalam lingkungan
sekolah.7
Pembentukan kebiasaan-kebiasaan tersebut terbentuk melalui pengulangan
dan memperoleh bentuknya yang tetap apabila disertai dengan kepuasan
menanamkan kebiasaan itu sulit dan kadang kadang memerlukan waktu yang
lama. Kesulitan itu disebabkan pada mulanya seorang atau anak belum mengenal
secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakannya, oleh karena itu pembiasaan hal
hal yang baik perlu dilakukan sedini mungkin sehingga dewasa nanti hal hal yang
baik telah menjadi kebiasaannya.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan guru PAI di SMPN 1
Parongpong Bandung memiliki sebuah program pembiasaan yang rutin dilakukan
sebagai upaya guru PAI dalam menanamkan moderasi beragama di sekolah
tersebut, diantaranya berupa: 8
Program Pembelajaran ektrakulikuler di kelas atau di luar kelas sesuai
dengan kurikulum, diantaranya : Ibadah pagi, bagi yang beragama Islam
melaksanakan salat duha dan bagi yang non Islam namanya doa pagi, Ibadah
siang yang beragama Islam salat dzuhur berjamaah bagi yang non Islam namanya
doa siang, Pendalaman agama dibulan ramadhan termasuk non Islam lebih
mendalami pendidikan agamanya masing-masing, dan Peringatan Hari Besar
Agama (PHBA), Islam ada yang memperingati Tahun Baru Hijrah, Maulid Nabi
Muhammad SAW, Isra Miraj Nabi Muhammad SAW, Kristen ada Natal, Paskah,
Hindu ada Prasmanan.9
Pendidikan Agama Islam mempunyai peranan yang sangatlah penting dalam
mendidik dan mengarahkan siswa agar menjadi generasi yang beriman dan

7
Hasil Observasi di SMPN 1 Parongpong pada tanggal 23 Nopember 2020 pukul 09.00
WIB
8
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMPN 1 Parongpong pada tanggal 23 Nopember
2020 pukul 11.00 WIB.
9
Hasil wawancara dengan Waka Kesiswaan di SMPN 1 Parongpong pada tanggal 23
Nopember 2020.

157
bertakwa kepada Allah Swt. Pendidik tidak boleh begitu saja menghalangi atau
membelokkan kebenaran yang terkandung dalam suatu pokok bahasan yang
berguna bagi perkembangan siswa. Karena dalam aplikasinya Perilaku siswa
SMPN 1 (Sekolah Menengah Pertama Negeri) Parongpong Kabupaten Bandung
kini sudah mulai berbelok dari kebenaran. Belakangan diketahui bahwa siswa sulit
diharapkan untuk berperilaku baik sesuai norma atau nilai-nilai moral. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari masalah dan perubahan, baik yang
datang dari dirinya sendiri maupun orang lain.
Oleh karena itu, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis bagaimana peran guru agama Islam dalam menanamkan moderasi
beragama melalui program pembiasaan di SMPN 1 Parongpong Kabupaten
Bandung Barat.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif
diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
objektif yang alamiah, berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi dan kehadiran
peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada objek tersebut.10Adapun pendekatan
kualitatif ini akan meneliti tentang peran guru agama Islam dalam menanamkan
moderasi beragama melalui program pembiasaan di SMPN 1 Parongpong
Kabupaten Bandung.
Pendekatan ini peneliti gunakan karena peneliti merasa bahwa ada
kesesuaian antara permasalahan yang dibahas dengan tujuan yang ingin dicapai.
Yaitu akan mengungkap aspek- aspek program, implementasi, faktor pendukung
dan penghambatnya serta hasil dari peran guru agama Islam dalam menanamkan
moderasi beragama melalui program pembiasaan di SMPN 1 Parongpong
Kabupaten Bandung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis. Metode deskriptif analitik adalah uraian apa adanya yang berasal dari

10
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan … h.100

158
tempat atau tokoh pelaku sebuah peristiwa, bisa juga berasal dai tokoh yang
menyangkut pemikirannya. Namun jika penelitian ini ingin diperdalam pada
implikasi-implikasi logis maupun empirik, maka dilakukan analisis rasional kosa
kata atau sosial empirik. 11
Metode ini menggambarkan fenomena-fenomena yang ada tanpa
mengadakan manipulasi atau perubahan, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa
adanya. Atas dasar tersebut, penelitian ini berusaha mendeskripsikan data-data
kualitatif yang berhubungan dengan peran guru agama Islam dalam menanamkan
moderasi beragama melalui program pembiasaan di SMPN 1 Parongpong
Kabupaten Bandung.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Profile SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Parongpong lahir berdasarkan
tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan pendidikan khususnya di desa cisarua
kabupaten Bandung Barat. Saat itu kondisi fisik-geografis kecamatan cisarua
cukup luas dengan penduduk yang menyebar diseluruh desa, disana jumlah
penduduk usia sekolah lanjutan pertama melebihi kapasitas daya tampung sekolah
yang ada.
Bertitik tolak dari kenyataan yang ada serta bermaksud memberikan
kemudahan pelayanan untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat sebagai
upaya turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, tepatnya awal tahun 1983 para
Kepala Desa, tokoh masyarakat dan para sepuh pendidikan di bawah koordinasi
Bapak Camat sebagai kepala wilayah yang saat itu dipimpin oleh Bapak Drs. Caca
Saefudin sepakat untuk mendirikan SMP Negeri Cisarua Kelas Jauh, yaitu di Desa
Cihanjuang Rahayu Kecamatan Parongpong ±1000 meter dari kampus UNAI.
Pada awal pendiriannya tahun pelajaran 1983/1984 telah mampu melayani
kegiatan belajar mengajar bagi dua kelas rombongan belajar, yang memanfaatkan
bangunan Sekolah Dasar Negeri Cihanjuang 4 di siang harinya dengan staf
pengajar guru-guru SMP Negeri Cisarua. Kemudian berkat kerja keras dan

11
Supiyana, Metodologi Studi Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya , 2017),h. 99.

159
perjuangan perintis pendirian sekolah ini maka pada tahun pelajaran 1985/1986
terwujudlah unit sekolah baru yang dibangun pada tanah seluas 10.000 M2
dengan luas bangunannya 5.815 m2 hasil swadaya masyarakat, dengan SK Kepala
Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat No : 0594/01/1985 dan pada tanggal 22
November 1985 ditunggalkanlah menjadi SMP Negeri 1 Parongpong terletak di
jalan Cihanjuang Rahayu No. 40 Desa Cihanjuang Kecamatan Parongpong
Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
SMP Negeri 1 Parongpong saat ini dipimpin oleh Drs. H. Bobon Roswandi,
MM. (Kepala Sekolah) dan sudah terakreditasi B (Baik) berdasarkan SK No. Dp
002192 dengan nomer Statistik sekolah/NDS yaitu : 201020802144/50666. SMP
Negeri 1 Parongpong memiliki jumlah siswa/siswi yang cukup banyak serta
aktifitas belajar mengajar yang padat. Jumlah tenaga pengajar atau guru sampai
saat ini sebanyak 42 orang.
2. Peranan Guru Agama Islam SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung
Barat dalam Menanamkan Moderasi Beragama Melalui Program
Pembiasaan
Dalam rangka menciptakan suasana belajar yang kondusif maka diperlukan
pembinaan etika toleransi antar siswa agar terwujudnya kerukunan antar umat
beragama dan tidak terjadi diskriminatif agama yang berbeda. Oleh sebab itu
maka diperlukan peran penting seorang guru dalam membina etika toleransi siswa
antar umat beragama. Karena guru tidak hanya berperan sebagai pengajar tetapi
juga sebagai pendidik, mediator, evaluator, motivator, fasilitator dalam membina,
membentuk dan mempersiapkan mental anak didik atau siswa secara aktif
melaksanakan tugas-tugasnya dan diharapkan mampu memberikan kestabilan
dalam menghadapi berbagai kemungkinan bahkan ke arah kemungkinan yang
terburuk sekalipun yaitu yang berupa goncangan dan ketegangan psikis.
Namun ternyata tidak mudah untuk membina antar siswa yang berbeda
agama. Karena masih ada siswa yang berkelompok dan memilih-milih teman yang
seagama saja, tidak membaur dan saling mengejek diantara lain agama. Sehingga
untuk menumbuhkan timbulnya moderasi agama di sekolah ini dibutuhkan upaya
konkrit dari para guru PAI dan semua guru mata pelajaran lain yang didukung

160
oleh sosok kepala sekolah. Kurangnya kerjasama antar siswa yang memiliki latar
belakang agama orang tuanya yang berbeda sangat terlihat pada siswa.12
Untuk mendapatkan data terhadap permasalahan yang ada, peneliti
menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi, terhadap informan
penelitian, kemudian untuk menganalisa terhadap data yang terkumpul, peneliti
mengumpulkan seluruh data yang ada kemudian diklasifikasikan pada bidang-
bidang tersendiri.
Untuk mengetahui data tersebut diperoleh melalui guru Pendidikan Agama
Islam, dan siswa SMP Negeri 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat yang
dijadikan informan dalam penelitian ini, serta beberapa data yang bersumber dari
dokumentasi sekolah. Yang akhirnya mengerucut kepada suatu penjelasan yang
mengarah kepada kesimpulan dari suatu penelitian yang peneliti lakukan untuk
selanjutnya dapat dianalisa data yang diperoleh. Berikut adalah uraian analisis
tentang bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-
nilai toleransi beragama siswa SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat.
Peneliti melakukan penelitian selama setengah bulan dengan melakukan
pertemuan terhadap guru Pendidikan Agama Islam yaitu Eliza dan ibu Robiyah.
Beliau juga merupakan lulusan sarjana Pendidikan Agama Islam, beliau mengajar
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam SMPN 1 Parongpong Kabupaten
Bandung Barat. Dalam pelaksanaan pembelajaran PAI, menanamkan nilai
toleransi tercermin dari bagaimana cara guru mengorganisir siswa di dalam kelas
dan materi yang disampaikan. Sedangkan dalam evaluasi pembelajaran,
menanamkan nilai- nilai toleransi terlihat dari cara guru PAI menilai siswa di
kelas. menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kegiatan keagamaan di SMPN 1
Parongpong Kabupaten Bandung Barat ditunjukkan oleh guru PAI berupa sikap
kerjasama dalam kegiatan keagamaan tadarus, beribadah, kegiatan keagamaan dan
saling membantu antar warga sekolah tanpa memandang lantar belakang agama
seperti menengok dan bela sungkawa ketika ada warga sekolah yang sedang
mengalami kesulitan.

12
Hasil wawancarta dengan Guru PAI di SMPN 1 Parongpong pada tanggal 23 Nopember
2020.

161
Guru Pendidikan Agama Islam SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung
Barat menjelaskan bahwa:
“guru itu bukan hanya sekedar mengajar tetapi peran guru lebih dari itu,
selain mengajar guru juga harus menanamkan sikap toleransi, menasehati,
mengarahkan, dan mendidik siswa-siswanya serta menjadi contoh yang baik
bagi siswanya. pendidikan agama Islam tidak hanya mengajarakan agama
saja tetapi guru PAI harus dapat memeiliki kompetensi untuk dapat
mengajar agama sekaligus menanamkan budi pekerti dan salah satunya
menanamkan nilai-nilai toleransi baik itu di dalam sekolah maupun di luar
sekolah”.13

Untuk mengetahui peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan


nilai-nilai toleransi beragama siswa di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung
Barat peneliti melakukan wawancara kepada ibu Eliza guru pendidikan agama
islam di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat yang didapatkan peneliti
secara langsung ketika berada di lapangan. Adapun hasil wawancara peneliti
mengenai, peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai
toleransi beragama siswa SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat.14
adalah sebagai berikut :
1) Menghormati dan menghargai antar keyakinan
Guru Pendidikan Agama Islam membiasakan siswa-siswanya untuk saling
menghargai dan menghormati perbedaan keyakinan agama. Guru juga bersikap
demokratis dalam segala tingkah lakunya, baik sikap maupun perkataannya, tidak
diskriminatif terhadap murid-murid yang menganut agama yang berbeda
dengannya.
Hasil wawancara dengan Waka Kesiswaan SMPN 1 Parongpong Kabupaten
Bandung Barat. tidak jauh berbeda dengan yang dijelaskan oleh guru Pendidikan
Agama Islam :

13
Hasil Wawancara dengan Guru PAI SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat
Pada Tanggal 23 Nopember 2020 pukul 11.00 WIB
14
Hasil Wawancara dengan Guru PAI SMPN 1 Parongpong

162
“Guru selalu mengajarkan sikap saling menghormati dan menghargai antar
perbedaan keyakinan, mengamalkan sikap toleransi saat bergaul dengan
temannya atau orang yang berbeda keyakinan saat proses pembelajaran
dimulai sebelum materi pembelajaran disampaikan guru terlebih dahulu
memberikan motivasi kepada siswa tentang pentingnya sikap saling
menghargai dan menghormati antar keyakinan. guru mencontohkan kepada
siswa seperti ketika proses belajar mengajar PAI guru tidak membeda-
bedakan dan tidak pilih kasih, dan juga dalam bergaul sesama guru yang
berbeda agama tetapi tetap akur tanpa adanya rasa saling memusuhi antar
keyakinan”.15

2) Menanamkan toleransi dalam perbedaan


Kepada para siswa guru selalu menanamkan bahwa kita hidup dialam
demokrasi yang memberikan pengesahan adanya hak hidup yang setara atas
keanekaragaman pandang dalam aneka dimensi, betapapun besar kadar
perbedaannya. Perbedaan adalah rahmat dan dapat diartikan sebagai kenikmatan.
Guru membimbing siswa untuk selalu hidup berdampingan dan bekerja sama,
serta menanamkan sikap toleransi dalam perbedaan.
Dari hasil wawancara. yang dijelaskan oleh guru Pendidikan Agama Islam
adalah:
“Guru meperlihatkan sikap toleransi dengan siswanya yang berbeda agama
tidak membeda-bedakan dan berlaku adil tidak pilih kasih ketika proses
belajar Pendidikan Agama Islam di kelas walaupun di antara siswa non
muslim terkadang masih ada yang tidak keluar kelas dan mengikuti
pelajaran Pendidikan Agama Islam guru tetap mengizinkan siswa tersebut
ikut proses pembelajaran tanpa melarangnya. Sebagai mana dalam firman
Allah swt, memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi
pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik. Begitu juga Allah swt.
mencela perbuatan zalim meskipun terhadap orang kafir. Guru selalu

15
Hasil Wawancara dengan Waka Kesiswaan SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung
Barat Pada Tanggal 23 Nopember 2020 pukul 11.00 WIB

163
mencontohkan sikap yang menunjukan saling yang tidak membeda-bedakan
kepada siswa, seperti ketika proses belajar mengajar Pendidikan Agama
Islam di kelas guru tidak membeda-bedakan dan tidak pilih kasih terhadap
siswa yang berbeda keyakinan, dan juga dalam bergaul sesama guru yang
berbeda agama mereka tetap akur tanpa adanya rasa saling memusuhi antar
keyakinan”.

3) Memelihara sikap saling pengertian


Memberi pemahaman kepada siswa bahwa memahami bukan serta menyetujui.
Saling memahami adalah kesadaran bahwa nilai-nilai mereka dan kita adalah
berbeda, dan mungkin saling melengkapi serta memberi kontribusi terhadap relasi
yang dinamis dan hidup.
4) menasehati dan memberi motivasi siswa
Guru Pendidikan Agama Islam Mengajarkan dan member contoh
keteladanan kepada siswa dalam menerapkan toleransi.
5) Mengawasi
Guru pendidikan Agama Islam memperhatikan tingkah laku siswa-siswanya
dalam bergaul dengan teman yang berbeda agama agar mereka saling menghargai
dan menghormati dan tidak terjadi konflik antar siswa yang berbeda agama.
6) Menjunjung tinggi sikap saling mengasihi
Setiap Agama selalu mengajarkan sikap saling mengasihi antara mahluk
ciptaan- Nya, begitu pula dengan Agama islam yang selalu mengajarkan sikap
saling mengasihi tanpa membeda-bedakan perbedaan yang ada seperti Agama
sehingga menciptakan kedamaian antar Umat beragama.
Dari hasil observasi. peneliti tidak jauh berbeda pada saat proses
pembelajaran berlangsung, guru selalu menanamamkan nilai-nilai toleransi
kepada siswa memberikan motivasi siswa dalam melakukan kegiatan toleransi.
Guru memberikan contoh keteladanan kepada siswa dalam menerapkan toleransi.
Hal ini dicontoh siswa ketika melihat guru saat menjalin hubungan sosial dengan
guru lain yang beragama non muslim, dan tidak membeda-bedakan antara siswa
muslim dan siswa non muslim.

164
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas maka peran guru
Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai toleransi beragama siswa
di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat sudah berperan, hal ini sesuai
dengan wawancara dan observasi terhadap guru, dan siswa. Guru selalu
menanamkan nilai-nilai toleransi beragama kepada siswanya, bersikap adil tidak
pilih kasih tetap sama walaupun latar belakang agama siswa berbeda, menjunjung
tinggi sikap saling menghargai dan menghormati antar agama, serta memberikan
contoh keteladanan kepada siswa dalam menerapkan toleransi, guru saat menjalin
hubungan sosial dengan guru lain yang beragama non muslim, dan tidak
membeda-bedakan antara siswa muslim dan siswa non muslim.
Lembaga pendidikan memiliki peran strategis untuk memutus mata rantai
kekerasan atas nama agama. Pendekatan edukatif bagi selaruh peserta didik yang
dapat diimplementasikan dalam pendidikan damai yang diintegrasikan dengan
kurikulum sekolah, latihan penyelesaikan konflik secara konstruktif, mediasi dan
negosiasi oleh teman sebaya merupakam usaha bersama agar bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang mendamaikan. Pengetahuan keagamaan yang luas dan tidak
parsial harus diajarkan dilembaga pendidikan agar peserta didik memiliki pondasi
paham keagamaan yang tidak sempit.
Oleh sebab itu, diperlukan peran guru agama dalam menanamkan moderasi
beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang multikultural ini.
Moderasi beragama sebagaimana digambarkan oleh Fahruddin dalam Akhmadi,
memiliki makna seimbang, ditengah-tengah, tidak berlebihan, tidak truth clime,
tidak menggunakan legitimasi teologi yang ekstrim, mengaku kelompok dirinya
paling benar, netral, dan tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu.16 Dengan
demikian, moderasi beragama sangat perlu untuk ditanamkan kepada siswa agar
tercipta hubungan harmonis antara guru, peserta didik, masyarakat dan lingkungan
sekitar sehingga tercipta lingkangan yang damai dan aman dari berbagai ancaman.
Guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam artian orang
yang memiliki kharisma dan wibawa sehingga perlu untuk ditiru dan diteladani.

16
Akhmadi, Agus. "Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia." Inovasi 13.2
(2019): 51

165
Guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik,
mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang
yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu
menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya
dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.
Dengan demikian peran guru mutlak diperlukan, guru harus memiliki peran
yang dapat memperlakukan peserta didik dengan baik sehingga tercapai tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa.17 Mencerdaskan berarti membuat peserta didik mengenali diri sendiri,
mengenali potensi diri, lingkungan, dan masyarakat sekitar.
Adapun peran guru dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada beberapa
indikator di bawah ini : a) Guru mampu menggunakan media dan sumber belajar
yang berveriasi b) Guru mampu membangkitkan minat peserta didik untuk aktif c)
Guru mampu menyesuaikan dengan usia dan tahapan perkembangan peserta didik
d) Guru mampu mengembangkan pelajaran yang akan diberikan e) Guru mampu
menjelaskan materi secara berulang-ulang f) Guru mampu memikirkan korelasi
antar mata pelajaran dengan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari, g) Guru
mampu tetap menjaga konsentrasi peserta didik h) Guru mampu mengembangkan
peserta didik dalam membina hubungan sosial i) Guru mampu mendalami
perbedaan peserta didik secara individu agar dapat melayani peserta didik sesuai
perbedaan.18
Dengan mengacu pada indikator di atas, berarti seorang guru itu tidak hanya
bertugas memberikan pengetahuan kepada peserta didik saja, tetapi juga dapat
membentuk karakter menjadi pribadi yang unggul mandiri dan dapat
mengamalkan ilmu pengetahuannya. Jika flash back pada sejarah peradaban
Islam, sebagaimana digambarkan oleh Mujamil Qomar (2012), bahwa Islam tidak
hanya mengajarkan ilmu pengetahuan untuk mewujudkan prestasi akademik yang
gemilang (science for science), tetapi untuk mewujudkan kedamaian dan

17
UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiona,
(Jakarta, Lembaran Negara, 8 Juli 2003).h.43.
18
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h, 16.

166
perdamaian umat manusia (science for peace of society) dan pemahaman moderat
atau wasathiyah.19
Wasathiyah atau modeat merupakan sebuah kondisi terpuji yang menjaga
seseorang dari kecenderungan menuju dua sikap ekstrem; sikap berlebih-lebihan
(ifrath) dan sikap muqashshir yang mengurang- ngurangi sesuatu yang dibatasi
Allah swt. Sifat wasathiyah umat Islam adalah anugerah yang diberikan Allah swt
secara khusus. Saat mereka konsisten menjalankan ajaran-ajaran Allah swt, maka
saat itulah mereka menjadi umat terbaik dan terpilih. Sifat ini telah menjadikan
umat Islam sebagai umat moderat; moderat dalam segala urusan, baik urusan
agama atau urusan sosial di dunia. Wasathiyah (pemahaman moderat) adalah
salah satu karakteristik Islam yang tidak dimiliki oleh agama-agama lain.
Pemahaman moderat menyeru kepada dakwah Islam yang toleran, menentang
segala bentuk pemikiran yang liberal dan radikal. 20
Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan dasar dalam menerapkan
nilai-nilai keislaman. Seperti dalam berperilaku, beribadah, dan bersosialisasi.
Dengan pendidikan, seseorang dapat memperolah pengalaman yang beragam.
Menurut Zakiah Djarajat, Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui
ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik,
agar setelah selesai pendidikan peserta didik dapat memahami, menghayati, dan
dapat mengamalkan ajaran agama Islam secara menyeluruh. Serta menjadikan
agama Islam sebagai pedoman dalam hidupnya, baik di dunia atau pun di
akhirat.21
Azyumardi Azra mendefinisikan Pendidikan Agama Islam lebih kepada
suatu bimbingan atau arahan untuk memperoleh pengetahuan, yang kemudian
harus dikembangkan dan dipraktikkan ke dalam kehidupan nyata sesuai dengan

19
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, Jakarta: Erlangga, 2007),h. 43.
20
Afrizal dan Mukhlis, “Konsep Wasathiyah Dalam Al-Qur‟an: (Studi Komparatif Antara
Tafsir At-Tahrir Wa At-Tanwir Dan Aisar At-Tafsir)”, Jurnal An-Nur, Vol. 4, No. 2 Tahun 2015.h.
33.
21
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 85.

167
ajaran Islam yang raḥmatan lil „alamīn. 22 Muhaimin melanjutkan bahwa PAI di
lembaga pendidikan jangan sampai menumbuhkan sikap fanatisme,
menumbuhkan sikap intoleran antar peserta didik dan bermasyarakat, dan
memperlemah kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan bangsa. 23
Karena tujuan adanya PAI adalah menanamkan iman yang kuat kepada Allah,
menguatkan aqidah dan nilai-nilai keislaman, menumbuhkan rasa rela, optimisme,
kepercayaan diri, tanggung jawab, menghargai kewajiban, saling menghormati,
dan memiliki hati yang bersih dari dengki, benci, iri hati, kekasaran, egoisme,
perpecahan dan perselisihan. 24
Moderasi dalam bahasa arab dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah,
sepadan dengan kata tawassuth yang memiliki makna ditengah-tengah, I‟tidal
(adil), tawazun (berimbang). Dalam Bahasa Latin Moderasi adalah moderâtio
yang bermakna ke-sedang-an yaitu tidak berlebihan tidak kekurangan, atau juga
25
bermakna penguasaan didiri. Moderasi beragama sebagaimana dirumuskan oleh
Tim Kementrian Agama RI memiliki makna kemajemukan dan mutlak diperlukan
dalam diberbagai kondisi bangsa Indonesia yang majmuk dengan cara pemberian
pengajaran agama yang komprehensif yang dapat mewakili setiap orang yang ada
melalui ajaran yang luwes dengan tidak meninggalkan teks (Al-Qur‟an dan
Hadist), serta pentingnya penggunaan akal adalah sebagai solusi dari setiap
masalah yang ada. 26
Menurut Afrizal Nur dan Mukhlis, pemahaman dan praktik amaliah
keagamaan seorang muslim moderat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Tawassuth
(mengambil jalan tengah), Tawazun (berkeseimbangan), I‟tidal (lurus dan tegas),
Tasamuh (toleransi), Musawah (egaliter), Syura (musyawarah), Ishlah (reformasi),
Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan

22
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan
Milenium III, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 8.
23
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Rosda Karya), 2004, h. 77.
24
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Sikologis, Filsafat, dan
Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2004), h.54-55.
25
Kementerian Agama, R. I. "Moderasi Beragama." Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kemenag RI (2019), h. 15-17.
26
Fauzi, Ahmad. "Moderasi Islam, Untuk Peradaban Dan Kemanusiaan." Jurnal Islam
Nusantara 2.2 (2018), h, 233.

168
inovatif), Tahadhdhur (berkeadaban).27
Berdasarkan pemahaman dari teori di atas, maka indikator moderasi
beragama yang akan digunakan dalam penelitian ini ada empat hal, yaitu: 1)
komitmen kebangsaan; 2) toleransi; 3) anti-kekerasan; dan 4) akomodatif terhadap
kebudayaan lokal. Keempat indikator ini dapat digunakan untuk mengenali
seberapa kuat moderasi beragama yang dipraktikkan oleh seseorang di Indonesia,
dan seberapa besar kerentanan yang dimiliki. Kerentanan tersebut perlu dikenali
supaya kita bisa menemukan dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
melakukan penguatan moderasi beragama. 28
Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik, guru harus mampu mengurai
perbedaan ras, bahasa, warna kulit dalam mengimplentasikan moderasi beragama
di sekolah. Sehingga peserta didik dapat mengambil contoh atas tindakan yang
dilakukan oleh guru itu sediri dalam implementasi nya melalui sebuah pembiasaan
prilaku baik yang nantinya akan melekat pada diri siswa.
Kata pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa” yang mendapat konfiks pe-
an yang menunjukkan arti proses.29 Pembiasaan juga diartikan melakukan suatu
perbuatan atau keterampilan tertentu secara terus-menerus dan konsisten untuk
waktu yang cukup lama, sehingga perbuatan atau ketrampilan itu benar-benar dan
akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Dalam psikologi,
proses pembiasaan disebut “conditioning”. Proses ini akan menjelmakan
kebiasaan (habit) dan kemampuan (ability), yang akhirnya akan menjadi sifat-sifat
pribadi (personal habits) yang terperangai dalam perilaku sehari-hari. 30
Menurut Ahmad Jayadi dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik ini
al Qur‟an antara lain menempuhnya melalui dua cara. Cara pertama, dicapainya
melalui bimbingan dan latihan. Cara kedua, dengan cara mengkaji aturan–aturan
Allah yang terdapat di alam raya yang bentuknya amat teratur. Pembiasaan ini

27
Afrizal Nur dan Mukhlis, “Konsep Wasathiyah Dalam Al-Qur‟an”..., h. 212-213.
28
Kementerian Agama, R. I. "Moderasi Beragama." (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kemenag RI, 2019), h. 20.
29
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm.23.
30
Muhammad Sayyid Muhammad Az-Za‟balawi, Pendidikan Remaja antara Islam dan
Ilmu Jiwa (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h.347.

169
perlu dilakukan oleh pendidik dalam rangka pembentukan karakter untuk
membiasakan peserta didik melakukan akhlak terpuji (akhlak mulia). 31
Adapun pengembangan dalam membiasakan disiplin untuk pembinaan
akhlak siswa dalam menanamkan moderasi beragama dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk diantaranya :
a. Pembiasaan dalam ahlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang baik,
baik disekolah maupun diluar sekolah seperti :berbicara sopan santun,
berpakaian bersih, hormat kepada orang yang lebih tua, dan sebagainya.
b. Pembiasaan dalam ibadah, berupa pembiasaan shalat berjama‟ah
dimushola sekolah, mengucapkan salam waktu masuk kelas, serta
membaca “basmalah” dan “hamdalah” tatkala memulai dan menyudahi
pelajaran.
c. Pembiasaan dalam keimanan, berupa pembiasaan agar anak beriman
dengan sepenuh jiwa dan hatinya, dengan membawa anak anak
memperhatikan alam semesta, memikirkannya dalam merenungkan
ciptaan langit dan bumi dengan berpindah secara bertahap dari alam
natural kesupranatural.32
Pemahaman dari teori di atas, maka pembiasaan ibadah dalam penelitian ini
memiliki indikator sebagai berikut : a) Pembiasaan dalam akhlak, b) Pembiasaan
dalam ibadah c) pembiasaan dalam keimanaan.

D. KESIMPULAN
Dari beberapa pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa peran
Guru Agama dalam menanamkan Moderasi begarama di lembaga pendidikan
sangat penting karena guru memilik peran penting untuk memberikan pemahaman
dan pengertian yang luas tentang Agama Islam yang toleran, menghargai dengan
agama lain, dan menghindari perbedaan. Moderasi beragama bagian dari usaha

31
Muhammad Sayyid Muhammad Az-Za‟balawi, Pendidikan Remaja antara Islam dan
Ilmu Jiwa (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h 347.
32
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Cipuat Press, 2015),hlm 45.

170
bersama agar bangsa indonesia ini terhindar dari perpecahan karena perpecahan
merupakan awal dari kehancuran sebuah bangsa. Selanjutnya, Implementasi
moderasi beragama di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat yaitu
dengan proses pembiasaan keagamaan. Dengan metode pembiasaan keagamaan
tersebut guru dapat dengan mudah memberikan pengertian keberagaman,
menghargai orang lain, menghargai pendapat orang lain, dan toleran. selain
mendidik dan memberikan pemahaman kepada peserta didik betapa pentingnya
hidup saling mengasihi dan menghargai hak untuk hidup, hak untuk beribadah
sesuai dengan kayakinan masing-masing.

171
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal dan Mukhlis, “Konsep Wasathiyah Dalam Al-Qur‟an: (Studi Komparatif


Antara Tafsir At-Tahrir Wa At-Tanwir Dan Aisar At-Tafsir)”, Jurnal An-
Nur, Vol. 4, No. 2 Tahun 2015.h. 33.

Akhmadi, Agus. "Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia." Inovasi


13.2 2019

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah


Tantangan Milenium III, Jakarta: Kencana, 2012

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003

Fauzi, Ahmad. "Moderasi Islam, Untuk Peradaban Dan Kemanusiaan." Jurnal


Islam Nusantara 2.2 (2018), h, 233.

Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi


Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2007

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Sikologis, Filsafat,


dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2004.

Kementerian Agama, R. I. "Moderasi Beragama." Jakarta: Badan Litbang dan


Diklat Kemenag RI, 2019.

Kholid, AS Moh. “Menggalakkan (lagi) Pendidikan Toleransi”. Media Indonesia,


14 Januari 2018.

Kompas, 1 Juni 2018 “Indonesia Atasi Masalah Intoleransi”.

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam; Upaya Mengefektifkan


Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: Rosda Karya, 2004.

Muhammad Sayyid Muhammad Az-Za‟balawi, Pendidikan Remaja antara Islam


dan Ilmu Jiwa, Jakarta: Gema Insani Press, 2007.

Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju


Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga, 2007

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Cipuat Press, 2015.

172
Supiyana, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017.

UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasiona, Jakarta, Lembaran Negara, 8 Juli 2003

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

173

Anda mungkin juga menyukai