Anda di halaman 1dari 22

CASE MENINGOENSEFALITIS

TUBERCULOSIS

Disusun Oleh:

Tri Novia Maulani

NIM: 030.08.243

Pembimbing:

dr. Kemala Dewi

KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI

RSUP FATMAWATI JAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian
Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini:

1. dr.Kemala Dewi, selaku pembimbing dalam penyusunan makalah.

2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, juni 2013

Penyusun

2
BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. LM

Jenis kelamin : perempuan

Umur : 55 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

Pendidikan : SLTP

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Suku bangsa : Jawa

Alamat : Jl. Peninggaran

II. ANAMNESIS

Dilakukan auto-anamnesis pada tanggal 17 Juni 2013

Keluhan Utama :

Nyeri kepala sejak 1minggu SMRS

Keluhan Tambahan :

Batuk terus menerus sejak 3 bulan, demam sejak 3 hari SMRS

3
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RS Fatmawati dengan keluhan sakit


kepala sejak 1 minggu SMRS. Sejak 3 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk terus
menerus, berdahak warna putih, tidak pernah batuk darah. Pasien mengaku sering
berkeringat saat malam. Semenjak 3 hari SMRS, pasien mengeluh badannya panas
hingga tidak bisa tidur. Sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, tidak berputar, atau
bergoyang. Sakit kepala dirasakan hilang timbul namun waktu nya tidak bisa
ditentukan. Sakit kepala tidak hilang dengan istirahat, namun sedikit berkurang
dengan meminum obat warung. Berat Badan pasien turun 4 Kg dalam waktu 1 bulan.
Pasien tidak pernah kejang. Tidak ada badan yang lebih lemah, tidak ada bagian
badan yang baal, tidak pernah pingsan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien sudah mengetahui bahwa dirinya terinfeksi virus HIV sejak 5 tahun
yang lalu, setelah pasien menerima transfusi darah saat melahirkan. Pasien rutin
meminum obat anti virus dari dokter hingga sekarang. Riwayat minum OAT (-),
alergi obat (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien menyangkal ada anggota keluarga dengan keluhan seperti dirinya.


Tidak ada yang menderita batuk-batuk lama di keluarga.

Riwayat Sosial:

Pasien merokok kurang lebih 6 batang per hari.

III. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : CM
 Sikap : Berbaring

4
 Koperasi : kooperatif
 Keadaan Gizi : Kurang
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 76 x/menit
 Suhu : 36,70C
 Pernafasan : 24x/mnt

Status Generalis

 Trauma Stigmata :-
 Pulsasi A.Carotis : Teraba, kanan = kiri, reguler
 Perdarahan Perifer : Capillary refill < 2 detik
 Columna Vertebralis : Letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)
 Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik(-)
 Kepala : Normosefali, rambut hitam beruban, distribusi merata,
tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia.
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-,
pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung
+/+.
 Telinga : Normotia +/+, perdarahan -/-
 Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-
 Mulut : Bibir sianosis(-), lidah kotor (+)
 Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.
 Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba
pembesaran KGB dan tiroid.

Pemeriksaan Jantung

 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

5
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 1 cm linea midklavikula sinistra.
 Perkusi : batas kanan jantung di ICS 6 linea midklavikula dekstra,
batas kiri jantung di 1 ICS 6 1 cm medial linea midklavikula sinistra,
pinggang jantung di ICS 3 linea para sternalis sinistra.
 Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pemeriksaan Paru

 Inspeksi : Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis


 Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama, tidak teraba benjolan
 Perkusi : Perkusi di seluruh lapang paru sonor
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki +/+, wheezing -/-.

Pemeriksaan Abdomen

 Inspeksi : Datar
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas

 Atas : akral hangat + / +, edema - / -


 Bawah : akral hangat + / +, edema - / -

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Rangsang Selaput Otak

 Kaku kuduk : +
 Laseque : >700 />700
 Kernig : > 1350 / > 1350

6
 Brudzinsky I :-
 Brudzinsky II :-/-

Saraf-saraf Kranialis:

N.I (olfaktorius) : baik / baik

N.II (optikus)

 Acies visus : baik / baik


 Visus campus : baik / baik
 Lihat warna : baik / baik
 Funduskopi : tidak dilakukan

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)

 Kedudukkan bola mata : ortoposisi + / +


 Pergerakkan bola mata : baik / baik
 Exopthalmus :-/-
 Nystagmus :-/-
 Pupil:
o Bentuk : bulat, isokor, Ø 3mm/3mm
o Reflek cahaya langsung : +/+
o Reflek cahaya tidak langsung : +/+

N.V (Trigeminus)

 Cabang Motorik : baik / baik


 Cabang sensorik :
o Ophtalmikus : baik / baik
o Maksilaris : baik / baik
o Mandibularis : baik / baik

7
N.VII (Fasialis)

 Motorik orbitofrontalis : baik / baik


 Motorik orbikularis orbita : baik / baik
 Motorik orbikulari oris : baik/baik
 Pengecapan lidah : tidak dilakukan

N.VIII (Vestibulocochlearis)

 Vestibular : Vertigo :-

Nistagmus :-/-

 Koklearis : Tuli Konduktif :-/-

Tuli Perseptif :-/-

Test berbisik : - /-

N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)

 Uvula : ditengah

N.XI (Accesorius)

 Mengangkat bahu : baik


 Menoleh : baik

N.XII (Hypoglossus)

 Pergerakkan lidah : baik


 Atrofi :-
 Fasikulasi :-
 Tremor :-

8
Sistem Motorik

 Ekstremitas atas proksimal - distal : 5555/5555


 Ekstremitas bawah proksimal - distal : 5555/5555

Gerakkan Involunter

 Tremor :-/-
 Chorea :-/-
 Miokloni : -/ -
 Tonus : baik

Sistem Sensorik :

 Propioseptif : baik
 Eksteroseptif : baik

Fungsi Serebelar

 Ataxia : tidak dilakukan


 Tes Romberg : tidak dilakukan
 Jari-jari : baik / baik
 Jari-hidung : baik / baik
 Tumit-lutut : baik baik
 Rebound phenomenon :-/-
 Hipotoni :-/-

Fungsi Luhur

 Astereognosia :-
 Apraxia :-
 Afasia :-

Fungsi Otonom

9
 Miksi : baik
 Defekasi : baik
 Sekresi keringat : baik

Refleks Fisiologis

 Biceps : +2/ +2
 Triceps : +2 / +2
 Radius : +2/ +2
 Lutut : +2 / +2
 Tumit : +2/ +2

Refleks Patologis

 Hoffman Tromer :-/-


 Babinsky :-/-
 Chaddok :-/-
 Gordon :-/-
 Schaefer :-/-

Keadaan Psikis

 Intelegensia : baik
 Tanda regresi : baik
 Demensia : baik

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Hemoglobin 11,3 mg/dl 13,2 - 17,3 mg/dl
Hematokrit 33 % 33 – 45 %
Leukosit 8,5 ribu/ul 5,0 – 10,0

10
Trombosit 323 ribu/ul 150 – 440
Eritrosit 3,59 juta/Ul 4,40 – 5,90
VER/HER/KHER/RDW
VER 87,9 fl 80,0 -100,0
HER 33,1 pg 26,0 – 34,0
KHER 37,6 g/dl 32,0 – 36,0
RDW 23,1 % 11,5 – 14,5
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 25 U/l 0 – 34
SGPT 30 U/l 0 – 40
FUNGSI GINJAL
Ureum Darah 23 mg/dl 20 – 40
Kreatinin Darah 1,0 mg/dl 0,6 – 1,5
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 96 mg/dl 70 – 140
ANALISIS GAS DARAH
pH 7,400 7370 – 7440
pCO2 36 mmHg 35 – 45
pO2 105,6 mmHg 83 - 108
BP 754,0 mmHg -
HCO3 21,7 mmol/L 21 – 28
O2 saturasi 97 % 95 – 99
Base Excess -1,6 mmol/L -2,5 – 2,5
ELEKTROLIT DARAH
Natrium 138 mmol/l 135 – 147
Kalium 3,80 mmol/l 3,10 – 5,10
Klorida 98 mmol/l 95-108

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS


 Rontgen Thorax :
o Jantung : kesan tidak membesar, aorta baik.
o Paru : pneumonitis TB
 CT Scan tanpa kontras :
o Tampak lesi hipodens cukup luas dengan finger like appearance di
lobus fronto-parieto-oksipital kanan dan fronto parietal kiri
11
o Sulci di regio atas menyempit. Sulci dan gyri di tempat lain baik
o Sistem ventrikel dan cysterna baik
o tak tampak pergeseran struktur midline
o tampak kalsifikasi fisiologis di bangsal ganglia bilateral dan falx
cerebri
o pons dan cerebellum tak tampak kelainan
o tulang-tulang intak
o tampak perselubungan sinus maxillaris kanan, ethmoidalis kiri dan
sphenoidalis kanan

Kesan : perifokal edema cukup luas di lobus fronto-parieto-oksipital kanan dan


fronto parietal kiri. DD: - encephalitis, lesi metastasis, sinusitis maxilaris kanan

VII. RESUME

Ny. LM, 55 Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RS Fatmawati dengan keluhan
sakit kepala sejak 1 minggu SMRS. Sejak 3 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk
terus menerus, berdahak warna putih, tidak pernah batuk darah. Pasien mengaku
sering berkeringat saat malam. Semenjak 3 hari SMRS, pasien mengeluh
badannya panas hingga tidak bisa tidur. Sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, tidak
berputar, atau bergoyang. Sakit kepala dirasakan hilang timbul namun waktu nya
tidak bisa ditentukan. Sakit kepala tidak hilang dengan istirahat, namun sedikit
berkurang dengan meminum obat warung. Berat Badan pasien turun 4 Kg dalam
waktu 1 bulan.

Hasil pemeriksaan fisik :

Auskultasi paru : rhonki di kedua lapang paru

Kaku kuduk +

Hasil laboratorium :

12
 Hb : 11,3 g/dl

 Ht : 33%

 CD4 : 8

Pemeriksaan penunjang :

 Rontgen thorax : pneumonitis TB

 CT scan : perifokal edema cukup luas di lobus fronto-parieto-oksipital


kanan dan fronto parietal kiri. DD: - encephalitis, lesi metastasis,
sinusitis maxilaris kanan

VIII. DIAGNOSIS KERJA

 Diagnosis Klinis : sakit kepala, demam, kaku kuduk (+), penurunan berat
badan, batuk terus menerus
 Diagnosis Etiologi : Infeksi Intrakranial DD METB, B20 0n ARV,
pneumonitis TB
 Diagnosis Topis : Meningen dan parenkim otak

IX. PENATALAKSANAAN

MEDIKAMENTOSA

- IVFD Nacl 0,9 % 500 cc/8jam - Dexamethason 4x 5 mg

- Sucralfat 4x C I - Ranitidin 3x1 amp iv

- Brain act 2x1000mg iv - Ceftriaxon 2x2 gr

- Rifampisin 1x450 mg - Streptomicyn 1x 750 mg im

- Isoniazid 1x 300 mg - Hepa Q 3x1 tab po

13
- Pirazinamid 1x1000 mg - Ozid 2x40mg iv

- Ethambutol 1x 1000 mg

NON MEDIKAMENTOSA :

 Elevasi kepala 30 0

 Perbaikan gizi

X. RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan sputum, lumbal pungsi.

XI. PROGNOSA

Ad vitam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat
terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak.
Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang
disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis (TB). Penderita dengan
meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.
(1,2)

II.EPIDEMIOLOGI

Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering
ditemukan terutama pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota
New York diantara tahun 1930 sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya
menderita meningitis TB dan meninggal. Setelah perang dunia kedua, terutama pada
negara berkembang, terdapat prevalensi yang luas infeksi TB. Pada awal tahun 2003,
WHO memperkirakan terdapat sekitar 1/3 penduduk dunia menderita TB aktif dan
70.000 diantaranya meningitis TB.(2,3)

III.PATOLOGI

Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan


vaskularisasi otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang
berisi eksudat gelatinous. Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi
pleksus koroidalis. Secara mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari
sel polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit di antara
benang benang fibrin. Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah
sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan

15
mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel
sel subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan
menyebabkan infark serebral karena iskemia. Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal
(CSS) mengakibatkan hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang menyumbat
akuaduktus spinalis atau foramen luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi
pada parenkim otak yang akan semakin menyumbat. Adanya eksudat, vaskulitis, dan
hidrosefalus merupakan karakteristik dari menigoensefalitis yang disebabkan oleh
TB. Efek yang ditimbulkan dari kemoterapi meningoensefalitis memiliki peran yang
sangat penting karena akan menekan angka kematian dan kecacatan. Setelah 2 tahun,
eksudat akan berubah menjadi jaringan ikat hialin dan lapisan intima akan mengalami
fibrosis.(4)

IV.ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri


obligat aerob yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh
perlahan, membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan
menyebar. Seperti semua jenis infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel
infektif. Tiap droplet mengandung beberapa organisme yang dapat mencapai alveoli
dan bereplikasi dalam makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan makrofag dari
sirkulasi. Pada 2 – 4 minggu pertama tak ada respons imun untuk menghambat
replikasi mikobakteri, maka basil akan menyebar ke seluruh tubuh menembus paru,
hepar, lien, sumsum tulang. Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk
respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan makrofag yang mengandung
basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang telah dibunuh,
limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan. Fokus
ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila
fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus
tersebut, namun mikorobakteria yang masih hidup didalamnya dapat mengalami
reaktivasi kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin
membesar dan encer karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada penderita
16
dengan daya tahan tubuh lemah, fokus infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan
menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi TB milier dan dapat menyerang
meningen.(4,9)

V. MANIFESTASI KLINIS

Stadium meningitis TB telah diperkenalkan sejak tahun 1947 dan sejak itu
banyak kalangan yang menerapkannya untuk penanganan awal sekaligus menentukan
prognosis. Penderita dengan stadium pertama hanya memiliki manifestasi klinis yang
tidak khas karena tanpa disertai dengan gejala dan tanda neurologis. Sedangkan
penderita dengan stadium kedua (intermediet) telah menunjukkan gejala iritasi
meningeal disertai dengan kelumpuhan saraf kranial namun tak ada defek kerusakan
lain serta tidak ada penurunan kesadaran. Pada stadium tiga, penderita mengalami
kerusakan neurologis yang besar, stupor, dan koma. Penyakit ini lebih samar pada
penderita dewasa, anamnesis tentang riwayat pernah mengalami penyakit TB
biasanya jarang. Lamanya gejala biasanya tidak berhubungan dengan derajat klinis.
Sakit kepala biasanya menonjol pada penderita dewasa, perubahan tingkah laku
seperti apatis, bingung sering ditemukan. Kejang biasanya tak terjadi pada tahap awal
penyakit, hanya pada 10% sampai 15% pasien. 9

17
VI. DIAGNOSIS

Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala
yang hebat yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam,
sakit kepala, muntah, penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan
punggung, pusing, cara berjalan tak stabil, iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang
berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat mendadak dan kehilangan memori
juga dapat ditemukan. Jika gejala dan tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda
laseque) ditemukan maka dianjurkan untuk pemeriksaan Computer Tomography
beserta pungsi lumbal (bila tidak ada tanda edema otak). Kemungkinan ensefalitis
harus dipikirkan pada penderita dengan panas dan disertai dengan perubahan status
mental, gejala neurologis fokal dan pola kebiasaan yang tiba tiba menjadi abnormal.
Dilihat dari patologinya, inflamasi akut pada pia arahnoid menyebabkan pelebaran
ruangan subarakhnoid karena eksudat yang dihasilkan dari inflamasi tersebut.
Selanjutnya saat korteks subpia dan jaringan ependim yang menyelimuti ventrikel
juga ikut meradang maka akan menyebabkan terjadinya serebritis dan atau
ventrikulitis. Pembuluh darah yang terpapar dengan dengan eksudat inflamasi
subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang selanjutnya akan
menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada CT scan kepala penderita dengan
meningitis kronik yang berat akan ditemukan gambaran hiperdensitas ruangan
subarakhnoid yang lebih terlihat pada fisura hemisfer serebri. Selanjutnya gambaran
CT tanpa kontras akan menunjukkan peningkatan densitas pada sisterna basalis dan
fisura hemisfer serebri, serta menghilangnya kecembungan sulkus. Pada pemeriksaan
foto roentgen dada, jarang ditemukan pembesaran hilus, adenopati dan bayangan
inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada apeks sampai
adanya kalsifikasi. Tes tuberkulin tidak bermanfaat pada penderita dewasa karena
jarang menunjukkan hasil yang positif, sekitar 35% sampai 60% penderita meningitis
TB tidak bereaksi pada tes tuberkulin, faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut
adalah karena adanya malnutrisi, imunosupresi, debilitasi, dan imunosupresi umum
karena penyakit sistemik.(5,6)

18
Telah diketahui bahwa pemeriksaan CSS memiliki peran yang sangat penting
dalam menegakkan diagnosis meningoensefalitis. Pungsi lumbal tidak perlu
dilakukan bila penderita dengan meningitis bakterialis berespons baik terhadap
pengobatan. Pungsi lumbal dilakukan dengan cara menusukkan jarum ke dalam
kanalis spinalis. Dinamakan pungsi lumbal karena jarum memasuki daerah lumbal
(tulang punggung bagian bawah). Dalam pemeriksaan serebrospinal. Dalam
pemeriksaan biokimia dan sitologi maka CSS pada penderita dengan
meningoensefalitis akan ditemukan cairan yang jernih dan agak pekat, jaringan
protein akan terlihat setelah proses pengendapan. CSS hemoragik dapat ditemukan
pada meningitis TB yang mengalami vaskulitis. Adanya gambaran yang khas yang
disebut dengan “pelikel” , yakni hasil dari tingginya konsentrasi fibrinogen dalam
cairan disertai dengan sel sel proinflamatori. Tekanan pembuka pada waktu
memasukkan jarum spinal meningkat sampai 50%, pada meningitis TB kadar glukosa
dalam CSS rendah namun mengandung protein yang tinggi nilai glukosa mendekati
40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.3,4

19
VII.PENATALAKSANAAN

Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan


syarat obat harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup
untuk mengeliminasi basil intraselular maupun ekstraselular. Untuk dapat menembus
cairan serebrospinal maka tergantung pada tingkat kelarutannya dalam lemak, ukuran
molekul, kemampuan berikatan dengan protein, dan keadaan meningitisnya.
Keterlambatan dalam pemberian terapi pada penderita dengan meningitis bakterial
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu perlu dilakukan pengawasan
terhadap toksisitas obat selama terapi (pengawasan terhadap hitung jenis darah dan
fungsi hati dan ginjal). Penderita yang dicurigai meningitis pada gambaran CT scan
kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pemeriksan kultur CSS
dan pemberian terapi antibiotik dan kortikosteroid. Panduat obat antituberkulosis
dapat diberikan selama 9 – 12 bulan, panduan tersebut adalah 2RHZE / 7-10 RH.

20
Pemberian kortikosteroid dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 – 6 minggu untuk
menurunkan gejala sisa neurologis.(4,8)

Tabel 2. Penetrasi obat antimikobakterium dalam CSS 9


Kisaran konsentrasi puncak rata rata (microgram/ml)

VIII.KOMPLIKASI

Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan


kronis. Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH
(syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis.
meningkatnya tekanan intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan
banyak peran molekul proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder
dari obstruksi aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik
(pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan
neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar darah otak). 4
Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak, hidrosefalus.
Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian,
kecacatan motorik. (5,7)

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi


ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta :
2000. h.11
2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in :
http://www.emedicine.com
3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis.
Clinical Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia.
2004.
4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009.
available in : http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.
5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,
Pennsylvania. 2006.
6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.
7. Anonyme. Meningitis. 2010. Available in : http://www.wikipedia.com
8. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial
Meningitis.NEJM.2004.
9. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot
William and Wilkins. 2004.h.443.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta. 2006. h. 53.
11. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. Clinical Tuberculosis 2th edition.
IUATLD. MacMillan Education Ltd. London. 2002. h. 160.
12. Ravighone M, O’Brien R. Tuberculosis. Dalam : Harrison’s Principles of Internal
Medicine Edisi 16. New York: McGraw-Hill. 1998. h. 1004 – 1014.

22

Anda mungkin juga menyukai