Pengelolaan Kawasan Hutan Taman Wisata A 16e93db9
Pengelolaan Kawasan Hutan Taman Wisata A 16e93db9
Soleman Imbiri
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Papua, Jalan Gunung Salju
Amban Manokwari, 98314, Papua Barat
Koresponden. Email: s.imbiri@unipa.ac.id
Diterima: 16 April 2015|Disetujui: 3 Juni 2015
Abstract
The study aims are to understand the forest area management of Gunung Meja Natural Park in
Manokwari Regency. The study was conducted in 2011 and 2015 at Manokwari Regency.
Methodically, the study used direct observation, interview with the related institution and also
litetarures study. The datas collected were primary and secondary data. The result shows that
management and conservation efforts of Gunung Meja Natural Park are: (1) the government
should has political will and strong motivation to take action with regard to Gunung Meja
Natural Park management; (2) this forest area management is suitable to use Co-management
model; (3) it is important to increase the role of community in the area management and
conservation; (4) some small scale research on community perception around the area about
Gunung Meja Natural Park. These data and information can be used as input to make forest
management policy.
Key words: Management, Natural Park (NTP), Gunung Meja, Manokwari
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami pengelolaan kawasan hutan Taman Wisata Alam
Gunung Meja Kabupaten Manokwari. Penelitian dilakukan pada tahun 2011-2015 di Kabupaten
Manokwari. Metode penelitian menggunakan observasi langsung, wawancara dengan instansi
terkait serta studi litetarur. Data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa upaya pengelolaan dan konservasi Taman Wisata Alam Gunung
Meja yang perlu dilakukan adalah: (1) pemerintah harus memiliki kemauan politik dan
kebijakan yang kuat untuk mengambil tindakan yang berkaitan dengan manajemen Taman
Wisata Alam Gunung Gunung Meja; (2) pengelolaan kawasan hutan ini cocok menggunakan
model manajemen kolaboratif; (3) penting untuk meningkatkan peran masyarakat dalam
pengelolaan kawasan konservasi dan; (4) perlunya penelitian dalam skala kecil untuk
mengetahui persepsi masyarakat di sekitar wilayah sekitar Taman Wisata Alam Gunung
Gunung Meja. Data dan informasi dapat digunakan sebagai masukan untuk membuat kebijakan
pengelolaan hutan.
Kata kunci: Manajemen, Taman Wisata Alam, Gunung Meja, Manokwari
Nasional Laut) dan 7 unit Taman Wisata (1 Menurut Tokede dan Sumarwanto,
diantaranya adalah Taman Wisata Laut 20031, satwa liar yang banyak di Gunung
(Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Meja antara lain rusa (Cervus timorensis
Irian Jaya, 2004). dan babi (Sus sp.). Fauna burung
Gunung Meja adalah salah satu merupakan satwa yang memiliki daya tarik
Kawasan Hutan Konservasi di Kabupaten di gunung meja karena dekat pemukiman
Manokwari. Awalnya berdasarkan dan perluasan kota Manokwari. Walaupun
keputusan Gubernur Nieuw Guinea Nomor lapangan tembak militer terletak dekat
158 tanggal 25 Mei 1957 yang berlaku dengan kawasan hutan namun saat ini
sejak 15 Juni 1957, kawasan Hutan Gunung masih didapati cenderawasih kuning kecil
Meja ditetapkan sebagai kawasan hutan (Paradicea minor) dijumpai pada 3 jenis
lindung. Statusnya kemudian diubah pohon, cenderawasih hitam
menjadi Taman Wisata Alam (TWA) (Craspedophora magnifica), serta
berdasarkan Surat Keputusan Menteri cenderawasih raja (Cicinnus regius). Dua
Pertanian RI Nomor 19/Kpts/Um/1980 jenis terakhir sulit untuk dilihat namun
tanggal 12 Januari 1980 seluas 460,25 Ha. sering didengar suaranya. Flora dan fauna
Ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Taman di Gunung Meja tersebut awalnya relatif
Wisata Alam (TWA) karena Gunung Meja banyak namun hingga dari waktu ke waktu
memiliki panorama alam yang indah mulai terancam punah. Hal ini diakibatkan
sehingga dapat dimanfaatkan bagi aktivitas masyarakat sekitar, diantaranya
kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. kegiatan perburuan dan penebangan pohon
Selain itu karena pertimbangan kemudahan secara ilegal.
pencapaian lokasi dan luas lahan yang Selanjutnya Tokede dan
menjamin kelestarian potensi alam Sumarwanto, (2003) menjelaskan bahwa
(Pramono, 2003). Menurut Wahyudi, tekanan degradasi terhadap hutan di gunung
Pelaksana Tugas Kepala Seksi Wilayah meja sudah terjadi sejak tahun 1950 hingga
Konservasi I Manokwari bahwa kawasan saat ini. Tekanan itu telah terjadi sejalan
Taman Wisata Gunung Meja secara dibukanya usaha-usaha penggergajian kayu
administratif berada di bawah pengelolaan di Manokwari pada jaman pemerintahan
Seksi Wilayah Konservasi I Manokwari, Kolonial Belanda. Keadaan tersebut
Balai Konservasi Sumber Daya Alam kemudian menjadi dasar pertimbangan bagi
(BKSDA) Papua II Sorong. H. Schrijn selaku kepala Kehutanan saat itu
Gunung Meja memiliki tahun 1950 dengan mengeluarkan larangan
keanekaragaman hayati yang relatif tinggi. eksploitasi hutan di Kawasan Hutan
Hal ini dapat dilihat dari flora dan fauna Gunung Meja, karena kegiatan itu dianggap
yang terdapat didalamnya. Jenis tumbuhan akan mendatangkan kerugian besar
dominan yang terdapat di Hutan Gunung terhadap fungsi hidroologis yang sangat
Meja antara lain Araucaria sp., Jati bermanfaat bagi kehidupan masyarakat
(Tectona grandis), kayu pulai (Alstonia Kota Manokwari. Kemudian gagasan
scholaris), Agathis, Intsia, jenis tumbuhan pelestariannya dicetuskan pada bulan
yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai Agustus 1953 pada saat kunjungan ke
bahan pangan yaitu melinjo (Gnetum kawasan Gunung Meja oleh Kepala Seksi
gnemon), bambu (Bambusa spp.), dan Inventarisasi Hutan, Ir. J. F.V. Zieck;
sayur-sayuran, buah-buahan seperti matoa
(Pometia pinnata), rambutan (Nephelium 1
sp.), langsat (Lansium sp.) dan lainnya. Tulisan Max Tokede dan Edy Sumarwanto dalam
Media Papua, Jumat 1 Agustus 2003 berjudul :
Selain itu terdapat beberapa fauna yang “Gunung Meja, Catatan Sejarah dan Pelestariannya”.
dilindungi seperti burung cenderawasih, Max Tokede adalah dosen senior pada Fakultas
nuri, kakatua, mambruk, beberapa jenis Kehutanan Universitas Papua. Beliau banyak terlibat
kelompok burung (Aves) dan beberapa jenis sebagai peneliti, penyusun, editor dalam penelitian-
penelitian khususnya penelitian di bidang
kelompok kupu-kupu endemik.
Lingkungan Hidup yang terdapat di Papua maupun
luar Papua.
39
@ Asosiasi Peneliti Biodiversity Papuasia dan Fakultas Kehutanan UNIPA
Jurnal Kehutanan Papuasia 1 (1):36-52 (2015) Imbiri
Komisi Pertanian, Ir. J. Fokkinga; dan bangunan sederhana untuk petugas atau
Kepala Kehutanan H.Schrijn. pengunjung/peneliti.
Perhatian yang dalam dari para Berbagai upaya yang dilakukan oleh
praktisi kehutanan pada saat itu telah para praktisi kehutanan saat itu memang
menghasilkan konsep rencana pemanfaatan terealisasi dan patut di apresiasi namun
kawasan hutan Gunung Meja. Selain fungsi dalam proses waktu dan implementasinya
hidroologis juga karena letak, struktur dan tidak diimbangi dengan komitmen dan
jarak yang dekat kota serta kemungkinan fungsi pengawasan (function controll) yang
pengembangan pusat-pusat kegiatan kuat dari instansi terkait yang memiliki
pertanian (rencana pendirian Agrarisch kewenangan. Hal tersebut menyebabkan
Proefstation te Manokwari atau lembaga kawasan Hutan Gunung Meja menjadi
Penelitian Pertanian Manokwari) dan sasaran eksploitasi masyarakat sekitar
industri yang akan dipusatkan di sekitar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Manokwari, maka dapat dikembangkan Hutan sekunder di Gunung Meja
fungsi dan manfaat lain bagi kepentingan pada awalnya seluas 120 Ha dan Hutan
masyarakat dan lingkungan. Primer kurang dari 240 Ha. Kemudian pada
Hutan Gunung Meja difungsikan tahun 1953 -1955, dilakukan peremajaan
sebagai hutan penelitian planologi hutan sekunder dengan menanami bibit
kehutanan, pengenalan jenis-jenis kayu, Araucaria sp dan Agathis. Pada tahun 1956,
fenologi pembungaan dan pembuahan, dilakukan pemetaan areal hutan Gunung
pengambilan specimen, penelitian Meja seluas 360 Ha oleh kantor Agraria
permudaan dan peremajaan hutan Manokwari. Berdasarkan Ordonansi
(regenerasi hutan) secara alami, praktek Perlindungan Tanah, lembar Negara nomor
inventarisasi hutan, tegakan benih, 73 tahun 1954, maka pada tanggal 25 Mei
percobaan penanaman kembali hutan 1957 Gubernur Nederlands Nieuw Guinea
(reboisasi/regenerasi buatan), pembibitan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 158
tanaman untuk penghijauan kota, Tahun 1957 tentang Penetapan Hutan
pendidikan dan pelatihan bagi perusahaan Gunung Meja sebagai Hutan Lindung
kayu, pencagaran burung dan lainnya. dengan fungsi Hidroologis seluas 358,50
Perlindungan Hutan Gunung Meja ini juga Ha termasuk didalamnya Hutan Primer
diharapkan dapat dijadikan Taman Hutan di seluas 100 Ha.
Nerlende Neiuw Guinea (NNG) seperti Berdasarkan interprestasi peta di
Pusat Penelitian Botani/Biologi, karena kawasan hutan Gunung Meja terdapat 20
ekosistemnya dapat mewakili wilayah sampai 30 mata air yang menyebar dalam
pantai utara dan selatan NNG. kawasan ini dan sekitarnya, sehingga
Adapun penyusunan rencana kerja perencanaan penetapan luas pun terus
oleh praktisi kehutanan saat itu ditujukan, bertambah. Pada tahun 1958, Dinas
pertama, mendukung perlindungan Pengairan mengusulkan perluasan kawasan
kawasan ini dari kegiatan-kegiatan ke arah selatan (Kampung Ambon) dan ke
komersil. Hutan gunung Meja bukan hutan arah Barat (Fanindi-Wirsi), guna
produksi, untuk itu pengambilan kayu di mengantisipasi pengembangan kota
hutan primer tidak diijinkan; kedua, Manokwari. Maka pada tahun 1959 areal
perlindungan terhadap fungsi lain dari hutan lindung Gunung Meja ditambah lagi
hutan Gunung Meja yaitu untuk fungsi luasnya 107,50 Ha sehingga luasnya
rekreasi perlu adanya perbaikan jalan utama menjadi 466 Ha.
dan pemeliharaannya, pemeliharaan jalan Kawasan Hutan TWA Gunung Meja
setapak, pemeliharaan bunga-bunga, merupakan salah satu kawasan konservasi
pemeliharaan tumbuhan hutan di beberapa Sumber Daya Alam di Kabupaten
tempat, program pemberian papan nama Manokwari yang dilindungi kelestariannya
pada pohon-pohon di sepanjang jalan utama berdasarkan Undang-undang Nomor 5
dan jalan setapak termasuk pemberian nama Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
pohon dalam bahasa lokal dan membuat Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(Riyanto, 2005). Kawasan ini memiliki
40
@ Asosiasi Peneliti Biodiversity Papuasia dan Fakultas Kehutanan UNIPA
Jurnal Kehutanan Papuasia 1 (1):36-52 (2015) Imbiri
beragam fungsi dan manfaat diantaranya berburu dan meramu yang menurunkan
fungsi hidroologis, fungsi populasi satwa dan populasi tumbuhan
penelitian/pendidikan, fungsi pariwisata, sehingga ekosistem hutan TWA Gunung
fungsi keindahan kota dan fungsi Meja menjadi terganggu. Dampak negatif
perlindungan flora dan fauna. Menurut UU yang diakibatkan oleh kegiatan penebangan
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 6 pohon yang sangat berpengaruh terhadap
ayat 1 bahwa hutan merupakan salah satu kehidupan masyarakat yaitu masalah
komponen sumber daya alam terbaharui kekurangan air karena berkurangnya debit
yang penting bagi suatu ekosistem. Tanpa air yang mengalir ke rumah penduduk
hutan maka ekosistem darat akan terganggu maupun debit air yang keluar ke kali dan air
dan juga akan mempengaruhi ekosistem sumur menjadi dangkal (Media Alamku, 25
perairan secara keseluruhan. Fungsi dan Januari 2007 dan Kompas 20 September
peran hutan tidak dapat disangsikan karena 2007).
memiliki tiga fungsi yaitu fungsi Hal ini juga disampaikan oleh
konservasi, fungsi lindung dan fungsi Forum Kerjasama (FOKER) LSM Papua
produksi, dan juga memiliki peran yang (2007) bahwa kelestarian Gunung Meja di
dapat ditinjau dari aspek ekologi, sosial, Manokwari terganggu akibat perambahan,
ekonomi dan budaya (Agenda 21:407). penebangan kayu dan fungsi kawasan
Fungsi Hutan Gunung Meja sebagai sebagai pengatur tata air berangsur
pensuplai kebutuhan air bersih merupakan mengalami degradasi karena perkembangan
fungsi yang esensial bagi masyarakat kota penduduk di sekitar kawasan yang semakin
Manokwari mulai masa penjajahan Belanda cepat (Harian kompas 20 September 2007).
hingga saat ini. Hal ini seperti disampaikan Situasi dan kondisi tersebut terus
oleh Thomas Nifinluri, Kepala Balai berlangsung hingga saat ini. Selain itu
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan satwa liar seperti babi, kus-kus, rusa
Papua dan Maluku bahwa hutan Gunung maupun beberapa jenis burung diantaranya
Meja merupakan sumber utama penyedia satwa endemik seperti burung cenderawasih
air bersih bagi 80.000-an warga Manokwari dan beberapa jenis kupu-kupu menjadi
Kota dan sedikitnya terdapat 23 mata air di berkurang bahkan terancam punah dari
dalam goa-goa karang di kawasan kawasan tersebut.
konservasi tersebut. (Harian Kompas 20 Berdasarkan hasil survei lapangan2
September, 2007) tahun 2006, diketahui terdapat 5 (lima)
Kawasan Hutan TWA Gunung Meja kelurahan yang berbatasan langsung dengan
hingga saat ini terancam dengan berbagai TWA Gunung Meja, antara lain Kelurahan
aktivitas masyarakat yang tinggal dan Manokwari Timur, Kelurahan Amban,
menetap di sekitar kawasan. Ancaman yang Kelurahan Pasir Putih, Kelurahan Pardani,
timbul akibat aktivitas masyarakat sehingga dan Kelurahan Manokwari Barat.
menyebabkan kerusakan hutan dan Umumnya masyarakat yang tinggal dan
mempengaruhi fungsi hidroologi hutan menetap di sekitar kawasan berasal dari
antara lain aktivitas masyarakat menebang beberapa suku yang dominan yaitu suku
pohon, mengambil kayu bakar, membuat Biak Doreri, suku Arfak, suku Wandamen
kebun di dalam maupun di sekitar kawasan, dan suku-suku papua lainnya.
berburu satwa, dan meramu hasil hutan.
Kegiatan tersebut dilakukan semata-mata
2
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- Survei lapangan dilakukan oleh peneliti
hari dan aktivitas sosial lainnya. tahun 2006 pada Lokasi TWA Gunung Meja dan
kelurahan-kelurahan yang berbatasan langsung
Dampak yang ditimbulkan akibat dengan kawasan Gunung Meja. Kelurahan
aktivitas-aktivitas masyarakat antara lain Manokwari Timur (Ayambori, Susweni, dan Aipiri,
dengan adanya kegiatan penebangan pohon Inamberi, Bakaro, kampung Ambon Atas), Kelurahan
maka jumlah tegakan menjadi berkurang, Amban (Manggoapi, Anggori), Kelurahan Pasir Putih
pembukaan lahan pada areal tebangan (Kwawi, Kenari TInggi, Pasir Putih, Pasirido, Arowi
I, II, III), Kelurahan Pardani (Sarinah, Korem, Misi
untuk areal kebun menyebabkan terjadinya Katolik dan Barawijaya), dan Kelurahan Manokwari
perubahan fungsi lahan, dan kegiatan Barat (Fanindi dan Kampung Toraja)
41
@ Asosiasi Peneliti Biodiversity Papuasia dan Fakultas Kehutanan UNIPA
Jurnal Kehutanan Papuasia 1 (1):36-52 (2015) Imbiri
kesepakatan “Potret dan Rencana Umum ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai
Pengelolaan TWA Gunung Meja wilayah sistem penyangga kehidupan.
Manokwari” yang pernah disepakati pada Khusus untuk kawasan hutan TWA
tahun 2004. Tentunya sudah ada detail Gunung Meja termasuk dalam Kawasan
konsep rencana pengelolaan TWA Gunung Hutan Pelestarian Alam (KPA) dan
Meja namun realitas saat ini menunjukkan mempunyai fungsi konservasi dan fungsi
bahwa TWA Gunung Meja belum lindung bukan untuk fungsi produksi.
mendapat perhatian serius dalam Sedangkan perannya mencakup keempat
pengelolaannya. aspek yaitu aspek ekologi, sosial, ekonomi
Hal ini sebenarnya berhubungan dan budaya. Dengan fungsi konservasi dan
dengan mandat dalam Undang-Undang fungsi lindung maka kawasan hutan
Otonomi Khusus yang memberikan Gunung Meja memiliki manfaat sebagai
kewenangan kepada pihak pemerintah penyedia air (hidro-orologis) bagi Kota
daerah untuk mengelola kawasan hutan Manokwari. Manfaat inilah yang
TWA Gunung Meja asalkan kebijakan yang sebenarnya ditonjolkan dan dirasakan
diambil tidak bertentangan dengan manfaatnya secara langsung oleh penduduk
peraturan yang lebih tinggi ataupun salah Manokwari. Selain itu Hutan Gunung Meja
dalam memanfaatkan kewenangan. juga umumnya dimanfaatkan sebagai lokasi
penelitian dan pendidikan sedangkan
Konsep Kawasan Hutan kegiatan pariwisata dan rekreasi belum
Dalam Undang-Undang Republik dioptimalkan. Hal ini karena kondisi hutan
Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang yang belum dikelola seperti penataan dalam
Kehutanan Bab I Pasal 1, dinyatakan bahwa dan sekitar kawasan hutan. Yang nampak
hutan adalah suatu kesatuan ekosistem adalah hutan yang memiliki jalan yang
berupa hamparan lahan berisi sumber daya rusak, sampah atau limbah rumah tangga
alam hayati yang didominasi pepohonan yang berserakan, banyak pecahan botol
dalam persekutuan alam lingkungannya, berserakan, maupun situs tugu jepang
yang satu dengan lainnya tidak dapat didalam kawasan hutan TWA Gunung Meja
dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah yang kurang terawat.3
tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan Oleh karena itu pengelolaan kawasan
oleh pemerintah untuk dipertahankan hutan TWA harus memperhatikan
keberadaannya sebagai hutan tetap. pelestariannya tetapi juga penghidupan
Pasal 6, dinyatakan bahwa hutan masyarakat sekitar hutan. Menurut Riyanto
mempunyai tiga fungsi, yaitu: fungsi (2005;46), kawasan konservasi harus
konservasi, fungsi lindung, dan fungsi merupakan hubungan yang serasi dengan
produksi. Pasal 7 dinyatakan, hutan program pembangunan berkelanjutan.
konservasi sebagaimana dimaksud dalam Kawasan konservasi merupakan satu
Pasal 6 ayat (2) huruf a terdiri kawasan kesatuan didalam sistem tata guna hutan
hutan suaka alam (KSA), kawasan hutan wilayah. Integrasi kawasan konservasi ke
pelestarian alam (KPA), dan taman buru. dalam rencana pembangunan wilayah
Kawasan hutan Pelestarian Alam (KPA) memerlukan hubungan yang terus menerus
adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang antara berbagai macam otoritas
mempunyai fungsi pokok perlindungan perencanaan dan pengelolaan serta yang
sistem penyangga kehidupan, pengawetan terpenting adalah masyarakat setempat dan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, masyarakat sekitar kawasan hutan. Berikut
serta pemanfaatan secara lestari sumber konsep masyarakat sekitar.
daya alam hayati dan ekosistemnya.
Sedangkan Kawasan Hutan Suaka Alam 3
(KSA) adalah hutan dengan ciri khas Situs Tugu Jepang terletak didalam kawasan hutan
Gunung Meja kurang lebih 100 meter dari jalan masuk.
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok Pada lokasi situs tersebut juga dibuat tempat duduk untuk
sebagai kawasan pengawetan menikmati pemandangan Kota Manokwari, namun situs
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta Tugu Jepangpun sekarang sudah dirusak oleh oknum yang
tidak bertanggung jawab dan dilokasi tersebut dijadikan
sebagai tempat berpacaran dan lainnya
44
@ Asosiasi Peneliti Biodiversity Papuasia dan Fakultas Kehutanan UNIPA
Jurnal Kehutanan Papuasia 1 (1):36-52 (2015) Imbiri
yang disusun berdasarkan kajian aspek- terancam oleh aktivitas masyarakat. Untuk
aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial itu salah satu upaya yang dilakukan oleh
budaya. Aspek pengelolaan ini menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari
penting mengantisipasi berbagai ancaman untuk menyelamatkan atau memproteksi
yang berpotensi untuk merusak kawasan kawasan hutan TWA Gunung Meja adalah
tersebut dan membuat perubahan fungsi dengan membayar kompensasi pembebasan
kawasan. kawasan hutan TWA Gunung Meja pada
Beberapa kegiatan yang dapat masyarakat pemilik hak ulayat sebesar 4,6
mengakibatkan perubahan fungsi kawasan Milyar pada tahun 2004 dengan
TWA antara lain, pertama, berburu, menggunakan dana APBD.
menebang pohon, mengangkut kayu dan Pemberian kompensasi yang
satwa atau bagian-bagiannya di dalam dan dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah
ke luar kawasan, serta memusnahkan Kabupaten Manokwari pada waktu itu
sumberdaya alam di dalam kawasan; kedua, sebagai wujud kemauan untuk
melakukan kegiatan usaha yang menyelamatkan hutan tersebut. Harapan
menimbulkan pencemaran kawasan; ketiga, dari pihak Pemerintah agar masyarakat
melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai tidak memiliki akses terhadap kawasan
dengan rencana pengelolaan dan atau hutan. Didalam Pasal 68 ayat (3) UUPLH,
rencana pengusahaan yang telah mendapat mengatur bahwa masyarakat di dalam dan
persetujuan dari pejabat yang berwenang di sekitar hutan berhak memperoleh
kompensasi karena hilangnya akses dengan
Upaya Pelestarian Kawasan Hutan TWA hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja
Gunung Meja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Upaya pelestarian terhadap kawasan akibat penetapan kawasan hutan, sesuai
hutan TWA Gunung Meja sebenarnya dengan peraturan perundang-undangan
tanggung jawab multipihak baik pihak yang berlaku. Ketentuan Pasal 68 ayat (4)
pemerintah daerah, pihak masyarakat mengatur bahwa setiap orang berhak
maupun pihak swasta. Namun yang terjadi memperoleh kompensasi karena hilangnya
tanggung jawab tersebut seolah-olah hak atas tanah miliknya sebagai akibat dari
menjadi tanggung jawab pemerintah selaku adanya penetapan kawasan hutan sesuai
pembuat dan pengambil kebijakan. Pihak dengan ketentuan peraturan perundang-
pemerintah pada posisi ini harus lebih pro undangan yang berlaku. Pasal 69 ayat (1)
aktif untuk memainkan perannya sehingga diatur kewajiban masyarakat dalam
pengelolaan kawasan hutan TWA Gunung pengelolaan hutan dan menjaga kawasan
Meja bisa berjalan dengan baik. hutan dari gangguan dan perusakan.
Masyarakat dalam hal ini masyarakat Kompensasi telah diberikan oleh
hukum adat dan masyarakat pendatang pada pemerintah namun masyarakat di dalam dan
umumnya hanya sebagai penerima dan di sekitar kawasan hutan TWA Gunung
pengguna manfaat dari kawasan hutan Meja masih tetap memiliki akses secara
tersebut, antara lain masyarakat dengan bebas ke dalam kawasan. Hal ini terjadi
bebas memiliki akses ke dalam kawasan karena tindak lanjut pengelolaannya tidak
hutan, melakukan kegiatan yang merusak dilakukan seperti membuat pagar atau
ekosistem hutan seperti berburu, meramu membuat pembatas yang mencegah adanya
hasil hutan, berkebun, menebang pohon, akses atau aktivitas di dalam kawasan.
rekreasi menikmati udara segar dan Menurut Martana dan Supriyadi4,
keanekaragaman hayati. Sedangkan pihak 2005, kebijakan Pemerintah Kabupaten
swasta sebagai penerima dan pengguna Manokwari dalam memberikan kompensasi
manfaat kurang nampak kontribusinya
terhadap pengelolaan kawasan hutan TWA 4
Bapak A.G. Martana, S.Hut selaku Kepala Seksi
Gunung Meja tersebut. Wilayah Konservasi I BKSDA Manokwari, Bapak
Pengelolaan kawasan hutan yang Eko B. Supriyadi selaku staf Pemanfaatan BKSDA
belum dilaksanakan oleh pihak pemerintah Manokwari.
daerah menyebabkan kawasan tersebut
47
@ Asosiasi Peneliti Biodiversity Papuasia dan Fakultas Kehutanan UNIPA
Jurnal Kehutanan Papuasia 1 (1):36-52 (2015) Imbiri
terhadap masyarakat pemilik hak ulayat penulis, beberapa faktor penyebab utama
disebabkan adanya desakan-desakan dari rusaknya kawasan hutan TWA Gunung
masyarakat pemilik hak ulayat. Desakan Meja antara lain:
atau tuntutan itu muncul karena adanya
tuntutan masyarakat hukum adat kaitannya 1. Kurangnya Frekuensi Pengawasan
dengan kesejarahan. Padahal kalau dilihat Martana dan Supriyadi (2005)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten mengatakan bahwa frekuensi pengawasan
Manokwari per tahunnya hanya 12-13 lebih sering dilakukan pada kawasan hutan
Milyar. Oleh karena itu menurut Hamar5, TWA Gunung Meja namun fakta
2005, untuk anggaran baru tahun 2006, menunjukkan bahwa tingkat kerusakan
pihak pemerintah daerah akan lebih ketat tetap semakin meningkat. Hal ini
didalam penggunaan keuangan tersebut. menunjukkan pengawasan yang dilakukan
Pada tahun 2004, pihak NRM III masih sangat minim apalagi pengawasan
Papua, memfasilitasi pihak Pemda dan dilakukan dengan berjalan kaki membuat
Perguruan tinggi untuk melakukan kajian kegiatan pengawasan yang dilakukan
tentang: “Potret dan Rencana Umum kurang efektif dan efisien.
Pengelolaan TWA Gunung Meja Kurangnya kegiatan pengawasan
Manokwari”. Namun hingga saat ini, tindak yang dilakukan oleh pihak BKSDA Seksi
lanjut dari pengelolaan yang direncanakan Wilayah Konservasi I Manokwari juga
belum terealisasi. karena terbatasnya dana dan tenaga
Menurut Martana dan Supriyadi, (staf/personil) serta tidak adanya fasilitas
2005, bahwa dari ketiga belas kawasan penunjang (mobil atau motor) yang tersedia
konservasi yang menjadi tanggung jawab untuk melakukan kegiatan pengawasan
mereka, Kawasan Hutan TWA Gunung maupun monitoring pada tiga belas (13)
Meja sebenarnya merupakan salah satu kawasan konservasi yakni Taman Wisata
kawasan konservasi yang memiliki Alam, Cagar Alam, Suaka Margasatwa,
frekuensi monitoring atau pengawasan Taman Buru dan Taman Nasional Laut
yang relative lebih tinggi dibanding yang terdapat di wilayah kerja6.
kawasan konservasi lainnya. Hal ini
disebabkan faktor keterbatasan dana, 2. Rendahnya Koordinasi antar instansi
personil dan tidak adanya sarana-prasarana terkait
penunjang seperti mobil maupun motor. Koordinasi antar sektor dalam hal ini
Oleh karena itu untuk menjangkau kawasan instansi teknis seperti BKSDA Seksi
konservasi, pihak BKSDA lebih sering Wilayah Konservasi I Manokwari, Dinas
berjalan kaki ke kawasan yang dapat Kehutanan Manokwari, Dinas Pekerjaan
dijangkau seperti TWA Gunung Meja dan Umum, PDAM dan lainnya memang sangat
Cagar Alam Pegunungan Arfak. diperlukan dalam pengelolaan hutan TWA
Gunung Meja secara berkelanjutan. Namun
Penyebab Rusaknya Kawasan Hutan kenyataannya tingkat koordinasi antar
Taman Wisata Alam Gunung Meja instansi relatif rendah.
Agenda 21 hal 544 menjelaskan Menurut Wahyudi7 bahwa kawasan
bahwa kawasan lindung menghadapi hutan TWA Gunung Meja secara
tekanan karena beberapa faktor yaitu administratif berada di bawah pengelolaan
rendahnya keterlibatan masyarakat Seksi Wilayah Konservasi I Manokwari,
setempat, kerangka kerja pengelolaan yang Balai Konservasi Sumber Daya Alam
kurang memadai bagi identifikasi dan
kendali pemanfaatan sumberdaya, 6
13 kawasan konservasi saat ini secara administratif
kekurangan tenaga kerja, sentralisasi sudah masuk dalam batas administratif Kabupaten
berlebihan dan dana yang tidak memadai. Pemekaran (Kabupaten Teluk Wondama dan
Sehubungan dengan itu, menurut hemat Kabupaten Teluk Bintuni) namun saat ini masih
termasuk dalam tanggung jawab BKSDA Seksi
Wilayah Konservasi I Manokwari.
5 7
Robert Hamar, SH.,MH selaku Kepala Bagian Pelaksana Tugas Kepala Seksi Wilayah Konservasi I
Hukum Kabupaten Manokwari Manokwari
48
@ Asosiasi Peneliti Biodiversity Papuasia dan Fakultas Kehutanan UNIPA
Jurnal Kehutanan Papuasia 1 (1):36-52 (2015) Imbiri
(BKSDA) Papua II Sorong. Hal ini yang rendah. Dari kedua jenis pendidikan
menyebabkan tanggung jawab pengelolaan tersebut, pendidikan informal (kursus,
kawasan tersebut dipandang oleh instansi pelatihan, penyuluhan) relatif lebih
lain bersifat sektoral. Dengan demikian signifikan mempengaruhi pemahaman dan
koordinasi antar instansi tidak berjalan pola berpikir seseorang. Misalnya seorang
dengan baik. petani atau nelayan yang tingkat pendidikan
Padahal dinas kehutanan sebenarnya formalnya hanya Sekolah Dasar namun
turut bertanggung jawab dalam aspek banyak terlibat dalam kegiatan
pemetaan, pemanfaatan, konservasi dan pelatihan/penyuluhan/kursus, mereka lebih
rehabilitas hutan (Agenda 21; 409). terampil dan memiliki pemahaman yang
Demikian pula Instansi terkait lainnya juga lebih baik dalam mengelola usahanya.
mempunyai kepentingan dalam Demikian pula pendidikan tentang
memanfaatkan hutan misalnya PDAM yang lingkungan hidup. Sejauh ini belum
memungut iuran air bersih tanpa ikut nampak paket program penyelenggaran
memberikan kontribusi kembali bagi pendidikan tentang Lingkungan Hidup di
pengelolaan kawasan hutan. Demikiian kalangan masyarakat Kota Manokwari,
juga Dinas Pekerjaan Umum seharusnya terutama untuk masyarakat di dalam dan di
bertanggung jawab terhadap pembuatan sekitar kawasan hutan TWA Gunung Meja.
jalan setapak di dalam kawasan hutan dan Sebaliknya yang nampak dilakukan adalah
mengatur tentang ijin mendirikan bangunan adanya penelitian dan pemaparan hasil-hasil
tidak terkoordinir dengan baik. Misalnya penelitian terkait lingkungan dan konservasi
jalan didalam kawasan rusak dan tidak sumber daya alam dan hanya dihadiri oleh
diperbaiki. Padahal jalan tersebut sangat kalangan terbatas seperti perwakilan LSM,
diperlukan oleh pihak BKSDA untuk tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda,
melakukan pengawasan. Demikian pula tokoh perempuan, pergurunan tinggi dan
adanya pembangunan rumah penduduk dan pihak Pemerintah daerah. Pada situasi ini
pembangunan menara Telkomsel yang sebenarnya informasi yang diperoleh masih
sebenarnya sudah masuk dalam kawasan terbatas dikalangan kelompok tertentu dan
hutan TWA Gunung Meja serta sebagian bukan masyarakat umum.
besar rumah penduduk yang sangat Khusus untuk pendidikan yang
berdekatan dengan Pal Batas8 kawasan. diberikan perlu diutamakan bagi
Pada kondisi ini terjadi ketidakharmonisan masyarakat yang tinggal dan menetap di
atau sangat minimnya koordinasi antar dalam dan disekitar kawasan hutan tersebut.
instansi terkait untuk pengelolaan kawasan Hal ini penting karena mereka yang selama
hutan tersebut.9 ini memiliki akses secara
langsung/berdekatan dengan hutan Gunung
3. Minimnya Pendidikan tentang Meja. Pertambahan jumlah penduduk juga
Lingkungan Hidup bagi Masyarakat merupakan salah satu faktor penyebab
Kota Manokwari semakin meningkatnya tingkat kerusakan
Sebagaimana kita tahu bahwa hutan gunung meja. Hal ini disoroti pula
pendidikan merupakan salah satu faktor oleh Bappenas dalam faktor-faktor yang
yang sangat mempengaruhi seseorang menekan hutan Indonesia salah satunya
dalam hal persepsi, sikap, perilaku, adalah pertumbuhan penduduk dan
motivasi dan partisipasi. Apabila tingkat penyebarannya yang tidak merata. (Agenda
pendidikan rendah baik pendidikan formal 21;409).
maupun informal, sudah barang tentu
tingkat pemahaman atau pengetahuan pasti
8
Masalah Pal batas kawasan hutan Gunung Meja
perlu ditinjau kembali.
9
Hasil wawancara penulis dengan Kepala Seksi
Wilayah Konservasi I Manokwari dan Dinas
Kehutanan Kabupaten Manokwari pada tahun 2006
49
@ Asosiasi Peneliti Biodiversity Papuasia dan Fakultas Kehutanan UNIPA
Jurnal Kehutanan Papuasia 1 (1):36-52 (2015) Imbiri
4. Adanya klaim kawasan hutan Gunung (e). Mengembangkan pendanaan bagi upaya
Meja sebagai Hak Ulayat10 dan rendahnya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai
peran serta masyarakat setempat11. peraturan perundang-undangan yang
Salah satu faktor penghambat berlaku.
pengelolaan kawasan hutan TWA Gunung (3). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
Meja adalah adanya klaim dari suku Arfak ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
bahwa kawasan hutan gunung Meja Pemerintah.”
merupakan Hak Ulayat atau hak Adat yang Pasal 9 UUPLH menyatakan:
dimiliki sejak nenek moyang mereka. Hal “(1). Pemerintah menetapkan kebijaksanaan
ini tentunya hukum adat berbenturan nasional tentang pengelolaan lingkungan
dengan hukum formal yang berlaku, hidup dan penataan ruang dengan tetap
misalnya yang terdapat dalam pasal 8 memperhatikan nilai-nilai agama, adat-
UUPLH, pasal 9 UUPLH dan pasal 10 istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam
UUPLH mengenai wewenang pengelolaan masyarakat.
lingkungan hidup. (Hardjasoemantri, 2005). (2). Pengelolaan lingkungan hidup
Pasal 8 UUPLH menyatakan: dilaksanakan secara terpadu oleh instansi
“(1) sumber sumber daya alam dikuasai pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan
oleh negara dan dipergunakan sebesar- tanggung jawab masing-masing,
sebesarnya bagi kemakmuran rakyat, serta masyarakat, serta pelaku pembangunan lain
pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah dengan memperhatikan keterpaduan
(2). Untuk melaksanakan ketentuan perencaanaan dan pelaksanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kebijaksanaan nasional pengelolaan
Pemerintah: lingkungan hidup.
(a). Mengatur dan mengembangkan (3). Pengelolaan lingkungan hidup wajib
kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan dilakukan secara terpadu dengan penataan
lingkungan hidup ruang, perlindungan sumber daya alam non
(b). Mengatur penyediaan, peruntukan, hayati, perlindungan sumber daya buatan,
penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, konservasi sumber daya alam hayati dan
dan pemanfaatan kembali sumber daya ekosistemnya, cagar budaya,
alam, termasuk sumber daya genetika; keanekaragaman hayati dan perubahan
(c). Mengatur perbuatan hukum dan iklim.
hubungan antara orang dan/atau subjek (4). Keterpaduan perencanaan dan
hukum lainnya serta perbuatan hukum pelaksanaan kebijaksanaan nasional
terhadap sumber daya alam dan sumber pengelolaan lingkungan hidup,
daya buatan, termasuk sumber daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
genetika; dikoordinasi oleh Menteri. Penjelasan Pasal
(d). Mengendalikan kegiatan yang 9 ayat (1) menyatakan bahwa dalam rangka
mempunyai dampak sosial; penyusunan kebijaksanaan nasional
pengelolaan lingkungan hidup dan penataan
10
Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang ruang wajib diperhatikan secara rasional
dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas dan proporsional potensi, aspirasi, dan
suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh dan
hidup para warganya, yang meliputi hak untuk
memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya berkembang di masyarakat. Misalnya,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU perhatian terhadap masyarakat adat dan
No 21 thn 2001 ttg OTSUS PAPUA) kehidupannya bertumpu pada sumber daya
11
Masyarakat setempat adalah masyarakat alam yang terdapat di sekitarnya.
yang berada didalam dan atau disekitar hutan yang
merupakan kesatuan komunitas sosial yang
Pasal 10 UUPLH menyatakan:
berdasarkan pada persamaan mata pencaharian yang “Dalam rangka pengelolaan lingkungan
bergantung pada hutan , kesejarahan, keterikatan hidup Pemerintah berkewajiban:
tempat tinggal, serta pengaturan tata tertib kehidupan • mewujudkan, menumbuhkan,
bersama dalam wadah Kelembagaan. (Penjelasan mengembangkan dan meningkatkan
Pasal 51 ayat 1 PP No. 34 tahun 2002 tentang tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, kesadaran dan tanggung jawab para
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan.
50
@ Asosiasi Peneliti Biodiversity Papuasia dan Fakultas Kehutanan UNIPA
Jurnal Kehutanan Papuasia 1 (1):36-52 (2015) Imbiri
52
@ Asosiasi Peneliti Biodiversity Papuasia dan Fakultas Kehutanan UNIPA