KELOMPOK : 11
KELAS : F
NAMA / NIM : 1. WAHYU SATRIYA DWI S / 122210143
2. MUHAMMAD RAFLI V.W / 122210162
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Proses Produksi Kimia
(Studi Kasus Pada PT. FKS Food Sejahtera Di Jakarta)” dengan lancar tanpa suatu
halangan apapun.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah kimia dasar. Selain itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang proses produksi kimia dalam
sebuah pabrik bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Irwan selaku dosen kimia
dasar. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Pada tahun 1959, almarhum Tan Pia Sioe mendirikan bisnis keluarga yang nantinya
berkembang menjadi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPS-Food). Dimulai dari
memproduksi bihun jagung dengan nama Perusahaan Bihun Cap Cangak Ular di
Sukoharjo, Jawa Tengah.
Tiga Pilar Sejahtera memiliki badan hukum perseroan terbatas pada tahun 1992 dan go
public pada tahun 2003. Perusahaan sebelumnya bernama Asia Intiselera.[1] Sementara
itu, perubahan nama dari PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk menjadi PT FKS Food Sejahtera
Tbk terjadi pada bulan Februari 2021.[2]
Saat ini, TPS Food sudah memegang sertifikasi ISO 9001:2008, HACCP, dan Halal
(MUI).
Kantor Manufactur
Jl. Raya Solo Sragen Km.16
Desa Sepat, Masaran, Sragen
Jawa Tengah, Indonesia
BAB 2
ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN
2.1 Organisasi Perusahaan
PT FKS Food Sejahtera Tbk merupakan badan usaha yang berbentuk Perseroan
Terbatas yang berjenis PT terbuka. Pengertian dari Perseroan Terbatas adalah salah satu
jenis badan usaha yang dilindungi oleh hukum dengan modal saham. Seseorang
dikatakan sebagai pemilik PT apabila memiliki bagian saham sebesar dari jumlah yang
ditanamkannya. Sesuai dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 yang membahas
mengenai Perseroan Terbatas (PT), dikatakan bahwa perusahaan berjenis Perseroan
Terbatas adalah suatu badan usaha yang berbentuk badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham atau disebut juga dengan persekutuaan modal.
Dalam menjalankan perusahaan berjenis Perseroan Terbatas, modal saham yang
dimiliki bisa dijual kepada pihak lain. Artinya, sangat memungkinkan terjadi perubahan
organisasi atau kepemilikan perusahaan tanpa harus membubarkan dan mendirikan
perusahaan kembali. Selain itu, oleh karena dibentuk berdasarkan kesepakatan, maka
bisa dipastikan bahwa PT didirikan oleh minimal 2 orang. Pembuatan perjanjian harus
diketahui oleh notaris dan dibuatkan aktanya untuk mendapatkan pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM sebelum resmi menjadi perusahaan berjenis PT.
Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas atau
UUPT mengklasifikasikan perusahaan PT ke dalam 3 jenis yaitu:
1. PT tertutup
Salah satu ciri khas dari perusahaan PT tertutup adalah para pemegang
saham yang hanya berasal dari kalangan tertentu atau orang-orang yang sudah
saling mengenal sebelumnya, seperti misalnya dalam perusahaan keluarga.
2. PT publik
Pasal 1 ayat 8 UUPT menyebutkan bahwa Perseroan Publik adalah jenis
perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal
disetor sesuai dengan ketentuan peraturannya. Sementara itu, Undang-Undang
No. 8 Tahun 1995 mengenai Pasar Modal atau UUPM Pasal 1 ayat 22
menyebutkan, sebuah perusahaan dikatan perseroan publik apabila saham telah
dimiliki oleh sedikitnya 300 orang dengan jumlah modal yang disetorkan
minimal sebesar Rp 3 juta.
3. PT terbuka (Tbk)
Disebutkan dalam Pasal 1 ayat 7 UUPT, bahwa PT terbuka melakukan
penawaran saham secara terbuka. Tidakhanya itu, PT jenis ini juga harus mampu
untuk memenuhi segala persyaratan yang dibutuhkan untuk PT Publik, dengan
melakukan penawaran pada Bursa Efek alias menjual saham kepada masyarakat.
PT FKS Food Sejahtera adalah perusahaan induk yang menaungi beberapa anak
perusahaan dibawahnya. Anak perusahaan tersebut diantaranya PT Tiga Pilar Sejahtera
(TPS), PT Poly Meditra Indonesia (PMI), PT Balaraja Bisco Paloma (BBP), dan PT
Patra Power Nusantara (PPN). Dengan persentase kepemilikan saham untuk masing-
masing anak perusahaan tersebut yaitu sebanyak:
1. 99,90% (680.742 juta) untuk kepemilikan saham PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS).
2. 99,90% (497,615 juta) untuk kepemilikan saham PT Poly Meditra Indonesia
(PMI).
3. 99,90% (143,286 juta) untuk kepemilikan saham PT Patra Power Nusantara
(PPN).
4. 99,90% (649,212 juta) untuk kepemilikan saham PT Balaraja Bisco Paloma
(BBP).
Selain itu terdapat kepemilikan secara tidak langsung terhadap anak perusahaan lain
melalui PT Balaraja Bisco Paloma. Nama-nama perusahaan tersebut adalah:
1. PT Putra Taro Paloma (PTP) dengan kepemilikan saham 99,99% (707,020 juta).
2. PT Subafood Pangan Jaya (SPJ) dengan kepemilikan saham 99,99% (170,838
juta).
3. PT Surya Cakra Sejahtera (SCS) dengan kepemilikan saham 98,33% (118,699
juta).
Deskripsi singkat mengenai anak perusahaan yang bernaung di bawah PT FKS
Food Sejahtera:
1. PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS)
PT Tiga Pilar Sejahtera didirikan sejak 1992 secara legal di Sragen, Jawa
Tengah dengan ruang lingkup kegiatan meliputi bidang perindustrian dan
perdagangan. Produk utama TPS adalah mie instan dan bihun instan dengan
merek dagang Ayam 2 Telor, Superior, Filtra, Kurma, Spinder, Bihunku, dan
Mie Kremezz.
Dr. Drs. Komjen (Purn). Ito Sumardi Djuni Sanyoto, S.H., M.H., M.M.,
MBA. (Komisaris Independen)
Warga Negara Indonesia, 67 tahun, berdomisili di Indonesia.
Beliau diangkat menjadi Komisaris Independen Perseroan berdasarkan
keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa 26
Februari 2020.
Sebelum menjabat sebagai Komisaris Independen Perseroan,
beliau mengabdi kepada negara sebagai anggota Kepolisian Republik
Indonesia dengan menduduki berbagai jabatan hingga tahun 2011, antara
lain Dansatgas Tsunami Aceh, Dansatgas PAM Aceh Monitoring
Mission Kapolda Riau, Kapolda Sumatra Selatan dan dengan jabatan
terakhir sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik
Indonesia (Kabareskrim). Beliau juga pernah dipercaya oleh Negara
untuk mengemban tugas sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh untuk Republik Uni Myanmar (2014 hingga 2018). Saat ini beliau
juga menjabat sebagai Komisaris Independen PT Japfa Comfeed
Indonesia Tbk.
Beliau menyelesaikan pendidikan utamanya di Akademi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) Kepolisian pada
1977, Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada 1986 dan
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) serta menamatkan pendidikan
di bidang hukum sampai jenjang S3 pada 1996. Beliau juga menamatkan
pendidikan S2 di bidang administrasi bisnis (business administration)
serta berbagai pendidikan kejuruan dan pendidikan singkat (courses) baik
di dalam maupun di luar negeri.
4) Komite GCG dan Manajemen Risiko (Risk Management and GCG Comittee)
Komite GCG dan Manajemen Risiko sejajar dengan Dewan Komisaris
diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris. Komite GCG dan
manajemen Risiko terdiri dari Ketua dan Anggota Komite. . Untuk jabatan
Ketua Komite GCG dan Manajemen Risiko oleh Dr. Drs. Komjen (Purn). Ito
Sumardi Djuni Sanyoto, S.H., M.H., M.M., MBA. untuk anggota yang lain yaitu
Ir. R. Beny Wachjudi, MBA. dan Ernest Alto, S.E., M.M., M.H.
8) Finance Coordinator
Pada struktur organisasi terletak dibawah Direksi, Sekretaris Perusahaan
dan Audit Internal.
9) Central Purchasing
Pada struktur organisasi terletak sejajar dengan Finace Coordinator.
14) Manufacturing
Pada struktur organisasi terletak sejajar dengan System and Technology.
15) Marketing
Pada struktur organisasi terletak sejajar dengan Manufacturing.
1) Dewan Komisaris
Berdasarkan Pedoman Kerja Direksi dan Dewan Komisaris FKS FS,
Dewan Komisaris merupakan salah satu dari organ Perseroan yang bertugas
untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
Anggaran Dasar Perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam
menjalankan kepengurusan Perseroan.
Sesuai Anggaran Dasar Perseroan Pasal 14, Dewan Komisaris diangkat
oleh Rapat Umum Pemegang Saham, masing-masing untuk jangka waktu
sampai ditutupnya Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang ke-5 (lima)
setelah pengangkatan anggota Dewan Komisaris tersebut, dengan tidak
mengurangi hak Rapat Umum Pemegang Saham untuk memberhentikan anggota
Dewan Komisaris yang bersangkutan sewaktu-waktu setelah anggota Dewan
Komisaris yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri, kecuali
yang bersangkutan tidak keberatan atas pemberhentian tersebut.
Komisaris Independen
2) Komite Audit
Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris dan menjalankan tugas
dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Komite
Audit dibentuk berdasarkan peraturan peraturan/perundangan diantaranya
sebagai berikut:
a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
b. Peraturan Bapepam Nomor IX.15 Tanggal 24 September 2004 Nomor:
Kep-29/PM/2004 Perihal Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja
Komite Audit.
c. Peraturan Bapepam Nomor IX.I.15 Tanggal 7 Desember 2012 Nomor:
Kep-643/BL/2012 Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja
Komite Audit.
d. Peraturan Otoritas Jasa keuangan (OJK) Nomor: KEP-643/ BL/2012
Tanggal 29 Desember 2015 Perihal Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit.
Nominasi
Remunerasi
Tugas Direksi
Direktur Utama
Direktur
Rapat Direksi
7) Audit Internal
Audit Internal Perseroan dipimpin oleh seorang Ketua Audit Internal
(Internal Audit & Business Controller General Manager) yang diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur Utama atas persetujuan Dewan Komisaris serta
bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Audit Internal Perseroan senantiasa
menjunjung nilai-nilai profesionalisme, objektivitas, dan independensi dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab. Melalui Sistem Pengawasan Internal,
Perseroan berupaya untuk mencapai tujuan bisnis, meningkatkan efektivitas
pengelolaan risiko serta menerapkan dan mengendalikan proses corporate
governance secara maksimal. Audit Internal bekerja dengan pendekatan yang
tertib dan sistematis untuk mengevaluasi dan memastikan efektivitas dari proses
manajemen risiko, pengendalian dan tata kelola Perseroan. Audit Internal juga
berwenang memberikan masukan dan rekomendasi atas masalah atau indikasi
yang berguna bagi pengelolaan Perseroan atau pengambilan keputusan.
8) Finance Coordinator
Finance Coordinator berurusan dengan keuangan yang tugas utamanya
mengkoordinasikan masalah keuangan dengan unit perusahaan lainnya.
9) Central Purchasing
Central Purchasing memiliki tugas utama dibagian pembelian barang
untuk kebutuhan perusahaan.
14) Manufacturing
Manufacturing memiliki tugas utama berkaitan dengan produksi barang.
15) Marketing
Marketing memiliki tugas pokok yaitu berkaitan dengan pemasaran dan
promosi.
FKS FS telah memantapkan komitmen untuk menjadikan Tata Kelola yang Baik
sebagai acuan dari setiap kegiatan usahanya. Komitmen tersebut diwujudkan FKS FS
dengan telah memiliki Organ Perusahaan, Komite- Komite, Sistem dan Satuan Kerja
untuk memastikan penerapan tata kelola yang transparan dan terukur. Perseroan juga
terus berupaya menjadikan GCG sebagai bagian dari tanggung jawab bersama, serta
ketaatan terhadap prinsipprinsip tata kelola sebagai budaya yang terwujud dalam
perilaku sehari-hari bagi semua karyawan. Dalam penerapannya, Perseroan senantiasa
berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, antara lain:
1. Transparansi
Pengungkapan informasi Perusahaan dan fakta material secara tepat
waktu, jelas, akurat dan dapat diakses oleh publik. Mengacu pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan No. 8/POJK.04/2015 mengenai Situs Web Emiten atau
Perusahaan Publik, Perseroan telah melaksanakan prinsip keterbukaan informasi
yang terbuka untuk umum, aktual, dan terkini. Selain itu, Perseroan juga
melakukan komunikasi melalui jalur publikasi, seperti paparan publik,
pertemuan analis, dan roadshow investor. Perseroan juga menerapkan prinsip ini
lewat penerbitan Laporan Tahunan serta Laporan Keuangan yang diupdate
secara berkala, yang meliputi laporan keuangan tahunan, tengah tahunan, dan
triwulan.
2. Akuntabilitas
Menetapkan fungsi, struktur, sistem, dan pelaksanaan
pertanggungjawaban organ Perusahaan sehingga dapat berjalan secara efektif.
Implementasi prinsip ini dilakukan dengan pembagian tugas yang jelas antar
organ Perseroan, termasuk dengan merinci tugas dan wewenang Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, Direksi, dan ukuran kinerjanya.
Perseroan juga menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) serta taat pada
hukum dan peraturan yang berlaku dalam melaksanakan sistem pengendalian
dan manajemen risiko Perseroan.
3. Tanggung Jawab
Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi
yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku termasuk dengan tanggung
jawab sosial perusahaan. Perseroan menerapkan prinsip tanggung jawab dengan
mematuhi ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, serta melaksanakan
kewajiban keterbukaan informasi sesuai regulasi yang ditetapkan.
4. Independensi
Perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip prinsip korporasi yang sehat. Penerapan
prinsip ini antara lain dengan saling menghormati hak, kewajiban, tugas,
wewenang, serta tanggung jawab di antara organ Perseroan; Pemegang saham
dan Dewan Komisaris tidak melakukan intervensi terhadap pengurusan
Perseroan; serta Dewan Komisaris, Direksi, dan seluruh karyawan senantiasa
menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam pengambilan keputusan.
5. Kewajaran
Perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Prinsip kewajaran diterapkan Perseroan antara lain dengan memberikan hak
pemegang saham untuk menghadiri dan memberikan suara dalam RUPS bagi
seluruh pemegang saham sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta
memberikan kondisi lingkungan kerja yang baik dan aman bagi seluruh
karyawan sesuai dengan kemampuan Perseroan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Manajemen Resiko
Risiko Kebakaran
Dalam menghadapi risiko kebakaran, Perseroan menerapkan
sistem penanggulangan kebakaran berupa, penyediaan sarana jalan untuk
menyelamatkan diri, pengendalian asap, panas dan gas serta Standard
Operating Procedure (SOP) untuk seluruh karyawan jika terjadi suatu
kebakaran. Untuk menanggulangi kerugian akibat kebakaran, Perseroan
juga telah terlindungi dengan asuransi yang dimiliki Perseroan.
Risiko Kredit
Risiko yang muncul karena adanya kemungkinan pelanggan
gagal bayar atas semua atau sebagian utang kepada Perseroan (Piutang
Perseroan), dan atau memenuhi pembayaran utang kepada Perseroan
tidak tepat waktu sehingga dapat menyebabkan kerugian Perseroan.
Perseroan mengendalikan risiko kredit dengan menetapkan kebijakan
jaminan pembayaran berupa bank garansi dan aset tetap. Setiap
pelanggan baru harus melalui persetujuan Direksi. Direksi
mempertimbangkan reputasi dan rekam jejak pelanggan baru sebagai
salah satu bahan pertimbangan dalam memberikan persetujuan atau
melakukan penolakan.
Risiko Likuiditas
Perseroan menetapkan risiko kolektibilitas dari piutang usaha
sehingga Perseroan dapat mengalami kesulitan dalam memenuhi
liabilitas yang terkait dengan liabilitas keuangan. Perseroan berusaha
keras agar dapat secara tepat waktu membayar semua liabilitas pada saat
jatuh tempo. Untuk memenuhi komitmen kas, Perseroan mengupayakan
agar kegiatan operasi dapat menghasilkan kas masuk yang cukup.
Perseroan mengelola risiko likuiditas dengan melakukan pengawasan
proyeksi dari arus kas aktual secara terus menerus serta pengawasan
tanggal jatuh tempo dari liabilitas keuangan.
BAB III
PROSES PRODUKSI KIMIA
N PRODUK KOMPOSISI
O
1 INMKAP 125TT + 10TP + 10TG + 4TS + 2NH + 3 KENDI
2 INMKJB 125TT + 10TP + 10TG + 4TS + 2NH + 3 KENDI
3 INMKKJ 125TT + 10TP + 10TG + 4TS + 2NH + 3 KENDI
4 INMKHC 125TT + 10TP + 10TG + 4TS + 2NH + 3 KENDI
5 INWFP 225TT + 15 TP
6 INHSAB 9TT + 10TP
7 MISCO K 175TT + 25TP + 20TG
8 MIFEO 175TT + 25TP + 20TG
9 MISCC 175TT + 25TP + 20TG
10 INMKHC 125TT+10TP+10TG+4TS
11 INMHCB 125TT+10TP+10TG+4TS
Sumber : PT Tiga Pilar Sejahtera Food
Keterangan :
TT : Tepung Terigu
TP : Tapioka
TG : Tepung Gandum
TS : Tepung sagu
NH : Tepung terigu naga hijau
b. Pencampuran (mixing)
Mixing adalah proses pencampuran dengan pengadukan tepung terigu dan bahan
tambahan (tepung tapioka, air dan air alkali. Lama proses mixing untuk waktu
mixing kering (pencampuran tepung terigu dengan tepung tapioca dengan
kecepatan yang tinggi) selama 3 menit dan waktu mixing basah (pencampuran
tepung terigu dan tepung tapioka yang ditambah dengan alkali dengan kecepatan
yang rendah) selama 11 menit sehingga adonan menjadi homogen, dan dihasilkan
adonan yang lunak, lembut, halus dan kompak. Suhu selama mixing yaitu maksimal
34 0C Selama mixing kadar air dari bahan sebesar 32%-34%. Faktor yang
mempengaruhi mixing adalah volume air alkali tidak boleh terlalu banyak / sedikit,
karena jika penambahan air alkalinya terlalu banyak akan menyebabkan adonan
menjadi lembek dan jika penambahan air alkali terlalu sedikit adonan yang
dihasilkan akan rapuh dan mudah patah, waktu mixing (waktu mixing kering
selama 3 menit dan waktu mixing basah selama 11 menit dan kondisi mixer dalam
keadaan baik. Setelah adonan jadi dilakukan pemerikasaan kadar air, uji gluten,
suhu adonan, kekalisan adonan supaya hasil mie yang dihasilkan baik dan
memenuhi standar. Setelah adonan jadi kemudian diturunkan ke dalam feeder untuk
kemudian dilakukan pressing.
c. Pembentukan lembaran (Sheeting dan Slitting)
Sheeting adalah pembentukan lembaran adonan mie melalui 7 roll press yang
mempunyai perbedaan ketebalan sehingga pada proses ini akan di capai ketebalan
tertentu dan lembaran siap untuk di slitting (suatu proses pemotongan 30 lembaran-
lembaran tipis menjadi untaian-untaian yang bergelombang). Tebal shetting untuk
mie jenis INHSAB roll press 1: 5,5±1; roll press 2: 4±1; roll press 3: 2,4±0,5; roll
press 4: 1,8±0,5; roll press 5: 1,3±0,5; roll press 6: 1,1±0,2; roll press 7: 1-1,05.
Faktor yang mempengaruhi hasil shetting adalah kondisi adonan (kalis), setting
rollpres dan kondisi rollpres harus benar karena jika setting rollpres tidak seimbang
akan menyebabkan tingkat kematangan tidak seragam dan tingkat kering mie tidak
seragam
Proses Sheeting (pembentukan lembaran) bertujuan untuk menghaluskan serat-
serat gluten dan membuat lembaran adonan. Adonan yang telah menjadi lembaran-
lembaran tipis dicetak oleh mesin roll sliting dengan tujuan agar lembaran-lembaran
tadi menjadi untaian yang bergelombang. Alat yang digunakan untuk slitting adalah
sliter, untaian mie diterima oleh waving conveyor. Sebelum masuk waving
conveyor untaian mie akan melewati alat pembagi untaian (devider) menjadi 5
jalur. Pada waving conveyor terjadi penggelombangan untaian mie. Jumlah untaian
per jalur 70-80 untaian. Tergantung jenis mie yang diproduksi. Mutu sisir pinggiran
jalur mie berupa halus, ulet dan tidak putus-putus.
d. Pemotongan (Forming cutting dan shaping folding)
Forming cutting adalah suatu proses memotong lajur mie pada ukuran tertentu.
Faktor yang mempengaruhi forming cutting adalah hasil shetting dan kondisi slitter
serta cutter. Shaping folding adalah suatu proses memotong mie dengan melipat
menjadi dua bagian sama panjang. Panjang pemotongan mie adalah 21-22 cm yang
kemudian dilipat menjadi dua dengan bantuan cangkulan, sehingga akan terbentuk
mie yang lipatannya sama panjang. Proses pemotongan mie ini dilakukan dengan
cutter. Pada proses pemotongan mie ini dilengkapi dengan sebuah roller memanjang
dengan pisau panjang.
e. Pengukusan (steaming)
Steaming adalah proses pengukusan untaian mie yang keluar dari slitter secara
kontinyu dengan memakai steam (uap air panas). Pada proses ini terjadi gelatinisasi
pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya hal tersebut akan
menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan
hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat. Pada waktu
sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi
keras dan kuat. Untaian-untaian mie yang bergelombang masuk kedalam mesin
conveyor (alat pemindah) yang berjalan menuju steam box. Untaian mie yang
bergelombang diberi uap panas, sehingga pada proses ini akan diperoleh mie yang
mempunyai tekstur yang baik yaitu lembut, lunak dan elastis. Alat yang digunakan
untuk proses steaming adalah steamer. Proses steaming dilakukan pasa suhu 950C -
1000C dengan tekanan 1,5 - 2 Bar, waktu steaming yang dibutuhkan adalah 125 -
135 menit. Faktor yang mempengaruhi hasil steaming adalah kualitas uap steam
yang stabil supaya mie dapat matang merata, pengaturan suhu dan tekanan steam
tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah serta kondisi adonan yang stabil (kalis).
f. Penggorengan (Frying)
Pada proses ini minyak yang digunakan adalah minyak sawit. Tujuan dari
penggorengan mie adalah untuk mematangkan dan mengawetkan mie secara alami
dengan cara mengurangi kadar air sampai 3 - 5 %. Pada proses ini membutuhkan
waktu 75 detik dan suhu yang digunakan adalah untuk suhu depan 1150C-1250C,
dan untuk suhu belakang 1400C-1500C. Tujuannya agar terjadi dehidrasi lebih
sempurna sehingga kadar airnya maksimal 4 %. Suhu minyak yang tinggi
menyebabkan air menguap dengan cepat dan menghasilkan pori-pori halus pada
permukaan mie, sehingga waktu penyerapan air dipersingkat, Penggorengan ini
diawali dengan merapikan mie kedalam mangkokpenggorengan. Tahap pertama
yang dilakukan adalah pemanasan dan kemudian baru dimasukkan mie kedalam
minyak panas. Pada proses ini terjadi perpindahan panas yang mengakibatkan
penguapan air dalam mie. Minyak dipanaskan dengan menggunakan steam melalui
heat exchanger.
g. Pendinginan (coolling)
Cooling atau pendinginan adalah proses pendinginan dengan menggunakan
kipas angin atau blower, proses pendinginan dilakukan selama 165 detik dengan
suhu mie cooling maksimal 300C. setelah mie mengalami pendinginan dilakukan
uji organoleptik meliputi kematangan mie, bentuk mie dan warna, selain itu juga
mie diukur panjang, lebar dan tebal mie.
h. Pengisian Seasoning
Seasoning adalah bumbu yang ditambahkan pada mie instan. Seasoning ini
terdiri dari 2 yaitu seasoning powder dan seasoning oil. Seasoning powder terdiri
dari bumbu bubuk dengan berat standar 4,9 ± 0,2 dan cabe bubuk dengan berat
standar 0,4 ± 0,1, dan untuk seasoning oil mempunyai berat standar 2,9 ± 0,2.
Pengisian seasoning ini dilakukan setelah mie keluar dari pendingin dan menuju
konveyor pembagi. Pemberian seasoning ini dilakukan secara manual oleh tenaga
kerjanya, pengisian harus teliti tidak boleh sampai ada yang terlewati. Bahan yang
digunakan untuk membuat bumbu mie instan antara lain garam, gula, monosodium
glutamat, hidrolisat protein sayur, Penyedap rasa, bubuk bawang merah, bubuk
bawang putih, daun bawang kering, bubuk lada, dan bubuk cabai. Komponen
minyak terbuat dari minyak sayur dan bawang merah.
i. Packing
Setelah semua mie diberi seasoning kemudian di kemas dengan menggunakan
etiket yang telah disiapkan melalui konveyor pembagi. Tujuan dari pengemas
adalah untuk melindungi dan menjaga mutu produk dalam penyimpanan dan
pendistribusian sehingga mie tidak mengalami penurunan kualitas sampai ke
konsumen. Pengemasan ini melalui dua tahap yaitu pengemasan primer dengan
menggunakan etiket plastik dan pengemas sekunder dengan karton. Mesin
pengemas bekerja dengan mengemas bagian bawah kemasan dengan long sealer.
Penutupan dan pemotongan dengan menggunakan end sealer. Setelah pengemasan
selesai, dilakukan pengepakan ke dalam karton, setiap karton berisi 40 bungkus mie
instan. Pengendalian pada proses ini dilakukan terhadap pemberian kode produksi
baik pada etiket maupun pada karton, barcode, kebocoran pada etiket mie, lem
karton, isi/dus (pcs) dan kelengkapan produk.
j. Kartoning
Proses ini dilakukan setelah mie sudah dikemas dan ditata rapi didalam karton,
kemudian di sealer dan diberi tanggal kadaluarsa. Setiap karton berisi 30 bungkus
mie instan.
3.4 Bagan aliran proses produksi Kimia
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan Penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan
1. Dapat mengetahui proses pembuatan mie instan dari penanganan bahan baku
sampai produk akhir yang ternyata melalui proses yang cukup panjang.
2. Mie adalah produk pangan yang terbuat dari tepung terigu yang dengan
penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan sehingga berebentuk khas
mie, bahan tambahan yang ditambahkan adalah alkali, air, garam dapur, zat
pewarna tartazine yellow, dan minyak goreng.
3. Tahap-tahap pembuatan mie instan yaitu bahan baku tepung terigu di taung ke
dalam corong, penyedotan dengan screw, mixing, penurunan je feeder, pressing,
sheeting, forming, cutting, steaming, shaping folding, frying, cooling,
pengisisan, seasoning, packing, dan yang terakhir kartoning.
4. Fase kritis proses produksi mie instan terletak pada proses frying, hal tersebut
karena pemenasan secara terus menerus dengan kadar air pada bahan yang tinggi
menyebabkan minyak mengalami proses hidrolisis yang berakibat pada
meningkatnya kadar FFA minyak.
4.2 Saran
1. Menjaga kebersihan selama proses produksi karena proses produksi mie
umumnya lebih terbuka sehingga mudah terpapar bakteri, contoh dari menjaga
kebersihan tersebut yaitu karyawan yang selalu memakai masker, sarung tangan
dan alat pelindung lainnya agar baketeri dari tubuh tidak berpindah ke produk
yang dibuat.
2. Memasang filter pada cerobong asap untuk mengurangi pencemaran udara oleh
gas karbon monoksida, prinsipnya dengan mengubah gas karbon monoksida
tersebut menjadi gas karbon dioksida yang lebih ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
PT FKS Food Sejahtera Tbk. Annual Report 2020. Diakses pada 26 November 2021,
dari https://tpsfood.id/wps/wp-content/uploads/2021/07/AISA-Annual-Report-
2020.pdf
PT FKS Food Sejahtera Tbk. Diakses pada 04 Desember 2021, dari https://fksfs.co.id/
Ningsih, Tri Puji Noviani. (2009). Tugas Akhir Proses Produksi Mie Instan Di PT Tiga
Pilar Sejahtera Food Tbk Sragen-Jawa Tengah. dari https://adoc.pub/tugas-
akhir-proses-produksi-mie-instan-di-pt-tiga-pilar-seja.html