B. Memahami Posmodern
Secara sekilas, konsep posmodern dirangkai dari konsep post dan modern; post dapat dimaknai sebagai era
sesudah, sehingga posmodern mengandung makna setelah modernitas atau setelah sekarang (O’Donnell, 2003;
Ritzer, 2003). Namun definisi posmodern tidak sesederhana itu. Konsep ini tidak terbatas pada dimensi
waktu (post –sesudah), namun meliputi juga dimensi sosial budaya yang menjadi objek pemikiran di era
posmodern ini. Ada beberapa istilah yang masih berkaitan dengan istilah posmodern, yaitu posmodernitas
dan posmodernisme. Menurut Kumar (Ritzer, 2003), istilah posmodernitas menunjuk pada suatu epos –
jangka waktu, zaman, atau masa– sosial dan politik yang biasanya terlihat mengiringi era modern dalam
suatu pemahaman sejarah. Posmodernitas juga menunjuk pada situasi dan tata sosial produk teknologi
informasi, globalisasi, fragmentasi gaya hidup, konsumerisme yang berlebihan, deregulasi pasar uang dan
sarana publik, penghapusan negara bangsa, dan penggalian kembali berbagai inspirasi tradisi.
Posmodernisme menunjuk pada sebuah produk budaya (dalam seni, film, arsitektur, dan sebagainya) yang
terlihat berbeda dengan produk budaya modern. Posmodernisme menunjuk pada kritik-kritik filosofis
mengenai gambaran dunia, epistemologi dan ideologi-ideologi modern. Jadi, definisi posmodern meliputi
suatu epos sejarah baru, produk budaya yang baru serta tipe teori baru yang menjelaskan dunia sosial.
Konsep posmodernisme mengacu pada beberapa hal. Pertama, tertuju pada keyakinan yang tersebar luas
bahwa era modern telah berakhir dan manusia akan memasuki periode baru, yaitu posmodernitas. Kedua,
konsep posmodernisme berkaitan dengan dunia budaya yang dapat dinyatakan bahwa produk posmodern
cenderung menggantikan produk modern. Ketiga, kemunculan teori posmodern yang memiliki perbedaan
dengan teori modern (teori yang menggambarkan realitas manusia modern) (Ritzer, 2003). Teori modern
dinilai lebih bersifat absolut, rasional, dan menerima posibilitas penemuan kebenaran, sedangkan teori
posmodern dianggap lebih bersifat relativistik dan terbuka kemungkinan irasionalitas.
Modernitas
Pandangan Giddens mengenai modernitas terkait erat dengan teori strukturasinya. Individu bukanlah objek
dalam proses modernisasi, melainkan individu memainkan peran sangat penting dalam proses ini di samping
keberadaan institusi penting lain yang menopang modernitas. Giddens menggambarkan modernitas sebagai
sebuah lokomotif yang mengawal perubahan.
Giddens menganalogikan modernitas dengan sebuah lokomotif untuk menggambarkan bagaimana proses ini
berjalan dengan sangat cepat. Ia juga memiliki jalur sendiri yang tidak dapat dihalangi siapapun; siapapun
yang menghalangi modernitas, ia akan dilibas. Ide ini terkait erat dengan idenya mengenai strukturasi,
terutama dalam pembahasan mengenai waktu dan ruang. Lokomotif digambarkan sebagai sesuatu yang
bergerak sejalan dengan waktu dan ruang fisik. Namun, menurut Ritzer (2003), analogi modernitas sebagai
sebuah “lokomotif” kurang sesuai dengan idenya mengenai kekuasaan agen, kesan ini lebih mengedepankan
kekuasaan struktur yang mengendalikan agen.
Analisis Giddens mengenai modernitas menitikberatkan pada komponen nation-state (negara-bangsa).
Giddens menganalisisnya dalam empat dimensi institusional modernitas: pertama, kapitalisme yang
dikarakterisasikan secara familiar dengan produksi komoditas, kepemilikan kapital privat, upah buruh tanpa
kepemilikan dan sebuah sistem kelas yang berasal dari karakteristik ini. Kedua, industrialisme yang
melibatkan sumber-sumber tenaga mati dan mesin untuk memproduksi barang. Industrialisme tidak terbatas
pada tempat kerja, dan ia berpengaruh pada kesatuan pengaturan lain seperti: transportasi, komunikasi, dan
bahkan kehidupan domestik. Mesin dimaknai sebagai artefak yang mampu menyelesaikan berbagai tugas
dengan menggunakan sumber-sumber kekuasaan sebagai sarana operasinya. Ketiga, pengawasan yang
mengacu pada supervisi aktivitas populasi subjek pada bidang politik. Supervisi mungkin dilakukan secara
langsung (misalnya: melalui penjara, sekolah, dan tempat kerja yang terbuka), namun lebih khusus lagi
dilakukan secara tidak langsung dan didasarkan pada kontrol informasi. Keempat, kontrol terhadap sarana
kekerasan. Meskipun kekuasaan militer menjadi ciri khas kehidupan pramodern, namun dalam era modern,
pusat politik tidak pernah mendapat dukungan dalam jangka waktu yang panjang, dan biasanya akan gagal
mengontrol monopoli sarana kekerasan dalam wilayahnya sendiri. Keempat institusi modernitas ini
digambar sebagai berikut.
Kapitalisme melibatkan pemisahan komponen ekonomi dan politik dengan melawan latar belakang kerja dan
pasar produk yang kompetitif. Pengawasan, pada gilirannya merupakan sesuatu yang fundamental bagi
semua jenis organisasi yang terkait dengan kemunculan modernitas, khususnya dalam konteks negara-
bangsa yang secara historis telah berkelindan dengan kapitalisme dalam hubungan timbal balik. Keberhasilan
monopoli atas sarana kekerasan pada negara-negara modern terletak pada penegakan hukum pidana baru, di
samping kontrol pengawasan terhadap “para penyimpang”.
Di sisi lain, ada hubungan tidak langsung antara militer dengan industrialisme, sebuah ekspresi utama
industrialisasi perang. Selain itu, ada pula kaitan antara indutrialisme dan kapitalisme. Industrialisme
menjadi titik pusat interaksi manusia dengan alam dan berbagai kondisi modernitas. Pada sektor industri di
seluruh dunia, manusia hidup dalam lingkungan yang diciptakan, sebuah lingkungan tindakan yang tentu saja
bersifat fisik, namun tidak lagi alamiah.
Garis lurus dalam gambar tersebut mengindikasikan hubungan lebih jauh yang dapat dianalisis. Pengawasan
terkait erat dengan perkembangan industrialisme, konsolidasi kekuasaan administratif di dalam perkebunan,
pabrik dan gudang. Perusahaan kapitalis memainkan peran utama untuk menjauhkan kehidupan sosial dari
institusi tradisional. Kapitalisme secara inheren sangat dinamis karena ada kaitan yang terjalin antara
perusahaan ekonomi yang kompetitif dengan proses komodifikasi yang digeneralisasi (Giddens, 2005).
Gidens kemudian menjelaskan tiga karakteristik modernitas. Pertama, pemisahan waktu dan ruang. Waktu
dalam masyarakat pramodern selalu dikaitkan dengan ruang, dan pengukuran waktu tidaklah tepat (belum
ada alat yang mengukur waktu secara tepat). Kedua, pemisahan. Ada dua tipe pemisahan dalam masyarakat
modern, yaitu: alat tukar simbolis (symbolic token) (uang) dan pemisahan sistem ahli (expert systems). Uang
memungkinkan pemisahan waktu dan ruang, kita dapat masuk dalam transaksi-transaksi dengan mereka
yang secara luas terpisah dari kita oleh waktu, ruang, dan uang. Sistem ahli merupakan sistem pencapaian
teknis atau keahlian profesional yang mengatur wilayah-wilayah luas atas lingkungan material dan sosial di
tempat kita hidup pada saat ini. Ketiga, refleksivitas. Refleksivitas dunia modern terdiri atas sejumlah fakta
bahwa berbagai praktik sosial secara konstan ditelaah dan direformasi dari sudut pandang informasi yang
masuk mengenai praktik yang mereka lakukan, sehingga secara konstitutif mampu mengubah karakter
mereka.