Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ilma Zahrotun Naili

Prodi : S2 – Studi Islam


NIM : 1880511230003

REVIEW BUKU (BAB 1)

Judul Profiles and Critiques in Social Theory


(Contemporary Social Theory)
Bab Bab 1 : Hermeneutics and Social Theory
Halaman Halaman 1 – 17
Tahun 1982
Penulis Anthony Giddens
Reviewer Ilma Zahrotun Naili
Tanggal 25 September 2023

1. Identitas
Bab yang direview adalah bab pertama dengan judul Hermeneutics And Social
Theory dari seri buku Profiles and Critiques in Social Theory (Contemporary
Social Theory) yang ditulis olarieh Anthony Giddens, seorang dosen sosiologi
di Universitas Cambridge dan sebagai anggota King’s College. Buku yang
berjudul “Profiles and Critiques in Social Theory (Contemporary Social
Theory)” ini diterbitkan pada tahun 1982 berisi 15 bab, rentang halaman 1 –
231. Untuk bab pertama dengan judul Hermeneutics And Social Theory yang
akan direview pada tulisan kali ini berisi 1 – 17 halaman.

2. Pendahuluan
Istilah hermeneutika berasal dari bahasa Yunani dan sudah ada sejak akhir abad 18, namun
belum terlalu dikenal luas karena banyak teks-teks utama yang belum diterjemahkan ke
bahasa Inggris. Hermeneutika mulai dikenal luas sejak Max Weber mengadopsi dan
memperkenalkan gagasan pemersatu dari Hermeneutika yang dilakukan dengan cara
mengambil ide-ide metodologis dari karya Rickert dan “Marburg School.”
Faktor utama yang menjelaskan kurangnya pengaruh tradisi Hermeneutika di dunia
Anglo-Saxon adalah dominasi pandangan ilmu sosial yang mengambil inspirasi dari filsafat
ilmu pengetahuan alam yang positivistik atau naturalistik. Hal ini merupakan salah satu
pondasi utama dari konsensus ortodoks, sebuah ortodoksi yang mendominasi sosiologi,
politik, dan sektor-sektor besar dari ilmu-ilmu sosial secara umum pada periode pasca perang.
Ada tiga karakteristik dari konsensus ortodoks yang penting untuk ditekankan, yaitu: (1)
pengaruh filsafat positivistik sebagai kerangka kerja logis; (2) metode yang dipengaruhi oleh
fungsionalisme; dan (3) pada tingkat isi/substansi, adanya pengaruh konsepsi ‘masyarakat
industri’ dan ‘teori modernisasi’ secara umum. Sepanjang masa kejayaannya, konsensus
ortodoks ini dikritik oleh golongan kiri yang tulisannya dipengaruhi oleh Marx, meskipun
dari mereka tidak menganggap dirinya sebagai “Marxis.” Ketiga hal ini saling berkaitan satu
sama lain.
Saat ini, konsensus ortodoks sudah tidak ada dan konsensus telah berubah menjadi
ketidakpastian dan kekacauan. Pembubaran konsensus ortodoks secara substansial
disebabkan oleh serangan kritis yang dilakukan terhadap positivisme dalam filsafat dan ilmu-
ilmu sosial serta terhadap fungsionalisme. Perubahan yang terjadi pada ilmu-ilmu sosial
mencerminkan adanya transmutasi dalam dunia sosial itu sendiri yang disebabkan oleh
periode pertumbuhan ekonomi barat terganggu oleh adanya kerugian, krisis, dan konflik.

3. Hasil dan Pembahasan


Runtuhnya konsensus ortodoks pada tingkat logika dan metode ilmu pengetahuan sosial
salah satunya dipengaruhi oleh ketertarikan orang-orang pada hermeneutika. Para penulis
yang dipengaruhi oleh Wittgenstein, terutama Peter Winch telah mengajukan pandangan-
pandangan dari para penganut konsensus ortododks. Dalam bukunya The Idea of a Social
Science, Winch berpendapat bahwa pokok bahasan ilmu-ilmu sosial utamanya berkaitan
dengan menemukan kejelasan dari tindakan manusia. Untuk memahami alasan manusia
bertindak sesuatu, kita harus memahami makna dari aktivitas mereka dan untuk memahami
makna tindakan, dapat kita lakukan dengan memahami aturan-aturan yang diikuti oleh para
aktor dalam melakukan apa yang mereka lakukan. Aturan disini bukanlah ‘hukum’ yang
digunakan dalam ilmu pengetahuan alam, karena perumusan hukum maupun analisis
kausalitas tidak memiliki tempat dalam ilmu sosial. Ilmu sosial adalah upaya interpretatif
atau hermeneutik yang diibaratkan sebagai jurang pemisah dari sebuah upaya tersebut dengan
logika dan ilmu-ilmu pengetahuan. Winch menghasilkan versi kontemporer dari dikotomi
yang telah lama ada dalam tradisi hermeneutik.
Bagi para penulis hermeneutika, sejarah tidak dianggap sebagai waktu yang berlalu, tetapi
sebagai kemampuan manusia untuk menyadari masa lalu mereka sendiri dan kemudian
memasukkan kesadaran tersebut sebagai bagian dari sejarah mereka. Dalam teori sosial,
peralihan ke hermenutika tidak dapat dengan sendirinya menyelesaikan masalah logis dan
metodologis yang ditinggalkan oleh lenyapnya konsensus ortodoks.
Anthony Giddens (penulis buku ini) lebih memilih untuk menggunakan istilah ‘teori
sosial’ daripada ‘sosiologi’ atau ‘teori sosiologi’. Teori sosial menurut Giddens mencakup
ilmu sosial yang merupakan kumpulan teori yang dimiliki bersama oleh semua disiplin ilmu
yang berkaitan dengan perilaku manusia. Teori ini tidak hanya menyangkut sosiologi, tetapi
juga antropologi, ekonomi, politik, geografi manusia, psikologi, dan seluruh rangkaian ilmu-
ilmu sosial. Hermenutika menduduki posisi yang penting dalam teori sosial. Hermeneutika
kontemporer berada di garis depan perkembangan teori teks, namun pada saat yang sama juga
memiliki relevansi dengan isu-isu terkini dalam filsafat ilmu pengetahuan.
Salah satu keterbatasan yang paling signifikan dari ‘teori sosial hermeneutik’ Winch
adalah ia tidak menyebutkan apa yang selalu menjadi perhatian utama fungsionalisme:
kondisi yang tidak diantisipasi dan konsekuensi yang tidak dapat dikendalikan dari suatu
tindakan. Penjelasan Winch mengenai metode-metode ilmu sosial merujuk pada penjelasan
Weber.
Giddens menjelaskan bahwa perlu diakui adanya penghubung antara penjelasan yang
memadai mengenai ‘tindakan’ (yang bermakna yang tidak berhasil dilakukan oleh Weber)
dengan analisis mengenai kondisi-kondisi yang tidak diharapkan. Sebagai pengganti
fungsionalisme, Giddens juga menawarkan sebuah teori yang disebut teori strukturasi.
Giddens ingin menekankan aspek yang berbeda dari relevansi hermeneutika dengan teori
sosial. Hermeneutika modern telah menyatu dengan fenomenologi dalam menakankan
pentingnya kepercayaan dan praktik sehari-hari yang biasa dan diterima dalam konstitusi
aktivitas sosial. Tujuan utama dari sudut pandang positivistik yang terlibat dalam konsensus
ortodoks adalah untuk menggantikan bahasa sehari-hari dengan kosakata teknis (paralel
dengan kosakata yang digunakan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan alam) ilmu-ilmu
sosial.
Hermeneutika hadir dengan dua cara, sehingga Giddens menyebutnya dengan
hermeneutika ganda. Hermeneutika masuk ke dalam ilmu-ilmu sosial dalam dua tingkatan
yang saling berkaitan, sehingga Hermeneutika ganda sangat penting digunakan untuk
merumuskan ulang teori sosial pasa-positivis. Tugas dari hermeneutik sendiri adalah untuk
mendeskripsikan perilaku manusia dengan cara yang valid dengan prinsip untuk dapat
berpartisipasi dalam bentuk-bentuk kehidupan yang membentuk dan dibentuk oleh perilaku
tersebut.
Pada pembahasan bab pertama ini, Giddens juga membahas secara singkat terkait teori
strukturalisasi. Dalam menyusun konsepsi tentang strukturasi, Giddens berusaha memenuhi
beberapa desiderata yang saat ini diperdebatkan dalam teori sosial. Hal tersebut yaitu, (1)
tuntutan terkait ‘teori tentang subjek’, disini dijelaskan bahwa pemikiran strukturalis
cenderung melarutkan subjektivitas ke dalam struktur bahasa yang abstrak. Pemusatan objek
pada saat yang sama harus memulihkan subjek-subjek tersebut sebagai makhluk yang
bernalar dan bertindak. Jika tidak, hasilnya adalah tipe teori sosial yang objektivis, dimana
agensi manusia hanya muncul sebagai hasil yang ditentukan oleh sebab-sebab sosial.; (2)
tuntutan agar teori subjek yang menghindari objektivisme tidak tergelincir dalam
subjektivisme, dalam teori strukturasi, Giddens berpendapat bahwa tidak ada subjek-subjek
(agen manusia) atau objek (masyarakat atau institusi sosial) yang harus dianggap sebagai
yang utama, keduanya saling berkaitan dalam praktik-praktik sosial yang terjadi. Gagasan
tentang tindakan manusia menurut Giddens merujuk pada dua komponen utama, yaitu: (1)
kemampuan, yang memungkinkan manusia melakukan berbagai tindakan selama dia bisa
atau sanggup untuk melakukan dan memiliki kepentingan yang sangat jelas bagi analisis
sosial, karena ia berhubungan langsung dengan signifikasi kekuasaan dalam teori sosial; dan
(2) pengetahuan, yang merupakan semua hal yang diketahui oleh masyarakat, baik terkait
masyarakat itu sendiri ataupun kondisi aktivitas di dalamnya.
Dalam teori strukturasi, ‘struktur’ mengacu pada aturan dan sumber daya yang ditanamkan
dalam sistem sosial, namun hanya memiliki ‘keberadaan virtual.’ Terdapat sifat-sifat
terstruktur dari masyarakat yang menjadi dasar untuk menjelaskan perkembangan jangka
panjang dari institusi, namun bentuknya terinstitusionalisasi dalam strukturasi sistem sosial
dan dalam jejak ingatan yang diperkuat atau diubah dalam keberlangsungan hidup sehari-
hari, Kesimpulan makna teori strukturasi menurut Giddens dalam hal tindakan manusia dan
objektivisme teori teori fungsionalis sangat jauh berbeda dari sudut pandang yang
dikemukakan oleh Whinch.
Konsepsi positivistik tentang ilmu pengetahuan menekankan pada keterkaitan teori-teori
dalam observasi, verifikasi, dan prediksi sebagai komponen logis dari aktivitas ilmiah. Kuhn
dan para filsuf kontemporer lain menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan adalah tentang
menafsirkan dunia dan menjelaskan dunia yang keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Hubungan antara paradigma atau kerangka makna yang menjadi dasar dari teori ilmiah
melibatkan masalah-masalah yang telah lama menjadi perhatian utama hermeneutika.
Masalah yang diangkat disini adalah masalah yang berhubungan langsung dengan teori-teori
yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial, salah satunya adalah pertanyaan tentang
hermeneutika ganda. Winch menyebutkan bahwa hermeneutika ganda dari ilmu-ilmu sosial
melibatkan ikatan logis antar bahasa yang biasa digunakan oleh orang awam dengan
terminologi teknis yang diciptakan oleh para ilmuwan sosial. Ikatan logis yang
diimplikasikan dalam hermeneutika ganda tidak bergantung pada kemampuan aktor aktor
(yang perilakunya sedang dianalisis) memahami secara akurat konsep-konsep yang menjadi
orientasi perilaku aktor tersebut.
Giddens menjelaskan bahwa diskusi Winch menunjukkan keterbatasan logis dari sudut
pandang manusia, namun Winch gagal untuk menunjukkan kemiskinan sebagai cara untuk
mengekspresikan hubungan antara ilmu-ilmu sosial dan kehidupan manusia yang perilakunya
sedang dianalisis. Hermeneutika ganda mensyaratkan bahwa hubungan-hubungan ini bersifat
dialogis.

4. Kesimpulan
Ada empat kesimpulan yang dijelaskan Giddens dalam bab ini, yaitu:
1. Masih ada masalah-masalah yang cukup mendasar yang harus diselesaikan
dalam filsafat ilmu pengetahuan postpositivistik. Misalnya adanya keberatan atau
kritik dari pandangan-pandangan para tokoh penting yang telah membantu
meruntuhkan model ortodoks atau upaya Popper yang menarik garis demarkasi yang
berbeda antara sains dan non sains atau ‘pseudo-science’ berdasarkan
falsifikasionismenya tidak dapat dipertahankan. Implikasi untuk ilmu-ilmu sosial juga
belum sepenuhnya dieksplorasi, tetapi sepertinya cocok dengan sudut pandang dari
Gadamer.
2. Kita harus merumuskan kembali konsepsi yang sudah ada mengenai
pentingnya hukum sebab akibat dalam ilmu-ilmu sosial. Pendapat hermeneutik bahwa
hukum kausal sama sekali tidak memiliki tempat dalam ilmu pengetahuan tidak dapat
diterima. Hal ini karena ada perbedaan logis yang mendasar antara hukum-hukum
dalam ilmu sosial dan ilmu alam. Hukum dalam ilmu sosial secara intrinsik bersifat
historis yang hanya berlaku pada kondisi tertentu dari keterbatasan sistem interaksi
sosial. Adanya kolaborasi antara kemampuan pengetahuan dan kemampuan untuk
menerapkan kemampuan tersebut berimplikasi pada kelangsungan atau perubahan
sistem sosial.
3. Apabila perbedaan kehidupan tradisional antara verstehen dan erklaren harus
ditinggalkan, kita harus mengenali ciri khas kehidupan sosial yang dipilih oleh filsafat
hermeneutik. Giddens menyetujui bahwa untuk menjelaskan kondisi aktivitas sosial
dari suatu generasi pada prinsipnya dapat dilakukan dengan berpartisipasi di
dalamnya. Namun, ada berbagai pertanyaan yang dipermasalahkan disini, yakni
tentang bagaimana kita harus memutuskan apa yang dianggap sebagai deksripsi valid
dari sebuah tindakan, atau bagaimana kepercayaan dalam budaya asing dapat menjadi
sasaran kritik. Menurut Giddens, berhubungan dengan konseptualisasi tindakan,
bagaimanapun juga, ada satu hal yang penting, yakni pandangan deterministik tentang
generasi manusia yang menjelaskan bahwa tindakan manusia sebagai hasil dari sebab-
sebab sosial harus ditolak. Hal ini karena menyiratkan bahwa hukum sebab-akibat
memiliki tempat dalam sosial.
4. Teori sosial merupakan teori kritis. Giddens dia tidak bermaksud untuk
membela kelompok yang menolak Marxisme secara umum atau catatan teori kritis
yang berkaitan dengan pemikiran sosial Frankfrut secara khusus. Namun, dia
menegaskan bahwa mereka yang bekerja di bidang-bidang ilmu sosial tidak dapat
tetap menyendiri atau acuh tak acuh terhadap implikasi teori dan penelitian mereka
terhadap sesama anggota masyarakat. Manusia bukan hanya objek tidak bergerak dari
pengetahuan, tetapi adalah agen yang mampu dan cenderung menggabungkan teori
sosial dan penelitian dalam tindakan mereka sendiri.

Anda mungkin juga menyukai