Anda di halaman 1dari 16

RANGKUMAN MATERI

TEORI STRUKTURISASI ANTHONY GIDDENS

Disusun Oleh:

BAYU ANGGARDA WINOTO

200413623384

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN MANAJEMEN

MEI 2021
ABSTRAK

Teori strukturisasi merupakan teori ilmu sosial yang membahas mengenai


penciptaan dan reproduksi sistem sosial yang berbasis pada anlisis struktur dan agen,
dimana teori tersebut tidak memberikan keunggulan pada bobot yang diamati antara
struktur maupun agen. Dalam analisis teori strukturisasi terhadap sosial masyarakat,
analisis pengamatan mikro maupun makro dianggap sudah cukup untuk dapat
memberikan hasil yang diharapkan. Memahami demikian teori strukturisasi
merupakan teori yang dikemukakan oleh sosiolog inggris yang bernama Anthony
Giddens (1986).

Dalam penjabaran Giddens mengenai Teori Strukturisasi yang


dikemukakannya, beliau menepis pertentangan, dan mencari petautan antara
struktur fungsional dengan konstruksionisme-fenomenologis. Dengan maksud tidak
mengurangi peranan aktor dalam struktur sosial, dan menentang asal muasal dari
struktur sosial sebagai suatu hal yang natural terjadi (pandangan naturalistik). Dalam
teori yang dikemukakan Giddens, Giddens tidak semena-mena sepakat dengan kedua
kutub yang dibahas dalam teorinya, Giddens menentang beberapa poin/klaim yang
dikemukakan dalam kedua aliran tersebut, dengan produk akhir yaitu
mempertemukan keduanya dengan tujuan untuk mengakhiri klaim-klaim dari kedua
aliran tersebut.
LATAR BELAKANG

Anthony Giddens lahir pada 18 Januari 1938, Giddens merupakan sosiolog


yang berasal dari Britania Raya, yang terkenal dikarenakan pembahasan Teori
Strukturisasi dalam bukunya The Constitution of Society, dimana dalam bukunya
Giddens menguji fenomenologi, hemeneutika dan praktik sosial pada persimpangan
antara struktur dan agen yang dianggap Giddens tidak terpisahkan. Dalam teorinya
Giddens menyelesaikan perdebatan yang terjadi antara kedua teori yang menyatakan
atau memiliki pendirian bahwa tindakan manusia dilatarbelakangi oleh dorongan
eksternal dimana dorongan tersebut menganjurkan tujuan dari tindakan manusia,
atau dari mengapa manusia tersebut melakukan tindakan tersebut.

Permasalahan hubungan antara manusia dan masyarakat terlebih dalam


konteks tindakan dan struktur sosial dibahas sebagai inti persoalan teori dan filsafat
ilmu sosial (Thompson, 1984). Pada umumnya, pemecahan permasalahan-
permasalahan yang dimaksud dititikberatkan pada satu persepektif dengan seringkali
mengabaikan yang lain, dengan maksud, strutur sosial maupun individu. Dengan
analisa yang menggunakan struktur sosial sebagai objek penerapan analisa, serta alat
yang secara efektif justru berlebihan, dan pengamatan individu-individu hanya dapat
dilihat sebagai unsur pokok dari suatu kelompok dengan cakupan aksi dan reaksi
dalam konteks sosial.

Teori strukturisasi muncul sebagai hasil dari perdebatan hubungan antara


agen dan struktur di Eropa, serta hubungan antara makro dan mikro di Amerika
(Ritzer, 2003 : 473-505). Giddens sebagai pegemukawan teori strukturisasi
menawarkan konseptualisasi ulang terhadap makro dan mikro yang berkaitan dengan
interaksi dalam konteks tatap muka jika dilibatkan secara struktural dalam sistem-
sistem pertentangan ruang dan waktu yang luas, dengan pemahaman lain, Giddens
menyediakan opsi untuk menjelaskan bagaimana sistem-sistem seperti ini
menjangkau sector-sektor luas dengan pengamatan dari segi ruang dan waktu
(Giddens, 1984).

Dalam penyusunan Teori Strukturisasi, Giddens mengkolaborasikan beberapa


prinsip dalam teori Strukturalisme dan fungsionalisme. Dengan demikian, teori
strukturisasi lebih berorientasi pada arah pemberian tekanan terhadap agen alih-alih
struktur, yang dianggap Giddens memiliki kekuasaan yang lebih banyak(agen). Hal
tersebut dianggap menentang teori klasik seperti yang dikemukakan oleh Bourdieu,
dimana Bourdieu lebih menitikberatkan kepada habitus yang menjadikan teori yang
dikemukakannya bersifat lebih mekanis (Ritzer, 2003 : 541). Implikasi dari
pemahaman tersebut menjadikan pandangan akan sejarah yang dilakukan secara
mekanis, dan melupakan perspektif sejarah sebagai suatu produk kontengensi dari
aktivitas agen.
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Teori strukturisasi merupakan teori ilmu sosial yang membahas mengenai


penciptaan dan reproduksi sistem sosial yang berbasis pada anlisis struktur dan
agen, dimana teori tersebut tidak memberikan keunggulan pada bobot yang
diamati antara struktur maupun agen. Dalam analisis teori strukturisasi terhadap
sosial masyarakat, analisis pengamatan mikro maupun makro dianggap sudah
cukup untuk dapat memberikan hasil yang diharapkan. Memahami demikian teori
strukturisasi merupakan teori yang dikemukakan oleh sosiolog inggris yang
bernama Anthony Giddens (1986).

Dalam pemaparannya, Giddens menjelaskan bahwa struktur tidak dapat


disamakan dengan kekangan, namun memiliki sifat dasar untuk selalu
mengekang, dan juga membebaskan. Dengan demikian, hal tersebut tidak
mencegah sifat-sifat struktur sistem sosial untuk melebar masuk ke dalam ruang
dan waktu, yang berada di luar kendali aktor-aktor individu, dan tidak terdapat
kompromi terhadap kemungkinan bahwa dalam teori-teori sistem sosial, dimana
para aktor yang dibantu, dapat ditetapkan kembali ke dalam aktivitas-aktivitasnya
untuk dapat merealisasikan sistem-sistem yang dimaksud tersebut.

Teori strukturisasi dibangun berdasarkan asumsi bahwa manusia melakukan


tindakan secara sengaja untuk menyelesaikan tujuan-tujuan mereka, dan di sisi
lain, pada saat yang sama, tindakan manusia yang bersangkutan tersebut memiliki
unintended consequences atau yang dapat dipahami sebagai konsekuensi yang
tidak disengaja, dari penetapan struktur yang berdampak pada tindakan manusia
selanjutnya. Dengan demikian menurut teori ini, manusia dianggap sebagai agen
pelaku yang bertujuan serta memiliki alasan-alasan terhadap aktivitas-
aktivitasnya, dan manusia yang dimaksud mampu menguraikan alasan tersebut
secara berulang-ulang. Hal tersebut selaras dengan pendapat Giddens yaitu,
Tindakan manusia diibaratkan sebagai suatu arus perilaku yang bersifat terus
menerus seperti kognisi, mendukung atau bahkan mematahkan selama akal
masih dianugerahkan kepadanya (Giddens, 2011 : 4).

Menurut Barker ( 2011), Strukturisasi memiliki 3 (tiga) dimensi sebagai


berikut: (1) Pemahaman atau Interpretasi, menyatakan bagaimana cara agen
memahami sesuatu (2) Moralitas atau Arahan yang tepat, menyatakan bagaimana
seharusnya hal tersebut dilakukan berdasarkan moral yang berlaku, dan (3)
Kekuasaan dalam bertindak, yang meyatakan bagaimana cara agen mencapai
suatu keinginan.

Giddens telah mengemukakan berbagai macam kasus yang mendukung


konsepsi subjek yang dianggap sebagai agen aktif dan mengetahui banyak hal
secara konsisten, yang menjadikan Giddens sebagai kritikus Foucault paling
lantang, dikarenakan Foucault menghapus agen dari rentetan sejarah. Giddens
menggunakan pandangan Garfinkel (1967), yang berpendapat bahwa tatanan
sosial dibangun di dalam dan melalui aktivitas-aktivitas sehari-hari dan
memberikan penjelasan (dengan menggunakan bahasa) mengenai aktor atau
anggota masyarakat yang dianggap ahli dan berpengalaman. Dengan sumber daya
yang diambil oleh sang aktor, dan dibangun oleh aktor tersebut adalah karakter
sosial, dan dengan demikian struktur sosial (dengan pola aktivitas yang teratur)
menyebarkan sbumer daya dan kompetensi secara sosial, yang berbeda dengan
menjadi subjek aksi dengan segala macam individu, yang beroperasi untuk
menstrukturkan apa itu aktor.

Sebagai contoh dari pembahasan ini adalah pola-pola harapan mengenai apa
yang dimaksud dengan menjadi key person atau orang kunci , dan praktik yang
terkait dengan entisitas, mengkonstruksi seorang key person sebagai subjek yang
sepenuhnya berbeda.

Giddens (1979:108-111) juga memberikan catatan atas gagasan Levi-Strauss, yang


berisi sebagai berikut :

1. Struktur bermakna sebagai sebuah model yang dibangun oleh pengamat, dan
menurut kata-katanya tidak ada sangkut pautnya dengan dunia empiris.
Sedangkan Giddens berpendapat bahwa struktur memiliki “eksistensi maya”
2. Strukturalisme Levi-Strauss dianggap kurang sesuai dengan konsep struktur
sebagai strukturasi
3. Pendekatan Levi-Strauss terlihat ambigu ketika menganggap struktur sebagai
relasi diantara serangkaian unsur atau oposisi simpulan. Giddens tidak
memandang struktur, dalam pengertiannya yang paling dasar, merujuk pada
bentuk-bentuk himpunan, namun lebih mengacu kepada aturan dan sumber
daya, yang dalam reproduksi sosial “mengikat waktu
4. Gagasan tentang struktur yang digunakan oleh Levi-Strauss berkaitan dengan
kelemahan dasar, terutama pada penciptaan ruang semantic Praksis.
5. Jika struktur hadir (dalam ruang dan waktu) hanya dalam wujud sekilas, maka
struktur pasti meliputi acuan ke fenomena yang sangat asing bagi upaya
Strauss untuk mengatasi formalisme dengan menekankan bentuk sebagai
perwujudan isi berupa fenomena yang berkaitan dengan kekuasaan.

Dalam hal in subjektivitas dititikberatkan pada etnisitas yang pada gilirannya


memberdayakan kita untu bertindak berdasarkan fakta sosial tertentu. Sejalan
dengan itu, masalah-masalah mengenai bagaimana seorang aktor biasa
mempengaruhi keadaan atau bahkan kualitas lingkungan tak lupa turut menjadi
kajian kontemporer yang juga bisa dikaji secar mikro yang kemudian dapat dikaji
juga menjadi makro.
B. AGEN DAN TINDAKAN

Konsep agensi umumnya diasosiasikan dengan kebebasan, yang dalam


konteks spesifik yaitu kehendak bebas, tindakan kreatif, orisinilitas, dan
kemungkinan perubahan melalui aksi agen bebas. Dalam praktiknya kita perlu
membedakan antara istilah metafisis atau mistis agensi bebas dimana agen
membentuk dirinya sendiri (mewujudkan dirinya sendiri dari ketiadaan) dengan
konsep agensi sebagai suatu hal yang diproduksi secara sosial dan diberdayakan
oleh sumber daya sosial yang disebarkan secara bervariasi, dimana hal tersebut
memunculkan berbagai tingkat kemampuan untu bertindak pada ruang-ruang
tertentu.

Suatu kaum yang terikat dengan struktur yang mewarnainya yang didahului
oleh hasil nilai dan diskursus sosial yang memungkinkannya melakukan aktivitas-
aktivitas tersebut sebagai seorang agen. Dengan demikian ada perbedaan antara
konsepsi di mana tindakan diciptakan oleh agen yang bebas karena tidak
ditentukan dengan agensi sebagai suatu kapasitas untuk bertindak yang dibentuk
secara sosial. Maka demikian, kebebasan yang dimaksud mengarah pada
kekuasaan subjektif dikaji secara khas.

Akan tetapi pandangan bahwa agen itu bebas dalam pengertiannya tidak
ditentukan, tidak dapat dipertahankan karena 2 alasan yaitu: (1) Terdiri dari apa
saja tindakan manusia yang tidak ditentukan atau tidak dipengaruhi? Tindakan
seperti itu merupakan suatu hal yang diciptakan secara spontan dari ketiadaan
suatu bentuk metafisis dan mistis ciptaan orisinal, (2) Subjek ditentukan,
dipengaruhi dan diproduksi, oleh kekuatan sosial yang ada di luar dirinya sendiri
sebagai suatu individu. Kedua poin di atas disebut Giddens sebagai Dualitas
Struktur (Barker, 2011 : 191)
Jika seorang agen tidak memiliki pantauan akan suatu lingkungan yang
didasarkan akan sifatnya yang aktif terasa kurang berbobot, maka untuk
menunjangnya giddens memaparkan Model Stratifikasi agen atau pelaku yang
digambarkan pada skema berikut (Giddens, 2011 : 6).

Monitoring refleksif aktivitas merupakan ciri terus menerus tindakan sehari-


hari dan melibatkan perilaku tidak hanya individu namun juga perilaku orang lain.
Dengan kata lain, aktor-aktor tidak hanya senantiasa memonitor arus aktivitas dan
mengharapkan orang lain untuk melakukan aktivitas yang sama. Mereka juga
secara rutin memonitor aspek-aspek, baik sosial maupun fisik, dengan konteks
tempat bergerak dirinya sendiri. Dalam hal ini yang dimaksud dengan rasionalisasi
tindakan adalah, para aktor juga secara rutin dan kebanyakan tanpa banyak
percekcokan dalam mempertahankan suatu “pemahaman teoritis” yang terus
menerus atas dasar-dasar aktivitasnya. Pemahaman seperti itu, baiknya tidak
disamakan dengan pemberian alasan-alasan secara diskursif atas butir-butir
perilaku tertentu, maupun tidak disamakan dengan kemampuan melakukan
spesifikasi terhadap alasan-alasan seperti itu secara diskursif.

Agen-agen lain yang cakap mengharapkan, dan merupakan kriteria


kompetensi yang diterapkan dalam perilaku sehari-hari bahwa aktor umumnya
akan mampu menjelaskan sebagian besar atas apa yang mereka lakukan, dengan
asumsi maksud-maksud dan alasan yang menurut para pengamat normalnya
hanya diberikan oleh aktor-aktor awam, dalam hal ini baik motif tindakan, ketika
beberapa perilaku tertentu dianggap membingungkan atau bila mengalami
kesesatan ataupun fraktur dalam kompetensi yang dimana kenyataannya
mungkin memang kompetensi yang diinginkan. Sebagai implikasinya, kita secara
umum tidak akan menyakan alasan dari aktivitas orang lain yang aktivitasnya
dianggap memiliki sifat konvensional pada kelompok atau budaya dimana dia
sendiri menjadi anggotanya. Di sisi lain, kita juga secara umum dan alamiah tidak
meminta penjelasan, jika terjadi kesesatan yang nampak mustahil bila
dipertanggungjawabkan oleh agen bersangkutan.

Pembedaan antara monitoring reflesif dan rasionalisasi tindakan bersamaan


dengan motivasinya. Jika alasan-alasan mengacu pada keinginan-keinginan yang
mengearahkannya. Akan tetapi motivasi tidaklah secara langsung dibatasi oleh
kesinambungan tindakan-tindakan seperti halnya rasionalisasi atau monitoring
refleksifnya. Kebanyakan motif-motif memasok seluruh rencana atau program
“proyek-proyek” dalam istilah Schutz, tempat dilakukannya gugusan perilaku. Di
sisi lain, juga perlu dipahami bahwa kebanyakan perilaku sehari-hari tidak
dimotivasi secara langsung (Giddens, 2011 : 7).

Guna memfokuskan klarifikasi mengenai agensi, maka dibuat batasan


mengenai agensi manusia yang diluruskan di bawah ini:

1. Agensi manusia menekankan hubungan antara aktor dan kekuasaan.


Tindakan bergantung pada kemampuan individu untuk membuat
sebuah perbedaan dari kondisi peristiw atau tingkatan kejadian
sebelumnya. Seorang agen akan berhenti menjadi agen jika ia
kehilangan kemampuan untuk membuat sebuah perbedaan dalam
melatih beberapa jenis kekuasaan. Banyak kasus yang dapat diambil
dari analisis sosial yang pengamatannya terfokus pada margin yang
dapat kita artikan sebagai tindakan, yaitu saat kekuasaan individu yang
dibatasi oleh jarak keadaan-keadaan khusus. Tetapi ini menjadi
kepentingan pertama untuk mengenali keadaan pengekangan sosial
yang membuat individu tidak memiliki pilihan yang berbeda dengan
disntegrasi tindakan. Akan tetapi konteks tidak memiliki pilihan, tidak
semena-mena memiliki pengertian bahwa tindakan telah digantikan
oleh reaksi.
2. Sebagian aliran teori sosial terkemuka tidak mengenal pembedaan,
dengan utamanya yang berhubungan dengan objektivisme dan
struktural. Aliran tersebut menyatakan bahwa kekangan beroperasi
seperti kekuatan alam, seolah-olah tidak memiliki pilihan yang sama
dengan yang digerakan tanpa perlawanan dan tidak mampu dipahami
oleh tekanan-tekanan mekanis.
3. Agen tidak bebas untuk memilih bagaimana membentuk dunia sosial,
tetapi dibatasi oleh pengekangan posisi historis yang mereka tidak
pilih.
4. Baik tindakan aktor maupun strutur akan melibatkan tiga aspek yaitu
makna, norma, dan kekuasaan. (Susilo, 2008 : 416)

Sekali lagi, pendapat Giddens mengenai setiap manusia yang merupakan dianggap
sebagai agen yang bertujuan, yang dilatarbelakangi oleh sifat sebagai individu, ia
memiliki dua kecenderungan, yaitu, memiliki alasan untuk tindakan-tindakannya dan
kemudian mengelaborasi alasan tersebut secara terus menerus sebagai bertujuan,
bermaksud dan bermotif (Susilo, 2008 :413). Sedangkan agensi mengacu pada
perbuatan, kemampuan, atau tindakan otonom untuk melakukan apapun.

C. STRUKTUR DAN DUALITAS STRUKTUR

Dalam teori strukturisasi, sifat struktur itu sendiri memiliki sifat eksternal bagi
tindakan manusia atau yang telah disebutkan sebelumnya saebagai agen, sebagai
sumber yang mengekang kekuasaan subjek yang telah disusun secara mandiri. Seperti
yang telah dikonseptualisasikan dalam pemikiran strukturalis dan post-strukturalis,
gagasan struktur memiliki ketertarikannya sendiri. Dalam hal ini struktur secara khas
dianggap tidak sebagai pembuat pola kehadiran seseorang melainkan sebagai titik
simpang antara kehadiran dan ketidakhadiran. Dengan demikian, kode-kode dasar
harus disimpulkan dari manifestasi-manifestasi yang merekat (Giddens, 2011 : 20).
Sehingga batas antara keduanya dapat diidentifikasi dengan jelas pada pembahasan
selanjutnya.

Dua ide tentang struktur tersebut sekilas tampak tidak ada kaitannya satu sama
lain, namun nyatanya masing-masing berhubungan dengan aspek-aspek penting dari
struktur hubungan-hubungan sosial, aspek-aspek yang dalam teori strukturasi dapat
dipahami dengan menganalisis perbedaan antara konsep struktur dengan sistem.
Dalam menganalisis hubungan-hubungan sosial, kita harus mengakui dimensi
sintagmatig, suatu pola hubungan sosial dalam ruang dan waktu yang melibatkan
urutan sebenarnya dari mode-mode pengembangan struktur yang secara reikursif
diimplikasikan dalam proses-proses reproduksi. Dalam tradisi strukturalis, biasanya
terdapat ketaksaan (ambiguity) perihal apakah struktur mengacu secara terbuka
pada suatu matriks transformasi di dalam seperangkat aturan-aturan transformasi
yang menentukan matriks tersebut. Paling tidak dari makna dasarnya, saya
mempeelakukan matriks sebagai sesuatu yang mengacu pada aturan-aturan dan
sumber daya-sumber daya seperti itu.

Struktur dalam analisis sosial lebih mengacu pada sifat-sifat struktur yang
membuka kemungkinan pembrian batas-batas ruang dan waktu dlam sistem-sistem
sosial, dengan sifat-sifat demikian memberi kemungkinan munculnya praktik-praktik
sosial serupa dalam berbagai rentang ruang dan waktu serta memberikan suatu
bentuk “sistematik”.

Giddens menggambarkan relasi antara tindakan dan struktur dalam skema


sebagai berikut.
Anggap saja aturan-aturan kehidupan sosial sebagai teknik-teknik atau prosedur-
prosedur yang bisa digeneralisasikan yang diterapkan dalam pembuatan atau
reproduksi praktek-praktek sosial. Aturan-aturan yang dirumuskan yang diberi
ekspresi verbal sebagai kanon hukum, aturan-aturan birokratis, aturan-aturan
permainan dan sebagainya merupakan kodifikasi intepretasi atas aturan-aturan
bukannya aturan-aturan itu sendiri. Aturan-aturan tersebut hendaknya tidak
dianggap sebagai sebuah penggambaran umum melainkan sebagai jenis-jenis khusus
yang dirumuskan, bedasarkan formulasi lahirnya, yang terwujud dalam berbagai
kualitas khusus (Giddens, 2011: 27).
KESIMPULAN

Teori strukturisasi yang dikemukakan oleh Giddens secara singkat merupakan


wilayah teoritik yang kerapkali ditempatkan dalam bilik yang ambigu. Hal tersebut
disebabkan oleh tujuan Giddens dalam pengembangan teori itu sendiri yang
merupakan sintesis rumit yang telah membantu untuk memproleh pandangan-
pandangan dari kedua kubu, dimana hal tersebut bukanlah merupakan hal yang aneh,
mengingat kritik yang dikemukakan Giddens sendiri terhadap teori strukturalisme
klasik, yang tidak turut mempertimbangkan suatu objek pengamatan berdasarkan
perspektif lainnya. Giddens menyusun teori strukturisasi, dengan maksud untuk tidak
melupakan peranan individu sebagai agen dalam penyusunan struktur sosial
masyarakat. Dengan demikian Giddens secara langsung berusaha untuk
menjembatani kedua kubu.

Meski di dalam penerapannya, teori strukturisasi yang dikemukakan Giddens


memiliki berbagai pertentangan, dimana secara umum meragukan akan akuntabilitas
yang dimilikinya mengingat penyusunan kesimpulan secara makro berasal dari
pengamatan tindakan agen secara mikro, dimana agen tersebut telah dipahami dan
diperkirakan dalam penjabaran teori sendiri untuk memiliki kebebasan. Dimana,
dalam kebebasan yang dimaksud, lingkupnya tidak ditentukan, menjadikan sifatnya
sebagai tidak dapat dipertahakan, yang dijelaskan oleh Giddens dikarenakan 2 poin
yaitu: (1) Terdiri dari apa saja tindakan manusia yang tidak ditentukan atau tidak
dipengaruhi? Tindakan seperti itu merupakan suatu hal yang diciptakan secara
spontan dari ketiadaan suatu bentuk metafisis dan mistis ciptaan orisinal, (2) Subjek
ditentukan, dipengaruhi dan diproduksi, oleh kekuatan sosial yang ada di luar dirinya
sendiri sebagai suatu individu. Kedua poin di atas disebut Giddens sebagai Dualitas
Struktur (Barker, 2011 : 191)
Secara umum titik sentral dari teori strukturisasi Giddens merupakan dualitas
struktur dengan pelaku dan sentralitas ruang dengan waktu. Dengan demikian
Giddens menghubungkan penentuan kesimpulan pengamatan sosial masyarakat
dengan pendekatan kedua hal tersebut tanpa mengabaikan satu perspektif maupun
objek pengamatan. Dalam penjelasannya mengenai identitas sosial agen sebagai
proyek, menjelaskan bahwa kita terbentuk sebagai individu yang dalam proses sosial
dengan menggunakan materi-materi yang dimiliki bersama secara sosial. Hal tersebut
dapat sering kita lihat dan pahami secara sederhana sebagai sosialisasi atau juga
dapat dilihat sebagai akulturasi. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa identitas
pada agen tidak dapat membangun dirinya sendiri, melainkan merupakan aspek yang
seliruhnya kultural, dan dibangun serta senantias dipengaruhi melalui proses
akulturasi. Diri yang disosiolisasikan itu lah yang disebut sebagai Hall sebagai subjek
sosiologis di mana, inti dari subjek tidak bersifat otonom maupun berdiri sendiri,
melainkan dibentuk dalam kaitannya dengan orang lain yang berpengaruh
(siginificant others) yang jadi perantara subjek dengan nilai dan symbol-kebudayaan
dalam dunia tempat ia hidup (Hall, 1992b :275 dalam Barker, 2011 : 177).
DAFTAR RUJUKAN

Suarni, Raisah & M. Sastrapratedja S.J. “Teori Strukturisasi: Telaah Kritis terhadap
Pemikiran Anthony Giddens”. Sosiohumanika (Berkala Penelitian Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada). No. 15 (1). Januari 2002

S. Djuarsa Sendjaja, 1994, Teori Komunikasi, Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas


Terbuka

Stephen P., 2004, Teori Organisasi Struktur Desain dan Aplikasi, Jakarta : Arcan

Anthony Giddens, 2010, Teori Strukturisasi : Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial


Masyarakat, Jakarta: Pustaka Pelajar

Anthony Giddens, 2011, The Constitution of Society: Teori Strukturisasi untuk Analisis
Sosial, Jakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai