Anda di halaman 1dari 7

Charisma A.

210110070101

Teori Strukturisasi Giddens

Menurut Giddens, teori strukturasi merupakan teori yang menepis dualisme


(pertentangan) dan mencoba mencari pertautan setelah terjadi pertentangan tajam antara struktur
fungsional dengan konstruksionisme-fenomenologis. Ada dua pendekatan yang kontras
bertentangan, dalam memandang realitas sosial. Pertama, pendekatan yang terlalu menekankan
pada dominasi struktur dan kekuatan sosial (seperti, fungsionalisme Parsonian dan
strukturalisme, yang cenderung ke obyektivisme). Kedua, pendekatan yang terlalu menekankan
pada individu (seperti, tradisi hermeneutik, yang cenderung ke subyektivisme). Giddens tidak
puas dengan teori pandangan yang dikemukakan oleh struktural-fungsional, ia ingin mengakiri
klaim-klaim keduanya dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut.

Giddens menyelesaikan debat antara dua teori yang menyatakan atau berpegang bahwa
tindakan manusia disebabkan oleh dorongan ‘eksternal’ dengan mereka yang menganjurkan
tentang tujuan dari tindakan manusia. Menurut Giddens, struktur bukan bersifat eksternal bagi
individu-individu melainkan dalam pengertian tertentu lebih bersifat ‘internal’. Struktur tidak
disamakan dengan kekangan (constraint) namun selalu mengekang (constraining) dan
membebaskan (enabling). Manusia melakukan tindakan secara sengaja untuk menyelesaikan
tujuan-tujuan kita, pada saat yang sama, tindakan manusia memiliki “unintended consequences”
(konsekuensi ang tidak disengaja) dari penetapan struktur yang berdampak pada tindakan
manusia selanjutnya.

Menurut Giddens lagi, human agency dan struktur sosial berhubungan satu sama lain.
Tindakan-tindakan yang berulang-ulang (repetisi) dari agen-agen individual-lah yang
mereproduksi struktur tersebut. Tindakan sehari-hari seseorang memperkuat dan mereproduksi
seperangkat ekspektasi. Perangkat ekspektasi orang-orang lainlah yang membentuk apa yang
oleh sosiolog disebut sebagai “kekuatan sosial” dan “struktur sosial.”
Selanjutnya, Giddens menjelaskan bahwa prinsip-prinsip struktural itu terdiri dari tiga hal
yang sangat mendasar, yaitu pertama, struktur ‘signifikansi’ (signification) yang berkaitan
dengan dimensi simbolik, penyebutan dan wacana. Kedua, struktur ‘dominasi’ (domination)
yang mencakup dimensi penguasaan atas orang (politik) dan barang (ekonomi). Ketiga, struktur
‘legitimasi’ (legitimation) menyangkut dimensi peraturan normatif yang terungkap dalam tata
hukum.

Prinsif signifikansi (misalnya, orang yang mengajar disebut guru) pada gilirannya
menyangkut dimensi legitimasi (misal, kekuasaan guru atas murid) dan juga dimensi legitimasi
(misal, pengadaan ujian). Hal yang sama juga berlaku bagi struktur ‘dominasi’ dan ‘legitimasi’.
Ringkasan berikut di bawah ini mungkin berguna untuk memahami kaitan ketiganya.

Dalam teori strukturasi, si agen atau aktor memiliki tiga tingkatan kesadaran:
1. Kesadaran diskursif (discursive consciousness). Yaitu, apa yang mampu dikatakan
atau diberi ekspresi verbal oleh para aktor, tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya
tentang kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri. Kesadaran diskursif adalah suatu
kemawasdirian (awareness) yang memiliki bentuk diskursif.
2. Kesadaran praktis (practical consciousness). Yaitu, apa yang aktor ketahui (percayai)
tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri.
Namun hal itu tidak bisa diekspresikan si aktor secara diskursif. Bedanya dengan
kasus ketidaksadaran (unsconscious) adalah, tidak ada tabir represi yang menutupi
kesadaran praktis.
3. Motif atau kognisi tak sadar (unconscious motives/cognition). Motif lebih merujuk ke
potensial bagi tindakan, ketimbang cara (mode) tindakan itu dilakukan oleh si agen.
Motif hanya memiliki kaitan langsung dengan tindakan dalam situasi yang tidak
biasa, yang menyimpang dari rutinitas. Sebagian besar dari tindakan-tindakan agen
sehari-hari tidaklah secara langsung dilandaskan pada motivasi tertentu.

Perbedaan tataran dalam dualitas struktur dan pelaku juga berguna untuk memahami
istilah konflik (conflict) dan kontradiksi (contradiction). Konflik mengacu pada “pertikaian
antara para pelaku atau kelompok dalam praktik sosial yang kongkrit” sedang istilah
“kontradiksi” menunjuk “kondisi pertentangan prinsip-prinsip struktural pengorganisasian suatau
masya-rakat” pada tataran Signifikansi, dominasi, dan legitimasi -seperti yang telah diurai diatas.

Dualitas Struktur dan Agency

Dalam pandangan Giddens, struktur sebagai medium, dan sekaligus sebagai hasil
(outcome) dari tindakan-tindakan agen yang diorganisasikan secara berulang (recursively).
Struktur dan agency (dengan tindakan-tindakannya) tidak bisa dipahami secara terpisah. Pada
tingkatan dasar, misalnya, orang menciptakan masyarakat, namun pada saat yang sama orang
juga dikungkung dan dibatasi (constrained) oleh masyarakat.

Struktur merupakan usaha koseptual yang sangat berat, sifat struktur sistem sosial sampai
kini hanya ada sebagai bentuk perilaku sosial yang secara terus menerus diproduksi dengan
waktu dan ruang. Sentralitas waktu dan ruang diajukan untuk memecah kebuntuan dualisme
statis/dinamik, sinkroni/diakroni, atau stabilitas/perubahan. Dualisme seperti ini terjadi karena
waktu dan ruang biasanya diperlakukan sebagai panggung atau konteks bagi tindakan. Waktu
dan ruang merupakan unsur yang konstitutif bagi tindakan. Artinya, tidak ada tindakan tanpa
waktu dan ruang. Karena itu, tidak ada waktu yang melulu statistik dan melulu dinamik.

Dualitas Struktur dan sentralitas waktu dan ruang menjadi poros terbentuknya teori
strukturasi dan berperan dalam menafsirkan kembali fenomena-fenomena modern, seperti
negara-negara, globalisasi, ideologi, dan identitas. Teori strukturasi menunjukkan bahwa agen
manusia secara kontinyu mereproduksi struktur sosial – artinya individu dapat melakukan
perubahan atas struktur sosial.

Gagasan dualitas (timbal-balik) antara pelaku dan struktur diajukan untuk menepis
konsep dualisme (pertentangan). Sentralitas waktu dan ruang, bersama dualitas pelaku dan
struktur menjadi dua tema sentral yang menjadi poros teori strukturasi. Dualitas berarti tindakan
dan struktur saling mengandaikan. Dualitas struktur adalah struktur sebagai media dan hasil
perilaku yang diorganisasikannya secara rekursif, sifat-sifat struktural sistem sosial tidak ada
diluar tindakan namun secara terus-menerus terlibat dalam produksi dan reproduksi.
Aspek-aspek dalam teori strukturasi dapat dipahami dengan mengenali perbedaan antara
konsep ‘struktur’ dengan ‘sistem’. Struktur adalah sebagai seperangkat aturan dan sumber daya
atau seperangkat hubungan transformasi yang diorganisasikan secara rekursif sebagai sifat-sifat
sistem sosial, berada diluar ruang dan waktu, disimpan dalam koordinasi dan kesegarannya
sebagai jejak-jejak memori dan ditandai oleh ‘ketiadaan subjek’.

Sistem adalah hubungan yang direproduksi antara aktor atau kolektivitas yang
diorganisasikan sebagai praktek sosial regular atau sistem adalah tempat disiratkanya secara
rekursif struktur yang terdiri dari aktivitas-aktivitas agen manusia dalam situasi tertentu, yang
direproduksi dalam ruang dan waktu. Strukturasi adalah kondisi yang menentukan
kesinambungan atau transmutasi struktur dan dengan demikian reproduksi sistem sosial atau
penataan relasi-relasi sosial lintas ruang dan waktu berdasarkan dualitas struktur.

Strukturasi mengandung tiga dimensi, yaitu sebagai berikut:

1. Pemahaman (interpretation / understanding), yaitu menyatakan cara agen memahami


sesuatu.

2. Moralitas atau arahan yang tepat, yaitu menyatakan cara bagaimana seharusnya sesuatu
itu dilakukan.

3. Kekuasaan dalam bertindak, yaitu menyatakan cara agen mencapai suatu keinginan.

Tiga dimensi strukturasi ini mempengaruhi tidakan agen. Tindakan agen diperkuat oleh
struktur pemahaman, moralitas, dan kekuasaan. Dalam hal ini agen menggunakan aturan-aturan
untuk memperkuat tindakannya. Dalam satu kelompok yang telah terbentuk strukturnya, masing-
masing individu saling membicarakan satu topik tertentu. Dalam strukturasi, hal ini tidaklah
direncanakan dan merupakan konsekuensi yang tidak diharapkan dari perilaku anggota-anggota
kelompok. Norma atau aturan yang ada diinterpretasi oleh tiap individu dan menjadi arahan
tingkah laku mereka. Kekuatan yang mereka miliki memungkinkan mereka untuk mencapai
tujuan dan mempengaruhi tindakan orang lain.
Kita akan memahami teori Giddens dengan setidaknya mempelajari pandangan-
pandangannya untuk kedua teori yang sudah disampaikan sebelumnya, yakni fungsionalisme dan
strukturalisme. Yang paling inti dalam memahami strukturasi Giddens adalah kritik kerasnya
atas gejala dualisme yang melekat dalam berbagai teori khususnya dua teori di atas. Ia tidak
setuju dengan dualisme struktur dan pelaku, namun ia lebih menekankan apa yang ia sebut
dengan dualitas. Atas fakta struktur dan pelaku bukanlah sesuatu yang saling menegasikan atau
bertentangan, tapi keduanya saling mengandaikan.

Dalam memahami pemikiran Giddens, minimal kita bisa berangkat dari dua pokok
pembicaraan. Pertama, ialah pelaku (agent) dan struktur (structur), kedua ialah ruang (space)
dan waktu (time).

Pelaku dan Struktur

Bagi Giddens, analisis sosial semestinya menekankan pada aspek dualitas keduanya,
bukan dualisme. Bahwa pelaku dan struktur berhubungan memanglah tak disangkal. Tapi
bagaimana keduanya berkaitan dalam berbagai perilaku sosial, itulah yang harus dipersoalkan.
Apakah pelaku dan struktur berhubungan dengan mengedepankan perbedaan (tegangan atau
pertentangan) atau dualitas (timbal balik)?

Pelaku adalah orang-orang yang kongkrit dalam arus kontinu tindakan dan peristiwa di
dunia. Struktur dalam pengertian Giddens bukanlah totalitas gejala, bukan ‘kode tersembunyi’
khas strukturalisme, cara produksi marxis, bukan sebagian dari totalitas gejala khas
fungsionalisme. Struktur adalah aturan (rules) dan sumberdaya (resources) yang terbentuk (dan
membentuk) dari perulangan praktik sosial.

Dualitas struktur dan pelaku merupakan hasil sekaligus sarana suatu praktik sosial
(Priyono, 2002). Praktik sosial yang seperti inilah yang seharusnya menjadi pokok pembahasan
dalam analisis sosial. Dari pengertian seperti inilah teori stukturasi dibangun. Teori strukturasi
sendiri mengandaikan sebuah proses yang terjadi dan memungkinkan terjadinya perulangan
untuk membentuk perilaku sosial.
Dalam prakteknya, tindakan seseorang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi beberapa
struktur yang berbeda dalam waktu yang sama. Pertemuan lebih dari satu struktur ini
kemungkinan akan menimbulkan:

1. Mediasi, yaitu struktur yang satu menjadi perantara munculnya struktur yang lain. Dapat
dikatakan produksi dari suatu struktur dapat membentuk struktur baru atau melengkapi
struktur yang sudah ada.

2. Kontradiksi, yaitu struktur yang satu mengatasi atau menghapus struktur yang lama. Hal
ini disebabkan adanya pertentangan yang memicu konflik antar struktur sehingga
menghasilkan perubahan struktur yang berguna untuk mengatasi munculnya konflik yang
berkepanjangan ataupun menghapus struktur yang sudah tidak relevan.

Ruang dan Waktu

Ruang dan waktu adalah pokok sentral lain dalam teori strukturasi. Tidak ada tindakan
perilaku sosial tanpa ruang dan waktu. Ruang dan waktu menentukan bagaimana suatu perilaku
sosial terjadi. Mereka bukan semata-mata arena atau panggung suatu tindakan terjadi
sebagaimana dipahami dalam teori-teori sosial sebelumnya. Mereka adalah unsur konstitutif
dalam proses tindakan itu sendiri. Dengan mengadaptasi filsafat waktu Martin Heidegger,
Giddens menegasikan bahwa ruang dan waktu semestinya menjadi bagian integral dalam ilmu
sosial.

Unsur ruang dan waktu ini sedemikian sentralnya dalam gagasan strukturasi Giddens
sehingga ia menamakan teorinya sebagai strukturasi. Tambahan –asi di dalamnya bermakna
sebagai kelangsungan proses. Ada proses menjadi yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu.
Lebaran di China tentu saja dengan lebaran di Arab Saudi, apalagi di Indonesia. Begitu pula,
lebaran bagi orang dengan status sosial di ruang dan waktu yang berbeda akan menghasilkan
perilaku sosial yang berbeda juga ditentukan oleh ruang dan waktu. Mereka yang berada di kota
lebih mengutamakan lebaran dengan berlibur di Kebun Binatang dan yang berada di desa
merayakannya dengan bersilaturrahmi. Kedua perilaku sosial yang terjadi itu dipengaruhi oleh
ruang dan waktu.

Anda mungkin juga menyukai