Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MATA KULIAH PENYUNTINGAN I:

Seputar Penyuntingan

Dosen Pengampu: Dr. Kundharu Saddhono, M. Hum.

Disusun oleh:

Habib Safillah Akbariski

K1217027

Kelas A

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


SURAKARTA
2019
Seputar Penyuntingan
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi dalam masyarakat (Saddhono, 2019).
Untuk menjalankan fungsi tersebut, manusia harus memiliki keterampilan berbahasa
(Harsono et al., 2012). Selanjutnya, Fungsi tersebut dijalankan dalam berbagai lingkungan,
tingkatan, dan kepentingan yang bermacam-macam, termasuk di dalam kegiatan mengarang.

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah telah mengajarkan atau memasukan unsur-


unsur penyuntingan dalam pengajarannya, salah satunya dalam materi menulis karangan
(Ariningsih, 2012). Selain aspek isi, dalam proses mengarang pun tentu harus memperhatikan
aspek bahasa. Saddhono (2012) dalam penelitiannya penyatakan bahwa penguasaan kaidah
bahasa yang kurang baik menjadi salah satu masalah dalam karang-mengarang. Oleh karena
itu, menjalankan tugas penyuntingan dalam mengarang menjadi sangat penting.

Penyuntingan berasal dari kata dasar sunting. Kata sunting melahirkan bentuk turunan
menyunting (kata kerja), penyunting (kata benda), dan penyuntingan (kata benda). Kata
menyunting berarti menyiapkan naskah siap terbit dengan memperhatikan sisi sistematika
penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat). Orang yang
melakukan pekerjaan menyunting disebut penyunting. Sementara itu, penyuntingan bermakna
proses, cara, perbuatan, yang terkait dengan kegiatan sunting-menyunting.

Menyunting dapat diartikan sebagai kegiatan membaca kembali sambil menemukan


kesalahan-kesalahan redaksional sebuah tulisan. Proses ini biasanya dilakukan oleh diri
sendiri terhadap tulisan sendiri atau penyunting terhadap tulisan orang lain. Kegiatan
penyuntingan terlihat sepele sehingga tahap ini sering sekali terabaikan. Padahal, pengalaman
hampir semua penulis besar mengungkapkan, proses penyuntingan adalah sebuah tahapan
menulis yang menjadi salah satu kunci sukses mereka menjadi penulis ternama.

Secara tugas, editor dan penyunting memiiki tugas yang berbeda. Seorang penyunting
naskah atau kopieditor lazim dianggap sebagai pembantu seorang editor. Naskah yang sudah
disetujui penerbit untuk diterbitkan akan diserahkan kepada editor untuk disunting dari segi
materi (stanstial editing). Setelah itu, naskah diserahkan kepada peyunting naskah untuk
disunting dari segi kebahasaan (mechanical editing). Eneste(2017: 9) merumuskan tugas
seorang penyunting naskah sebagai berikut:
a. menyunting naskah dari segi kebahasaan (ejaan, diksi, struktur kalimat);
b. memperbaiki naskah dengan persetujuan penulis/pengarang;
c. membuat naskah enak dibaca dan tidak membuat pembaca bingung
(memperhatikan keterbacaan naskah);
d. membaca dan mengoreksi cetak coba (pruf).
Pendapat Eneste sejalan dengan Sugihastuti (2009:1) yang menyatakan bahwa editor
dan penyunting sering kali dianggap sama. Sugihastuti berpendapat bahwa editor adalah
orang yang mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan majalah, surat
kabar, buku, dan sebagainya. Tugas seorang editor atau peyunting adalah menyunting, yaitu
menyiapkan naskah siap cetak dengan memperhatikan aspek sistematika penyajian, isi, dan
bahasa yang menyangkut ejaan, huruf, tanda baca, kata, diksi, frasa, istilah, klausa, kalimat,
dan wacana. Selain itu, tugas editor, yaitu merencanakan dan mengarahkan penerbitan, surat
kabar, majalah, dan buku.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seorang penyunting. Persyaratan


tersebut meliputi (1) menguasai ejaan bahasa Indonesia; (2) menguasai tata bahasa bahasa
Indonesia; (3) bersahabat dengan kamus; (4) memiliki kepekaan bahasa; (5) memiliki
pengetahuan luas; (6) memiliki ketelitian dan kesabaran; (7) memiliki kepekaan terhadap
SARA dan pornografi; (8) memiliki keluwesan; (9) memiliki kemampuan menulis; (10)
menguasai bidang tertentu; (11) menguasai bahasa asing; (12) memahami kode etik
penyuntingan naskah. (Eneste, 2017: 15-21)

Terdapat tiga kegiatan pokok dalam menyunting tulisan, yaitu membaca dengan kritis,
memotong dan menambah, susun dan periksa kembali (Semi dalam Prasetyo, 2016).
Pendapat tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh Laksono & Parmin (n.d.) yang
menyatakan penyuntingan merupakan proses membaca, mencermati, memperbaiki naskah
yang telah dikirim seorang penulis naskah sehingga naskah tersebut siap untuk diterbitkan.
Untuk menangkap kesalahan, baik ejaan, gaya, maupun pemakaian kata, seorang penyunting
harus membaca dengan teliti tulisan yang disuntingnya. Bila perlu, seorang penyunting harus
membuka kamus untuk mengecek ejaan atau kata yang meragukan.

Penyunting tulisan yang akan dipublikasikan perlu mempertimbangkan aspek


pembaca. Tulisan akan dibaca oleh pelbagai kalangan, dengan umur, taraf hidup, dan
pendidikan, yang berbeda-beda. Hal tersebut mengharuskan penyunting naskah untuk
menyesuaikan gaya tulisannya dengan latar belakang pembaca. Secara garis besar kegiatan
penyuntingan meliputi:

a. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang kasat mata.


b. Menghindari kontradiksi dan memperbaiki tulisan sebelumnya.
c. Menyesuaikan gaya bahasa sesuai dengan kebijakan media yang bersangkutan.
d. Meringkas beberapa kalimat menjadi satu atau dua kalimat yang memiliki kejelasan
makna serupa
e. Menghindari adanya arti ganda dan tulisan yang membosankan.
f. Melengkapi tulisan dengan anak kalimat atau subjudul
g. Memperbaiki judul supaya menarik.
h. menulis keterangan gambar atau pekerjaan lain yang terkait dengan tulisan yang
disunting.
i. Menelaah kembali hasil tulisan yang telah dicetak, mungkin masih terdapat kesalhan
secara redaksional atau substansial.
Referensi
Ariningsih, N., Sumarwati, Saddhono, K. (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia
Siswa Sekolah Menengah Atas. BASASTRA, 1, 40-53
Eneste, P. (2017). Buku Pintar Penyuntingan Naskah (Edisi Keti). Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Harsono, A. S. R., Fuady, A., & Saddhono, K. (2012). Pengaruh Strategi Know Want To
Learn ( Kwl ) dan Minat Membaca terhadap Kemampuan Membaca Intensif Siswa SMP
Negeri di Temanggung. BASASTRA, 1(3), 53–64.
Laksono, K., & Parmin, J. (n.d.). Hakikat dan Ruang Lingkup Penyuntingan.
Prasetyo, B. (2016). Kemampuan Menyunting Teks Eksposisi Siswa Kelas X IPA SMA
Negeri 1 Kendari. Jurnal Bastra, 1(1), 1–15.
Saddhono, K. (2019). Bentuk dan Fungsi Kode dalam Wacana Khotbah Jumat (Studi Kasus
di Kota Surakarta). Adabiyyāt: Jurnal Bahasa Dan Sastra, 11(1), 71.
https://doi.org/10.14421/ajbs.2012.11104
Sugihastuti. (2009). Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai