Anda di halaman 1dari 70

TENAGA KERJA, KESEMPATAN KERJA

DAN TRANSMIGRASI
BAB XII

TENAGA KERJA, KESEMPATAN KERJA DAN


TRANSMIGRASI

A. TENAGA KERJA

1. Pendahuluan

Situasi ketenagakerjaan di Indonesia dalam tahun kedua Re-


pelita IV masih ditandai oleh masalah-masalah struktural yaitu,
pertama, pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi. Sensus
Penduduk tahun 1980 mencatat bahwa penduduk Indonesia pada ta -
hun tersebut 147,5 juta dan bertambah menjadi 163,9 juta pada
tahun 1985 menurut hasil SUPAS 1985. Dengan demikian dalam ku-
run waktu 1980 - 1985 laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih
tinggi, yaitu 2,1% per tahun.

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk tersebut, maka angkatan


kerja juga bertambah diperkirakan sebanyak 9,3 juta orang atau
rata-rata 2,8% setiap tahun selama Repelita IV. Tingkat pertum -
buhan angkatan kerja tersebut mengakibatkan kelebihan tenaga
kerja secara umum yang berkelanjutan dengan timbulnya masalah
penyediaan lapangan kerja dan juga masalah perlindungan tenaga
kerja.

Kedua, adanya penyebaran penduduk yang tidak merata, yang


menyebabkan kesulitan dalam mengelola sumber alam dan sumber
daya manusia yang tersedia. Hampir 62% penduduk Indonesia ter -
dapat di Pulau Jawa yang luasnya hanya 7% dari luas wilayah In -
donesia, sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan antara poten-
si sumber daya manusia dan daya dukung ekonomi setempat.

Ketiga, sebagian besar atau lebih dari 50% angkatan kerja


berpendidikan SD ke bawah, yang menyebabkan rendahnya produkti-
vitas, sehingga tingkat penghasilan masih rendah.

Keempat, adanya tingkat pendayagunaan tenaga kerja yang ma-


sih rendah atau tingkat ketergantungan masih relatif tinggi.
Pada awal Repelita IV diperkirakan seorang penduduk Indonesia
bekerja untuk menghidupi 3 orang. Selain itu tingkat setengah
pengangguran cukup tinggi, walaupun tingkat pengangguran terbu-

XII/3
ka atau penganggur penuh tercatat cukup rendah yaitu sekitar
1,7%.

Kelima, adanya ketidakseimbangan di dalam pasar kerja. Kea-


daan pencari kerja melalui Bursa Tenaga Kerja kebanyakan ber-
pendidikan SLTA, Sarjana Muda dan Sarjana khususnya dari juru -
san Umum/Sosial atau jurusan Non Eksakta yang sebagian besar
tidak sesuai dengan kualifikasi kebutuhan riil tenaga kerja di
pasar kerja. Di samping hal tersebut juga adanya lowongan kerja
di suatu lapangan pekerjaan atau suatu daerah belum tentu dapat
diisi oleh tenaga kerja dari lapangan pekerjaan atau daerah
yang lain.

Sehubungan dengan masalah-masalah ketenagakerjaan diatas


dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dikemukakan bahwa perlu-
asan dan pemerataan kesempatan kerja serta peningkatan mutu dan
perlindungan tenaga kerja merupakan kebijaksanaan pokok yang
sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan ini pro-
gram-program pembangunan sektoral maupun regional perlu selalu
mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak
mungkin. Dengan demikian di samping peningkatan produksi seka-
ligus dapat dicapai pemerataan kegiatan pembangunan dan hasil-
hasilnya.

Kebijaksanaan dan langkah-langkah dibidang tenaga kerja da-


lam Repelita IV juga ditujukkan agar struktur angkatan kerja
berdasarkan pendidikan dan keahlian makin seimbang. Dalam hu-
bungan ini angkatan kerja dengan pendidikan dan keahlian yang
bersifat profesional diusahakan makin meningkat, sesuai dengan
kebutuhan pembangunan. Sejalan dengan itu angkatan kerja yang
bekerja di sektor pertanian secara relatif akan makin berkurang
sedangkan angkatan kerja yang bekerja di sektor industri dan
jasa akan makin meningkat. Produktivitas tenaga kerja diusaha-
kan makin meningkat dan tingkat pengangguran yang terbuka mau -
pun tersembunyi merupakan bagian yang semakin kecil dari selu -
ruh angkatan kerja.

Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa dalam rangka me-


ningkatkan perencanaan tenaga kerja yang terpadu maka sasaran
kebijaksanaan tenaga kerja dalam Repelita IV meliputi hal-hal
sebagai berikut.

Pertama, perluasan lapangan kerja dalam jumlah yang mema-


dai yang mampu memberi lapangan kerja kepada angkatan kerja ba -
ru dan mengurangi tingkat pengangguran yang ada.

XII/4
Kedua, pembinaan dan pengembangan angkatan kerja dalam jum-
lah yang sepadan dengan pertambahan angkatan kerja baru diber-
bagai sektor dan daerah.

Ketiga, pembinaan, perlindungan dan pengembangan angkatan


kerja yang sudah bekerja untuk meningkatkan produktivitas mere-
ka dan mewujudkan ketenangan kerja di perusahaan-perusahaan me-
lalui hubungan mekanisme perburuhan yang saling menghargai, se-
rasi antara buruh dan pengusaha yang dijiwai oleh Pancasila dan
Undang- Undang Dasar 1945.

Keempat, peningkatan berfungsinya pasar kerja sehingga pe-


nyaluran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja dapat terlak-
sana sesuai dengan kebutuhan pembangunan.

Kelima, perencanaan tenaga kerja yang terpadu juga dituju-


kan untuk mengurangi laju pertumbuhannya serta meningkatkan mu-
tu tenaga kerja melalui berbagai usaha dalam rangka pembinaan
dan pengembangan sumber daya manusia.

Dalam rangka mengusahakan terciptanya lapangan kerja yang


seluas-luasnya melalui pelaksanaan program-program pembangunan
maka ditempuh kebijaksanaan-kebijaksanaan dan langkah-langkah
yang menyeluruh dan terpadu. Langkah-langkah yang menyeluruh
dan terpadu ini meliputi langkah-langkah yang bersifat umum,
sektoral, regional, dan khusus.

Kebijaksanaan perluasan lapangan kerja yang bersifat umum


ditujukan agar berbagai kebijaksanaan di bidang ekonomi disatu
pihak cukup stabil sehingga menciptakan derajat kepastian yang
lebih tinggi bagi semua pelaku ekonomi, tetapi di lain pihak
cukup luwes sehingga dapat menyerap perkembangan-perkembangan
penting yang terjadi dalam kehidupan ekonomi. Kebijaksanaan
umum ini juga diarahkan agar pola konsumsi masyarakat dapat le-
bih tertuju kepada Jenis produksi dalam negeri yang bersifat
padat karya. Dibidang sosial antara lain mencakup kebijaksanaan
kependudukan dan pendidikan.

Kebijaksanaan kependudukan diarahkan untuk menciptakan ma-


syarakat keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera; dibidang
pendidikan bertujuan meningkatkan mutu untuk menghasilkan tena-
ga kerja terdidik dan trampil sehingga perluasan lapangan kerja
dapat tercapai.

Kebijaksanaan lapangan kerja sektoral meliputi langkah-


langkah pada masing-masing sektor dalam rangka meningkatkan

XII/5
produksi barang dan jasa serta sekaligus memperluas lapangan
kerja. Sektor-sektor ini meliputi sektor pertanian, industri,
perhubungan, perdagangan, pendidikan dan latihan, perumahan dan
pemukiman dan lain-lain. Pada dasarnya kebijaksanaan di
berbagai sektor ini ditujukan agar-pelaksanaan berbagai program
pembangunan dapat memperluas lapangan kerja baik secara lang-
sung maupun tidak langsung. Kebijaksanaan ini menghendaki
agar peranan masing-masing sektor dalam keseluruhan usaha pem-
bangunan disesuaikan secara tepat dalam rangka usaha penyerapan
tenaga kerja secara maksimal dan produktif.

Agar pelaksanaan program-program pembangunan dapat menyerap


tenaga kerja semaksimal mungkin secara produktif, maka aspek
daerah penting peranannya oleh karena masalah-masalah tenaga
kerja banyak ditentukan oleh keadaan di masing-masing daerah.
Oleh karena itu berbagai langkah kebijaksanaan perluasan lapa-
ngan kerja perlu disesuaikan dengan keadaan dan kondisi masing -
masing daerah. Di daerah-daerah yang langka tanah tetapi padat
penduduknya, pelaksanaan program-program pembangunan ditekankan
bagi pemanfaatan tanah dengan cara yang lebih berhasilguna.
Demikian pula, perluasan usaha industri yang padat karya tetapi
tidak membutuhkan lahan yang luas akan tetap diberi prioritas
di daerah-daerah padat penduduk.

Disamping langkah-langkah yang bersifat umum, sektoral dan


daerah, maka dimantapkan dan ditingkatkan pula kebijaksanaan
khusus di bidang tenaga kerja.

Kebijaksanaan dan langkah-langkah khusus ditujukan untuk


mengatasi masalah-masalah dibidang penyediaan tenaga kerja mau-
pun meningkatkan perluasan lapangan kerja. Sasaran kebijaksana-
an khusus ditujukan untuk mengatasi masalah lapangan kerja
dan memperbaiki penghasilan kelompok-kelompok masyarakat ber-
penghasilan rendah. Kelompok tersebut terdiri dari buruh tani,
petani pemilik tanah yang sangat kecil, nelayan, pengrajin,
angkatan kerja yang bermukim di daerah-daerah minus dan padat
penduduknya, serta kelompok usia muda terdidik yang belum atau
sulit mendapatkan lapangan kerja. Kebijaksanaan khusus juga di-
tujukan untuk mengatasi masalah lapangan kerja yang sewaktu-
waktu muncul oleh karena bencana alam seperti banjir, musim ke-
marau yang berkepanjangan dan kemerosotan harga jual didaerah
monokultur, dan lain-lain.

Langkah-langkah khusus yang dilaksanakan dalam Repelita IV


dalam rangka mengatasi masalah ketenaga kerjaan dan peningkatan
penggunaan sumber daya manusia dapat diuraikan di bawah ini.

XII/6
2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan

a. Program Pembangunan Desa

Dalam rangka perluasan kesempatan kerja dan pemerataan pem-


bangunan, maka pembangunan pedesaan terus ditingkatkan. Daerah
pedesaan yang dijadikan sasaran adalah daerah-daerah yang padat
penduduknya, rawan terhadap bencana alam dan terbatas sumber
alamnya, yang pada umumnya menghadapi masalah rendahnya produk-
tivitas tenaga kerja dan relatif tingginya tingkat penganggur -
an. Untuk mengatasi masalah pengangguran tersebut dilaksanakan
beberapa kegiatan seperti proyek-proyek padat karya gaya baru,
bantuan pembangunan daerah tingkat dua, dan reboisasi dan peng-
hijauan.

1) Proyek Padat Karya Gaya Baru

Dalam tahun kedua Repelita IV kegiatan Proyek Padat Karya


Gaya Baru (PPKGB) terus ditingkatkan baik dari segi jumlah ke-
camatan maupun imbalan yang disediakan. Kecamatan yang dipilih
untuk melaksanakan PPKGB adalah kecamatan-kecamatan padat pen-
duduk dan miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan
dengan mengutamakan wilayah-wilayah yang sering dilanda bencana
alam dan kegiatan ekonomi yang menurun.

Pada tahun pertama Repelita IV, PPKGB dilaksanakan di 1.125


kecamatan dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja sebanyak
258.242 orang per hari (termasuk 6.425 orang lulusan SMTA). Pa-
da tahun kedua Repelita IV jumlah kecamatan meningkat menjadi
1.468 termasuk 7 kecamatan di 7 kota. Selain itu PPKGB juga
dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mencakup bebe -
rapa kecamatan.

Jumlah tenaga kerja yang diserap PPKGB selama 3 - 9 bulan,


juga meningkat menjadi 422.978 orang setiap hari termasuk
12.493 orang lulusan SMTA (Tabel XII-1). Besarnya imbalan jasa
yang diberikan rata-rata per hari pada tahun pertama Repelita
IV adalah Rp 837,50, pada tahun kedua meningkat menjadi Rp
1.000,00, sedangkan pada tahun terakhir Repelita III adalah
Rp 800,00. Penentuan besarnya imbalan jasa yang diberikan men -
dekati upah minimum yang berlaku setempat.

Hasil-hasil fisik yang dicapai dalam tahun kedua Repelita


IV dapat dilihat pada Tabel XII-2. Jalan desa yang dibangun/di-
rehabilitasi pada akhir Repelita III, tahun pertama dan kedua
Repelita IV masing-masing panjangnya adalah 3.788 km, lebih da-

XII/7
TABEL XII - 1

JUMLAH KECAMATAN DAN PENGERAHAN TENAGA KERJA


DALAM RANGKA PROYEK PADAT KARYA GAYA BARU,
1983/84 - 1985/86

Kecamatan dan Pengerahan R e p e l i t a IV


No. Tenaga Kerja 1983/84 1984/85 1) 1985/86 2)

1. Jumlah Kecamatan 1.084 1.125 1.468

2. Pengerahan Tenaga Kerja


per h a r i ( o r a n g ) 246.638 258.242 422.978

1 ) Angka d i p e r b a i k i
2 ) Angka sementara

XII/8
TABEL XII - 2

HASIL PELAKSANAAN FISIK PROYEK PADAT KARYA GAYA BARU,


1983/84 - 1985/86

Repelita IV
No. Kegiatan Fisik Satuan 1983/84 1984/851) 1985/862)

1. Perbaikan/pembuatan
jalan desa km 3.788,0 3.966,2 2.819,7

2. Perbaikan/pembuatan
saluran pengairan
tarsier km 3.676, 3 3.849,3 1.929,8

3. Pembuatan sawah baru,


penghijauan, terasering,
dan lain-lain ha 286,1 299,6 241,1

4. Tanggul, dermaga,
dan lain-lain km 48,0 53,0 1.019,8

1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara

XII/9
ri 3.966 km, dan hampir 2.820 km. Panjang pembangunan/rehabili -
tasi saluran pengairan tertier dan luas pencetakan sawah baru,
penghijauan, terasering, tanggul, dermaga, dapat dilihat pada
Tabel XII-2. Pada tahun kedua Repelita IV hampir semua hasil
fisik yang dicapai menunjukkan penurunan bila dibandingkan de-
ngan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan dinaikkannya imbalan
berupa upah pekerja, masih adanya kegiatan pembangunan yang se -
dang berjalan dan tertundanya pelaksanaan karena musim hujan
yang berkepanjangan. Keadaan di atas berbeda dengan pembuatan
tanggul dan dermaga, yang hasil fisiknya meningkat. Peningka-
tan tersebut disebabkan karena Jenis proyek menjadi prioritas
pilihan dan sesuai kebutuhan masyarakat setempat.

Sistem teknologi padat karya yang telah mulai dilaksanakan


pada Repelita III di kecamatan-kecamatan miskin dan padat pen -
duduk terus ditingkatkan dan dikembangkan dalam Repelita IV.
Kegiatan ini diarahkan untuk menginventarisasikan berbagai tek-
nik produksi di pedesaan, mengadakan pengkajian dan pengembang -
an teknologi padat karya yang dapat digunakan secara produktif
dan efisien tanpa harus diganti dengan teknologi maju. Sasaran
yang hendak dicapai dalam pengembangan teknologi padat karya
adalah agar masyarakat setempat dapat mengembangkan dan meman-
faatkan teknologi yang ada guna meningkatkan produktivitas ker -
ja. Pengembangan sistem teknologi tepat guna ini sejak Repelita
III sampai tahun 1985/86 telah dilaksanakan di 8 propinsi, ya-
itu Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa
Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Lam-
pung. Penyebaran teknologi tepat guna dilaksanakan oleh TKS-
BUTSI yang berlatar belakang pendidikan teknis dan telah dita -
tar mengenai berbagai macam teknologi tepat guna. Selain itu
TKS-BUTSI juga berfungsi sebagai tenaga penyuluh lapangan yang
memberi petunjuk cara membuat dan menerapkan teknologi tepat
guna/padat karya pada masyarakat pedesaan.

Perluasan kesempatan kerja melalui PPKGB diusahakan terus


meningkat. Secara keseluruhan kegiatan yang dilakukan dan kawa -
san yang dicakup serta peluang lapangan kerja baik yang lang-
sung sewaktu proyek berjalan, maupun yang tidak langsung sesu -
dah proyek selesai dilaksanakan agar terus meningkat. Kegiatan -
kegiatan PPKGB tersebut meliputi pembangunan baru/rehabilitasi
jalan, pembangunan saluran pengairan dan drainage/pembuatan em-
bung penampung air hujan di daerah yang curah hujannya relatif
sangat rendah, penghijauan, terasering, pemanfaatan tanah yang
tersedia di pedesaan dalam rangka peningkatan produksi, dan
perbaikan lingkungan hidup di daerah perkotaan. Melalui kegia-
tan-kegiatan PPKGB di atas diharapkan kesempatan kerja dapat

XII/10
diperluas dan sekaligus dapat diciptakan sumber tambahan penda-
patan bagi masyarakat.

2) Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat Dua

Salah satu kebijaksanaan khusus untuk memperluas kesempatan


kerja yang berupa pemberian bantuan pembangunan kepada Daerah
Tingkat Dua. Dalam Repelita IV bantuan tersebut diperluas dan
disempurnakan. Kegiatan program ini yang dikenal sebagai pro-
gram Inpres Kabupaten, ditujukan untuk membangun fasilitas umum
yang diserasikan dengan potensi dan kebutuhan masing-masing da-
erah, misalnya pasar, terminal angkutan umum, jalan, saluran
pengairan, jembatan dan sebagainya. Kegiatan diarahkan agar
memanfaatkan bahan lokal dan tenaga kerja yang ada di sekitar
proyek sebanyak mungkin, sehingga baik secara langsung maupun
tidak langsung meningkatkan peluang kesempatan kerja bagi ma-
syarakat.

Pada tahun 1985/86 perkiraan kesempatan kerja yang tercipta


sebanyak 490.864 orang dalam seratus hari kerja. Keadaan ini
tampak menurun bila dibandingkan tahun sebelumnya (Tabel XII-
3). Penurunan ini terjadi karena meningkatnya upah pekerja dan
bertambahnya peralatan yang dibutuhkan. Namun demikian, secara
keseluruhan program Inpres Kabupaten telah berhasil menciptakan
kesempatan kerja yang cukup besar.

3) Reboisasi dan Penghijauan

Program reboisasi dan penghijauan merupakan salah satu usa-


ha untuk memperluas kesempatan kerja melalui pelestarian hutan,
tanah, dan air. Program tersebut diarahkan untuk konservasi la-
han agar dapat mengendalikan banjir dan erosi dimusim penghu-
jan, serta kekeringan dimusim kemarau. Kegiatan fisiknya berupa
pembuatan teras, check-dam dan hutan rakyat, atau penanaman ta-
naman tahunan, pembangunan unit percontohan usaha tani, peles-
tarian sumber alam serta kegiatan lain. Kegiatan ini merupakan
usaha rehabilitasi lahan kritis dalam Daerah Aliran Sungai
(DAS). Dalam pelaksanaannya program ini membutuhkan banyak te-
naga kerja, sehingga masyarakat setempat yang pada umumnya ber-
ketrampilan rendah dapat dimanfaatkan dan sekaligus dapat me-
ningkatkan pendapatan melalui imbalan jasa.

Dalam tahun 1985/86 telah dilaksanakan penghutanan kembali


seluas 40.121 ha dan penghijauan tanah kritis seluas 97.928 ha.
Kesempatan kerja yang tercipta dalam melaksanakan reboisasi dan
penghijauan tersebut berjumlah lebih dari 11.943 ha. dalam se -

XII/11
TABEL XII - 3

JUMLAH KESEMPATAN KERJA YANG DAPAT DICIPTAKAN


DALAM PROGRAM INPRES KABUPATEN/KOTAMADYA,
1983/84 - 1985/86,

T a h u n Jumlah Kesempatan Kerja


(dalam seratus hari kerja)

XII/12
1983/84 468.608

1984/85 503.410

1985/86 490.864
ratus hari kerja. Apabila dibandingkan dengan tahun 1984/85
maka tampak bahwa baik lahan yang direboisasi maupun lahan yang
dihijaukan luasnya menurun (Tabel XII-4). Kesempatan kerja
dalam seratus hari kerja menurun karena adanya perubahan kebi-
jaksanaan. Pertama, kegiatan reboisasi dan penghijauan di-
konsentrasikan pada hulu daerah aliran sungai. Kedua, pengalih -
an penghijauan dari tanam-menanam kepada kegiatan pembuatan
unit-unit percontohan dan pembuatan dan pengendali. Dalam Repe -
lita IV, pemilihan lokasi prioritas lebih dipertajam menurut
Sub DAS dari 36 DAS terpilih.

b. Penempatan dan Penyebaran Tenaga Kerja

Kebijaksanaan tenaga kerja, sebagaimana dikemukakan dalam


Repelita IV, diarahkan kepada penyaluran, penyebaran dan peman -
faatan tenaga kerja yang lebih baik dengan jalan pembinaan dan
peningkatan keterampilan terutama bagi angkatan kerja usia
muda. Disamping itu juga dikembangkan dan disempurnakan infor-
masi ketenagakerjaan. Dengan demikian pelaksanaan program ini
dimaksudkan agar jumlah tenaga kerja sebagai sumber daya manu-
sia dapat dijadikan modal dasar pembangunan nasional. Program
ini mencakup pengerahan Tenaga Kerja Sukarela-BUTSI, kuliah
kerja nyata, pembatasan penggunaan tenaga asing, dan informasi
pasar kerja dan antar kerja.

1) Tenaga Kerja Sukarela - BUTSI

Kebijaksanaan menyebarkan dan memanfaatkan sumber daya ma-


nusia, khususnya tenaga kerja muda terdidik ke daerah pedesaan
melalui Proyek Pengerahan Tenaga Kerja Sukarela Pelopor Pemba-
haruan dan Pembangunan (TKS-BUTSI) dilanjutkan dan disempurna-
kan. Pelaksanaan proyek ini di samping bertujuan untuk membina
daya kreasi, idealisme, kepribadian, disiplin dan keterampilan
para pemuda, sekaligus juga untuk membantu proses pembaharuan
dan pembangunan masyarakat di daerah pedesaan.

Tugas pokok para Tenaga Kerja Sukarela (TKS) meliputi per-


baikan administrasi desa, kesehatan, gizi, keluarga berencana,
produksi, transmigrasi, koperasi, industri dan memanfaatkan
serta membantu memelihara kelestarian sumber alam. Sebelum di-
tugaskan di pedesaan para TKS terlebih dahulu diberi informasi
mengenai latar belakang desa tempat berbakti dan latihan pratu-
gas. Setelah satu tahun bertugas, mereka diberi latihan ke-
terampilan praktis dan pengetahuan pemecahan masalah yang nyata
dihadapi di pedesaan untuk menunaikan tugasnya termasuk mene -
rapkan teknologi padat karya. Bagi mereka yang telah menjalani

XII/13
TABEL XII - 4
JU M LA H KESEM P A TA N KER JA Y A N G DA P A T D IC IP TA KA N
DA LA M PR OGR A M R EBOISA SI DA N P EN GHIJA U A N ,
1983/84 - 1985/86

R e p e l i t aIV
Jenis Kegiatan dan
No. Kesempatan Kerja 1983/84 1984/85 1) 1985/86 2)

1. Reboisasi:
a . Luas (ha) 97.060 57.643 40.121
b. Kesempatan Kerja
(seratus hari kerja) 15.629,6 9.282,3 6.460,7

2. Penghijauan:
a . Luas (ha) 245 .139 208.452 97.928
b. Kesempatan Kerja
(seratus hari kerja) 13.725,6 11.671,5 5.483,1

3. Jumlah Kesempatan Kerja


(seratus hari kerja) 29.355,2 20.953,8 1 1 . 9 4 3 , 8

1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara

XI I /14
masa bakti selama dua tahun, diberikan kesempatan untuk menda-
patkan latihan tambahan yang intensif.

Dari Tabel XII-5 terlihat bahwa TKS-BUTSI yang dapat dike-


rahkan pada tahun kedua Repelita IV berjumlah 14.385 orang,
setelah ditangguhkan pada tahun pertama. Penangguhan sementara
pengerahan TKS-BUTSI pada tahun pertama karena penyempurnaan
pola pembinaan TKS-BUTSI yang ada kepada usaha-usaha wiraswasta
dan kegiatan untuk menunjang pelaksanaan program-program pemba-
ngunan dilingkungan Departemen Tenaga Kerja.

2) Kuliah Kerja Nyata

Dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, ke-


giatan ekstra-kurikuler perguruan tinggi yang dikenal sebagai
Kuliah Kerja Nyata (KKN), dilanjutkan dan ditingkatkan menjadi
kegiatan intra-kurikuler. Para mahasiswa yang akan menyelesai-
kan pendidikannya dilibatkan dalam kegiatan KKN agar mereka me-
rasa turut berperanserta dalam pembangunan dan selain itu
memupuk rasa pengabdian dan tanggung jawab terhadap masa depan
bangsa dan negara Indonesia. Melalui KKN para mahasiswa akan
langsung terjun ke dalam lingkungan masyarakat di pedesaan yang
memiliki berbagai perbedaan latar belakang adat istiadat. Sebe-
lum bertugas, kepada mahasiswa KKN diberikan informasi latar
belakang mengenai desa yang akan dikunjungi. Dengan ber-KKN
para mahasiswa akan mendapatkan pengalaman dan keterampilan
dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari bangku
kuliah dan mendapatkan kesempatan mengembangkan kepemimpinan
dalam pelaksanaan pembangunan, serta dapat memberi masukan
berupa umpan balik yang berharga bagi almamater.

Mahasiswa tingkat terakhir yang merupakan peserta KKN, se-


lama 3 - 6 bulan dibagi menjadi kelompok-kelompok antar disi -
plin ilmu pengetahuan dan ditugaskan sebagai suatu kesatuan da-
lam usaha meningkatkan pembangunan di pedesaan. Jumlah mahasis-
wa yang mengikuti KKN setiap tahun terus meningkat. Pada tahun
1984/85 mahasiswa yang mengikuti KKN berjumlah 19.150 orang,
dan pada tahun kedua meningkat menjadi 19.725 orang.

3) Informasi Tenaga Kerja dan Antar Kerja

Sistem informasi pasar kerja guna meningkatkan mobilitas


tenaga kerja, terus dikembangkan dan disempurnakan. Informasi
pasar kerja mencakup informasi lowongan dan pencari kerja. Un-
tuk mempercepat pengisian lowongan dan penempatan pencari ker-
ja, informasi tersebut menyebutkan jumlah lowongan atau permin-

XII/15
TABEL XII - 5

PENGERAHAN TENAGA KERJA SUKARELA - BUTSI,


1983/84 - 1985/86

Tahun Jumlah Pengerahan


( orang )

1983/84 5.670

1984/85 _1)

1985/86 14.3852)

Jumlah : 20.055

1) Tidak ada pengerahan TKS-BUTSI baru


2) Angka sementara

XII/16
GRAFIK XII - 1
PENGERAHAN TENAGA KERJA SUKARELA — BUTSI,
1983/84 - 1985/86
taan tenaga kerja menurut jenis jabatan, jenis pekerjaan, loka-
si, keterampilan yang dibutuhkan, dan imbalan jasa yang akan
diberikan di wilayah tertentu dan disebar luaskan melalui media
massa seperti radio, surat kabar harian dan buletin berkala.

Pada tahun 1984/85 jumlah lowongan/permintaan yang tercatat


sebanyak 106.640 orang, sedang tenaga kerja yang mendaftarkan
untuk disalurkan berjumlah lebih dari 1.1 juta orang. Dari jum-
lah tersebut yang berhasil ditempatkan berjumlah 73.188 orang.
Pada tahun 1985/86, jumlah lowongan/permintaan meningkat menja-
di hampir 112.000 orang, dari 1,2 lebih tenaga kerja yang men -
daftarkan untuk disalurkan, dan 87.714 orang diantaranya berha-
sil ditempatkan. Dari jumlah yang mendaftar tersebut, sebanyak
330.276 orang tergolong "penghapusan " karena kemungkinan dian-
tara mereka telah mendapatkan pekerjaan. (Tabel XII-6).

Dari angka-angka tersebut dapat dikatakan bahwa "perminta-


an" tenaga kerja selalu tidak dapat dipenuhi oleh pencari kerja
walaupun jumlahnya yang terakhir lebih besar. Hal ini disebab -
kan karena jenis pekerjaan, jabatan yang memerlukan suatu kete-
rampilan tertentu tidak dapat dipenuhi atau karena lokasi/dae-
rah yang berbeda.

Salah satu masalah yang menyangkut informasi ketenagaker-


jaan adalah masalah keterpaduan, yaitu keterpaduan data yang
dikumpulkan dan disajikan di bidang tenaga kerja dan lapangan
kerja dengan data di bidang-bidang lain yang merupakan unsur-
unsur yang tak terpisahkan dari keadaan lapangan kerja dan te-
naga kerja. Sehubungan dengan itu maka dalam tahun 1985/86 De-
partemen Tenaga Kerja bekerja sama dengan Biro Pusat Statistik
melakukan survai secara acak di 16.000 perusahaan di seluruh
propinsi di Indonesia. Survai perusahaan tersebut meliputi 17
sub sektor yaitu perkebunan, peternakan, rumah potong hewan,
pertambangan, industri besar, industri sedang, listrik, kon-
struksi, perdagangan besar, farmasi/apotik, hotel, angkutan da-
rat, angkutan laut, angkutan udara, biro perjalanan, bank/asu-
ransi, dan jasa.

Dalam bidang penyebaran tenaga kerja, untuk mengatasi ke-


kurangan tenaga kerja di suatu daerah dilaksanakan penyaluran
melalui mekanisme Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar
Kerja Lokal (AKL). Untuk memenuhi permintaan tenaga kerja di-
luar negeri disalurkan melalui mekanisme Antar Kerja Antar Ne -
gara (AKAN). Bagi tenaga kerja yang akan disalurkan dan membu-
tuhkan keterampilan dilatih di balai-balai latihan kejuruan
yang ada. Selain itu mereka juga dibekali dengan latihan menge-

XII/18
TABEL XII - 6

JUMLAH PENDAFTARAN, PERMINTAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA


MELALUI DEPARTEMEN TENAGA KERJA,
1983/84 - 1985/86
( orang )

Repelita IV
Jenis Kegiatan 1983/84 1984/85 1985/861)

Pendaftaran 871.223 1.102.365 1.228.385

Permintaan 123.317 106.640 111.959

Penempatan 84.836 73.188 87.714

Penghapusan 332.278 430.857 330.276

Sisa Pendaftaran 2)
454.109 598.320 810.395

1) Angka sementara
2) Sisa Pendaftaran = Pendaftaran - (Penempatan + Penghapusan)

XII/19
nai disiplin kerja. Bagi tenaga kerja yang dikirim ke luar ne-
geri terlebih dahulu disaring melalui "test" kemampuan teknis
operasional dan mental psikologis, agar tenaga kerja yang diki -
rim di satu pihak tidak mengganggu kebutuhan di dalam negeri
dan di lain pihak sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja diluar
negeri.

Perkembangan mengenai tenaga kerja yang disalurkan dalam


rangka AKAD, AKL dan AKAN dapat dilihat pada Tabel XII-7. Sejak
tahun 1984/85 sampai pada tahun 1985/86 kegiatan ini menunjuk-
kan peningkatan, khususnya pada tenaga kerja yang disalurkan ke
luar negeri kecuali penyaluran melalui mekanisme AKAD yang
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan permintaan tenaga kerja
dari perusahaan-perusahaan di daerah luar Jawa khususnya
berkurang akibat dari keadaan kegiatan ekonomi yang belum me-
nentu. Sebagian besar tenaga kerja dalam rangka AKAN dimanfaat -
kan untuk mengisi kesempatan kerja di Timur Tengah, dan seba -
gian lagi di Malaysia, Singapura serta beberapa negara Eropa.
Dalam tahun 1984/85 tenaga kerja yang disalurkan melalui AKAN
berjumlah 46.236 orang, dan dalam tahun 1985/86 meningkat men-
jadi 50.706 orang. Seluruh tenaga kerja yang disalurkan melalui
mekanisme AKAD, AKL dan AKAN pada tahun kedua Repelita IV
berjumlah 148.299 orang, dan jumlah ini lebih besar bila diban-
dingkan tahun sebelumnya yaitu 130.402 orang, yang berarti
mengalami suatu kenaikan sebesar 13,77.

Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri merupakan


salah satu sumber devisa non migas, maka usaha pengiriman akan
terus ditingkatkan, baik jumlah maupun mutunya. Dalam rangka
memudahkan usaha pembinaan dan pengawasannya, maka kini telah
diadakan penyederhanaan terhadap jumlah perusahaan pengerah te-
naga kerja Indonesia.

4) Penggunaan Tenaga Asing

Sebagai tindak lanjut Keppres No. 23 Tahun 1974, dilaksana -


kan pembatasan bagi warga negara asing pendatang. Ada tiga ben-
tuk pembatasan bagi warga negara asing pendatang. Pertama, yang
tertutup dan hanya terbuka bagi warga negara Indonesia, khusus -
nya jabatan-jabatan yang tidak membutuhkan keterampilan atau
keahlian tinggi. Kedua, jabatan yang diijinkan untuk waktu ter -
tentu, terbatas pada jabatan yang belum dapat diisi oleh tenaga
kerja Indonesia, karena belum tersedianya tenaga ahli atau yang
berketerampilan tinggi. Ketiga, jabatan yang terbuka untuk se-
mentara waktu, yaitu jenis-jenis jabatan yang umumnya berkaitan
dengan kepercayaan penanam modal, misalnya manajer keuangan dan

XII/20
TABEL XII - 7

JUMLAH TENAGA KERJA YANG DISALURKAN DALAM


RANGKA AKAD, AKAN, DAN AKL,
1983/84 - 1985/86
(o rang)

Repelita IV
Jenis Penyaluran 1983/84 1984/85 1) 1985/862)

A K A D 19.583 10.978 9.879

A K A N 30.790 46.236 50.706

A K L 84.836 73.188 87.714

Jumlah : 135.209 130.402 148.229

Keterangan: AKAD = Antar Kerja Antar Daerah


AKAN Antar Kerja Antar Negara
AKL = Antar Kerja Lokal

1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara

XII/21
jenis jabatan lainnya. Selain itu, juga telah ditentukan jumlah
tertinggi jenis jabatan yang dapat diisi tenaga kerja warga ne -
gara asing pendatang. Melalui koordinasi antar instansi teknis
yang berwenang telah dilaksanakan pengamatan yang lebih intensif
mengenai kewajiban perusahaan melatih tenaga kerja Indonesia
sehingga dapat mengisi jabatan-jabatan tenaga terampil atau ahli
yang selama ini diduduki oleh tenaga asing pendatang.

Perkembangan pelaksanaan pembatasan penggunaan tenaga kerja


warga negara asing pendatang menurut lapangan usaha dapat dili-
hat pada Tabel XII-8 dan Tabel XII-9. Sesudah Keppres No. 23
Tahun 1974 diterbitkan maka jenis jabatan yang dibatasi bagi
tenaga kerja asing terus meningkat. Jumlah keseluruhan jenis
jabatan yang dibatasi dalam tahun 1984/85 adalah 4.328 yang di -
cakup oleh 24 lapangan usaha, dan dalam tahun 1985/86 meningkat
menjadi 4.660 di 26 lapangan usaha. Hal ini berarti melalui
sarana pembatasan warga negara asing pendatang telah diperluas
peluang kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia khususnya
untuk jenis jabatan yang tertutup, yaitu dari 1.608 jenis dalam
tahun 1984/85 menjadi 1.863 jenis pada tahun berikutnya.

c. Latihan dan Keterampilan Tenaga Kerja

Dalam rangka pembinaan sumber daya manusia, peningkatan la -


tihan dalam Repelita IV akan lebih diarahkan untuk mempersi-
apkan tenaga kerja baru usia muda yang akan masuk dalam dunia
kerja. Di samping itu, juga akan ditingkatkan ketrampilan dan
prestasi tenaga kerja yang sudah bekerja dalam rangka penyesu-
aian dengan kemajuan teknologi. Dengan demikian, melalui pe-
ningkatan latihan diharapkan akan tumbuh etika kerja yang penuh
disiplin. Selanjutnya pada gilirannya motivasi, kreativitas,
kemauan kerja meningkat baik dalam rangka hubungan kerja atau-
pun dalam usaha mandiri. Sejalan dengan itu melalui latihan di
balai-balai latihan ditanamkan sikap mental yang positif terha-
dap setiap jenis pekerjaan baik yang "halus" maupun yang "ka-
sar", yang dipentingkan adalah hasil karya berdasarkan keahlian
atau ketrampilan.

1) Latihan Tenaga Kerja

Latihan kejuruan dibidang-bidang industri pengolahan, per-


tanian, bangunan, elektronika, mekanik, jasa dan lain-lain di-
adakan baik untuk tenaga kerja yang sudah bekerja maupun untuk
tenaga kerja pencari kerja. Kegiatan latihan diarahkan untuk
menghasilkan tenaga-tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan,
produksi dan sejenis, usaha penjualan, usaha pertanian, admi -

XII/22
TABEL XII - 8

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA


WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA,
1983/84 - 1985/86

Lapangan Usaha dan Repelita IV


No. Jabatan 1983/84 1984/85 1985/86*)

Jumlah Lapangan Usaha 23 24 26

2. Jumlah Jenis Jabatan


Yang Tertutup 1.595 1.608 1.863

Jumlah Jenis Jabatan


Yang Diizinkan Untuk
Waktu Tertentu 2.526 2.542 2.583

Jumlah Jenis Jabatan


Yang Terbuka Untuk
Sementara Waktu 173 178 214

5. Jumlah Keseluruhan
Jenis Jabatan Yang
Dibatasi 4.294 4.328 4.660

*) Angka sementara

XII/23
TABEL XII - 9

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN


TENAGA KERJA WARGA NEGARA AGING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA,
KEADAAN TAHUN 1985/86

Jumlah Jenis Jumlah Jenis Jumlah Jenis Jumlah


Lapangan jabatan yang Jabatan yang Jabatan yang Keseluruhan
No. tertutup diijinkan terbuka untuk Jenis
Usaha
untuk waktu sementara Jabatan
tertentu waktu

1 Kehutanan Unit 52 61 2 115


Pengusahaan Hutan
2. Perikanan 24 32 4 60
3. Peternakan 30 72 2 104

4. Perkebunan 48 43 14 105

5. Minyak & Gas Bumi 61 94 14 169

6. Pertambangan Umum 38 121 1 160


7. Industri Tekstil. 2 27 18 47
8. Industri Kimia Dasar 4 102 7 113

9. Aneka Industri dan 189 400 5 594


Kerajinan
10. Industri Mesin dan 251 785 6 1.042
Logan Dasar
11. Pariwisata 299 44 2 345

12. Pos dan Telekomunikasi - 9 9


13. Perhubungan Darat - - 6 6

14. Perhubungan Udara 11 16 37 64


15. Perhubungan Laut 284 67 13 364

16. Pengawasan Obat 78 47 5 130


dan Makanan
17. Pelayanan Kesehatan 112 105 - 217

18. Perdagangan 74 22 4 100


19. Pembinaan Pers 37 58 10 105
dan Grafika
20. Dine Marga 57 88 4 149
21. Pengairan 18 106 4 128

22. Cipta Kenya 12 47 4 63


23. Listrik & Energi 75 172 2 249
Baru
24. Pertanian Tanaman 13 16 5 34
Pangan
25. Moneter Dalam Negeri 44 20 13 77

26. Bimasa Kristen 50 29 32 111


Prot eat en

Jumlah : 1.863 2.583 214 4.660

XII/25
nistrasi dan usaha kantor, dan usaha jasa. Latihan yang diberi-
kan diutamakan kepada kelompok tenaga kerja usia muda dan wani-
ta yang belum terampil dan kurang pengalaman. Latihan dilaksa-
nakan dibalai-balai latihan kerja pemerintah, swasta dan di
perusahaan-perusahaan.

Peningkatan peranan Balai Latihan Kerja (BLK) pemerintah


dilakukan dengan melengkapi peralatan latihan, memperluas dan
merehabilitasi fasilitas latihan yang ada. Daya tampung fasili-
tas latihan di BLK-BLK diperbesar dengan menambah dan memperlu -
as bengkel-bengkel kerja praktek dan ruang teori latihan. Demi -
kian pula peralatan latihan yang sudah tua diganti dengan yang
baru. Untuk beberapa BLK yang memenuhi syarat diterapkan sistem
modul ketrampilan kerja. Para instruktur yang ditatar untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang mereka miliki.

Tabel XII-10 menunjukkan jumlah tenaga kerja yang telah


dilatih diberbagai BLK Sejak tahun terakhir Repelita III hingga
tahun kedua Repelita IV. Dalam tahun terakhir Repelita III
jumlah yang dilatih adalah 78.960 orang. Selanjutnya dalam
1984/85 jumlahnya meningkat menjadi 111.582 orang, dan dalam
tahun 1985/86 tercatat 112.911 orang. Sebagian besar dari lati -
han diarahkan ke daerah pedesaan melalui Mobile Training Unit
(MTU).

2) Latihan Swasta

Sebagai bagian dari sistem latihan nasional, lembaga lati-


han swasta dan perusahaan diikutsertakan dalam penyelenggaraan
latihan keterampilan. Peningkatan peranserta masyarakat antara
lain dilaksanakan melalui latihan keterampilan di lembaga-
lembaga swasta/perusahaan, khususnya untuk tingkat kejuruan
yang belum tersedia di BLK-BLK pemerintah. Selain itu BLK-BLK
juga membuka kesempatan kepada perusahaan-perusahaan untuk
mengirim tenaga kerjanya untuk dilatih di BLK.

Pembinaan terhadap lembaga latihan swasta, baik mengenai


kurikulum, fasilitas, pengelola maupun instrukturnya yang te-
lah dibakukan dalam tahun-tahun sebelumnya terus disebar luas-
kan. Di samping itu juga secara bertahap sedang dirintis sistem
latihan permagangan dan latihan dalam pekerjaan di perusahaan.
Demikian pula kegiatan-kegiatan yang memberikan kemampuan pra-
jabatan dan pra-kejuruan terus dikembangkan. Dalam hubungan
ini, sedang dirumuskan sistem insentif bagi perusahaan yang me -
nyelenggarakan latihan keterampilan sebagai bagian dari ranca-
ngan undang-undang mengenai latihan.

XII/26
TABEL XII - 10

JUMLAH TENAGA KERJA YANG TELAH DILATIH DI BERBAGAI


BALAI LATIHAN KERJA,
1983/84 - 1985/86

Repelita IV

No. Jenis Balai Latihan 1983/84 1984/851) 1985/862)

1 Industri 20.423 24.269 36.641

2. Pertanian 504 3.541 4.307

3. Manajemen 7.773 9.267 10.338

4. Mobile Training Unit (MTU) 50.260 74.505 61.625

Jumlah : 78.960 111.582 112.911

1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara

XII/27
Sebagai tindak lanjut dari pembakuan kursus, jangkauan pem-
binaan tenaga kerja melalui latihan kerja telah dikembangkan
pada kelompok swasta lainnya. Kegiatan penataran instruktur
swasta dimaksudkan untuk meningkatkan ketrampilan dan keahlian
para instruktur, dalam pilihan program baik di bidang teknis
aplikasi kejuruan maupun bidang metodologi latihan. Penataran
di pondok pesantren dimaksudkan untuk menyediakan tenaga kerja
terampil dalam kaitannya dengan perluasan kesempatan kerja se-
tempat.

Pada tahun 1985/86 telah diselenggarakan penataran kepada


875 orang pengelola lembaga latihan swasta, 1.140 orang in -
struktur berbagai latihan swasta dan latihan kepada 40 orang di
bidang keterampilan perhotelan. Sementara itu, pada pondok pe-
santren telah dilakukan penataran keterampilan yang diikuti 420
orang santri.

d. Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Dalam Repelita IV dikemukakan bahwa pembinaan hubungan per-


buruhan perlu diarahkan kepada terciptanya kerjasama yang sera-
si antara buruh dan pengusaha yang dijiwai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Masing-masing unsur yang terlibat da-
lam hubungan kerja saling menghormati, saling membutuhkan, sa-
ling mengerti peranan serta hak dan melaksanakan kewajiban ma-
sing-masing dalam keseluruhan proses produksi, serta dalam usa-
ha meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Pimpinan perusahaan bersama-sama dengan serikat buruh seba-


gai " partner " dalam proses produksi berkewajiban mengusahakan
agar seluruh karyawan memiliki motivasi, kesadaran bekerja ke-
ras dengan penuh disiplin dan turut bertanggung jawab atas ke-
lancaran, kemajuan dan kelangsungan hidup perusahaan. Pemerin-
tah mengusahakan tetap terbinanya kedamaian dan ketenangan ker-
ja yang mendorong terciptanya peningkatan produktivitas secara
keseluruhan di perusahaan. Di samping itu juga sekaligus dapat
dipenuhi kebutuhan kesejahteraan hidup buruh dan karyawan dalam
perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan perkembangan dan ke-
majuan perusahaan.

Masalah-masalah hubungan ketenagakerjaan dan kesejahteraan


buruh dan karyawan diperkirakan akan meningkat bersamaan dengan
semakin meluas dan berkembangnya kegiatan pembangunan. Dalam
hubungan ini, usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bu-
ruh dilaksanakan melalui asuransi ketenagakerjaan, kegiatan

XII/29
produktif yang diperuntukkan bagi buruh dan keluarganya, serta
pembentukan koperasi di perusahaan-perusahaan. Dibidang perlin-
dungan tenaga kerja digalakkan usaha-usaha yang mencakup hak-
hak buruh, perlindungan norma umum dan norma-norma yang me
nyangkut fisik tenaga kerja melalui peningkatan gizi dan higie -
ne, pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja. Selain itu un-
tuk meningkatkan rasa kepastian waktu yang datang, maka penga-
turan/penetapan upah minimum serta perluasan Perjanjian/Kesepa-
katan Kerja Bersama (PKB/KKB) terus dilanjutkan. Usaha pembina-
an hubungan perburuhan lainnya dilaksanakan melalui pembinaan
lembaga-lembaga ketenagakerjaan seperti organisasi buruh,, lem-
baga bi-partite di tingkat perusahaan, lembaga tri-partite di
tingkat wilayah/nasional dann lembaga-lembaga lainnya.

1) Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan te-


naga kerja telah dilaksanakan pengawasan dan penyuluhan norma-
norma perlindungan, khususnya yang menyangkut hak dan kewajiban
buruh dan pengusaha. Tujuan utama pengawasan diarahkan kepada
sarana hubungan perburuhan Pancasila seperti Perjanjian/Kesepa-
katan Kerja Bersama (PKB/KKB), Peraturan Perusahaan.(PP), peng-
upahan, asuransi sosial tenaga kerja, dan lain-lain. Selain itu,
pengawasan juga diarahkan agar pelaksanaan tunjangan aki- bat
kecelakaan kerja diberikan lebih adil.

Pembinaan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tingkat


daerah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
telah terbentuk di perusahaan-perusahaan dilaksanakan agar lem-
baga-lembaga tersebut berfungsi sebagai forum komunikasi antara
buruh dan pengusaha.

Usaha keselamatan dan kesehatan kerja selanjutnya ditekan-


kan pada "penegakan hukum" oleh petugas-petugas Pengawas Perbu
ruhan di tempat-tempat kerja.. Kegiatan pengawasan mencakup pe-
ngawasan terhadap keracunan, pengaruh radiasi, dan penggunaan
bahan kimia. Selain itu, perusahaan-perusahaan dihimbau mening-
katkan perlindungan terhadap tenaga kerja wanita dan anak mela
lui penyediaan Tempat Penitipan Anak (TPA), makanan yang bergi -
zi, fasilitas dan waktu yang memberikan peluang untuk melaksa-
nakan program Kejar (Bekerja sambil belajar) bagi tenaga kerja
buta aksara.

Dalam rangka penyebar luasan pelaksanaan higiene perusahaan


dan kesehatan kerja (hiperkes) di perusahaan-perusahaan, sampai
dengan tahun 1985/1986 telah dihasilkan 30 orang dokter hiper-

XII/30
kes. Penataran-penataran dilaksanakan bagi 1.070 dokter perusa-
haan, 492 manajer perusahaan, 577 insinyur teknisl perusahaan
dan 963 para medis. Di samping itu, laboratorium hiperkes dan
keselamatan kerja yang dibangun di Bandung, Semarang,-Denpasar,
Jakarta, Medan, Surabaya,Ujung Pandang, Palembang, Padang,
Balikpapan, Banjarmasin, Manado dan Yogyakarta secara bertahap
telah mulai berfungsi melayani perusahaan-perusahaan.

Pada tahun 1985/86 dilaksanakan pengawasan keselamatan dan


kesehatan kerja terhadap 12.666 perusahaan, 2.139 pesawat uap dan
165 buah pesawat lift. Dengan mulai berfungsinya Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan-perusaha- an serta
meningkatnya kesadaran akan resiko bahaya dan kecelakaan di
kalangan buruh dan karyawan, maka frekuensi pengawasan dengan
mengunjungi perusahaan-perusahaan dapat dikurangi.

Kecelakaan kerja tercatat sebanyak 425 kasus yang melibat-


kan 455 orang pekerja. Kecelakaan yang paling tinggi terdapat
di sektor industri dan pertanian/kehutanan. Kebakaran yang
ter-jadi sebanyak 57 kasus dengan 2 orang meninggal, 11 orang
luka berat, dan 9 orang luka ringan. Kebakaran yang paling
besar terjadi di sektor industri dan jasa, sehingga jumlah
kerugian yang diderita seluruhnya sebesar lebih dari Rp 15.5
milyar. Kejadian-kejadian di atas bila dibandingkan dengan
kejadiankejadian tahun 1984/1985 menunjukkan penurunan.

Untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan


kerja dikalangan perusahaan pada tahun 1985/86 diadakan penyu-
luhan sebanyak 57 kali dengan peserta 1.907 orang dan pada or -
ganisasi-organisasi profesi dengan jumlah peserta 1.500 orang.

2) Pengaturan Pengupahan

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan


keluarganya penerapan kebijaksanaan upah minimum terus dilan-
jutkan. Sasaran utama kebijaksanaan upah diutamakan-pada sek-
tor-sektor yang memberi imbalan upah masih di bawah tingkat
kelayakan upah minimum. Kebijaksanaan ini ditujukan agar
perbe-daan upah untuk jabatan yang sama semakin menyempit, baik
antar wilayah maupun antar sektor, serta berkurangnya perbedaan
antara upah tertinggi dan upah terendah dalam satu sektor atau
perusahaan.

Untuk menekan atau mengurangi perpindahan pekerja dari pe-


desaan ke perkotaan diusahakan agar tingkat upah pekerja dipe -
desaan cukup menarik dan perbedaannya tidak berlebihan diban -

XII/31
ding tingkat upah di perkotaan. Masalah upah sangat mempengaru -
hi kesejahteraan buruh secara tidak langsung yang selama ini
merupakan salah satu sumber dari sebagian besar keresahan dan
perselisihan ketenagakerjaan. Dengan demikian dalam Repelita IV
masalah upah ditangani agar lebih terpadu secara lintas sek -
toral dengan mempertimbangkan saran-saran Dewan Pengaturan
Pengupahan yang anggotanya terdiri dari unsur pemerintah, bu-
ruh, pengusaha dan perguruan tinggi.

Perkembangan penetapan upah minimum secara kumulatif sampai


dengan tahun 1985/86 telah ditetapkannya 19 upah minimum re -
gional, 63 upah minimum sektor regional dan 364 upah minimum
sub-sektor regional. Dari 19 penetapan upah minimum regional,
tercatat upah yang terendah Rp 450,00/hari di D.I. Yogyakarta
dan tertinggi Rp 2.000,00/hari didaerah Pulau Batam. Upah mi-
nimum sektor regional yang terendah terdapat pada sektor ang-
kutan di D.I. Yogyakarta sebesar Rp 450,00/hari, dan yang ter-
tinggi pada sektor konstruksi/bangunan di Kalimantan Selatan
sebesar Rp 3.000,00/hari untuk upah tukang kepala. Upah sub -
sektor regional yang terendah terdapat pada sub sektor indus-
tri rokok di Jawa Tengah sebesar Rp 680,00/hari dan pada sub-
sektor penebangan kayu di Sumatera Selatan sebesar Rp 3.100,00/
hari. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya telah terjadi
peningkatan tingkat upah secara otomatis disesuaikan dengan in-
deks harga konsumen (IHK).

3) Jaminan Sosial

Program jaminan sosial dan kesejahteraan tenaga kerja seca -


ra bertahap ditingkatkan sesuai dengan kemampuan pihak-pihak
yang berkepentingan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbul-
nya resiko ekonomi yang tidak diinginkan. Saat ini berbagai
peraturan perundang-undangan telah diterbitkan untuk mengatur
program jaminan sosial dan kesejahteraan tenaga kerja. Asuransi
kecelakaan kerja dan tabungan hari tua yang dikaitkan dengan
tunjangan kematian yang selama ini dilaksanakan terus dikem-
bangkan. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut kepada badan-
badan swasta yang melaksanakan asuransi tenaga kerja diberikan
kan bimbingan agar selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja.

Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang cakupannya selama


ini terbatas pada perusahaan dengan jumlah buruh 100 orang atau
lebih, atau dengan pengeluaran upah Rp 5 juta sebulan atau
lebih, dalam Repelita IV diperluas jangkauannya sehingga membe-
rikan perlindungan bagi buruh di perusahaan-perusahaan yang le-

XII/32
bih kecil. Di samping itu materi yang dicakup juga dikembangkan
secara bertahap sehingga meliputi asuransi sakit, pensiun, dan
jaminan pesangon selain asuransi kecelakaan kerja dan tabungan
hari tua yang telah ada. Untuk itu bekerja sama dengan Departe-
men Kesehatan telah dilaksanakan program rintisan asuransi pe-
meliharaan kesehatan di DKI Jakarta. Hasil pelaksanaannya akan
dikaji secara mendalam untuk dijadikan masukan dalam perumusan
kebijaksanaan perluasan asuransi tenaga kerja. Dana yang ter-
himpun selain dikelola untuk memenuhi kewajiban pembayaran bagi
tenaga kerja, juga diarahkan pada bidang-bidang yang langsung
bermanfaat bagi tenaga kerja, seperti pembangunan perumahan me-
lalui perbankan, poliklinik, koperasi dan pembelian saham peru-
sahaan tanpa meninggalkan prinsip keamanan dana.

Semenjak ASTEK diselenggarakan dalam tahun 1978 sampai bu -


lan Maret 1986, secara kumulatif jumlah peserta telah mencakup
15.014 buah perusahaan dengan jumlah pekerja 2.365.742 orang.
Penerimaan iuran ASTEK sampai bulan Maret 1986 berjumlah Rp.
4.460,21 juta, sedang jaminan yang telah diberikan berjumlah
Rp. 494,72 juta untuk sebanyak 2.213 kasus yang telah dise -
lesaikan.

Perkembangan jumlah kasus dan pembayaran jaminan dari masa


ke masa dapat dilihat pada Tabel XII-11. Semenjak tahun 1979
sampai dengan tahun 1985, dari seluruh kejadian pada asuransi
kecelakaan kerja, tabungan hari tua, dan asuransi kematian se-
cara keseluruhan telah tercatat sebanyak 21.666 kasus dengan
dana jaminan sebesar lebih dari Rp 4 milyar.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja diluar


ASTEK, dan pengupahan dilaksanakan kegiatan usaha produktif ba-
gi pekerja dan keluarga pada waktu senggang. Kegiatan-kegiatan
tersebut antara lain mencakup beternak domba, ayam dan babi di-
perkebunan. Di sektor informal/tradisional, khususnya di daerah
miskin dan padat penduduk, diselenggarakan budi daya tambak
udang, ikan air deras dan bandeng. Usaha-usaha tersebut sangat
bermanfaat bagi pekerja yang bersangkutan karena penghasilan
mereka bertambah dan secara kualitatif memperluas peluang ke -
sempatan kerja bagi pekerja dan keluarganya.

4) Perjanjian Perburuhan

Dalam rangka menciptakan kerjasama yang serasi antara buruh


dan pengusaha diperlukan adanya kebutuhan saling menghormati,
saling mengerti peranan serta hak dan kewajiban masing-masing
dalam proses produksi dan hubungan kerja. Hal ini erat kaitan -

XII/33
TABEL XII - 11
KASUS DAN PEMBAYARAN JAMINAN,
1983 - 1985

No. J e n i s Asuransi R e p e l i t a IV
1983
1984 1 ) 1985 2 )

1. Asuransi Kecelakaan Kerja:


a. Kasus
b. Jaminan (ribuan rupiah) 14.423 16.438 9.094
2.684.430 2.656.010 2.343.550
2. Tabungan Hari Tua:
a. Kasus
XII/34
b. Jaminan (ribuan rupiah)
8.395 11.661 10.790
809.481 1.940.770 1.241.930
3. Asuransi Kematian:
a. Kasus
b. Jaminan (ribuan rupiah)
1.957 2.143 1.782
460.170 608.970 499.780
Jumlah:

a. Kasus
b. Jaminan (ribuan rupiah)
24.775 30.242 21.666
3.954.081 5.205.750 4.085.260
1 ) Angka d i p e r b a i k i
2 ) Angka sementara
nya dengan adanya syarat-syarat kerja yang wajar dan dituangkan
dalam bentuk perjanjian/kesepakatan kerja bersama (PKB/KKB),
perjanjian kerja (PK) dan peraturan perusahaan (PP).

Untuk memperlancar perluasan dan peryempurnaan PKB/KKB oleh


buruh dan pengusaha, disusun pola dasar PKB/KKB baik menurut
sektor, maupun menurut tingkat kemampuan perusahaan. PKB/KKB
sekurang-kurangnya memuat aspek-aspek utama dalam hubungan ker-
ja seperti upah, lembur, jam kerja, dan lain-lain. Dengan demi-
kian kasus-kasus salah pengertian dan perselisihan dapat diku-
rangi dan dihindari.

Kegiatan PKB/KKB terus diperluas ke semua sektor dengan sa -


saran utama perusahaan-perusahaan yang banyak menyerap tenaga
kerja, penghasil devisa, dengan perusahaan-perusahaan yang te-
lah memiliki Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP), khususnya
yang sudah mempunyai Peraturan Perusahaan. Pada Tabel XII-12
disajikan perkembangan jumlah PKB/KKB dan jumlah perusahaan
yang dicakup sejak tahun terakhir Repelita III sampai dengan
tahun kedua Repelita IV. Dari tabel tersebut terlihat bahwa ba-
ik PKB/KKB maupun jumlah perusahaan yang dicakup secara kumu-
latif selalu meningkat. Apabila pada tahun terakhir Repelita
III jumlah PKB/KKB dan perusahaan yang dicakup masing-masing
adalah 3.369 buah dan 5.649 buah, maka keadaan tahun 1985/86
menjadi 4.039 buah dan 5.918 buah yang berarti masing-masing
mengalami kenaikan 19,8% dan 4,8%.

Selain itu, perusahaan-perusahaan yang belum mempunyai basis


SBLP didorong untuk menerbitkan Peraturan Perusahaan (PP)
sebagai langkah permulaan untuk pada waktunya menyusun PKB/KKB.
Secara kumulatif PP yang telah disyahkan pada tahun 1985/86
berjumlah 13.792 buah. Dalam penyusunan/pembuatan PP yang ter-
paksa diperpanjang masa berlakunya, diusahakan adanya pening-
katan isinya, baik jenis maupun bobotnya.

Usaha peningkatan hubungan dan perlindungan tenaga kerja di


sektor informal, khususnya sektor tradisional antara pemilik dan
petani/nelayan penggarap, maka kedua pihak yang berkepentingan
dihimbau agar mereka membuat Perjanjian Kerja (PK) tertulis
yang kemudian disyahkan oleh pemerintah daerah. PK tertulis
ini mencakup beberapa aspek seperti masa berlakunya PK, bagi
hasil, uang muka, sumber pembiayaan, dan tata cara mengakhiri
PK sebelum habis masa berlakunya.

XII/35
TABEL XII - 12

PERJANJIAN KERJA BERSAMA ( PKB ),

1983/84 - 1985/86

Repelita IV
No. PKB dan Perusahaan 1983/84 1984/85 1985/86*)

1. Jumlah PKB 3.369 3.996 4.039

2. Jumlah Perusahaan Yang 5.649 5.673 5.918


Dicakup

*) Angka sementara
5) Lembaga Ketenagakerjaan

Fungsi lembaga-lembaga ketenagakerjaan, baik dipusat maupun


di daerah, terus ditingkatkan melalui penyuluhan dan pendidikan
perburuhan lembaga-lembaga ketenagakerjaan. Sasaran yang ingin
dicapai agar supaya pimpinan lembaga tersebut dapat lebih mampu
dan berfungsi dalam menampung, menanggapi, melayani, menyalur-
kan dan menyelesaikan masalah-masalah ketenagakerjaan yang di-
landasi hubungan perburuhan Pancasila. Materi penyuluhan kepada
buruh/pekerja dan pengusaha diarahkan agar peserta hubungan
kerja lebih memahami masalah-masalah pembangunan pada umumnya
dan perusahaan pada khususnya. Selain itu juga diharapkan untuk
dapat menumbuhkan citra saling menghormati yang merupakan un-
sur utama dalam pembinaan ketenangan bekerja di masing-masing
perusahaan.

Dalam rangka memasyarakatkan Pedoman Penghayatan dan Peng-


amalan Pancasila (P4) dan hubungan ketenagakerjaan yang serasi
di kalangan buruh dan pengusaha, maka sistem pendidikan hubung-
an ketenagakerjaan yang dilaksanakan selama ini terus disempur-
nakan dengan mengikutsertakan pengusaha. Pendidikan di atas le-
bih difokuskan kepada pemecahan masalah hubungan kerja yang si -
fatnya mendukung pelaksanaan Hubungan Perburuhan/Industrial
Pancasila (HIP).

Penataran P4 dan hubungan ketenagakerjaan, pada tahun


1985/86 telah dilaksanakan sebanyak 270 kali dengan jumlah pe -
serta 14.852 orang. Di samping usaha dari pemerintah maka para
pengusaha didorong untuk melaksanakan penataran bagi para pe-
kerjanya. Pelaksanaan penataran diprioritaskan kepada perusaha-
an yang sering mengalami perselisihan, pemogokan dan aksi-aksi
lain.

Kongres Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) kedua yang


diselenggarakan tanggal 26 - 30 Nopember 1985 telah mengganti
nama FBSI menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Di
samping itu, juga diadakan penggantian struktur dari bentuk fe -
derasi menjadi unitaris. Diharapkan agar organisasi dapat me-
nempatkan peranannya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
pembangunan nasional. Sejak berdirinya tahun 1973 sampai dengan
tahun 1985/86, pertumbuhan dan perkembangan basis Serikat Buruh
Lapangan Pekerjaan (SBLP) telah mencapai 11.003 basis yang ber -
arti meningkat 7,7% dibandingkan dengan akhir Repelita III yang
berjumlah 10.220 basis. (lihat Tabel XII-13). Dalam rangka pem -
binaan kualitas basis SBLP maka iuran bagi serikat sekerja le -

XII/37
TABEL XII - 13

PERKEMBANGAN ORGANISASI FEDERASI BURUH SELURUH INDONESIA


DAN SERIKAT BURUH LAPANGAN PEKERJAAN,
1983/84 1985/86

XII/38
Struktur Organisasi 1983/84 Repelita IV

1984/853) 1985/864)
FBSI ¹):

Dewan Pimpinan Cabang (DPC) 274 284 284

2)
SBLP :
Pimpinan Daerah (PD) 221 223 231

Pimpinan Cabang (PC) 579 579 582

Basis 10.220 10.435 11.003

1) Federasi Buruh Seluruh Indonesia


2) Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan
3) Angka diperbaiki
4) Angka sementara
bih digalakkan pelaksanaannya.

Kerjasama antara Pemerintah dengan SPSI, APINDO (Asosiasi


Pengusaha Indonesia) yang dahulu bernama PUSPI (Perhimpunan
Urusan Sosial Ekonomi Pengusaha seluruh Indonesia) terus di-
tingkatkan. APINDO dewasa ini mempunyai perangkat Dewan Pimpin-
an Daerah (DPD) sebanyak 26 buah dan Dewan Pimpinan Cabang
(DPC) sebanyak 27 buah.

Badan Kerja Sama (BKS) Tri-partite yang berfungsi sebagai


wadah konsultasi, komunikasi, dan musyawarah antara pekerja,
pengusaha, dan pemerintah dalam usaha mencegah dan memecahkan
masalah-masalah yang timbul terus dikembangkan. Demikian pula
wadah antara Pengusaha dan Pekerja berupa lembaga Bi-partite di
perusahaan-perusahaan juga semakin menunjukkan kemajuan. Sampai
dengan tahun 1985/86 telah terbentuk BKS Tri-partite satu buah
di tingkat nasional, 26 buah di tingkat Dati I, dan 137 buah di
tingkat Dati II. Selain itu BKS Bi-partite hingga kini secara
kumulatif jumlahnya mencapai 2.032 buah. Pembentukan lembaga-
lembaga ini sangat besar manfaatnya sebagai forum komunikasi
dan konsultasi untuk memecahkan masalah bersama.

Frekuensi sidang lembaga Penyelesaian Perselisihan Perbu-


ruhan Pusat dan Daerah (P4P dan P4D) yang berfungsi memberikan
pelayanan kepada masyarakat di bidang penyelesaian perselisihan
dan pemutusan hubungan ketenagakerjaan dengan cepat, tepat,
murah, konsisten dan adil telah meningkat. Selain itu dilaksa-
nakan pembentukan panitia angket dan sidang keliling. Pada ta-
hun 1985/86 jumlah perselisihan menurut Undang-undang nomor 22
tahun 1957 yang disampaikan kepada P4P/P4D berjumlah 64 kasus.
Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berjumlah 104
kasus maka terdapat penurunan lebih dari 38%.

Pemogokan yang terjadi pada tahun 1985/86 sebanyak 69 kali


yang melibatkan 20.045 pekerja dan menghilangkan 244.502 jam
kerja. Bila dibandingkan dengan tahun yang lalu terdapat penu-
runan yaitu 59 kali pemogokan yang melibatkan 21.405 pekerja
dan menghilangkan 262.116 jam kerja. Penurunan jumlah pemogokan
ini antara lain disebabkan semakin berfungsinya Lembaga Bi-
partite sebagai forum komunikasi dan diamalkannya hubungan
perburuhan yang berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar
1945.

XII/39
B. TRANSMIGRASI

1. Pendahuluan

Salah satu masalah yang dihadapi bidang kependudukan di


Indonesia adalah penyebaran penduduk yang kurang merata. Dalam
mengatasi masalah tersebut transmigrasi memegang peranan pen-
ting dan secara langsung membantu memecahkan masalah ketidak
seimbangan kepadatan penduduk dan tenaga kerja diantara pulau-
pulau di Indonesia. Dengan demikian maka pelaksanaan transmi-
grasi sekaligus memperluas landasan bagi usaha pembangunan u-
mumnya baik di daerah asal maupun di daerah penerima.

Hasil sensus penduduk tahun 1980 menunjukkan bahwa jumlah


penduduk Indonesia yang bermukim di Jawa sekitar 91,3 juta ji-
wa. Jumlah tersebut merupakan 61,9 7 dari jumlah penduduk Indo-
nesia. Sisanya sebesar 52 juta jiwa atau sekitar 38,1 % bertem-
pat tinggal di luar Jawa. Apabila dilihat dari luas daratan,
Pulau Jawa hanya sekitar 7 % dari luas daratan Indonesia yang
meliputi sekitar 1,9 juta Km2. Kepadatan penduduk Indonesia ra-
ta-rata sekitar 77 jiwa per Km2, sedangkan untuk Jawa kepadatan
penduduknya sudah mencapai sekitar 690 jiwa per Km2. Angka ini
sudah jauh melebihi kepadatan penduduk rata-rata Indonesia. Ke-
padatan penduduk untuk daerah lainnya adalah Sumatera 59 jiwa
per Km2, Kalimantan 12 jiwa per Km2, Sulawesi 55 jiwa per Km2,
Maluku 19 jiwa per Km2 dan Irian Jaya 3 jiwa per Km2. Dengan
demikian maka daerah-daerah diluar Jawa masih mempunyai potensi
yang cukup besar untuk dapat dikembangkan dengan memanfaatkan
sumber-sumber alam yang tersedia. Masalahnya adalah kurangnya
tenaga kerja untuk mengelola potensi ini.

Di samping usaha memperbaiki masalah penyebaran penduduk,


transmigrasi juga ditujukan untuk lebih membuka kesempatan bagi
pembangunan sektor-sektor lainnya terutama disektor yang mampu
memperluas kesempatan kerja. Dalam hal ini sektor pertanian me-
rupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting. Pelak-
sanaan transmigrasi disamping untuk membuka areal pertanian ba-
ru, juga untuk lebih meningkatkan produksi berbagai komoditi
pertanian.

Usaha pengembangan pertanian secara langsung dikaitkan de-


ngan pemindahan penduduk dan tenaga kerja. Pemindahan dilaksa-
nakan dari daerah-daerah yang relatif padat penduduknya ke
daerah-daerah yang masih jarang penduduknya, termasuk dari dae-
rah-daerah kawasan hutan yang seharusnya berfungsi sebagai hu-
tan lindung, margasatwa, cagar alam dan lain-lain. Dengan demi-

XII/40
kian diharapkan akan dapat ditingkatkan keseimbangan antara po-
tensi sumber daya alam dengan manusia. Di samping itu usaha di -
bidang transmigrasi juga sekaligus ditujukan untuk mengadakan
penataan mengenai penguasaan dan pemilikan tanah baik di dae-
rah asal maupun di daerah penerima.

Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah


transmigrasi, maka terus diusahakan pengembangan industri khu-
susnya industri yang mengolah hasil-hasil pertanian. Sejalan
dengan itu diupayakan pula pengembangan sektor perdagangan dan
koperasi khususnya dalam rangka pengadaan kebutuhan sehari-hari
maupun pemasaran hasil-hasil produksi daerah transmigrasi. Se-
lanjutnya usaha pembangunan di daerah transmigrasi juga membe-
rikan peluang bagi usaha penyaluran barang dan jasa yang sangat
diperlukan bagi pembangunan daerah transmigrasi itu sendiri.

Di samping usaha-usaha tersebut diatas, pembangunan trans-


migrasi merupakan salah satu usaha untuk mempercepat terwujud-
nya pemerataan pembangunan, terutama sekali bagi daerah-daerah
yang masih jarang penduduknya. Manfaat yang dapat dirasakan
adalah membantu terlaksananya proses pembauran bangsa dalam
rangka menunjang usaha-usaha pertahanan dan keamanan nasional.

Usaha pembangunan transmigrasi telah memberikan manfaat yang


berarti, tidak saja di daerah asal tetapi juga di daerah
penerima. Meskipun demikian dari hasil-hasil yang dicapai masih
diperlukan tindakan-tindakan perbaikan dan penyempurnaan baik
yang menyangkut sasaran-sasaran kuantitatif maupun sasaran kua-
litatif dan kualitas pelaksanaan transmigrasi itu sendiri. Di-
harapkan pelaksanaan transmigrasi yang lebih baik akan dapat
memberikan sumbangan yang lebih besar untuk menyiapkan landasan
yang kuat bagi kelanjutan pembangunan diberbagai bidang dimasa -
masa mendatang.

2. Kebijaksanaan Transmigrasi

Sasaran pembangunan transmigrasi dalam Repelita IV adalah


mengusahakan pemindahan dan penempatan sekitar 750.000 kepala
keluarga dari Jawa dan Bali ke daerah-daerah yang memungkinkan
sebagai daerah penerima seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku dan Irian Jaya. Dalam pada itu sasaran kualitatif atau
peningkatan mutu penyelenggaraan transmigrasi akan lebih di-
tingkatkan tidak saja yang menyangkut daerah asal tetapi juga
di daerah penerima.

Kebijaksanaan di daerah penerima, terutama sekali dituju-

XII/41
kan pada tersedianya prasarana, sarana dan fasilitas-fasilitas
lainnya yang memadai yang merupakan syarat bagi perkembangan
sesuatu pemukiman baru. Persyaratan tersebut antara lain terse-
dianya jalan penghubung, jalan poros, jalan desa, jalan perta-
nian, saluran drainage dan jalur hijau, lahan usaha dan peru -
mahan, fasilitas air bersih dan jamban keluarga. Dalam rangka
pelayanan sosial ekonomi bagi masyarakat transmigran dan pendu-
duk disekitarnya perlu dibangun sarana dan fasilitas-fasilitas
fisik berupa bangunan sekolah, bangunan koperasi/KUD, balai
pengobatan, balai pertemuan/balai desa, rumah ibadah, kantor
pos dan rumah petugas beserta perlengkapannya. Keseluruhan fa-
silitas-fasilitas tersebut tidak saja diperuntukkan bagi masya-
rakat transmigran tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh penduduk
disekitarnya.

Pelaksanaan pembangunan prasarana, sarana serta fasilitas-


fasilitas tersebut merupakan wujud dari pusat-pusat pembangunan
baru di daerah-daerah. Dengan demikian diharapkan akan dapat
diusahakan secara lebih sempurna peningkatan taraf hidup trans-
migran dan masyarakat setempat. Agar pusat-pusat pembangunan
baru di daerah-daerah dapat berkembang sesuai dengan sasaran
yang ingin dicapai maka pemilihan calon-calon lokasi memegang
peranan penting. Calon lokasi yang dipilih harus memenuhi sya-
rat-syarat pemukiman. Disamping itu, mutu penyiapan lahan dan
penyiapan fasilitas-fasilitas pemukiman lainnya juga sangat me-
nentukan bagi berhasilnya pengembangan daerah transmigrasi. Un-
tuk itu sebelum fasilitas-fasilitas fisik dilapangan dibangun
perlu disiapkan perencanaan yang mantap dan terarah dengan
mengadakan penelitian yang mendalam tidak saja dari aspek teh-
nis tetapi juga dari aspek-aspek sosial ekonomi, budaya, dan
lain-lain. Dengan demikian maka pada calon lokasi yang akan
dibuka sudah dirancang pola-pola pemukiman yang sesuai yang
akan dikembangkan seperti pola pemukiman usaha tani, paternak-
an, industri dan lain-lain.

Perencanaan lokasi didasarkan atas studi-studi atau peneli-


tian yang dilaksanakan terlebih dahulu. Studi-studi tersebut
dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan atau masukan, dalam
pengambilan keputusan untuk menentukan lokasi-lokasi pemukiman
yang sebaik-baiknya. Di dalam perencanaan ada 2 (dua) tahapan
yang ditempuh yaitu perencanaan makro dan mikro. Di dalam tahap
makro perencanaan tersebut disiapkan untuk jangka panjang dan
menengah atau lima tahun. Di dalam tahap mikro, perencanaan le-
bih dipusatkan pada masing-masing lokasi. Dalam perencanaan pa-
da tahap mikro, amat penting mempertimbangkan unsur tehnis la-
han dan status penyelesaian tanah untuk masing-masing lokasi.

XII/42
Dengan selesainya tahap pemilihan lokasi, maka tahap selan -
jutnya adalah menyiapkan rencana yang lebih terperinci mengenai
pengembangan daerah transmigrasi tersebut. Perencanaan yang
terperinci tersebut menyangkut pola tata ruang, pola pengem-
bangan produksi, pola pengelolaan dan pemasaran produksi, pola
pengembangan sosial budaya dan sebagainya.

Selesainya perencanaan terperinci akan diikuti dengan pe-


laksanaan fisik dilapangan yang meliputi kegiatan-kegiatan pe-
nyiapan jaringan jalan yang terdiri dari jalan penghubung, ja-
lan poros, jalan desa dan jalan pertanian, pembangunan jemba-
tan, pembukaan lahan baik lahan pekarangan, lahan usaha I mau-
pun lahan yang diperuntukkan fasilitas-fasilitas umum, pengu-
kuran dan pengkaplingan, pembangunan rumah transmigran beserta
sarana air bersih. Selanjutnya dibangun pula fasilitas-fasili-
tas untuk perlengkapan desa yaitu berupa balai desa, kantor u-
nit pemukiman transmigrasi, rumah ibadah, gudang, balai peng-
obatan, sekolah dan lain-lain.

Setiap kepala keluarga transmigran memperoleh lahan seti-


dak-tidaknya seluas 2,0 Ha yang terdiri dari 0,25 Ha lahan pe-
karangan termasuk rumah diatasnya, 1,0 Ha lahan usaha I dan si-
sanya 0,75 Ha lahan usaha II. Lahan pekarangan dan lahan usaha
I disiapkan oleh pemerintah sedangkan lahan usaha II diberikan
dalam bentuk lahan yang sudah dikapling yang pembukaannya
dilakukan oleh transmigran sendiri. Pemberian lahan seluas 2,0
Hal ini didasarkan atas perhitungan kemampuan setiap keluarga
transmigran dalam menggarap lahan pertanian. Diperkirakan pula
apabila setiap keluarga transmigran/petani dapat menggarap
lahan yang tersedia dengan baik maka tingkat produksi yang
diperoleh akan memungkinkan transmigran/petani hidup dengan
wajar.

Seperti telah dikemukakan pelaksanaan transmigrasi ,juga di-


maksudkan untuk membantu memecahkan masalah penduduk di daerah
penerima yang kehidupannya masih belum menetap atau berpindah-
pindah. Hal ini dimungkinkan karena pelaksanaan transmigrasi
menganut azas "Tripartial " yaitu penyediaan areal bagi transmi-
gran umum, transmigran spontan dan penduduk setempat. Penduduk
setempat yang memperoleh prioritas adalah petani yang tidak
memiliki tanah, penduduk yang hidupnya berpindah-pindah/terpen -
car, masyarakat terasing serta penduduk yang bertempat tinggal
atau menggarap daerah kawasan hutan. Langkah penyediaan lahan
bagi penduduk setempat dimaksudkan sebagai salah satu usaha ke-
arah pembauran antara penduduk setempat dengan masyarakat

XII/43
transmigran. Selama Repelita IV usaha-usaha penyuluhan dan pem-
binaan yang tepat lebih ditingkatkan.

Bagi para transmigran yang telah berada di lokasi-lokasi


pemukiman dilaksanakan usaha-usaha pembinaan. Pembinaan yang
diberikan antara lain berupa bantuan pangan selama 12 sampai 18
bulan. Ini dimaksudkan agar transmigran dapat segera mulai me -
ngerjakan lahannya baik lahan pekarangan maupun lahan usaha I
untuk produksi tanaman pertaniannya. Diharapkan dalam kurun
waktu tersebut lahan pertanian yang sudah dikerjakan akan meng-
hasilkan sehingga bantuan pangan sudah tidak diperlukan lagi.
Selain mendapatkan bantuan pangan, transmigran juga memperoleh
paket sarana produksi pertanian selama 3 tahun berturut-turut.
Bantuan ini dimaksudkan untuk memepercepat peningkatkan pro-
duksi pertanian. Bantuan sarana produksi pertanian itu terdiri
dari bibit, pupuk, pestisida dan rodentisida. Di samping itu
transmigran memperoleh peralatan pertanian berupa cangkul,
parang, kampak, bajak, sekop, linggis, alat-alat dapur dan per-
alatan pertukangan.

Agar supaya sarana produksi dan peralatan-peralatan terse-


but dapat dimanfaatkan dan digunakan sebaik-baiknya maka dila-
kukan berbagai bentuk penyuluhan seperti pengadaan petak-petak
percontohan dan latihan dan pendidikan langsung di lapangan.
Bimbingan dan petunjuk langsung di lapangan terutama sekali di-
maksudkan agar para transmigran memahami cara-cara dan tehnik
bercocok tanam yang baik pada lahan petani transmigran di dae-
rah barn yang kemungkinan besar berbeda dengan keadaan lahan di
daerah asal. Di samping itu perkembangan usaha pertanian trans-
migran terus menerus diikuti. Hal ini dimaksudkan apabila ter -
jadi hal-hal yang memerlukan bantuan dapat segera ditang-
gulangi

Usaha-usaha pembinaan lainnya meliputi penyediaan sarana


dan prasarana pendidikan bagi anak-anak transmigran, penyediaan
sarana kesehatan, dan penyuluhan keluarga berencana. Pembinaan
ini dimaksudkan agar pelayanan bagi masyarakat transmigran ti-
dak tertinggal dibandingkan dengan pelayanan di daerah-daerah
lainnya. Dalam usaha mengembangkan kehidupan ekonomi di daerah
transmigrasi, KUD merupakan salah satu badan usaha yang perlu
dibina dan dikembangkan di samping kelembagaan desa lainnya.
Usaha pembinaan ini diharapkan akan mampu mendorong perkembang-
an KUD sebagai sarana untuk memasarkan hasil pertanian dan ha-
sil produksi lainnya serta untuk menyediakan kebutuhan hidup
para transmigran. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan ekonomi
di daerah transmigrasi dapat lebih didorong.

XII/44
Setelah masa pembinaan daerah transmigrasi berjalan lebih
kurang lima tahun berturut-turut, maka diharapkan para transmi-
gran sudah akan dapat mengembangkan usaha taninya secara mandi-
ri. Kegiatan dan bantuan khusus dari Pemerintah diharapkan su-
dah tidak diperlukan lagi.

Pemilihan calon-calon transmigran di daerah asal dilaksana-


kan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama adalah pemilihan
tingkat kecamatan dan desa-desa yang akan menjadi sasaran prog-
ram transmigrasi yaitu daerah-daerah yang memberikan manfaat
dan pengaruh yang semaksimal mungkin dalam rangka mengurangi
kepadatan penduduk. Dalam hubungan ini maka beberapa kriteria
yang dipakai untuk menentukan daerah-daerah yang menjadi sasar-
ar. program transmigrasi antara lain kecamatan-kecamatan atau
daerah-daerah yang padat penduduknya, relatif miskin, mengha-
dapi masalah kelestarian sumber alam, daerah-daerah kritis,
terkena bencana alam dan proyek-proyek pembangunan. Dengan ke-
bijaksanaan ini diharapkan akan dapat terlaksana usaha-usaha
rehabilitasi dan penataan lebih lanjut, sehingga daerah-daerah
asal yang tadinya menghadapi masalah kepadatan penduduk dapat
mengadakan pengaturan kembali sesuai dengan rencana induk pe-
ngembangan daerah tersebut.

Tahapan selanjutnya didalam pelaksanaan transmigrasi di da-


erah asal ditujukan untuk dapat menarik minat masyarakat untuk
turut serta dalam program transmigrasi. Untuk ini maka dilaksa-
nakan kegiatan penyuluhan dan penerangan terutama penerangan
mengenai daerah penerima. Dalam usaha penerangan dikemukakan
keadaan yang sesungguhnya mengenai daerah penerima. Anggota
masyarakat yang berminat turut serta dalam program transmigrasi
akan dapat diterima setelah melalui prosedur-prosedur tertentu.
Beberapa ketentuan yang harus dipenuhi untuk menjadi transmi-
gran adalah (a) berpenghasilan rendah; (b) relatif muda; (c)
petani atau mempunyai ketrampilan khusus; (d) sudah berkeluar-
ga; (e) sehat jasmani dan rohani. Disamping ketentuan-ketentuan
tersebut, maka calon transmigran tidak tersangkut atau menjadi
anggota partai politik yang terlarang.

Para transmigran yang diberangkatkan akan memperoleh pela-


yanan mulai dari daerah asal sampai ke lokasi pemukiman trans-
migrasi. Pelayanan yang diberikan antara lain berupa pelayanan
angkutan, pelayanan di transito, penyediaan makanan dan obat-
obatan selama dalam perjalanan. Pelayanan angkutan meliputi
angkutan udara khususnya bagi angkutan transmigran dengan tuju-

XII/45
an daerah yang relatif jauh dari daerah asal seperti Irian
Jaya.

Di samping kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut diatas, da-


lam Repelita IV perkembangan sosial ekonomi daerah pedesaan di
luar Jawa akan lebih didorong, melalui pelaksanaan transmigrasi
sisipan. Dengan transmigrasi sisipan ini dimaksudkan selain
untuk menambah penduduk desa setempat, juga meningkatkan jumlah
tenaga kerja dalam rangka mengolah sumber daya alam yang terse-
dia secara optimum, termasuk lahan-lahan pertanian yang belum
seluruhnya dikelola. Dengan demikian diharapkan sumber alam
yang tersedia akan tetap terpelihara dan kelestariannya akan
terus dapat dipertahankan sehingga usaha peningkatan taraf hi-
dup masyarakat transmigran dan penduduk setempat dapat terlak-
sana secara berkelanjutan.

3. Pelaksanaan Kegiatan Transmigrasi

Pelaksanaan kegiatan transmigrasi diusahakan terus mening-


kat dari tahun ketahun. Namun pada tahun pertama Repelita IV
jumlah transmigran umum yang berhasil dipindahkan sedikit menu-
run dibandingkan dengan jumlah pada akhir Repelita III, tetapi
kemudian menaik lagi pada tahun kedua. Menurunnya jumlah trans-
migran pada awal Repelita IV antara lain disebabkan kegiatan
pelaksanaan transmigrasi mulai Repelita IV lebih mengutamakan
usaha untuk meningkatkan mutu pelaksanaan secara lebih berarti
dari tahun-tahun sebelumnya. Pada Tabel XII-14, XII-15 dan XII-
16 dapat dilihat jumlah transmigran umum dan transmigran swa -
karsa yang berhasil dipindahkan dan ditempatkan. Dalam tahun
1983/84 dipindahkan sejumlah 61.431 kepala keluarga transmigran
umum. Kemudian dalam tahun 1984/85 sejumlah 51.558 kepala ke -
luarga dan tahun 1985/86 sejumlah 79.682 kepala keluarga. Jum-
lah transmigran swakarsa meningkat dari 14.867 kepala keluarga
dalam tahun 1983/84 menjadi 50.330 kepala keluarga dan 86.665
kepala keluarga dalam tahun 1984/85 dan 1985/86. Pelayanan bagi
transmigran swakarsa sangat bervariasi antara lain ada yang
memperoleh bantuan dari pemerintah dan yang lainnya atas swada-
ya masyarakat sendiri. Dimasa-masa mendatang transmigran swa-
karsa ini diharapkan dapat terus dibina dan diprogramkan agar
sesuai dengan sasaran transmigrasi yang telah ditetapkan.

Perkembangan pembangunan serta pemeliharaan prasarana ja-


lan dan jembatan di daerah transmigrasi dapat dilihat pada Ta-
bel XII-17. Pada tahun 1983/84 panjang jalan yang berhasil di -
bangun meliputi 8.997 Km, sedangkan untuk tahun 1984/85 menurun
menjadi sekitar 7.937 Km. Hal ini antara lain disebabkan karena

XII/46
TABEL XII - 14

JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DIPINDAHKAN,


1983/84 - 1985/86
(dalam KK)

Repelita IV
No. Daerah Asal 1983/84 1984/85 1985/862)

1. DKI Jakarta 1.625 582 812

2. Jawa Barat 11. 518 7.469 13.156

3. Jawa Tengah 13.180 11.160 18.420

4. D.I. Yogyakarta 2.147 2.216 2.715

5. Jawa Timur 13.285 12.022 14.547

6. B a 1 i 1.615 1.020 871

7. Nusa Tenggara Barat 1.274 400 1.643

8. APPDT 1) 5.234 3.620 13.159

9. Pemukiman kembali 11.553 8.477 13.377

10. Realokasi 4.592 982

Jumlah : 61.431 51.558 79.682

1) Alokasi Pemukiman bagi Penduduk Daerah Transmigrasi


2) Angka sementara

XII/47
TABEL XII - 15
JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DITEMPATKAN,
1983/84 - 1985/86
(dalam KK)

Repelita IV
No. Daerah Tujuan 1983/84 1984/85 1985/86 4)

1. Daerah Istimewa Aceh 1.472 1.824 2.139

2. Sumatera Utara 3.869 800 1.408

3. Sumatera Barat 0 - 1.392

4. R i a u 5.992 5.347 10.746

5. J a m b i 1.836 5.512 8.979

6. Sumatera Selatan 7.118 3.426 11.426


7. Bengkulu 1.565 2.874 2.471
8. Lampung 10.408 6.602 8.613
9. Kalimantan Barest 2.027 5.397 5.409

10. Kalimantan Tengah 3.540 6.113 2.967

11. Kalimantan Selatan 3.938 2.023 5.186

12. Kalimantan Timur 2.016 1.883 2.620

13. Sulawesi Utara 253 300 2.028

14. Sulawesi Tengah 1.849 2.788 3.554

15. Sulawesi Selatan 0 250 1.548

16. Sulawesi Tenggara 4.648 2.392 2.920

17. Maluku 2.857 833 1.120

18. I r i a n Jaya 7.042 3.140 3.781

19. Nusa Tenggara Barat 1.001 54 673


20. Timor Timur 0 0 702

Jumlah 61.431 51.558 79.682

*) Angka sementara

XII/48
TABEL XII - 16

JUMLAH TRANSMIGRAN UMUM DAN TRANSMIGRAN SWAKARSA,


1983/84 - 1985/86
(dalam KK)

R e p e l i t a IV
No. Jen i s 1983/84 1984/85 1985/86 *)

1. Transmigran Umum 61.431 51.558 79.682

2. Transmigran Swakarsa 14.867 50 .330 86.665

Jumlah : 76.298 101.888 166.347

* ) Angka sementara

XII/49
TABEL XII - 17
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN PRASARANA JALAN
DI PEMUKIMAN TRANSMIGRASI,
1983/84 - 1985/86

Tahun Pembangunan Jalan Pemeliharaan


Baru (KM) Jalan (KM) Jembatan (M)

1983/84 8.997 480 2.170

1984/85 7.937 1.015 5.000

1985/86*) 3:200 1.230 5.190

* ) Angka sementara

XII/50
dalam tahun 1984/85 yang merupakan awal Repelita IV, selain
pembangunan jalan baru, juga dilakukan rehabilitasi terhadap
jalan dan jembatan yang lama yang kurang berfungsi dan memerlu-
kan pembinaan. Prioritas rehabilitasi ini diberikan pada loka-
si-lokasi yang sudah berproduksi dan mengalami kesulitan dalam
memasarkan produksi hasil-hasil pertanian. Menurunnya pemba-
ngunan jalan dan jembatan baru ini juga berkaitan dengan jumlah
lokasi pemukiman yang berhasil diselesaikan dan jumlah penem-
patan transmigran yang sedikit menurun dibandingkan dengan
tahun 1983/84. Dalam tahun 1985/86 kegiatan pembangunan jalan
baru menurun lagi menjadi 3.200 Km. Hal ini kelihatannya kurang
sesuai dengan jumlah transmigran yang berhasil ditempatkan pada
tahun yang sama, yang meningkat cukup besar bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Pada kenyataannya pembukaan lahan baru
pada tahun 1985/86 adalah meneruskan lokasi-lokasi yang dibuka
tahun sebelumnya, sehingga jalan baru yang dibutuhkan relatif
lebih sedikit. Untuk tahun-tahun mendatang, bila lokasi lanjut-
an makin berkurang, dan lokasi baru yang perlu dibangun
mening-kat maka kebutuhan pembangunan jalan baru akan bertambah
besar. Hasil-hasil yang telah dicapai dari kegiatan
rehabilitasi jalan dan jembatan dalam tahun 1983/84 adalah
sekitar 480 Km jalan dan 2.170 m jembatan, tahun 1984/85
sekitar 1.015 Km jalan dan 5.000 m jembatan sedangkan dalam
tahun 1985/86 meningkat menjadi 1.230 Km jalan dan sekitar
5.190 m jembatan.

Pada Tabel XII-18 dapat dilihat realisasi pembukaan lahan


pekarangan dan lahan usaha I mulai tahun 1983/84 sampai dengan
tahun 1985/86 yaitu untuk lahan pekarangan masing-masing sebe-
sar 15.600 Ha, 23.217 Ha dan 8.983 Ha; untuk lahan usaha I ma -
sing-masing sebesar 51.027 Ha, 55.305 Ha dan 36.458 Ha. Reali -
sasi pembukaan lahan sejalan dengan jumlah penempatan transmi-
grasi.

Pelaksanaan pengkaplingan lahan transmigrasi ditujukan bu-


kan Baja dalam rangka penyusunan tata ruang tetapi juga sebagai
bahan untuk pembuatan sertifikat tanah dalam rangka menjamin
kepastian hak atas tanah bagi transmigran. Realisasi pengka-
plingan yang dilakukan antara tahun 1983/84 sampai dengan
1985/86 dapat dilihat pada Tabel XII-19. Luas lahan pekarangan
yang dikapling masing-masing adalah sejumlah lebih dari 7.795
Ha, 2.200 Ha dan 4.800 Ha sedangkan lahan usaha I sejumlah
22.252 Ha, 8.800 Ha dan 2.246 Ha. Dengan demikian luas keselu -
ruhan yang berhasil dikapling setiap tahunnya adalah 30.047 Ha,
11.000 Ha dan 7.046 Ha.

Pada Tabel XII-20 dapat dilihat perkembangan pembangunan

XII/51
TABEL XII - 18
PEMBUKAAN LAHAN UNTUK TRANSMIGRASI,
1983/84 - 1985/86

Tahun Jumlah KK Lahan Pekarangan Lahan Usaha I


Yang Di tampung (Ha) (Ha)

1983/84 60.345 15.600 51.027

1984/85 92.870 23.217,5 55.305

1985/86*) 32.624 8.983 36.458

*
) Angka sementara

XII/52
TABEL XII - 19

PELAKSANAAN PERKAPLINGAN UNTUK TRANSMIGRAN,


1983/84 - 1985/86
(dalam Ha)

Tahun Lahan Pekarangan Lahan Usaha Jumlah

1983/84 7.795,25 22.252,00 30.047,25

1984/85 2.200,00 8.800,00 11.000,00

1985/86*) 4.800,00 2.246,00 7.046,00

* ) Angka sementara

XII/53
TABEL XII - 20
PEMBUATAN BANGUNAN DI DAERAH PEMUKIMAN TRANSMIGRASI,
1983/84 - 1985/86
(dalam u n i t )

Repelita IV
No. Jenis Bangunan 1983/84 1984/851) 1985/862)

1. Rumah Transmigran dan Jamban 62.114 59.268 14.834,

2. Sarana Air Bersih 20.500 13.572 4.053

3. Balai Pengobatan 35 52 17

4. Rumah Ibadah 62 97 16

5. Rumah Petugas 248 242 124

6. Gudang (pangan dan Saprodi) 35 192 86

1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara

XII/54
rumah transmigran dan jamban keluarga serta fasilitas umum yang
diperlukan untuk suatu pemukiman transmigrasi. Rumah transmi-
gran yang dibangun dalam tahun 1983/84 adalah sejumlah 62.114
buah, dalam tahun 1984/85 sejumlah 59.268 buah dan dalam tahun
1985/86 telah dibangun 14.834 buah. Berdasarkan data jumlah
transmigran yang telah ditempatkan pada tahun 1985/86 yang jauh
lebih besar dari angka pembangunan rumah, diperkirakan jumlah
14.834 buah rumah ini belum menggambarkan realisasi yang sebe-
narnya karena merupakan angka sementara. Angka-angka pembangun-
an sarana air bersih, Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS)
Pembantu, rumah ibadah, rumah petugas dan gudang juga merupakan
angka-angka sementara.

Pelaksanaan pembinaan transmigran dilakukan selama-lamanya


5 tahun sejak transmigran dimukimkan. Pada tahun pertama keda-
tangan di lokasi, transmigran diberikan bantuan jaminan hidup,
paket-paket pertanian dan lain-lain agar mereka dapat segera
menggarap lahannya. Kemudian pada tahun kedua, bila lahan per-
tanian sudah menghasilkan, jaminan hidup dihentikan, sedangkan
paket-paket pertanian tetap diberikan sampai tahun ketiga de-
ngan komposisi yang berbeda. Pembinaan-pembinaan lain seperti
penyuluhan pertanian, latihan keterampilan, pembinaan kesehatan
dan lain-lain dilanjutkan sesuai kebutuhan masing-masing daerah
transmigrasi. Perkembangan jumlah transmigran yang dibina anta-
ra tahun 1983/84 sampai dengan 1985/86 dapat dilihat pada Tabel
XII-21. Jumlah transmigran lama dalam tahun 1983/84, 1984/85,
dan 1985/86 masing-masing adalah 311.452 kepala keluarga,
391.843 kepala keluarga dan 451.918 kepala keluarga. Sedangkan
transmigran baru yaitu transmigran yang berada di daerah trans-
migrasi kurang dari 1 tahun sejumlah 61.431 kepala keluarga,
51.558 kepala keluarga dan 79.682 kepala keluarga. Dengan demi-
kian seluruh transmigran yang dibina untuk masing-masing tahun
adalah 372.883 kepala keluarga, 443.401 kepala keluarga, dan
536.989 kepala keluarga. Dari angka-angka diatas ternyata jum-
lah seluruh transmigran yang dibina antara tahun 1983/84 sampai
dengan 1985/86 setiap tahunnya meningkat dengan rata-rata 20%
atau sekitar 80.000 kepala keluarga.

Dalam masa pembinaan selama 5 tahun ini, dilakukan juga la -


tihan-latihan keterampilan baik dibidang pertanian maupun non
pertanian seperti pertukangan, perbengkelan, industri kecil,
kerajinan rumah tangga dan lain-lain. Latihan sudah mulai dila-
kukan sejak calon transmigran berada di daerah asal. Dalam tiga
tahun terakhir ini yaitu antara tahun 1983/84 sampai dengan
I985/86 jumlah seluruh transmigran yang berhasil dilatih dan
dididik masing-masing adalah 5.955 kepala keluarga, 8.020 kepa-

XII/55
TABEL XII - 21
JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DIBINA,
1983/84 - 1985/86
(dalam KK)

Tahun Transmigran Transmigran Jumlah Yang


Lama Baru Dibina

1983/84 311.452 61.431 372.883

1984/851) 391.843 51.558 443.401

1985/862) 451.918 79.682 536.989

1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara

XII/56
la keluarga dan 6.450 kepala keluarga, seperti terlihat pada
Tabel XII-22. Jumlah yang dilatih pada tahun 1984/85 meningkat
sekitar 34,7 % dibandingkan dengan tahun 1983/84, tetapi kemu -
dian pada tahun 1985/86 menurun dengan 19,6 %.

Produktifitas tanaman pertanian di daerah transmigrasi mem-


punyai pengaruh yang besar pada keberhasilan transmigran menuju
masyarakat yang mandiri. Perkembangan produktifitas pertanian
di daerah selama 3 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel XII-
23. Produktifitas tanaman pertanian mengalami peningkatan
yang cukup berarti. Untuk padi pada tahun 1983/84
produktifitasnya sebesar 1,76 ton/Ha dalam hal padi sawah dan
1,10 ton/Ha dalam hal padi ladang. Pada tahun 1984/85
produktifitas meningkat menjadi rata-rata 1,54 ton/Ha dan pada
tahun 1985/86 1,74 ton/Ha. Untuk tanaman palawija seperti
kacang-kacangan produktifitasnya meningkat dari 0,86 ton/Ha
pada tahun 1983/84 menjadi 0,95 ton/Ha pada tahun 1985/86,
walaupun pada tahun 1984/85 sedikit menurun yaitu 0,69
ton/Ha. Produktifitas tanaman singkong meningkat dari 7,09
ton/Ha pada tahun 1983/84 meningkat menjadi 16,36 ton/Ha tahun
1984/85, tetapi menurun menjadi 10,30 ton/Ha tahun 1985/86.
Menurunnya produktifitas tanaman singkong pada tahun 1985/86
kemungkinan disebabkan petani transmigran lebih memperhatikan
sawahnya dibandingkan tanaman palawija.

Para transmigran juga memperoleh bibit-bibit tanaman keras


untuk ditanam dilahan pekarangannya. Bibit tanaman keras yang
diberikan antara lain adalah bibit kelapa, cengkeh dan kopi.
Hasil produksi tanaman keras ini diharapkan dalam jangka pan-
jang dapat menambah penghasilan transmigran. Perkembangan luas
areal yang ditanami tanaman keras dapat dilihat pada Tabel XII-
Untuk kelapa pada tahun 1983/84 luas tanaman adalah
1.197 Ha, tahun 1984/85 seluas 2.176 Ha dan tahun 1985/86
seluas 4.632 Ha. Luas tanaman cengkeh pada tahun 1983/84 adalah
3.614 Ha, tahun 1984/85 seluas 606 Ha dan 1985/86 seluas 4.38
Ha. Luas tanaman kopi pada tahun 1983/84 adalah 741 Ha, tahun
1984/85 tidak terdapat data dan tahun 1985/86 seluas 38 Ha.
Naik turunnya luas areal yang ditanami ketiga Jenis tanaman ke-
ras ini antara lain disebabkan karena tidak semua lokasi
transmigrasi cocok untuk ditanami tanaman keras. Dengan demi-
kian pada satu saat mungkin banyak lokasi yang membutuhkan, te-
tapi pada saat lain lokasi transmigrasi yang dibuka tidak se-
suai untuk ditanami tanaman keras tersebut.

Untuk meningkatkan gizi dan pendapatan para keluarga trans-


migran dan juga untuk membantu kekurangan tenaga dalam mengolah

XII/57
TABEL XII - 22
JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DILATIH DAN DIDIDIK MENURUT
DAERAH DAN JENIS KETERAMPILAN,
1983/84 - 1985/86
(orang)

Tahun Daerah Asal Daerah Penerima Jumlah


Pertanian Non Pertanian Pertanian Non Pertanian

1983/84 2.035 120 3.380 420 5.955

¹) 2.910
1984/85 1.330 1.320 2.460 8.020

2)

1985/86 1.190 970 1.620 2.670 6.450

1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara

XII/58
TABEL XII - 23

PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS PADA BEBERAPA JENIS


TANAMAN PERTANIAN DI DAERAH TRANSMIGRASI,
1983/84 - 1985/86

XII/59
No. J e n i s Tanaman Satuan 1983/84 R e p e l i t a IV
1984/85 1 ) 1985/86 2 )

Ton/Ha
1. Padi
a. Padi Sawah 1,76
1,54 3 ) 1,74 3 )
b. Padi Ladang 1,10
2. P a l a w i j a : Ton/Ha

a . Kacang2-an 0,86 0,69 0,95

b . Singkong 7,09 16,36 10,30

1 ) Angka d i p e r b a i k i
2 ) Angka sementara
3 ) P r o d u k t i v i t a s r a t a - r a t a Padi Sawah dan Padi Ladang
TABEL XII - 24

PERKEMBANGAN TANAMAN KERAS DAERAH TRANSMIGRASI,


1983/84 - 1985/86
(Ha)

Jumlah penanaman R e p e l i t a IV
No. J e n i s Tanaman per Ha 1983/84 1984/85 1985/86 *)

1, Kelapa 143 1.197 2.176 4.632

2. Cengkeh 200 3.614 606 4.358

3. Kopi 1.300 741 _


38

* ) Angka sementara

XII/60
TABEL XII - 25

PERKEMBANGAN POPULASI TERNAK DAERAH TRANSMIGRASI


UNTUK SETIAP 1.000 KK,
1983/84 - 1985/86
(ekor)

R e p e l i t a IV
No. J e n i s Ternak 1983/84 1984/85 1985/86 *)

1. Ternak b e s a r dan sedang


( S a p i , Kerbau dan Kambing) 214 138 212

2. Ternak Unggas
(Ayam dan I t i k ) 3.679 13.949 5.281

* ) Angka sementara

XII/61
lahan maka kepada mereka juga diberikan binatang ternak seperti
sapi, kerbau, kambing, ayam dan itik, yang diharapkan dapat di-
kembangkan di daerah transmigrasi. Ternak besar seperti sapi
dan kerbau yang antara lain berasal dari proyek Banpres diberi-
kan kepada transmigran dalam rangka pengembangan secara sistem
gadu. Unggas dapat diberikan kepada seluruh transmigran. Per-
kembangan populasi ternak di daerah transmigrasi antara 1983/84
sampai dengan 1985/86 dapat dilihat pada Tabel XII-25. Jumlah
ternak besar pada tahun 1983/84 adalah 214 ekor per 1.000 kepa -
la keluarga transmigran, pada tahun 1984/85 sejumlah 138 ekor
dan pada tahun 1985/86 sejumlah 212 ekor. Perkembangan populasi
unggas, pada tahun 1983/84 sejumlah 3.679 ekor per 1.000 kepala
keluarga transmigran, tahun 1984/85 sejumlah 13.949 ekor dan
tahun 1985/86 sejumlah 5.281 ekor.

4. Peningkatan Kegiatan Koordinasi

Penyelenggaraan kegiatan transmigrasi pada umumnya bersifat


lintas sektor dan menyangkut berbagai instansi. Misalnya dalam
penentuan lokasi transmigrasi, akan terlibat banyak pihak anta-
ra lain Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan, pihak Depar -
temen Kehutanan, Pertambangan, Agraria dan Departemen Transmi-
grasi sendiri. Dalam rangka meningkatkan koordinasi dan mensin-
kronisasikan kegiatan-kegiatan penyelenggaraan transmigrasi
maka Presiden telah menetapkan kebijaksanaan penyelenggaraan
Transmigrasi sebagaimana telah ditetapkan didalam Keppres No.
59 Tahun 1984. Di dalam Keppres tersebut dipertegas tugas dan
tanggung jawab Menteri Transmigrasi yang didalam pelaksanaannya
dilakukan secara terpadu dan terkoordinir dengan Departemen dan
lembaga-lembaga pemerintah lainnya yang lingkup tugas dan fung-
sinya berkaitan dengan penyelenggaraan transmigrasi. Sebagai
pelaksana harian ditingkat pusat dibentuk Tim Tehnik yang dike-
tuai oleh pejabat Eselon I Departemen Transmigrasi dibantu oleh
pejabat-pejabat tehnis Eselon II dari Departemen/Lembaga-lemba-
ga yang terkait dengan penyelenggaraan transmigrasi.

Ditingkat daerah, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I adalah


koordinator dibantu oleh Kantor Wilayah Departemen yang tugas
dan fungsinya terkait dengan penyelenggaraan transmigrasi. Se-
bagai pelaksana harian penyelenggaraan koordinasi di tingkat
daerah ditunjuk Bappeda di masing-masing propinsi.

XII/62

Anda mungkin juga menyukai