Oleh:
Wulan, Khusnihita
Universitas Tidar
Email: wulankhusnihita126@gmail.com
Abstrak
Gangguan berbahasa ialah salah satu kajian yang dibahas dalam psikolinguistik
Gangguan berbahasa dapat menghambat seorang dalam berbahasa. Artikel jurnal ini
bertujuan buat memberikan data terkait gangguan berbahasa autisme serta hubungannya
menggunakan psikolinguistik. Metode yg digunakan sesuai metode deskripsi kualitatif,
yaitu metode riset dengan memberikan penjelasan berupa deskripsi sesuai data berasal
banyak sekali referensi ilmiah. berdasarkan data serta surat keterangan ilmiah yang
dikumpulkan, dianalisis, serta dikaji, didapatkan hasil bahwa autisme ialah suatu
gangguan perilaku dampak perkembangan syaraf yang berpengaruh di kemampuan
seorang untuk berkomunikasi dan berinteraksi. gejala primer yang ditimbulkan oleh
pengidap autisme ialah gangguan dalam berbahasa. Pengidap autisme mengalami
gangguan dan kesulitan dalam berbicara maupun aktivitas berbahasa yg lain. Gangguan
dalam berbahasa tadi dapat terjadi sebab adanya keterhambatan anak autis pada
memperoleh dan menyerap bahasa-bahasa yang terdapat di lingkungan lebih kurang.
Gangguan berbahasa autisme ialah salah satu kajian pada psikolinguistik. Psikolinguistik
menerapkan pola dasar dalam pemerolehan bahasa seorang. pada proses pemerolehan
bahasa dapat ditemukan gejala-gejala mental atau psikologi yg mempengaruhi
kemampuan seorang pada berbahasa. salah satunya ialah gejala mental atau psikologi
pada pengidap autisme.
Pendahuluan
Bahasa adalah komponen utama pada komunikasi seelain gerak tubuh, nada, serta
sebagainya. Bahasa pada ranah linguistik dikatakan sebagai sebuah sistem suara yang
arbriter, konvensional, serta dipergunakan manusia untuk komunikasi (Muradi, 2018).
Fungsi primer bahasa adalah menjadi alat komunikasi di pada rakyat. Fungsi tersebut
dipergunakan pada berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka
ragam (Saddhono, 2012). Bahasa berperan sebagai media untuk menyampaikan gagasan,
berinteraksi dan berkomunikasi. Bahasa merujuk di istilah buat menjelaskan makna serta
pikiran ke pada sistem linguistic yang dipergunakan sebagai dasar mengangkut pikiran.
Bahasa dipergunakan sebagai alat komunikasi antar anggota warga yang berupa simbol
bunyi yg dihasilkan oleh indera ucap manusia. bisa dikatakan bahwa bahasa artinya
sistem lambang bunyi yang arbitrer dan dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial
untuk bekerja sama, berkomunikasi serta mengidentifikasikan diri (Tarigan, 2019).
Bahasa mempunyai sifat universal sebagai akibatnya bahasa manapun dapat diperoleh
oleh seseorang (Adi, 2018). Pentingnya faktor bahasa menjadi indera komunikasi inilah
yang menjadikan beberapa linguis menyatakan bahwa berbahasa sama pentingnya
dengan bernapas. Noam Chomsky, bapak Linguistik dunia, berkata, Jika kita mempelajari
bahasa maka pada hakikatnya kita sedang menyelidiki esensi manusia, yg berakibat
keunikan insan itu sendiri (Muzaiyanah,2015). asal beberapa pengertian dan hakikat
bahasa, dapat dikatakan bahwa bahasa mempunyai fungsi sosial, baik sebagai alat
komunikasi untuk berinteraksi maupun untuk mengidentifikasikan kelompok sosial
(Simatupang, 2018).
Salah satu kajian dalam ilmu linguistik adalah psikolinguistik. Psikolinguistik
dapat dikatakan sebagai interdisiplin antara linguistik dan psikologi. Psikolinguistik
merupakan pengembangan berasal 2 bidang ilmu tersebut. Psikologi adalah ilmu yg
mempelajari tingkah laku insan, yaitu interaksinya dengan dunia lebih kurang, mirip
menggunakan sesame insan, hewan, lingkungan, kebudayaan, dll (suroso, 2014).
Linguistik adalah telaah ilmiah tentang bahasa manusia. Bisa dikatakan bahwa
psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari sikap berbahasa, baik itu sikap berbahasa
yang tampak ataupun yang tidak tampak (natsir, 2017). Pada kajiannya, psikolinguistik
pula membahas korelasi antara otak insan dengan bahasa. Berasal penerangan pada atas,
dapat disimpulkan bahwa secara umum, psikolinguistik adalah salah satu bidang kajian
berasal linguistik makro yang mempelajari proses-proses mental yang dilewati insan
dalam berbahasa.
Menurut KBBI, gangguan adalah halangan, rintangan, godaan, sesuatu yang
menyusahkan. Mengganggu juga diartikan sebagai hal yang menyebabkan
ketidakwarasan atau ketidaknormalan (tentang jiwa, kesehatan, pikiran), hal yang
menyebabkan ketidaklancaran. Berbahasa memiliki arti berkomunikasi menggunakan
suatu bahasa. Kemampuan berbahasa meliputi berbicara, menulis, membasa, dan
menyimak. Salah satu keterampilan yang produktif adalah keterampilan berbicara, yaitu
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi, atau lata-kata untuk mengekspresikan,
mengatakan, serta menyampaikan pikiran , gagasan, dan perasaan. Gangguan berbahasa
berarti halangan, rintangan, dan sesuatu yang menyusahkan seseorang dalam
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi, atau lata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan,
serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Anak yang normal memperoleh
bahasa secara alami dan mampu mendapatkan pembelajaran bahasa.Namun, sebagian
anak lainnya mengalami kesulitan karena beberapa sebab dalam kaitannya untuk
memperoleh bahasa dan pembelajaran bahasa (Hikmawati, 2018).
Terdapat beberapa penyakit atau gangguan yang dapat mempengaruhi
kemampuan berbahasa seseorang. Gangguan tersebut banyak terjadi akibat akibat
beberapa penyakit atau gangguan pada perkembangan syaraf yang memberi dampat pada
cara dan kemampuan seseorang dalam berbahasa. Perlu diketahui, bahwa otak merupaka
pusat dari berbagai aktivitas manusia, termasuk dalam berbicara atau berbahasa.
gangguan dalam berbahasa merupakan kajian dalam salah satu cabang linguistic makro,
yaitu psikolinguistik. Gangguan berbahasa merupakan salah satu fokus pembahasan
dalam psikolinguistik. Psikolinguistik merupakan studi proses mental dalam pemakaian
bahasa. Psikolinguistik menguraikan proses-proses psikologi ketika seseorang
mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya ketika berkomunikasi, dan bagaimana
kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Chaer, 2015). Psikolinguistik
mendiskusikan tentang berbagai macam gangguan bahasa, yakni dyslexia, anomia
aphasia, apraxia, alexia, dan autis. Anak autis merupakan seseorang yang tidak bisa
berkomunikasi dengan baik karena memiliki kesulitan untuk memahami suatu
pembicaraan (Fimawati, 2017).
Salah satu gangguan berbahasa adalah gangguan berbahasa pada autisme.
Autisme atau yang disebut pula Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah suatu gangguan
perkembangan syaraf yang terus terhadap kemampuan seseorang dalam berkomunikasi
dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya (American Psychiatric Association
1994). Gangguan ini dapat berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam berbahasa,
karena pengidap autisme bahkan tidak dapat mengucap satu kata pun pada usia satu tahun.
Gangguan berbahasa pada autisme dapat ditangani dengan berbagai terapi komunikasi
dan terapi penunjang lainnya sehingga dapat memperbaiki kemampuan berbahasa bagi
pengidapnya. Melalui kajian psikolinguistik, dapat diketahui berbagai gejala mental dan
psikologi yang dialami oleh pengidap autisme terkait gangguan dalam berbahasa serta
berbagai penanganan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuannya
dalam berkomunikasi dengan lingkungan.
Istilah autism berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme yang berarti
suatu aliran. Autism diartikan sebagai suatu aliran dimana seseorang hanya tertarik pada
dunianya sendiri (Subyantoro, 2013). Autisme juga dapat diartikan sebagai cacat pada
perkembangan syaraf dan psikis manusia yang terjadi sejak janin dan seterusnya sehingga
menyebabkan kelemahan atau perbedaan dalam berinteraksi sosial, kemampuan
berkomunikasi, pola minat, dan tingkah laku (Subyantoro, 2013).
Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penyusunan artikel jurnal ini adalah metode
deskripsi kualitatif, metode kualitatif yaitu penelitian sastra yang dilakukan dengan cara
menggunakan sajian yang berwujud deskriptif (Ratna, 2007 dalam Wahid, 2017). Merode
kualitatsif dalam penelitian ini yaitu metode riset dengan memberikan penjelasan berupa
deskripsi berdasarkan data dan berbagai referensi ilmiah. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang atau perilaku yang diamati (Moeleong, 2017) dalam (Supriyono, 2018). Data
dan referensi ilmiah tersebut dikumpulkan, dianalisis, dan dikaji hingga menghasilkan
suatu kesimpulan. Kesimpulan inilah yang menjadi hasil dan pembahasan pada artikel
jurnal ini. Pada jurnal ini data dan referensi berupa teori-teori dari berbagai sumber terkait
psikolinguistik dan gangguan berbahasa autisme.
1. Hakikat Psikolinguistik
Psikolinguistik merupakan salah stau cabang dalam linguistic makro.
Penelitian psikolinguistik menekankan pada proses psikologi pada pemerolehan
dan penggunaan bahasa manusia (Nurjanah, 2018). Bidang kajian dari
psikolinguistik antara lain, komprehensif, yaitu kemampuan menangkap hal yang
dikatakan orang lain dan memahami maksudnya; produksi, yaitu kemampuan
untuk dapat berujar seperti yang ingin diujarkan; landasan biologi serta neurologis
yang membuat manusia dapat berbahasa; pemerolehan bahasa, cara setiap anak
memperoleh bahasa. Benih ilmu ini sebenarnya sudah tampak pada permulaan
abad ke-20 ketika psikolog Jerman Wilhelm Wundth menyatakan bahwa bahasa
dapat dijelaakan dengan dasar prinsip-prinsip psikologi (Kess, 1992) dalam
(Dardjowidjojo, 2012). Dalam menerapkan ilmu ini, akan dihadapkan dengan
gangguan-gangguan berbahasa yang secara mental dapat mempengaruhinya.
Psikolinguistik menerapkan pola dasar dalam pemerolehan bahasa seseorang.
Pemerolehan bahasa seorang anak dapat melalui orangtua ataupun keluarga yang
kemudian bahasa pertama seorang anak disebut dengan bahasa ibu, yaitu bahasa
pertama yang dikenalkan atau yang dipahami oleh seseorang.
Bahasa seorang anak diawali dengan pemerolehan bahasa pertama atau
dikenal dengan istilah bahasa ibu (Pandudinata, 2018). Dalam proses
pemerolehan bahasa dapat ditemukan gejala-gejala mental atau psikologi yang
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berbahasa. Ada beberapa hal yang
tidak sesuai dengan usia dan tumbuh kembangnya. Gejala ini dapat merujuk ke
beberapa diagnosis penyakit atau gangguan mental seseorang dalam berbahasa.
Pada permasalahan inilah, psikolinguistik memberikan kajian dalam
pembahasannya.
3. Penyebab Autisme
Penderita autisme mempunyai beberapa ciri-ciri atau gejala yang terlihat
dari adanya gangguan komunikasi, interaksi sosial, perilaku, emosi, dan sensoris.
Autisme dilihat sebagai kelainan perkembangan sosial dan mental karena
gangguan perkembangan otak yang diakibatkan oleh kerusakan selama
pertumbuhan fetus, saat kelahiran, atau pada tahun pertama kehidupannya
(Winarno, 2013). Meskipun dari segi fisik anak autisme terlihat seperti anak
normal, namun dari segi perilaku, mental, dan pola pikir, mereka memiliki
kelemahan. Anak autis memiliki kesulitan dalam mengendalikan emosi serta
banyak melakukan gerakan-gerakan yang kurang wajar tanpa mereka bisa
kendalikan. Selain itu,anak autisme juga memiliki kesulitan dalam berbicara,
sehingga berpengaruh dalam kemampuan berbahasanya. Dengan adanya
gangguan-gangguan tersebut, dapat berpengaruh terhambatnya kegiatan
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Hingga saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari autisme Penyebab
yang melibatkan banyak faktor (multifaktor) secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua, yaitu genetik dan lingkungan. Dari faktor genetik telah ditemukan
gen autis yang diturunkan orangtua kepada beberapa anak autis. Sedangkan faktor
lingkungan adalah terkontaminasinya lingkungan oleh zat-zat beracun, pangan,
gizi, dan juga diakibatkan karena raksenasi. Kenyataan yang terlihat saat ini
adalah bahwa anak autis selalu mengalami keresahan dan gangguan kognitif atau
fungsi persepsi sehingga mereka memiliki keterbatasan untuk berkomunikasi dan
bersosialisasi dengan lingkungan. Beberapa pakar menjelaskan bahwa hal itu
terjadi karena pusat di otak (brain center) yang mengatur input rangsangan
(sensoring and processing) mengalami gangguan terutama dalam kemampuan
berbahasa (Winarno, 2013). Penyebab lain yang bisa terjadi adalah kontaminasi
logam berat, yaitu merkuri. Hal ini dapat memicu kondisi hiperaktif pada anak.
Merkuri merupakan senyawa beracun yang dapat memengarui anak-anak.
Menurut (Subyantoro, 2013) terdapat beberapa hal lain yang diduga dapat
menyebabkan autisme, yaitu: 1) Adanya vaksin yang mengandung Thimerosal,
yaitu zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin; 2) Televisi, yang
mengakibatkan seseorang jarang bersosialisasi dengan lingkungan. 3) Radiasi
pada janin bayi. 4) Folic acid, yaitu zat yang diberikan pada wanita hamil untuk
mencegah cacat fisik pada janin.
Simpulan
Gangguan berbahasa pada autisme sebenarnya dapat diatasi melalui terapi
komunikasi atau terapi wicara. Terapi ini merupakan metode pembelajaran bahasa yang
tidak hanya mengenai belajar bahasa lisan, tetapi juga bahasa tulis. Keberhasilan terapi
komunikasi atau terapi wicara dapat dilihat dari kemampuan penderita autis dalam
mengemukakan pengetahuan yang telah diserapnya melalui bahasa lisan dan bahasa tulis.
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu diperhatikan bahwa dalam mengasah dan
melatih kemampuan berbahasa dan komunikasi bagi penderita autisme adalah dengan
melakukan penanganan yang tepat dan pengenalan gejala autisme sejak dini sheingga
penderita autisme dapat menemukan bakat dan kemampuannya. Selain itu, untuk
mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi sosial, diperlukan jalinan komunikasi
dan interaksi dengan penderita autis secara terus menerus dan berkelanjutan.
Gangguan berbahasa autisme memang belum dapat disembuhkan secara
langsung. Perlu dilakukan berbagai terapi dan pengobatan penunjang lainnya guna
mendukung pengidap autisme untuk bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang
lain. Dukungan dari orangtua, keluarga, dan orang-orang terdekat merupakan faktor yang
sangat penting dan menentukan keberhasilan dalam terapi autisme, khususnya dalam
kaitannya dengan gangguan berbahasa. penderita autisme bukan anak idiot, mereka hanya
memusatkan perhatian pada diri sendiri sehingga tidak dapat fokus dan sulit berbaur
dengan sekitar. Ilmu psikolinguistik mencoba menelusuri, mengidentifikasi, dan
memberikan kajian terkait gangguan berbahasa pada penderita autisme dilihat dari segi
ilmu kebahasaan atau linguistik, bukan secara medis atau psikologi yang berkaitan
langsung dengan gejala, penyebab, dan pengobatannya secara umum. Namun,
psikolinguistik lebih menitikberatkan dari bagaimana penderita autisme memperoleh
bahasa pertamanya dan seperti apa mereka memperoleh bahasa berikutnya atau disebut
dengan pembelajaran bahasa.
Daftar pustaka
Indah, Rohmani Nur. 2011. Gangguan Berbahasa: Kajian Pengantar. Malang: UIN-
Maliki Press.