Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM KTA

EROSI

OLEH :

KELOMPOK 1

ANGGOTA KELOMPOK : 1. AULIA FITRI MANDA SARI (1710251012)


2. SUCI HERMANDA (1810251013)
3. RINNY KUMAR (1810251030)
4. FATMA ANDRIA WAHYUNI (1810252031)
5. UTARI SEPTRIANI (1810252045)
6. FELIA RAHMAYANTI (1810253001)
DOSEN PENJAB : Ir. Irwan Darfis, MP

PRODI PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah konservasi air dan tanah. Terima kasih
saya ucapkan kepada bapak atau ibu dosen yang telah membantu kami baik secara moral maupun
materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah konservasi air dan tanah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan
bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

19 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
a. Latar Belakang...............................................................................................
b. Tujuan............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................
BAB III BAHAN DAN METODE ...........................................................................
a. Waktu dan Tempat..........................................................................................
b. Alat dan Bahan................................................................................................
c. Metode.............................................................................................................
d. Cara Kerja........................................................................................................
BAB IV PENUTUP......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan
yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-
syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat-sifat dan kimia tanah, dan
keadaan topografi lapangan menentukan kemampuan untuk suatu penggunaan dan perlakuan
yang diperlukan.Usaha-usaha konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegah kerusakan tanah
oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas
tanah agar dapat dipergunakan secara lestari. Dengan demikian pelarangan penggunaan tanah,
tetapi menyesuaikan macam penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan
perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah dapat berfungsi secara lestari.
Konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, dan mengatur
kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan.
Erosi adalah proses dua tahap yang terdiri dari penguraian massa tanah menjadi partikel-
partikel tunggal, serta pengangkutan partikel-partikel tersebut oleh tenaga-tenaga erosi, seperti
aliran air dan angin dari. Erosi secara alamiah dikatakan tidak menimbulkan masalah, hal ini
disebabkan kecepatan erosinya relatif sama atau lebih rendah dari kecepatan pembentukan tanah,
erosi demikian disebut dengan erosi normal (erosi geologi). Erosi tanah merupakan salah satu
masalah lingkungan yang paling serius di seluruh belahan bumi saat ini, dan dalam jangka
panjang adanya peningkatan erosi dan aliran permukaan dapat menyebabkan menurunnya
kesuburan tanah di lahan yang terkena erosi. Diduga beberapa tahun kedepan akan membuat
lapisan tanah atas akan berkurang. Lahan yang marjinal membuat pertumbuhan tanaman akan
tergangu berimbas kepada berbagai hal.
Air merupakan penyebab utama terjadinya erosi. Banyaknya air yang mengalir di atas
permukaan tanah tergantung pada hubungan antara kapasitas infiltrasi tanah dengan kapasitas
penyimpanan air tanah. Tumbuhan yang hidup di permukaan tanah dapat menambah cepatnya
infiltrasi, memperkecil kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh, daya dispersi, serta
mengurangi daya angkut aliran di atas permukaan tanah. Manusia juga sangat berperan dalam
menentukan baik atau rusaknya tanah yaitu pada perlakuan terhadap tumbuhan-tumbuhan dan
tanah.
Aktivitas manusia dalam beberapa bidang dapat mempercepat erosi, sehingga timbul
masalah, yang disebut erosi dipercepat (accelerated erosion). Akibat dari erosi tersebut adalah :
a.) merosotnya produktivitas tanah pada lahan yang tererosi, disertai merosotnya daya dukung
serta kualitas lingkungan hidup, b.) sungai, waduk, dan aliran irigasi/drainase di daerah hilir
menjadi dangkal, sehingga masa guna dan daya guna berkurang, c.) secara tidak langsung dapat
mengakibatkan terjadinya banjir kronis pada setiap musim penghujan dan kekeringan di musim
kemarau dapat menghilangkan fungsi tanah. Menurut bentuknya erosi dapat dibedakan menjadi
erosi percik, erosi lembar, erosi alur, erosi parit dan erosi lembah. Erosi lembar (sheet erosion)
adalah penghancuran dan pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu
permukaan bidang tanah. Kekuatan jatuh butir-butir hujan dan aliran permukaan merupakan
penyebab utama erosi lembar. Erosi alur adalah erosi yang (rill erosion) yakni bentuk erosi yang
terjadi karena aliran permukaan terkonsentrasi dan mulai mengalir pada tempat-tempat yang
relatif peka di permukaan tanah, sehingga pemindahan tanah lebih banyak terjadi pada tempat
tersebut. Erosi parit (gully erosion) adalah bentuk erosi yang proses terjadinya sama dengan erosi
alur, akan tetapi alur yang terbentuk sudah demikian lebar dan dalam, sehingga tidak dapat
dicegah dengan cara pengolahan tanah biasa. Adapun erosi sungai (stream erosion) terjadi
sebagai akibat dari bagian atas tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing dengan
suatu terpaan arus air yang kuat pada kelokan sungai maupun yang terjadi pada dasar sungai.
Keberadaan lingkungan yang baik akan berdampak besar bagi semua makhluk hidup.
Pengelolaan lingkungan yang efektif terhadap laju ersosi dapat dilakukan dengan cara
pemantauan. Pemantauan yang diadakan secara berkelanjutan akan membuat membuat
pengambilan kebijakan pengelolaan lingkungan juga berkelanjutan, sehingga diperlukan
penelitian tentang laju erosi di berbagai lahan berdasarkan empat parameter antara lain:
kelerengaan, tanah, iklim dan manajemen tanaman yang berada pada Kecamatan Gunung Sarik
dapat menimbulkan dampak erosi.
Mengetahui besarnya erosi yang terjadi di suatu wilayah merupakan halyang penting karena
selain dapat mengetahui banyaknya tanah yang terangkut juga dapat digunakan sebagai salah
satu jalan untuk mencari sebuah solusi dari permasalahan tersebut. Pengukuran erosi dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran erosi secara langsung
dilaksanakan dilapangan, sedangkan secara tidak langsung yaitu melalui model prediksi erosi.
Pengukuran erosi yang dilakukan secara langsung menemui banyak kendala, salah satunya
adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan cukup lama serta biaya cukup tinggi.
Sehingga digunakan sebuah model prediksi erosi, model prediksi erosi itu sendiri cukup
beragam, seperti halnya USLE (Universal Soil Loss Equation), ANSWER (Area lnonpoint
Source Watershed Environment Respon Simulation), GUEST (Grif ith University Erosion
System Template) dan masih banyak lagi model prediksi lainnya. USLE memungkinkan
perencanaan menduga laju rata-rata erosi suatu lahan tertentu pada suatu kecuraman lereng
dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan
konservasi tanah) yang mungkin atau sedang dipergunakan. Alih fungsi lahan sebagian besar
telah berdampak besar dengan adanya penambahan luas pertanian dari hutan menjadi lahan
pertanian, dan adanya lahan yang diolah akan dapat mempertinggi tingkat kerusakan tanah dan
kemungkinan terjadinya bahaya erosi. Dengan adanyapembukaan lahan tersebut maka
mempengaruhi sifat-sifat tanah tersebut baik dari segi fisik, kimia, maupun biologi tanah

B. Tujuan
Untuk mengetahui tingkat erosi tanah di Kecematan Gunung Sarik.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Istilah erosi tanah umumnya diartikan sebagai proses penghanyutan tanah oleh
desakan/desakan air dan angin. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang definsi atau
batasan erosi, diantaranya adalah : Arsyad (1980), memberikan batasan erosi sebagai peristiwa
berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagaian tanah dari tempat ketempat lain oleh media
alami (air atau angin). Braver (1972), menyatakan bahwa erosi adalah akibat dari daya dispersi
(pemecahan) dan daya transportasi (pengangkutan) oleh aliran air di atas permukaan tanah dalam
bentuk aliran permukaan.
FAKTOR - FAKTOR EROSI
Berkurangnya lapisan tanah bagian atas bervariasi tergantung pada tipe erosi dan
besarnya variabel yang terlibat dalam proses erosi. Empat factor utama yang dianggap terlibat
dalam proses erosi, mereka diantaranya adalah iklim, sifat tanah, topografi dan vegetasi penutup
tanah (Asdak, 1995). Oleh Wisch meier dan Smith (1975), keempat factor tersebut dimanfaatkan
sebagai dasar untuk menentukan besarnya erosi tanah melalui persamaan erosi umum yang
kemudian lebih dikenal dengan sebutan persamaan universal.. Berikut tinjauan terhadap keempat
factor penentu erosi diatas diuraikan satu persatu.
A. Iklim
Pada daerah tropis factor iklim yang paling besar pengaruhnya terhadap laju erosi adalah
hujan.Jumlah dan intensitas hujan di Indonesia umumnya lebih tingi dibandingkan dengan
Negara beriklim sedang. Besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi, daya
pengangkutan dan kerusakan terhadap tanah (Arsyad, 1989).Intensitas dan besarnya curah hujan
menentukan kekuatan disperse terhadap tanah. Jumlah curah hujan rata/rata yang tinggi tidak
menyebabkan erosi jika intensitasnya rendah, demikian pula intensitas hujan yang tinggi tidak
akan menyebabkan erosi bila terjadi dalam waktu yang singkat karena tidak tersedianya air
dalam jumlah besar untuk menghanyutkan tanah. Sebaliknya jika jumlah dan intensitasnya tinggi
akan mengakibatkan erosi yang besar (Baver, 1959).
B. Topografi
Topografi diartikan sebagai tinggi rendahnya permukaan bumi yang menyebabkan terjadi
perbedaan lereng. Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsure topografi yang paling
berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi (Arsyad, 1989)
C. Tanah
Tanah merupakan factor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi. Faktor/factor
tanah yang berpengaruh antara lain adalah :
1. Ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun
limpasan permukaan.
2. Kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi (Utomo,
1989).
D. Vegetasi
Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Intersepsi hujan oleh tajuk tanaman.
2. Mempengaruhi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air.
3. Pengaruh akar dan kegiatan/kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan
vegetative dan pengaruhnya terhadap porositas tanah.
4. Transpirasi yang mengakibatkan keringnya tanah (Arsyad, 1983).
Salah satu factor penting dalam karakteristik tanah/lahan adalah topografi lahan yang
berkaitan dengan derajad kemiringan lereng dan panjang lereng. Kemiringan lereng yang optimal
untuk tanaman kelapa sawit kurangdari 23% (12 ) dan tidak disarankan lebih dari 38% (20 ),
Namun dalam kenyataannya banyak kelapa sawit yang tumbuh di lahan curam (Syakiret al.,
2010).
Kemiringan lereng dan panjang lereng merupakan dua sifat utama dari topografi yang
mempengaruhi erosi. Kemiringan lereng dan panjang lereng memberikan dampak terhadap laju
aliran permukaan yang membawa lapisan tanah atas beserta unsure hara dari tempat satu
ketempat lainnya yang lebih rendah (Haridjajaet al., 1991).Menurut Martono (2004), besar
kemiringan lereng akan mempengaruhi laju kecepatan aliran permukaan, dimana semakin curam
Suatu lereng akan semakin cepat alirannya, sehingga dapat diartikan kesempatan air yang
meresap kedalam tanah lebih kecil dan akan memperbesar aliran permukaan, yang akan
berakibat pada besarnya erosi tanah.
Selain topografi lahan, besarnya erosi tanah juga dipengaruhi oleh air hujan. Pada tanah
yang berlereng, air hujan yang turun akan lebih banyak berupa aliran permukaan, yang
seterusnya air akan mengalir dengan cepat dan menghancurkan serta membawa tanah bagian atas
(top soil) yang umumnya tanah subur (Karta sapoetra dan Sutedjo, 2005). Curah hujan dengan
intensitas yang tinggi dan durasi hujan yang lama, maka energy kinetiknya semakin besar dan
erosivitasnya juga semakin besar sehingga dapat dikatakan potensi terjadinya erosi akan semakin
besar (Martono, 2004).
Potensi bahaya erosi di lahan kelapa sawit perlu dilakukan penanganan terutama pada
lahan lahan berlereng.Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan pengukuran dan pendugaan erosi
agar dapat mengetahui seberapa besarerosi yang terjadi pada lahan berlereng yang ditanami
kelapasawit, sehingga dapat ditetapkan kebijaksanaan dan tindakan konservasi tanah yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan dapat dipergunakan secara produktif dan lestari
(Arsyad, 2010).
PRAKIRAAN BESARNYA EROSI
Dari beberapa metoda untuk memperkirakan besarnya erosi permukaan, metoda
Uneversal soil loss aquasion (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978)
adalah metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan besarnya erosi. USLE adalah
suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi rata/rata jangka panjang dari erosi
lembar atau alur dibawah keadaan tertentu. Metode ini juga bermanfaat untuk tanah tempat
bangunan dan penggunaan non/pertanian, tetapi metode ini tidak dapat memprediksi
pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai, dan dasar
sungai (Sitanala, 2010).
BAB III.BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan pada tanggal 20 September 2021 yang bertempat di
Gunung Sarik, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat

B. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan untuk melakukan kegiatan praktikum ini yaitu alat
dokumentasi berupa kamera sedangkan bahan yang didapatkan yaitu bentuk dari
lapangan yang terdampak erosi atau perusakan tanah.

C. Metode
Adapun metode yang digunakanya itu metode Survey Lapangan.

D. Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan yaitu mencari lokasi yang memiliki kerusakan
lahan, lalu diamati jenis dari kerusakan lahan tersebut dan diambil dokumentasi dari
lahan yang terdampak erosi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil

1.2 , Kecamatan Pembahasan

Berdasarkan hasil yang di atas kelompok kami mengambil kasus dan topic erosi di wilayah
Gunung Sarik Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat. Erosi adalah proses alami yang
tidak bisa dicegah , tetapi harus dapat dikurangi sampai pada batas yang dapat di toleransi
. ( menurut Morgan , 2006 ) laju kehilangan tanah yang dapat ditoleransi adalah laju erosi
tanah dapat terkendali sampai pada batas sama atau dibawah laju pembentukan tanah.
Vegetasi pada daerah sekitar perbukitan ini adalah semak belukar ,dan sebagian lahan ini
tanah gundul tanpa vegetasi . Kelerengannya ± 45 % dan termasuk jenis kemiringan agak
curam . Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya
dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim,
kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan,
porositas dan permeabilitasnya, kemiringan lahan. Faktor biologis termasuk tutupan
vegetasi lahan, makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.
Penanggulangan erosi dan aliran permukaan dapat dilakukan dengan cara menanam
rumput pakan ternak dan tanaman pisang. Hal ini karena sudah beradaptasi pada lahan
tersebut dan mudah ditemukan. Jenis tanaman introduksi yang mudah ditanam dan dapat
beradaptasi pada tekstur berpasir dan liat adalah rumput akar wangi (Vetiveria
zizanioides). Rumput ditanam searah kontur dan rapat agar dapat digunakan sebagai
penahan erosi dan aliran permukaan. Sedangkan untuk tanaman pisang ditanam pada
bidang olah dengan cara zigzag hal ini bermanfaat untuk mengurangi kehilangan tanah
dan hara yang terangkut akibat aliran permukaan dan erosi. Untuk penanggulangan
bahaya erosi dan aliran permukaan pada erosi parit/tebing diperlukan penanaman
tanaman bambu. Bambu ditanam pada pinggiran parit/tebing dengan jarak 50 cm secara
zigzag.
HASIL SURVEI

N SURVEI 1 SURVEI 2
O
1
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa erosi terus terjadi pada areal tersebut hal ini
disebabkan karena adanya beberapa pengaruh erosi salah satunya curah hujan yang tinggi.
Daerah rawan longsor harus dijadikan areal konservasi, sehingga bebas dari kegiatan
pertanian, pembangunan perumahan, dan infrastruktur. Apabila lahan digunakan untuk
perumahan maka bahaya longsor akan meningkat, sehingga dapat mengancam keselamatan
penduduk di daerah tersebut dan di sekitarnya. Penerapan teknik pengendalian longsor diarahkan
ke daerah rawan longsor yang sudah terlanjur dijadikan lahan pertanian. Areal rawan longsor
yang belum dibuka direkomendasikan untuk tetap dipertahankan dalam kondisi vegetasi
permanen, seperti cagar alam (sanctuary reserve area), kawasan konservasi (conservation zone),
dan hutan lindung (protection forest). Pengendalian longsor dapat direncanakan dan
diimplementasikan melalui pendekatan mekanis (sipil teknis) dan vegetatif atau kombinasi
keduanya. Pada kondisi yang sangat parah, pendekatan mekanis seringkali bersifat mutlak jika
pendekatan vegetatif saja tidak cukup memadai untuk menanggulangi longsor.
Setiap jenis tanah mempunyai tingkat kepekaan terhadap longsor yang berbeda. Langkah
antisipatif yang perlu dilakukan adalah memetakan sebaran jenis tanah pada skala 1:25.000 atau
skala lebih besar (1:10.000) pada hamparan lahan yang menjadi sasaran pembangunan pertanian
tanaman hortikultura, tanaman pangan, atau tanaman perkebunan. Berdasarkan peta-peta tersebut
dapat didelineasi bagian-bagian dari hamparan lahan yang peka terhadap longsor dengan
menggunakan nilai atau skor.
Penerapan teknik pengendalian longsor didasarkan atas konsep pengelolaan DAS. Dalam
hal ini kawasan longsor dibagi ke dalam tiga zona, yaitu: (1) hulu, zona paling atas dari lereng
yang longsor, (2) punggung, zona longsor yang berada di antara bagian hulu dan kaki kawasan
longsor, dan (3) kaki, zona bawah dari lereng yang longsor dan merupakan zona penimbunan
atau deposisi bahan yang longsor.
Beberapa teknik pengendalian longsor
1. Vegetasi
Pengendalian longsor dengan pendekatan vegetatif pada prinsipnya adalah mencegah air
terakumulasi di atas bidang luncur (Departemen Pertanian, 2006). Sangat dianjurkan
menanam jenis tanaman berakar dalam, dapat menembus lapisan kedap air, mampu
merembeskan air ke lapisan yang lebih dalam, dan mempunyai massa yang relatif ringan.
Jenis tanaman yang dapat dipilih di antaranya adalah sonokeling, akar wangi, flemingia, kayu
manis, kemiri, cengkeh, pala, petai, jengkol, melinjo, alpukat, kakao, kopi, teh, dan
kelengkeng.
2. Mekanis/sipil teknis
Ada beberapa pendekatan mekanis atau sipil teknis yang dapat digunakan untuk
mengendalikan longsor, sesuai dengan kondisi topografi dan besar kecilnya tingkat bahaya
longsor. Pendekatan mekanis pengendalian longsor meliputi (Departemen Pertanian, 2004):
(1) pembuatan saluran drainase (Saluran pengelak, saluran penangkap, saluran pembuangan),
(2) pembuatan bangunan penahan material longsor, (3) pembuatan bangunan penguat
dinding/tebing atau pengaman jurang, dan (4) pembuatan trap-trap terasering.
3. Saluran drainase
Tujuan utama pembuatan saluran drainase adalah untuk mencegah genangan dengan
mengalirkan air aliran permukaan, sehingga kekuatan air mengalir tidak merusak tanah,
tanaman, dan/atau bangunan konservasi lainnya. Di areal rawan longsor, pembuatan saluran
drainase ditujukan untuk mengurangi laju infiltrasi dan perkolasi, sehingga tanah tidak terlalu
jenuh air, sebagai faktor utama pemicu terjadinya longsor. Bentuk saluran drainase,
khususnya di lahan usahatani dapat dibedakan menjadi (Departemen Pertanian, 2006): (a)
Saluran pengelak, (b) saluran teras, dan (c) saluran pembuangan air, termasuk bangunan
terjunan.
4. Bangunan penahan material longsor
Konstruksi bangunan penahan material longsor bergantung pada volume longsor. Jika
longsor termasuk kategori kecil, maka konstruksi bangunan penahan dapat menggunakan
bahan yang tersedia di tempat, misalnya bambu, batang dan ranting kayu. Apabila longsor
termasuk kategori besar, diperlukan konstruksi bangunan beton penahan yang permanen.
Beton penahan ini umumnya dibangun di tebing jalan atau tebing sungai yang rawan longsor.
5. Bangunan penguat tebibg
Bangunan ini berguna untuk memperkuat tebing-tebing yang rawan longsor, berupa
konstruksi beton.

Teknik pengendalian erosi


Secara garis besar, teknik pengendalian erosi dibedakan menjadi dua, yaitu teknik
konservasi mekanik dan vegetatif (Arsyad, 2000). Konservasi tanah secara mekanik adalah
semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi
aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan tanah mendukung
usahatani secara berkelanjutan. Pada prinsipnya konservasi mekanik dalam pengendalian erosi
harus selalu diikuti oleh cara vegetatif, yaitu penggunaan tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa
tanaman/tumbuhan (misalnya mulsa dan pupuk hijau), serta penerapan pola tanam yang dapat
menutup permukaan tanah sepanjang tahun.
1. Teras bangku
Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan
meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk
seperti tangga. Pada usahatani lahan kering, fungsi utama teras bangku adalah: (1)
memperlambat aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran permukaan
dengan kekuatan yang tidak sampai merusak; (3) meningkatkan laju infiltrasi; dan (4)
mempermudah pengolahan tanah.
Teras bangku dapat dibuat datar (bidang olah datar, membentuk sudut 00 dengan bidang
horizontal), miring ke dalam/goler kampak (bidang olah miring beberapa derajat ke arah
yang berlawanan dengan lereng asli), dan miring ke luar (bidang olah miring ke arah lereng
asli). Teras biasanya dibangun di ekosistem lahan sawah tadah hujan, lahan tegalan, dan
berbagai sistem wanatani.
Teras bangku miring ke dalam (goler kampak) dibangun pada tanah yang
permeabilitasnya rendah, dengan tujuan agar air yang tidak segera terinfiltrasi menggenangi
bidang olah dan tidak mengalir ke luar melalui talud di bibir teras. Teras bangku miring ke
luar diterapkan di areal di mana aliran permukaan dan infiltrasi dikendalikan secara
bersamaan, misalnya di areal rawan longsor. Teras bangku goler kampak memerlukan biaya
relatif lebih mahal dibandingkan dengan teras bangku datar atau teras bangku miring ke luar,
karena memerlukan lebih banyak penggalian bidang olah.
Efektivitas teras bangku sebagai pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan
tanaman penguat teras di bibir dan tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan
tanaman yang baik untuk digunakan sebagai penguat teras. Tanaman murbei sebagai tanaman
penguat teras banyak ditanam di daerah pengembangan ulat sutra. Teras bangku adakalanya
dapat diperkuat dengan batu yang disusun, khususnya pada tampingan. Model seperti ini
banyak diterapkan di kawasan yang berbatu.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan teras bangku adalah: a)
dapat diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, tidak dianjurkan pada lahan dengan
kemiringan >40% karena bidang olah akan menjadi terlalu sempit, b) tidak cocok pada tanah
dangkal.
2. Teras gulud
Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian
belakang gulud. Metode ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran. Bagian-bagian
dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah.
Fungsi dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku, yaitu untuk menahan laju
aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Saluran air dibuat untuk
mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke saluran pembuangan air. Untuk
meningkatkan efektivitas teras gulud dalam menanggulangi erosi dan aliran permukaan,
guludan diperkuat dengan tanaman penguat teras. Jenis tanaman yang dapat digunakan
sebagai penguat teras bangku juga dapat digunakan sebagai tanaman penguat teras gulud.
Sebagai kompensasi dari kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud dapat pula ditanami
dengan tanaman bernilai ekonomi (cash crops), misalnya tanaman katuk dan cabai rawit.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud: a) teras gulud cocok
diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, dapat juga pada lahan dengan kemiringan
40-60% namun relatif kurang efektif, dan b) pada tanah yang permeabilitasnya tinggi,
guludan dapat dibuat menurut arah kontur. Pada tanah yang permeabilitasnya rendah,
guludan dibuat miring terhadap kontur, tidak lebih dari 1% ke arah saluran pembuangan. Hal
ini ditujukan agar air yang tidak segera terinfiltrasi ke dalam tanah dapat tersalurkan ke luar
ladang dengan kecepatan rendah.
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulannya adalah hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh
dari berbagai penggunaan lahan secara nyata mempengaruhi intensitas erosi yang terjadi, pada ak
hirnya akan akan mengakibatkan lahan akan tersebut terdegradasi Hal tersebut dapat terjadi kare
na salah satu factor erosi tidak adanya pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi . Namun Pe
nanggulangan erosi dan aliran permukaan dapat dilakukan dengan cara menanam rumput pakan
ternak dan tanaman pisang. Rumput ditanam searah kontur dan rapat agar dapat digunakan sebag
ai penahan erosi dan aliran permukaan. Sedangkan untuk tanaman pisang ditanam pada bidang ol
ah dengan cara zigzag, hal ini bermanfaat untuk mengurangi kehilangan tanah dan hara yang tera
ngkut akibat aliran permukaan dan erosi. Untuk penanggulangan bahaya erosi dan aliran permuk
aan pada erosi parit/tebing diperlukan penanaman tanaman bambu. Bambu ditanam pada pinggir
an parit/tebing dengan jarak 50 cm secara zigzag.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka beberapa saran yang perlu disampaika
n yaitu, gambaran erosi yang terjadi setiap tahunnya menunjukan bahaya erosi yang terjadi terma
suk dalam klasifikasi erosi ringan. Hal ini berarti wilayah di sekitar DAS Dawas pemanfaatan lah
annya tidak terlalu merusak. Masyarakat pun harus lebih pintar dalam mengelolah lahan di sekita
r DAS agar tingkat erosi bisa lebih diperkecil lagi. Untuk mengantisipasi terjadinya erosi lahan y
aitu dengan melakukan konservasi lahan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan
guna mendukung pertumbuhan tanaman dan menurunkan atau menghilangkan dampak negatif pe
ngelolaan lahan seperti erosi, sedimentasi dan banjir. Upaya yang dilakuan yaitu mempertahanka
n keberadaan vegetasi penutup tanah adalah cara yang lebih efektif dan ekonomis untuk mencega
h erosi dan meluasnya erosi permukaan. Menanam kembali dan merehabilitas kembali lahan/laha
n yang kritis.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1980. Konservasi Tanah dan Air.Edisi Kedua. IPB Press.Bogor.


Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu-llmu Tanah. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Asdak, Chay.,Hidrologi dan Pengolahan air daerah sungai, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 2002.
Basid, A. 1999. Analisis ekonomi penerapan teknologi usahatani konservasi pada lahan kering
berlereng di wilayah hulu DAS jratunseluna jawa Tengah.
Brown, R.E, J.L. Havlin, D.J. Lyons, C.R. Fenster, and G.A. Peterson. 1991. Longterm tillage
and nitrogen effects on wheat production in a wheat fallow rotation. p. 326 In
Agronomy Abstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, and SSSA (Denver Colorado, Oct
27-Nov 1, 1991).
Gill, W.R. and G.E. Vanden Berg. 1967. Soil Dynamics in Tillage a USDA Agric. Handb. N.
316. U.S. Government Printing, Washington, DC
Hakim, N. M. Y Nyakpa, A. M Lubis, S. G Nugroho, MR Saul, M. A Diha, G. B Hong, dan H.
H Bailey. 1986. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Idjudin, A.A. 2006. Dampak Penerapan Teknik Konervasi di Lahan terhadap Produktivitasnya.
Disertasi Doktor Sekolah Pasca Sarjana.
Idjudin, A.A. 2010. Diagnosis Kerusakan Lahan Pulau Yamdena, dan Arahan Kebijakan serta
Penyusunan Tata Ruang Wilayahnya. Disampaikan pada acara Diskusi antara KTI dan
Kementerian Kehutanan di Jakarta, 9-12-2010. Hlm 15.
James, B.R. 1995. Conception of an idea: an International Center for S,Society. Bulletin ISSS
89:65-67.
Karta sapoetra, G. dan A. G. Sutedjo.2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air.Rineka
Cipta. Jakarta.
Ketcheson, J.W. 1980. Effect of tillage on fertilizer requirements for corn on as - loam soil.
Agron. J. 72: 40-542.
Larson, W.E. and G.J. Osborne. 1982. Tillage accomplishments and potential. In Predicting
Tillage Effects on Soil Physical Properties and Processes. ASA Special Publication No.
44.
Martono. 2004.Pengaruh intensitas hujan dan kemiringan lereng terhadap laju kehilangan
tanah pada tanah Regosol kelabu. Tesis. Megister Teknik Sipil Universitas
Diponogoro. Semarang.
Notohadiprawiro, T. 2000. Tanah dan Lingkungan. Pusat Studi Sumberdaya Lahan UGM.
P3HTA (Proyek Penelitian Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air). 1990. Petunjuk teknis usaha
tani konservasi daerah limpasan sungai. Dalam Sukmana et al. (Eds.). Badan Litbang
Pertanian. Jakarta.
Swan, J.B., W.H. Paulson, A.E. Peterson, and R.L. Higgs. 1991. Tillage management effetcs on
seedbed physical conditions corn gr yield. p. 343. In Agronomy Abstract. Annual
Meetings, ASA, CSS SSSA, Denver Colorado, Oct. 27 - Nov. 1, 1991.
Utomo, M. 1995. Kekerasan tanah dan serapan hara tanaman jagung pada olah tanah konservasi
jangka panjang. J. Tanah Trop. 1:1-7.
Wagger, M.G., and H.P. Denton. 1991. Consequences of continuous and alternating tillage
regimes on residue cover and grain yield in a corn-soybean rotation. p. 344 In
Agronomy Abstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, SSSA, Denver Colorado, Oct 27 -
Nov 1, 1991.

Anda mungkin juga menyukai