Anda di halaman 1dari 3

Tafsir Surat al-Ma’un

KRITERIA PARA PENDUSTA AGAMA

‫الر ِحْيم‬ ِ ‫بِس ِم‬


َّ ‫اهلل الرَّمْح ِن‬ ْ
)3( ‫ني‬ ِ ‫ض َعلَى طَ َع ِام الْ ِمس ِك‬ ُّ ُ‫) َوالَ حَي‬2( ‫يم‬ ِ ِ َّ ِ‫) فَ َذل‬1( ‫أَرأَيت الَّ ِذي ي َك ِّذب بِالدِّي ِن‬
ْ َ ‫ك الذي يَ ُدعُّ الْيَت‬ َ ُ ُ ََْ
( ‫) َومَيَْنعُو َن الْ َم اعُو َن‬6( ‫ين ُه ْم يَُراءُو َن‬ ِ َّ ِ‫) الَّ ِذين هم عن هِت‬4( ‫َفويل لِْلمصلِّني‬
َ ‫) الذ‬5( ‫اهو َن‬ ُ ‫صال ْم َس‬ َ َْ ُْ َ َ َ ُ ٌَْ
)7
Artinya: “(1) Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?” (2)
Itulah orang yang menghardik anak yatim. (3) Dan tidak menganjurkan
memberi makan bagi orang-orang miskin. (4) Maka celakalah bagi
orang-orang yang shalat, (5) (yaitu) orang-orang yang lalai dalam
shalatnya. (6) orang-orang yang berbuat riya, (7) dan enggan
(menolong dengan) barang berguna.”
         
          Surat ini terdiri dari tujuh ayat dan termasuk dalam kategori surat
Makiyyah yang diturunkan setelah Surat al-Takatsur. Nama al-Ma’un untuk
penamaan surat ini diambil dari kata yang terdapat dalam ayat ketujuh. Al-
Ma’un sendiri artinya “barang-barang berguna”.

Uraian dan Tafsir

[1] Dalam ayat pertama, Allah swt menjelaskan tentang kriteria para pendusta
agama. Penjelasan itu diawali dengan kalimat tanya, “Tahukan kamu orang-
orang yang mendustakan agama itu?” bertujuan agar para pendengar lebih
memperhatikan dan menyimaknya dengan seksama jawabannya yang
disebutkan pada ayat-ayat berikutnya.

[2] Orang yang mendustakan agama, diantara ciri-cirinya berdasarkan ayat


kedua ini, adalah mereka yang menolak dan menghardik anak yatim dengan
keras. Apabila anak yatim datang meminta bantuan padanya, ia bersikap
sombong dan takabur.

[3] Dalam ayat ketiga, disebutkan kriteria berikutnya bagi para pendusta
agama, yaitu mereka yang tidak memberikan bantuan kepada orang-orang
miskin, baik berupa makanan atau kebutuhan lainnya. Mereka juga tidak
menganjurkan kepada orang-orang yang mampu untuk ikut andil dalam
memberikan makanan atau bantuan bagi para fakir miskin dan mereka yang
amat membutuhkannya.
          Ayat tersebut mengandung suatu pelajaran, seandainya kita tidak mampu
memberikan bantuan kepada orang-orang miskin, maka sebaiknya kita
mengusahakan agar orang-orang yang mampu dapat memberikan bantuan
materi yang cukup kepada mereka. Para pendusta agama biasanya sangat
gemar menghina orang-orang miskin dan angkuh terhadap mereka daripada
membantunya.
          Mereka yang tidak memberikan bantuan bagi orang-orang miskin dan
tidak mau berusaha untuk membantunya, bahkan mereka bersikap angkuh dan
takabur, mereka dikategorikan sebagai orang-orang yang mendustakan agama,
meskipun mereka mengerjakan shalat dan puasa. Sebab apabila mereka tidak
berani mendustakan agama, tentu mereka akan berusaha semaksimal mungkin
untuk menghindari perbuatan yang terkutuk itu.

[4-5]. Dalam ayat empat dan lima dijelaskan bahwa celakalah bagi orang-orang
yang shalat, yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya. Ada beberapa
pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan lalai dalam shalat, antara lain:
a.    Melalaikan shalat itu sendiri.
b.    Melalaikan waktu shalat, sehingga ketika waktu shalat tiba, ia sering melupakan
atau mengabaikannya.
c.    Shalat yang dikerjakannya kosong, tidak disertai dengan jiwanya. Shalatnya
tidak mempengaruhi perilakunya sehari-hari. Ia shalat, akan tetapi masih tetap
meliputi dirinya dengan perbuatan-perbuatan tercela.
d.   Shalatnya dikerjakan karena riya.
e.    Shalat yang sebenarnya adalah shalat yang dilakukan dengan secara ikhlas
sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah. Shalat seperti ini akan dapat
mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar.

[6] Dalam ayat keenam disebutkan bahwa yang termasuk celaka juga yaitu
mereka yang melakukan shalat dan ibadah lain yang dikerjakan dengan riya,
ingin memperoleh pujian orang lain atau demi jabatan tertentu.

[7] Ayat ketujuh menjelaskan bahwa di antara ciri orang-orang yang shalat
tetapi celaka adalah mereka yang enggan memberikan bantuan dengan barang
yang berguna. Yang dimaksud di sini adalah menolak memberikan bantuan
kepada orang lain yang sangat membutuhkan, padahal ia bisa membantunya.

Perbuatan riya dapat diidentifikasi dengan adanya perbuatan berikut ini:


a.    Memamerkan budi pekerti yang baik dalam rangka mencari kedudukan dan
pujian orang lain.
b.    memamerkan kesederhanaannya di muka umum agar dianggap sebagai seorang
yang zahid, sufi, dan tidak menyukai kehidupan dunia.
c.    Berpura-pura membenci masalah-maslaah duniawi, padahal ia sangat tama’
(rakus) kepadanya.
d.   Memamerkan ibadah, sedekah, dan perbuatan baik lainnya agar dapat dilihat
dan diekspos orang banyak.

          Perbuatan riya sangat berbahaya bagi amal ibadah seseorang, karena ia
dapat merusaknya. Riya sangat halus dan samar, sehingga banyak orang yang
terjerumus ke dalamnya. Nabi Muhammad saw bersabda, “Riya itu lebih halus
dan samar dari derap semut hitam yang merayap pada kegelapan malam, pada
pakaian yang kasar.” (al-Maraghi; X, hal. 416)
          Sebagai umat muslim, kita hendaknya dapat menghindari ciri-ciri
pendusta agama yang disebutkan di atas, sehingga tetap menjadi seorang
muslim yang terpuji.

Kesimpulan:
1.   Para pendusta agama adalah mereka yang bersikap kasar terhadap anak yatim
dan tidak menganjurkan kepada orang lain untuk membantu orang-orang
miskin.
2.   kecelakaan bagi mereka yang shalat dalam keadaan lengah tidak
mempraktekkan ajaran shalat dalam kehidupan sehari-hari.
3.   Termasuk orang-orang yang celaka adalah mereka yang riya dalam mengerjakan
amal ibadah dan enggan memberikan bantuan dengan sesuatu yang berguna
kepada orang lain yang membutuhkannya. []

                                                                            
                                                                             KH. Zakky Mubarak, M.A.

Anda mungkin juga menyukai