Komunikasi dan
Etika Profesi
Etika IT dalam Masyarakat
14
Ilmu Komputer Teknik Informatika F061700021 Dwi Ade Handayani Capah, S.Kom, M.Kom
Abstract Kompetensi
Modul ini menjelaskan tentang Mahasiswa memahami dan mampu
mengidentifikasi hak dan kewajiban menjelaskan pentingnya implementasi
dalam penggunaan IT dalam etika IT dalam masyarakat.
masyarakat serta dampak yang
ditimbulkannya.
Isu Etika IT pada Masyarakat
Dewasa ini, tingkat ketergantungan manusia terhadap Teknologi Informasi (TI) semakin
tinggi. Hampir semua aspek kehidupan manusia memiliki ketergantungan terhadap TI. Oleh
karena itu, semakin banyak vendor-vendor TI yang bermunculan untuk menjawab
permintaan yang besar dari masyarakat tentang kebutuhan TI mereka. Vendor-vendor TI
tersebut menawarkan jasa dalam hal penyediaan infrastruktur TI maupun pembuatan piranti
lunak (Software) yang bersifat customized.
Piranti lunak komersil atau berbayar pada umumnya mencantumkan hak atas
penggunaan atau yang dikenal dengan End User License Agreement (EULA), namun
pengguna piranti lunak sayangnya masih belum begitu mengetahui apa yang dimaksud
dengan EULA dan cenderung diabaikan oleh konsumen atau pengguna dari piranti lunak
yang ditebus dengan sejumlah nilai atau harga tertentu. Padahal pada EULA tersebut
dijelaskan tata cara mengenai hak dan kewajiban yang harus diikuti untuk menggunakan
piranti lunak tersebut. Misalnya, piranti lunak hanya diperuntukkan untuk 1 (satu) orang,
yakni pembeli atau pihak yang berhak atas piranti lunak tersebut, dan tidak untuk
dipindahtangankan atau diberikan kepada individu atau kelompok lain. Hal ini tentunya ada
isu moral. Di mana pengguna piranti lunak tidak menjalankan apa yang tertulis didalam
EULA dan mengabaikannya. Padahal vendor piranti lunak mendapatkan penghasilan dari
piranti lunak yang mereka kembangkan dan dijual dalam bentuk lisensi. Hal ini sering
diabaikan.
Sebagian vendor piranti lunak menjual piranti lunak komersil dalam bentuk lisensi
dibandingkan dengan menjual piranti lunak dengan cara memberikan duplikat piranti lunak
sebagai produk akhir secara utuh kepada konsumen. Hal ini dilakukan untuk mencegah
konsumen melakukan duplikat atau membagikan produk akhir yang sudah dibeli kepada
pihak lain yang belum tentu berhak untuk menggunakan piranti lunak tersebut (The Uniform
Computer Information Transaction Act, 2001). Dalam hal ini, pihak yang berhak adalah pihak
yang telah memenuhi kewajiban sebagai konsumen dari piranti lunak tersebut, misalnya
telah menyelesaikan proses jual beli, dan melakukan registrasi ke vendor piranti lunak
terkait.
Vendor penyedia piranti lunak pada umumnya menerapkan mekanisme lisensi, dimana
vendor memberikan kode unik sebagai tanda bukti terhadap individu atau kelompok untuk
menggunakan haknya atas piranti lunak yang dimiliki. Perlu diketahui bahwa setiap vendor
Vendor piranti lunak memperdagangkan produk komersil melalui mekanisme lisensi untuk
menentukan hak kepemilikan atas produk piranti lunaknya kepada konsumennya secara
khusus. Setiap konsumen harus terdaftar kepada vendor untuk membuktikan dan
memperoleh kepemilikan secara sah atas piranti lunak yang dibeli. Meskipun pemilik
terdaftar dan memiliki hak secara sah atas piranti lunak yang dibeli, namun hak tersebut
pada umumnya terbatas untuk penggunaan, dan bukan kepemilikian. Sehingga pemilik
berhak untuk menggunakan piranti lunak berdasarkan lisensi yang dimiliki dan terdaftar,
namun terbatas dalam hal memberikan izin penggunaan. Yang berhak memberi izin
penggunaan kepada individu atau kelompok piranti lunak adalah vendor piranti lunak yang
memiliki hak kepemilikan.
Piranti lunak komersil memiliki kriteria umum sebagai berikut (Washington University in
St. Louis, 1993):
Untuk memperjelas tata cara, hak dan kewajiban, serta tanggung jawab konsumen atau
pihak yang berhak atas piranti lunak yang diperoleh secara sah dari vendor, vendor piranti
lunak memberikan menjelaskan hak paten dalam bentuk sejenis kontrak atau yang dikenal
dengan End User License Agreement (EULA) yang menjelaskan secara detil dan untuk
disetujui sebelum konsumen atau pengguna dapat mulai menggunakan piranti lunak dari
vendor tersebut. Lisensi dapat terikat kepada individu atau kelompok tertentu sesuai dengan
proses jual beli dengan vendor terkait.
Pemilik atas lisensi piranti lunak umumnya adalah individu atau kelompok tertentu,
misalnya suatu perusahaan atau korporasi. Pemilik kemudian harus mendaftarkan diri
dan/atau terdaftar kepada vendor piranti lunak, sehingga pemilik dapat secara sah berhak
Demikian hal ini menunjukkan pengguna yang sah adalah yang terdaftar kepada vendor
piranti lunak. Jika suatu ketika piranti lunak tersebut hendak digunakan atau dipinjam oleh
orang lain (misalnya keluarga atau teman) untuk keperluan tertentu, dan individu tersebut
belum/tidak terdaftar sebagai pengguna yang sah, apakah pemilik yang sah berhak untuk
memberikan hak untuk menggunakan piranti lunak miliknya tersebut tanpa sepengetahuan
vendor piranti lunak?
Isu etika yang berkaitan dengan EULA ini, akan kami bahas menggunakan 3 teori dasar
moral. Yaitu Aristotelian, Utilitarian, Kantian. Berikut ini adalah penjelasan dari 3 teori dasar
moral ini dan dikaitkan dengan permasalahan EULA.
1. Aristotelian
Dari uraian singkat diatas, isu EULA ini dalam pengertian Aristotelian, tergantung dari
penggunaan software yang melanggar EULA tersebut. Jika software tersebut digunakan
untuk kebaikan misal untuk Pendidikan, menjadi tidak masalah. Namun jika software
tersebut digunakan kembali untuk keperluan komersil, maka menjadi salah.
2. Utilitarian
Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatan baik jika membawa manfaat bagi
sebanyak mungkin anggota masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal “the
greatest happiness of the greatest numbers”.
Dari uraian singkat diatas, isu EULA ini dalam pengertian Utilitarian, tergantung dari
manfaat software tersebut. Jika software tersebut memang banyak memiliki manfaat
untuk masyarakat luas, maka tidak menjadi masalah. Namun sebaliknya, jika hanya
3. Kantian
Etika yang digagas Immanuel Kant berbeda sekali dengan yang digagas oleh filosof
sebelumnya. Etika Kant secara hakiki merupakan etika kewajiban yang tidak menuntut
adanya kebahagiaan atau faktor-faktor emosi lainnya dari luar. Kewajiban yang murni
berasal dari kehendak kita untuk melakukannya tanpa adanya pemaksaan. Selain itu,
etika Kant tidak mengharuskan adanya konsekuensi sebagaimana dalam utilitarianisme,
justru Kant lebih mengutamakan adanya konsistensi.
Dari uraian singkat diatas, isu EULA ini dalam pengertian Kantian tergantung dari niat
dari pelaku pelanggar EULA. Jika niat pelaku untuk mendapatkan keuntungan, maka hal
ini salah. Karena ada konsekuensi yang harus dibayar untuk itu (masalah pidana tentang
pelanggaran hak cipta).
Dengan demikian, etika komputer terdiri dari 2 aktivitas utama. Orang di perusahaan
yang paling logis menjadi pilihan untuk menerapkan program etika ini adalah CIO. Seorang
CIO harus menyadari dampak penggunaan komputer terhadap masyarakat dan
merumuskan kebijakan yang menjaga agar teknologi tersebut digunakan diseluruh
perusahaan secara etis.
Satu hal amatlah penting, CIO tidak menggunakan tanggung jawab manajerial untuk
penggunaan komputer secara etis sendirian. Eksekutif-eksekutif lain juga harus memberikan
kontribusi. Keterlibatan di seluruh perusahaan ini merupakan kebutuhan absolute dalam era
komputasi pengguna akhir masa kini, dimana semua manajer diseluruh wilayah
bertanggung jawab untuk menggunakan komputer diwilayah mereka secara etis. Selain
manajer, seluruh karyawan pun bertanggung jawab untuk tindakan mereka yang berkaitan
dengan komputer.
James Moor mengidentifikasi 3 alasan utama di balik minat masyarakat yang tinggi
akan etika komputer,yaitu :
Lima dari hal diatas berkaitan dengan tanggung jawab dimana ahli tersebut menjadi
bagian (Masyarakat, Klien dan Atasan, Manajemen, Profesi dan Kolega). Dua hal (Produk
dan Penilaian) berkaitan dengan kinerja professional, dan satu hal (Diri sendiri) mengacu
pada peningkatan diri sendiri.
Contoh perbuatan yang tidak etis dalam penerapan atau penggunaan teknologi
informasi