7 Ilmu Al Ma'Ani Al Qashr
7 Ilmu Al Ma'Ani Al Qashr
AL-QASHR ()القصر
A. Pengertian Al-Qashr
1. Pengertian al-Qashr Secara Bahasa
Al-Qashr secara bahasa al-habs wa al-takshshîsh, misalnya dalam firman-Nya:
ْ ٌ َ ُ َْ ٌ ُ
}٧٢{ اْليَامي
ورات يِف ي حور مقص
“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.” (QS. Al-Rahmân [55]: 72)
ِهُوَ ختصيصُ أمرٍ بِ َأمْرٍ اخَرَ مِنْ خِاللِ وسِيْلةٍ مِنْ وسَائِلِ ال َقصْر
“Pengkhususan sesuatu dengan sesuatu yang lain melalui satu metode di antara metode pengungkapan
qashr.”
Misalnya:
Yakni tidak ada dzat yang berhak disembah kecuali Allah semata (lâ ma’bûd bi haqq[in] illallâh).
Dimana dalam ilmu balaghah, qashr berfaidah sebagai penegasan terhadap apa yang dimaksud,
meringkas perkataan, dan menguatkan pengaruhnya dalam benak pikiran.
1 Penulis buku-buku kajian balaghah al-Qur’an & hadits nabawi, dosen bahasa arab, pengajar ilmu balaghah
Tabel 2
Metode Pengungkapan Al-Qashr
Tabel 3
٤ ٣ ٢ ١
املقصور عليه ّإال املقصور )ليس/إن/ما/احلروف النافية (ال
اهلل ّإال إله ال
Dalam ayat yang agung ini, Allah mengkhususkan (al-maqshûr) sesembahan kepada Allah semata
(al-maqshûr ‘alayhi), dalam hadits, Rasulullah ﷺbersabda:
َّ َ َ ْ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ ُّ َ َ َ
ْ»َل أَ َّم ُروا َعلَيْه ْم أَ َح َد ُهم
ي َيل يِلالث ية نف ٍر يكونون بيأر يض فال ٍة إي
«وَل ي
“Tidak halal bagi tiga orang yang berjalan di muka Bumi, kecuali mengangkat salah seorang dari mereka
sebagai pemimpinnya.” (HR. Ahmad, al-Thabarani)3
Dalam hadits ini, baginda Rasulullah ﷺmengkhususkan kehalalan bagi tiga orang yang berjalan
di muka bumi (al-maqshûr) kepada keberadaan salah seorang di antaranya yang diangkat menjadi amîr yakni
sebagai pemimpin (al-maqshûr ’alayhi).
Dalam hadits ini, baginda Rasulullah ﷺmengkhususkan kehidupan hakiki (al-maqshûr) semata-
mata kepada kehidupan akhirat saja (al-maqshûr ’alayhi), bukan kehidupan dunia yang fana’.
2 Hifni Nashif, dkk, Al-Duruus al-Nahwiyyah, Kairo: Dar al-‘Aqidah, 1428 H, hlm. 482.
3 HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6647), Syaikh Syu’aib al-Arna’uth mengomentari: “Shahih li ghairihi kecuali hadits al-imârat
maka derajatnya hasan.”; HR. Al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabîr (no. 14723).
4 HR. Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 3584); Muslim dalam Shahîh-nya (no. 1804); Ahmad dalam Musnad-nya (no. 12780),
Huruf mâ dan illâ dalam ayat al-Qur’an, misalnya ada pada ayat:
ْ ُ َْ َ ََ
ُ ُ ْ َ َّ َ ْ ْ اْل َّن َو
ون
اإلنس يإَل يِلعبد ي
ي ي وما خلقت
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Al-
Dzâriyât [51]: 56)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan penciptaan jin dan manusia (al-maqshûr) pada tujuan untuk
beribadah kepada-Nya semata (al-maqshûr ’alayhi), yakni tidak ada tujuan lain melainkan untuk beribadah
kepada Allah semata.
5 Muhammad al-Amin bin Mukhtar al-Syanqithi, Adhwâ’ al-Bayân fî Îdhâh al-Qur’ân bi al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Fikr, 1415 H, juz
Ayat yang agung ini, mengandung pengkhususan (al- qashr)6, menggunakan ungkapan mâ untuk
menafikan dan penetapan (itsbât) dengan adanya huruf illâ istitsnâ’, yang mengkhususkan pertolongan dan
kemenangan (al-maqshûr) semata-mata dari Allah saja (al-maqshûr ’alayhi).
ني
ُ ْ َ ِّ َ ْ
َ ْ َك َم ب اب بياْلق يِلح َ َين َوأَن ْ َز َل َم َع ُه ُم الْكت
َ ين َو ُمنْذر
َ ني ُمبَ ِِّّش
َ ِّانلبي َ َ َ َ ً َ َ ً َّ ُ ُ َّ َ َ
ُ َّ ث
َّ اَّلل احدة فبع
ي يي ي ي َكن انلاس أمة و ي
َ ْ ْ ُ َ ِّ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُ َ َّ َّ ُ َََْ َ ََُْ َ
ابلينات َبغيًا بَين ُه ْم اَّلين أوتوه يمن بع يد ما جاءتهم اس يفيما اختلفوا يفي يه ۚ َوما اختلف يفي يه يإَل ي َّ
انل ي
“Manusia dahulu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan) maka Allah mengutus para nabi,
sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi
keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab
itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena
kedengkian di antara mereka sendiri...” (QS. Al-Baqarah [2]: 213)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan perselisihan yang terjadi di tengah umat manusia (al-
maqshûr), yakni munculnya kesyirikan setelah sebelumnya manusia berada di atas millah tauhîd berdasarkan
petunjuk Al-Kitâb, terjadi semata-mata pada mereka yang telah didatangkan kepadanya keterangan-
keterangan yang nyata, karena kedengkian di antara mereka sendiri (al-maqshûr ’alayhi).
Umar pernah berselisih pendapat dengan Khalifah Abu Bakar r.a. dalam persoalan memerangi
mereka yang menolak menunaikan kewajiban zakat, dimana Umar lalu meralat sikapnya, dan beralih
menyetujui kebijakan benar Khalifah Abu Bakar r.a. dengan menyatakan:
ُّ َ ْ ُ َّ َ ُ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َّ َ َ َّ َ َ ُ ْ َ َ ْ َ َّ َ ُ َ ََ
» فعرفت أنه اْلق،ال ما هو إيَل أن رأيت اهلل عز وجل قد َشح صدر أ يِب بك ٍر ليل يقت ي،هلل
«فو ا ي
Ayat di atas jelas mengandung qashr (pengkhususan), dengan keberadaan huruf laysa diikuti illâ
(istitsnâ’)8, bermakna Allah mengkhususkan adanya penguasaan syaithan golongan jin (al-maqshûr), semata-
mata kepada orang yang mengikuti jalan syaithan saja dari mereka yang tersesat dari jalan kebenaran (al-
maqshûr ’alayhi).
Menunjukkan Allah mengkhususkan hanya orang-orang tersesat saja yang bisa dikuasai oleh iblis
(syaithan golongan jin). Sekaligus mengecualikan hamba-hamba-Nya yang shalih, yakni orang-orang
beriman yang ikhlâsh (memurnikan diri) kepada Allah dengan keta’atan dan tauhid, menetapi jalan yang
lurus dan tidak mengikuti jalan kesesatan. Al-Imam al-Baghawi (w. 510 H) menafsirkan: “Yakni orang-orang
beriman yang memurnikan karena Engkau (Allah) keta’atan dan ketauhidannya.”9
Huruf in (nafy) dan illâ dalam ayat al-Qur’an, misalnya dalam firman-Nya:
َ يرا ۚ َوإ ْن م ْن أُ َّمة إ ََّل َخ َال ف
ٌ يها نَ يذ ً َ َ ً َ ِّ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ
ير ي ٍ ي ي ي ذ
يإنا أرسلناك بياْلق ب يشريا ون ي
“Sesungguhnya Kami mengutus engkau (Muhammad) dengan membawa kebenaran, sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan, dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya
seorang pemberi peringatan.” (QS. Fâthir [35]: 24)
Huruf in dalam redaksi ayat “ ” merupakan in nafy (in dengan fungsi penafian),
diikuti dengan huruf illâ menunjukkan qashr (pengkhususan) adanya pemberi peringatan (utusan Allah)
di tengah-tengah setiap umat. Allah mengkhususkan umat (al-maqshûr) kepada keberadaan rasul yang
menyampaikan peringatan-peringatan dari-Nya (nadzîr)10 (al-maqshûr ’alayhi).
7 HR. Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 1388); Muslim dalam Shahîh-nya (no. 20); Ahmad dalam Musnad-nya (no. 117), Syaikh
Syu’aib al-Arna’uth mengomentari: “Sanadnya shahih sesuai syarat syaikhain, kecuali ‘Isham bin Khalid karena ia perawi Imam al-Bukhari
saja.” ; Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 1558).
8 Abu Ja’far al-Nahhas al-Nahwi, I’râb al-Qur’ân, juz II, hlm. 240.
9 Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’âlim al-Tanzîl fî Tafsîr al-Qur’ân, juz VI, hlm. 98.
10 Bentuk mubâlaghah.
٣ ٢ ١
املقصور عليه املقصور أنّما/إنَّما
ٌجُنَّة ُاإلمام أنّما/إنَّما
Dalam hadits ini, Rasulullah ﷺsecara khusus mengkhususkan al-Imâm (baca: al-khalîfah) (al-
maqshûr) kepada sifat junnah (perisai) dari segala keburukan (al-maqshûr ’alayhi), menunjukkan urgensi
keberadaan sosok khalifah itu sendiri, mengisyaratkan adanya pujian dari al-shâdiq al-mashdûq Rasulullah
Muhammad ﷺatas kedudukan seorang al-imâm/al-khalîfah.
Allah berfirman:
َ ُ َ ْ ُ ْ ُ َّ َ َ َ َّ ُ َّ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ ْ َ َ ٌ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َّ
ْحون يإنما المؤ يمنون يإخوة فأص يلحوا بني أخويكم ۚ واتقوا اَّلل لعلكم تر
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah di antara saudaramu, dan
bertakwalah kepada Allah, mudah-mudahan kalian menjadi golongan yang dirahmati.” (QS. Al-Hujurât
[49]: 10)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan orang-orang yang beriman (al-maqshûr) kepada sifat ikhwah
yang jelasnya mengandung penyerupaan kuat (tasybîh balîgh) seperti persaudaraan sedarah (al-maqshûr
’alayhi).
َ ُ َه َّ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ َّ ُ َّ
ُ اَّلل َو َر ُآمن
َ ين َّ َ ُ ْ ُ ْ َ َّ
َ اَّل
وَلك
اَّلل ۚ أ ي
يل ي ب
ي ي س ِف
ي م ه
ي س
ي ف ن أو م ه
ي ي ل او مأ ي ب واداهجو وا ابت ري مل م ث وَل
ي ي س ي ب
ي وا ي إينما المؤ يمنون
َ ُ َّ ُ ُ
الصا يدقون هم
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa
mereka di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurât [49]: 15)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetar lah hati
mereka, dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya maka bertambah keimanan mereka (karenanya), dan hanya
kepada Rabb-nya mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfâl [8]: 2)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan orang-orang yang beriman (al-maqshûr) kepada sifat jika
disebut nama Allah, maka bergetarlah kalbu mereka dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya bertambah
keimanannya kepada Allah (al-maqshûr ’alayhi).
13 HR. Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 5534), dan Muslim dalam Shahîh-nya (no. 2628).
اببل
َ ُ
َ ْ اح ٌد َو ي َِل َّذ َّك َر أولُو ْاْلوَ ٌ لناس َوِلُنْ َذ ُروا به َو َِل ْعلَ ُموا أَ َّن َما ُه َو إ َ ه
َل
َّ ٌ َ َ َ َ ه
ي ي ي يي ي هذا بالغ ل ي ي ي
“(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan
dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Rabb yang Maha Tunggal dan agar
orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (QS. Ibrâhîm [14]: 52)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan Diri-Nya (al-maqshûr) dengan sifat Kemahatunggalan (al-
maqshûr ’alayhi), ditandai perangkat al-qashr yakni huruf annamâ ()أَنَّمَا.
Dalam hadits pun digambarkan bentuk al-qashr, dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah ﷺ
bersabda:
ْ َ َ َ َ َ ِّ َ ُ ُ ْ ُ َ َّ
»الق
ي خ « يإنما ب يعثت ْلتمم مَك يرم اْل
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi, al-
Bazzar)14
Dalam redaksi lainnya, Rasulullah ﷺbersabda:
َ ْ َْ َ ُ ُ ْ ُ َ َّ
»ت يْلت ِّم َم َصا يل َح اْلخال يق « يإنما ب يعث
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad,
al-Baihaqi, al-Khara’ith)15
14 HR. Al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubrâ’ (no. 20782); al-Bazzar dalam Musnad-nya (no. 8949). Al-Hafizh Ibn Abd al-Barr al-
Andalusi, sebagaimana dinukil oleh al-Zurqani: “Dan ini adalah hadits shahih muttashil dari banyak jalurnya, shahih dari Abi Hurairah dan
selainnya.” (Muhammad bin ‘Abdul Baqi al-Zurqani, Syarh al-Zurqani ‘Alâ Muwaththa’ al-Imâm Mâlik, Kairo: Maktabah al-Tsaqâfah al-
Dîniyyah, cet. I, 1424 H, juz IV, hlm. 404)
15 HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 8952); Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 273); Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Îmân
(no. 7609); Al-Khara’ith dalam Makârim al-Akhlâq (no. 1), dan lainnya. Mengomentari hadits dari Imam Ahmad di atas, Imam al-Haitsami
(w. 807 H) menjelaskan: “Imam Ahmad meriwayatkannya, dan para perawinya adalah para perawi shahih” (Nuruddin ‘Ali al-Haitsami,
Majma’ al-Zawâ’id wa Manba’ al-Fawâ’id, juz VIII, hlm. 343)
Tabel 5
٢ ١
املقصور عليه املقصور
املقدّم املؤخّر
َإِيَّاك ُنَعْبُد
Misalnya dalam firman-Nya:
ُ اك ن َ ْستَع
ني َ َّاك َن ْعبُ ُد َوإي
َ َّإي
ي ي ي
“Hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya kepada Engkau kami meminta pertolongan.” (QS.
Al-Fâtihah [1]: 5)
Dalam ayat ini, Allah mengajari manusia mengucapkan kalimat do’a, yang mengandung
pengkhususan, mengkhususkan penyembahan dan permintaan tolong (al-maqshûr) hanya kepada-Nya (al-
maqshûr ’alayhi). Kalimat (ُ )إِيَّاكَ نَعْبُدmerupakan deklarasi tauhid, yakni menunggalkan Allah dalam
peribadatan, hanya kepada Allah. Maknanya, tunduk dan merendahkan diri, serta mengakui Rububiyyah
Allah serta mentauhidkan-Nya.16 Al-Imam Abu al-Qasim Abdurrahman al-Suhaili (w. 581 H) menjelaskan
bahwa kalimat ini disebutkan untuk menunjukkan sifat memurnikan tauhid (al-ikhlâsh), mewujudkan
keyakinan terhadap Kemahatunggalan Allah dan menafikan hal-hal yang samar dari keikhlasan yang
sempurna.17
Catatan tambahan: dalam satu ayat ini ditemukan petunjuk bahwa aspek peribadatan (dalam kata
na’budu) lebih didahulukan daripada aspek meminta pertolongan (dalam kata nasta’în), menurut al-Imam
16 Abu Muhammad Sahl al-Tustari, Tafsîr al-Tustari, Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, cet. I, 1423 H, hlm. 23.
17 Abu Al-Qasim Abdurrahman bin Abdullah al-Suhaili, Natâ’ij al-Fikr fî al-Nahwi, Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, cet. I, 1412 H,
hlm. 157.
Dalam ayat yang agung ini, Allah mengkhususkan kemuliaan (al-maqshûr) hanya milik Allah semata
(al-maqshûr ’alayhi). Dimana keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi sebab kemuliaan (al-’izzah),
yakni kemuliaan dengan turunnya pertolongan Allah bagi orang yang beriman menghadapi musuh-
musuhnya, hingga meraih kemenangan.19
ْ َ ك ِّل
ً َش ٍء َعل
يما
ُ ُ َ ََ
ي وَكن اهلل بي
Dalam ayat ini, terutama pada kalimat wa kânaLlâhu bikulli syay’[in] ’alîm[an], Allah mengkhususkan
Kemahatahuan-Nya (al-maqshûr) kepada segala sesuatu (al-maqshûr ’alayhi), dikuatkan dengan penyebutan
lafal ’alîm[an] yang merupakan bentuk mubâlaghah (superlatif) dari wazn fa’îl[an], yang berkonotasi sangat
mengetahui (Maha Mengetahui).
َ ُ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ُ َه َ َ َ ه َ َ َ ُ ُ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َّ َ َ َ َ َ َ ْ َّ ُ َ ْ َ ْ َ َ
وَلك ما َكن لهم أن يدخلوها اَّلل أن يذكر يفيها اسمه وسَع يِف خرابيها ۚ أ ي اجد ي ومن أظلم يممن منع مس ي
ٌ اب َعظ ٌ َ َ َ ْ َ ْ ُّ َ َ َ َّ
يم ي ادلن َيا يخ ْز ٌي َول ُه ْم يِف اآل يخر ية عذ ني ۚ ل ُه ْم يِف يإَل خائي يف
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam
masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya
(mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di
akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 114)
Kalimat pada ayat ini merupakan penjelasan dari Allah, sebagai hukuman bagi mereka yang
menghalang-halangi manusia dari masjid-masjid Allah, yakni dari hal yang memang menjadi tujuan
dibangunnya masjid, maka hukuman bagi mereka di dunia berupa kenistaan, kehinaan, dan tersingkapnya
keburukan-keburukan mereka.
18 Dhiya’uddin bin al-Atsir al-Katib, Al-Mitsl al-Sâ’ir fî Adab al-Kâtib wa al-Syâ’ir, juz II, hlm. 182.
19 Ahmad bin Muhammad al-Tsa’labi, Al-Kasyf wa al-Bayân ‘an Tafsîr al-Qur’ân, Beirut: Dâr Ihyâ’ at-Turâts al-‘Arabi, cet. I, 1422
H, jilid IX, hlm. 322.
Lafal al-yawm[a] merupakan bentuk zharf zamân muqaddam (keterangan waktu yang dikedepankan),
maka dalam ayat ini, Allah mengkhususkan pada hari tersebut (al-maqshûr) menyempurnakan Din-Nya
bagi hamba-hamba-Nya (al-maqshûr ’alayhi).
َ َ ً ْ َّ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ ْ َ َّ ْ َ ْ ُ َ َ
}٥٠{ اَّلل ُحكما يلق ْومٍ يُوقينُون
أفحكم اْلا يه يلي ية يبغون ومن أحسن يمن ي
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum)
Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 50)
Dalam ayat ini Allah mengungkapkan afahukma al-jâhiliyyati yabghûna bukan ayabghûna hukma al-
jâhiliyyati, menunjukkan bahwa Allah mengkhususkan hanya kepada hukum jahiliyyah saja (al-maqshûr)
mereka mencari hukum (al-maqshûr ’alayhi) yakni berhukum kepada hukum jahiliyyah, dimana perbuatan
ini dicela Allah, ditandai adanya sisipan huruf tanya hamzah (al-istifhâm) yang berkonotasi pengingkaran
(al-istifhâm al-inkârî).
Allah berfirman mengenai alam semesta:
ً َّ َ َ َ ه َْ َ َّ َو
}١٣٢{ اَّلل َو يكيال
ي ي ب ف ك و ۚ ضي
ْ اْل
ر ات َو َما يِف َ َ َّ
َّلل ما يِف السماو ي
ي ي
“Dan hanya milik Allah saja lah apa-apa yang di langit dan apa-apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai
Pemelihara.” (QS. Al-Nisa’ [4]: 132)
Dalam ayat yang agung ini, Allah mengkhususkan kepemilikan apa-apa yang ada di langit, dan apa-
apa yang ada di bumi (al-maqshûr) sebagai milik Allah semata (al-maqshûr ’alayhi), menegaskan bahwa hanya
Allah saja yang Dzat yang berhak disembah (al-ma’bûd bi haqq[in])
“Dan (juga) pada dirimu sendiri (terdapat tanda-tanda-pen). Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
(QS. Al-Dzâriyât [51]: 21)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan di dalam diri manusia (al-maqshûr), apakah manusia tidak
menyaksikan? Yakni menyaksikan tanda-tanda keagungan Allah ’Azza wa Jalla (al-maqshûr ’alayhi)? Dimana
keagungan penciptaan manusia pun diinformasikan dalam banyak nas al-Qur’ân al-’Azhîm mencakup
keagungan penciptaan fisiknya,20 ruh dan potensi kehidupannya yakni kemampuan berpikir dengan
akalnya. Itu semua merupakan ayat-ayat petunjuk atas keberadaan Allah.21 Sekaligus menunjukkan
besarnya potensi akal manusia untuk membantu sampai pada hakikat kebenaran.
ُّ ُ ً ُ ُ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ُ َّ َ َ َ
ْك ح ْزب ب َما َ َدليْهم ُ َّ َ ْ ُ ُّ َ َ َ َ ً َ َ ً َّ ُ ْ ُ ُ َّ ُ َ َّ َ
ي ي ٍ ي فتقطعوا أمرهم بينهم زبرا،ون وأنا ربكم فاتق ي احدة
وإين ه يذ يه أمتكم أمة و ي
ني َّ َ ْ َ ْ َ ْ ُْ َ َ َ َ
ف ير ُحون
ٍ فذرهم يِف غمرتي يهم حّت يح
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabb-
mu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama
mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada
pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.” (QS.
Al-Mu’minûn [23]: 52-54)
َ َ َ ُّ ُ ُ َ َ ُ َ َ َّ َ ُ َ ََ
َ كونُوا م َن ال ْ ُم ِّْشك
ين ف َّرقوا يدين ُه ْم َوَكنوا يش َي ًعا ۖ ك يح ْز ٍب بي َما َدلي ْ يه ْم ف ير ُحون اَّل
يمن ي ني يي ي وَل ت
“..Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang
memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga
dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Al-Rûm [30]: 31-32)
Dalam kedua ayat di atas, Allah mengkhususkan bahwa orang-orang kafir (musyrik) itu semata-
mata dengan apa yang ada pada sisi mereka berupa keyakinan-keyakinan kufur yang bertentangan dengan
tauhid (al-maqshûr) mereka berbangga diri (al-maqshûr ’alayhi), menunjukkan betapa tercela ta’ashshub
terhadap segala hal yang menyalahi akidah dan syari’at Islam.
20 Tentang pembahasan ini sudah dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Kamal Abdul Aziz dalam bukunya seputar keajaiban
penciptaan manusia. Lihat: Muhammad Kamal Abdul Aziz, I’jâz al-Qur’ân fî Hawâs al-Insân, Kairo: Maktabah al-Qur’ân.
21 Sa’îd Ismâ’îl ‘Ali, Al-Qur’ân Ru’yatun Tarbawiyyatun, Kairo: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, cet. I, 1421 H, hlm. 19.
Tabel 6
Posisi Al-Maqshûr & Al-Maqshûr ’Alayhi
(Bentuk Al-’Athf dengan Huruf Lâ)
٣ ٢ ١
املقصور ال املقصور عليه
ِبشكلِه ال ِاإلنسَانُ بإيْمانِه
Dalam kalimat ini:
٣ ٢ ١
املقصور عليه ْبَل/ْلكِن املقصور
الطَّائع ْلكِن ٌمَا العاصي حمبُوب
أُسْتَاذًا ْبَل ليسَ زيدٌ طالِبًا
َانلبيِّني َ َ َ
َّ ات َم َ َُ ْ ََ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ ٌ َّ َ ُ َ َ َ
ي هلل وخ
كن رسول ا ي
ما َكن حممد أبا أح ٍد يمن يرجا يلكم ول ي
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup para nabi...” (QS. Al-Ahzâb [33]: 40)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan Muhammad ( ﷺal-maqshûr) kepada kedudukan sebagai
seorang rasul dan penutup para nabi (al-maqshûr ’alayhi). []