Anda di halaman 1dari 14

ILMU AL-MA’ÂNÎ:

AL-QASHR (‫)القصر‬

Oleh: Irfan Abu Naveed1

A. Pengertian Al-Qashr
1. Pengertian al-Qashr Secara Bahasa
Al-Qashr secara bahasa al-habs wa al-takshshîsh, misalnya dalam firman-Nya:
ْ ٌ َ ُ َْ ٌ ُ
}٧٢{ ‫اْليَامي‬
‫ورات يِف ي‬ ‫حور مقص‬
“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.” (QS. Al-Rahmân [55]: 72)

2. Pengertian al-Qashr Secara Istilah


Al-Qashr secara istilah:

ِ‫هُوَ ختصيصُ أمرٍ بِ َأمْرٍ اخَرَ مِنْ خِاللِ وسِيْلةٍ مِنْ وسَائِلِ ال َقصْر‬
“Pengkhususan sesuatu dengan sesuatu yang lain melalui satu metode di antara metode pengungkapan
qashr.”
Misalnya:

ُ‫الَ إلهَ إالَّ اهلل‬


“Tiada Ilah selain Allah”

Yakni tidak ada dzat yang berhak disembah kecuali Allah semata (lâ ma’bûd bi haqq[in] illallâh).

Dimana dalam ilmu balaghah, qashr berfaidah sebagai penegasan terhadap apa yang dimaksud,
meringkas perkataan, dan menguatkan pengaruhnya dalam benak pikiran.

B. Unsur-Unsur Kalimat Al-Qashr


Uslûb al-Qashr terdiri dari unsur-unsur kalimat berikut ini:

a. Al-Maqshûr (Objek yang dikhususkan)


b. Al-Maqshûr ’alayhi (Kata dimana objek dikhususkan padanya)
c. Adât al-Qashr (Perangkat pengkhususan)

Misalnya didapati dalam hadits Rasulullah ‫ﷺ‬:

1 Penulis buku-buku kajian balaghah al-Qur’an & hadits nabawi, dosen bahasa arab, pengajar ilmu balaghah

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 1 |


ٌ َّ ُ َ َ َّ
»‫ام ُجنة‬‫اإلم‬
‫« يإنما ي‬
“Sesungguhnya al-Imaam (al-Khalifah) semata-mata adalah junnah (perisai)”
Tabel 1
Unsur-Unsur Kalimat dalam Ungkapan Al-Qashr

No Contoh Uslûb al-Qashr Keterangan


ٌ َّ ُ َ َ َّ
»‫ام ُجنة‬
Perangkat
‫اإلم‬ ‫ِإنَّمَا‬ ‫أداة القصر‬
‫« يإنما ي‬
1
pengkhususan
2 “Sesungguhnya al-Imâm ُ‫ا ِإلمَام‬ ‫املقصور‬ Objek yang dikhususkan
semata-mata adalah junnah Kata dimana objek
3 (perisai)” ٌ‫جُنَّة‬ ‫املقصور عليه‬ dikhususkan padanya

C. Metode Pengungkapan Al-Qashr (Thuruq al-Qashr)


Metode pengungkapan al-Qashr terdiri dari:

Tabel 2
Metode Pengungkapan Al-Qashr

No Uslûb al-Qashr Contoh Keterangan


َّ َّ َ ‫َ ْ َ ْ َ َّ ُ َ َ ه‬
ُ‫اَّلل‬ ‫فاعلم أنه َل إيَل إيَل‬ Pengkhususan hanya Allah
1 Bentuk Al-Nafy wa Al-Istitsnâ’ sebagai Dzat yang berhak
}١٩ :‫{سورة حممد‬ disembah
ٌ َّ ُ َ ْ َ َّ
‫ام ُجنة‬ ‫اإلم‬
‫إينما ي‬ Pengkhususan kedudukan
2 Diawali Lafal Innamâ seorang al-Imam/al-Khalifah
)‫(رواه ابلخاري ومسلم‬ semata-mata sebagai perisai
ُ ‫اك ن َ ْستَع‬
‫ني‬ َ َّ‫اك َن ْعبُ ُد َوإي‬
َ َّ‫إي‬
Bentuk Kalimat al-Taqdîm Mâ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ Pengkhususan penyembahan
3 dan permintaan tolong hanya
Haqquhu al-Ta’khîr }٥ :‫{سورة الفاحتة‬ kepada Allah
Pengkhususan manusia dinilai
Bentuk Al-’Athf (Penautan
‫لك يه‬ ْ ُ َ
4
dengan Huruf Lâ, Bal, & Lâkin) ‫اإلنسان بإيماني يه َل بش ي‬ berdasarkan keimanannya,
bukan bentuk rupanya

1. Bentuk Al-Nafy wa Al-Istitsnâ’ (Penafian Setelah Pengecualian)


Yakni suatu uslûb al-qashr yang diungkapkan dengan sisipan huruf nafy (penafian) dan illâ istitsnâ’
(pengecualian), huruf nafy di sini bisa berupa huruf mâ’, laysa, in atau lâ (َ‫ال‬/ْ‫إِن‬/َ‫لَ ْيس‬/‫ )مَا‬dan beragam bentuk
penafian lainnya yang diikuti dengan huruf illâ (istitsnâ’). Huruf in itu sendiri, bisa berkedudukan sebagai
in nafy (huruf yang menafikan), bukan in syarth (penanda kalimat syarat), sebagaimana dirinci kitab Al-

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 2 |


Durûs al-Nahwiyyah karya al-Syaikh Hifni Nashif dkk.2 Dengan rumus al-maqshûr ’alayhi terletak setelah adât
al-istitsnâ’ (huruf illâ):

Tabel 3

Posisi Al-Maqshûr & Al-Maqshûr ’Alayhi (Bentuk Al-Nafy wa Al-Istitsnâ’)

٤ ٣ ٢ ١
‫املقصور عليه‬ ّ‫إال‬ ‫املقصور‬ )‫ليس‬/‫إن‬/‫ما‬/‫احلروف النافية (ال‬
‫اهلل‬ ّ‫إال‬ ‫إله‬ ‫ال‬

a. Huruf Lâ & Illâ

Misalnya pada kalimat:

ُ‫الَ إلهَ إالَّ اهلل‬


“Tiada sesembahan selain Allah”
Sebagaimana disebutkan dalam ayat:

‫اَّلل‬ َ ‫اعلَ ْم أَنَّ ُه ََل إ َ ه‬


ُ َّ ‫َل إ ََّل‬ ْ َ
‫ف‬
‫ي ي‬
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Dia, tiada sesembahan selain Allah.” (QS. Muhammad [47]: 19)

Dalam ayat yang agung ini, Allah mengkhususkan (al-maqshûr) sesembahan kepada Allah semata
(al-maqshûr ‘alayhi), dalam hadits, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
َّ َ َ ْ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ ُّ َ َ َ
ْ»‫َل أَ َّم ُروا َعلَيْه ْم أَ َح َد ُهم‬
‫ي‬ ‫َيل يِلالث ية نف ٍر يكونون بيأر يض فال ٍة إي‬
‫«وَل ي‬
“Tidak halal bagi tiga orang yang berjalan di muka Bumi, kecuali mengangkat salah seorang dari mereka
sebagai pemimpinnya.” (HR. Ahmad, al-Thabarani)3
Dalam hadits ini, baginda Rasulullah ‫ ﷺ‬mengkhususkan kehalalan bagi tiga orang yang berjalan
di muka bumi (al-maqshûr) kepada keberadaan salah seorang di antaranya yang diangkat menjadi amîr yakni
sebagai pemimpin (al-maqshûr ’alayhi).

Dari Anas bin Malik r.a., bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:


ْ َ َّ َ ْ َ َ
»‫اآلخ َر ية‬
‫«َل عيش يإَل عيش ي‬
“Tiada kehidupan kecuali kehidupan akhirat.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad)4

Dalam hadits ini, baginda Rasulullah ‫ ﷺ‬mengkhususkan kehidupan hakiki (al-maqshûr) semata-
mata kepada kehidupan akhirat saja (al-maqshûr ’alayhi), bukan kehidupan dunia yang fana’.

2 Hifni Nashif, dkk, Al-Duruus al-Nahwiyyah, Kairo: Dar al-‘Aqidah, 1428 H, hlm. 482.
3 HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6647), Syaikh Syu’aib al-Arna’uth mengomentari: “Shahih li ghairihi kecuali hadits al-imârat
maka derajatnya hasan.”; HR. Al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabîr (no. 14723).
4 HR. Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 3584); Muslim dalam Shahîh-nya (no. 1804); Ahmad dalam Musnad-nya (no. 12780),

Syu’aib al-Arna’uth mengomentari: “Sanadnya shahih sesuai syarat syaikhain.”

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 3 |


b. Huruf Mâ & Illâ

Huruf mâ dan illâ dalam ayat al-Qur’an, misalnya ada pada ayat:
ْ ُ َْ َ ََ
ُ ُ ْ َ َّ َ ْ ْ ‫اْل َّن َو‬
‫ون‬
‫اإلنس يإَل يِلعبد ي‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫وما خلقت‬
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Al-
Dzâriyât [51]: 56)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan penciptaan jin dan manusia (al-maqshûr) pada tujuan untuk
beribadah kepada-Nya semata (al-maqshûr ’alayhi), yakni tidak ada tujuan lain melainkan untuk beribadah
kepada Allah semata.

Dalam ayat lainnya, Allah berfirman:


َ ْ َ َّ َ َ ْ َ ْ َ َ َ
َ ‫ْح ًة للْ َعالَم‬
‫ني‬ ‫وما أرسلناك يإَل ر ي ي‬
“Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS.
Al-Anbiyâ’ [21]: 107)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan pengutusan Nabi Muhammad ‫( ﷺ‬al-maqshûr) kepada sifat
rahmat bagi alam semesta (al-maqshûr ’alayhi). Memahami makna ayat ini, diperjelas firman-Nya:
َ ً َ ْ َ َّ ُ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ُ ْ َ َ ْ ُ َ َ
‫ْحة يم ْن َر ِّبك‬ ‫كتاب يإَل ر‬ ‫وما كنت ترجو أن يل ه‬
‫َق يإِلك ال ي‬
“Dan tidaklah engkau mengharap Al-Qur’an diturunkan kepadamu, melainkan sebagai rahmat dari Rabb-
mu.” (QS. Al-Qashash [28]: 86)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan pengharapan al-Qur’an diturunkan kepada Nabi
Muhammad ‫( ﷺ‬al-maqshûr) kepada kedudukan al-Qur’an itu sendiri sebagai rahmat dari Allah (al-maqshûr
’alayhi). Lihat pula QS. Al-’Ankabût [29]: 51, dimana keduanya memperjelas tidaklah Allah mengutus
Muhammad ‫ ﷺ‬kecuali sebagai rahmat bagi ciptaan-Nya dengan apa-apa yang terkandung dalam al-Qur’an
al-Karim ini.5 Yakni kebaikan yang terkandung dalam ajaran-ajaran-Nya.

Dalam ayat lainnya Allah berfirman:


َ‫ادل ْنيا‬ ْ
ُّ ‫اْلَيَاة‬ ٌ ْ َّ ْ ُ ْ َ ‫َ َ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ ُ َ ه‬ َْ َ ُُْ ََ َ ْ َْ َ ُ ََُْ
‫ي‬ ‫اب وتكفرون بيبع ٍض ۚ فما جزاء من يفعل ذليك يمنكم يإَل يخزي يِف‬ ‫كت ي‬‫أفتؤ يمنون بيبع يض ال ي‬
َ ُ َْ َ َ ُ َّ َ َ ْ َ
َ َ ِّ َ ‫َ َ ْ َ ْ َ َ ُ َ ُّ َ ه‬
َ
‫اَّلل بيغا يف ٍل ع َّما تع َملون‬ ‫اب ۚ وما‬‫ۚ ويوم ال يقيام ية يردون يإَل أشد الع ي‬
‫ذ‬
“Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain?
Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian darimu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia,
dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa
yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 85)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan balasan atas orang yang mengimani sebagian isi Al-Kitâb
(Taurat) dan mengkufuri sebagiannya (al-maqshûr) kepada kehinaan di dunia dan adzab yang sangat besar
pada Hari Kiamat kelak (al-maqshûr ’alayhi).

5 Muhammad al-Amin bin Mukhtar al-Syanqithi, Adhwâ’ al-Bayân fî Îdhâh al-Qur’ân bi al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Fikr, 1415 H, juz

IV, hlm. 251.

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 4 |


Dalam ayat lainnya:
ٌ ‫يز َحك‬
ٌ ‫اَّلل َعز‬ َّ ْ ْ َّ ُ ْ َّ َ َ
َ َّ ‫اَّلل ۚ إ َّن‬
‫يم‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫وما انلص يإَل يمن يعن يد‬
“Dan tidaklah pertolongan (kemenangan) itu, kecuali hanya dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Âli Imrân [3]:126)

Ayat yang agung ini, mengandung pengkhususan (al- qashr)6, menggunakan ungkapan mâ untuk
menafikan dan penetapan (itsbât) dengan adanya huruf illâ istitsnâ’, yang mengkhususkan pertolongan dan
kemenangan (al-maqshûr) semata-mata dari Allah saja (al-maqshûr ’alayhi).

Dalam ayat lainnya:

‫ني‬
ُ ْ َ ِّ َ ْ
َ ْ َ‫ك َم ب‬ ‫اب بياْلق يِلح‬ َ َ‫ين َوأَن ْ َز َل َم َع ُه ُم الْكت‬
َ ‫ين َو ُمنْذر‬
َ ‫ني ُمبَ ِِّّش‬
َ ِّ‫انلبي‬ َ َ َ َ ً َ َ ً َّ ُ ُ َّ َ َ
ُ َّ ‫ث‬
َّ ‫اَّلل‬ ‫احدة فبع‬
‫ي‬ ‫يي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫َكن انلاس أمة و ي‬
َ ْ ْ ُ َ ِّ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ ُ َ َّ َّ ُ َََْ َ ََُْ َ
‫ابلينات َبغيًا بَين ُه ْم‬ ‫اَّلين أوتوه يمن بع يد ما جاءتهم‬ ‫اس يفيما اختلفوا يفي يه ۚ َوما اختلف يفي يه يإَل ي‬ َّ
‫انل ي‬
“Manusia dahulu adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan) maka Allah mengutus para nabi,
sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi
keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab
itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena
kedengkian di antara mereka sendiri...” (QS. Al-Baqarah [2]: 213)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan perselisihan yang terjadi di tengah umat manusia (al-
maqshûr), yakni munculnya kesyirikan setelah sebelumnya manusia berada di atas millah tauhîd berdasarkan
petunjuk Al-Kitâb, terjadi semata-mata pada mereka yang telah didatangkan kepadanya keterangan-
keterangan yang nyata, karena kedengkian di antara mereka sendiri (al-maqshûr ’alayhi).

Diperjelas dalam QS. Yûnus [10]: 19:


ُ َ ْ َ ً َ َ ً َّ ُ َّ ُ َّ َ َ َ َ
‫احدة فاختَلفوا‬
‫وما َكن انلاس يإَل أمة و ي‬
“Manusia dahulunya hanyalah umat yang satu, kemudian mereka berselisih.” (QS. Yûnus [10]: 19)
Kesyirikan dan penyimpangan akidah digambarkan dalam ayat-ayat yang agung di atas dengan
istilah ikhtilâf (perselisihan), dimana kesyirikan terjadi pertama kali pada masa Nuh a.s., beliau a.s. diutus
sebagai utusan Allah sebagai pemberi peringatan kepada kaumnya, sehingga kaumnya tidak menyelisihi
kebenaran tauhid. Dimana dalam ayat ini, Allah mengkhususkan keberadaan manusia dahulu (al-maqshûr)
kepada statusnya sebagai umat yang berdiri di atas satu millah, yakni millah tauhîd (al-maqshûr ’alayhi).

Umar pernah berselisih pendapat dengan Khalifah Abu Bakar r.a. dalam persoalan memerangi
mereka yang menolak menunaikan kewajiban zakat, dimana Umar lalu meralat sikapnya, dan beralih
menyetujui kebijakan benar Khalifah Abu Bakar r.a. dengan menyatakan:
ُّ َ ْ ُ َّ َ ُ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َّ َ َ َّ َ َ ُ ْ َ َ ْ َ َّ َ ُ َ ََ
»‫ فعرفت أنه اْلق‬،‫ال‬ ‫ ما هو إيَل أن رأيت اهلل عز وجل قد َشح صدر أ يِب بك ٍر ليل يقت ي‬،‫هلل‬
‫«فو ا ي‬

6 Diulas dalam kajian balaghah.

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 5 |


“Demi Allah, tidaklah ada pada dirinya, kecuali semata-mata aku menyaksikan Allah Azza wa Jalla
sungguh telah melapangkan hati Abu Bakar untuk memerangi (para penolak zakat), sehingga aku
mengetahui bahwa ia benar.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad)7
Dalam riwayat ini, ’Umar mengungkapkan ungkapan pengkhususan (al-qashr) ditandai adanya
huruf mâ nafy (mâ huwa) diikuti dengan illâ (illâ an ra’aytullâha), mengkhususkan pandangan ’Umar kepada
sikap Khalifah Abu Bakar (al-maqshûr), semata-mata menilainya sebagai sikap yang lahir dari taufiq-Nya
(dalam bentuk kiasan syaraha shadra Abi Bakr), yakni sikap yang benar (al-maqshûr ’alayhi), berupa sikap
memerangi mereka yang menolak menunaikan kewajiban berzakat.

c. Huruf Laysa & Illâ

Huruf laysa dan illâ dalam ayat al-Qur’an, dalam firman-Nya:


َ َ َ َّ َ َّ ٌ َ ْ ُ ْ ْ َ َ َ َ َ ْ َ
َ ‫ك يم َن الْ َغاو‬ َّ
‫ين‬ ‫ي‬ ‫يإن يعبَا يدي ليس لك علي يهم سلطان يإَل م ين اتبع‬
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang
mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat..” (QS. Al-Hijr [15]: 40)

Ayat di atas jelas mengandung qashr (pengkhususan), dengan keberadaan huruf laysa diikuti illâ
(istitsnâ’)8, bermakna Allah mengkhususkan adanya penguasaan syaithan golongan jin (al-maqshûr), semata-
mata kepada orang yang mengikuti jalan syaithan saja dari mereka yang tersesat dari jalan kebenaran (al-
maqshûr ’alayhi).
Menunjukkan Allah mengkhususkan hanya orang-orang tersesat saja yang bisa dikuasai oleh iblis
(syaithan golongan jin). Sekaligus mengecualikan hamba-hamba-Nya yang shalih, yakni orang-orang
beriman yang ikhlâsh (memurnikan diri) kepada Allah dengan keta’atan dan tauhid, menetapi jalan yang
lurus dan tidak mengikuti jalan kesesatan. Al-Imam al-Baghawi (w. 510 H) menafsirkan: “Yakni orang-orang
beriman yang memurnikan karena Engkau (Allah) keta’atan dan ketauhidannya.”9

d. Huruf In & Illâ

Huruf in (nafy) dan illâ dalam ayat al-Qur’an, misalnya dalam firman-Nya:
َ ‫يرا ۚ َوإ ْن م ْن أُ َّمة إ ََّل َخ َال ف‬
ٌ ‫يها نَ يذ‬ ً َ َ ً َ ِّ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ
‫ير‬ ‫ي‬ ‫ٍ ي‬ ‫ي ي‬ ‫ذ‬
‫يإنا أرسلناك بياْلق ب يشريا ون ي‬
“Sesungguhnya Kami mengutus engkau (Muhammad) dengan membawa kebenaran, sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan, dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya
seorang pemberi peringatan.” (QS. Fâthir [35]: 24)
Huruf in dalam redaksi ayat “ ” merupakan in nafy (in dengan fungsi penafian),
diikuti dengan huruf illâ menunjukkan qashr (pengkhususan) adanya pemberi peringatan (utusan Allah)
di tengah-tengah setiap umat. Allah mengkhususkan umat (al-maqshûr) kepada keberadaan rasul yang
menyampaikan peringatan-peringatan dari-Nya (nadzîr)10 (al-maqshûr ’alayhi).

7 HR. Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 1388); Muslim dalam Shahîh-nya (no. 20); Ahmad dalam Musnad-nya (no. 117), Syaikh

Syu’aib al-Arna’uth mengomentari: “Sanadnya shahih sesuai syarat syaikhain, kecuali ‘Isham bin Khalid karena ia perawi Imam al-Bukhari
saja.” ; Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 1558).
8 Abu Ja’far al-Nahhas al-Nahwi, I’râb al-Qur’ân, juz II, hlm. 240.
9 Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’âlim al-Tanzîl fî Tafsîr al-Qur’ân, juz VI, hlm. 98.
10 Bentuk mubâlaghah.

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 6 |


2. Bentuk Innamâ (Diawali Lafal Innamâ)
Yakni suatu uslûb al-qashr yang diawali oleh keberadaan huruf innamâ atau annamâ (‫أنّما‬/‫ )إِنَّما‬di awal
kalimat, jika hilang kata tersebut maka hilanglah pengkhususannya.11 Rumusnya, setelah huruf
innamâ/annamâ ada al-maqshûr diikuti posisi al-maqshûr ’alayhi yang diakhirkan:
Tabel 4
Posisi Al-Maqshûr & Al-Maqshûr ’Alayhi (Bentuk Innamâ)

٣ ٢ ١
‫املقصور عليه‬ ‫املقصور‬ ‫أنّما‬/‫إنَّما‬
ٌ‫جُنَّة‬ ُ‫اإلمام‬ ‫أنّما‬/‫إنَّما‬

Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:


َ َّ ُ َ َ ُ ٌ َّ ُ َ ْ َ َّ
»‫ام ُجنة يقاتل يم ْن َو َرائي يه َو ُيتَق بي يه‬ ‫اإلم‬
‫« يإنما ي‬
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan
berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad)12

Dalam hadits ini, Rasulullah ‫ ﷺ‬secara khusus mengkhususkan al-Imâm (baca: al-khalîfah) (al-
maqshûr) kepada sifat junnah (perisai) dari segala keburukan (al-maqshûr ’alayhi), menunjukkan urgensi
keberadaan sosok khalifah itu sendiri, mengisyaratkan adanya pujian dari al-shâdiq al-mashdûq Rasulullah
Muhammad ‫ ﷺ‬atas kedudukan seorang al-imâm/al-khalîfah.

Allah berfirman:
َ ُ َ ْ ُ ْ ُ َّ َ َ َ َّ ُ َّ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ ْ َ َ ٌ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َّ
‫ْحون‬ ‫يإنما المؤ يمنون يإخوة فأص يلحوا بني أخويكم ۚ واتقوا اَّلل لعلكم تر‬
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah di antara saudaramu, dan
bertakwalah kepada Allah, mudah-mudahan kalian menjadi golongan yang dirahmati.” (QS. Al-Hujurât
[49]: 10)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan orang-orang yang beriman (al-maqshûr) kepada sifat ikhwah
yang jelasnya mengandung penyerupaan kuat (tasybîh balîgh) seperti persaudaraan sedarah (al-maqshûr
’alayhi).
َ ‫ُ َه‬ َّ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ َّ ُ َّ
ُ ‫اَّلل َو َر‬ ُ‫آمن‬
َ ‫ين‬ َّ َ ُ ْ ُ ْ َ َّ
َ ‫اَّل‬
‫وَلك‬
‫اَّلل ۚ أ ي‬
‫يل ي‬ ‫ب‬
‫ي ي‬ ‫س‬ ‫ِف‬
‫ي‬ ‫م‬ ‫ه‬
‫ي‬ ‫س‬
‫ي‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫أ‬‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ ‫م‬‫أ‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫وا‬‫د‬‫اه‬‫ج‬‫و‬ ‫وا‬ ‫اب‬‫ت‬ ‫ر‬‫ي‬ ‫م‬‫ل‬ ‫م‬ ‫ث‬ ‫وَل‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫ب‬
‫ي‬ ‫وا‬ ‫ي‬ ‫إينما المؤ يمنون‬
َ ُ َّ ُ ُ
‫الصا يدقون‬ ‫هم‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa
mereka di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurât [49]: 15)

11 Dr. Abdullah al-Hamid dkk, Al-Balâghah wa al-Naqd, hlm. 69.


12 HR. Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 2797); Muslim dalam Shahîh-nya (no. 1841); Ahmad dalam Musnad-nya (no. 10787),
Syaikh Syu’aib al-Arna’uth mengomentari: “Shahih dan ini sanadnya kuat.”

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 7 |


Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan orang-orang yang beriman (al-maqshûr) kepada sifat
keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa ada sedikit pun keraguan, serta berjihad dengan harta dan
jiwa di jalan Allah (al-maqshûr ’alayhi).
َ ُ َّ َ ‫يمانًا َو َ َ ه‬ َ َ ُ ُ َ ْ ْ َ َ ْ َ ُ َ َ ْ ُ ُ ُ ُ ْ َ َ ُ َّ َ ُ َ َ َّ َ ُ ْ ُ ْ َ َّ
َ ‫اد ْت ُه ْم إ‬
‫لَع َر ِّب يه ْم يتَ َوَّكون‬ ‫ي‬ ‫اَّلين إيذا ذ يكر اَّلل و يجلت قلوبهم وإيذا ت يليت علي يهم آياته ز‬
‫إينما المؤ يمنون ي‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetar lah hati
mereka, dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya maka bertambah keimanan mereka (karenanya), dan hanya
kepada Rabb-nya mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfâl [8]: 2)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan orang-orang yang beriman (al-maqshûr) kepada sifat jika
disebut nama Allah, maka bergetarlah kalbu mereka dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya bertambah
keimanannya kepada Allah (al-maqshûr ’alayhi).

Dalam hadits digambarkan, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:


َ ْ ُ ْ َ َّ ْ ُ َ َ ْ ََ َ ‫ َك‬،‫السوءي‬ ُ َ َ َّ
َّ ‫ثل اْلَليس‬
ُّ ‫الصالح َو َجليس‬
،‫ إما أن َي يذيَك‬:‫حا يمل ال يم ْس يك‬ ‫ ف‬،‫ري‬
‫ي‬ ‫ك‬
‫ي‬ ‫ال‬ ‫خ‬
‫ي‬ ‫ف‬
‫ي‬ ‫ا‬‫ن‬ ‫و‬ ،‫ك‬ ‫ي‬
ْ ‫حامل الم‬
‫س‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي ي‬ ‫يي‬ ‫ي ي‬ ‫« يإنما م‬
َ َ
ُ ْ َ ْ َّ َ َ َ َ َ ْ ُ ْ َّ َ ُ َ َ ً َ ِّ َ ً ُ ْ َ ْ َّ َ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ َ
َ َ
‫َتد يمنه يرَيًا‬
‫ي‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫ا‬‫إم‬‫و‬ ، ‫ك‬ ‫اب‬‫ي‬‫ث‬ ‫ق‬
‫ي ي‬‫ر‬ ‫َي‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫ا‬‫إم‬ : ‫ري‬
‫ي ي‬‫ك‬ ‫ال‬ ‫خ‬ ‫ ونا يف‬،‫َتد يمنه رَيا طيبة‬‫ وإما أن ي‬،‫وإما أن تبتاع يمنه‬
ًَ ْ
»‫ُمنتينة‬
“Sesungguhnya perumpamaan berkawan dengan orang shalih dan berkawan dengan orang yang jahat seperti
seorang penjual minyak wangi (misk) dan seorang peniup dapur tukang besi. Penjual minyak wangi, ia
mungkin akan memberi kepadamu, atau engkau akan membeli darinya atau engkau akan mendapatkan
aroma harum darinya. Tetapi peniup dapur tukang besi, mungkin ia akan membakar pakaianmu atau
engkau akan mencium bau tidak sedap.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)13
Hadits agung di atas yang dibuka dengan kata innamâ, yang berfaidah qashr (pengkhususan)
mengandung penekanan, diperkuat dengan ungkapan “matsalu”, menjadi perumpamaan indah
Rasulullah ‫ﷺ‬, menunjukkan betapa pentingnya lingkungan yang baik, selaras dengan fitrah manusia.
Bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬mengkhususkan perumpamaan teman duduk yang shalih dan teman duduk yang
buruk (al-maqshûr) kepada sifat seperti penjual minyak wangi dan peniup api dapur tukang besi (al-maqshûr
’alayhi).
Dalam ayat lainnya:
َ ْ َ ْ ُ ُ ُ َّ َ َ َ َ َّ َ ُ َ ْ َ َ َ َّ َ َ ُ َ ْ َ َ َّ َ‫قُ ْل َه ْل ي َ ْست‬
‫اب‬
‫ي‬ ‫بل‬ ‫اْل‬ ‫و‬ ‫ول‬‫أ‬ ‫ر‬‫ك‬ ‫ذ‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ن‬‫إ‬‫ي‬ ۚ ‫ون‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ع‬‫ي‬ ‫َل‬ ‫ين‬ ‫اَّل‬
‫ي‬ ‫و‬ ‫ون‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ع‬‫ي‬ ‫ين‬ ‫اَّل‬
‫ي‬ ‫ي‬‫و‬
‫ي‬
“Katakanlah: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Sesungguhnya orang yang berakal lah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Al-Zumar [39]: 9)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan perbuatan berpikir memikirkan tanda-tanda keagungan
Allah (al-maqshûr) kepada golongan ulul albâb semata (al-maqshûr ’alayhi).
ٌ ‫يز َغ ُف‬
‫ور‬ ُ ‫اَّلل يم ْن يعبَا يدهي الْ ُعلَ َم‬
َ َّ ‫اء ۚ إ َّن‬
ٌ ‫اَّلل َعز‬ َ َّ ‫إ َّن َما ََيْ ََش‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬

13 HR. Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 5534), dan Muslim dalam Shahîh-nya (no. 2628).

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 8 |


“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fâthir [35]: 28)
Ayat ini mengandung pujian khusus bagi para ulama sebenar-benarnya ulama, dengan ungkapan
qashr (pengkhususan atau pembatasan), bahwa Allah mengkhususkan orang-orang yang takut kepada Allah
dari hamba-hamba-Nya (al-maqshûr), hanyalah para ulama (al-maqshûr ’alayhi).

Allah pun berfirman:

‫اب‬‫بل‬
َ ُ
َ ْ ‫اح ٌد َو ي َِل َّذ َّك َر أولُو ْاْل‬‫و‬َ ٌ ‫لناس َوِلُنْ َذ ُروا به َو َِل ْعلَ ُموا أَ َّن َما ُه َو إ َ ه‬
‫َل‬
َّ ٌ َ َ َ ‫َ ه‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫يي ي‬ ‫هذا بالغ ل ي ي ي‬
“(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan
dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Rabb yang Maha Tunggal dan agar
orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (QS. Ibrâhîm [14]: 52)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan Diri-Nya (al-maqshûr) dengan sifat Kemahatunggalan (al-
maqshûr ’alayhi), ditandai perangkat al-qashr yakni huruf annamâ (‫)أَنَّمَا‬.

Dalam hadits pun digambarkan bentuk al-qashr, dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah ‫ﷺ‬
bersabda:
ْ َ َ َ َ َ ِّ َ ُ ُ ْ ُ َ َّ
»‫الق‬
‫ي‬ ‫خ‬ ‫« يإنما ب يعثت ْلتمم مَك يرم اْل‬
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi, al-
Bazzar)14
Dalam redaksi lainnya, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
َ ْ َْ َ ُ ُ ْ ُ َ َّ
»‫ت يْلت ِّم َم َصا يل َح اْلخال يق‬ ‫« يإنما ب يعث‬
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad,
al-Baihaqi, al-Khara’ith)15

Dalam kedua hadits di atas, Rasulullah ‫ ﷺ‬mengkhususkan pengutusan dirinya ‫( ﷺ‬al-maqshûr)


kepada sifat (sebab) untuk menyempurnakan kemuliaan/keshalihan akhlak (al-maqshûr ’alayhi).

Dalam ayat lainnya:


َ ‫ِن َعن الْ َعالَم‬
‫ني‬ ٌّ ‫اَّلل لَ َغ‬ َ ُ َ َّ َ َ َ َ ْ َ َ
َ َّ ‫ُياه ُد نلَ ْفسه ۚ إ َّن‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ومن جاهد ف يإنما ي ي ي ي ي‬
“Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu semata-mata untuk dirinya sendiri.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta.” (QS. Al-
’Ankabût [29]: 6)

14 HR. Al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubrâ’ (no. 20782); al-Bazzar dalam Musnad-nya (no. 8949). Al-Hafizh Ibn Abd al-Barr al-
Andalusi, sebagaimana dinukil oleh al-Zurqani: “Dan ini adalah hadits shahih muttashil dari banyak jalurnya, shahih dari Abi Hurairah dan
selainnya.” (Muhammad bin ‘Abdul Baqi al-Zurqani, Syarh al-Zurqani ‘Alâ Muwaththa’ al-Imâm Mâlik, Kairo: Maktabah al-Tsaqâfah al-
Dîniyyah, cet. I, 1424 H, juz IV, hlm. 404)
15 HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 8952); Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 273); Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Îmân

(no. 7609); Al-Khara’ith dalam Makârim al-Akhlâq (no. 1), dan lainnya. Mengomentari hadits dari Imam Ahmad di atas, Imam al-Haitsami
(w. 807 H) menjelaskan: “Imam Ahmad meriwayatkannya, dan para perawinya adalah para perawi shahih” (Nuruddin ‘Ali al-Haitsami,
Majma’ al-Zawâ’id wa Manba’ al-Fawâ’id, juz VIII, hlm. 343)

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 9 |


Allah mengkhususkan siapa saja yang berjihad di jalan-Nya (al-maqshûr) kepada sifat berjihad untuk
dirinya sendiri (al-maqshûr ’alayhi), karena Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan apapun dari alam
semesta ini, termasuk amal perbuatan manusia. Dalam kalimat ini ada sedikit perbedaan rumus, ditandai
kalimat syarat wa man jâhada diikuti jawâb al-syarth: “fainnamâ yujâhidu li nafsihi.” Maka al-maqshûr terletak
sebelum huruf innamâ dan al-maqshûr ’alayhi setelah huruf innamâ.

3. Bentuk Al-Taqdîm Mâ Haqquhu al-Ta’khîr (Mengedepankan Apa yang Lazimnya


Diakhirkan)
Yakni uslûb al-qashr dengan cara mengedepankan kata/frasa yang lazimnya diakhirkan, sebaliknya
mengakhirkan kata/frasa yang lazimnya diawalkan, dengan posisi al-maqshûr ’alayhi adalah kata/frasa yang
diawalkan (al-muqaddam), sedangkan al-maqshûr adalah kata/frasa yang diakhirkan (al-mu’akhkhar):

Tabel 5

Posisi Al-Maqshûr & Al-Maqshûr ’Alayhi


(Bentuk Al-Taqdîm Mâ Haqquhu al-Ta’khîr)

٢ ١
‫املقصور عليه‬ ‫املقصور‬
‫املقدّم‬ ‫املؤخّر‬
َ‫إِيَّاك‬ ُ‫نَعْبُد‬
Misalnya dalam firman-Nya:
ُ ‫اك ن َ ْستَع‬
‫ني‬ َ َّ‫اك َن ْعبُ ُد َوإي‬
َ َّ‫إي‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬
“Hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya kepada Engkau kami meminta pertolongan.” (QS.
Al-Fâtihah [1]: 5)

Dalam ayat ini, Allah mengajari manusia mengucapkan kalimat do’a, yang mengandung
pengkhususan, mengkhususkan penyembahan dan permintaan tolong (al-maqshûr) hanya kepada-Nya (al-
maqshûr ’alayhi). Kalimat (ُ‫ )إِيَّاكَ نَعْبُد‬merupakan deklarasi tauhid, yakni menunggalkan Allah dalam
peribadatan, hanya kepada Allah. Maknanya, tunduk dan merendahkan diri, serta mengakui Rububiyyah
Allah serta mentauhidkan-Nya.16 Al-Imam Abu al-Qasim Abdurrahman al-Suhaili (w. 581 H) menjelaskan
bahwa kalimat ini disebutkan untuk menunjukkan sifat memurnikan tauhid (al-ikhlâsh), mewujudkan
keyakinan terhadap Kemahatunggalan Allah dan menafikan hal-hal yang samar dari keikhlasan yang
sempurna.17

Catatan tambahan: dalam satu ayat ini ditemukan petunjuk bahwa aspek peribadatan (dalam kata
na’budu) lebih didahulukan daripada aspek meminta pertolongan (dalam kata nasta’în), menurut al-Imam

16 Abu Muhammad Sahl al-Tustari, Tafsîr al-Tustari, Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, cet. I, 1423 H, hlm. 23.
17 Abu Al-Qasim Abdurrahman bin Abdullah al-Suhaili, Natâ’ij al-Fikr fî al-Nahwi, Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, cet. I, 1412 H,
hlm. 157.

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 10 |


Dhiya’uddin bin al-Atsir al-Katib, hal ini termasuk bentuk taqdîm al-sabab ’alâ al-musabbab, yakni
mengedepankan sebab daripada akibatnya, itu karena ibadah merupakan sebab turunnya pertolongan
Allah. Perbuatan mendahulukan ibadah yang hakikatnya merupakan perbuatan mendekatkan diri pada
Allah, dan menjadi perantara hubungan hamba dengan-Nya, sebelum meminta apa yang dibutuhkan jelas
lebih menjamin keberhasilan meraih apa yang diminta, dan lebih cepat memperoleh pengabulan do’a. 18

Dalam ayat lainnya:


َ ‫َو ََّّلل الْع َّز ُة َول َر ُسوَل َوللْ ُم ْؤمن‬
‫ني‬ ‫ي يي ي ي ي‬ ‫ي ي ي‬
“Dan bagi Allah kemuliaan itu, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Munâfiqûn
[63]: 8)

Dalam ayat yang agung ini, Allah mengkhususkan kemuliaan (al-maqshûr) hanya milik Allah semata
(al-maqshûr ’alayhi). Dimana keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi sebab kemuliaan (al-’izzah),
yakni kemuliaan dengan turunnya pertolongan Allah bagi orang yang beriman menghadapi musuh-
musuhnya, hingga meraih kemenangan.19

Allah ’Azza wa Jalla:

ْ َ ‫ك ِّل‬
ً ‫َش ٍء َعل‬
‫يما‬
ُ ُ َ ََ
‫ي‬ ‫وَكن اهلل بي‬

“Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 40)

Dalam ayat ini, terutama pada kalimat wa kânaLlâhu bikulli syay’[in] ’alîm[an], Allah mengkhususkan
Kemahatahuan-Nya (al-maqshûr) kepada segala sesuatu (al-maqshûr ’alayhi), dikuatkan dengan penyebutan
lafal ’alîm[an] yang merupakan bentuk mubâlaghah (superlatif) dari wazn fa’îl[an], yang berkonotasi sangat
mengetahui (Maha Mengetahui).

Dalam ayat lainnya:

َ ُ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ‫ُ َه‬ َ َ َ ‫ه‬ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َّ َ َ َ َ َ َ ْ َّ ُ َ ْ َ ْ َ َ
‫وَلك ما َكن لهم أن يدخلوها‬ ‫اَّلل أن يذكر يفيها اسمه وسَع يِف خرابيها ۚ أ ي‬ ‫اجد ي‬ ‫ومن أظلم يممن منع مس ي‬
ٌ ‫اب َعظ‬ ٌ َ َ َ ْ َ ْ ُّ َ َ َ َّ
‫يم‬ ‫ي‬ ‫ادلن َيا يخ ْز ٌي َول ُه ْم يِف اآل يخر ية عذ‬ ‫ني ۚ ل ُه ْم يِف‬ ‫يإَل خائي يف‬
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam
masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya
(mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di
akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 114)
Kalimat pada ayat ini merupakan penjelasan dari Allah, sebagai hukuman bagi mereka yang
menghalang-halangi manusia dari masjid-masjid Allah, yakni dari hal yang memang menjadi tujuan
dibangunnya masjid, maka hukuman bagi mereka di dunia berupa kenistaan, kehinaan, dan tersingkapnya
keburukan-keburukan mereka.

18 Dhiya’uddin bin al-Atsir al-Katib, Al-Mitsl al-Sâ’ir fî Adab al-Kâtib wa al-Syâ’ir, juz II, hlm. 182.
19 Ahmad bin Muhammad al-Tsa’labi, Al-Kasyf wa al-Bayân ‘an Tafsîr al-Qur’ân, Beirut: Dâr Ihyâ’ at-Turâts al-‘Arabi, cet. I, 1422
H, jilid IX, hlm. 322.

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 11 |


Dalam ayat ini Allah mengkhususkan kehinaan (al-maqshûr) kepada mereka dalam kehidupan di
dunia (al-maqshûr ’alayhi), dan juga mengkhususkan adzab yang sangat besar (al-maqshûr) kepada mereka di
akhirat kelak (al-maqshûr ’alayhi). Mengerikannya, kedua ancaman keras ini dihubungkan dengan wâw al-
’athf yang berfungsi li muthlaq al-jam’i (menunjukkan penggabungan), menunjukkan ancaman di dunia
dan akhirat tersebut akan ditimpakan kepada mereka yang disebutkan dalam ayat, dalam ilmu ushûl al-
fiqh, sudah cukup menjadi qarînah jâzimah (indikasi tegas) untuk meninggalkan perbuatan buruk
menghalang-halangi manusia dari masjid-masjid Allah (dari jalan Allah).
Dalam ayat lainnya:
ُ َ َ َّ َ َ ُْْ َ ْ َََ ْ َْ َ َ َ َ َ َّ ُ َ َ َ َ َّ ُ ََ َْْ ْ ُ َّ َّ َ ْ َ ‫َّاَّل‬
‫َّلل َع يقبة‬ ُ ُ
‫وف ونهوا ع ين المنك ير ۚ و ي ي‬
‫ين يإن مكناهم يِف اْلر يض أقاموا الصالة وآتوا الزَكة وأمروا بيالمعر ي‬ ‫ي‬
ُُ ْ
‫ور‬
‫اْلم ي‬
“(Yaitu) Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka
mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang
mungkar; dan hanya kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj [22]: 41)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan hanya kepada Allah lah (al-maqshûr) kembali segala urusan
(‘âqibat al-umûr) (al-maqshûr ’alayhi).
ُ َ ْ ُ َ ُ ْ َ ْ َ َ َْْ
ْ‫كم‬ ‫اِلوم أكملت لكم يدين‬
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu Din-mu” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 3)

Lafal al-yawm[a] merupakan bentuk zharf zamân muqaddam (keterangan waktu yang dikedepankan),
maka dalam ayat ini, Allah mengkhususkan pada hari tersebut (al-maqshûr) menyempurnakan Din-Nya
bagi hamba-hamba-Nya (al-maqshûr ’alayhi).
َ َ ً ْ َّ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ ُ ْ َ َّ ْ َ ْ ُ َ َ
}٥٠{ ‫اَّلل ُحكما يلق ْومٍ يُوقينُون‬
‫أفحكم اْلا يه يلي ية يبغون ومن أحسن يمن ي‬
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum)
Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 50)

Dalam ayat ini Allah mengungkapkan afahukma al-jâhiliyyati yabghûna bukan ayabghûna hukma al-
jâhiliyyati, menunjukkan bahwa Allah mengkhususkan hanya kepada hukum jahiliyyah saja (al-maqshûr)
mereka mencari hukum (al-maqshûr ’alayhi) yakni berhukum kepada hukum jahiliyyah, dimana perbuatan
ini dicela Allah, ditandai adanya sisipan huruf tanya hamzah (al-istifhâm) yang berkonotasi pengingkaran
(al-istifhâm al-inkârî).
Allah berfirman mengenai alam semesta:
ً َّ ‫َ َ َ ه‬ َْ َ َّ ‫َو‬
}١٣٢{ ‫اَّلل َو يكيال‬
‫ي ي‬ ‫ب‬ ‫ف‬ ‫ك‬ ‫و‬ ۚ ‫ض‬‫ي‬
ْ ‫اْل‬
‫ر‬ ‫ات َو َما يِف‬ َ َ َّ
‫َّلل ما يِف السماو ي‬
‫ي ي‬
“Dan hanya milik Allah saja lah apa-apa yang di langit dan apa-apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai
Pemelihara.” (QS. Al-Nisa’ [4]: 132)
Dalam ayat yang agung ini, Allah mengkhususkan kepemilikan apa-apa yang ada di langit, dan apa-
apa yang ada di bumi (al-maqshûr) sebagai milik Allah semata (al-maqshûr ’alayhi), menegaskan bahwa hanya
Allah saja yang Dzat yang berhak disembah (al-ma’bûd bi haqq[in])

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 12 |


َ ُ ُْ َََ ْ ُ َُْ َ
‫و يِف أنف يسكم ۚ أفال تب يصون‬

“Dan (juga) pada dirimu sendiri (terdapat tanda-tanda-pen). Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
(QS. Al-Dzâriyât [51]: 21)

Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan di dalam diri manusia (al-maqshûr), apakah manusia tidak
menyaksikan? Yakni menyaksikan tanda-tanda keagungan Allah ’Azza wa Jalla (al-maqshûr ’alayhi)? Dimana
keagungan penciptaan manusia pun diinformasikan dalam banyak nas al-Qur’ân al-’Azhîm mencakup
keagungan penciptaan fisiknya,20 ruh dan potensi kehidupannya yakni kemampuan berpikir dengan
akalnya. Itu semua merupakan ayat-ayat petunjuk atas keberadaan Allah.21 Sekaligus menunjukkan
besarnya potensi akal manusia untuk membantu sampai pada hakikat kebenaran.
ُّ ُ ً ُ ُ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ُ َّ َ َ َ
ْ‫ك ح ْزب ب َما َ َدليْهم‬ ُ َّ َ ْ ُ ُّ َ َ َ َ ً َ َ ً َّ ُ ْ ُ ُ َّ ُ َ َّ َ
‫ي‬ ‫ي ٍ ي‬ ‫ فتقطعوا أمرهم بينهم زبرا‬،‫ون‬ ‫وأنا ربكم فاتق ي‬ ‫احدة‬
‫وإين ه يذ يه أمتكم أمة و ي‬
‫ني‬ َّ َ ْ َ ْ َ ْ ُْ َ َ َ َ
‫ف ير ُحون‬
ٍ ‫فذرهم يِف غمرتي يهم حّت يح‬
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabb-
mu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama
mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada
pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.” (QS.
Al-Mu’minûn [23]: 52-54)
َ َ َ ُّ ُ ُ َ َ ُ َ َ َّ َ ُ َ ََ
َ ‫كونُوا م َن ال ْ ُم ِّْشك‬
‫ين ف َّرقوا يدين ُه ْم َوَكنوا يش َي ًعا ۖ ك يح ْز ٍب بي َما َدلي ْ يه ْم ف ير ُحون‬ ‫اَّل‬
‫يمن ي‬ ‫ني‬ ‫يي‬ ‫ي‬ ‫وَل ت‬

“..Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang
memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga
dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Al-Rûm [30]: 31-32)
Dalam kedua ayat di atas, Allah mengkhususkan bahwa orang-orang kafir (musyrik) itu semata-
mata dengan apa yang ada pada sisi mereka berupa keyakinan-keyakinan kufur yang bertentangan dengan
tauhid (al-maqshûr) mereka berbangga diri (al-maqshûr ’alayhi), menunjukkan betapa tercela ta’ashshub
terhadap segala hal yang menyalahi akidah dan syari’at Islam.

Dalam ayat terkait pertolongan-Nya, Allah berfirman:


َّ َ َ َ ْ َ َّ َ َ َ ْ َ ْ ْ ُ ُ ُ ْ َ َّ َ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ُ َّ ُ ُ ْ ُ ْ َ ْ
‫َّك‬
‫ي‬ ‫و‬ ‫ت‬‫ي‬ ‫ل‬ ‫ف‬ ‫اَّلل‬
‫ي‬ ‫لَع‬‫و‬ ۚ ‫ه‬
‫ي‬ ‫د‬
‫ي‬ ‫ع‬ ‫اَّلي ينصكم يمن ب‬
‫يإن ينصكم اَّلل فال َغ يلب لكم ۖ وإين َيذلكم فمن ذا ي‬
َ ْ ْ
‫ال ُمؤ يمنُون‬
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan
kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah
sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS. Âli Imrân
[3]: 160)
Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan ketawakalan orang-orang beriman (al-maqshûr) semata-mata
hanya layak ditujukan kepada Allah (al-maqshûr ’alayhi), menunjukkan konsepsi mapan ilmu tauhid, bahwa

20 Tentang pembahasan ini sudah dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Kamal Abdul Aziz dalam bukunya seputar keajaiban

penciptaan manusia. Lihat: Muhammad Kamal Abdul Aziz, I’jâz al-Qur’ân fî Hawâs al-Insân, Kairo: Maktabah al-Qur’ân.
21 Sa’îd Ismâ’îl ‘Ali, Al-Qur’ân Ru’yatun Tarbawiyyatun, Kairo: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, cet. I, 1421 H, hlm. 19.

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 13 |


ketawakalan seorang hamba hanya boleh ditujukan kepada Allah semata, tidak boleh ditujukan kepada
selain-Nya.

4. Bentuk Al-’Athf (Penautan dengan Huruf Lâ, Bal, & Lâkin)


Yakni uslûb al-qashr yang menautkan kalimat kedua pada kalimat pertama dengan sisipan huruf lâ,
bal dan lâkin (‫لكن‬/‫بل‬/‫)ال‬, dengan posisi al-maqshûr ’alayhi terletak sebelum huruf lâ, adapun pada huruf bal
dan lâkin posisi al-maqshûr ’alayhi terletak setelah keduanya:

Tabel 6
Posisi Al-Maqshûr & Al-Maqshûr ’Alayhi
(Bentuk Al-’Athf dengan Huruf Lâ)

٣ ٢ ١
‫املقصور‬ ‫ال‬ ‫املقصور عليه‬
ِ‫بشكلِه‬ ‫ال‬ ِ‫اإلنسَانُ بإيْمانِه‬
Dalam kalimat ini:

ِ‫اإلنسَانُ بإيْمانِهِ ال بشكلِه‬


“Seseorang semata-mata (dinilai) dari keimanannya bukan dari bentuk rupanya.”
Terdapat bentuk pengkhususan manusia semata-mata dinilai berdasarkan keimanannya (al-
maqshûr ’alayhi), bukan bentuk rupanya (al-maqshûr).
Tabel 7
Posisi Al-Maqshûr & Al-Maqshûr ’Alayhi
(Bentuk Al-’Athf dengan Huruf Bal & Lâkin)

٣ ٢ ١
‫املقصور عليه‬ ْ‫بَل‬/ْ‫لكِن‬ ‫املقصور‬
‫الطَّائع‬ ْ‫لكِن‬ ٌ‫مَا العاصي حمبُوب‬
‫أُسْتَاذًا‬ ْ‫بَل‬ ‫ليسَ زيدٌ طالِبًا‬

Allah ’Azza wa Jalla:

َ‫انلبيِّني‬ َ َ َ
َّ ‫ات َم‬ َ َُ ْ ََ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ ٌ َّ َ ُ َ َ َ
‫ي‬ ‫هلل وخ‬
‫كن رسول ا ي‬
‫ما َكن حممد أبا أح ٍد يمن يرجا يلكم ول ي‬

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup para nabi...” (QS. Al-Ahzâb [33]: 40)

Dalam ayat ini, Allah mengkhususkan Muhammad ‫( ﷺ‬al-maqshûr) kepada kedudukan sebagai
seorang rasul dan penutup para nabi (al-maqshûr ’alayhi). []

Ilmu al-Ma’ânî Pasal Al-Ithnâb :: Irfan Abu Naveed :: 14 |

Anda mungkin juga menyukai