Anda di halaman 1dari 9

MEMAHAMI DIMENSI SPIRITUALITAS DALAM PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL

(Understanding the Dimension of Spirituality in Sosial Work Practice)

Syamsuddin
Mahasiswa Program Doktor Falsafah (Kerja Sosial)
Universiti Sains Malaysia (USM) Penang Malaysia
Email: syamsuddingido@yahoo.co.id
dan
Azlinda Azman
Dosen Kerja Sosial di Universiti Sains Malaysia (USM)
Email: azlindaa@usm.my

Abstrak
Spiritualitas adalah aspek penting dalam praktek pekerjaan sosial yang mengarah kepada intervensi
yang bersifat psikososial. Spiritualitas dapat memberdayakan klien secara emosional melalui penemuan
kebermaknaan dan kepastian tujuan hidup. Spiritualitas dapat memberikan pemulihan terhadap korban
kekerasan dan pelecehan seksual, juga berperan meningkatkan derajat kesehatan, berkontribusi terhadap
kedamaian pikiran dan terbebas dari ketidakpastian akan tujuan hidup. Selain itu spiritualitas adalah
coping strategi pada beberapa pasangan dalam menghadapi masalah kehidupan perkawinan. Kajian ini
merupakan kajian literatur yang bertujuan untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap pentingnya
menggali aspek-aspek spiritual klien. Dalam praktek pekerjaan sosial adalah penting untuk menjaga

keterampilan dalam pemberian pelayanan adalah penting para pekerja sosial mendapatkan pelatihan
tertentu dalam menghadapi isu spiritualitas secara profesional.

Kata kunci : Spiritualitas, Kebermaknaan, Praktek Pekerjaan Sosial

Abstract
Spirituality is an important aspect of sosial work practice which focuses on psychososial intervention.
Spirituality can be emotionally empowering clients through the discovery of the meaningfulness and
certainty of life purposes. Spirituality can be emotionally empowering clients through the discovery of
the meaningfulness and certainty of life purpose. Spirituality provide healing to the recovery of victims of
violence and sexual abuse, also play a role for health improvement, contributing to the peace of mind and
feeling relief from uncertainty of life purpose. In addition, spirituality is seen as one of the coping strategy
for some marital couples. This study is based on literature review that aims to explore the importance of
spiritual aspects of the client. In practice, sosial worker needs to respect the client's faith. To improve the
knowledge and skills of sosial workers in implementing aspects of spirituality, it is imperative for sosial
workers to get the necessary training in order to deal with spirituality issues more professionally.

Key Words : Spirituality, meaningfulness, sosial work practice

PENDAHULUAN seperti ustadz, kyai, pendeta, pastur, biksu dan


Ketika kita menyinggung persoalan sebagainya. Pekerja sosial belum begitu lazim
spiritulitas (kerohaniaan), maka hal yang membincangkan unsur-unsur spiritualitas dalam
pertama kali terbayang di kepala adalah peranan prakteknya, walaupun sejarah menunjukkan
yang dimainkan oleh tokoh-tokoh agama bahwa sebenarnya pekerjaan sosial lahir dari

Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012 111


institusi atau lingkungan yang sarat dengan aspek- Hampir semua orang berhubungan secara intense
aspek spiritualitas dan keagamaan. Jika dilihat dengan isu-isu spiritualitas dalam kehidupannya.
dari sejarah awal perkembangan, pekerjaan Meskipun dengan cara dan jalan yang berbeda.
sosial lahir dari kelompok agama seperti di Setiap manusia jelas membutuhkan sandaran
gereja. Akan tetapi dengan berkembangnya spiritual untuk menjalani kehidupan yang lebih
paham sekularisme yang mencoba memisahkan tegar, bermakna, dan memiliki tujuan.
antara sains dan agama, maka pekerjaan sosial
Seligman (2005) mengemukakan bahwa
sebagai profesi yang berdasarkan sains atau
untuk mencapai kehidupan yang bermakna
ilmu pengetahuan, kemudian memisahkan diri
maka hal yang dapat dilakukan adalah dengan
dengan urusan agama dan spiritualitas. Terdapat
mengaitkan diri kepada sesuatu yang lebih
berbagai alasan mengapa pekerja sosial tidak mau
besar. Semakin besar entitas dimana individu
berurusan dengan masalah spiritual atau agama,
menambatkan diri, semakin bermakna
diantaranya bahwa spiritualitas dianggap bukan
kehidupan seseorang. Oleh karena itulah banyak
bidang garapan pekerja sosial tetapi sebaliknya
orang mendambakan makna dan tujuan hidup
bidang yang dipegang oleh para pemuka/tokoh
dengan cara beralih pada pemikiran new age
agama dan juga urusan agama dianggap sebagai
atau kembali kepada agama yang terinstitusikan,
urusan yang banyak bersangkutan dengan Tuhan
sebab manusia sedang “lapar’ dengan keajaiban
sehingga dipandang tidak ada kaitan dengan
dan intervensi ketuhanan.
bidang profesi pekerjaan sosial (Culliford, 2002;
Wesley, Tunney, & Duncan 2004). Selain itu, jika dikaji lebih mendalam
baik dari aspek teologi (doktrin) maupun aspek
Pada kenyataannya, spiritualitas adalah
praktek keagamaan, terdapat banyak dimensi
aspek penting dalam kehidupan manusia,
spiritual/religiusitas yang terkait erat dengan
karena itulah pekerja sosial dalam memberikan
praktek pekerjaan sosial sebagai profesi
pelayanan psikososial sebagai layanan
pertolongan. Beberapa ritual keagamaan
utamanya (core-services) semestinya tidak
mengandung nilai-nilai pertolongan atau
terlepas dari isu dan konteks spiritualitas. Kajian
dukungan sosial (sosial-support) bahkan
terkini oleh Rapp (2010) telah menunjukkan
elemen pemberdayaan (empowerment).
bahwa agama dan spiritual adalah kekuatan
Contohnya, dalam agama Islam terdapat
dan bukannya patologi. Pekerja sosial adalah
kewajiban membayar zakat bagi golongan
sebagian dari profesi yang sangat penting
mampu terhadap golongan fakir dan miskin.
untuk mendiskusikan atau membincangkan,
Maknanya bahwa ajaran agama memiliki
mendalami serta mengembangkan pelatihan-
kepedulian terhadap masalah sosial. Dalam
pelatihan yang menerapkan pendekatan
praktek makro maka nilai-nilai/atau praktek
spiritualitas. Perkara ini sangat penting, apalagi
keagamaan dapat dijadikan sebagai salah satu
dalam kontek Asia dan Indonesia sebagai negara
sistem sumber dalam memberikan pelayanan
yang penduduknya terkenal sebagai masyarakat
kepada klien dalam konteks komunitas. Begitu
yang religius.
juga pada beberapa agama lain memiliki doktrin
Dalam relasi praktek, klien bisa saja yang serupa meskipun dalam praktek atau ritual
memiliki pemahaman spiritualnya tersendiri yang berbeda.
sebagai bagian dari masalah mereka. Sebaliknya,
Bentuk dukungan sosial (sosial support)
spiritualitas juga dapat menjadi peluang
yang diinspirasi oleh ajaran agama misalnya
penyelesaian masalah sebab spiritual adalah
dapat dilihat dari tradisi/ritual takziyah yang
salah satu komponen utama kebutuhan manusia.
biasanya dilakukan selama 3 hari. Praktek/ritual

112 Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012


ini diselenggarakan karena kematian salah satu PEMBAHASAN
kerabat atau anggota keluarga. Perintah atau
himbauan untuk menjenguk sanak saudara, Memahami Makna Spiritulitas
teman atau kerabat yang sedang sakit atau yang Selama beberapa dekade terakhir istilah
sedang menderita kemalangan atau kesusahan spiritualitas telah menjadi bahasa umum
sebagai bentuk sokongan sosial serta perintah untuk mengambarkan aktivitas pencarian akan
lain untuk tolong menolong dan nasehat transendensi yang dilakukan oleh seseorang
menasehati dalam kebajikan. atau individu. Spiritualitas berasal dari bahasa
Inggris yang bila diterjemahkan maknanya
Dari sisi praktek klinis, setiap orang
adalah rohani atau ruh yang berarti segala
memiliki kebutuhan akan transendensi yakni
sesuatu yang bukan jasmani, tidak bersifat
mengalami dan merasakan adanya kekuatan
duniawi dan bukan cara-cara yang bersifat
yang lebih besar diluar diri individu termasuk
materialistik. Roof (1999) dalam Nelson (2009)
seluruh eksistensi material maupun non-material
berpendapat bahwa spiritualitas mencakup 4
yang disadari keberadaanya, kekuatan inilah
tema yakni : (1) sebagai sumber nilai, makna
yang kemudian dijadikan sebagai sandaran
dan tujuan hidup yang melewati batas kedirian
atau tempat kembali ditengah kepenatan,
(beyond the self), termasuk rasa-misteri
kegelisahan, penderitaan dan ketidakpastian
(sense of mystery) dan transendensi diri (self-
dan kelemahan yang sedang dialami (Canda &
transcendence), (2) Sebuah cara untuk mengerti
Furman, 2010).
dan memahami kehidupan, (3) kesadaran batin
Menurut Pierre dalam Nelson (2009), (inner awareness) dan (4) integrasi personal.
spiritualitas dapat membantu seseorang dalam
Spiritualitas memiliki fungsi integratif
menemukan makna hidupnya, mendorong untuk
dan harmonisasi yang melibatkan kesatuan
senantiasa berpikir dan berbuat baik, mendorong
batin dan keterhubungan dengan manusia lain
untuk menjalin keharmonisan dengan Tuhan,
serta realitas yang lebih luas yang memberikan
alam, masyarakat termasuk menemukan
kekuatan dan kemampuan pada individu untuk
kedamaian pikiran dan hati (kalbu), spiritulitas
menjadi transenden (Nelson (2009).
dapat memberikan semangat (spirit), kebebasan
dari belenggu keterpurukan dan spiritulitas turut Dalam istilah kontemporer dan literatur
memberikan jalan kearah transformasi diri yang ilmiah, spiritualitas memiliki sejumlah makna
lebih bermakna.
kenyataan bahwa spiritualitas adalah istilah yang
Hal ini menunjukkan bahwa praktek agama
memiliki makna yang luas, meliputi beberapa
dan spritualitas memiliki relevansi dengan
domain makna yang mungkin berbeda antara
tugas-tugas dan praktek pekerjaan sosial. Oleh
kelompok-kelompok budaya, kebangsaan dan
karena itu, pendekatan spiritualitas adalah salah
berbagai agama. Spilika dalam Dale dan Daniel
satu kemahiran (skill) yang sebaiknya dimiliki
(2011) membagi konsep spiritualitas kedalam 3
pekerja sosial dalam memberdayakan klien
bentuk yakni :
secara emosional/psikis dan dalam rangka
membangun kembali spirit (ketergairahan) 1. Bentuk spiritualitas yang berorientasi pada
dalam usaha menumbuhkan kepercayaan diri Tuhan (God-oriented), artinya pemikiran,
klien untuk menjalani kehidupan secara normal. pandangan maupun praktek spiritualitasnya
bersandar pada teologis atau atas wahyu
dari Tuhan. Ini dapat ditemukan pada
hampir semua bentuk praktek agama-agama

Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012 113


yang dilembagakan, seperti Islam, Kristen, lebih luas. Hal ini mengandung makna bahwa
Yahudi, Hindu, Budha dll. spiritualitas memberikan peluang kepada setiap
2. Bentuk spritualitas yang berorientasi pada individu untuk memiliki jalan spiritualitas
dunia/alam (world-oriented), yakni bentuk secara individual ketimbang sekedar mengikut
spiritualitas yang didasarkan pada harmoni pada agama mayoritas yang berlaku pada
manusia dengan ekologi dan alam. Mungkin sebuah komunitas yang lebih besar, mengingat
The secret, bahwa karakter atau tipologi masyarakat barat
yang banyak sekali menyinggung perihal yang cenderung individualistik ketimbang
harmoni alam dengan pikiran manusia, kolektvistik Nelson (2009)
bahwa alam adalah medan magnet yang akan
merespon segala pikiran manusia, karena Dowling dan kawan-kawan (2004)
itulah manusia diwajibkan untuk senantiasa dalam Nelson (2009) telah menemukan
mengembangkan pemikiran positif agar bahwa agama dan spiritualitas memiliki efek
alam semesta memberikan umpan-balik independen pada perkembangannya yang pesat,
yang positif juga menuju kehidupan yang meskipun spiritualitas juga memiliki efek pada
maslahat secara batiniah. religiusitas. Mereka menemukan spiritualitas
3. Dan yang ketiga adalah spiritualistik- yang melibatkan orientasi untuk membantu
humanistik. Yang mendasarkan bentuk orang lain dan melakukan pekerjaan yang baik,
spiritualnya pada optimalisasi potensi serta berpartisipasi dalam kegiatan berdasarkan
kebaikan dan kreativitas manusia pada minat pribadi (self-interest). Ini kontras dengan
puncak pencapain termasuk dalam hal ini religiusitas, yang melibatkan hal yang berkaitan
pencapaian prestasi. dengan keyakinan dan pengaruh institusional.
Sejumlah cendikiawan melihat spiritualitas Beberapa penelitian dengan orang dewasa juga
dan agama sebagai konsep yang berbeda. menunjukkan bahwa agama dan spiritualitas
Sinnott (2001) dalam (Nelson (2009) misalnya, dapat dipisahkan. Perkembangan agama dan
menganggap spiritualitas melibatkan hubungan spiritulitas pada individu dapat berubah secara
seseorang dengan yang sesuatu yang suci, sakral, berbeda selama proses penuaan. Rata-rata
besar atau agung, sebagai hal yang berbeda dari kelompok religi (agama) tetap cukup stabil
religy (agama) yang melibatkan kepatuhan di seluruh rentang kehidupannya ketimbang
terhadap keyakinan dan praktek-praktek (ritual) kelompok spiritualitas. Sementara peningkatan
tertentu, meskipun ia juga mengakui bahwa spiritualitas terjadi terutama sekali setelah usia
keduanya kadang-kadang sulit untuk dipisahkan 60 tahun, artinya pada rentang usia tersebut
dan sering tidak dapat dibedakan dalam teori seseorang semakin menunjukkan adanya
dan penelitian. kebutuhan spiritual yang meningkat dan
mengaplikasikan dalam pikiran dan perilakunya.
Akan tetapi memisahkan keduanya antara
Individu yang spiritual tetapi tidak religius
spiritualitas dan religi memiliki keuntungan,
juga bisa berbeda dalam keyakinan, misalnya,
hal ini dapat memberikan pengakuan terhadap
mereka memiliki tingkat yang lebih tinggi dari
berbagai aliran spiritualitas diluar tradisi
nihilisme yakni keyakinan bahwa kehidupan
agama dan masyarakat yang sudah ada dan
tidak memiliki tujuan (Nelson (2009).
terlembagakan secara formal. Pada kenyataanya,
spiritualitas cocok dengan kerangka pikir
dan budaya orang barat yang berfokus pada
individu dan pengalaman mereka daripada
kebutuhan dan pengalaman komunitas yang

114 Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012


Tabel 1.
Tipologi Karakterisitik Manusia berdasarkan keyakinan Agama dan Spiritual
Religiusitas/keberagamaan
Tinggi Rendah
Keterikatan, Partisipasi Ketidakterikatan, Ketidakterlibatan
(%) (%)
Spiritualitas
Tinggi Traditional Integrated (59 - 74%) Spiritual Seeker Individualistic (14 - 20%)
Rendah Cultural Dogmatic (4 - 15%) Uninterested or Antagonistic (3 - 12%)

Sumber : Nelson (2009)

Dari tabel 1 manusia dapat dibedakan tahap perkembangan spiritual berdasarkan


kedalam 4 karakter berdasarkan tipologi tingkat rentang kehidupan. James Fowler dalam
agama dan spiritualnya, yakni : Dacey dan Travers (2004) megajukan sebuah
teori mengenai perkembangan akan keyakinan
1. Traditional integrated, yakni ditandai
dengan tingginya rasa keberagamaan dan spiritual manusia yang terdiri atas 7 tahap,
juga spiritual. Tingkat keterikatan dan yakni:
partisipasinya dalam kegiatan keagamaan 1. Primal or Undifferentiated faith (0 sampai 2
adalah 59-74% . tahun).
2. Spiritual Seeker Individualistic, yakni Semua orang memulai mengembangkan
ditandai dengan tingginya semangat pandangan akan keyakinan dan dunia dari
spiritulitas tetapi religiusitasnya rendah. menggaruk atau meraba. Bayi akan belajar
Orang ini biasanya sangat bijaksana tetapi apakah lingkungannya dapat dipercayai
kurang atau lemah dalam pelaksanaan atau tidak, apakah mereka dirawat dalam
praktek/ritual keagamaan. kehangatan, keamanan, kenyamanan
3. Cultural Dogmatic, yakni ditandai dengan lingkungan, atau penuh dengan abuse,
tingginya religi dan rendah spiritual, orang penelantaran dan menyakiti. Anak mulai
ini adalah orang yang taat melakukan ibadah mempelajari makna dari hubungannya
ritual tetapi rendah dalam pemaknaan akan dengan lingkungan.
nilai-nilai terdalam dari falsafah makna 2. Intiutive - Projective Faith (2 - 6 tahun).
kehidupan dan transendensi. Anak terus melanjutkan mengembangkan
4. Uninterested or Antagonistic. Sering dianggap kemampuannya memungut makna
sebagai ateis. dari lingkungan. Di sini konsep Tuhan
Penjelasan diatas memberikan kita petunjuk
Pada fase ini manusia hanya fokus pada
dan kata kunci terkait spiritual bahwa spiritual
kualitas secara permukaan saja, seperti apa
terkait dengan pencarian makna, keyakinan
yang digambarkan oleh orang dewasa dan
akan adanya kekuatan yang lebih dahsyat di luar
tergantung pada luasnya fantasi dari manusia
dirinya yang dapat memberikan kemaslahatan itu sendiri.
hidup jika dijadikan sebagai pedoman hidup.
3. Mythical-literal faith (minimal 5 sampai 6
tahun).
Tahap-Tahap Perkembangan Spiritualitas
Pada fase ini anak butuh pembuktian
Untuk dapat menerapkan pendekatan kebenaran sehingga fantasi sudah tidak lagi
spiritual secara tepat dalam praktek pekerjaan menjadi sumber utama dari pengetahuan.
sosial maka ada baiknnya untuk memahami

Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012 115


Pembuktian kebenaran disini bukan berasal Kohlberg. Dicirikan dengan komitmen tanpa
dari pengalaman aktual yang dialami pamrih terhadap keadilan atas nama orang
sendiri, tapi berasal dari sesuatu yang lain. Pada tahap ini mencerminkan sebuah
dianggap lebih ahli atau orang yang lebih kedalaman spiritual yang berkaitan perhatian
dewasa, seperti guru, orang tua, buku, dan sangat spiritual untuk kebaikan yang lebih
tradisi. Kepercayaan di fase ini mengarah besar, manfaat dari massa atas diri sendiri.
pada sesuatu yang konkrit dan tergantung Komitmen untuk mengabdikan kehidupan
dari kredibilitas orang yang menyampaikan untuk kebaikan pada jalan Tuhan atau
informasi terkait sebuah keyakinan. kemanusiaan sekalipun harus mengorbankan
4. Poetic-conventional faith (minimal 12 kesenangan dan kesejahteraan pribadi.
sampai 13 tahun). James Fowler juga mengemukakan bahwa
Pada fase ini individu mulai percaya pada antara kebutuhan kognitif dan emosional tidak
penilaian mereka sendiri, mulai mempelajari dapat dipisahkan dalam perkembangan spiritual.
fakta sebagai sumber informasi meskipun Spritual tidak dapat berkembang lebih cepat
demikian mereka belum sepenuhnya dari kemampuan intelektual dan tergantung
percaya terhadap penilaian mereka tersebut. pada perkembangan kepribadian. Jadi teori
Kepercayaan masih tergantung pada perkembangan spiritual Fowler meliputi
konsensus dari opini orang lain yakni orang ketidaksadaran, kebutuhan, kemampuan
yang lebih ahli.
seseorang, dan perkembangan kognitif.
5. (minimal 18
sampai 19 tahun).
Spiritualitas Sebagai Sumber Kekuatan
Pada fase yang ketiga remaja tidak
Mengapa spiritual menjadi penting
dapat menemukan area pengalaman baru
bagi praktek pekerjaan sosial. Sebagaimana
karena tergantung pada orang lain di
kelompoknya yang belum tentu dapat dijelaskan diawal bahwa spiritualitas dapat
menyelesaikan masalah. Individu di fase menjadi jalan dalam upaya memberdayakan
ini mulai mengambil tanggungjawab atas klien terutama secara sosial dan emosional,
kepercayaannya, perilaku, komitmen, dan berikut ini beberapa fakta yang membuktikan
gaya hidupnya. Tapi individu pada tahap ini bagaimana spiritualitas berguna bagi individu
atau keluarga.
diteladani.
Spiritulitas memberikan penyembuhan
6. Paradoxical-consolidation faith (minimal terhadap pemulihan korban kekerasan dan
30 tahun). pelecehan seksual, hal ini disebabkan korban
Pada fase ini individu mulai bisa memahami tersebut mendapatkan dukungan sosial dari
dan mengintegrasikan elemen spiritual lembaga agama dimana dia tergabung, kedua
seperti simbolisasi, ritual, dan kepercayaan. agama menawarkan iman kepada Tuhan
Individu di fase ini juga menganggap bahwa
yang mempertegas makna dan tujuan hidup
semua orang termasuk dalam kelompok yang
mereka. Ketiga, spiritualitas membantu mereka
universal dan memiliki rasa kekeluargaan
untuk bisa bertahan dari masa-masa sulit dan
terhadap semua orang.
meyakini bahwa Allah akan membantu untuk
7. Universalizing faith
memperbaiki keadaan. Keempat, spiritualitas /
Terjadi pada usia minimal 40 tahun. Fowler religiusitas dapat memberikan wawasan yang
menganggap bahwa sangat sedikit orang bernilai meskipun mereka mengalami kesulitan
yang mampu mencapai fase ini, sama seperti
(Dale & Daniel, 2011).
fase terakhir dari perkembangan moral

116 Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012


Nelson (2009) dalam kajiannya telah
mencatat beberapa aspek positif dari spirtualitas/ terjadinya rekonsiliasi atau rujuk kembali.

agama telah berperan dalam melindungi individu Penerapan Spiritualitas Dalam Praktek
melawan penyakit dan meningkatkan derajat Pekerjaan Sosial
kesehatan. Frekuensi seseorang menghadiri acara Fakta diatas sudah lebih dari cukup
ritual keagaman ditempat ibadah memberikan untuk membuktikan bahwa jalan spiritual dan
kontribusi terhadap rata-rata peningkatan usia religiuitas memberikan jalan pada pencapaian
harapan hidup sampai dengan 7 tahun serta kesejahteraan secara batiniah (subjective well-
menurunkan tingkat kematin sebesar 25 %. being) maupun keberdayaan secara emosional
Agama juga terkait dengan rendahnya tingkat dalam menghadapi perjalanan kehidupan.
Makna terpenting bahwa potensi ini mesti
dan juga beberapa masalah kronis lainnya. dipaham dengan baik oleh pekerja sosial. Untuk
Ada bukti yang dapat dipertimbangkan bahwa
religiusitas / spiritualitas dapat melindungi dalam praktek yang dijalankannya terutama
dari penyakit cardiovascular, ini kemungkinan yang terkait dengan isu spiritualitas atau
karena dapat menurunkan tensi tekanan darah religiusitas (Fahrudin,2005).
dan hipertensi. Agama memberikan kontribusi
terhadap kedamaian pikiran dan terbebas
dari ketidakpastian akan tujuan hidup. Pada pertama selalu melihat peluang ini secara
penelitian lain ditemukan bahwa orang dengan cermat, agar dapat menfasilitasi klien dalam
tingkat religiusitas yang lebih tinggi memiliki mencapai kebutuhan spiritualitasnya. Metode
sedikit komplikasi dan menginap di rumah spiritual dilakukan melalui penggalian makna
sakit untuk perawatan dalam waktu yang lebih dan nilai-nilai yang dapat membantu klien
pendek. Selain itu para lansia yang lebih religius mencari alternatif guna keluar dari krisis sesuai
ditemukan memiliki status kesehatan yang lebih keyakinan spiritualnya. Dalam hal pekerja
baik, seperti lebih rendah pada kemungkian sosial menyadari diri tidak memiliki kompetensi
serangan strok, masalah paru-paru, serta dalam memberikan layanan kepada klien terkait
penurunan kemampuan kognitif. dengan kebutuhan spiritual, maka pekerja sosial
dapat merujuk klien kepada orang yang dianggap
Ungureanu dan Sandberg (2010) arif tentang agama dan spiritual. Penerapan
berdasarkan literatur review menemukan nilai-nilai spiritual dalam proses pertolongan
beberapa aspek spiritualitas dan religiusitas harus berpegang pada komitmen bahwa semua
sebagai copying strategy pada pasangan dalam itu adalah demi kesejahteraan dan peyembuhan
menghadapi kehidupan perkawinan. Bahwa klien (Northcut, 2000). Peran pekerja sosial yang
spiritualitas dan agama memberikan efek menghubungkan klien dengan pemuka agama
positif pada pasangan dengan keyakinan agama tentu saja bagian dari proses penyembuhan klien,
yang kuat, seperti kelanggengan kehidupan dan bagian dari rangkain proses layanan, bukan
perkawinan, membantu dalam pengambilan berarti pekerja sosial lepas tangan. Sebelum
dirujuk pekerja sosial harus memastikan bahwa
dengan dukungan spiritual memiliki kemampuan tokoh agama yang menjadi rujukan betul-betul
yang lebih baik dalam mengatasi peristiwa- kompeten membantu klien. Sebelumnya pekerja
peristiwa kehidupan yang penuh dengan stress. sosial telah melakukan asesmen masalah dan
Agama juga dapat mencegah efek-efek buruk kebutuhan termasuk potensi dan kekuatan yang

Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012 117


bersumber dari keyakinan spiritulitas klien untuk KESIMPULAN
menjadi rekomendasi terhadap tokoh agama,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
sehingga terbangun sebuah kesepahaman antara
manusia memiliki kebutuhan spiritualistik yang
pekerja sosial, tokoh agama dan klien (Zarina,
seharusnya menjadi perhatian pekerja sosial
2010) .
dalam prakteknya, untuk mendukung hal tersebut
Makna kedua dari sensitivitas spiritual, maka persoalan spiritual sebaiknya menjadi
bahwa pekerja sosial tentu saja tidak boleh kajian intens dan perlu dibuat training-traning
diskriminatif berdasarkan agama, tidak boleh pendekatan spiritual dalam praktek pekerjaan
mendiskreditkan keyakinan agama, memahami sosial. Metode spiritual tentu saja diterapkan oleh
keyakinan agama klien sebagai jalan untuk pekerja sosial guna merespon kebutuhan klien
memberdayakan klien. Pekerja sosial perlu untuk mengingat pekerja sosial sebagai profesi dengan
berlatih menjalankan praktek yang berorientasi layanan psiko-sosial sebagai layanan utamanya
secara religius dengan klien, sebab ada banyak (core-servis). Menerapkan nilai-nilai spiritual
isu-isu sosial yang terkait dengan dimensi agama, dapat membantu klien dalam menemukan
seperti : Pengguguran (abortion), penggunaan makna dan tujuan hidup serta mencapai kondisi
kontrasepsi, penerimaan gay dan lesbian, hidup yang transenden. Sensitivitas spiritual
cloning, teknologi reproduksi, peranan wanita, diterapkan untuk mendukung klien yang
bantuan untuk bunuh diri dan sebagainya.
Pekerja sosial perlu memberikan apresiasi dan mereka mengenai tujuan hidup, minat-minat
penghormatan terhadap keyakinan yang dianut utama, serta sifat-sifat dari realitas. Ketika
oleh klien yang kemungkinan berbeda dengan klien memilih sebuah tatacara religi maupun
keyakinan pekerja sosial (Zastrow & Ashman, non-religi sebagai kebutuhan spiritualnya,
2001). maka pekerja sosial perlu menghargainya
sebagai sebuah pendekatan untuk membantu.
Pekerja sosial dapat menggali nilai-
Sebagai strategi untuk membantu, maka perlu
nilai spiritual yang diyakini oleh klien yang
dipertimbangkan manfaat dan bahayanya. Jika
bertujuan memberdayakannya secara emosional
memang bermanfaat maka perlu didukung dan
dan penguatan pilihan positif dalam usaha
difasilitasi, akan tetapi jika jusrtu merusak atau
perubahan. Pada praktek klinis, menfasilitasi
berbahaya maka pekerja sosial perlu meluruskan
klien dalam pembentukan makna (meaning-
klien dengan cara yang sesuai dengan etika
making) dapat menjadi efektif dalam proses
pekerjaan sosial dan kemanusiaan.
pertolongan (Northcut, 2000, Leung, Chan, Siu-
man & Lee, 2009). Prinsip seperti menghargai
kebutuhan spiritual klien, memberikan dukungan ***
sepatutnya, bukan menjadi moralisitik yang
menghakimi klien, menjadi pemangkin kepada
perubahan yang positif harus diperhatikan oleh
pekerja sosial dan hal ini juga harus dijelaskan
dan disampaikan kepada tokoh agama yang
dijadikan rujukan (Khan 1958).

118 Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012


DAFTAR PUSTAKA Khan, M. (1958) Some Observation on the Role
of Religion in Ilness. Sosial Work Journal,
Culliford, L. (2002) Spiritual Care and
83-89.
Psychiatric Treatment: Issues in Practice.
International Sosial Work Journal, 48 (6), Leung, P.P., Lai-wan C., Siu-Man. Ng., &
732 - 241. Lee, M-Y. (2009). Towards Body-Mind-
Spirit Integration: East Meets West in
Canda, E.R. & Furman, L.D. (2010) Spiritual
Clinical Sosial Work Practice. Clinical
Diversity In Sosial Work Practice: The
Sosial Work Journal (2009) 37:303-311.
Heart of Helping (2nd edition). New York:
Published online: 3 March 2009 _ Springer
Oxford University Press.
Science+Business Media, LLC 2009.
Dacey, J.S. & Travers, J.F. (2004). Human
Nelson, J.M. (2009) Psychology, Religion and
Development: Across The Lifespan. New
Spirituality. New York: Springer Science
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Business Media.
Dale & Daniel, J.H. (2011) Spirituality/Religion
Northcut, T.B. (2000) Constructing A Place For
as a Healing Pathway for Survivors of
Religion And Spirituality In Psychodynamic
Sexual Violence. In book : Surviving
Practice. Clinical Sosial Work Journal.
Sexual Violence a guide to recovery and
Vol. 28, No. 2, Summer 2000.
empowerment (edited by Thema Bryant-
Rapp, M. A. (2010). The Practioner’s Attitude
Publishers.. toward Religion and Spirituality in
Sosial Work Practice. Journal Learning
Fahrudin, A. (2005) Spritualitas dan Agama
Disabilities, 34 (1) 66-78.
Dalam Praktek Pekerjaan Sosial: Sebuah
Konsepsi. Makalah disajikan dalam Seligman, M. E. P. (2005) Authentic Happines:
Diskusi Buku Spirituality within Religious Menciptakan Kebahagiaan dengan
Traditions in Sosial Work Practice, anjuran Psikologi Positif (terjemahan). Bandung:
Instalasi Pendidikan Agama, Sekolah Mizan Pustaka.
Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS)
Wesley, C. Tunney, K. & Duncan, E. (2004)
Bandung, 5 Desember 2005. Diakses
Educational Need of Hospice Sosial
Workers: Spiritual Assesment and
com/2009/12/spritualitas-dalam-
Interventions with Diverse Populations.
pekerjaan-sosial.pdf diakses pada tanggal
American Journal of Hospice and Palliative
12 Maret 2012.
care, 21 (1), 40-46.
Ileana, U. & Sandberg, J.G. (2010). “Broken
Zastrow, C. & Kirst-Ashman, K.K. (2001)
Together” : Spirituality and Religion as
Understanding Human Behavior and the
Coping Strategies for Couples Dealing with
Sosial Environment. Australia: Brooks/
the Death of a Child : A Literature Review
Cole.
with Clinical Implications. Contemp Farm
Ther (2010) 32;302-319 Published online: Zarina, M.S. (2010) Pengaruh Kecerdasan
5 Juni 2010. Springer Science+Business emosi dan Kecerdasan Spiritual ke atas
Media, LLC 2010. Kesihatan Warga Emas di Perlis, Malaysia.
Ph.D Tesis. Tidak dipublikasikan. Pulau
Penang: Universiti Sains Malaysia.

Informasi, Vol. 17, No. 02 Tahun 2012 119

Anda mungkin juga menyukai