Anda di halaman 1dari 17

Fenomena dalam Film

Kajian Komunikasi Globalisasi dalam


Mulan (2020), Emily in Paris (2020), Java Heat (2013)

Disusun Oleh:

Yohanes Maharso Joharsoyo                    190907136


Samuel Ivan Pangdefan                         190907137
Calvin Stefanus                        190907141
 

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2020 
A. Disney dan Film Mulan (2020)

         Film Mulan merupakan adaptasi kisah legenda China. Tokoh utama yang bernama Hua
Mulan merupakan pejuang perempuan legendaris yang menjadi panutan heroik bagi bangsa Hun.
Film Mulan yang diproduksi oleh studio produksi Walt Disney Pictures, akan ditampilkan dalam
versi Live Action yang rilis Maret 2020. Film Mulan berada dalam arahan sutradara Niki Caro,
dengan Chris Bender, Jason Reed, dan Jake Weiner sebagai produser. Sebelum dibuat film versi
live-action tahun 2020, kisah Mulan terlebih dahulu hadir tahun 1998 dalam bentuk animasi.
Secara umum, Film Mulan bercerita tentang Kekaisaran China yang sedang diserang oleh
Bangsa Hun dari utara. Kemudian Kaisar mengharuskan setiap keluarga menurunkan satu pria
guna mengikuti wajib militer. Keluarga Mulan tidak memiliki pria lain selain ayah Mulan. Untuk
menggantikan ayahnya yang sudah tua, Mulan kabur dari rumah. Dia membawa peralatan dan
pakaian perang milik ayahnya. Mulan berpakaian mirip laki-laki agar bisa masuk ke dalam barak
pelatihan para prajurit kekaisaran China.

Analisis Film Mulan berdasarkan Kajian Komunikasi Globalisasi

1. Electronic Colonialism Theory and World System Theory

         Film Mulan diproduksi oleh Disney, salah satu media global terbesar yang berasal dari
Amerika Serikat. Jika dilihat dari perspektif world system theory, Amerika termasuk dalam core
nation atau negara inti. World system theory melihat bagaimana pengaruh negara inti kepada
negara periferi. Teori ini lebih melihat dari sudut pandang ekonomi, bagaimana negara inti
berusaha untuk menguasai dan mendominasi negara periferi dari segi ekonomi. Saat ini, Disney
telah menyebar di banyak negara dengan pengaruh yang sangat besar. Banyak orang termasuk
penduduk Indonesia sudah ‘jatuh hati’ dengan Disney. Melalui film-film yang diproduksi,
Disney meraup keuntungan yang sangat banyak. Tentu keuntungan ini dapat semakin banyak
dengan meningkatnya fanatisme penonton Disney. Dari segi ekonomi, ternyata Disney tidak
hanya berusaha mendominasi melalui film. Disney berusaha membuat berbagai merchandise
yang menyerupai tokoh-tokoh dalam film Disney. Disney juga membuat taman-taman hiburan
yang dapat digunakan pengunjung untuk merasakan suasana film Disney secara langsung.
Berbagai upaya yang dilakukan Disney ini, membuat negara periferi cenderung akan bergantung
(konsumerisme) dan ketergantungan ini tentu akan sangat menguntungkan core nation.

2
         Film Mulan merupakan adaptasi dari kisah legenda China. Banyak pengamat yang
berspekulasi mengenai film ini terutama kaitannya antara hubungan Amerika Serikat dengan
China. Mengingat, saat ini hubungan Amerika Serikat dan China cukup memanas, apalagi saat
kepimpinan Donald Trump. Terjadi perang dagang yang cukung sengit antara Amerika Serikat
dan China.  Pengamat berspekulasi bahwa film ini diproduksi untuk menunjukkan dominasi
Amerika Serikat terhadap China. Amerika Serikat secara implisit ingin menunjukkan kepada
dunia kekuatan yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Selain itu, film ini merupakan berntuk nyata
usaha Amerika Serikat untuk memasuki pasar China yang sangat sulit dimasuki karena
ketegangan politik di antara keduanya. China yang menjadi pasar film terbesar kedua di dunia
memiliki peran penting bagi bisnis Amerika Serikat.

         Jika dilihat dari perspektif electronic colonialism theory, film-film Disney berusaha
untuk melakukan dominasi dengan memberikan pengaruh melalui budaya, khususnya secara
elektronik. Perspektif ini melihat bagaimana Disney sebagai media yang besar berusaha
mempengaruhi persepsi dan nilai-nilai melalui pendekatan budaya. Budaya barat, khususnya
budaya Amerika berusaha disampaikan oleh Disney melalui film-filmnya. Salah satu budaya
yang dapat sering kita temui dalam film-film Disney adalah budaya liberalisme. Dimana Disney
mempengaruhi penontonnya untuk bebas bermimpi tentang sesuatu, bebas melakukan sesuatu
dan mendapatkan sesuatu.

         Film Mulan sebenarnya bukan film produksi Disney yang pertama kali mengangkat
karakter perempuan karakter utama. Beberapa karakter perempuan yang pernah ditampilkan
Disney yaitu Jasmine, Merida dalam Film Brave, Rapunzel dalam Film Tangled, Elza dalam
Film Frozen, dan Moana dalam Film Moana. Karakter perempuan banyak diangkat oleh Disney
bukan tanpa alasan. Jika kita mencermati polanya, perempuan yang banyak diangkat Disney
seringkali merupakan perempuan yang memiliki kekuatan dan menjadi pahlawan bagi dirinya
sendiri atau bagi kelompoknya. Gambaran perempuan ini tentu berbeda dengan persepsi
masyarakat khususnya patriarki dimana perempuan dianggap lebih lemah dari laki-laki.

Disney ingin menunjukkan mengenai nilai liberalisme dimana perempuan bebas mewujudkan
impiannya dan menentukan sendiri pilihan-pilihan hidupnya. Bahkan, perempuan ditampilkan
dengan sangat heroik. Perempuan ditampilkan sebagai seorang pahlawan yang dapat

3
menyelamatkan kelompok atau bangsanya. Kita dapat melihatnya dalam Film Mulan. Mulan
digambarkan sebagai perempuan yang menyelamatnya bangsanya. Cara Disney menampilkan
karakter perempuan dalam filmnya, merupakan strategi untuk membentuk budaya global dengan
pengaruh budaya Amerika. Hal ini tentu akan sangat mengancam bagi budaya lokal yang masih
menganut budaya patriarki.

         Selain itu, dalam Film Mulan juga terdapat beberapa budaya Amerika yang berusaha
untuk diselipkan. Hal ini tentu membuat budaya China yang semestinya lebih kuat ditampilkan
dalam film, malah kurang tampak dan bahkan digantikan oleh  budaya Amerika. Banyak pihak
menganggap unsur-unsur dan budaya China dalam cerita Mulan yang asli banyak dihilangkan
dan diubah. Misalnya saja mengenai konsep ‘chi’. Dalam Film Mulan, Mulan digambarkan
memenangkan pertarungan karena memiliki ‘chi’. Chi dalam film digambarkan seperti the force.
Khas budaya film Amerika yang sering menggunakan konsep the chosen one atau the one.
Padahal, semestinya keistimewaan tokoh Mulan bukan pertama-tama karena chi yang dimiliki,
namun karena ia adalah seorang perempuan yang mampu memimpin pasukan tentara Tionghoa.

         Selain itu, masih terkait dengan electronic colonialism theory, Film Disney ini akan
tayang di Disney+ Hotstar Indonesia mulai 4 Desember 2020. Langkah ini diambil Disney
karena pengaruh pandemic Covid-19.Hal yang menarik, Film Mulan ini tidak hanya akan
menampilkan live action Liu Yifei hingga Gong Li saja. Film Mulan di Disney+ Hotstar juga
akan diramikan oleh artis-artis ternama Indonesia. Yuki Kato, Luna Maya, dan Dion Wiyoko
akan menyumbangkan suara untuk karakter-karakter utama Film Mulan dalam bahasa Indonesia.
Artinya, penonton Indonesia diberikan kesempatan untuk menonton film Mulan dalam versi
dubbing bahasa Indonesia. Selain itu, soundtrack lagu Mulan juga akan diberikan sentuhan lokal
dengan dinyanyikan oleh penyanyi Indonesia.

         Strategi yang dilakukan Disney ini merupakan contoh nyata dari electronic colonialism
theory. Disney berusaha memberikan pengaruh berupa nilai-nilai dan budaya Amerika melalui
‘tameng’ budaya lokal. Melalui platform elektronik barunya yaitu Disney+ Hotstar, Disney
berusaha untuk memberikan pengaruhnya kepada masyarakat Indonesia. Tentu saja, strategi ini
dilakukan untuk meningkatkan antusiasme penonton Indonesia menonton Film Mulan di tengah
pandemic covid-19.  

4
                                                 

2. Imperialisme Budaya

         Film merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menyebarkan suatu budaya
tertentu dari satu negara ke negara lainnya. Penyebaran yang mengarah pada penguasaan
terhadap suatu budaya tertentu dapat disebut sebagai imperialisme budaya. Disney yang telah
lama menjadi media global secara implisit melakukan imperialisme budaya. Saat ini, Disney
menjadi sangat populer. Setiap filmnya selalu dinantikan oleh para penggemarnya yang tidak
hanya terbatas pada anak-anak saja melainkan semua umur. Karakter yang dimunculkan selalu
membuat penonton jatuh cinta. Bahkan, penonton seringkali memposisikan diri sebagai tokoh di
dalam film tersebut. Secara tidak langsung, penonton tergerak untuk menjadi seperti tokoh yang
digambarkan dalam film. Hal ini semakin menunjukkan kemampuan Disney untuk memengaruhi
perilaku sosial masyarakat, tentang bagaimana cara memandang kehidupan mereka, membangun
mimpi dalam hidup mereka bahkan bagaimana mereka menggunakan pakaian yang sama dengan
apa yang ditampilkan oleh Disney

         Film Mulan diangkat dari sebuah legenda China. Film Mulan sebenarnya bukan film
pertama yang menunjukkan adaptasi budaya lokal oleh Disney. Disney banyak mengadaptasi
budaya lokal seperti dalam Film Aladdin, dan Film Moana. Pilihan Disney untuk mengadaptasi
budaya lokal sebenarnya strategi untuk memperluas pasar sekaligus membuat film-film Disney
menjadi lebih diterima oleh masyarakat. Strategi Disney memang terbukti cukup jitu. Saat ini,
semakin banyak jumlah penonton film-film Disney. Melalui film Mulan saja, Disney disambut
cukup baik di China, meskipun tidak semua kalangan karena memang ada beberapa pihak yang
melakukan penolakan. Pasar China yang cukup sulit untuk dimasuki, cukup bisa dimasuki oleh
Disney melalui film Mulan.

Sayangnya strategi ini bukan hanya sebatas untuk memperluas pasar saja, Disney juga secara
implisit berusaha untuk menyebarkan nilai-nilai dan budaya Amerika. Disney menggunakan
budaya lokal untuk menjadi ‘tameng’ atau alat untuk memperlancar imperialisme budaya yang
berusaha dilakukan oleh Disney. Memang, melalui pemilihan aktor, setting lokasi, dan alur
cerita, Disney sudah berusaha menghadirkan unsur budaya China dalam Film Mulan. Meskipun

5
muncul beragam protes dari masyarakat China karena pemilihan setting lokasi yang tidak sesuai,
alur cerita yang banyak berubah, dan lain sebagainya.

         Imperialisme budaya yang berusaha dilakukan Disney sangat tampak dalam penggunaan
bahasa Inggris dalam Film Mulan. Tentu hal ini merupakan salah satu hal yang kurang pas
mengingat cerita Mulan berasal dari China. Selain itu, sebagian besar bahkan semua pemain
dalam film Mulan ini merupakan orang Asia. Semestinya, Disney menggunakan bahasa
mandarin dalam filmnya. Akan tetapi, rupanya Disney menggunakan bahasa Inggris dalam film
Mulan. Bahkan, bahasa mandarin hanya beberapa kali dimunculkan, dan itu pun sangat jauh
jumlahnya jika dibandingkan dengan penggunaan bahasa Inggris yang digunakan dari awal
sampai akhir film. Bahasa Mandarin hanya digunakan untuk menunjukkan nama, tempat, atau
jabatan tertentu.

         Penggunaan bahasa Inggris dalam Film Mulan tentu tidak dapat dilepaskan dari
imperialisme budaya yang berusaha dilakukan oleh Disney. Bahasa tidak hanya sebatas kata-kata
atau simbol yang digunakan dalam berkomunikasi. Bahasa memuat ideologi budaya didalamnya.
Secara impilisit, Disney ingin menunjukkan bagaimana budaya Amerika yang tampak dalam
penggunaan bahasa Inggris memengaruhi negara China. Ideologi budaya yang ada di dalam
bahasa secara tidak langsung memunculkan intepretasi penonton bahwa budaya Amerika telah
mendominasi budaya lokal yaitu budaya China. Dari Film Mulan ini, kita dapat memahami
bahwa budaya lokal digunakan Disney sebagai alat untuk melancarkan pengaruhnya dan
menyebarkan nilai-nilai budaya Amerika. Alih-alih mempromosikan dan mengenalkan nilai-nilai
budaya lokal kepada dunia, Disney sebenarnya melakukan imperialisme budaya. Kemasannya
memang budaya lokal, tetapi pada dasarnya apa yang kita konsumsi tidak dapat dilepaskan dari
nilai-nilai dan budaya Amerika.

3. Cultural Defend  dan Contra Flow

         Cultural defend merupakan upaya untuk mempertahankan budaya asli yang telah ada.
Cultural defend muncul karena adanya budaya-budaya dari luar khususnya negara dominan yang
mengancam budaya lokal. Cultural defend cenderung hanya bertahan untuk mempertahankan
budayanya tanpa melakukan ‘serangan balik’. Dalam Film Mulan, sebenarnya tidak tampak
secara langsung unsur Cultural defend ini. Namun, bila dilihat dari alur ceritanya dan sedikit

6
dikaitkan dengan budaya dominan, kita dapat melihatnya melalui sikap Bapak Mulan dan
keluarganya yang berusaha mempertahankan budaya lokalnya dimana seorang anak perempuan
tidak boleh menjadi prajurit dan berperang. Perempuan hanya boleh mengerjakan pekerjaan
rumah dan melayani suami. Bapak Mulan berusaha mempertahankan budaya tersebut dengan
beberapa kali menyampaikan kepada Mulan ‘Kau harus tahu kedudukanmu!’ Bapak Mulan
sebenarnya berusaha mempertahankan budaya tersebut karena Mulan menunjukkan
kecenderungan yang tidak sesuai dengan budayanya, dimana ia tumbuh menjadi perempuan yang
mahir bela diri dan sangat pemberani. Jika dikaitkan dengan budaya Amerika, Mulan
menunjukkan diri sebagai perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki. Sikap
bertahan yang dilakukan Bapak Mulan inilah yang bisa menjadi analogi sederhana dari Cultural
defend.

         Sedangkan, contra-flow merupakan upaya membalikkan arus pergerakan budaya yang
dominan dengan menggunakan media sebagai perantaranya. Perbedaan dengan Cultural defend,
contra flow melakukan serangan balik, sedangkan cultural defend hanya bertahan saja. Contra-
flow ditunjukkan dalam alur cerita Film Mulan. Namun, contra-flow ditunjukkan oleh
masyarakat China saat Film Mulan ini dirilis di China. Beberapa pihak merasa tidak puas dan
kecewa dengan Film Mulan yang diproduksi oleh Disney. Sebagai bentuk serangan balik,
Variety, rumah produksi asal Tiongkok membuat sebuah film animasi Mulan dengan judul Kung
Fu Mulan yang akan tayang di bioskop Tiongkok. Film ini diklaim akan menghadirkan kisah asli
yang sesuai dengna budaya lokal masyarakat Tiongkok. Sikap Variety yang menghadirkan film
Kung Fu Mulan merupakan bentuk contra-flow. Pihak tersebut berusaha membalikkan arus
pergerakkan budaya yang dominan, yang direpresentasikan oleh Disney, dengan menggunakan
media sebagai perantaranya. Media yang dimaksud adalah film.

B. Emily In Paris (2020)

Emily in Paris merupakan seri film yang dibuat oleh Darren Star dan telah tayang di
Netflix sejak 2 Oktober 2020. Sedikit gambaran, seri film ini menceritakan tentang seorang gadis
asal Chicago, Amerika Serikat bernama Emily yang bekerja pada firma periklanan di Chicago.
Singkat cerita, perusahaan tempat Emily bekerja telah membeli perusahaan firma periklanan di
Paris, Perancis. Dikarenakan pemilik perusahaan sedang hamil, maka pemimpin perusahaan

7
menugaskan Emily di perusahaan firma periklanan di Paris yang baru saja menjadi milik
perusahan ini. Emily ditugaskan untuk meninjau kinerja perusahaan di Paris dan juga membawa
sudut pandang Amerika untuk kantor di Paris. Perjalanannya dimulai dan lika-liku pekerjaan
dengan dua budaya yang berbeda menjadi hal yang sangat menarik di seri film ini.

Titik perhatian kelompok kami pada analisis kali ini adalah mengenai bagaimana seri
film Emily in Paris menyiratkan unsur budaya, teknologi (internet), dan juga agensi periklanan
seperti yang sudah kita pelajari di beberapa pertemuan pada mata kuliah ini. Untuk lebih
jelasnya, mari kita analisis seri film Emily in Paris dengan membaginya ke dalam beberapa poin.
Ada empat poin yang akan dibahas pada analisis kali ini, yaitu Imperialisme Budaya, Cultural
Defend and Contra Flow, Internet, dan Agensi Periklanan.

Analisis Film Emily in Paris berdasarkan Kajian Komunikasi Globalisasi

1.      Imperialisme Budaya

Imperialisme budaya merupakan bentuk penjajahan terhadap suatu kebudayaan yang


dimiliki oleh suatu kelompok atau negara. Pada seri film ini, kita dapat melihat beberapa hal
yang berusaha ditampilkan dan menunjukan adanya imperialism budaya. Kedatangan Emily
untuk membawa “sudut pandang Amerika” sudah sangat jelas mengimplikasikan adanya upaya
untuk menjajah budaya yang sudah ada di Paris. Sekalipun budaya yang diarahkan secara khusus
mengarah kepada budaya bekerja, tetapi hal ini tidak bisa dipisahkan dengan makna budaya
secara keseluruhan. Seri film ini dalam beberapa kesempatan terus menerus menampilkan
seolah-olah budya Amerika yang dibawa oleh Emily lebih baik dibandingkan budaya di Paris
(budaya bekerja). Hal ini didukung oleh alur cerita yang membenarkan setiap keputusan yang
diambil Emily akan selalu berbuah baik dan menguntungkan. Padahal, mungkin tidak semua
keputusan atau budaya yang dimunculkan berlaku sama jika terjadi di dunia nyata.

Sudut pandang Amerika yang berusaha untuk diterapkan untuk firma di Paris tersebut
menyiratkan bahwa pandangan tersebut lebih baik dan sudah seharusnya dijadikan sebagai
panutan mengingat perkembangan teknologi yang semakin canggih. Perlahan, lingkungan kerja
dan para pekerja di firma periklanan di Paris tersebut seakan menyepakati dengan budaya yang
dibawa oleh Emily. Tidak lain adalah karena hadirnya bentuk-bentuk konfirmasi bahwa

8
keputusan atau budaya tersebut terbukti menguntungkan dan benar dalam beberapa atau bahkan
hampir semua kasus yang dihadirkan pada film. Contohnya adalah ketika Emily datang ke kantor
pukul 8 pagi, tetapi ternyata kantor tersebut baru buka pukul 10 pagi. Hal ini menurut Emily
(dari sudut pandang budaya kerja di Amerika) tidak baik. Kesan malas menjadi salah satu
keresahan yang diangkat oleh tokoh Emily dan seolah-olah menganggap orang Paris (pekerja di
kantor tersebut) adalah orang-orang yang malas. Ditunjukannya adegan dan cerita ini
mengesankan bahwa indikasi untuk meyatakan bahwa budaya kerja di Amerika jauh lebih baik
dibandingkan budaya kerja di Paris.

Contoh selanjutnya adalah ketika Emily berkesempatan untuk berpartisipasi membantu


project klien lama dari perusahaan tersebut. Klien tersebut adalah seorang pengusaha parfum
yang seringkali menggunakan konsep-konsep iklan yang bernuansa seksisme dan vulgar untuk
menunjukan pesona wanita dan daya tarik wanita yang ditampilkan seolah-olah hidup dalam
parfum-parfum buatannya. Salah satu adegannya adalah menampilkan wanita telanjang bulat dan
berjalan di antara para pria, kemudian para pria tidak melepaskan pandangannya dari wanita
tersebut. Pengusaha dan tim dari kantor periklanan ini sepakat dengan konsep itu, karena makna
yang ingin dibawa adalah parfum yang diproduksinya seolah-olah akan menjadi seperti wanita
tersebut. Namun, hal ini menjadi sangat tidak sejalan dengan konsep pemikiran Emily yang
membawa budaya Amerika. Emily menganggap bahwa konsep tersebut justru menempatkan
wanita pada posisi “objek” bagi para pria, padahal wanita merupakan subjek yang setara dengan
pria. Hal ini juga justru menjadi seperti “pelecehan” terhadap konsep wanita. Akhirnya,
pemikiran Emily kembali ditunjukan mengalami kemenangan dalam film ini. Terlepas dari mana
pandangan yang baik atau benar, pada analisis kali ini, kami hanya menunjukan bahwa seri film
Emily in Paris telah menunjukan adanya upaya imperialism budaya.

2.      Cultural Defend and Contra Flow

Hal yang tak kalah menarik yang dimunculkan dalam seri film Emily in Paris adalah
mengenai cultural defend dan contra flow yang dikemas dengan begitu cantik. Masih berkaitan
dengan pembahasan mengenai imperialisme budaya di atas, seri film ini menampilkan cultural
defend dan contra flow yang begitu jelas dari sisi budaya secara khusus bahasa. Orang-orang
Paris, terkhusus karyawan di agensi periklanan tempat Emily bekerja sangat menghargai dan

9
mengapresiasi Bahasa Perancis. Hal ini sangat terlihat jelas ketika Emily berusaha
berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris, tetapi seringkali tidak ditanggapi. Hal ini bukan
karena mereka tidak mengerti Bahasa Inggris, tetapi karena mereka ingin ketika berada di
Perancis, gunakanlah Bahasa Perancis. Mereka memahami Bahasa Inggris, tetapi mereka jauh
lebih ingin menggunakan Bahasa Perancis. Mereka berpikir bahwa Bahasa Inggris bukanlah
bahasa superpower sehingga harus digunakan terus-menerus dimanapun dan kapanpun. Mereka
merasa justru dimana kamu berada, gunakanlah bahasa yang berlaku secara dominan di negara
tersebut. Mereka memberikan saran kepada Emily untuk mempelajari Bahasa Perancis dan
menggunakan itu. Hal ini dikarenakan menggunakan Bahasa Perancis di negara Perancis berarti
menghormati negara, budaya, dan orang-orangnya. 

Jika melihat historisnya, hal ini dapat dikaitkan dengan kejadian di masa lampau terkait
dengan kerajaan Perancis yang berhasil menguasai Inggris pada waktu itu. Dilansir dari CNN,
menurut Cactus Language, penaklukan Kerajaan Normandia Perancis ke Inggris Selatan pada
tahun 1066 merupakan latar belakang dari proses cultural defend ini. Setelah menaklukan
Inggris, William the Conqueror memaksakan untuk Bahasa Perancis digunakan di daerah
kekuasaannya di Inggris. Seiring berjalannya waktu, hal ini berjalan diterapkan terutama di
kaum-kaum atas seperti para bangsawan, pengadilan, pemerintahan, hingga kemudian disusul
oleh kaum-kaum bawah. Penggunaan Bahasa Perancis sebagai bahasa resmi di Inggris
berlangsung sekitar tiga abad. Cactus Language mencatat bahwa sekitar 45% Bahasa Inggris
merupakan serapan dari Bahasa Perancis. Setelah era William the Conqueror berakhir, beberapa
wilayah di Perancis berhasil ditaklukan oleh Inggris, tetapi hal ini tidak lantas menjadikan
Bahasa Inggris menjadi bahasa yang digunakan di Perancis, karena Bahasa Perancis dapat
dikatakan sudat terlanjur mengakar dalam linguistik Bahasa Inggris. Hal ini dapat dijadikan
sebuah jawaban atas pertanyaan mengapa masyarakat Perancis seringkali enggan untuk
berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris sekalipun sedang berbicara dengan orang asal
Inggris atau Amerika.

3.      Internet

Penugasan Emily ke kantor agensi periklanan yang baru saja diakuisisi tidak semata-mata
hanya untuk membawa sudut pandang Amerika untuk kantor tersebut. Tetapi secara khusus juga

10
Emily diminta untuk menerapkan dan mengarahkan orientasi kantor agensi periklanan tersebut
untuk melibatkan media sosial dalam proses kerjanya. Seperti kita ketahui bahwa salah satu
produk dari internet yang sangat menguasai dunia teknologi saat ini adalah media sosial. 

Pada beberapa kesempatan, Emily mencoba untuk membuktikan bahwa media sosial
dapat menjadi sangat efektif sebagai media pemasaran khususnya untuk klien-klien yang telah
bekerja sama oleh kantor tersebut. Hal ini dibuktikan melalui akun Instagram pribadi milik
Emily yang berkembang sangat pesat dalam waktu yang singkat dan secara cepat Emily menjadi
seorang Influencer yang cukup berpengaruh dalam media sosial Instagram di Paris. Beberapa
kali Emily mendapatkan kesempatan untuk melakukan endorsement. Hal ini menuntun Emily
untuk membuktikan kepada rekan-rekan di kantornya bahwa media sosial sangat penting pada
era ini dan berdampak begitu luar biasa bagi dunia periklanan.

Kesuksesan Emily menjadi Influencer melalui akun Instagram pribadi miliknya


membuahkan beberapa keuntungan bagi kantor tempat Emily bekerja. Akhirnya, hal ini menjadi
sesuatu yang baik dan diterima oleh pimpinan Emily di tempatnya bekerja. Namun, hal ini
menuai keanehan yang juga disetujui oleh beberapa kritikus. Hal ini adalah proses Emily
menjadi Influencer terkesan terlalu instant dan tidak relevan dengan dunia media sosial saat ini.
Semua yang terjadi di seri film tersebut seakan-akan sangat mudah dan indah. Dengan sangat
mudah Emily mendapatkan akses untuk bertemu dengan orang-orang cukup penting dan
potensial untuk menjadi klien hanya melalui kekuatan Influencernya. Namun, terlepas dari itu
semua, seri film ini ingin menunjukan bahwa kekuatan internet khususnya media sosial ketika
digabungkan dengan urusan agensi periklanan akan membuahkan banyak hal menarik dan
menguntungkan.

4.      Agensi Periklanan

Film seri Emily in Paris menceritakan tentang kehidupan kantor agensi pemasaran yang
memiliki dua budaya yang berbeda. Emily yang berlatar belakang budaya Amerika mencoba
untuk “memasuki” dunia barunya di kantor yang terletak di Paris. Posisi Emily dapat dikatakan
sangat penting, karena Emily memiliki jabatan sebagai seorang Executive Marketing. Peran
penting Emily untuk membawa budaya Amerika bagi kantornya yang berada di Paris ini menjadi
kesulitan dan juga tantangan yang luar biasa bagi Emily. Hal yang menjadi sangat menarik

11
adalah adanya upaya dominasi budaya yang begitu kuat yang ingin ditampilkan melalui film seri
ini.

Dimulai dengan pengakuisisian perusahaan di Paris oleh perusahaan tempat Emily


bekerja yang bermarkas di Chicago. Hingga penggunaan media sosial sebagai media pemasaran
baru bagi dunia. Kantor yang terletak di Paris tersebut sudah terbiasa dengan cara-cara lama
untuk menangani klien-kliennya. Terlebih lagi perusahaan ini adalah perusahaan periklanan
mewah, artinya setiap klien harus diperlakukan berbeda sesuai dengan kebutuhannya, yang
terpenting adalah kepuasan klien. Tetapi ternyata, Emily membuktikan bahwa melalui media
sosial pun setiap klien dapat diperlakukan dengan berbeda, bahkan melalui media sosial
perkembangan kantor periklanan tersebut terkait ide-ide dan inovasi yang begitu mengagumkan
semakin mudah untuk didapatkan. Keberhasilan Emily untuk menerapkan media sosial sebagai
bagian dalam proses kerja kantor periklanan barunya telah membuahkan hasil yang begitu
mengagumkan dan dapat dikatakan memuaskan. Artinya, agensi periklanan harus terus
melakukan adaptasi dan kolaborasi untuk dapat mengembangkan prospek bisnisnya sehingga
dapat bertahan bahkan melesat lebih jauh lagi. Memang budaya menjadi satu hal yang sangat
penting yang memengaruhi pertumbuhan dan kemajuan kantor tersebut, tetapi ketika kita bisa
memilah dan menentukan dengan bijaksana, maka kita tidak perlu menolak semua ide dan
inovasi baru hanya berdasar idealisme kita yang skeptis terhadap pengikisan budaya. Semua itu
bisa kita imbangi dengan kontrol dan pemilihan serta pengaplikasian yang bijak.

C. Java Heat (2013)

Film ini menceritakan tentang Jake yang mengaku sebagai seorang asisten dosen yang
baru saja selamat dari ledakan bom. Namun Hashim yang merupakan detektif dari satuan elit
Densus 88 merasa curiga terhadap Jake. Dan Jake merupakan salah satu saksi mata dalam
serangan bom yang menewaskan Sultana yang merupakan seorang putri keraton. Kejadian-
kejadian mengejutkan selalu menyertai Jake dan Hashim. Hingga suatu saat mobil yang di
tumpangi Jake dan Hashim diserang oleh sekelompok teroris dan pada saat itu Jake
menyelamatkan Hashim. Dan disitulah terlihat bahwa Jake mempunyai kemampuan untuk
memegang senjata yang tidak mungkin dimiliki oleh seorang asisten dosen. Akhirnya Jake dan
Hashim mulai bekerja sama untuk menyelesaikan kasus tersebut. Sementara anak dan istri

12
Hashim diculik oleh seorang dari komplotan teroris itu yang bernama Malik. Kejadian demi
kejadian yang menegangkan memperkuat aksi Jake dan Hashim untuk membongkar apa yang
terjadi. Pertarungan semakin sengit di candi Budha terbesar di dunia yaitu Borobudur. Dan
disana saat keramaian festival pelepasan lampion pertukaran sandera dan perhiasan berlangsung
disana.

Analisis Film Java Heat berdasarkan Kajian Komunikasi Globalisasi

1.  Imperialisme Budaya

Imperialisme budaya merupakan sebuah teori yang mengungkapkan bahwa negara barat
mempunyai dominasi media yang sangat besar di dunia. Sehingga dapat mempengaruhi budaya
negara lain dengan cara memaksakan mereka untuk menggunakan persepsi budaya barat
sehingga dapat menghancurkan budaya asli dari negara tersebut. Indonesia sendiri sudah terlihat
dampak dari imperlisme budaya dapat dilihat dari fashion (pakaian), tarian (dance), lagu, musik,
artis, dan filmnya.

Bicara soal film kita semua tentu sudah tau dengan istilah Hollywood. Hampir seluruh
bioskop di dunia tentu menayangkan film-film Hollywood termasuk Indonesia. Memang tak
dipungkiri lagi bahwa Hollywood memang menciptakan film yang berkualitas dan disukai oleh
banyak orang di dunia. Selera pasar lokal di Indonesia perlahan-lahan sudah menjadi selera pasar
barat. Dapat dilihat bahwa di Indonesia Hollywood memang laris manis mengalahkan film-film
lokal dari segi jumlah penonton.

Hollywood kemudian pun tertarik untuk membuat film yang seluruhnya di buat di
Indonesia yang berjudul Java Heat (2013). Ini juga sebagai salah satu bentuk Amerika untuk
memperkokoh imperialisme budaya dengan cara merangkul budaya-budaya lokal. Film ini
sendiri terlihat sangat identik dengan ciri khas film-film dari Hollywood. Film Java Heat
merupakan film laga dengan membawa budaya lokal dengan adegan peperangan dan
penembakan khas Hollywood.

Film ini dapat dikatakan sangat Hollywood karena memiliki pola cerita yang sama yaitu
dengan membangun cerita yang menegangkan dan akan selalu dimenangkan oleh pahlawan.
Adegan menegangkan tersebut dibuat dengan aksi khas Hollywood berupa tembak-tembakan

13
brutal dan juga ledakan-ledakan. Tak hanya sampai disitu film ini juga ada adegan kejar-kejaran
layaknya film Hollywood lainnya. Adegan yang kejar-kejaran yang disertai dengan musik yang
menegangkan itu bertugas untuk membangun emosi penonton yang akhirnya para penonton akan
membuat para penonton kagum akan aksi tersebut. Para pemain film juga menggambarkan
Hollywood seperti aktor pria yang bertubuh kekar dan perempuan yang menggunakan pakaian
seksi. Juga di tambah dengan ada unsur sex dimana ada adegan ketika pemain sedang
bermesraan, bercumbu, dan memeluk yang mengarah ke hubungan intim. Dan dalam film Java
Heat juga unsur-unsur Hollywood juga turut dimasukkan seperti ledakan, senapan, perkelahian
sadis, dan darah.

Hubungan film Java Heat dengan imperialisme budaya adalah dengan film yang
seutuhnya terlihat film Hollywood hanya memperkuat persepsi masyarakat terhadap Hollywood.
Dan dengan mengangkat budaya lokal hanya untuk mendapatkan atensi dari masyarakat lokal.
Masyarakat akan melihat Hollywood sebagai film yang berkualitas karena menggunakan
teknologi dan efek-efek yang mengagumkan. Dengan masyarakat menganggap Hollywood
berkualitas maka film-film Hollywood akan dijadikan kiblat bahwa film seharusnya seperti ini.
Dapat dilihat bahwa film Hollywood jauh lebih banyak penontonnya dibandingkan film lokal
yang kalah di negaranya sendiri. 

2. Diplomasi Publik

Diplomasi Publik merupakan teori yang mengungkapkan bahwa teori ini berguna untuk
membangun citra positif dengan mempengaruhi publik. Film menjadi salah satu media yang
dapat menyalurkan diplomasi publik karena dalam film mengandung pesan-pesan baik secara
verbal maupun non verbal. Dan film juga menjadi salah satu media yang efektif karena bioskop
hampir ada di tiap kota dan bisa diakses juga melalui layanan streaming sehingga mudah untuk
menjangkau khalayak ramai. Film memiliki dua aspek juga yang digunakan untuk
menyampaikan pesan yaitu aspek naratif dan aspek sinematik.

Aspek naratif merupakan aspek yang berhubungan dengan cerita dari film itu sendiri.
Dalam cerita tentunya terdapat berbagai aspek juga yaitu : lokasi / tempat, waktu, konflik, dan
tokoh. Dari cerita untuk mejadi film maka dibutuhkannya aspek sinematik untuk mewujudkan
apa gambaran yang ada dalam cerita atau bisa dibilang aspek sinematik lebih mengarah ke hal-

14
hal teknis. Dalam aspek sinematik memiliki juga berbagai aspek yaitu : setting, kostum,
blocking, lighting, make up, sinematografi, suara, dan editing. Setting bertujuan untuk
memberikan informasi kepada penonton tentang informasi dimana lokasi tersebut, informasi
waktu, informasi status sosial, dan juga bisa pembangun suasana. Kostum juga bisa memberikan
informasi kepada penonton dari apa yang digunakan oleh tokoh. Kostum juga memberikan
informasi tentang lokasi, informasi waktu, dan juga status sosial. Blocking merupakan gerak dan
ekspresi yang dilakukan oleh tokoh, hal itu juga bisa memberikan informasi tentang bagaimana
kebiasaan masyarakat di suatu tempat tertentu.

         Diplomasi publik dalam film Java Heat dapat dilihat dari segi cerita yang berlatar di
Indonesia sehingga dari segi cerita dapat menggambarkan bagaimana kebudayaan Indonesia
terutama masyarakat jawa dan kehidupan sosial masyarakatnya. Dengan lokasi pengambilan
gambar yang berlokasi di Indonesia khususnya Yogyakarta maka akan menjadi sebuah nilai
positif. Dan juga sebagai cara untuk mempromosikan Indonesia karena dalam film tersebut
menampilkan juga candi Borobudur yang merupakan candi Budha terbesar di dunia. Dari segi
kostum juga dalam film tersebut menunjukkan pakain adat Jawa akan lebih menggambarkan
kebudayaan dari Jawa itu sendiri. Terdapat juga unsur tarian tradisional yang dimasukkan ke
dalam film yang dapat mengenalkan kebudayaan Jawa ke manca negara.

15
 Daftar Pustaka

Alpito, A. (2020, October 06). Tak Puas dengan Produksi Disney, Tiongkok Bikin Ulang Film
Mulan. Retrieved November 19, 2020, from
https://www.medcom.id/hiburan/film/ybJWEYwk-tak-puas-dengan-produksi-
disney-tiongkok-bikin-ulang-film-mulan

Arisanty, M. (2018). IMPERALISME BUDAYA MELALUI PERANGKULAN BUDAYA


LOKAL DI BALIK FILM JAVA HEAT. SEMIOTIKA: Jurnal Komunikasi, 11(2).

CNN Indonesia (2020). Emily in Paris: Menyoal Orang Prancis Enggan Bertutur Inggris.
Retrieved November 20, 2020, from
https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20201016190025-241-559394/emily-in-
paris-menyoal-orang-prancis-enggan-bertutur-inggris

CNN Indonesia (2020). Serial Emily in Paris Berlanjut ke Season 2. Retrieved November 20,
2020, from https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20201112182903-220-
569165/serial-emily-in-paris-berlanjut-ke-season-2

Mediatama, G. (2020, November 19). Film Mulan tayang ekslusif di Disney+ Hotstar dengan
sentuhan artis populer Indonesia. Retrieved November 19, 2020, from
https://lifestyle.kontan.co.id/news/film-mulan-tayang-ekslusif-di-disney-hotstar-
dengan-sentuhan-artis-populer-indonesia

Ramadhani, Y., & Khafid, S. (2020, March 03). Sinopsis Mulan: Kisah Pejuang Perempuan
Legendaris dari Cina. Retrieved November 19, 2020, from https://tirto.id/sinopsis-
mulan-kisah-pejuang-perempuan-legendaris-dari-cina-eCAo

Voa. (2020, September 20). Kerumitan Bisnis antara Hollywood dengan China. Retrieved
November 19, 2020, from https://www.voaindonesia.com/a/kerumitan-bisnis-antara-
hollywood-dengan-china-/5590416.html

Wibowo, N. F. S. (2011). EFEK EKSPANSI MEDIA MASSA BARAT DAN


IMPERIALISME BAHASA.

16
Pertanyaan Diskusi

1. Pilih salah satu film yang menurutmu menarik. Jelaskan bagaimana kaitan film tersebut
dengan elemen-elemen dalam komunikasi globalisasi! (ECT-WST, Imperialisme budaya,
media global, diplomasi publik, dsb)

2. Kelompok menganalisis film Mulan (2020), Emily in Paris (2020), dan Java Heat (2013).
Dari ketiga film tersebut kelompok menemukan fenomena bahwa film sering digunakan
sebagai sarana negara inti (core nation) untuk mendominasi serta menyebarkan nilai-nilai
dan budaya mereka. Menurut anda, mengapa film dipilih core nation untuk mendominasi
serta menyebarkan nilai dan budaya mereka?

3. Lalu, menurut anda, apakah film memang terbukti efektif bagi core nation untuk
menyebarkan nilai dan budaya mereka? Kalau efektif, tolong beri contohnya. Kalau tidak,
kira-kira apa penyebabnya?

4. Fenomena lain menunjukkan bahwa film menjadi model baru dalam diplomasi publik. Film
dapat menjadi sarana kerja sama antar negara. Artinya, fenomena film dalam kajian
komunikasi globalisasi tidak melulu negatif. Bagaimana tanggapan anda? Tolong berikan
contoh!

17

Anda mungkin juga menyukai