Anda di halaman 1dari 103

Buletin

INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI


Volume 4, Nomor 2, Desember Tahun 2018

Penanggungjawab:
Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Reviewer:
Ketua merangkap Anggota:
Rubiyo (Peneliti Utama, Pemuliaan dan Genetika Tanaman, BBP2TP)

Anggota:
Rachmat Hendayana (Peneliti Utama, Ekonomi Pertanian, BBP2TP)
Trip Alihamsyah (Peneliti Utama, Sistem Usaha Pertanian, BBP2TP)
Mohammad Jawal Anwarudin Syah (Peneliti Utama, Pemuliaan dan Genetika Tanaman, Puslitbanghorti)
Mewa Ariani (Peneliti Utama, Ekonomi Pertanian, PSE-KP)
Nur Richana (Prof. (R.), Teknologi Pascapanen, BB Pasca Panen)
I Wayan Laba (Prof. (R), Hama Penyakit Tanaman, PHT dan Pestisida, Balittro)
Sofjan Iskandar (Prof. (R.), Pakan dan Nutrisi Ternak, Balitnak)
Arief Hartono (Kimia Tanah, Institut Pertanian Bogor)

Mitra Bestari
I Wayan Rusastra (Ekonomi Pertanian)
Fahmudin Agus (Hidrologi dan Konservasi Tanah)
I Made Jaya Mejaya (Pemuliaan dan Genetika Tanaman)

Redaksi Pelaksana
Achmad Subaidi
Elya Nurwullan
Yovita Anggita Dewi
Vyta Wahyu Hanifah
Lira Mailena
Widia Siska
Ume Humaedah
Nanik Anggoro Purwatiningsih
Mulni Erfa
Agung Susakti

Alamat Redaksi
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No.10, Bogor, Indonesia
Telepon/Fax : (0251) 8351277 / (0251) 8350928
E-mail : jpptp06@yahoo.com
Website : http://www.bbp2tp.litbang.pertanian.go.id
Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi diterbitkan dua kali setahun, oleh balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, merupakan media ilmiah yang memuat artikel hasil Litkaji dan diseminasi
inovasi pertanian, khususnya yang bernuansa spesifik lokasi. Buletin ini dapat juga memuat tinjauan kritis terhadap hasil litkaji
dan diseminasi inovasi pertanian yang berupa gagasan, opini maupun konsepsi orisinil inovasi pertanian. Substansial inovasi
pertanian dapat mencakup aspek teknis maupun aspek sosial, ekonomi, dan kelembagaan.
ISSN-2407-0955

Buletin
Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi

Volume 4 Nomor 2, Bulan Desember 2018

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
ISSN-2407-0955

Buletin
Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi
Volume 4 Nomor 2, Bulan Desember 2018

SEBARAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI KALIMANTAN TENGAH


Twenty Liana, Andy Bhermana, dan Andriansyah ............................................................................... 107-116

PRODUKSI DAN POLA DISTRIBUSI BENIH SUMBER PADI UPBS DI PROVINSI BENGKULU
Yahumri, Yuliasari, S., Artanti, H.dan Musaddad, D ............................................................................. 117-126

PROSPEK PENGEMBANGAN MICROGREEN DALAM MENDUKUNG PERTANIAN PERKOTAAN


DI JAKARTA
Iskandar Zulkarnaen dan Ana Feronika Cindra Irawati.......................................................................... 127-135

POTENSI DAN NILAI EKONOMIS PEMANFAATAN ONGGOK TERFERMENTASI SEBAGAI


PAKAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG
Sigit Puspito dan Suharyanto................................................................................................................ 137-145

UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN PASANG SURUT KAB. SAMBAS


KALIMANTAN BARAT
Dina Omayani Dewi dan Tietyk Kartinaty............................................................................................ 147-153

MODEL PREDIKSI DINAMIKA POPULASI HAMA PENGGEREK BATANG TEBU BERGARIS


(Chilo sacchariphagus) DI PERKEBUNAN CINTA MANIS SUMATERA SELATAN
Muh Dimas Arifin, Yonny Koesmaryono dan Muhamad Hidayanto .................................................... 155-168

PENGARUH SISTEM TANAM TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN SERANGAN OPT BEBERAPA


VARIETAS UNGGUL PADI
Teddy Wahyana Saleh dan Awaludin Hipi…………………………………………………………………... 169-177

PENGARUH APLIKASI BIOCHAR DAN PUPUK KANDANG TERHADAP KELEMBABAN TANAH


DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
Asis, Rachman Jaya, Muhammad Ismail, Irhas dan Eko………………………………………………… 179-186

PRODUKTIVITAS DAN KOMPONEN HASIL BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO DI LAHAN


SAWAH UNTUK PRODUKSI BENIH
Ammini Amrina Saragih, Awaludin Hipi, Erythrina………………………………………………………… 187-194

PENUMBUHAN PENANGKAR BENIH JAGUNG BERBASIS MASYARAKAT MELALUI DESA


MANDIRI BENIH DI SULAWESI TENGGARA
Sri Bananiek Sugiman dan Muh. Asaad ………………………………………………………………….. 195-206
INTRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI KALIMANTAN TENGAH
Twenty Liana, Andy Bhermana, dan Andriansyah
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah,
Jl. G. Obos km. 5 Palangka Raya
E-mail: twentylianabptp.kalteng09@gmail.com

ABSTRACT

The Distribution of High Yielding Variety of IATA in Central Kalimantan. The information of variety
characteristics preferred by breeders and farmer groups in relation with distribution and prospect of area
development for the) of Balibangtan in Central Kalimantan is required. The of Central Kalimantan as
management unit for seed has produced 32 varieties of Inbred Rice, with a total seeds production of 343,157 kg
and they have been distributed with total varieties of 31 HYV at entire Central Kalimantan region. The distribution
of HYV is mainly depending on the characteristics of each HYV. There are three characteristics of HYV that are
always required by breeders or farmer groups when producing the seeds i.e. plant age, rice taste and potential
yield. Based on plant age, rice seeds produced by the of Central Kalimantan is dominated by early maturing rice
variety. Based on the rice taste, characteristic of pulen rice dominates the choice of planting, and the favorite
variety of Inpari 30 Ciherang Sub-1 is then chosen by breeders and farmers, while in the last two years, the
demand for seeds of Inpari 42 Agritan GSR increased due to fluffy rice flavor and it has a large number of tillers
during the planting. Based on the potential yield, most rice seeds produced have potential yields between 7 - 10
tons / hectares, such as Inpari 30 Ciherang Sub-1 and Inpari 42 Agritan GSR. The results of spatial identification
for the distribution of VUB of Inbred Rice produced by SSPU of IATA of Central Kalimantan showed that
distribution of seeds in Central Kalimantan region has not been spread evenly and based on the zonation, it can be
identified that there is only 1 (one) administrative area which has the highest number of varieties of VUB i.e
Kapuas district with total varieties available more then 20 varieties.

Keywords: rice seeds, HYV, distribution, Central Kalimantan.

ABSTRAK

Informasi karakteristik varietas yang disukai dan diminati penangkar dan kelompok tani yang berperan pada
sebaran serta arah wilayah pengembangan VUB Balibangtan di Kalimantan Tengah sangat diperlukan. UPBS
BPTP Kalimantan Tengah telah memproduksi 32 VUB Padi Inbrida, dengan total produksi 343.157 kg benih dan
telah tersebar sebayak 31 VUB di seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Sebaran VUB tidak terlepas dari
karakteristik masing-masing VUB, terdapat tiga karakter VUB yang selalu ditanya penangkar atau kelompok tani
saat memproduksi dan memerlukan benih, yaitu umur tanaman, rasa nasi dan potensi hasil. Berdasarkan umur
tanaman, benih padi hasil produksi UPBS BPTP Kalimantan Tengah didominasi oleh varietas padi berumur genjah.
Berdasarkan rasa nasi, rasa nasi pulen lebih mendominasi dalam pilihan penanaman, dengan pilihan Inpari 30
Ciherang Sub-1 menjadi favorite penangkar dan petani, dan dua tahun terakhir permintaan benih Inpari 42 Agritan
GSR meningkat karena rasa nasi yang pulen dan jumlah anakannya yang banyak. Berdasarkan potensi hasil, benih
padi yang pernah diproduksi kebanyakan memiliki potensi hasil antara 7 - >10 t/ha, seperti Inpari 30 Ciherang Sub-
1 dan Inpari 42 Agritan GSR. Hasil identifikasi secara spasial terhadap sebaran VUB Padi Inbrida yang di produksi
UPBS BPTP Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa distribusi benih untuk wilayah regional Kalimantan Tengah
secara relatif masih belum merata. berdasarkan pengelompokkan wilayah dapat terindentifikasi bahwa hanya
terdapat 1 (satu) wilayah administrasi saja yang memiliki sebaran jumlah varietas VUB Padi Inbrida Balitbangtan
paling banyak yaitu Kabupaten Kapuas dengan jumlah ketersediaan jenis varietas diatas 20 jenis.

Kata kunci: padi, VUB, sebaran, Kalimantan Tengah.

Sebaran Varietas Unggul Baru Padi Di Kalimantan Tengah (Twenty Liana, Andy 107
Bhermana, dan Andriansyah)
PENDAHULUAN Selama delapan tahun (2011 – 2018), UPBS BPTP
Kalimantan Tengah telah mendistribusikan benih
sumber kelas Benih Dasar (BD) dan Benih Pokok
Tanaman padi (Oryza sativa L.)
(BP) serta Benih Sebar (BR) dari 38 varietas
merupakan tanaman pangan penting yang telah
unggul baru (VUB) padi inbrida Balitbangtan atau
menjadi makanan pokok lebih dari setengah
43,67% dari total varietas yang telah dilepas oleh
penduduk dunia. Di Indonesia, padi merupakan
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (Wahab dkk.,
komoditas utama dalam menyokong pangan
2017), dengan klasifikasi padi sawah irigasi, padi
masyarakat. Untuk meningkatkan produksi
gogo, dan padi rawa. Karakter masing-masing
sekaligus peningkatan pendapatan petani, pada
VUB menentukan banyaknya jenis dan sebarannya
wilayah pertanaman padi maka perlu diupayakan
di Kalimantan Tengah. Oleh sebab itu tulisan ini
penggunaan teknologi benih. Benih bermutu
menginformasikan karakteristik varietas-varietas
merupakan salah satu hasil teknologi benih. Benih
yang disukai dan diminati penangkar dan
berkualitas sangat diperlukan, karena akan
kelompok tani yang berperan pada sebarannya
menunjang kesuksesan usaha tani. Benih yang
serta bagamana arah wilayah pengebangan VUB
berkualitas baik akan mampu menghasilkan
Balibangtan di Kalimantan Tengah.
produk yang tinggi berdasarkan karakter agronomi
dan komponen hasil yang baik (Mulsanti, dkk.,
2014; Suastika dkk, 2016). Penggunaan benih METODE
berkualitas dari varietas unggul berkontribusi Kegiatan dilaksanakan di Kota Palangka
cukup besar dalam meningkatkan produksi beras Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, pada bulan
nasional (Sutopo, 2002; Hadi dkk, 2005; De Silva Juni – Oktober 2018. Jenis data yang digunakan
dkk, 2011). beberapa keunggulan varietas tersebut adalah data primer dan sekunder. Data primer
antara lain produktivitas tinggi, tahan terhadap diperoleh melalui observasi dan wawancara secara
hama dan penyakit, rasa enak, genjah dan harga langsung terhadap responden. Penentuan sampel
jual yang baik. Varietas unggul yang telah dilepas dilakukan secara purposive pada kelompok
selain unggul dalam produksi (misalnya tahan penangkar atau kelompok tani yang memerlukan
terhadap suatu penyakit), varietas itu juga harus benih VUB Padi dari UPBS BPTP Kalimantan
memiliki sifat yang jelas berbeda dari varietas Tengah. Responden penelitian berjumlah 50 orang
lainnya yang sebelumnya sudah beredar yang berasal dari penangkar dan kelompok tadi di
(distinctive), seragam kinerja tanaman dan 13 (tiga belas) kabupaten dan 1 (satu) kota di
pertanamannya (uniform), mantap (stable) dalam Kalimantan Tengah. Data sekunder diperoleh dari
keunggulan sifat kinerja tanaman dan pertanaman SI UPBS dan form bantuan serta form pembelian
(Hadi dkk, 2005). benih.
Keinginan pengguna benih perlu diketahui
sejak awal, yaitu saat pemilihan varietas yang akan
HASIL DAN PEMBAHASAN
diproduksi oleh produsen benih. Informasi awal ini
sangat diperlukan agar benih yang diproduksi
menjadi tepat guna dan tepat sasaran. Pemilihan Karakteristik Responden
varietas yang akan diproduksi biasanya dilihat dari Karakteristik responden merupakan ciri
deskripsi pada karakter VUB yang digunakan. spesifik dari responden seperti asal kelompok yang
Menurut Kartina (2010), keunggulan suatu varietas memerlu benih dan pengalaman usahatani (Tabel
tanaman padi tidak bersifat universal dan tidak 1). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
kekal sepanjang masa. Untuk itu mutu genetis kelompok pemerlu benih terbagi menjadi tiga
suatu varietas tanaman padi harus selalu kelompok, yaitu Dinas Pertanian Kabupaten/Kota
diperbaharui melalui penyediaan benih sumber. atau Balai Benih Umum Tanaman Pangan,

108 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:107-116
penangkar dan kelompok tani. Dimana biasanya ES/BR, diikuti oleh kelompok Dinas Pertanian
kelompok Dinas Pertanian Kabupaten/Kota atau Kabupaten/Kota atau Balai Benih Umum Tanaman
Balai Benih Umum Tanaman Pangan bisa juga Pangan dan penangkar.
mewakili untuk penangkar dan kelompok tani
binaanya. Dari kelompok pemerlu benih ini, kelas
Proses Pengambilan Keputusan Penggunaa
benih sumber yang diperlukan juga bervariasi,
Benih
untuk kelompok pemerlu benih dari Dinas
Pertanian Kabupaten dan Kota atau Balai Benih Produksi UPBS BPTP Kalimantan Tengah
Umum Tanaman Pangan, kelas benih yang dimulai pada akhir tahun 2011 di Terusan Karya,
digunakan dari FS/BD, SS/BP dan ES/BR. Kecamatan Bataguh, Kabupaten Kapuas, dan
Kelompok pemerlu benih dari penangkar akan sampai tahun 2018 telah berkembang di Desa
memerlu benih kelas FS/BD, dan SS/BP, Netampin dan Desa Talohen Hulu, ampah Kota,
sedangkan pemerlu benih dari kelompok tani Kabupaten Barito Timur. Selama delapan tahun
adalah SS/BP dan ES/BR. telah diproduksi 32 VUB padi inbrida (Tabel 2)
(Wahab dkk. 2017), dengan total produksi 343.157
Sebaliknya jika dilihat dari keperluan
kg benih, terdiri dari 81.870 kg kelas BD, 118.741
benih, kelompok tani masih mendominas kuantitas
kg kelas BP, dan 142.546 kg kelas BR.
keperluan benih, khususnya untuk kelas benih

Tabel 1. Karakteristik Responden


Karakteristik Katagori Persentase
Kelompok pemerlu benih Kelompok Tani 73,67 %
Keperluan benih Kelompok tani 81,33 %
Pengalaman usaha tani 1-5 90,33 %
Sumber: Data olahan dari form pembelian dan form bantua benih tahun 2018

Tabel 2. Varietas padi inbrida yang telah diproduksi UPBS BPTP Kalimantan Tengah
Varietas Jenis Padi Jumlah
Inpari 9 Elo, Inpari 10 Laeya, Inpari 13, Inpari 14 Pakuan, Inpari 15 Padi Sawah Irigasi 21
Parahyangan, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, Inpari 22, Inpari 23 Bantul, Inpari
29 Rendaman, Inpari 30 Ciherang Sub-1, Inpari 33, Inpari 34 Salin Agritan,
Inpari 35 Salin Agritan, Inpari 38 Tadah Hujan Agritan, Inpari 39 Tadah Hujan
Agritan, Inpari 40 Tadah Hujan Agritan, Inpari 41 Tadah Hujan Agritan, Inpari
42 Agritan GSR, Inpari 43 Agritan GSR
Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago 8, Situ Bagendit Padi Gogo 5
Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5, Inpara 6, Inpara 7 Padi Rawa 6
Sumber : Data olahan dari SI UPBS 2011 - 2017

Sebaran Varietas Unggul Baru Padi Di Kalimantan Tengah (Twenty Liana, Andy 109
Bhermana, dan Andriansyah)
Tabel 3. Keragaan verietas yang mempengaruhi pilihan penangkar
Keragaan Varietas Varietas
Umur tanaman Sedang Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpago 4, dan Inpari 9 ELO
Genjah Inpara 5, Inpara 6, Inpara 7, Inpago 5, Inpago 6, Inpago 8, Inpari 10
Laeya, Inpari 14 Pakuan, Inpari 15 Parahyangan, Inpari 18, Inpari 19,
Inpari 20, Inpari 22, Inpari 23 Bantul, Inpari 29 Rendaman, Inpari 30
Ciherang Sub , Inpari 33, Inpari 34 Salin Agritan, Inpari 35 Salin
Agritan, Inpari 38 Tadah Hujan Agritan, Inpari 39 Tadah Hujan
Agritan, Inpari 40 Tadah Hujan Agritan, Inpari 41 Tadah Hujan
Agritan, Inpari 42 Agritan GSR, Inpari 43 Agritan GSR dan Situ
Bagendit.
Sangat Inpari 13
Genjah
Rasa Nasi Pulen Inpari 9 ELO, Inpari 10, Inpari 13, Inpari 14 Pakuan, Inpari 15
Parahyangan, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, Inpari 22, Inpari 23
Bantul, Inpari 29 Rendaman, Inpari 30 Ciherang Sub 1, Inpari 38 Tadah
Hujan Agritan, Inpari 39 Tadah Hujan Agritan, Inpari 41 Tadah Hujan
Agritan, Inpari 42 Agritan GSR, Inpari 43 Agritan GSR, Situ Bagendit,
Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago 8, Inpara 2, dan Inpara 7
Sedang Inpari 33, Inpari 40 Tadah Hujan Agritan, Inpara 5, dan Inpara 6
Pera Inpari 34 Salin Agritan, Inpari 35 Salin Agritan, Inpara 3, dan Inpara 4
Potensi Hasil 7 – >10 t/ha Inpari 9 Elo, Inpari 10 Laeya, Inpari 13, Inpari 14 Pakuan, Inpari 15
Parahyangan, Inpari 18, Inpari 19, Inpari 20, Inpari 22, Inpari 23
Bantul, Inpari 29 Rendaman, Inpari 30 Ciherang Sub-1, Inpari 33,
Inpari 34 Salin Agritan, Inpari 35 Salin Agritan, Inpari 38 Tadah Hujan
Agritan, Inpari 39 Tadah Hujan Agritan, Inpari 40 Tadah Hujan
Agritan, Inpari 41 Tadah Hujan Agritan, Inpari 42 Agritan GSR, Inpari
43 Agritan GSR, Inpago 8, Inpara4 dan Inpara 5
5 - <7 t/ha Inpago 4, Inpao 5, Inpago 6, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 6, dan Inpara 7
Sumber : Data olahan dari SI UPBS 2011 - 2017

Dari 32 VUB padi inbrida yang telah varietas yang berumur kurang dari 120 hari. 2).
diproduksi, telah tersebar dan terdistribusi 31 VUB Berumur sedang, varietas yang berumur antara 120
di seluruh wilayah Kalimantan Tengah, sedangkan – 130 hari. 3). Berumur dalam, varietas yang
1 varietas lagi masih pada tahap prosesing calon berumur lebih dari 130 hari (Hadi dkk, 2005).
benih (Kegiatan UPBS 2018). Sebaran VUB ini Benih padi hasil produksi UPBS BPTP Kalimantan
tidak terlepas proses pengambilan keputusan Tengah masuk dalam dua kelompok umur yaitu
pengguna benih. Dari karakteristik masing-masing berumur sedang dan berumur genjah. Kelompok
VUB, terdapat tiga keragaan VUB yang selalu padi berumur sedang yang telah diproduksi
ditanya penangkar atau kelompok tani saat sebanyak 5 varietas. Sedangkan padi berumur
memproduksi dan memerlukan benih dari UPBS genjah sebanyak 26 varietas. Di lapangan,
BPTP Kalimantan Tengah, yaitu umur tanaman, penggunaan varietas padi yang berukur genjah dan
rasa nasi dan potensi hasil (Tabel 3). Berdasarkan sangat genjah mampu meningkatkan produktivitas
umur tanaman, varietas-varietas unggul padi dibagi lahan yaitu meningkatkan indek pertanaman.
menjadi tiga golongan, yaitu : 1). Berumur genjah, Menurut Samaullah (2009) dan Supriatna (2012),

110 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:107-116
bahwa untuk mencapai peningkatan indek Berdasarkan potensi hasil, varietas padi
pertanaman (IP) Padi, yang harus diperhatikan yang pernah diproduksi kebanyakan memiliki
adalah perakitan umur tanaman ultra genjah atau potensi hasil antara 7 - >10 t/ha (25 VUB) dan 5 -
kurang dari 90 hari. Penggunaan varietas padi <7 t/ha (7 VUB). Diantara VUB dengan potensi
berumur genjah juga hasil antara 7 - >10 t/ha, pilihan terbanyak yang
Berdasarkan rasa nasi, rasa nasi yang pulen ditangkarkan petani adalah Inpari 30 Ciherang
lebih mendominasi dalam pilihan penanaman oleh Sub-1 dan Inpari 42 Agritan GSR.
penangkar atau kelompok tani. Terdapat 24 VUB
padi yang telah diproduksi memiliki rasa nasi yang Distribusi VUB Padi Inbrida Produksi UPBS
pulen, dengan pilihan Inpari 30 Ciherang Sub-1 BPTP Kalimantan Tengah Secara Kewilayahan
masih menjadi favorite penangkar dan petani, dan di Kalimantan Tengah
pada dua tahun terakhir permintaan benih Inpari 42
Hasil identfikasi secara spasial terhadap
Agritan GSR juga meningkat dengan alasan rasa
sebaran VUB Padi Inbrida yang di produksi UPBS
nasinya yang pulen dan jumlah anakan yang
BPTP Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa
banyak pada tiap rumpun. Menurut Yang dkk.,
distribusi benih untuk wilayah regional Kalimantan
(2010) menyatakan bahwa masing-masing VUB
Tengah secara relatif masih belum merata. Untuk
menghasilkan beras dengan karakteristik yang
wilayah Kalimantan Tengah secara umum telah
berbeda dan unik seperti cita rasa, aroma, warna,
terdistribusi sebanyak 31 jenis varietas padi
zat gizi, dan komposisi kimia. Sejalan dengan itu,
unggul. Data jenis varietas dan jumlah varietas
Larasati (2012) dalam Setyowati dan Kurniawati
yang terdistribusi dituangkan dalam informasi peta
(2015) menyampaikan bahwa konsumen di setiap
sebagaimana tersaji pada Gambar 1 dan Gambar 2
daerah mempunyai preferensi yang berbeda-beda
(Sumber: Data peta diolah dari Data SI UPBS
terhadap mutu beras. Selain perbedaan preferensi
2011-2017 untuk distribusi benih).
terhadap mutu beras, preferensi penduduk
Indonesia terhadap karakteristik nasi juga beragam. Berdasarkan pengelompokkan wilayah
Hubeis (1985) dalam Setyowati dan Kurniawati dapat terindentifikasi bahwa hanya terdapat 1
(2015)menyatakan bahwa mutu nasi berdasarkan (satu) wilayah administrasi saja yang memiliki
alat indra lebih utama didasarkan pada aroma, cita sebaran jumlah varietas VUB padi inbrida paling
rasa, tingkat kelunakan, dan tingkat keputihan nasi. banyak yaitu kabupaten Kapuas dengan jumlah
ketersediaan jenis varietas diatas 20 jenis (27
Menurut Hadi dkk, (2005), rasa nasi
varietas padi). Sedangkan jumlah varietas yang
ditentukan oleh kadar amilosa yang dikandung
berada pada kelompok jumlah 10-20 jenis hanya 6
pada nasi. Semakin tinggi kadar amilosa yang
kabupaten masing-masing yaitu: kabupaten Pulang
dikandung oleh suatu varietas maka, rasanya akan
Pisau (14 varietas), Barito Timur (13 varietas),
semakin kurang enak. Varietas memiliki rasa enak
Katingan dan Sukamara (12 varietas), dan
apabila kadar amilosa yang dikandungnya 20-23%,
Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur (10
rasa nasi sedang dengan kadar amilosa 24-26%,
varietas). Dan sisanya adalah beberapa kabupaten
dan rasa nasi kurang enak apabila kadar amilose
yang masih memiliki jumlah varietas paling sedikit
lebih dari 27%. Varietas yang memiliki kadar
yaitu < 10 jenis, masing-masing yaitu: Seruyan (8
amilosa kurang dari 20% termasuk memiliki rasa
varietas), Gunung Mas (7 varietas), Lamandau dan
ketan.
Barito Selatan (4 varietas), Barito Utara (3
varietas), dan Murung Raya (2 varietas).

Sebaran Varietas Unggul Baru Padi Di Kalimantan Tengah (Twenty Liana, Andy 111
Bhermana, dan Andriansyah)
Gambar 1. Informasi Distribusi VUB Balitbangtan di Kalimantan Tengah

112 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:107-116
Gambar 2. Peta sebaran banyaknya VUB Balitbangtan di Kalimantan Tengah

Berdasarkan data sebagaimana telah kecil. Jenis varietas yang digunakan pada
jelaskan, ternyata untuk wilayah Kalimantan umumnya adalah padi lokal. Upaya pengembangan
Tengah masih terdapat beberapa wilayah (6 VUB Balitbangtan dapat dilakukan dengan
kabupaten) yang memiliki keberadaan jenis mengintroduksi VUB padi sawah tadah hujan dan
varietas yang relatif masih sedikit yaitu sekitar 2-8 padi gogo spesifik lokasi. Beberapa lokasi yang
varietas saja. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar dapat dipriopritaskan untuk implementasi program
pertimbangan untuk memprioritaskan program pengembangan perbenihan meliputi kabupaten
terkait diseminasi VUB Balitbangtan pada Lamandau, Seruyan, Gunung Mas, Barito Selatan,
wilayah-wilayah tersebut. Hasil identifikasi secara Barito Utara, dan Murung Raya.
spasial menjelaskan bahwa untuk beberapa Beberapa program tambahan dapat
wilayah ini sebagian besar memang berada pada disisipkan dalam rangka meningkatkan
agroekosistem lahan kering yang berada pada penyebaaran VUB Balitbangtan pada wilayah-
bentuk wilayah (landform) dataran tinggi yang wilayah yang relatif masih sedikit mengadopsi
bergelombang hingga berbukit. Sebagian besar VUB Balitbangtan, salah satunya adalah dengan
kawasan-kawasan ini hanya diusahakan untuk program perbanyakan dan perluasan areal
usahatani padi ladang dengan luas areal pada skala penangkaran perbenihan dengan memperhatikan

Sebaran Varietas Unggul Baru Padi Di Kalimantan Tengah (Twenty Liana, Andy 113
Bhermana, dan Andriansyah)
beberapa faktor penting yang menyangkut aspek merupakan faktor penting penentu keberhasilan
biofik lingkungan dan sosial ekonomi. Beberapa dalam berusatani. Penetapan lokasi untuk
faktor tersebut mencakup beberapa hal seperti perencanaan wilayah pengembangan perbenihan
kesesuaian lahan, ketersediaan sumberdaya petani memerlukan informasi spasial utnuk kawasan-
baik secara kualitas maupun kuantitas, kemampuan kawasan yang memiliki jenis peruntukan lahan
fiansial, sistem penyimpanan dan pergudangan, untuk budidaya padi. Melalui pendekatan evaluasi
pendisitribusian dan penyanggaan harga jual benih kesesuaian maka dapat ditentukan daerah-daerah
bermutu/unggul. yang sesuai berdasarkan karakteristik lahan dan
Prioritas pengembangan perbenihan persyaratan tumbuh tanaman padi (Ritung et al.,
selanjutnya adalah diarahkan pada wilayah- 2011). Hasil evaluasi yang diintegrasikan ke dalam
wilayah yang termasuk dalam kelompok dengan sistem informasi yang berorientasi pada kebumian
jumlah jenis varietas antara 10-20 varietas. selanjutnya menghasilkan data dalam format
Perencanaan program dapat diarahkan pada spasial berupa informasi peta peruntukkan lahan
beberapa kabupaten sebagaimana telah untuk pengembangan perbenihan padi
dideskripsikan secara kewilayahan pada Gambar 2 sebagaimana disajikan pada Gambar 3.
meliputi kabupaten Sukamara, Kotawaringin Barat, Berdasarkan informasi peta tersebut dapat
Kotawaringin Timur, Katingan, Pulang Pisau dan dijelaskan bahwa luas keseluruhan kawasan untuk
Barito Timur. Sedangkan untuk wilayah kabupaten proyeksi pengembangan padi di Kalimantan
Kapuas yang sudah memiliki ketersediaan benih Tengah mencapai 2.116.012 Ha atau 13,70% dari
dalam wujud jumlah varietas yang terbanyak (>20 luas total Kalimantan Tengah. Hasil analisis
varietas) perlu untuk dipertahankan dan spasial menunjukkan bahwa kawasan-kawasan ini
ditingkatkan yang disesuaikan dengan kebutuhan. hampir terdapat pada selurh wilayah kabupaten
Sebagian besar wilayah-wilayah ini berada yang ada di Kalimantan Tengah dengan proporsi
pada tipologi lahan basah yang memang sudah luas areal yang berbeda. Terdapat 2 wilayah yang
banyak dijumpai aktivitas usahatani padi yang tidak memiliki kawasan untuk peruntukkan
eksisting hingga saat ini. Daerah-daerah untuk pengembangan padi yaitu kabupaten Lamandau
alokasi pengembangan perbenihan dapat diarahkan dan Murung Raya. Hal ini dikarenakan adanya
pada sentra-sentra pengembangan padi yang sudah faktor kendala secara biofisik yaitu kelerengan.
eksisting. Selain itu upaya perluasan areal tanam Namun hal tersebut dapat ditanggulangi dengan
dapat dilakukan pada daerah persekitaran pembuatan teras dan bedengan untuk
pertanaman padi dengan tetap mempertimbangkan pengembangan padi gogo. Namun hal ini perlu
kesesuaian lahan dan faktor pembatas lainnya. dipertimbangkan mengingat beaya yang diperlukan
untuk penataan lahan cukup banyak sehingga
wilayah memang tidak direkomendasikan. Dengan
Arahan Perwilayahan Pengembangan mempertimbangkan data-data perbenihan
Perbenihan Berbasis Kesesuaian Lahan sebagaimana sudah disusun sebelumnya maka
Program pengembangan perbenihan tidak program pengembangan perbenihan yang akan
terlepas dari upaya melaksanakan usahatani padi direncanakan dapat dipadukan dan disesuaikan
untuk tujuan penyediaan benih sumber. Aspek dengan lokasi geografis daerah yang memiliki
biofisik lingkungan khususnya sumberdaya lahan peruntukan lahan untuk pengembangan padi.

114 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:107-116
Gambar 3. Peta peruntukkan lahan untuk pengembangan perbenihan padi di Kalimantan Tengah

KESIMPULAN Hadi S, Budiarti T, dan Haryadi, 2005, Studi


Keberadaan varietas unggul baru padi di Komersialisasi Benih Padi Sawah Varietas
Kalimantan Tengah yang banyak diapresiasi Unggul, Bul. Agron. 33 (1): 12 – 18.
penangkar dan kelompok tani adalah yang Kartina AM, 2010, Evaluasi Potensi Genetis
memiliki karakteristik umur tanaman, rasa nasi dan Pertumbuhan Dan Produksi Varietas Unggul
potensi hasil Karakteristik ini pulalah yang Baru Tanaman Padi (Oryza Sativa) Di
menentukan sebaran varietas di Kalimantan Kecamatan Banjar Kabupaten Pandeglang
Tengah. Kabupaten dengan sebaran varietas VUB Provinsi Banten, Jur. Agroekotek. 2 (2): 18-
padi Balitbangtan terbanyak berada Kapuas. 23.
Mulsanti IW, Wahyuni S, dan Sambiring H, 2014,
Hasil Padi Dari Empat Kelas Benih Yang
DAFTAR PUSTAKA Berbeda, Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan, 33 (3): 169-176.
Ritung, S., K. Nugroho, A. Mulyani, dan E.
De Silva H, Triatono J, dan Murdolelono B, 2011,
Suryani. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi
Potensi, Peluang dan Kendala Percepatan
Lahan Untuk Komoditas Pertanian (Edisi
Penyebaran Verietas Unggul Baru Padi dan
Revisi). Balai Besar Penelitian dan
Jagung di NTT, Semiar Nasional Serealia.
Pengembangan Sumberdaya Lahan

Sebaran Varietas Unggul Baru Padi Di Kalimantan Tengah (Twenty Liana, Andy 115
Bhermana, dan Andriansyah)
Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Bogor. Tomlinson, R. F. 1968. A Geographical
Samaullah Yamin. 2009. IP Padi 400. Pers Information System for Regional Planning.
Release. Papers of a CSIRO Symposium Organized
Setyowati I dan Kurniawati S, 2015, Preferensi in Cooperation with UNESCO 26-31 August
masyarakat terhadap karakter nasi varietas 1968. Macmillan of Australia: 200-210.
unggul baru padi: Kasus di Kecamatan Wahab MI, Satoto, Rachmat R, Guswara A, dan
Cibadak, Kabupaten Lebak, Banten, Pros Suhama, 2017, Deskripsi Varietas Unggul
Sem Nas Masy Biodiv Indon, 1 (4): 889-893 Baru Padi, Badan Penelitian dan
Shereen, A., H. E. ElDeeb., and D. M. Atiya. 2011. Pengembangan Pertanian, Kementerian
A New Model for Automatic Raster-to- Pertanian.
Vector Conversion.International Journal of Wirosoedarmo, R., Rahadi, B., dan Sasmito, D. A.
Engineering and Technology, 3 (3), 2011: 2007. Penggunaan Sistem Informasi
182-190. Geografi (SIG) Pada Penentuan Lahan Kritis
di Wilayah Sub DAS Lesti Kabupaten
Suastika IBK, Kamandalu AANB dan Aryawai
Malang. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
SAN, 2016, Peranan UPBS BPTP Bali
Indonesia. Edisi Khusus, No. 3. 2007: 452-
dalam Produksi dan Distribusi Benih
456.
Sumber Padi Mendukung Kedaulatan
Pangan di Provinsi Bali, Prosiding Seminar Yang DS, Lee KS, Kays SJ, 2010, Characterization
Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, and discrimination of premium-quality,
Banjarbaru, 20 Juli 2016 waxy and black pigmented rise based on
odoractive compounds. J Sci Food Agric,
Supriatna A, 2012, Meningkatkan Indeks
DOI: 10.1002/jsfa.4126.
Pertanaman Padi Sawah Menuju Padi IP
400, Agrin. 16 (1): 1 – 18.
Sutopo L, 2002, Teknologi Benih, Rajawali Press,
Jakarta, 245 hal.

116 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:107-116
PRODUKSI DAN POLA DISTRIBUSI BENIH SUMBER PADI UPBS
DI PROVINSI BENGKULU

Yahumri, Yuliasari, S., Artanti, H. dan Musaddad, D


Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
Jl. Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota Bengkulu
E-mail: yahumri.bptpbengkulu@gmail.com

ABSTRACT

Production And Distribution Scheme Seeds Source Of Paddy By Ssmu In Bengkulu Province. Source Seed
Management Unit (SSMU) in Assessment Institute of Agricultural Technology (AIAT) Bengkulu has a mandate to
produce FS and SS grade seed sources with a number and varieties that are according of needs, demands,
preferences and characteristics of agroecosystems and local socio-culture. The availability of seeds with principle
6 precises at the farmer level plays an important role, and this is inseparable from the role of the large seed
breeders. In order to establish sustainable continuity between producers and technology users, especially varieties,
the provision of sustainable source seeds is one of the most important activities. In an effort to ensure the
availability of quality seeds from high-yielding varieties and to increase their use among farmers, the development
program of seedlings from upstream to downstream must be more directed, integrated and sustainable. This aims
of the study was to evaluate the production aspects and distribution patterns of source seeds produced by SSMU in
AIAT Bengkulu to meet the needs of rice seed sources in Bengkulu Province in 2017. The evaluation is focused on
production aspects and patterns of seed distribution to users. Data tabulated and analyzed descriptively based on
percentage. The results revealed that the UPBS seed production process in 2017 carried out in Seluma District and
Bengkulu City gave the results of VUB rice seeds with SS seed classes of 3,530 kg or 50.43% compared to the
production target of 7 tons. The pattern of seed distribution is carried out through two ways, commercialization
and assistance. Distribution of rice seeds in SSMU AIAT Bengkulu in 2017 included production seeds in 2016 as
many as 1,720 kg (21.46%) through commercialization and 2,674 kg (33.36%) through assistance, and production
seeds in 2017 for 1,035 kg through commercialization.

Keywords: Paddy, source seeds, production, pollen patterns

ABSTRAK

Unit Pengelola Benih sumber (UPBS) di BPTP mempunyai mandat untuk menghasilkan benih sumber kelas FS
dan SS dengan jumlah dan varietas yang disesuaikan dengan kebutuhan, permintaan, preferensi serta karakteristik
agroekosistem dan sosial budaya setempat. Ketersediaan benih dengan prinsip 6 tepat ditingkat petani memegang
peranan penting, dan hal ini tidak terlepas dari peranan para penangkar benih yang cukup besar. Agar terjalin
kesinambungan yang berlanjut antara penghasil dengan pengguna teknologi utamanya varietas, maka penyediaan
benih sumber yang berkelanjutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting. Dalam upaya menjamin
ketersediaan benih bermutu dari varietas unggul serta meningkatkan penggunaannya di kalangan petani maka
program pengembangan perbenihan dari hulu sampai hilir harus lebih terarah, terpadu, dan berkesinambungan.
Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek produksi dan pola distribusi benih sumber yang dihasilkan oleh
UPBS BPTP Balitbangtan Bengkulu terhadap pemenuhan kebutuhan benih sumber tanaman padi di Provinsi
Bengkulu tahun 2017. Evaluasi difokuskan pada aspek produksi dan pola distribusi benih ke pengguna. Data
ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif berdasarkan persentase. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa proses
produksi benih UPBS tahun 2017 yang dilaksanakan di Kabupaten Seluma dan Kota Bengkulu memberikan hasil
benih padi VUB dengan kelas benih SS sebanyak 3.530 kg atau 50,43% dibandingkan target produksi sebanyak 7
ton. Pola distribusi benih dilakukan melalaui dua cara, yaitu komersialisasi dan bantuan. Distribusi benih padi
UPBS BPTP Bengkulu pada tahun 2017 meliputi benih produksi Tahun 2016 sebanyak 1.720 kg (21,46%) melalui

Produksi dan Pola Distribusi Benih Sumber Padi UPBS di Provinsi Bengkulu (Yahumri, 117
Yuliasari, S., Artanti, H.dan Musaddad, D)
komersialisasi dan 2.674 kg (33,36%) melalui pemberian bantuan, serta benih produksi Tahun 2017 sebanyak
1.035 kg melalui komersialisasi.

Kata kunci: Padi, benih sumber, produksi, polasebuk sari

PENDAHULUAN benih padi. Bahkan di negara-negara yang


pertaniannya telah sangat maju sekalipun, sektor
perbenihan informal masih tetap menunjukkan
Benih merupakan salah satu komponen kontribusi penting dalam penyediaan benih
produksi yang mempunyai kontribusi cukup besar varietas unggul baru (Suparman, 2016).
dalam peningkatan produktivitas tanaman padi.
Penggunaan dan varietas unggul dan bermutu Selain tersedia benih dalam jumlah yang
tinggi yang berdaya hasil tinggi, responsif terhadap cukup, untuk mendorong percepatan penggunaan
pemupukan dan toleran terhadap serangan hama benih bermutu diperlukan upaya penangkaran dan
penyakit utama telah memberikan manfaat berupa sertifikasi benih. UPBS dilembaga sebagai bentuk
pertumbuhan tanaman yang seragam, tindakan reponsif atas lemahnya kinerja
menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang kelembagaan perbenihan di daerah, kurangnya
banyak, masak dan panen serempak dan promosi dan diseminasi VUB oleh sumber inovasi,
produktivitas tinggi sehingga dapat meningkatkan serta minimnya stok dan logistik benih VUB
produksi padi yang akhirnya memberikan spesifik lokasi. Sejak tahun 2007, Badan Litbang
sumbangan pada pendapatan usahatani, efisiensi Pertanian, melalui BPTP sebagai unit pelaksana
produksi, dan kecukupan pangan (Nugraha, et al., teknis terdepan di daerah, melakukan
2007; Suprihatno et al., 2010; Wahyuni, 2011; pengembangan dan pembinaan penangkaran benih
Yusuf, 2012). Selanjutnya, penggunaan benih padi untuk mendukung industri benih padi melalui
unggul menunjukkan kontribusi terbesar terhadap pembentukan Unit Pengelola Benih Sumber
produksi dibandingkan dengan penerapan (UPBS) di setiap BPTP. Selanjutnya UPBS
teknologi lainnya (Saryoko, 2009; Badan Litbang diharapkan mampu menyediakan benih bermutu
Pertanian, 2011). sesuai kebutuhan daerah, mensosialisasikan
varietas unggul baru (VUB) yang dihasilkan Badan
Sistem perbenihan yang tangguh Litbang Pertanian dan mendapatkan umpan balik
(produktif, efisien, berdaya saing, dan mengenai preferensi pengguna (Supriatna et al.,
berkelanjutan) sangat diperlukan untuk mendukung 2011). UPBS di BPTP mempunyai mandat untuk
upaya peningkatan penyediaan benih padi dan menghasilkan benih sumber kelas FS dan SS
peningkatan produksi beras nasional. Produksi dengan jumlah dan varietas yang disesuaikan
benih bersertifikat di Indonesia sekitar 60% (tahun dengan kebutuhan, permintaan, preferensi serta
2014) dari total kebutuhan benih potensial karakteristik agroekosistem dan sosial budaya
(Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan 2015). setempat (BBP2TP, 2013).

Produksi benih besertifikat Indonesia Produksi benih yang efektif dan efisien
tertinggi di Asia. Perbandingan produksi benih dengan memperhatikan jaminan mutu dalam skala
padi bersertifikat di India 13,5%, Pakistan 5%, komersial dapat terwujud melalui suatu industri
Bangladesh 4%, Vietnam 8%. Implikasinya adalah benih dengan sistem manajemen mutu yang
akan sangat tidak realistis bila kita mengharapkan memadai. Sektor perbenihan informal yang
sektor formal menyediakan 100% benih menyediakan benih baru yang berasal dari
(bersertifikat) untuk memenuhi semua kebutuhan penangkar atau petani sendiri juga sebaiknya tidak
118 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:11-19
diabaikan, karena sektor ini merupakan sumber dan Kota Bengkulu. Produksi benih sumber
benih yang mensuplai sekitar 60% benih padi bagi dilakukan pola kerjasama dengan petani
petani. Agar benih varietas unggul baru sampai penangkar. Sistem kerjasama yang disepakati
kepada para petani melalui sektor informal, maka antara UPBS BPTP Bengkulu dan petani
perlu mendapat perhatian semua pihak yang terkait kooperator di lokasi penangkaran di Kabupaten
dengan upaya peningkatan produksi padi melalui Seluma adalah sistem bagi hasil dengan
adopsi variets unggul (Nugraha, 2013). perbandingan 70:30 (petani : UPBS BPTP
Bengkulu) dalam bentuk Gabah Kering Panen.
Total benih yang diproduksi oleh Lokasi penangkaran di Kota Bengkulu yang
Lembaga/Instansi/Perusahaan Perbenihan di digunakan untuk kegiatan UPBS BPTP
Provinsi Bengkulu pada tahun 2015 hanya sebesar Balitbangtan Bengkulu pada Tahun 2017 adalah
121,95 ton dengan luas lahan penangkaran sebesar lahan sawah milik Balai Benih Dinas Pangan dan
115,21 ha. Dari total produksi benih tersebut tidak Pertanian Kota Bengkulu. Sistem kerjasama yang
semua calon benih lulus seleksi. Jumlah benih disepakati dalam kontrak kerjasama antara UPBS
berlabel yang diproduksi pada tahun 2015 hanya BPTP Balitbangtan Bengkulu dan Dinas Pangan
sebanyak 58,21 ton, sedangkan kebutuhan benih dan Pertanian Kota Bengkulu adalah bagi hasil
mencapai 3.471,19 ton. Ini berarti jumlah benih dengan perbandingan 2:1 (UPBS BPTP
yang diproduksi oleh lembaga perbenihan yang ada Balitbangtan Bengkulu : Dinas).
di Provinsi Bengkulu pada tahun 2015 hanya
mampu memenuhi sebanyak 1,7% dari total
Kegiatan penangkaran padi pada lahan
kebutuhan benih di Provinsi Bengkulu tahun 2015.
UPBS dilakukan dengan pendekatan 2 komponen
teknologi utama yaitu Teknologi Pengelolaan
Upaya yang dapat dilakukan untuk dapat
Tanaman Terpadu (PTT) dan Kalender Tanam
meningkatkan kontribusi pemenuhan kebutuhan
(KATAM). Komponen PTT dan teknologi yang
benih padi di Provinsi Bengkulu adalah dengan
diterapkan disajikan pada Tabel 1.
mempercepat proses produksi dan distribusi benih
padi Varietas Unggul Baru (VUB) kepada
pengguna. Untuk meningkatan produktivitas dalam Tahapan budidaya padi diawali dengan
proses produksi diperlukan penerapan teknologi penyiapan lahan. Secara umum pengolahan tanah
dengan pendekatan teknolgi PTT dan rekomendasi meliputi 3 fase, yaitu (1) Penggenangan tanah
Kalender Tanam (KATAM) Terpadu Moder sawah sampai tanah jenuh air, (2) Pembajakan
terutama rekomendasi pemupukan. Tujuan dari sebagai awal pemecahan bongkah dan membalik
penulisan ini adalah untuk mengevaluasi aspek tanah, dan (3) Penggaruan untuk menghancurkan
produksi dan pola distribusi benih sumber yang dan melumpurkan tanah. Ketiga fase pengolahan
dilakukan dalam kegiatan penangkaran benih padi tanah tersebut menggunakan 1/3 kebutuhan air dari
yang dilakukan oleh UPBS BPTP Balitbangtan total kebutuhan air selama pertumbuhan tanaman.
Bengkulu. Pengolahan tanah dengan cara basah yaitu tanah
sawah dibajak dalam keadaan basah serta digaru
memanjang dan menyilang sampai tanah
METODE
melumpur dengan baik. Pengolahan tanah paling
lambat 15 hari sebelum pemindahan bibit.
Lokasi penangkaran UPBS BPTP
Bengkulu tahun 2017 berada di Kabupaten Seluma

Produksi dan Pola Distribusi Benih Sumber Padi UPBS di Provinsi Bengkulu (Yahumri, 119
Yuliasari, S., Artanti, H.dan Musaddad, D)
Tabel 1. Komponen PTT dan teknologi yang diterapkan pada kegiatan penangkaran UPBS BPTP Bengkulu
tahun 2017.
No Komponen PTT Teknologi Yang Diterapkan
1 Varietas Unggul Baru Inpari 6, Inpari 30, Inpari 23, Inpari 32, dan Situ
Bagendit
2 Bibit bermutu dan sehat Kelas benih FS (label putih)
3 Pengaturan cara tanam (jajar legowo) Legowo 2:1 dengan jarak tanam (20 cm – 40 cm) x
10 cm.
4 Penggunaan bibit muda Umur kurang dari 21 hari setelah semai
5 Jumlah bibit per lubang 1-3 batang
6 Pemupukan berimbang dan efisien Rekomendasi Kalender Tanam:
menggunakan PUTS dan Rekomendasi Kecamatan Talo Kecil: NPK Phonska 350 kg/ha dan
Katam Urea 100 kg/ha. Kota Bengkulu: Urea 250 kg, TSP
100 kg, KCl 50 kg
7 Pengendalian hama dan penyakit Terpadu
tanaman
8 Pengolahan Tanah Olah tanah sempurna (maximum tillage)
9 Pengelolaan air Berselang (intermitten)
10 Penanganan panen dan pascapanen Tepat waktu dan segera dirontok

Penanaman dilakukan pada saat bibit dan gulma yang dapat hidup dalam suasana lembab
masih muda yaitu pada umur < 21 hari setelah seperti wereng dapat ditekan keberadaannya.
semai. Sistem tanam yang digunakan adalah sistem
tanam jajar legowo (Jarwo) 2 : 1. Manfaat yang Penggunaan pupuk lebih berdaya guna.
dapat diperoleh petani dengan menggunakan Pemberian pupuk yang dilakukan pada sistem
sistem tanam jarwo, antara lain semua barisan tanam jarwo yaitu pupuk hanya ditaburkan
rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang ditengah barisan antara tanaman. Jika pupuk
biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman diberikan dengan cara ditaburkan di atas tanaman
pinggir), serta memberikan kesempatan yang sama seperti yang biasa petani lakukan justru membuat
pada setiap tanaman dalam memperoleh sinar pupuk banyak yang menempel pada tengah batang
matahari. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman tanaman, sehingga pupuk yang diperlukan lebih
lebih baik dan serempak. Pertumbuhan tanaman banyak. Selainitu, pemberian pupuk dengan sistem
yang baik tersebut dapat meningkatkan legowo dapat menghambat pertumbuhan gulma
produktivitas tanaman. Berbeda dengan sistem karena pupuk hanya diberikan ditengah baris
tanam tegel yang barisan tanamannya rapat, dalam pertanaman saja, sedangkan pada baris
sehingga ketika tanaman padi sudah mulai tinggi legowonya tidak. Dengan demikian gulma yang
dan besar, tanaman yang berada ditengah kurang berada di sekitar baris legowo pertumbuhannya
mendapatkan sinar matahari sehingga pertumbuhan tidak terlalu pesat karena kurang menyerap pupuk.
tidak serempak.

Pemeliharaan pertanaman padi meliputi


Pengendalian hama, penyakit dan gulma pemupukan, pengendalian gulma, pengairan dan
lebih mudah. Dengan sistem tanam jarwo, pangkal pengendalian hama/penyakit. Pemupukan dibagi
tanaman tidak ternaungi karena sinar matahari menjadi tiga tahap. Pemupukan pertama diberikan
langsung dapat menyinari bagian pangkal tanaman. pada saat umur tanaman 7-14 hst. Pada saat itu
Dengan keadaan seperti demikian, hama/penyakit perakaran tanaman padi sudah mulai berkembang

120 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:11-19
Tabel 2. Hasil pengamatan OPT pada tanaman padi di lahan penangkaran
Varietas Serangan Hama dan Tingkat Tindakan yang dilakukan
Penyakit Tanaman Serangan
Inpari 23  Tikus Sedang Dibasmi dengan racun, belum
sistematis perlu pengendalian serius
Dilakukan penyemprotan
 Hawar daun jingga Sedang
Inpari 30 Ulat daun Ringan Dilakukan penyemprotan
Inpari 6 Tidak ada serangan - -
Situbagendit Hawar daun jingga Sedang Dilakukan penyemprotan
Inpari 32 Tikus dan burung Sedang Tikus dibasmi dengan racun, belum
sistematis perlu pengendalian serius

Tabel 3. Jumlah produksi dan bagi hasil benih padi kegiatan UPBS Tahun 2017
No. Varietas Luas Jumlah produksi Bagi Hasil yang Persentase
Penangkaran riil diterima UPBS Bagi Hasil
(ha) (kg GKP) (kg GKP) (%)
1. Inpari 32 0,84 1.728 1.248 72,22
2. Inpari 6 1,00 3.360 629 18,72
3. Inpari 23 1,90 4.700 1.122 23,87
4. Inpari 30 1,08 2.640 368 13,94
5. Situ Bagendit 2,06 3.300 788 23,88
4.155
Sumber : Data primer, 2017.

dan siap menghisap pupuk yang diberikan walau Distribusi diperoleh dari data base yang ada di
dalam jumlah sedikit. Pemupukan kedua pada saat UPBS BPTP Balitbangtan Bengkulu. Selanjutnya
umur tanaman 21-28 hst dan pemupukan ketiga data primer ditabulasi dan dianalisis secara
pada saat 35-40 hst. Rekomendasi dosis proporsional berdasarkan persentase. Untuk
pemupukan ditentukan berdasarkan hasil analisis menjawab tujuan yang ingin dicapai dilakukan
tanah awal dan pendekatan Kalender Tanam analisis deskriptif.
(KATAM). Rekomendasi pemupukan di
Kecamatan Talo Kecil Kabupaten Seluma adalah
HASIL DAN PEMBAHASAN
NPK 350 kg/ha, Urea 50 kg/ha, dan Za 50 kg/ha,
sedangkan di Kecamatan Sungai Serut Kota
Bengkulu Urea 250 kg/ha, TSP 100 kg/ha dan KCl Pada umur pertanaman padi sekitar 45-50
50 kg/ha. hst telah dilakukan pemeriksaan lapang (roguing
tahap I) dengan melibatkan petugas lapang BPSB-
TPH. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap
Pengumpulan data primer yang terdiri dari
masing-masing varietas padi di lahan penangkaran
data produksi dan distribusi benih sumber ke
di Desa Taba Kecamatan Talo Kecil Kabupaten
pengguna. Data produksi diperoleh dari hasil riil
Seluma dan Kelurahan Semarang kecamatan
dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP)
Sungai Serut Kota Bengkulu disajikan pada Tabel
berdasarkan luas masing-masing varietas yang
2.
ditanam, dikumpulkan dari petani kooperator. Data

Produksi dan Pola Distribusi Benih Sumber Padi UPBS di Provinsi Bengkulu (Yahumri, 121
Yuliasari, S., Artanti, H.dan Musaddad, D)
Tabel 4. Produksi benih sumber padi VUB melalui kegiatan UPBS BPTP Balitbangtan Bengkulu tahun 2017.
Jumlah
No. Varietas Kelas Benih
(kg GKG)
1. Inpari 32 SS 1.035
2. Inpari 6 SS 555
3. Inpari 23 SS 930
4. Inpari 30 SS 310
5. Situ Bagendit SS 700
Jumlah (Kg GKG) 3.530
Sumber : Data primer, 2017

Hawar daun bakteri (HBD) merupakan menyebabkan kelembaban di area bawah tanaman
penyakit bakteri yang tersebar luas dan sedikit saja.
menurunkan hasil sampai 36%. Penyakit terjadi
pada saat musim hujan atau musim kemarau yang Penyakit ini dikendalikan melalui
basah, terutama pada lahan sawah yang selalu penanaman varietas tahan secara bergantian untuk
tergenang, dan dipupuk N tinggi (> 250 kg mengantisipasi perubahan ras blas yang sangat
Urea/ha). Hawar merupakan gejala yang paling cepat, dan pemupukan NPK yang tepat.
umum pada tanaman yang telah mencapai fase Penanaman dalam waktu yang tepat dan perlakuan
tumbuh dan sampai fase pemasakan. Gejala benih dapat pula diupay. Bila diperlukan dapat
diawali dengan timbulnya bercak abu-abu menggunakan fungisida yang berbahan aktif metil
(kekuningan) umumnya pada tepi daun. Dalam tiofanat, fosdifen, atau kasugamisin.
perkembangannya gejala meluas, membentuk
hawar, dan akhirnya daun mengering. Dalam Proses produksi benih UPBS tahun 2017
keadaan lembab (terutama pagi hari), kelompok yang dilaksanakan di Kabupaten Seluma dan Kota
bakteri, berupa butiran berwarna kuning keemasan, Bengkulu memberikan hasil benih padi VUB
dapat dengan mudah ditemukan pada daun-daun dengan kelas benih SS sebanyak 3.530 kg atau
yang menunjukkan gejala hawar. Dengan bantuan 50,43% dibandingkan target produksi sebanyak 7
angin, gesekkan antar daun, dan percikan air hujan, ton. Rendahnya produksi benih tersebut
massa bakteri ini berfungsi sebagai alat penyebar disebabkan beberapa spot pertanaman diserang
penyakit HDB. Saran yang diberikan kepada petani oleh hama tikus dan mengalami kekeringan, karena
adalah untuk mengurangi penggunaan urea, serta debit air pada saluran irigasi sangat kecil akibat
menerapkan sistem pengairan intermitten (genang- musim kemarau sehingga air tidak dapat mencapai
kering) sehingga kelembaban yang terjadi di lokasi lahan pertanaman padi. Direktorat
bagian bawah tanaman dapat berkurang. Perlindungan Tanaman Pangan (2015) melaporkan
bahwa 445.001 ha sawah terserang OPT dan 2.424
ha mengalami gagal panen. OPT menyebabkan
Penyakit HDB secara efektif dikendalikan kehilangan hasil antara 24-41% (Savary dan
dengan varietas tahan; pemupukan lengkap; dan Willocquet 2000; Sparks et al. 2012) atau rata-rata
pengaturan air. Untuk daerah-daerah yang endemis 37% (Sparks et al. 2012). Tanaman yang
penyakit HDB, tanam varietas tahan seperti code mengalami kekeringan pada fase pertumbuhan
dan angke dan gunakan pupuk NPK dalam dosis vegetatif maun generatif juga dapat menurunkan
yang tepat. Bila memungkinkan, hindari produksi tanaman padi yang ditangkarkan. Kondisi
penggenangan yang terus menerus, misalkan 1 hari ini dikarenakan pada saat padi ditanam bulan
digenangi dan 3 hari dikeringkan. Salah satu periode April-September, dimana pada kondisi
keunggulan dari padi varietas Inpari 6, 23, dan 30 tersebut tanaman mengalami kekeringan, menurut
adalah daun yang tegak sehingga seluruh batang Kamandalu, et al. (2010)
tanaman dapat terkena sinar matahari yang

122 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:11-19
123
Tabel 5. Rincian pendistribusian VUB padi UPBS BPTP Bengkulu tahun 2016-2017.
Varietas Tahun Kelas Jumlah yang dikomersialisasikan Jumlah yang diberikan dalam bentuk bantuan
Produksi Benih Pengguna Jumlah Pengguna Jumlah (kg)
(kg)
Inpari 30 2016 FS  Kelompok Tani 995  Kelompok Tani Mekar 150
 Kegiatan Display VUB 185 Sari Mukomuko dan
padi di Kabupaten Kepahiang 15
Seluma  Mahasiwa Universitas 2.000

Produksi dan Pola Distribusi Benih Sumber Padi UPBS di Provinsi Bengkulu (Yahumri,
Bengkulu
 Dinas Pertanian
Kabupaten Lebong
Inpari 6 2016 FS  Kelompok Tani di Kota 40  Kelompok Tani di 50
Bengkulu Kabupaten Seluma
 Kegiatan Display VUB 95  Mahasiwa Universitas 5
padi di Kabupaten Bengkulu
Seluma
Gilirang 2016 FS Kelompok Tani di Kabupaten 95 - -
Seluma
Situ 2016 FS  Kelompok Tani di Kota 185  Mahasiwa Universitas 5
Bagendit Bengkulu, Kabupaten Bengkulu 210
Bengkulu Tengah dan  Balai Benih Kabupaten 239
Bengkulu Utara Lebong
 Kegiatan Display VUB  Dinas Pertanian
padi di Kabupaten 125 Kabupaten Lebong
Seluma dalam rangka

Yuliasari, S., Artanti, H.dan Musaddad, D)


peningkatan IP Padi
Jumlah 1.720 2.674
Inpari 32 2017 SS Kelompok Tani di Kota Bengkulu, 1.035 - -
Kabupaten Bengkulu Tengah,
Mukomuko dan Bengkulu Selatan
Inpari 6 2017 SS - - - -
Inpari 23 2017 SS - - - -
Inpari 30 2017 SS - - - -
Situ 2017 SS - - - -
Bagendit
Jumlah 1.035 -
Sumber: Data primer, 2017.
kondisi kekeringan pada fase generative dapat
berpengaruh terhadap kehampaan gabah dan hasil KESIMPULAN
akhir, sehingga bobot 1000 butir gabah lebih
rendah dibandingkan yang dicapai BB Padi
(Suprihatno et al., 2011). Produksi benih sumber UPBS yang
dilaksanakan di Kabupaten Seluma dan Kota
Bengkulu berhasil memproduksi benih padi VUB
Selain itu, penerapan sistem kerjasama dengan kelas benih SS. Varietas benih yang
bagi hasil semakin memperkecil jumlah bagi hasil dihasilkan meliputi Inpari 32, Inpari 6 Inpari 23,
yang diterima oleh UPBS. Produksi benih sumber Inpari 30 dan Situ Bagendit
padi melalui kegiatan UPBS BPTP tahun 2017
Pola distribusi benih sumber padi
disajikan pada Tabel 3.
UPBS di Provinsi Bengkulu dilakukan melalui dua
cara, yaitu Pertama, pola komersialisasi dan Kedua
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk dengan pola bantuan. Benih UPBS yang
promosi dan distribusi hasil benih UPBS BPTP didistribusikan adalah meliputi produksi benih
Bengkulu, antara lain (1) Melakukan promosi tahun 2016 dan tahun 2017.
benih bersama dengan Dinas, penangkar, penjual
beras dan masyarakat (2) Pemberian bantuan benih
kepada petani melalui dinas pertanian UCAPAN TERIMAKASIH
kabupaten/kota dan/atau badan pelaksana
penyuluhan pertanian kabupaten/kota setempat Ucapan terimakasih disampaikan kepada
untuk dimanfaatkan dalam kegiatan uji adaptasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
varietas, demonstrasi benih unggul (dembul), atas pembiayaan yang diberikan melalui program
demplot, display varietas unggul baru (VUB), kaji kerjasama (KKP3SL) TA. 2016 pada kegiatan
terap varietas unggul, dan sebagainya, dan (3) Kajian Efisiensi Usahatani Bawang Merah Menuju
Monitoring oleh UPBS dalam hal pemanfaatan Ramah Lingkungan di Jawa Tengah. Ucapan
benih bantuan perlu dilakukan agar tepat sasaran. terimakasih juga disampaikan kepada: 1) Dr.
Jumlah benih sumber yang telah didistribusikan Bambang Prayudi yang telah purna tugas atas
oleh UPBS BPTP Bengkulu pada tahun 2017 segala bimbingan dan masukan selama
meliputi benih produksi Tahun 2016 sebanyak pelaksanaan kegiatan, dan 2) Prof. Suwandi dari
1.720 kg (21,46%) melalui komersialisasi dan Balitsa dan S. Endang Ambarwati, SP., MSi atas
2.674 kg (33,36%) melalui pemberian bantuan, kerjasama selama pelaksanaan kegiatan di
serta benih produksi Tahun 2017 sebanyak 1.035 Kabupaten Demak.
kg melalui komersialisasi. Benih produksi Tahun
2017 sebanyak 1.035 kg tersebut mampu
DAFTAR PUSTAKA
mencukupi kebutuhan benih padi sawah irigasi
seluas 25.875 Ha yang tersebar di beberapa
Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu, antara lain Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Kota bengkulu, Kabupaten Bengkulu Tengah, Teknologi Pertanian. 2013. Petunjuk
Bengkulu Selatan, Mukomuko dan Lebong. Pelaksanaan UPBS. Balai Besar Pengkajian
Rincian pendistribusian dan stok benih padi VUB dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
UPBS BPTP Bengkulu per 31 Desember 2017 Bogor.
disajikan pada Tabel 5.
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 2015.
Laporan Kinerja Tahun 2014. Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan, Ditjen

124 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:11-19
Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi-Jawa
Jakarta. Barat.
Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan. 20015. Suprihatno B., A.A. Daradjat, Satoto, Baehaki,
Kebijakan dan Strategi Pengembangan S.E., I.P. Wardana, Suwarno, S. Dewi
Perbenihan Tanaman Pangan. Jakarta: Indrasari, E. Lubis, dan M.J. Mejaya. 2011.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar
Kamandalu, Suryawan, dan H.M. Toha. 2010. Tanaman Padi. Sukamandi-Jawa Barat.
Produktivitas beberapa varietas unggul baru Sparks, A., A. Nelson, and N. Castilla. 2012.
padi melalui pendekatan pengelolaan Where rice pests and diseases do the most
tanaman dan sumberdaya terpadu. Proseding damage. Rice Today Oct-Nov 2012.
Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi, International Rice Research Institute,
Balai Besar Peneltian Tanaman Padi- Philippines.
Sukamandi. Buku 2: 539-548. Yusuf, R. 2012. Kajian Teknologi Perbanyakan
Nugraha, U.S. 2013. Perkembangan industri dan Benih Unggul Padi Sawah Spesifik Lokasi
kelembagaan perbenihan padi. 30p. di Kabupaten Rokan Hulu. Prosiding
Nugraha, U.S, Sri Wahyuni, M.Y. Samaullah, dan Seminar UR-UKM ke-7. ”Optimalisasi Riset
A. Ruskandar. 2007. Perbenihan di Sains dan Teknologi Dalam Pembangunan
Indonesia. Prosiding Hasil Penelitian Padi Berkelanjutan”. Universitas Riau. Hal.:
Tahun 2007. Balai Besar Penelitian 174-176.
Tanaman Padi. Subang – Jawa Barat. Wahyuni, S. 2011. Teknik Produksi Benih Sumber
Padi. Makalah disampaikan dalam
Workshop Evaluasi Kegiatan Pendampingan
Saryoko, A. 2009. Kajian Pendekatan Penanda
SL-PTT 2001 dan Koordinasi UPBS 2012
Padi (Rice Check) di Provinsi Banten.
tanggal 28-29 November 2011. Balai Besar
Widyariset 12(2):43-52.
Penelitian Tanaman Padi.
Savary, S. and L. Willocquet. 2000. Rice pest
constraints in tropical Asia: quantification of
yield losses due to rice pests in a range of
production situations. Plant Dis. 84(3): 357-
369.
Suparman, 2016. Kajian Produksi Benih Sumber
Padi UPBS BPTP Kalimantan Tengah.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Teknologi Pertanian. Banjarbaru. Hal: 423-
428.
Supriatna, A., J. Mulyono, dan Zakiah. 2011.
Percepatan Pengembangan Varietas Unggul
Baru Padi melalui Unit Pengelola Benih
Sumber. Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 (2):
203-216.

Suprihatno, B., A.A. Daradjat, Satoto, Baehaki


S.E., Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari,
I.P Wardana, dan H. Sembiring. 2010.
Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar

Produksi dan Pola Distribusi Benih Sumber Padi UPBS di Provinsi Bengkulu (Yahumri, 125
Yuliasari, S., Artanti, H.dan Musaddad, D)
126
PROSPEK PENGEMBANGAN MICROGREEN DALAM MENDUKUNG PERTANIAN
PERKOTAAN DI JAKARTA
Iskandar Zulkarnaen dan Ana Feronika Cindra Irawati
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta
Jalan Raya Ragunan No.30, Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
E-mail : iskandar.agh47@gmail.com

ABSTRACT

Microgreens Occasion Development to Support Jakarta’s Urban Farming. Microgreens are


vegetables, herbs or other plant consumed at very early stage when the cotyledon fully grown or true leaves not
shown up yet. Purpose of this review are to discover occasion development and some cultivation components of
microgreen appropriate to develop on urban area like Jakarta. This review explained key value and classification,
commodity, microgreen existing condition in Jakarta, household and commercial scale development of microgreens
also nutritional value between microgreens and plant that grown conventionally. This review also describe
cultivation technique in some countries that have already developed it. Generally, microgreens has great potential
and compatible to grown in Jakarta. However, there are still needs some action to develop microgreens such as food
safety counseling, local seeds production that free of hazardous chemicals and research about adaptive commodities
and how significant microgreens can affect nutrition and public health.

Keywords: microgreens, narrow land, sprouts, urban farming

ABSTRAK

Microgreen adalah tanaman sayuran, tanaman rempah atau tanaman lainnya yang dikonsumsi saat masih berumur
sangat muda yaitu saat kotiledon tanaman sudah berkembang sempurna atau saat daun sejati belum muncul (tinggi
tanaman 5 - 10 cm). Ulasan ini dlakukan untuk mengetahui prospek pengembangan dan teknologi budi daya
microgreen yang sesuai untuk dikembangkan di perkotaan khususnya daerah Jakarta. Ulasan ini menjelaskan
tentang definisi dan klasifikasi, komoditas, kondisi microgreen di Jakarta saat ini, pengembangan skala rumah
tangga dan komersial serta perbandingan nilai gizi microgreen dengan tanaman yang dibudidayakan secara
konvensional. Ulasan ini juga menjelaskan teknologi budi daya microgreen yang berkembang di beberapa negara
yang sudah lebih dulu mengembangkannya. Secara umum, microgreen cocok dan memiliki potensi yang besar
untuk dikembangkan di Jakarta namun masih perlu dilakukan beberapa kegiatan untuk melakukan pengembangan
microgreen seperti sosialisasi microgreen dan keamanan pangannya, produksi benih bebas bahan kimia berbahaya
di dalam negeri dan penelitian mengenai komoditas yang adaptif dan seberapa signifikan microgreen dapat
memengaruhi tingkat gizi dan kesehatan masyarakat.

Kata kunci: kecambah, lahan sempit, microgreen, pertanian perkotaan

Prospek Pengembangan Microgreen Dalam Mendukung Pertanian Perkotaan di Jakarta 127


(Iskandar Zulkarnaen dan Ana Feronika Cindra Irawati)
PENDAHULUAN pekarangan bahkan dalam rumah. Selain
pemeliharaan yang cukup praktis, teknik budi daya
ini juga hanya memerlukan waktu yang relatif
Penyediaan buah dan sayur yang sehat
singkat. Tanaman microgeen ini tidak memerlukan
dengan nilai gizi yang seimbang dapat diupayakan
pengendalian hama menggunakan bahan kimia
dengan budi daya tanaman yang dipanen saat
yang berbahaya karena tanaman microgreen
masih kecambah atau sering disebut dengan
umumnya dipanen pada umur tanaman yang sangat
microgreen. Microgreen adalah tanaman sayuran,
muda sehingga tanaman microgreen ini aman
tanaman rempah atau tanaman lainnya yang
dikonsumsi serta bebas dari pestisida kimia
dikonsumsi saat masih berumur sangat muda yaitu
sintetik. Tujuan dari ulasan ini adalah untuk
saat kotiledon tanaman sudah berkembang
mengetahui prospek pengembangan dan teknologi
sempurna atau saat daun sejati belum muncul
budi daya microgreen yang sesuai untuk
(tinggi tanaman 5-10 cm). Microgreen dikenal
dikembangkan di perkotaan khususnya daerah
karena variasi warna yang menarik, cita rasa yang
Jakarta.
kuat dan mengandung senyawa bioaktif yang lebih
tinggi baik dari segi vitamin, mineral dan
antioksidan (Kou et al., 2013; Sun et al., 2013) PROSPEK PENGEMBANGAN
Menurut Waterland (2017), pada tanaman Kubis MICROGREEN
hijau terdapat perbedaan signifikan pada total
kandungan mineral (K, Ca, Mg, P, Na, Fe, Mn, Zn
Microgreen
dan Cu) antara tanaman microgreen yang dipanen
saat kotiledon berkembang sempurna dan saat Microgreen adalah tanaman yang dipanen
memiliki 2 (dua) daun sejati dengan tanaman muda dan biasanya digunakan sebagai pelengkap
dewasa yang dipanen pada saat terdapat 8 untuk memperindah warna dan memperkaya cita
(delapan) atau lebih daun sejati. Pada penelitian rasa salad maupun sebagai garnish berbagai
tersebut, tanaman microgreen yang dipanen saat macam hidangan utama. Berdasarkan ukuran dan
kotiledon berkembang sempurna dan memiliki 2 umurnya, terdapat 3 (tiga) klasifikasi tanaman
(dua) daun sejati mengandung ±17-18 % yang dipanen berumur muda yaitu: kecambah,
kandungan mineral dari bobot keringnya, microgreen dan baby green. Kecambah adalah fase
sedangkan pada tanaman dewasa kandungan yang paling muda dengan ukuran yang paling
mineral yang terkandung hanya ±5%. Hasil panen kecil. Microgreen berukuran lebih besar
microgreen umumnya diolah menjadi salad atau dibandingkan kecambah dan berumur lebih tua,
pelengkap hidangan utama. Pemenuhan kebutuhan sedangkan baby green adalah yang berukuran
microgreen di Jakarta disuplai dari daerah sekitar terbesar dan tertua di antara tanaman yang dipanen
Jakarta seperti Bekasi dan Bogor. Pelaku usaha muda. Microgreen dipanen saat sebelum tumbuh
microgreen di Bekasi dan Bogor ini umumnya ada daun sejati, sedangkan baby green dipanen setelah
pada skala komersial yang tujuan melakukan budi tumbuh daun sejati. Microgreen dan baby green
daya untuk dijual bukan untuk dikonsumsi sendiri sebenarnya tidak memiliki definisi baku dalam
seperti usaha skala rumah tangga. penggunaannya. Microgreen dan baby green
merupakan istilah pasar yang berkembang di
Provinsi DKI Jakarta dengan luasan lahan
lapangan untuk menjelaskan perbedaan fase dalam
pertanian 1.137 ha yang hanya 0,008% dari luasan
waktu pemanenan tanaman (Treadwell et al.,
lahan pertanian nasional di tahun 2015 (BPS,
2010).
2018), budi daya microgreen merupakan salah satu
solusi untuk melakukan budi daya berbagai Jenis tanaman yang dikembangkan untuk
tanaman sayur, rempah ataupun tanaman lainnya budi daya microgreen cukup bervariasi. Treadwell
untuk daerah dengan lahan pertanian yang sangat et al. (2010) melaporkan terdapat sebanyak 80-100
terbatas. budi daya microgreen dapat dilakukan di jenis tanaman yang telah dicoba sebagai tanaman

128 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:127-135
Gambar 1. Contoh beberapa komoditas tanaman microgreen yang dikembangkan (berurutan dari kiri ke
kanan) adas/fennel; arugula; mizuna; dan soba/buckwheat
(Sumber : (berurutan dari kiri ke kanan) woolworths.co.au; medicalnewstoday.com; specialityproduce.com; dan
123RF.com)

Gambar 2. Microgreen sebagai bahan baku salad


(Sumber : vegetariantimes.com)

microgreen, antara lain: wortel, selada air, arugula, microgreen juga dilakukan untuk mempersingkat
basil, bawang lokio, adas, serai, jagung berondong, waktu produksi dan mengurangi biaya produksi
soba, dan seledri. Komoditas yang benihnya (Murphy dan Pill, 2010)
mudah dikecambahkan antara lain: kubis, bit,
bunga kol, mizuna, mustar, lobak, swiss chard dan
Microgreen di Jakarta saat ini
berbagai jenis bayam. Pada beberapa jenis bit,
benih disarankan untuk direndam terlebih dulu Penggunaan microgreen sebagai bahan
untuk membantu proses perkecambahan makanan sudah cukup dikenal pada beberapa hotel,
(Treadwell et al. 2010). Pengembangan restoran dan kafe di Jakarta namun secara umum
microgreen memiliki fokus untuk mendapatkan masih banyak masyarakat yang belum
kandungan mineral yang lebih tinggi untuk volume mengenalnya. Microgreen umumnya digunakan
dan bobot yang sama pada tanaman dewasa sebagai bahan baku salad atau bahan pelengkap
(Weber, 2016). Selain untuk mendapatkan tanaman dari makanan utama. Kebutuhan microgreen untuk
yang kaya akan mineral, pengembangan daerah Jakarta saat ini masih disuplai dari daerah

Prospek Pengembangan Microgreen Dalam Mendukung Pertanian Perkotaan di Jakarta 129


(Iskandar Zulkarnaen dan Ana Feronika Cindra Irawati)
Gambar 2. Budi daya microgreen skala komersial
(Sumber : tmagazine.blogs.nytimes.com)
di luar Jakarta seperti Bekasi, Bogor bahkan dari kimia pada benih. Tindak lanjut dari masalah
Bandung. Microgreen memiliki pangsa pasar keamanan pangan tersebut adalah penyediaan
khusus namun kontinyu. Microgreen sebagian benih yang bebas dari bahan kimia berbahaya
besar distribusikan ke hotel, restoran dan kafe. untuk dikonsumsi manusia. Selain perlakuan
Menurut Ramadhiani A., dalam Kompas (2018) pelapisan bahan kimia pada benih, disebutkan oleh
terdapat 815 hotel berbintang 4 dan 837 hotel ECO City Farms (2010) masalah keamanan pangan
berbintang 5 di Jakarta. Jumlah hotel yang banyak pada microgreen antara lain kontaminasi bakteri
membuat usaha microgreen di Jakarta memiliki oleh manusia, kontak serangga dan hewan lainnya
potensi pasar yang sangat besar untuk terus dengan tanaman serta akibat penanganan pasca
dikembangkan. Harga microgreen bervariasi panen yang tidak tepat.
bergantung pada ukuran media tanam dan
komoditas yang digunakan. Salah satu pengusaha
Pengembangan microgreen skala rumah tangga
microgreen yang ada di Bandung menjual
dan skala komersial
microgreen dengan harga Rp 25.000 – 35.000/pot
untuk microgreen komoditas tanaman sayuran dan Pengembangan budi daya microgreen tidak
Rp 50.000/pot untuk microgreen komoditas terbatas pada skala komersial saja, microgreen
tanaman rempah. Harga yang cukup tinggi tentu juga dapat dikembangkan pada skala yang lebih
membuat microgreen memiliki potensi pasar untuk kecil seperti skala rumah tangga. Belum ada pelaku
diadopsi dan dikembangkan lebih lanjut lagi usaha microgreen baik skala rumah tangga ataupun
karena sampai pada saat ini masih sedikit pelaku skala komersial di Jakarta. Padahal Jakarta
usahanya terutama usaha skala rumah tangga. merupakan wilayah dengan potensi tinggi untuk
pengembangan budi daya microgreen karena budi
Keamanan pangan menjadi hal yang
daya microgreen ini dapat dilakukan di
esensial dalam pengembangan microgreen. Saat ini
pekarangan, lahan sempit lainnya atau bahkan di
di Indonesia beberapa perusahaan benih
dalam rumah dengan bantuan cahaya lampu.
menggunakan lapisan fungisida, insktisida atau
Pengembangan microgreen skala rumah tangga
bahan kimia berbahaya sejenisnya untuk
dapat menjadi sayuran yang kaya mineral serta
melindungi benih dari serangan hama dan penyakit
dapat menjadi penghasilan tambahan bagi keluarga
sedangkan pada benih curah yang umumnya tidak
bila hasilnya dipasarkan. Budi daya microgreen
berlabel tidak terdapat perlakuan pelapisan bahan
dalam skala rumah tangga dapat dilakukan secara

130 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:127-135
Gambar 4. Grafik perbandingan kandungan beberapa unsur mineral antara microgreen dan tanaman dewasa
pada tanaman selada (g/kg)
(Sumber: Pinto et al., 2015; 40)

sesederhana mungkin. Alat dan bahan yang tanaman microgreen dapat langsung dipanen
digunakan dapat memanfaatkan barang alternatif secara bersamaan (Treadwell et al., 2010).
tidak harus sama seperti alat dan bahan yang
digunakan pada skala komersial. Misal
Kandungan gizi microgreen
penggunaan wadah tidak harus menggunakan tray
khusus untuk microgreen, bekas kemasan brownies Pekembangan budi daya microgreen terus
ataupun wadah lain sejenis pun dapat digunakan. meluas karena pada beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya membuktikan bahwa
Microgreen dalam skala usaha komersial
tanaman microgreen memiliki kandungan gizi
dan bisnis, dikenal dengan istilah “sweet”, “mild”,
yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman
“colorful” dan “spicy” yang mewakili beberapa
dewasa yang dikembangkan secara konvensional.
karakter dari microgreen. Warna yang unik dan
Penelitian yang dilakukan oleh Janovska et al.
menarik menjadi salah satu faktor tingginya nilai
(2010) pada tanaman soba membuktikan adanya
ekonomis dari tanaman ini (Treadwell et al., 2010).
kandungan antioksidan pada tanaman yang
Menurut Ebert et al. (2015), paduan dan kombinasi
dibudidayakan secara microgreen, serta kandungan
berbagai komoditas ataupun variasi berbagai
yang tinggi untuk flavonoid, karotenoid dan α-
varietas dalam satu komoditas dilakukan guna
tocopherol. Pinto et al., (2015) pada penelitian
mendapatkan rasa, warna dan tekstur yang lebih
yang dilakukannya pada tanaman selada juga
beragam. Target pemasaran microgreen lebih
menunjukan adanya perbedaan yang signifikan
kepada koki restoran atau toko makanan mewah.
untuk kandungan mineral pada selada yang
Secara umum microgreen dikemas menggunakan
dipanen dewasa dan microgreen.
wadah plastik dengan berbagai macam ukuran
mulai dari 100 g, 200 g, sampai dengan 500 g. Penelitian terakhir yang dilakukan oleh
Sebagai pembanding dengan di Indonesia, harga Weber CF (2017) pada tanaman brokoli pun
jual microgreen di Amerika Serikat mencapai US$ menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan
30-50 untuk ukuran ± 500 g. Penentuan fase dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada
teknik pemanenan yang tepat merupakan kunci penelitiannya, Weber CF (2017) menyatakan
keberhasilan dalam usaha microgreen skala bahwa tanaman brokoli dengan budi daya
komersial. Pengusaha microgreen harus microgreen memiliki kandungan P, K, Mg, Mn,
menggunakan jenis tanaman dengan laju Zn, Fe, Ca, Na, dan Cu yang lebih tinggi
pertumbuhan yang tidak jauh berbeda, sehingga dibandingkan tanaman brokoli dewasa. Lebih dari
itu, Weber (2017) juga membandingkan beberapa
metode budi daya microgreen untuk mendapatkan

Prospek Pengembangan Microgreen Dalam Mendukung Pertanian Perkotaan di Jakarta 131


(Iskandar Zulkarnaen dan Ana Feronika Cindra Irawati)
Gambar 5. Grafik perbandingan metode budi daya microgreen yang ditumbuhkan pada (C) kompos, (HFG)
Hyrophonics FloraGro (NFT), dan (HW) hanya menggunakan air
(Sumber : Weber CF, 2017; 5)

Gambar 6. Jenis media tanam pada budi daya microgreen (kiri) cocopeat; (kanan) vermiculite; dan perlite
(Sumber : (kiri) http://hidroponikstore.com ; dan (kanan) https://www.vertigro.com

kandungan mineral yang paling optimal. Metode dapat tumbuh baik pada media tanam yang gembur
yang dibandingkan adalah metode budi daya dan harus dalam kondisi yang steril. Pada skala
microgreen yang ditumbuhkan pada (C) kompos, usaha komersial, media tanam yang digunakan
(HFG) Hyrophonics FloraGro (NFT), dan (HW) adalah media lembaran seperti tikar atau karung
hanya menggunakan air. yang dapat diangkat dengan mudah dari wadah
sehingga akan memudahkan proses panen.
Menurut Treadwell et al. (2010), media tanam
TEKNOLOGI BUDI DAYA MICROGREEN
yang baik digunakan untuk microgreen adalah
peat, cocopeat, perlite dan vermiculite. Ketebalan
Media tanam atau tinggi media tanam bervariasi antara 1,25-5
Budi daya microgreen dapat dilakukan cm bergantung dari ukuran wadah yang digunakan.
tanpa tanah sebagai media tanamnya. Microgreen

132 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:127-135
Penggunaan benih Panen dan pasca panen
Hal yang harus dilakukan dalam memilih Panen microgreen dapat dilakukan pada
benih yang akan digunakan adalah memilih benih saat tinggi tanaman ± 5 cm atau sekitar 7-21 hari
yang bebas dari perlakuan pestisida, fungisida setelah penyemaian bergantung pada jenis tanaman
ataupun bahan yang berbahaya lainnya. Menurut yang dibudidayakan. Panen dapat dilakukan
Ebert et al. (2015) benih yang berasal dari semi dengan menggunakan gunting, pisau elektrik dan
domestikasi ataupun varietas liar umumnya alat pemangkas lainnya yang telah disterilkan
memiliki kandungan fitonutrien yang tinggi, rasa terlebih dulu (Kou et al., 2013; Treadwell et al.,
yang enak dan tekstur yang lembut. Pada fase 2010). Kegiatan sterilisasi alat panen dilakukan
penyemaian, khususnya terkait dengan kerapatan bertujuan menghindari kontaminasi mikroba pada
benih yang akan ditanam, kerapatan benih akan alat pemangkas. Microgreen harus segera
berbeda-beda berdasarkan komoditas yang akan dibersihkan dan disimpan pada udara yang sejuk
ditanam tetapi yang perlu diperhatikan bila sesegera mungkin setelah dilakukan pemanenan
ditanam terlalu rapat akan meningkatkan (Treadwell et al., 2010). Menurut hasil penelitian
kemungkinan serangan penyakit (Treadwell et al. yang dilakukan Kou et al., (2013) mengenai pasca
2010) seperti serangan cendawan. Murphy dan Pill panen tanaman microgreen soba, untuk menekan
(2010) melakukan penelitian dan mendapatkan peningkatan populasi mikroba diperlukan suhu
hasil kerapatan penyemaian benih yang tepat untuk penyimpanan 1-10˚C. Selain dengan kontrol suhu,
meningkatkan bobot segar microgreen arugula peningkatan populasi mikroba dapat ditekan
secara optimal yaitu dengan penyebaran 55g/m2 dengan menambahkan Klorin (Cl) dengan
benih arugula. Perlu dilakukan penelitian yang konsentrasi 100 mg/l. Peningkatan populasi
lebih spesifik pada masing-masing komoditas guna mikroba terjadi signifikan pada 7 (tujuh) hari
mendapatkan kerapatan penyemaian benih untuk setelah masa penyimpanan pada tanaman
mendapatkan hasil yang optimal. microgreen yang dicuci setelah panen (Kou et al.,
2013) sehingga setelah dilakukan pemanenan
sebaiknya microgreen tidak dicuci.
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan pada tanaman microgreen
sangat sedikit bahkan tanpa dilakukan ARAH PENGEMBANGAN MICROGREEN
pemeliharaan, karena umur panennya yang singkat. DI JAKARTA
Kebutuhan air pada tanaman microgreen dipenuhi
dengan pengairan sistem pengkabutan sampai Jumlah hotel dan restoran yang banyak dan
dengan benih berkecambah. Selanjutnya, air sistem budi daya microgreen yang sederhana dan
diberikan melalui perendaman sebagian media singkat membuat budi daya microgreen memiliki
tanam untuk menghindari kelembapan bagian tajuk potensi yang besar untuk dikembangkan di wilayah
yang terlalu tinggi (Treadwell et al., 2010). Jakarta. Perlu dilakukan beberapa upaya untuk
Alternatif lainnya seperti pada penelitian yang kegiatan pengembangan microgreen ini.
dilakukan Murphy & Pill (2010) pemberian air Pemerintah daerah bekerjasama dengan pemerintah
juga dapat dilakukan dengan melembabkan 2 g pusat perlu melakukan sosialisasi dan penyuluhan
air/g bobot kering media tanam (vermiculite). mengenai keamanan pangan. Sosialisasi dan
Murphy & Pill (2010) menyatakan pada tanaman penyuluhan ini sangat penting dilakukan sehingga
microgreen arugula penyediaan hara dilakukan pelaku usaha microgreen di Jakarta dapat
dengan memberikan 75-150 mg N/l sedangkan menyajikan pangan yang aman dikonsumsi oleh
menurut Treadwell et al., (2010) microgreen masyarakat. Keamanan pangan yang dimaksud
secara umum dapat diberikan hara dengan mencakup benih yang bebas dari bahan kimia
konsentrasi 80 ppm N dengan merendam wadah berbahaya serta microgreen segar yang bebas dari
selama 30 detik dalam larutan hara tersebut. bakteri, jamur maupun virus, baik yang disebabkan

Prospek Pengembangan Microgreen Dalam Mendukung Pertanian Perkotaan di Jakarta 133


(Iskandar Zulkarnaen dan Ana Feronika Cindra Irawati)
oleh serangan hama dan penyakit tanaman, KESIMPULAN
penanganan pasca panen yang tidak tepat maupun
teknik budi daya yang keliru (tumbuhnya jamur
Pengembangan budi daya microgreen di
akibat tajuk tanaman yang terlalu rapat dengan
Jakarta cukup prospektif, karena selain tidak
kelembapan relatif yang tinggi).
membutuhkan lahan pertanian yang luas, budi daya
Produksi benih bebas bahan kimia microgreen memerlukan waktu yang relatif
berbahaya juga penting dilakukan sebab saat ini singkat. Hasil panen tanaman microgreen dapat
pelaku usaha microgreen masih menggunakan disalurkan sebagai bahan baku salad ke berbagai
benih impor organik yang bebas bahan kimia hotel, restoran dan kafe yang ada di wilayah
berbahaya dengan harga yang relatif tinggi. Jakarta. Perlu dilakukan beberapa kegiatan untuk
Adanya benih bebas bahan kimia berbahaya yang melakukan pengembangan microgreen seperti
diproduksi dalam negeri tentu akan menambah sosialisai microgreen dan keamanan pangannya,
segmentasi pasar bagi produsen benih lokal, lebih produksi benih bebas bahan kimia berbahaya di
penting lagi produksi benih ini akan memancing dalam negeri dan penelitian mengenai komoditas
munculnya pelaku usaha microgreen baru sebab yang adaptif dan seberapa signifikan microgreen
akan menurunkan biaya produksi sehingga dapat memengaruhi tingkat gizi dan kesehatan
keuntungan yang didapat menjadi lebih besar. masyarakat.
Kegiatan lain yang perlu dilakukan untuk
mendukung pengembangan microgreen ini adalah
penelitian mengenai komoditas lokal yang sesuai
untuk dikembangkan karena tidak semua UCAPAN TERIMAKASIH
komoditas yang dikembangkan di luar negeri dapat
beradaptasi baik di Indoneia. Selanjutnya dapat Penulis mengucapkan terima kasih kepada
dilakukan penelitian mengenai berbagai komoditas Dr. Sumedi, S.P., M.Si., dan Dr. Ana Feronika
yang paling disukai masyarakat Indonesia sehingga Cindra Irawati, S.P., M.P., serta peneliti BPTP
microgreen dibeli dan dikonsumsi masyarkat. Jakarta dan peneliti BBP2TP yang telah
Penelitian mengenai kandungan mineral komoditas memberikan informasi, saran dan masukan untuk
lokal juga perlu dilakukan untuk mengetahui tulisan ilmiah ini.
kandungan mineral tanaman microgreen dan
sejauh apa pengaruhnya untuk meningkatkan gizi
dan kesehatan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA
Secara umum, microgreen cocok
dikembangkan di wilayah Jakarta yang memiliki Badan Pusat Statistik. 2018. Luas Panen,
lahan pertanian yang sangat terbatas sebab Produktivitas dan Produksi Tanaman
microgreen dapat dikembangkan pada lahan Pangan Menurut Provinsi (Dinamis).
sempit dan di dalam ruangan. Selain tidak https://www.bps.go.id/subject/53/tanaman-
memerlukan area yang luas, budi daya microgreen pangan.html#subjekViewTab3 [26
juga sederhana dan relatif singkat. Arah November] 2018
pengembangan di Jakarta saat ini dilakukan dengan Ebert AW. 2012. Sprouts, microgreens, and edible
pengenalan microgreen serta aspek keamanan flowers: the potential for high value
pangannya. Di samping itu juga dibutuhkan specialty produce in Asia [disampaikan
penyediaan benih non-impor yang bebas bahan pada] SEAVEG2012 Regional Symposium,
kimia berbahaya serta penelitian mengenai 24-26 January 2012
komoditas yang adaptif dan seberapa signifikan
microgreen dapat memengaruhi tingkat gizi dan
kesehatan masyarakat.

134 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:127-135
Ebert AW, Wu TH, Yang RY. 2015. Amaranth Pinto E, Almeida AA, Aguiar AA, Ferreira I. 2010.
sprouts and microgreens – a homestead Comparison between the mineral profile and
vegetable production option to enhance food nitrate content of microgreens and mature
and nutrition security in the ruralurban lettuces. Journal of Food Composition and
continuum. [disampaikan pada] Conference: Analysis. 37 (2015) 38–43
Regional Symposium on Sustaining Small- Sun J, Xiao Z, Lin L, Lester GE, Wang Q, Harnly
Scale Vegetable Production and Marketing JM, Chen P. 2013. Profiling Polyphenols in
Systems for Food and Nutrition Security Five BrassicaSpecies Microgreens by
(SEAVEG2014). Bangkok. Thailand UHPLC-PDA-ESI/HRMS. Journal of
ECO City Farms. 2010. Guidelines for Growing Agricultural and Food Chemistry. 61,
Microgreens. ECO City Farms. Maryland, 10960−10970
USA: p. 24 Treadwell DD, Hochmuth R, Landrum L, Laughlin
Janovska D, Stockova L, Stehno Z. 2010. W. 2010. Microgreens: A New Specialty
Evaluation of buckwheat sprouts as Crop. Horticultural Sciences Department,
microgreens. Acta Agriculturae Slovenica, Florida Cooperative Extension Service,
95 (2010) 2 Institute of Food and Agricultural Sciences,
Ramadhiani A,. 2018. Hotel Bintang 4 di Jakarta University of Florida
Bertambah 815 Kamar. Kompas. Waterland NL, Moon Y. 2017 Mineral Content
https://properti.kompas.com/read/2018/05/1 Differs among Microgreen, Baby Leaf, and
0/140000121/hotel-bintang-4-di-jakarta- Adult Stages in Three Cultivars of Kale.
bertambah-815-kamar [27 November] 2018 HortScience. 52(4):566–571
Kou L, Luo Y, Yang T, Xiao Z, Turner ER, Lester Weber CF. 2016. Nutrient Content of Cabbage and
GE, Wang Q, Camp MJ. 2013. Postharvest Lettuce Microgreens Grown on
Biology, Quality and Shelf Life of Vermicompost and Hydroponic Growing
Buckwheat Microgreens. LWT – Food Pads. J Hortic 2016, 3:4
Science and Technology. 51 (2013) 73-78 Weber CF. 2017. Broccoli Microgreens: A
Murphy C, Pill W. 2010. Cultural practices to Mineral-rich crop That Can Diversify Food
speed the growth of microgreen arugula Systems. Front. Nutr. 4:7
(roquette; Eruca vesicaria subsp. sativa).
Journal of Horticultural Science &
Biotechnology. 85(3) 171–176

Prospek Pengembangan Microgreen Dalam Mendukung Pertanian Perkotaan di Jakarta 135


(Iskandar Zulkarnaen dan Ana Feronika Cindra Irawati)
136 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:127-135
PEMANFAATAN ONGGOK TERFERMENTASI SEBAGAI PAKAN AYAM
MERAWANG DI BANGKA BELITUNG
Sigit Puspito dan Suharyanto
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung
Jl. Raya Mentok Km 4, Pangkal Pinang Bangka Belitung
Email : sigitpuspito20@gmail.com

ABSTRACT

The Potential and Economic Value of Fermented Tapioca By-Product as Merawang Chicken Feed in
Bangka Belitung. This paper aimed to find out the potential and economic value of fermented tapioca by product
as merawang chicken feed. Merawang chicken is a local chicken of Bangka Belitung which has the potential as
dual purpose chicken as meet produser and egg produser. Tapioca by product has potential to become an alternative
feed source but constrained by low level of nutrition. One of the effort to improve the quality of tapioca by product
is by applying fermentation technology.Tapioka by product has been proven to increased productivity and eggs
quality in broiler and layer chicken and also have high economic value because it can substitute corn to level 20 %
in the ransum.

Keywords: economic value, fermented tapioka by product, merawang chicken, Bangka Belitung

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan nilai ekonomis onggok terfermentasi sebagai pakan ayam
merawang. Ayam merawang merupakan ayam lokal Bangka Belitung yang mempunyai potensi sebagai ayam
kampung dwiguna yaitu sebagai ayam pedaging sekaligus petelur. Onggok mempunyai potensi untuk menjadi
sumber pakan alternatife ayam merawang untuk memaksimalkan produktifitasnya tetapi terkendala dengan
nutrisinya yang rendah dan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas onggok adalah dengan menerapkan
teknologi fermentasi. Onggok terfermentasi telah terbukti dapat meningkatkan produktifitas dan kualitas telur pada
ayam pedaging dan ayam petelur dengan nilai ekonomis yang tinggi karena bisa mengantikan jagung sampai level
20 % dalam ransum.

Kata kunci: nilai ekonomis, onggok terfermentasi, ayam merawang, bangka belitung

Potensi Dan Nilai Ekonomis Pemanfaatan Onggok Terfermentasisebagai Pakan Ayam Merawang Di 137
Bangka Belitung (SigitPuspito danSuharyanto)
PENDAHULUAN Sumber pakan alternatif yang bisa didapat
adalah dengan memanfaatkan limbah industri
pangan. Industri pangan yang saat ini sedang
Di wilayah Bangka Belitung usaha
berkembang adalah industri tapioka yang berbahan
peternakan belum menjadi perhatian para petani
dasar singkong. Pabrik tapioka di Bangka Belitung
yang tergambar dari pemenuhan kebutuhan hasil
cukup berkembang dan hampir tersebar di semua
ternak khususnya daging ayam masih dipenuhi dari
kabupaten seperti di Bangka Barat, Bangka,
luar daerah yang tercermin dari produksi daging
Bangka Selatan, dan di Belitung Timur. Industri ini
ayam kampung tahun 2017 adalah sebesar 1.186
membutuhkan bahan baku berupa singkong.
ton sedangkan konsumsi daging ayam sebesar
Produksi singkong di Provinsi Bangka Belitung
12.877 ton/tahun (BPS Bangka Belitung, 2018),
mencapai kurang lebih 70.254 ton/tahun pada 2017
sehingga peluang pasar sektor peternakan
(BPS Babel, 2018) yang akan diolah menjadi
khususnya unggas masih besar di Bangka. Salah
tepung tapioka yang merupakan bahan baku
satu potensi ternak yang bisa dikembangkan di
berbagai olahan produk pangan.
Bangka Belitung adalah Ayam Merawang
dikarenakan ayam tersebut adalah ayam lokal asli
Menurut Adnan et al., (2009) dalam
Bangka Belitung dan merupakan kekayaan sumber
pengolahan singkong menjadi tepung tapioka akan
daya genetik lokal Bangka Belitung dengan
dihasilkan 145 ton tepung tapioka dan 175 ton
ditetapkannya SK Mentan No.
onggok dari 700 ton singkong. Jika dikonversikan
2846/Kpts./LB.430/8/2012. Ayam Merawang
ke dalam prosentase akan dihasilkan 21 % tepung
berpotensi dikembangkan sebagai ayam dwiguna
tapioka dan 25% onggok dari jumlah kilogram
yaitu sebagai ayam penghasil daging dan telur.
bahan baku berupa singkong.
Saat ini budidaya ayam merawang di
Onggok yang dianggap mempunyai nilai
Bangka Belitung masih tradisional dengan sistem
yang rendah dan kurang bermanfaat akan
umbaran sehingga belum terkelola secara baik
mempunyai nilai lebih jika dimanfaatkan sebagai
terutama dalam hal manajeman pakan. Pakan
pakan ayam merawang yang tentunya tidak kalah
masih menjadi kendala karena biaya pakan
dibandingkan dengan pakan komersial dalam hal
mencapai 76,16 % biaya produksi (Dewanti,
peningkatan produktifitas ternak tetapi masih
2012), sehingga jika mampu menekan biaya pakan
mempunyai keterbatasan berupa nilai nutrisi yang
maka keuntungan akan semakin besar. Selain itu
rendah sehingga perlu ditingkatkan salah satunya
dengan memperbaiki kualitas pakan dapat
dengan teknologi fermentasi. Onggok
meningkatkan produksi dari ternak dan juga
terfermentasi telah banyak dimanfaatkan sebagai
efisiensi pakan, hal ini sesuai dengan penelitian
pakan terutama ayam yang beberapa penelitian
Hasnelly et al., (2006) bahwa perbaikan kualitas
sudah membuktikan potensi onggok terfermentasi
pakan pada pagi atau sore hari berpengaruh nyata
tersebut (Irawati et al., 2016, Nuraini et al., 2008,
terhadap pertambahan berat badan dan
Supriyati et al., 2003).
berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi
energi dan protein serta dapat meningkatkan Tujuan dari penulisan makalah ini untuk
efisiensi penggunaan protein dan energi pakan mengetahui potensi onggok terfermentasi sebagai
untuk pertumbuhan ayam merawang. Salah satu bahan pakan alternatif ayam merawang untuk
usaha untuk meningkatkan efisiensi produksi memaksimalkan potensi ayam merawang sebagai
khususnya menyangkut pakan adalah mencari ayam dwiguna dengan dengan metode kajian
sumber pakan alternatif dengan kualitas tinggi, literature, mengolah data yang di keuluarkan BPS
harga murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan dan melakukan pengamatan di peternakan ayam
manusia. merawang di 3 kabupaten yaitu Kota Pangkal
Pinang, Kab. Bangka, Kab Bangka Tengah.

138 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:137-145
Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan ayam merawang dengan ayam kampung lainnya
Jenis Ayam Bobot Badan Prosentase Karkas Produksi Telur
Jantan (gr) Betina (gr) % Butir/tahun
Ayam Merawang 2291a 1342a 63-65b 125-150a
Ayam KUB 59-62c
Ayam Broiler - - 68-69d -
Ayam kampung 800 700 70-80g
Ayam Sentul 1300-3000 800-2200 50-53 % 118e
Ayam Pelung 119f
Sumber : a) Nuraini et al., (2016), b) Hidayat et al., (2016), c). Ayu, et al., (2016), d). Risnajati, 2012., e). Hidayat
et al., (2010), f). Setioko, et al., (2015) ,g). Iskandar, S. 2010.

telur antara 125-150 butir/tahun lebih tinggi


dibanding ayam sentul dan ayam pelung.
Di peternak Bangka Belitung ayam
AYAM MERAWANG DI BANGKA merawang di pelihara secara tradisional dengan
BELITUNG menggunakan pakan berupa campuran beberapa
bahan seperti dedak padi, jagung, dan konsentrat
Pertama kali Ayam Merawang dibawa komersial. Penyusunan ransum pakan ayam
oleh penambang timah dari daratan Cina ke merawang harus memperhatikan kebutuhan nutrisi
Indonesia pada masa penjajahan Belanda ayam merawang untuk menghasilkan produksi
sekitar300 tahun lalu. Ayam Merawang merupakan yang maksimal. Menurut penelitian yang dilakukan
salah satu dari ayam lokal yang berasal dari spesies oleh Balitnak Ciawi, (2010) kebutuhan nutrisi
Gallus-gallus, family Phasianidae (Nataamijaya ayam buras pada umumnya adalah seperti pada
2010). Dalam perkembangannya ayam ini sudah tabel 2.
beradaptasi di daerah setempat sehingga ayam Dengan mengacu kepada kebutuhan
Merawang menjadi ayam lokal yang berasal dari tersebut di atas, penyusunan ransum ayam
Desa Merawang Kecamatan Merawang Kabupaten merawang harus memperhatikan kebutuhan nutrisi
Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. terutama kebutuhan energi metabolisme yang bisa
Ayam merawang mempunyai karakteristik warna didapat dari pakan sumber karbohidrat dan
bulu coklat kemerahan (jantan) dan coklat (betina), kebutuhan protein kasar yang didapat dari pakan
corak bulu baik jantan maupun betina dominan sumber protein. Salah satu sumber pakan tersebut
polos sedangkan lurik hanya sebagian kecil saja adalah onggok yang merupakan limbah dari
untuk betina. Pola warna bulu dominan columbian, pengolahan tepung tapioka.
wama shank kuning sedangkan bentuk jengger
single comb baik ayam merawang jantan maupun POTENSI UBI KAYU DAN ONGGOK
betina (Hidayat, et al., 2016). SEBAGAI PAKAN
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa
ayam merawang mempunyai keunggulan jika
Ubi kayu atau singkong di Bangka
dilihat dari prosentase karkas 63-65 % lebih tinggi
Belitung mempunyai luas panen mencapai 2.228
daripada ayam KUB dan mempunyai produksi
ha dengan produksi mencapai 70.254 ton/tahun

Potensi Dan Nilai Ekonomis Pemanfaatan Onggok Terfermentasisebagai Pakan Ayam Merawang Di 139
Bangka Belitung (SigitPuspito danSuharyanto)
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Ayam buras (ayam kampung)

Gizi pakan Umur (minggu)


0-12 12-18 >18
Energi metabolis, (kkal/kg) 2800 2800 2600
Kalsium, (%) 0.9 1 3.4
Fosfor tersedia, (%) 0,45 0,40 0,45
Protein kasar (%) 17 16 17
Metionin, (%) 0,37 0,21 0,30
Lisin, (%) 0,87 0,45 0,68
Sumber : Balitnak (2010)

pada 2017 atau produktifitasnya mencapai 31,54 penelitian mempunyai potensi untuk digunakan
ton/ha. Angka tersebut naik dibanding tahun 2015 sebagai bahan penyusun pakan ayam sehingga jika
yang hanya sebesar 61.471 ton bahkan ditahun di manfaatkan sebagai pakan ayam merawang akan
2014 produksinya 35.024 ton/tahun (BPS Babel, mempunyai nilai lebih disamping mengurangi
2018). Kenaikan tersebut dipicu karena dampak buruk tersebut.
berkembang pesatnya industri tapioka di Bangka Untuk melihat potensi keberlangsungan
Belitung yang membutuhkan singkong sebagai onggok sebagai bahan pakan ayam merawang di
bahan baku utamanya. Dari pengolahan tapioka Bangka Belitung, kita terlebih dahulu perlu
tersebut menurut Adnan et al., (2009) dihasilkan mengetahui konsumsi pakan harian ayam
21 % tepung tapioka dan 25% onggok dari merawang. Menurut Nuraini et al., (2015)
jumlah kilogram bahan baku berupa singkong, pemberian pakan pada ayam merawang 120
sehingga jika dikonversikan akan dihasilkan gr/ekor/hari, jika dikonversikan dalam 1 tahun
tepung tapioka sebesar 14.753 ton/tahun dan membutuhkan pakan 43 kg/ekor/tahun.
onggok sebesar 17.563 ton/tahun. Berdasarkan penelitian Nuraini et al., (2008)
Tentunya produk utama berupa tepung penggunaan onggok terfermentasi sampai taraf 30
tapioka mempunyai nilai yang tinggi akan tetapi % dalam ransum, maka setiap ekor ayam akan
akan timbul limbah hasil samping berupa onggok membutuhkan 13 kg onggok terfermentasi/tahun.
dan jika tidak dimanfaatkan akan menimbulkan Dengan ketersediaan onggok sebesar 17.563
masalah tersendiri seperti pencemaran lingkungan ton/tahun akan mampu memenuhi kebutuhan
dan dampak lainnya seperti dampak buruk sosial 1.351.000 ekor ayam merawang dalam setahun.
ekonomi dari limbah (Liswati, 2010), bahkan Dari perhitungan tersebut maka ketersediaan
sampai pencemaran air sungai (Agustira, 2013). onggok untuk dibuat onggok terfermentasi sebagai
Onggok yang merupakan limbah menurut beberapa bahan pakan ayam merawang mencukupi.
Tabel 3. Kandungan nutrient Onggok tanpa fermentasi dan onggok fermentas
Nutrisi Tanpa Fermentasi Fermentasi
% BK
Protein Kasar 2.2 25,6
Karbohidrat 51.8 36.2
Abu 2.4 2.6
Serat Kasar 10.8 10.45
Sumber: Supriyati, (2003)

140 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:137-145
ONGGOK TERFERMENTASI (OT) ransum ayam kampung petelur yang dipelihara
secara kelompok dan individu dan diberikan
sebesar 10 % mampu meningkatkan produksinya
Menurut Balai Penelitian Ternak (2016),
masing-masing 9,7 % dan 30,9 % dan juga
onggok mempunyai potensi yang besar untuk
mengalami peningkatan bobot telur yang
menjadi pakan tetapi mempunyai keterbatasan
dihasilkan dan bahkan penggunaan onggok
yaitu nilai nutrientnya yang rendah (Protein Kasar
terfermentasi tersebut bisa menekan biaya pakan
2,2 % dan Serat Kasar 10,8 %) sehingga untuk
jika diasumsikan onggok terfermentasi
dapat menjadi pakan yang baik kualitas onggok
mensubstitusi jagung sebesar 15 % (Supriyati et
perlu ditingkatkan. Salah satu pendekatan yang
al., 2003).
dikembangkan Balitnak adalah dengan melakukan
fermentasi/biofermentasi terhadap onggok tersebut
OT SEBAGAI PAKAN AYAM MERAWANG
menggunakan spora Aspergillus Niger (Supriyati,
2003).
Potensi onggok sebagai bahan pakan ayam
Dilihat dari tabel 3 terjadi peningkatan merawang terkendala oleh kandungan nutrisinya
nilai nutrient khususnya protein kasar setelah yang rendah yaitu protein kasarnya hanya sebesar
dilakukan fermentasi menjadi 25,6 % dari 2,2 % dan upaya untuk meningkatkan nilai nutrisi
sebelumnya 2,2 % dan penurunan nilai karbohidrat onggok khususnya protein kasar dapat dilakukan
dari 51,8 % menjadi 36,2 %. melalui teknologi fermentasi sehingga nilai
nutrisinya meningkat menjadi Protein Kasar 25,6
Menurut Febrianti et al.,(2017) fermentasi % dan Karbohidrat 36,2 % (Supriyati, 2003).
onggok menggunakan Azzospirilium sp JG3
selama lima hari mampu meningkatkan kandungan Jika dilihat dari kandungan nutrisinya,
nutrient dari onggok dan dedak yaitu protein kasar onggok terfermentasi berpotensi menjadi pakan
meningkat 29,15 %, lemak kasar meningkat 24,83 sumber protein dan sekaligus sumber karbohidrat.
% dan serat kasar mengalami penurunan sebesar Kebutuhan nutrisi ayam merawang sendiri seperti
36,63 %. Sedangkan menurut Wizna et al., (2009) pada jenis ayam kampung pada umumnya
onggok dapat ditingkatkan kualitasnya dengan menitikberatkan kepada kebutuhan protein kasar
fermentasi menggunakan Bacillus dan energi metabolisme yang menurut penelitian
amyloliquefaciens dengan dosis inokulen 2 %, 6 Sidadolog et al., (2009) penggunaan pakan ayam
hari waktu fermentasi dan dengan suhu 40 C dapat merawang dengan konsentrasi protein-energi
meningkatkan protein kasar hingga lebih dari 3 sedang (protein 18 %, ME 2690,2 kkal/kg) adalah
kali dari kandungan nutrient sebelumnya dan yang terbaik karena efisiensi protein dan energi
menurunkan serat kasar hingga 32 % serta dapat yang tinggi pada usia ayam 0-4 minggu dan
meningkatkan energy termetabolisme dari onggok selanjutnya sampai usia 12 minggu dapat
dari 1798 kkal/Kg menjadi 2190 kkal/kg sehingga menggunakan pakan dengan konsentrasi protein-
layak untuk menjadi bahan pakan ternak energi sedang bahkan konsentrasi protein-energi
khususnya unggas. rendah juga dapat digunakan (protein 15 %, ME
2269,9 kkal/kg) dan hasil penelitian tersebut sesuai
Fermentasi melalui inokulasi mikroba dengan Iskandar (2012), ransum terbaik untuk
telah diteliti dan memiliki kemungkinan yang ayam lokal adalah ransum ganda yang terdiri dari
paling masuk akal untuk mengolah limbah tapioka ransum starter untuk umur 0-4 minggu dan ransum
ini dan bisa diubah menjadi bahan pakan yang finisher untuk umur 5-12 minggu. Dari uraian
lebih baik untuk ternak (Aro, 2008), salah satu diatas kebutuhan nutrisi ayam merawang berkisar
penelitian yang menunjukkan itu adalah onggok antara 15-18 % untuk protein kasar dan ME antara
fermentasi di manfaatkan sebagai penyusun 2269,9 – 2690 kkal/kg sehingga onggok

Potensi Dan Nilai Ekonomis Pemanfaatan Onggok Terfermentasisebagai Pakan Ayam Merawang Di 141
Bangka Belitung (SigitPuspito danSuharyanto)
terfermentasi bisa digunakan sebagai pakan manfaat yang dihasilkan bahan pakan tersebut
sumber protein. terhadap produktifitas. Sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sulisttyawan (2015) bahwa
NILAI TEKNIS PEMANFAATAN OT kecernaan protein bahan pakan yang mengandung
SEBAGAI PAKAN AYAM onggok terfermentasi tinggi mencapai 72,17 %.

Secara teknis pemberian OT pada ransum


Beberapa penelitian sebelumnya
unggas telah terbukti meningkatkan produktifitas
menyebutkan bahwa onggok terfermentasi
tetapi perlu diperhatikan juga secara teknik
mempunyai pengaruh yang baik dalam
pembuatannya OT, apakah mudah dilakukan oleh
meningkatkan produktifitas ternak. Menurut
petani atau sulit dilakukan. Teknologi fermentasi
Irawati et al., (2016), penggunaan onggok
pakan khususnya onggok dari beberapa penelitian
fermentasi hingga 10-30 % dalam ransum ayam
bisa dilakukan di skala lapang oleh petani seperti
buras memberikan pengaruh yang berbeda nyata
pada penelitian Supriyati (2003) yang dilakukan di
terhadap konsumsi ransum dan berbeda sangat
Malambong Garut dengan hasil protein kasar
nyata terhadap pertambahan bobot badan dan
meningkat sebesar 7 kali dari protein sebelumnya.
konversi ransum. Sedangkan menurut penelitian
Pemanfaatan MOL (mikroorganisme lokal) juga
Nuraini et al., (2008) penggunaan onggok
bisa digunakan secara skala petani di karenakan
fermentasi sampai 30 % pada ransum dapat
mikroorganisme lokal bisa dibuat sendiri oleh
meningkatkan penampilan produksi dan kualitas
petani.
telur ayam petelur. Supriyati et al., (2003) dalam
penelitiannya menyebutkan penggunaan onggok
Berdasarkan uraian dan penelitian diatas
terfermentasi sampai 10 % dalam ransum ayam
nilai nutrisi onggok terfermentasi dapat diberikan
petelur dapat meningkatkan produksi telur sebesar
sampai level 30 % dalam ransum dan sanggup
32,2 % dan 26,06 % untuk pemeliharaan secara
memenuhi kebutuhan nutrisi ayam merawang
individu dan kelompok serta meningkatkan bobot
untuk mamaksimalkan potensi yang dimiliki ayam
telur sebesar 7,9 %.
merawang sebagai ayam dwiguna.
Penggunaan onggok terfermentasi sampai
level 30 % pada ransum ayam buras menunjukkan
hasil yang baik dalam konversi pakan dan NILAI EKONOMI PEMANFAATAN OT
pertambahan bobot badan dengan hasil terbaik SEBAGAI PAKAN AYAM MERAWANG
pada taraf 15 % dan 20 % onggok terfermentasi
dalam ransum yang menunjukkan tingkat Penggunaan onggok terfermentasi sebagai
palatabilias onggok terfermentasi baik selain salah satu bahan penyusun pakan ayam merawang
dikarenakan tingginya kandungan protein dalam akan meningkatkan efisiensi usaha ternak, karena
onggok terfermentasi (Irawati et al., 2016). menurut penelitian Putri et al., (2014) biaya
produksi yang efisien salah satunya dipengaruhi
Hasil-hasil penelitian diatas menunjukan oleh faktor pakan, hal ini karena 70-80 % biaya
onggok terfermentasi mempunyai tingkat produksi berasal dari pakan sedangkan biaya
palatabilitas yang baik dibuktikan dengan unggas produksi sangat berpengaruh terhadap pendapatan
dalam percobaan-percobaan diatas mampu usaha ternak ayam kampung (Penggu et al., 2014)
mengkonsumsi dan mengkonversikan bahan pakan dengan kata lain efisiensi pakan akan
yang mengandung OT untuk meningkatkan meningkatkan pendapatan usaha ternak. Saat ini
produktifitas. Hal ini juga menunjukkan kecernaan peternak ayam merawang di Bangka Belitung pada
bahan pakan onggok terfermentasi cukup tinggi umumnya menggunkan jadung, dedak padi dan
karena kecernaan yang tinggi akan dilihat dari konsentrat sebagai bahan pakan dengan komposisi

142 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:137-145
Tabel 4. Komposisi Ransum Ayam Merawang
Tanpa Onggok
Bahan Baku Fermentasi Dengan Onggok Fermentasi
Jagung 30 10
Dedak 35 35
Konsentrat 35 35
Onggok Fermentasi 0 20
Total 100 100
Komposisi Ransum
Protein Kasar (%) 14.48 17.86
Metabolisme Energi (kkal/gr) 2678 2512
Harga (kg) 6950 5630

yang digunakan adalah 30%:35%:35%. Onggok tanpa onggok terfermentasi. Pendapatan peternak
terfermentasi dapat digunakan sebagai pengganti kecil dengan skala 100 ekor ayam merawang dapat
jagung berdasarkan penelitian Yohanista et al., meningkat sebesar Rp 567.600 dalam setahun jika
(2008) Onggok fermentasi dengan menggunakan diilustrasikan dengan menggunakan pakan onggok
Aspergilus niger dan Rhizopus oligosporus dengan terfermentasi
waktu inkubasi 2 hari dapat menggantikan jagung Bahkan onggok terfermentasi dapat
dengan kandungan nutrisi protein kasar 18,95 %, menggantikan konsentrat komersial sebagai
serat kasar 24,85 % dan gross energy 4222,45 %. sumber protein jika dilihat dari kandungan Protein
Dalam tabel 3 dibawah ini merupakan formula Kasar sebesar 25,6 % (Supriyati et al., 2003)
pakan ayam merawang dengan dan tanpa karena rata-rata kandungan protein konsentrat
menggunakan onggok terfermentasi yang mengacu komersial sebesar 18-21 % dengan harga Rp.
pada penelitian Nuraini et al., (2008) onggok 8.500/Kg sehingga efisiensi biaya pakan dapat
terfermentasi dapat digunakan sampai 30 % dalam ditingkatkan.
ransum.
Dilihat dari segi ekonomi onggok
terfermentasi berpotensi dapat menggantikan
Dari tabel 4 diatas komposisi pakan ayam bahan pakan khususnya jagung dan konsentrat
merawang dengan bahan pakan jagung,dedak dan komersial dengan biaya yang lebih murah dan
konsentrat mempunyai nilai nutrisi Protein Kasar efisien
14, 48 % dan Metabolisme Energi 2678 kkal/gr
dengan harga Rp 6950/kg sedangkan ransum yang
KESIMPULAN
menggunakan onggok fermentasi mempunyai nilai
nutrisi Protein Kasar 17.86 % dan Metabolisme
Energi 2512 kkal/gr dengan harga Rp. 5.630/kg. Penggunaan onggok terfermentasi
Dari perhitungan diatas terjadi efisiensi berpotensi besar sebagai bahan pakan ayam
biaya pakan sebesar Rp. 1.320/kg dengan merawang jika dilihat dari kandungan nutrisi,
menggunakan onggok terfermentasi dalam pakan ketersediaan di Bangka Belitung Kandungan
ayam merawang sebagai subtitusi dari jagung nutrisi onggok fermentasi berupa Protein Kasar
sampai 20 % untuk setiap kilogram pakan. Ayam sebesar 25.6 % dapat menjadi bahan penyusun
merawang dalam satahun membutuhkan 43 ransum sebagai pengganti jagung dengan efisiensi
kg/ekor/tahun sehingga untuk setiap ekor ayam biaya pakan mencapai 18,9 % dan ketersediaan
merawang dapat menghemat biaya pakan sebesar onggok di Bangka Belitung mampu memenuhi
Rp 56.760 dalam setahun atau efisiensi biaya kebutuhan 1.351.000 ekor ayam merawang dalam
pakan sebesar 18 % jika dibanding dengan pakan setahun.

Potensi Dan Nilai Ekonomis Pemanfaatan Onggok Terfermentasisebagai Pakan Ayam Merawang Di 143
Bangka Belitung (SigitPuspito danSuharyanto)
UCAPAN TERIMAKASIH Ferbrianti, T., Oedjijono, Iriyanti, N. 2017.
Peningkatan Nutrien Onggok dan Dedak
sebagai Bahan Baku Pakan Melalui
Penulis memberikan ucapan terima kasih
Fermentasi Menggunakan Azospirillum sp.
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
JG3. Widyariset 3 (2) : 173 – 182.
penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu kepada Ibu
Nuraini, SPt, MSc sebagai Peneliti di BPTP Hasnelly, Z., Kuntoro, A, N. 2006. Pengaruh
Bangka Belitung yang sudah membantu dalam Perbaikan Kualitas Dan Waktu Pemberian
berdiskusi dan memberikan literatur-literatur dan Pakan Terhadap Pertumbuhan Ayam
tentunya kepada bapak Dr. drh. Wasito, MSi yang Merawang. Prosiding Seminar Nasional
telah menjadi pembimbing dalam tulisan ini. Teknologi Peternakan dan Veteriner Hal
639-645.
Hidayat, C., Sopiyana, S. 2010. Potensi Ayam
DAFTAR PUSTAKA
Sentul sebagai Plasma Nutfah Asli Ciamis
Jawa Barat. Wartazoa 20 (4) : 190 - 205
Adnan, M, G., Hendrawati, T. 2009. Pedoman Hidayat, Z., Nuraini, Asmarhansyah. 2016. Studi
Pengelolaan Limbah Industri Pengelolaan Krakteristik Dan Ukuran-Ukuran Tubuh
Tapioka. Kementerian Lingkungan Hidup. Ayam Merawang F2 Di KP Petaling
Agustira, R., Lubis, K, S., Jamilah. 2013. Kajian Kepulauan Bangka Belitung.Prosiding
Karakteristik Kimia Air, Fisika Air dan Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik
Debit Sungai Pada Kawasan DAS Padang Lokasi Untuk Memantapkan Ketahanan
Akibat Pembuangan Limbah Tapioka. Jurnal Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi
Online Agroteknologi 1 (3) : 615 – 625 ASEAN.
Aro, S, O. 2008. Improvement In The Nutritive Irawati, E., Mirzah, Ciptaan, G. 2016. Pemakaian
Quality of Cassava and Its By-Products Onggok Fermentasi Dalam Ransum
Through Microbial Fermentation. African Terhadap Performa Ayam Buras Periode
Journal of Biotechnology Vol. 7 (25), pp. Pertumbuhan. Jurnal Peternakan 13 (2) : 48 -
4789-4797. 53.
Ayu, P.A., Nyoman, S., dan Eni. S.R. 2016. Iskandar, S. 2010. Usaha Tani Ayam Kampung.
Pertumbuhan dan Persentase Karkas Ayam Balai Penelitian Ternak.
Kampung Unggul Badan Litbang (KUB) Iskandr, S. 2012. Optimalisasi Protein dan Energi
pada Pemberian Ransum yang Berbeda. Ransum Untuk Meningkatkan Produksi
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Daging Ayam Lokal. Jurnal Pengembangan
teknologi Pertanian, Banjarbaru. Inovasi Pertanian 5 (2) : 96-107.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bangka Belitung. Liswati, S., Budiningsih, S., Dumasari. 2010.
2018. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Kajian Permasalaham Sosial Ekonomi dan
Dalam Angka 2018. Solusi Pengelolaan Limbah Padat Tapioka
Dewanti, R., Sihombing, G. 2012. Analisis Pada U.D Bangkit Prima Desa Nangkod
Pendapatan Usaha Peternakan Ayam Buras Kecamatan Kejobong. AGRITECH XII (1) :
(Studi Kasus di Kecamatan Tegalombo, 39 – 49.
Kabupaten Pacitan).Buletin Peternakan Vol. Nataamijaya, A.G. 2010. Pengembangan Potensi
36(1): 48-56. Ayam Lokal untuk Menunjang Peningkatan
Dinas Pangan Kab. Bangka Tengah, (2018, 12 Kesejahteraan Petani. Jurnal Litbang 29 (4) :
September). Daftar Harga Komoditas. 131-138.
Diperoleh 12 September 2018 dari Nuraini, Sabrina, Latif, S., A. 2008. Performa
http://pangan.bangkatengahkab.go.id/. Ayam dan Kualitas Telur yang

144 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:137-145
Menggunakan Ransum Mengandung SK Menteri Pertanian No.
Onggok Fermentasi dengan Neurospora 2846/Kps/L8.410/8/2012 tentang Penetapan
crassa. Media Peternakan, Desember 2008, Rumpun Ayam Merawang.
hal. 195-202. Subekti, S. 2009. Ketahanan Pakan Ternak
Nuraini, Yolanda, K., Suyatno. 2015. Karakter Indonesia. Mediagro 5 (2) : 63 – 71.
Fenotip Dan Produktifitas Ayam Merawang Sulistyawan, I, H. 2015. Perbaikan Kualitas Pakan
Berasal Dari Kabupaten Bangka. Buletin Ayam Broiler melalui Fermentasi Dua
Pengkajian Spesifik Lokasi 2(1): 9-20. Tahap Menggunakan Trichoderma reseei
Nuraini, Hidayat, Z., Yolanda, K. 2016. dan Saccaromyces cerevisiae. Agripet 15 (1)
Identifikasi Karakteristik Genetik Eksternal : 66 – 71.
Dan Ukuran Tubuh Ayam Merawang Di KP Supriyati, Zainuddin, D., Kompiang, I. P.,
Petaling BPTP Kepulauan Bangka Belitung. Soekamto, P. 2003. Onggok Terfermentasi
Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Sebagai Bahan Baku Pakan Ayam Kampung
Peternakan II 2016. Petelur. Lokakarya Nasional Inovasi
Penggu, P., Santa, N, M., Makalew, A., Waleleng, Teknologi Dalam Mendukung Usaha ternak
P, O, V. 2014. Hubungan Biaya Produkso Unggas Berdaya saing.
Dengan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Supriyati. 2003. Onggok Terfermentasi dan
Kampung ( Studi Kasus Di Desa Pungkol Pemanfaatannya dalam Ransum Ayam Ras
Kecamatan Tatapaan Kabupaten Minahasa Pedaging. JITV 8(3): 146-150.
Selatan). Jurnal Zootek (“Zootek” Journal)
Wizna, Abbas, H., Rizal, Y., Dharma, A.,
Vol 34 (Edisi Khusus): 67-75.
Kompiang, I, P. 2009. Improving the
Putri, S.C., Suwandari, A., Mustapit. 2014. Quality of Tapioca By-Products (Onggok) as
Analisis Pendapatan dan Kontribusi Usaha Poultry Feed Through Fermentation by
Ternak Ayam Buras Terhadap Pendapatan Bacillus amyloliquefaciens. Pakistan Journal
Keluarga serta Prospek Pengembangannya. of Nutrition 8 (10): 1636-1640.
Berkala Ilmiah Pertanian 1(1): 1-10
Yohanista, M., Sofjan, O., Widodo, E. 2008.
Risnajati, D. 2012. Perbandingan Bobot Akhir, Evaluasi nutrisi campuran onggok dan
Bobot Karkas dan Persentase Karkas ampas tahu terfermentasi Aspergillus niger,
Berbagai Strain Broiler. Jurnal Sains Rizhopus oligosporus dan kombinasi sebagai
Peternakan 10 (1) : 11-14. bahan pakan pengganti tepung jagung.
Setioko, A, G., Iskandar, S. 2005. Review Hasil- Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (2): 72 - 83
Hasil Penelitian dan Dukungan Teknologi
dalam Pengembangan Ayam Lokal.
Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi
Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Hal
10-15
Sidadolog, J.H.P. dan T. Yuwanta. 2009.Pengaruh
konsentrasi protein-energi pakan terhadap
pertambahan berat badan, efisiensi energi
dan efisiensi protein pada masa
pertumbuhan ayam merawang. J. Anim.
Prod.11(1): 15-22.

Potensi Dan Nilai Ekonomis Pemanfaatan Onggok Terfermentasisebagai Pakan Ayam Merawang Di 145
Bangka Belitung (SigitPuspito danSuharyanto)
146 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:137-145
UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN PASANG SURUT
KAB. SAMBAS KALIMANTAN BARAT
Dina Omayani Dewi dan Tietyk Kartinaty
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat
Jl. Budi Utomo No. 45 Siantan Hulu, Pontianak Utara Kalimantan Barat
E-mail:malyaputri@yahoo.com

ABSTRACT
The efforts to increase soybean production to support the National food security program face
increasingly severe challenges. Drought, land degradation, limited soil fertililty, pests and diseases and
the limited genetic ability of existing varieties for higher production. For this reason, a strong
technological recommendation is needed so that soybean production can increase along with the increase
in farmers' income and welfare. This assessment activity was carried out in Sambas District on April -
July 2017. The design used Randomized Block Design (RBD) with 5 treatments (5 New Superior
Varieties) with 5 replications. The varieties that will be studied include: Detam, Grobogan, Agromulyo,
Burangrang, and Anjasmoro. These varieties are planted in plots measuring 20 x 10 m with the number
of seeds 2 pieces per planting hole with a spacing of 30 x 20 cm. From the observations in the field, the
Burangrang variety has plant height and number of pods which are significantly different than other
varieties, namely 84.40 cm and 127 pods per plant. While for the parameters of the number of branches
per anjasmoro variety plants have more branches than the other varieties. Meanwhile, the Grobogan
variety has a faster flowering time than other varieties and has a weight of 100 seeds and higher
production which is 17.84 gr with a production of 2.55 tons / ha.

Keywords: Soybean Production, New Superior Varieties

ABSTRAK
Upaya peningkatan produksi kedelai untuk mendukung program ketahanan pangan nasional
menghadapi tantangan yang semakin berat. Kekeringan, degradasi lahan, terbatasnya lahan subur, hama
dan penyakit serta terbatasnya kemampuan genetic varietas yang ada untuk produksi lebih tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya adaptasi varietas kedelai di Lahan Pasang Surut Kasus di
Kabupaten Sambas Kalimantan Barat . Kegiatan pengkajian ini dilaksanakan di Kab. Sambas pada bulan
April – Juli 2017.Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan (5
Varietas Unggul Baru) dengan 5 ulangan. Varietas yang akan dikaji meliputi: Detam, Grobogan,
Agromulyo, Burangrang, dan Anjasmoro. Varietas tersebut ditanam pada plot berukuran 20 x 10 m
dengan jumlah biji 2 buah per lubang tanam dengan jarak tanam 30 x 20 cm. Dari hasil pengamatan di
lapangan, varietas Burangrang memiliki tinggi tanaman dan jumlah polong yang berbeda nyata
dibanding varietas lainnya yaitu 84.40 cm dan 127 buah polong per tanamannya. Sedangkan untuk
parameter jumlah cabang per tanaman Varietas anjasmoro memiliki jumlah cabang yang lebih banyak
dari varietas yang lain. Varietas Grobogan memiliki daya adaptasi yang baik di lahan pasang surut yang
ditunjukkan oleh hasil biji relatif lebih berat, dan menghasilkan produksi yang relatif tinggi.

Kata Kunci: Produksi Kedelai, Varietas Unggul Baru

Uji Adaptasi Varietas Kedelai di Lahan Pasang Surut Kab. Sambas Kalimantan Barat 147
(Dina Omayani Dewi)
PENDAHULUAN tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara
100-200 mm/bulan (Najiyati, 1999).
Kedelai (Glycine max L merrill) Luas lahan rawa pasang surut di Indonesia
merupakan salah satu tanaman budidaya dengan sekitar 20,12 juta ha, terdiri dari 2,07 juta ha lahan
kandungan nutrisi yang tinggi, diantaranya potensial, 6,72 juta ha lahan sulfat masam, 10,89
mengandung protein 30-50% (Richard et al., juta ha lahan gambut dan 0,44 juta ha lahan salin.
1984). Kandungan protein yang tinggi memberi Lahan rawa pasang surut yang berpotensi untuk
indikasi bahwa tanaman kedelai memerlukan hara dijadikan lahan pertanian sekitar 9,53 juta ha
nitrogen yang tinggi pula. Di Indonesia sampai saat (Alihamsyah, 2002). Menurut Direktorat Rawa dan
ini produksi kedelai belum dapat memenuhi Pantai (2006) lahan rawa pasang surut yang
kebutuhan konsumen dalam negeri. potensial untuk lahan pertanian di Indonesia
tersebar di pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi,
Kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu
Papua, dan Jawa dengan luas sekitar 8.535.708 ha.
yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam
Luas lahan yang telah direklamasi baik oleh
proses perkecambahan yaitu 30o C, bila tumbuh
pemerintah maupun masyarakat sekitar 2.833.814
pada suhu yang rendah (< 15o C), proses
ha, sedang yang belum direklamasi seluas
perkecambahan menjadi sangat lambat bisa
5.701.894 ha.
mencapai 2 minggu. Hal ini dikarenakan
perkecambahan biji tertekan pada kondisi Lahan pasang surut merupakan salah satu
kelembapan tanah tinggi, banyaknya biji yang mati lahan marginal yang dijumpai sangat luas di
akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu Kalimantan Barat. Luas lahan pasang surut dan
cepat (Adisarwanto, 2005). Suhu yang dikehendaki lebak sekitar 2.803.744 ha (18,32%) dari luas
tanaman kedelai antara 21-34o C, akan tetapi suhu propinsi Kalimantan Barat, dan lahan tersebut
optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23- belum dimanfaatkan secara optimal. Keadaan
27o C. Pada proses perkecambahan benih kedelai lahan pasang surut pada umumnya mempunyai
memerlukan suhu yang cocok sekitar 30o C. keragaman biofisik yang sangat tinggi, dan oleh
karena itu penggunaannya harus benar-benar
Kedelai menghendaki kondisi tanah yang
berlandaskan pada kesesuaian lahan atau
lembab, tetapi tidak becek. Kondisi seperti ini
tipologinya. Kendala yang sering dihadapi di lahan
dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian
pasang surut antara lain pH rendah, salinitas tinggi,
polong. Kekurangan air pada masa pertumbuhan
kahat unsur hara makro (N, P, K, Ca dan Mg )
akan menyebabkan tanaman kerdil, bahkan dapat
maupun mikro (Cu), drainase jelek, serangan
menyebabkan kematian apabila kekeringan telah
hama dan penyakit yang lebih tinggi.
melampaui batas toleransinya.
Pengembangan lahan pasang surut merupakan
Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok alternatif pilihan yang sangat strategis untuk
ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5-300 m dpl. mengatasi tantangan peningkatan produksi dan alih
Varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di fungsi lahan-lahan pertanian menjadi lahan non
lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai pertanian. Lahan pasang surut mempunyai prospek
biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian lebih yang besar untuk dikembangkan menjadi lahan
dari 500 m dpl sehingga tanaman kedelai sebagian pertanian untuk tanaman kedelai terutama dalam
besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan kaitannya dengan pelestarian swasembada pangan,
subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok peningkatan produksi, peningkatan pendapatan
bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman petani dan lapangan kerja serta pengembangan
jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik dari agribisnis.
jagung. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di
Untuk meningkatkan produktivitas lahan
daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400
rawa pasang surut, pengelolaan air memegang
mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil optimal,
peranan sangat penting. Untuk menanggulangi,

148 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:147-153
mengurangi, dan menghilangkan kemasaman serta khususnya di Kalimantan Barat, pemerintah
untuk meningkatkan hasil komoditas yang mencanangkan program swasembada kedelai pada
dibudidayakan di lahan pasang surut, pengelolaan tahun 2014. Untuk memacu tercapainya program
air didasarkan pada tipologi lahan pasang surut dan tersebut, perlu dilakukan berbagai terobosan baik
tipe luapan. Tipologi lahan sulfat masam potensial melalui perluasan areal ke lahan-lahan berpotensi,
dengan tipe luapan A, tipologi lahan sulfat masam intensifikasi pertanaman yang ada dan kebijakan
aktual dengan tipe luapan B, C, D (Ritzema et al., khusus untuk memacu produksi kedelai (crass
1993). program kedelai).
Kedelai pada dasarnya dapat tumbuh
Upaya peningkatan produksi kedelai untuk hampir di setiap jenis tanah termasuk di lahan
mendukung program ketahanan pangan nasional rawa, baik lahan pasang surut maupun lahan lebak.
menghadapi tantangan yang semakin berat. Tetapi agar tanaman kedelai dapat tumbuh dan
Kekeringan, degradasi lahan, terbatasnya lahan berproduksi dengan baik diperlukan persyaratan
subur, hama dan penyakit serta terbatasnya tumbuh tertentu. Kedelai tergolong tanaman yang
kemampuan genetic varietas yang ada untuk tidak tahan terhadap kemasaman tanah tinggi dan
produksi lebih tinggi. Disisi lain kebutuhan pangan genangan. Oleh karena itu syarat utama agar
masyarakat terus meningkat untuk memenuhi kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
kebutuhan, impor bahan pangan terpaksa dilakukan diperlukan lahan dengan tingkat kemasaman tanah
yang beberapa tahun terakhir ini mengalami sedang (pH >4,5), kandungan C-organik rendah,
peningkatan. N-total sedang, P2O5 tinggi, K2O sedang dan
kejenuhan Al < 20% serta tidak terjadi genangan
Untuk mengurangi ketergantungan pada
air.
kedelai perlu diantisipasi sedini mungkin, baik
melalui program intensifikasi maupun Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
ekstensifikasi, program ekstensifikasi merupakan daya adaptasi varietas kedelai di Lahan Pasang
pilihan utama karena lahan diluar Jawa cukup luas Surut Kasus di Kabupaten Sambas Kalimantan
yang cukup potensial dimanfaatkan antara lain Barat
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya
yang sebagian besar didominasi lahan marginal, METODE
seperti lahan rawa baik rawa pasang surut, rawa
lebak, maupun rawa pantai.
Tempat dan Waktu Penelitian
Konsumsi kedelai di Kalimantan barat
rata-rata sebesar 8 kg/kapita/tahun (Kalbar Prov, Lokasi pengkajian dilaksanakan di Kab.
2014), dengan jumlah penduduk sekitar 4,789,574 Sambas, dimana Kabupaten Sambas merupakan
orang (BPS, 2016) sehingga jumlah kebutuhan sentra produksi kedelai yang ada di Kalimantan
kedelai sebesar 38,316 ton. Produksi kedelai di Barat. Pengkajian SUT berskala agribisnis
Kalimantan Barat pada Tahun 2014 sebesar 1.5 melibatkan minimal satu kelompok tani
Ton/ha (BPS, 2014), dengan luas panen sebesar sehamparan dengan luasan sekitar 0.5 ha, Waktu
2.026 Ha atau 823 Ha lebih luas dari tahun pelaksanaan adalah musim kemarau (April – Juli
sebelumnya. Untuk mencukupi kebutuhan kedelai 2017), Adapun bahan dan alat yang diperlukan
yang ada di Kalimantan Barat memerlukan luas dalam kegiatan ini meliputi; Benih kedelai, pupuk
panen sekitar 25,544 ha, sehingga kekurangan luas dan obat-obatan. Bahan dan alat pengkajian yang
panen kedelai di Kalbar sekitar 23,518 ha. Dalam dibutuhkan di lapangan
rangka pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri

Uji Adaptasi Varietas Kedelai di Lahan Pasang Surut Kab. Sambas Kalimantan Barat 149
(Dina Omayani Dewi)
Tabel 1. Tinggi Tanaman (cm), Jumlah Cabang per Tanaman (buah), Jumlah Polong per Tanaman (buah) pada
Kajian Uji Varietas Kedelai di Kec Tangaran, Kab. Sambas 2017

Varietas Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Cabang Per Jumlah Polong Per Tanaman
Tanaman (buah) (buah)
Detam 80.20 ab 9b 105.40 b
Grobogan 66.80 b 5c 69.00 c
Agromulyo 71.40 ab 7bc 112.40 ab
Burangrang 84.40 a 8bc 127.80 a
Anjasmoro 67.40 b 19a 46.20 d

Rancangan Kegiatan lebih tinggi dari deskripsi dari Balitkabi (60-70


Kajian ini menggunakan Rancangan Acak cm), sedangkan varietas Anjasmoro memiliki
Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan (5 Varietas tinggi yang lebih rendah yaitu sekitar 67 cm, sesuai
Unggul Baru) dengan 5 ulangan. Varietas yang dengan deskripsi dari Balitkabi (64-68 cm).
akan dikaji meliputi: Detam, Grobogan, Perbedaan tinggi tanaman masing-masing varietas
Agromulyo, Burangrang, dan Anjasmoro. Varietas disebabkan oleh sifat genetik tanaman berbeda.
tersebut ditanam pada plot berukuran 20 x 10 m Perbedaan sifat genetik ini dapat pula
dengan jumlah biji 2 buah per lubang tanam menyebabkan terjadinya perbedaan respon dari
dengan jarak tanam 30 x 20 cm. Adapun dosis tanaman terhadap pupuk yang diberikan.
pupuk yang digunakan untuk setiap perlakuan Sedangkan untuk parameter jumlah cabang
sama yaitu: Urea 50 Kg, SP36 100 Kg, KCl 100 per tanaman Varietas anjasmoro memiliki jumlah
Kg, dimana pupuk dasar diberikan saat tanam cabang yang lebih banyak dari varietas yang lain.
kemudian pemupukan susulan dilakukan pada saat Akan tetapi jumlah cabang yang banyak tidak
tanaman berumur 14 dan 28 hari. Pengendalian diikuti dengan jumlah polong, dimana jumlah
hama dan penyakit dilakukan apabila terdapat polong untuk varietas Anjasmoro rata-rata 46
serangan di lapangan dengan menggunkan buah polong. Polong terbanyak terdapat pada
insektisida dan fungisida. Varietas Burangrang yaitu berkisar antara 127
buah polong per tanamannya. Varietas Burangrang
jumlah polongnya berbeda sangat nyata dibanding
Parameter yang diamati
varietas lainnya tapi tidak berbeda nyata dengan
Adapun parameter yang diamati meliputi: varietas Agromulyo (112,4 buah). Kecepatan
tinggi tanaman (cm), jumlah cabang (buah), jumlah pembentukan polong dan pembesaran biji akan
polong per tanaman (buah), berat 100 biji (gr), semakin cepat setelah proses pembentukan bunga
produksi (ton/ha) serta data curah hujan saat kajian berhenti.
berlangsung.
Untuk waktu berbunga varietas Grobogan
memiliki waktu berbunga lebih cepat dibanding
varietas lainnya. Berbedanya umur tanaman
HASIL DAN PEMBAHASAN berbunga antar varietas diduga dipengaruhi oleh
sifat genetik pada masing-masing varietas dan
lingkungan. Menurut Baharsjah et al. (1985) faktor
Untuk parameter tinggi tanaman utama dalam pembungaan pada tanaman kedelai
menunjukkan bahwa varietas Burangrang berbeda lebih dominan dipengaruhi sifat genetik tanaman.
nyata dibanding varietas lainnya, dimana varietas Tanaman kedelai termasuk tanaman hari pendek
ini memiliki performan tinggi tanaman yang lebih dimana kedelai tidak akan berbunga apabila
tinggi dari varietas lainnya yaitu sebesar 84.40 cm, panjang hari melampaui batas kritis, karena

150 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:147-153
masing-masing kultivar batas kritis yang berbeda. Untuk Parameter berat 100 biji dan
Darjanto dan Sarifah (1987) menambahkan bahwa produksi, varietas Grobogan memiliki berat 100
factor utama munculnya bunga ditentukan oleh biji yang lebih berat dari varietas lainnya yaitu
sifat genetik dari suatu varietas yang digunakan. sebesar 17.84 gr, dimana mendekati deskripsi dari
varietas tersebut (18 gr) dengan produksi sebesar
Tabel 2. Waktu Berbunga Tanaman Kedelai pada Kajian Uji Varietas Kedelai di Kec Tangaran, Kab. Sambas 2017

Varietas Waktu Berbunga (Hari)


Detam 35
Grobogan 30-32
Agromulyo 35
Burangrang 35
Anjasmoro 35-39

Grafik 1. Berat 100 Biji (gr) dan Produksi (ton/ha) Tanaman Kedelai di Lahan Pasang Surut, Kec. Tangaran,
Kab. Sambas 2017
Jumlah polong per tanaman berkorelasi 2.55 ton/ha, sementara untuk varietas lain yang
positif dengan jumlah biji per tanaman sementara memiliki jumlah polong yang banyak seperti
hasil per satuan luas dipengaruhi oleh berat 100 varietas Burangrang justru memiliki berat 100 biji
biji dan jumlah biji Hidajat (1985). Varietas yang terendah kedua setelah Detam yaitu 14 gr,
Grobogan memiliki jumlah polong terendah kedua sehingga produksi per ton nya juga rendah.
setelah Anjasmoro, namun varietas ini memiliki Jumlah curah hujan pada sat awal tanam
ukuran biji yang lebih besar dan lebih berat menengah yaitu berkisar antara 256,5 mm/bulan
sehingga produksi yang diperoleh pun lebih tinggi. dengan jumlah hari hujan sebanyak 13 hari.

Uji Adaptasi Varietas Kedelai di Lahan Pasang Surut Kab. Sambas Kalimantan Barat 151
(Dina Omayani Dewi)
Grafik 2. Jumlah Curah Hujan (Mm) Dan Jumlah Hari Hujan (Day) Di Kecamatan Tangaran

Sampai menjelang panen curah hujan semakin DAFTAR PUSTAKA


menurun pada kisaran 195,86 mm dengan jumlah
hari hujan sebanyak 9 hari. Selama
Adiningrat, E. A. 2008. Permasalahan dalam
pertumbuhannya kedelai (85-100 hari)
membangun industri perbenihan.
membutuhkan air sebanyak 300 mmm hingga 450
Disampaikan dalam Integrated Workshop:
mm atau 2,5 – 3,3 mm/hari. Kebutuhan air selama
“Konsolidasi Sumberdaya Iptek Pangan
periode vegetative (sampai umur 35 hati) adalah
Untuk Mencapai Kemandirian Benih dan
126 mm dan selama pertumbuhan generative
Bibit Dalam Rangka Mewujudkan
(umur 35-85 hari) 203 mm. Kebutuhan air tanaman
Ketahanan Pangan dan MDG’s 2015. BPPT.
pada awal periode pertumbuhan sedikit, kemudian
Jakarta. 15p
meningkat hingga kanopi daun berkembang dan
menutup sempurna, selanjutnya berkurang hingga Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. 2003.
menjelang panen. Pada puncak berbunga dan fase- Kalimantan Barat dalam angka, BPS Kalbar
fase kritis terhadap kekeringan, tanaman Pontianak
membutuhkan air lebih banyak (cybex. Pertanian, Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. 2003.
2014) Kubu Raya dalam angka, BPS Kalbar
Pontianak
KESIMPULAN Cyber Extension,2014, Kementerian Pertanian,
Badan Penyuluhan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pertanian
Dari hasil kajian menunjukkan bahwa
Harjowigeno,S. 1996. Pengembangan lahan pasang
Varietas Grobogan memiliki daya adaptasi yang
surut untuk pertanian suatu peluang dan
baik di lahan pasang surut yang ditunjukkan oleh
tantangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap
hasil biji relatif lebih berat, dan menghasilkan
Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB.22 Juni
produksi yang relatif tinggi. Hal yang perlu
1996
diperhatikan dalam penanaman kedelai adalah
waktu tanam yang tepat sehingga hasil yang
diperoleh menjadi optimal.

152 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:147-153
Jusniati, Pertumbuhan Dan Hasil Varietas Kedelai
(Glycine Max L.) Di Lahan pasang surut Purwono, M.S dan Purnamawati, H., 2007.
Pada Berbagai Tingkat Naungan Jurusan Budidaya dan 8 Jenis Tanaman Pangan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Universitas Tamansiswa, Jurnal UNITAS,
Rachman, I dan Setiyohadi, B. 2007. Penyakit
Yogyakarta
Osteoporosis.
Margaretha. 2002. Pengaruh Molybdenum http://www.medicastore.com/osteoporosis/in
Terhadap Nodulasi dan Hasil Kedelai yang dex.
Diinokulasi Rhizobium pada Tanah Ultisol.
Richard. J.D., J.G. Louis, and Henry. 1984.
Jurnal MAPETA. Vol X No 2: 4-7.
Soybeans Crop Production. 5th edition.
Mawardi, E., Azwar dan Tambidjo, A., 2001. Engelwood Cliffs, N.J.: Practice Hall. Inc.
Potensi dan Peluang Pemanfaatan
Sudaryanto, T dan Swastika, D. K. S. 2007.
Harzeburgite sebagai Amelioran Lahan
Ekonomi Kedelai di Indonesia. Badan
pasang surut. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Memantapkan Rekayasa Paket Teknologi
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pertanian dan Ketahanan Pangan dalam Era
Tanaman Pangan. Bogor.
Otonomi Daerah, 31 Oktober – 1 November
2001. Bengkulu
Najiyati, S. dan Danarti, 1999. Palawija Budidaya
dan Analisa Usaha Tani. Penebar Swadaya,
Jakarta

Uji Adaptasi Varietas Kedelai di Lahan Pasang Surut Kab. Sambas Kalimantan Barat 153
(Dina Omayani Dewi)
154 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:147-153
MODEL PREDIKSI DINAMIKA POPULASI HAMA PENGGEREK BATANG TEBU
BERGARIS (Chilo sacchariphagus) DI PERKEBUNAN CINTA MANIS
SUMATERA SELATAN
Muh Dimas Arifin1,2, Yonny Koesmaryono2 dan Muhamad Hidayanto1
1Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur
Jl. PM. Noor-Sempaja, Samarinda
2Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor

Jl. Meranti Darmaga Bogor 16690


E-mail: muh.dimasarifin@outlook.com

ABSTRACT

Prediction model of population dynamics on sugarcane borer (Chilo sacchariphagus) in sugarcane plantation,
South Sumatera. Chilo sacchariphagus or Spotted Sugarcane Stemborer is one of the main pests attacking at Cinta
Manis Sugarcane Estate South Sumatera. Climatic factors including rainfall, minimum and maximum air
temperature, maximum and minimum relative humidity affect the presence of the pest. The purpose of this study is to
analyze the influence of climatic factors on population dynamics of Chilo sacchariphagus in Cinta Manis Sugar
Estate and building a prediction model of this pest. Simulation conducted over year of 2008-2013 by using DYMEX
3.0 pest lifecycle model. Simulation model gives a good prediction with high value of coefficient determination (R2)
of calibration and validation respectively 76% and 84%. The model predicted insect population decreased following
the air temperature rise. The pest attack should be anticipated as the other climate factors change.

Keywords: Climate, Sugarcane stemborer, Model Simulation DYMEX 3.0

ABSTRAK

Chilo sacchariphagus atau penggerek batang tebu bergaris adalah salah satu hama utama yang paling banyak
menyerang tanaman tebu di Perkebunan Cinta Manis Sumatera Selatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi
keberadaan hama adalah faktor iklim, yaitu curah hujan, suhu minimum dan maksimum, RH maksimum dan
minimum. Penelitian ini bertujuan menganalisa hubungan antara dinamika populasi hama Chilo sacchariphagus
dan menyusun model simulasi untuk memprediksi populasi hama. Model siklus hidup dan pendugaan populasi
hama ini memanfaatkan model simulasi DYMEX 3.0. Simulasi dilakukan selama lima tahun tanam pada 2008 -
2013. Koefisien determinasi (R2) kalibrasi dan validasi model masing-masing sebesar 76% dan 84%. Model
memprediksi populasi hama menurun dengan tren meningkatnya suhu udara. Namun peningkatan populasi hama
tetap perlu diwaspadai sebab pengaruh perubahan faktor-faktor iklim yang lain.

Kata kunci: Iklim, Penggerek batang tebu, Model simulasi DYMEX 3.0

Model Prediksi Dinamika Populasi Hama Penggerek Batang Tebu Bergaris (Chilo 155
sacchariphagus) di Perkebunan Cinta Manis Sumatera Selatan
(Muh Dimas Arifin, Yonny Koesmaryono, dan Muhamad Hidayanto1)
PENDAHULUAN Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika mencatat terjadi tren peningkatan suhu
udara secara merata di seluruh Indonesia.
Salah satu faktor yang menyebabkan
Perubahan iklim berupa peningkatan suhu udara
penurunan rendemen tebu adalah serangan hama.
dan kenaikan curah hujan diprediksi dapat
Penggerek batang merupakan salah satu hama
meningkatkan serangan hama serangga pada
utama yang menyerang perkebunan tebu dan hama
komoditas pertanian di Indonesia. Penggerek
ini terdiri atas beberapa spesies, namun yang
Batang Padi Kuning diprediksi meningkat di
terpenting adalah penggerek berkilat (Chilo
Indramayu dan Kuningan dalam beberapa tahun ke
auricilius) dan penggerek bergaris (Chilo
depan berdasarkan skenario perubahan iklim SRES
sacchariphagus) atau biasa disebut Chilo sp
A1FI dan B1 (Koem et al., 2015) serta RCP 2.6
(Pramono, 2005; Wirioatmodjo, 1977; Goebel et
dan 8 (Nurhayati et al., 2017). Pengaruh serupa
al., 2013). Keberadaan Chilo sacchariphagus di
diduga juga terjadi pada hama penggerek batang
lapangan lebih dominan serta hampir selalu
tebu. Penelitian bertujuan untuk menganalisa
ditemukan di semua kebun tebu di Indonesia
hubungan antara dinamika populasi hama Chilo
(Pramono et al., 2009; Indrawanto et al., 2010;
sacchariphagus dengan faktor iklim serta
Subiyakto 2016) sehingga nilai tingkat serangan
menyusun model simulasi untuk memprediksi
penggerek batang di Indonesia dapat mewakili
populasi hama tersebut sehingga kerugian dapat
tingkat serangan Chilo sacchariphagus.
diantisipasi.
Rejeki dan Zahro’in (2013) mencatat
bahwa 31% dari keseluruhan serangan organisme
pengganggu tanaman di Jawa Timur pada triwulan BAHAN DAN METODE
kedua tahun 2013 merupakan serangan Chilo sp.
Investigasi di Pesantren Baru, Jawa Timur Penelitian ini dilaksanakan di
menemukan bahwa tingkat serangan Chilo sp. Laboratorium Agrometeorologi, Departemen
tertinggi tanpa perlakuan pengendalian hama Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian
adalah sebesar 14,5% (Goebel et al., 2011). Bogor pada April 2014 sampai September 2014.
Tingkat kerusakan oleh penggerek batang Data iklim harian daerah Palembang dan
tebu dinyatakan dalam persentase batang/ruas yang sekitarnya diperoleh dari bulan Juni 2008 sampai
rusak (Pramono et al., 2009). Goebel et al. (2011) Agustus 2013 berupa data curah hujan, suhu udara
menyatakan bahwa tingkat serangan Chilo minimum, suhu udara maksimum, kelembaban
sacchariphagus sebesar 10% setara dengan udara pada pukul 09.00 dan pukul 15.00 dari
penurunan kandungan sukrosa sebesar 23% (R2 = stasiun meteorologi Sultan Mahmud Badarudin 2
0,331). Kerusakan ruas sebesar 1% di perkebunan dengan nomor WMO: 962210 (WIPP) melalui
Jawa dapat mengakibatkan kerugian gula hingga website tutiempo.com, data persentase serangan
100 kg per hektar yang setara dengan kerugian bulanan hama Penggerek Batang Tebu Bergaris
ekonomi sebesar 0,5% (Pramono, 2005; Yuniarti (Chillo sacchariphagus) pada wilayah Perkebunan
dan Yuliyanto, 2013). Dengan demikian, Tebu Cinta Manis tahun 2008-2013 dikumpulkan
kerusakan ruas tertinggi di Perkebunan Tebu Cinta oleh Bagian Penelitian dan Pengembangan PTPN
Manis Sumatera Selatan pada periode 2007 – 2013 VII Unit Usaha Cinta Manis. Data prediksi suhu
sebesar 9,91% (Winarno, 2014, Komunikasi udara harian pada tahun 2015-2022 diperoleh
Pribadi) setara dengan kerugian ekonomi sebesar berdasarkan catatan tren suhu oleh BMKG untuk
4,95%. Meidalima dan Kawaty (2014) menemukan daerah Palembang dan sekitarnya. Penelitian ini
pada serangan berat penggerek batang tebu di menggunakan perangkat lunak DYMEX 3.0 untuk
Perkebunan Cinta manis mengakibatkan potensi memodelkan dinamika populasi hama serta
kehilangan gula mencapai 30,67%. Microsoft Excel dalam mengolah data.

156 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:155-168
Gambar 1 Diagram model populasi dinamik penggerek batang tebui dalam DYMEX 3.0

Deskripsi Model DYMEX dengan pendekatan cohort.


Model DYMEX merupakan alat Developmental Rate
penyusunan dan simulasi model diskrit yang Jarosik et al. (2004) menyatakan
memanfaatkan konsep kohort. Setiap individu Developmental rate (DR) atau laju perkembangan
organisme yang dimodelkan membentuk kohort adalah fungsi linear dari suhu. Perpotongan antara
baru saat kondisi fisiologis tertentu terpenuhi kurva dan sumbu-x (suhu) menunjukkan lower
(Maywald et al., 2007; Kriticos et al., 2009). development temperature (LDT) yang merupakan
Penyusunan model dinamik populasi hama suhu ambang batas bawah perkembangan hama.
penggerek batang tebu bergaris diawali dengan Hubungan antara suhu udara (T) dan laju
mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh di perkembangan hama serta nilai LDT dari masing-
dalam perkembangan fisiologis hama. Faktor- masing stadia dikemukakan dalam persamaan
faktor tersebut diperlukan untuk menentukan dalam Tabel 1 oleh Goebel (2006). Laju
modul yang digunakan dalam model builder perkembangan menurun pada suhu di atas suhu
(Gambar 1). optimum (30°C). Persamaan DR pada suhu di atas
Modul lifecycle menggambarkan suhu optimum didapatkan melalui regresi linear
perkembangan siklus hidup hama penggerek antara suhu udara dan laju perkembangan hama
batang tebu bergaris. Perkembangan hama berdasarkan data pengamatan Goebel (2006).
melewati siklus telur, larva, pupa dan telur
dipengaruhi oleh developmental rate, mortalitas,
Mortalitas
transfer, migrasi, fekunditas dan serta reproduksi.
Faktor-faktor tersebut digunakan untuk Mortality Rate (MR) atau laju kematian
mensimulasikan perkembangan populasi hama dinyatakan sebagai fungsi dari suhu. Nilai MR

Tabel 1 Persamaan laju perkembangan dan ambang batas bawah suhu

Stadia Persamaan laju perkembangan Ambang batas bawah suhu (LDT)


Telur 0,0087T – 0,1140 13,1 oC
Larva 0,0017T – 0,0220 12,7 oC
Pupa 0,0058T – 0,0750 13 oC
Imagoa 0,0074T – 0,0121 1,64 oC
a
berdasarkan data Moth Longevity (Goebel, 2006)

Model Prediksi Dinamika Populasi Hama Penggerek Batang Tebu Bergaris (Chilo 157
sacchariphagus) di Perkebunan Cinta Manis Sumatera Selatan
(Muh Dimas Arifin, Yonny Koesmaryono, dan Muhamad Hidayanto1)
linear menurun di bawah suhu optimum serta data tersebut diolah oleh model simulator sehingga
meningkat saat melewati suhu optimum. MR dihasilkan data simulasi populasi harian.
dihitung dari data pengamatan Goebel (2006) Pengamatan populasi larva aktual dengan
dengan menggunakan formula Yonow et al. membelah batang tebu tidak dapat dilakukan
(2004): karena akan menyebabkan kerusakan tanaman.
𝑀𝑅 = 1 − 𝑆𝐷 Sehingga data pembanding yang digunakan untuk
1 kalibrasi dan validasi model didapatkan dari
𝑆𝐷 = 𝑆𝑇 𝐷𝐷 dugaan populasi larva berdasarkan data persentase
Keterangan: serangan. Kerusakan akibat serangan penggerek
SD : laju survival harian (proporsi) batang dapat diamati sejak tebu berusia 1,5 bulan.
Persentase serangan pada tebu yang belum beruas
ST : total individu yang bertahan hidup
(berusia kurang dari 6 bulan) merupakan
DD : waktu perkembangan (hari) perbandingan batang tebu yang terserang dengan
jumlah total batang tebu, sedangkan persentase
Persamaan mortalitas telur dimodelkan serangan tebu yang sudah beruas merupakan
dengan regresi linear antara suhu udara dan laju perbandingan antara jumlah ruas yang terserang
kematian. Mortalitas imago dimodelkan dengan dengan jumlah ruas total yang diamati (Pramono et
menggunakan usia fisiologis pada imago, al., 2009). Hubungan antara usia tanaman dan
sedangkan nilai laju kematian larva diasumsikan jumlah ruas merujuk kepada Hunsigi (2001) serta
konstan dan dimanfaatkan sebagai parameter yang asumsi jumlah tanaman 11210 tanaman dalam 10
diubah-ubah pada proses kalibrasi. petak amatan berukuran 10 juring x 10 m
(pengamatan oleh Bagian Litbang PTPN VII UU
Migrasi diasumsikan mengikuti
Cinta Manis pada tanggal 2 Januari 2014).
peningkatan mobilitas seiring kenaikan suhu udara
rata-rata (Koesmaryono, 1999; Child, 2007). Kalibrasi model dilakukan dengan
Potensi bertelur yang dihasilkan imago dengan menggunakan data pada tahun tanam 2008 - 2009.
rasio kelamin 1:1 sebesar 250 butir. Imago betina Kalibrasi dilakukan dengan mengubah parameter
bertelur bertahap dengan progeny sebesar 40 butir mortalitas pada model lifecycle stadia larva,
tiap kali bertelur yang jumlahnya menurun sedangkan validasi terhadap model dilakukan
terhadap waktu (Kalshoven, 1981; Pramono, 2005; dengan menggunakan data pada tahun tanam 2009
Goebel, 2006) - 2010, 2010 – 2011, 2011 – 2012 ,dan 2012 -
2013. Kesesuaian model dalam proses kalibrasi
dan validasi dinyatakan dalam nilai koefisien
Simulasi, kalibrasi dan validasi model determinasi (R2).
Model simulator dijalankan dengan
memasukkan data meteorologi harian berupa suhu
Hubungan Faktor Iklim dengan populasi hama
udara minimum, suhu udara maksimum serta
kelembaban udara pada rentang waktu tahun 2008- Luaran model berupa populasi hama harian
2013 dan letak lintang dari daerah kajian. Data- dibandingkan dengan data iklim untuk

Tabel 2 Hubungan antara jumlah ruas dan usia tanaman tebu (Hunsigi, 2001)

Fase Tebu Usia tebu (bulan) Jumlah ruas


Germinating 1-2 1
Tillering 3-4 1
Grand Growth 5 5
Maturation 6 - 14 bertambah 4 ruas / bulan

158 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:155-168
Curah hujan RHmin RHmax Suhu Maksimum Suhu Minimum
400 90
80

Kelembaban udara (%)


350
Curah Hujan (mm)

300 70

Suhu udara (°C)


250 60
50
200
40
150 30
100 20
50 10
0 0
Sep-08

Mar-09

Sep-09

Mar-10

Sep-10

Mar-11

Sep-11

Mar-12

Sep-12

Mar-13
Dec-08

Dec-09

Dec-10

Dec-11

Dec-12
Jun-08

Jun-09

Jun-10

Jun-11

Jun-12

Jun-13
Bulan
Gambar 2 Kondisi iklim bulanan Juni 2008 – Juni 2013 dari stasiun meteorologi Sultan Badarudin 2 (tutiempo.com)

mendapatkan analisis keterkaitan antara keduanya. Perkebunan Cinta Manis berlokasi di enam
Data iklim yang digunakan adalah data pada kecamatan kabupaten Ogan Ilir yaitu Indralaya
tanggal 1 Juni 2008 sampai 31 Juli 2013 yang Kota, Indralaya Selatan, Tanjung Batu, Payaraman,
merupakan rentang waktu 5 masa tanam. Analisis Lubuk Keliat, serta Rambang Kuang. Letak
dilakukan terhadap dinamika populasi yang astronomis Kabupaten Ogan Ilir berada pada 3o02'
teramati selama simulasi serta kondisi iklim yang dan 3o48' LS serta 104o20' dan 104o48' BT. Suhu
menyertai. Hubungan antara populasi larva dan bulanan di wilayah kabupaten Ogan Ilir seperti
parameter iklim bulanan secara khusus ditampilkan daerah lain di Indonesia yang beriklim tropis tidak
dalam grafik scatter/pencar serta dianalisis dengan terlalu berfluktuasi. Suhu udara rata-rata selama
menggunakan regresi linear. Hubungan antara bulan Juni 2009 hingga Juli 2013 adalah 27 oC – 29
o
parameter iklim dengan populasi bulanan hasil C. Suhu udara bulanan minimum rata-rata adalah
estimasi dari persentase serangan ditampilkan 23 oC – 25 oC, sedangkan suhu maksimum berkisar
untuk mengevaluasi hasil simulasi model. antara 30 oC – 34 oC. Nilai kelembaban udara di
kabupaten Ogan Ilir berfluktuasi pada musim
kemarau dan musim hujan. Nilai RH maksimum
Prediksi populasi hama
bulanan pada bulan Juni 2009 hingga Juli 2013
Prediksi populasi hama disimulasikan oleh adalah 66% - 85%, sementara nilai RH minimum
model dengan data masukan berupa data prediksi bulanan pada rentang 56% - 72% (Gambar 2).
suhu udara maksimum dan minimum pada tahun
Persentase serangan memiliki
2015-2016, 2018-2019 serta 2021-2022. Data
kecenderungan tinggi pada saat usia tanaman muda
prediksi suhu udara dihitung dengan
(Gambar 3). Hal tersebut disebabkan oleh struktur
menambahkan tren kenaikan suhu udara tahunan
tanaman muda yang lunak dan sesuai bagi
dari BMKG.
perkembangan larva hama (Meidalima dan
Kawaty, 2015). Setelah bulan desember dimana
HASIL DAN PEMBAHASAN curah hujan meningkat serangan juga turut
meningkat dan umumnya berlanjut hingga akhir
tanam. Tingkat serangan tertinggi terjadi pada
Kondisi iklim wilayah kajian dan persentase
tahun tanam 2010 – 2011 diduga berkaitan dengan
serangan hama
tingginya curah hujan pada tahun tersebut.

Model Prediksi Dinamika Populasi Hama Penggerek Batang Tebu Bergaris (Chilo 159
sacchariphagus) di Perkebunan Cinta Manis Sumatera Selatan
(Muh Dimas Arifin, Yonny Koesmaryono, dan Muhamad Hidayanto1)
12,00

10,00
Persentase serangan (%)

8,00
2008 - 2009
6,00 2009 - 2010
2010 - 2011
4,00
2011 - 2012
2,00 2012 - 2013

-
Nop
Juli
Agst

Okt

Jan

Juli
Agst
Des

Mar

Mei
Juni

Sept

Peb

Apr

Bulan dalam masa tanam Juni

Gambar 3 Perkembangan persentase serangan hama penggerek batang tebu (Winarno, komunikasi pribadi 2013).

Laju Perkembangan di atas Suhu Optimum dan sebagai data observasi selama bulan juni 2008
Laju Mortalitas hingga bulan juli 2009. Nilai hasil simulasi dan
Laju perkembangan dari masing-masing hasil pengamatan menunjukkan angka yang
stadia mengalami penurunan saat suhu udara berbeda namun memiliki pola yang mirip. Hasil
melewati suhu optimum. Persamaan (Tabel 1) regresi linear terhadap kedua data populasi
dihitung berdasarkan data Goebel (2006). menunjukkan angka koefisien determinasi tertinggi
Persamaan laju mortalitas untuk telur berdasarkan sebesar 76% pada nilai koefisien mortalitas larva
data Goebel (2006) dinyatakan dengan persamaan 0,05 (Gambar 4). Koefisien determinasi yang
MR = - 0,0148 T + 0,3852 pada T < 25oC, MR = tinggi menunjukkan model DYMEX dapat
0,0291 T – 0,7474 pada T >25oC serta MR = 0 digunakan untuk simulasi dengan rentang waktu
pada saat suhu optimum (25oC) yang lebih lama.
Model Kalibrasi
Gambar 4 menunjukkan perbandingan Model Validasi
antara populasi larva yang diperkirakan model dan Validasi dilakukan dengan
populasi yang diestimasi dari persentase serangan membandingkan antara nilai hasil prediksi model

Tabel 3. Persamaan laju perkembangan di atas suhu optimum berdasarkan data Goebel (2006)

Stadia Persamaan laju perkembangan Suhu optimum

Telur -0,0037T + 0,2661 30 oC


Larva -0,0009T + 0,0548 30 oC
Pupa -0,0196T + 0,6863 30 oC

160 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:155-168
Gambar 4 (a) Hubungan antara jumlah populasi larva Chilo sacchariphagus hasil prediksi dan estimasi berdasarkan
serangan hasil kalibrasi (b) jumlah populasi larva bulanan tahun tanam 2008-2009 hasil prediksi (- - -) dan estimasi
berdasar serangan ( - )

dan nilai hasil observasi pada waktu yang berbeda erat dengan ketersediaan makanan. Batang dan
dari kalibrasi. Nilai koefisien determinasi (R2) pada ruas tebu yang merupakan makanan larva masih
tahun tanam 2009-2010 sebesar 84% menunjukkan tersedia dalam jumlah kecil pada awal musim
hubungan yang erat antara populasi larva hasil tanam. Hal tersebut dikarenakan tebu masih dalam
prediksi model dan hasil observasi (Gambar 5). masa germinating hingga tillering.
Hasil validasi yang cukup tinggi tersebut Populasi tercatat selalu ada untuk setiap
membuktikan bahwa iklim merupakan salah satu stadia hama sepanjang tahun. Hal tersebut
faktor yang mempengaruhi keberadaan hama di disebabkan oleh suhu udara yang tidak pernah
suatu wilayah sesuai dengan pendapat Clark et al. turun hingga ambang batas bawah pertumbuhan
(1967). dari masing - masing stadia. Peningkatan populasi
Populasi secara umum mengalami mencapai puncaknya pada bulan-bulan kering yang
peningkatan dalam satu tahun tanam. Turunnya merupakan fase pemasakan tebu. Kelembaban
jumlah populasi secara tajam yang terjadi pada udara dan curah hujan yang rendah didukung oleh
awal musim tanam pada setiap tahunnya terkait ketersediaan makanan yang melimpah mendorong

Gambar 5. (a) Hubungan antara jumlah populasi larva Chilo sacchariphagus hasil prediksi dan estimasi
berdasarkan serangan hasil validasi (b) jumlah populasi larva bulanan tahun tanam 2009-2010 hasil prediksi (- - -)
dan estimasi berdasar serangan ( - )

Model Prediksi Dinamika Populasi Hama Penggerek Batang Tebu Bergaris (Chilo 161
sacchariphagus) di Perkebunan Cinta Manis Sumatera Selatan
(Muh Dimas Arifin, Yonny Koesmaryono, dan Muhamad Hidayanto1)
60000
50000
Larva (ekor)

40000
30000
20000
10000
0
Dec-08
Mar-09

Dec-09
Mar-10

Dec-10
Mar-11

Dec-11
Mar-12

Dec-12
Mar-13
Jun-08

Jun-09

Jun-10

Jun-11

Jun-12

Jun-13
Sep-08

Sep-09

Sep-10

Sep-11

Sep-12
Bulan simulasi
Gambar 6. Populasi larva Chilo sacchariphagus hasil simulasi model (- - -), estimasi berdasar serangan (-) .

populasi hama mencapai puncaknya. Populasi larva hasil simulasi model


Populasi hasil prediksi model dan populasi maupun hasil estimasi berdasar persentase
larva hasil estimasi dari persentase serangan serangan tersebar hampir merata pada seluruh
bersesuaian tren di awal masa tanam tetapi rentang suhu minimum, suhu maksimum, suhu
menunjukkan perbedaan tren pada bulan April di rata-rata, curah hujan serta kelembaban udara
setiap tahun tanam (Gambar 6). Populasi hasil relatif (Gambar 7 dan 8). Hal tersebut
estimasi pada bulan April hingga akhir tahun menunjukkan bahwa iklim di Perkebunan Cinta
tanam secara umum terus naik, sementara kenaikan Manis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh larva
populasi hasil simulasi melambat pada periode Chilo sacchariphagus untuk berkembang.
tersebut. Puncak populasi hasil simulasi tahun Suhu udara berpengaruh terhadap proses
tanam 2008/2009 dan 2011/2012 terlambat satu metabolisme yang mengendalikan usia fisiologi
bulan sedangkan pada tahun tanam 2009/2010 dan reproduksi. Dua hal tersebut memiliki dampak
terlambat satu bulan. Model hanya mampu terhadap perkembangan individu serta populasi
memperkirakan puncak populasi secara tepat pada (Gillooly et al., 2002; Brown et al., 2004). Model
tahun tanam 2010/2011 meskipun nilai yang simulasi menunjukkan korelasi positif antara suhu
dimiliki di bawah nilai hasil estimasi populasi. minimum dengan populasi dengan koefisien
determinasi sebesar 1,6%. Hal serupa ditunjukkan
pula pada populasi hasil estimasi berdasarkan
Pengaruh Parameter Iklim terhadap Populasi
persentase serangan dengan R2 lebih tinggi sebesar
Larva
11,3%. Suhu minimum yang semakin tinggi
Hama Chilo sacchariphagus aktif (mendekati 25oC) menyebabkan populasi larva
menyerang batang tebu pada fase larva sehingga aktual bertambah tinggi. Hubungan tersebut sesuai
pengaruh parameter iklim terhadap populasi larva dengan Goebel (2006) yang menyatakan bahwa
perlu diketahui lebih lanjut. Parameter iklim yang suhu optimum bagi Chilo sacchariphagus untuk
berpengaruh terhadap populasi larva adalah bertelur adalah pada 25oC.
parameter iklim seminggu sebelumnya. Hal ini
Sementara itu, suhu maksimum yang
disebabkan oleh fase telur yang terpapar langsung
tinggi menyebabkan populasi cenderung menurun.
oleh faktor iklim yang berlangsung 7 – 9 hari,
Kenaikan suhu maksimum menyebabkan cekaman
sementara larva dan pupa terlindung dari paparan
panas yang meningkatkan mortalitas hama. Nilai
iklim karena terletak di dalam batang. Namun lag
koefisien determinasi pada model mencapai 10,5%
satu minggu pada analisis diabaikan karena faktor
sedangkan pada kondisi aktual hanya 0,4%. Hal ini
iklim yang digunakan adalah rataan bulanan.

162 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:155-168
Gambar 7. Unsur iklim bulanan dan sebaran populasi larva Chilo sacchariphagus bulanan hasil simulasi pada Juni
2008 – Juli 2013

menunjukkan bahwa pengaruh suhu maksimum menggambarkan pengaruh suhu rata – rata
terhadap dinamika populasi dimodelkan lebih terhadap populasi larva.
besar dari sebenarnya. Hubungan antara curah hujan kumulatif
Suhu rata – rata bulanan memiliki korelasi bulanan dan populasi sangat kecil. Hal ini
negatif terhadap populasi larva Chilo ditunjukkan dengan korelasi senilai 1,3% (model
sacchariphagus hasil model dengan koefisien simulasi) dan 1,7% (data estimasi). Nilai korelasi
determinasi sebesar 5,6%. Sementara itu koefisien pada model yang mendekati nilai korelasi aktual
determinasi antara suhu terhadap populasi hasil menunjukkan bahwa model cukup baik
estimasi hanya 0,4% serta bernilai negatif. Hal ini menggambarkan pengaruh curah hujan. Namun
menunjukkan bahwa model belum mampu korelasi yang bernilai positif menunjukkan bahwa

Model Prediksi Dinamika Populasi Hama Penggerek Batang Tebu Bergaris (Chilo 163
sacchariphagus) di Perkebunan Cinta Manis Sumatera Selatan
(Muh Dimas Arifin, Yonny Koesmaryono, dan Muhamad Hidayanto1)
Gambar 8. Unsur iklim bulanan dan sebaran populasi larva Chilo sacchariphagus bulanan hasil estimasi dari
persentase serangan pada Juni 2008 – Juli 2013

bertambahnya curah hujan justru menyebabkan Hubungan populasi larva dan kelembaban
populasi larva bertambah. Hal ini tidak sesuai relatif minimum dan maksimum dimodelkan oleh
dengan dugaan bahwa curah hujan menyebabkan DYMEX dengan cukup tinggi. Hal tersebut
turunnya populasi dengan menyapu telur pada ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi
permukaan atas daun. Peningkatan populasi oleh sebesar 12,5% (RH minimum) dan 12,8% (RH
curah hujan diduga terjadi secara tidak langsung maksimum). Sementara itu, koefisien determinasi
melalui terhambatnya perkembangan parasit kecil yang ditunjukkan oleh populasi hasil estimasi
dalam kondisi basah/curah hujan tinggi (Speight et hanya 7,7% untuk RH minimum dan 7,9% untuk
al., 2008; Meidalima dan Kawaty, 2015). RH maksimum. Tubuh serangga yang memiliki
rasio antara luas permukaan dan volume tinggi

164 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:155-168
Gambar 9. Prediksi Dinamika populasi larva C. saccharipagus pada tahun tanam 2015/2016, 2018-2019 dan 2021-
2022
sangat mudah kehilangan air dalam proses pada bulan-bulan pertengahan hingga akhir masa
penguapan (Mavi dan Tupper, 2004). tanam dimana model cenderung under estimate
Populasi larva mencapai kondisi optimal terhadap populasi sebenarn
pada RH minimum sebesar 70% dan RH Salah satu faktor yang diduga
maksimum sebesar 80%. Larva diperkirakan menyebabkan ketidak sesuaian hasil simulasi
mencapai populasi di atas 10.000 ekor pada model pada pertengahan tanam hingga akhir adalah
rentang tersebut. Hal ini bersesuaian dengan Child terdapat menurunnya laju mortalitas hama pada
(2007) bahwa serangga tumbuh optimum pada RH stadia larva yang diasumsikan konstan dalam
tinggi di atas 70%. model. Perubahan laju mortalitas larva dapat
disebabkan oleh interaksi antara hama, tanaman,
dan musuh alami hama. Masing-masing faktor
Prediksi populasi hama
tersebut juga terdampak oleh kondisi iklim
Dinamika populasi hama Chilo (Nurindah dan Yulianti, 2018). Model yang lebih
sacchariphagus pada tahun tanam 2015-2016, integratif mencakup pengaruh iklim terhadap
2018-2019 serta 2021-2022 dimodelkan dengan tanaman inang dan musuh alami hama perlu
asumsi kenaikan suhu minimum sebesar 0,0409 disusun untuk menanggulangi kelemahan prediksi
C/tahun dan suhu maksimum rata-rata sebesar model ini.
0,0315 C/tahun (BMKG, 2018). Hasil simulasi
menunjukkan tren dinamika populasi menurun
selama tiap tahunnya (Gambar 9). Hal ini KESIMPULAN
disebabkan oleh tingginya suhu udara maksimum
yang sehingga mendekati ambang atas suhu hama Model DYMEX mampu menggambarkan
menyebabkan meningkatnya mortalitas dalam dinamika populasi hama Chilo sacchariphagus
tahun-tahun ke depan. Meski demikian, tetap perlu dengan baik, khususnya pada bulan-bulan awal
diwaspadai terjadinya peningkatan populasi hama pertumbuhan inang tebu dengan koefisien

Model Prediksi Dinamika Populasi Hama Penggerek Batang Tebu Bergaris (Chilo 165
sacchariphagus) di Perkebunan Cinta Manis Sumatera Selatan
(Muh Dimas Arifin, Yonny Koesmaryono, dan Muhamad Hidayanto1)
determinasi kalibrasi dan validasi masing-masing Technol. Vol 28(8): p. 1-10, doi:
sebesar 76% dan 84%. Simulasi model 10.1007/s12355-013-0281-2.
mengindikasikan penurunan populasi hama Goebel, F-R, E. Achadian, A. Kristini, M. Sochib,
penggerek batang tebu pada tahun-tahun H. Adi. 2011. Investigation of Crop Losses
mendatang sebagai respon kenaikan suhu udara Due to Moth Borers in Indonesia. Proc Aust
minimum dan maksimum. Namun, serangan hama Soc Sugar Cane Technol (2011) vol 33:1-9.
tersebut tetap perlu diwaspadai sebab terdapat
Goebel, F-R. 2006. The effect of temperature on
faktor-faktor lain yang belum dipertimbangkan
development and reproduction of the
oleh model.
sugarcane stalk borer, Chilo sacchariphagus
(Bojer 1856). African Entomology Vol
UCAPAN TERIMAKASIH 14(1): p. 103–111.
Hunsigi, G. 2001. Sugarcane in Agriculture and
Ucapan terima kasih kepada Winarno, S.P. Industry. Bangalore (IN): Prism Books Pvt
dari PTPN VII UU Cinta manis atas dukungan data Ltd
serangan hama penggerek tebu dan kepada Dr Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, M. Syakir,
Sumedi S.P, M.Si. atas bimbingan dalam penulisan Rumini W. 2010. Budidaya dan Pasca
karya tulis ini. Panen Tebu. Jakarta (ID): ESKA Media
Jarosik, V., L. Kratochvil, A. Honek, A.F.G.
DAFTAR PUSTAKA Dixon. 2004. A general rule for the
dependence of developmental rate on
temperature in ecthotermic animals. Proc R
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Soc Lond B vol 271: p S219-S221. doi:
2018. Perubahan Iklim : Tren Suhu.1981 – 10.1098/rsbl.2003.0145
2016. www.bmkg.go.id
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in
Brown, J.H., J.F. Gillooly, A.P. Allen, V.M. Indonesia. Revised and Translated By P.A.
Savage, G.B. West. 2004. Toward a van der Laan. Jakarta (ID): Ichtiar Baru –
Metabolic Theory of Ecology. Ecology. Van Hoeve
85(7):1771–1789.doi: 10.1890/03-9000.
Koem, Y. Koesmaryono, Impron. 2015.
Child, R.E. 2007. Insect Damage as Function of Pemodelan fenologi populasi penggerek
Climate. Di dalam: Padfield T, Borchersen batang padi kuning Scirpophaga incertulas
K, editor. Museum Microclimates. (Walker) berbasis pengaruh iklim. Jurnal
Copenhagen (DK): National Museum of entomologi Indonesia vol 11(1): hal. 1-10.
Denmark. hlm 57-60 doi:10.5994/jei.11.1.1
Clark, L.R, P.W. Geier, R.D. Hughes, R.F. Morris. Koesmaryono, Y. 1999. Hubungan Cuaca-Iklim
1967. The Ecology of Insect Populations in Dengan Hama dan Penyakit Tanaman. Di
Theory and Practice. London (GB): dalam: Koesmaryono Y, Impron, Sugiarto
Chapmann and Hall. Y, editor. Pelatihan Dosen-dosen Perguruan
Gillooly, J.F., E.L. Charnov, G.B. West, V.M. Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat
Savage, J.H. Brown. 2002. Effects of Size dalam Bidang Agroklimatologi (Buku 2);
and Temperature on Developmental Time. 1999 Feb 1-12; Bogor, Indonesia. Bogor
Nature.417:70–73.doi: 10.1038/417070a. (ID): Ditjen DIKTI Depdikbud dan FMIPA
Goebel, F-R, E. Achadian, P. McGuire. 2013. IPB. Hal. 90-108
Economic Impact of Sugarcane Moth Borers Kriticos, D.J., M.S. Watt, T.M. Withers, A.
in Indonesia. Proc Int Soc Sugar Cane Leriche, M.C. Watson. 2009. A process-
based population dynamics model to explore

166 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:155-168
target and non-target impacts of a biological Pramono, D. 2005. Pengelolaan Hama Tebu
control agent. Ecological Modelling 220:p. Secara Terpadu.Volume – 2. Malang (ID):
2035–2050. Dioma
Mavi, H.S. and G.J. Tupper. 2004. Rejeki, T dan E. Zahro’in. 2013. Fluktuatif
Agrometeorology. New York (US): Haworth Serangan Penggerek Batang Tebu (Chilo
Press. sp.) di Wilayah Kerja Balai Besar
Maywald, G.F., D.J. Kriticos, R.W. Sutherst, W. Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Bottomley. 2007. DYMEX Model Builder Perkebunan (BBPPTP) Surabaya pada
Version 3: User’s Guide. Melbourne (AU): Triwulan II 2013.Surabaya (ID): BBPPTP.[
Herne Scientific Software Pty Ltd. 6 Maret 2014].
http://ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpsurabaya
Meidalima, D dan R.R. Kawaty. 2014. Potensi
/tinymcpuk/gambar/file/7.%20FLUKTUATI
Kehilangan Gula Oleh Chilo
F%20SERANGAN%20CHILO%20sp%20-
sacchariphagus di Pertanaman Tebu Lahan
%20Kiki%20Erna.pdf
Kering Cinta Manis Ogan Ilir. Prosiding
Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014. Speight, M.R., M.D. Hunter, A.D. Watt. 2008.
Palembang, 26-27 September 2014. Pusat Ecology of Insect: Concept and Aplication.
Unggulan Riset Pengembangan Lahan Chichester (UK): Wiley-Blackwell.
Suboptimal, Universitas Sriwijaya: hal. 98- Subiyakto. 2016. Hama penggerek tebu dan
103. perkembangan teknik pengendaliannya.
Meidalima, D dan R.R. Kawaty. 2015. Eksplorasi Jurnal Litbang Pertanian Vol 35 (4):hal.
dan Pengamatan Intensitas Serangan Hama 179-186.
Penting Tanaman Tebu di PTPN VII, Cinta Wirioatmodjo, B. 1977. Biologi lalat Jatiroto,
Manis Sumatera Selatan. Biosaintifika 7 (1): Diatraeophaga striatalis Townsend, dan
hal. 68 – 76. penerapannya dalam pengendalian
doi:10.15294/biosaintifika.v7i1.3541. Penggerek Berkilat, Chilo Auricilius
Nurhayati, E, Y. Koesmaryono, Impron. 2017. Dudgeon [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Predictive Modeling of Rice Yellow Stem Pertanian Bogor
Borer Population Dynamics under Climate Yonow, T, M.P. Zalucki, R.W. Sutherst, B.C.
Change Scenarios in Indramayu. IOP Conf. Dominiak, G.F. Maywald, D.A. Maelzer,
Ser.: Earth Environ. Sci. (2017) 58 012054 : D.J. Kriticos. 2004. Modelling the
p. 1-10 doi:10.1088/1755-1315/58/1/012054 population dynamics of the Queensland fruit
Nurindah dan T. Yulianti. 2018. Strategi fly, Bactrocera (Dacus) tryoni: A cohort-
Pengelolaan Serangga Hama dan Penyakit based approach incorporating the effect of
Tebu dalam Menghadapi Perubahan Iklim. weather. Ecological Modelling. Vol (173):
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & p. 9-30
Minyak Industri Vol 10(1): hal. 39-53 Yuniarti, F dan Y. Yulianto. 2013. Serangan Chilo
Pramono, D, R. Hermawan, M.M. Sulistyana, sacchariphagus pada Tebu di Wilayah
Mudakir, Harianto. 2009. Pelaksanaan dan Provinsi Jawa Timur pada Bulan Agustus
Manfaat Program Early Warning System 2013. Surabaya (ID): BBPPTP. [Internet]. [6
(EWS) di Kawasan PG Bungamayang – Maret 2014].
Lampung, PTPN VII Persero Periode Tanam http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpsurab
2006/2007 – 2008/2009. Pasuruan (ID): aya/
P3GI. [6 Maret 2014].
http://www.sugarresearch.org/index.php/ews
-di-pg-bungamayang.htm

Model Prediksi Dinamika Populasi Hama Penggerek Batang Tebu Bergaris (Chilo 167
sacchariphagus) di Perkebunan Cinta Manis Sumatera Selatan
(Muh Dimas Arifin, Yonny Koesmaryono, dan Muhamad Hidayanto1)
168 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.3, No.2, Desember 2018:155-168
PENGARUH SISTEM TANAM TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN SERANGAN OPT
BEBERAPA VARIETAS UNGGUL PADI
Teddy Wahyana Saleh dan Awaludin Hipi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo
Jl. Muh. Van Gobel No. 270 Iloheluma, Tilongkabila Bone Bolango Gorontalo
Email : teddy_ws13@yahoo.com

ABSTRACT

The Effect of Plant Systems on Productivity and Several Options of Superior Rice Varieties. The
study of the effect of the planting system on productivity and pest attack on several superior varieties of rice. This
research was held in Posso Village, Kwandang District, Gorontalo Utara Regency during on the rainy
season2017/2018. This research to find out effect of the Tabela system (direct seeding) and Tapin system
(transplanting) on the growth and yield of several rice varieties. The treatment consists of two factors : varieties
(Ciherang, Inpari 30, Inpari 41) and planting systems (Tabela and Tapin System). Every treatments use area 0,25
ha. The treatment arranged factorially (2X3) in a randomized block design and repeated four times. Parameters
observed included: plant growth, yield and yield components of rice.Data were analyzed by variance and
continued with DMRT tests at a rate of 5%.The results showed that the Ciherang variety in the Tabela system
showed better growth and yield of 5.725 t / ha compared to other varieties in two different planting systems.Effect
of the planting system on the growth and yield of wetland rice in the Tabela system (direct planting) showed better
results at 5.246 t / ha than the Tapin system (transplanting) 3,735 t / h.The parameters for observing OPT are stem
borers attacks and rice leaf rollers attacks

Keywords: Tabela, Tapin, Productivity, Intencity attack

ABSTRAK

Kajian Pengaruh sistim tanam terhadap produktivitas dan serangan OPT beberapa varietas unggul padi telah
dilaksanakan di Desa Posso, Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara pada MH 2017/2018 bulan Mei-
Agustus 2018. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistim Tabela (tanam benih langsung) dan
Tapin (tanam pindah) terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas padi .Perlakuan terdiri atas dua faktor,
Faktor pertama adalah varietas (Ciherang, Inpari 30, dan Inpari 41). Faktor kedua adalah sistem tanam (Tabela dan
sistem tanam Tapin). Masing-masing varietas dan sistem tanam menggunakan lahan seluas 0,25 ha Perlakuan
disusun secara faktorial (2X3) dengan rancangan acak kelompok dan diulang empat kali. Parameter yang diamati
meliputi: pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil padi. Data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan
dengan uji DMRT pada taraf 5 %. Hasil pengkajian menunjukkan varietas Ciherang pada sistem tanam Tabela
memberikan pertumbuhan dan hasil lebih baik yaitu 5,725 t/ha dibandingkan dengan varietas lain pada dua sistem
tanam yang berbeda. Pengaruh sistim tanam terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah pada sistim Tabela (tanam
benih langsung) memberikan hasil lebih baik yaitu 5,246 t/ha daripada sistim Tapin (tanam pindah) 3,735 t/h.
Parameter pengamatan OPT adalah intensitas serangan penggerek batang dan hama putih palsu.

Kata kunci: Tabela, Tapin, Produktivitas, intensitas serangan hama

Pengaruh Sistem Tanam terhadap Produktivitas dan Serangan Opt Beberapa Varietas Unggul 169
Padi (Teddy Wahyana Saleh dan Awaludin Hipi)
PENDAHULUAN yang hanya mencapai 65,00 - 68,00 Kw/Ha GKP (
Redaksi Galang Kangin, 2012).
Padi (Oryza sativa L.) merupakan Tanam padi dengan sistem tabela ini dapat
komoditas strategis penghasil beras yang menjadi menjadi alternatif, karena memberikan beberapa
makanan pokok sebagian besar penduduk keunggulan dari cara tanam konvensional karena
Indonesia.upaya peningkatan produksi beras terus dirasa lebih efisien, khususnya pada saat musim
dilakukan oleh Pemerintah seiring dengan kemarau. Pada sistem tabela ini, sebelum benih
bertambahnya jumlah penduduk yang ditabur ke lahan terlebih dahulu di kecambahkan di
mengkonsumsi beras. Pemerintah melakukan dalam karung yang basah selama 2 hari sampai
beberapa cara untuk kembali berswasembada beras calon akarnya kelihatan.Teknik Tabela dalam
seperti yang telah dicapai pada tahun 1994 dengan pengkajian ini diintroduksikan menggunakan alat
kegiatan intensifikasi lahan, peningkatan sarana tanam benih langsung (Atabela) yang dirakit Balai
produksi dan penggunaan varietas unggul (Abid, Besar Alat Mesin Pertanian (BBA) atau
2015). dikenalAtabela tipe BBA. Benih yang telah
berkecambah kemudian dimasukan kedalam
Terdapat beberapa cara penanaman padi
Atabela.
yang biasa dilakukan petani pada umumnya yaitu:
sistem Tanam Benih Langsung (Tabela), System of Penelitian ini bertujuan mengetahui
Rice Intensification (SRI) dan Pindah tanam atau pengaruh sistem tanam terhadap produktivitas dan
Transplanting (Tapin) (Pandawani, 2012).Dalam serangan OPT beberapa varietas unggul padi.
upaya peningkatan produksi, petani harus
menerapkan teknologi yang bersifat spesifik lokasi, METODE
salah satunya dengan perbaikan sistem tanam yaitu
“Tabela”. Bila dibandingkan dengan sistem tanam
Tapin, Tabela memiliki beberapa keunggulan di Pengkajian dilaksanakan di Desa Posso
antaranya terjadi efektivitas dan efisiensi karena Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara
waktu tanam cepat, tenaga tanam sedikit dan biaya pada bulan Mei sampai bulan Juli tahun 2018.
tanam bisa dikurangi serta pemupukan lebih efisien Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui
dan mudah karena dilakukan pada larikan saja. pengaruh sistim Tabela (tanam benih langsung)
Pengamatan dan pengendalian OPT lebih mudah dan Tapin (tanam pindah) terhadap pertumbuhan
dilaksanakan. Anakan padi lebih kuat dan tidak dan hasil beberapa varietas padi serta serangan
mengalami stagnasi (stres). beberapa jenis OPT. Perlakuan terdiri atas dua
faktor, faktor pertama sistem tanam Tabela dan
Air yang belakangan juga kerap menjadi
sistem tanam Tapin.
masalah utama yang harus dihadapi petani bisa
diatasi, karena dengan sistem Tabela terjadi Faktor kedua varietas (Ciherang, Inpari 30,
efisiensi dalam penggunaan air dimana pengairan Inpari 41,). Luas lahan 0,25 ha untuk masing-
terputusputus (macak -macak) dan dengan sistem masing varietas dan cara tanam. Perlakuan disusun
Tabela anakan banyak dan bulir-bulir padi juga secara faktorial (2X3) dengan rancangan acak
bernas karena sinar matahari bisa masuk dengan kelompok dan diulang empat kali. Pengolahan
leluasa pada larikan-larikan yang dibuat ( Mulyanti tanah untuk kedua sistim tanam dilakukan dengan
dan Sianiapar, 2015). Tanam padi dengan sistem cara dibajak. Cara tanam sistim tabela, benih padi
Tabela sudah pernah dilaksanakan di beberapa langsung ditanam dengan jarak tanam 25 cm X 25
subak di Bali pada tahun 2011, produktivitas cukup cm, sedangkan cara tanam sistem Tapin, benih
signifikan, yang mana dengan Tabela, rata - rata disemaikan dahulu, setelah berumur 21 hari
propitas tercapai 70,00 - 82,40 Kw/Ha GKP, tanaman dipindah ke lahan dengan jarak tanam 30
sedangkan dengan tanam Tapin (tanaman pindah) cm X 30 cm. Luas masing – masing perlakuan
adalah 0,25 hektar.

170 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:169-177
Waktu tanam Tabela bersamaan dengan
waktu semai Tapin. Dosis pupuk pada masing- Nilai skala kerusakan beberapa jenis OPT
masing perlakuan adalah sama yaitu: Urea penting pada beberapa tanaman pangan (padi dan
sebanyak 250 kg/ha diberikan pada awal tanam jagung) yang sering digunakan oleh pengamat
sebanyak 150 kg, dan pada umur 21 hari sebanyak lapangan adalah sebagai berikut (Sunoto, 2003) :
50 kg, serta pada umur 45 hari sebanyak 50 kg.
1 = Serangan / kerusakan kurang dari 25 %
Pupuk SP36 sebanyak 150 kg diberikan pada awal
tanam, Pupuk KCl sebanyak 100 kg diberikan pada 2 = Serangan antara 25 – 50 %
awal tanam. Pemeliharaan tanaman meliputi 3 = Serangan antara 50 – 75 %
pengendalian gulma, hama dan penyakit 4 = Serangan> 75 %
disesuaikan dengan konsep PHT (pengendalian
hama terpadu). Parameter yang diamat meliputi :
tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah HASIL DAN PEMBAHASAN
gabah isi, jumlah gabah hampa dan hasil (GKP).
Sedangkan, Parameter pengamatan hama Pengaruh sistem tanam terhadap pertumbuhan
yang dilakukan ádalah menghitung intensitas dan hasil
serangan dan populasi hama. Pengamatan Secara umum hasil rata-rata parameter
dilakukan setiap minggu. Intensitas serangan pengamatan terhadap komponen pertumbuhan
penggerek batang padi dihitung dengan menunjukan bahwa sistem tanam Tabela lebih
menggunakan rumus (Direktorat Perlindungan unggul jika dibandingkan dengan sistem tanam
tanaman Pangan, 2018) sebagai berikut : Tapin (Tabel 1).
a Hasil pengamatan jumlah anakan produktif
I = X 100 %
a+b dan hasil GKP pada sistem tanam Tabela lebih
dengan penjabaran : unggul dari sistem tanam tapin dan berbeda
nyata.Hasil rata-rata tinggi tanaman, jumlah gabah
I = intensitas serangan isi panjang malai lebih unggul tetapi tidak berbeda
a = jumlah anakan yang terserang nyata. Jumlah jumlah anakan produktif yang
b = jumlah anakan yang tidak terserang. dihasilkan tanaman akan mempengaruhi bobot
produksi dan bobot gabah kering panen. Jumlah
anakan produktif merupakan salah satu indikator
Intensitas serangan penggerek batang padi
produksi padi..
dihitung dengan menggunakan rumus (Direktorat
Perlindungan tanaman Pangan, 2018) sebagai Jumlah anakan perumpun pada sistem
berikut : Tabela 40,67 batang nyata lebih tinggi dari jumlah
anakan pada sistem Tapin yaitu 34,96 batang atau
Σ(nixvi)
I = X 100 % terjadi peningkatan jumlah anakan secara nyata
(NxV) 16,33 % pada sistem Tabela dibandingkan dengan
dengan penjabaran : sistem Tapin. Jumlah anakan produktif perumpun
I = Intensitas Serangan pada sistem Tabela mencapai 26,64 batang
sedangkan pada system Tapin 18,34 batang. Pada
ni = Jumlah Tanaman atau Bagian Tanaman
sistem Tabela terjadi peningkatan jumlah anakan
Contoh dengan Skala Kerusakan vi
produktip secara nyata yaitu 45,25 % dibandingkan
vi = Nilai Skala Kerusakan Contoh Tapin (Tabel 1).
N = Jumlah Tanaman atau Bagian Tanaman
Contoh yang Diamati
Z = Nilai Skala Kerusakan Tertinggi

Pengaruh Sistem Tanam terhadap Produktivitas dan Serangan Opt Beberapa Varietas Unggul 171
Padi (Teddy Wahyana Saleh dan Awaludin Hipi)
Tabel 1.Pengaruh Sistim Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi beberapa Varietas Padi.Kwandang MH
2017/2018
Parameter
Varietas tinggi jumlah anakan jumlah gabah bobot 100 Hasil
tanaman produkif panjang gabah isi hampa benih GKP
(cm) (batang) malai (cm) (butir) (butir) (gram) (ton/ha)
Tapin 88.70 a 28.51 b 23.45 a 124.18 a 24.94 a 25.43 a 3.73 b
Tabela 89.88 a 30.55 a 23.64 a 125.98 a 26.08 a 25.29 a 5.25 a

KK (%) 3.34 17.91 3.358 7.686 29.75 3.653 14.05


Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada 0.05 DMRT.

Panen dilakukan pada saat cuaca memberikan hasil panen yang lebih tinggi. Gabah
terang.Padi dipanen pada umur antara 80-110 hari berisi merupakan salah satu indikator produktivitas
setelah tanam. Kriteria tanaman padi yang siap karena semakin tinggi gabah berisi dapat menjadi
dipanen adalah sebagai berikut : Umur tanaman kriteria dari masa pertumbuhan generatif dan
telah mencapai umur yang tertera pada deskripsi reproduktif yang cukup baik.
varietas tersebut. Daun bendera dan 90% bulir padi
telah menguning. Malai padi menunduk karena
Pengaruh varietas terhadap pertumbuhan dan
menopang bulirbulir yang bernas.Butir gabah
hasil
terasa keras bila ditekan.Panen dilakukan dengan
caramemotong batang berikut malainya. Hasil rata-rata pengamatan terhadap
komponen pertumbuhan dan hasil dari tiga
Tabela memberikan hasil gabah kering
varietas, secara umum varietas Inpari 41
panen 5,246ton perhektar yaitu 6,81 % nyata lebih
memberikan pertumbuhan dan hasil lebih unggul
tinggi dari pada hasil gabah kering panen pada
dibandingkan dengan varietas Inpari Ciherang dan
sistim Tapin yang mencapai 3,735 ton perhektar.
Inpari 30 . inpari 41 merupakan varietas unggul
Hasil ini diperoleh karena pada sistim Tabela
persentase gabah berisi juga lebih tinggi yang juga

Tabel 2.Pengaruh Varietas terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi beberapa Varietas Padi. Kwandang MH 2017/2018
Parameter
jumlah
Varietas anakan jumlah gabah bobot 1000 Hasil
tinggi tanaman produkif panjang gabah isi hampa benih GKP
(cm) (batang) malai (cm) (butir) (butir) (gram) (ton/ha)
Ciherang 89.56 Ab 33.15 a 23.36 a 108.06 b 20.31 b 26.79 a 4.79 a
Inpari 30 91.10 A 28.15 b 23.67 a 116.39 b 23.74 b 25.75 b 4.38 a

Inpari 41 87.21 b 27.30 b 23.60 a 150.78 a 32.49 a 23.55 c 4.30 a

KK (%) 3.34 17.91 3.36 7.69 29.75 3.65 14.05


Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada 0.05 DMRT.

172 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:169-177
padi sawah tadah hujan yang memiliki potensi 30.Hasil gabah kering panen, varietas Ciherang
hasil 7,83 t/Ha agak peka terhadap kekeringan memberikan hasil tertinggi, namun tidak berbeda
sehingga cocok di ekosistem sawah dataran rendah nyata dengan varietas Inpari 30 dan Inpari 41.
(Badan Litbang Pertanian, 2018)
Hasil GKP menunjukan Varietas Ciherang Pengaruh interaksi sistem tanam dan varietas
memberikan hasil yang lebih baik yaitu sebesar terhadap pertumbuhan dan hasil
4,791 t/ha tapi tidak berbeda nyata dengan hasil
Pengaruh interaksi varietas dan sistim
varietas Inpari 30 dan Inpari 41.
tanam terhadap pertumbuhan dan hasil dapat
Pengamatan jumlah gabah produktif dilihat pada tabel 3.
panjang malai varietas ciherang lebih unggul dan
Varietas Inpari Ciherang terhadap sistim
berbeda nyata. Pengamatan tinggi tanaman pada
tanam tabela memberikan hasil yang lebih baik
tiga varietas yang diuji menunjukkan bahwa
jika dibandingkan dengan sistim tanam pindah
varietas Inpari 30 lebih Unggul dan berbeda nyata
(Tapin) yaitu sebesar 5,735 t/ha dan berbeda nyata
dengan Inpari 41, tetapi tidak berbeda nyata
dengan sistim tanam pindah sebesar 3,848 t/ha.
dengan Ciherang (Tabel 2), sedangkan pada
pengamatan jumlah anakan, varietas Ciherang Varietas Inpari 30 terhadap sistim tanam
lebih tinggi dibandingkan dengan Inpari 30 dan tabela memberikan hasil yang lebih baik jika
Inpari 41. dibandingkan dengan sistim tanam pindah (Tapin)
yaitu sebesar 5,12 t/ha dan berbeda nyata dengan
Pengamatan gabah hampa pada ketiga
sistim tanam pindah sebesar 3,54 t/ha.
varietas tidak menunjukkan varietas Inpari 41 lebih
tinggi dibandingkan varietas Ciherang dan Inpari

Tabel 3.Pengaruh Interaksi Varietas dan Sistim Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi beberapa Varietas Padi.
Kwandang MH 2017/2018
Parameter
Varietas tinggi jumlah panjang jumlah gabah bobot 1000 Hasil GKP
/sistem tanaman anakan malai (cm) gabah isi hampa benih (gram) (ton/ha)
tanam (cm) produkif (butir) (butir)
(batang)
Ciherang
Tapin 88.22 ab 32.50 a 23.34 a 100.67 b 25.1 b 26.47 ab 3.85 b
Tabela 90.90 ab 33.80 a 23.39 a 115.45 b 15.52 b 27.1 a 5.73 a
Inpari 30
Tapin 90.15 ab 27.70 a 23.56 a 115.43 b 23.47 b 26.37 ab 3.547 b
Tabela 92.05 a 28.60 a 23.77 a 117.35 b 24.00 b 25.12 bc 5.21 a
Inpari 41
Tapin 87.72 ab 25.35 a 23.44 a 156.43 a 26.25 b 23.45 cd 3.81 b
Tabela 86.70 b 29.25 a 23.77 a 145.13 a 38.72 a 23.65 d 4.79 a
KK (%) 3.34 17.91 a 3.36 7.69 29.7 3.65 14.05
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada 0.05 DMRT.

Pengaruh Sistem Tanam terhadap Produktivitas dan Serangan Opt Beberapa Varietas Unggul 173
Padi (Teddy Wahyana Saleh dan Awaludin Hipi)
Varietas Inpari 41 terhadap sistim tanam memastikan jarak tanam lebih tepat dan teratur
tabela memberikan hasil yang lebih baik jika sehingga produksi yang diperoleh petani lebih
dibandingkan dengan sistim tanam pindah yaitu banyak 500-1000 kg gabah kering per hektar bila
sebesar 4.78 t/ha dan berbeda nyata dengan sistim dibandingkan dengan sistem persemaian. Dengan
tanam tapin sebesar 3,81 t/ha. sistem tabela dapat menghasilkan 6–6,5 ton gabah,
Teknik penanaman yang ditetapkan dalam sedangkan melalui sistem persemaian
bidang pertanian dimaksudkan untuk menaikkan konvensional (Tapin) menghasilkan 5 - 5,5 ton
hasil dan meningkatkan produktivitas usaha tani gabah.
padi adalah dengan dikembangkannya teknologi
dari sistem tanam pindah (Tapin) yang melalui Tingkat serangan OPT
persemaian ke sistim tanam benih langsung Organisme pengganggu tumbuhan (OPT)
(Tabela).Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ni yang dominan menyerang pada saat percobaan
Putu Pandawani (2006) menunjukkan bahwa adalah penggerek batang padi (Scirpophaga
tanam benih langsung berbeda nyata pertumbuhan inotata) dan hama putih palsu (Cnaphalocrocis
dan hasil padi dengan system tanam pindah. medinalis).
Teknik budidaya system Tabela Tingkat serangan Penggerek Batang
dikembangkan untuk menghindari serangan OPT (Scirpophaga inotata)
terutama serangan penyakit tungro yang
disebabkan oleh wereng hijau sebagi vektor Tingkat serangan penggerek batang pada 3
dipersemaian.Infeksi tungro biasanya lebih rendah minggu setelah tanam (MST) pada 9 lokasi
pada Tabela karena lebih tingginya populasi menunjukan serangan yang cukup tinggi baik di
tanaman jika dibandingkan tanam pindah (Tapin). sistem tanam pindah maupun tabela berkisar antara
(Gonzaga, 2010) 14-23,23 %. Rata-rata intensitas serangan
Scirpophaga inotata tertinggi pada varietas Inpari
Guna memantapkan peningkatan produksi, 41 baik yang ditanam dengan sistem tapin maupun
petani harus menerapkan teknologi yang bersifat tabela. Hal ini diduga karena adanya perbedaan
spesifik lokasi, salah satunya dengan perbaikan karakteristik setiap varietas, misalnya varietas
sistem tanam yaitu “Tabela”.Jika dibandingkan Lapang mempunyai anakan yang sedikit dan rentan
dengan sistem tanam Tapin, Tabela memiliki terhadap serangan hama sedangkan varietas Inpari
beberapa keunggulan di antaranya terjadi meskipun jumlah anakannya sedikit tapi semua
efektivitas dan efisiensi karena waktu tanam cepat, anakannya produktif. Selain itu varietas tersebut
tenaga tanam sedikit dan biaya tanam bisa tahan terhadap serangan hama (Anonim, 2004).
dikurangi serta pemupukan lebih efisien dan
mudah karena dilakukan pada larikan saja. Tingkat serangan penggerek batang
Pengamatan dan pengendalian OPT lebih mudah cenderung fluktuatif, Perilaku imago penggerek
dilaksanakan. Anakan padi lebih kuat dan tidak batang berbeda dalam setiap varietas dan biasanya
mengalami stagnasi (stres).Air yang belakangan lebih banyak ditemukan pada inang yang
juga kerap menjadi masalah utama yang harus disenangi. Selain itu tingkat keseimbangan
dihadapi petani bias diatasi, karena dengan sistem populasi penggerek batang di suatu daerah dapat
Tabela terjadi efisiensi dalam penggunaan air berubah bila terjadi perubahan varietas .Selain hal
dimana pengairan terputus putus (macak-macak) tersebut perbedaan intensitas serangan dapat juga
dan dengan sistem Tabela anakan banyak dan dipengaruhi oleh perilaku penggerek batang
bulir-bulir padi juga bernas karena sinar matahari setelah menemukan inangnya. Sebagai contoh
bisa masuk dengan leluasa pada larikan-larikan imago Scirpophaga inotata dalam melakukan
yang dibuat (Ikhwani, 2014). peletakan telur mencoba setiap varietas tapi akan
meletakkan lebih banyak telur pada varietas yang
Beberapa keuntungan budidaya padi disenangi.
dengan sistem tabela adalah sistem tabela

174 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:169-177
Tabel 4. Intensitas serangan penggerek batang (Scirpophaga inotata) pada dua sistim tanam yang berbeda.
Intensitas serangan penggerek batang (%)
Sistem
Var 3 4 5 6 7 8 9 10 11
tanam Rata-rata
MST MST MST MST MST MST MST MST MST
TAPIN Ciherang 18.00 20.00 18.47 16.63 15.57 18.53 18.07 21.73 15.10 18.01
Inpari 30 17.00 19.63 18.73 16.73 15.00 19.57 18.00 18.07 17.33 17.79
Inpari 41 23.23 19.57 19.63 20.07 26.30 19.57 17.00 18.07 17.33 20.09
TABELA Ciherang 14.01 14.33 12.90 11.70 11.43 13.33 11.40 15.03 13.03 13.02
Inpari 30 13.82 14.34 14.67 11.70 13.03 13.73 11.40 14.67 13.03 13.40
Inpari 41 14.00 15.93 15.03 13.03 11.80 13.67 13.73 14.40 16.00 14.18
Keterangan: MST : minggu setelah tanam
Chr : Ciherang, Inp 30 : Inpari 30, Inp 41 : inpari 41

Tingginya intensitas serangan padi dilokasi relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan padi
percobaan disebabkan beberapa hal diantaranya yang ditanam dengan sistem pindah hal ini
suhu udara Suhu udara memiliki fungsi dalam disebabkan pada sisten Tapin bibit yang dicabut
menentukan fisiologi dan ekologi hama terutama dari persemaian akan terjadi pelukaan pada sistem
pada distribusi populasi, tingkat perkembangan, perakarannya, hal ini mempengaruhi daya tahan
dan fenologi (Huang et al. 2010). Suhu optimum tanaman dimana luka yang ada akan menyebabkan
untuk pertumbuhan telur penggerek batang padi bibit penyakit dapat masuk ke dalam tanaman serta
kuning, yaitu sekitar 24–29 °C. Penggerek batang rentan terhadap serangan hama. Selain itu pada
padi (Scirpophaga inotata)akan dapatberkembang persemaian sistem tapin inang penngerek akan
pada fase telur hingga pupa pada suhu 16 °C–35 bertelur sehingga ketika bibit dipindah tanam telur
°C. ataupun larva penggerek sudah terbawa ke areal
Rata-rata tingkat serangan penggerek pertanaman.
batang padi pada padi dengan sistem tanam tabela

Tabel 5. Intensitas serangan Hama Putih Palsu (Cnaphalocrocis medinalis) pada dua system tanam yang berbeda
Intensitas serangan HPP (%)
Sistem
Var 3 4 5 6 7 8 9 10 11
tanam Rata-rata
MST MST MST MST MST MST MST MST MST
TAPIN Ciherang 5.00 4.00 2.83 2.70 8.47 4.00 6.23 6.37 8.10 5.30
Inpari 30 5.23 4.77 5.13 3.73 5.20 6.27 5.47 4.53 8.03 5.37
Inpari 41 7.00 6.67 6.80 5.03 4.00 4.73 4.50 5.57 7.00 5.70
TABELA Ciherang 5.00 4.03 3.33 2.70 10.00 4.00 6.23 6.37 8.10 5.53
Inpari 30 6.23 4.77 5.13 4.10 5.20 5.93 5.47 4.53 8.03 5.49
Inpari 41 7.33 13.83 7.80 5.03 4.00 4.73 4.50 5.57 8.00 6.76
Keterangan: MST : minggu setelah tanam

Pengaruh Sistem Tanam terhadap Produktivitas dan Serangan Opt Beberapa Varietas Unggul 175
Padi (Teddy Wahyana Saleh dan Awaludin Hipi)
Tingkat serangan Hama Putih Palsu UCAPAN TERIMAKASIH
(Cnaphalocrocis medinalis)
Intensitas serangan Hama Putih Palsu Ucapan terimaksih disampaikan kepada
(Cnaphalocrocis medinalis) antara sistem tapin Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
dan tabela secara rata-rata tidak jauh berbeda. Teknologi Pertanian, Kepala BPTP Gorontalo,
Banyak atau sedikitnya intensitas serangan hama para teknisi dan semua pihak yang terlibat dalam
putih palsu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.
terjadi. seperti faktor lingkungan, varietas padi
yang ditanam, cara tanam, dan pemeliharaaan.
Faktor lingkungan tersebut adalah keadaan tempat DAFTAR PUSTAKA
penanaman, perbedaan tinggi rendahnya tempat.
Varietas padi yang ditanam petani adalah Abid, M. 2015. Sikap Petani Terhadap Sistem
varietas Ciherang, Inpari 30 dan Inpari 41. Faktor Tanam Benih langsung (Tabela) dalam
lainnya adalah faktor kultur teknis, yaitu dengan Meningkatkan Pendapatan Usaha Tani Padi
mengurangi dosis pupuk N atau melakukan Sawah.Seminar Nasional Padi. Hal 900-905.
pemupukan yang berimbang antara N, P, dan K. Arafah dan Najma. 2012. Pengkajian Beberapa
banyaknya gulma yang muncul dari pertanaman Varietas Unggul Baru Terhadap
sistem tabela juga sangat mempengaruhi intensitas Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. Jurnal
serangan hama putih palsu ini (Sudjarwo dkk, Agrivigor. 11 (2).188-194.
2003). Populasi hama putih palsu juga dipengaruhi Baehaki, S.E. 2013. Hama Penggerek Batang Padi
oleh faktor hayati seperti kurangnya musuh alami. dan Teknologi Pengendalian. Jurnal Iptek
Tanaman Pangan 8(1):1 - 14.
KESIMPULAN Bambang, PHS. 2011. Cuaca Ekstrem Tanam
Tabela Siapa Takut
Sistim tanam terbukti berpengaruh positif http://pertanian.jombangkab.go.id.
terhadap produktivitas yang ditunjukkan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2018.
capaian hasil padi Varietas Ciherang yang lebih Petunjuk Teknis Pengamatan dan Pelaporan
baik dibandingkan Inpari 30 dan Inpari 41. Cara Organisme Pengganggu Tumbuhan dan
tanam benih langsung (Tabela) memberikan Dampak Perubahan Iklim (OPT-DPI).
pertumbuhan dan hasil yang lebih baik daripada Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan
Sistim tanam pindah (Tapin). Pengaruh interaksi Kementerian Pertanian.
varietas dan sistim tanam terhadap pertumbuhan Gonzaga, I. 2010. Virus Tungro Padi. Retrivied
dan hasil, untuk varietas Ciherang, Inpari 30 dan from
Inpari 41 pada sistim tanam Tabela memberikan http://biologigonz.blogspot.com/2010on
hasil yang lebih baik dibandingkan sistem tanam November 2018.
Tapin. Ikhwani. 2014. Pengaruh Interaksi Varietas
Serangan OPT yang menyerang adalah Unggul Baru dan Cara Tanam Terhadap
penggerek batang padi (Scirpophaga inotata) Produktivitas Padi Sawah. Informatika
dominan terhadap sistem tanam Tapin Pertanian. 24 (2). Hal 245-256.
. Mulijanti, S. dan Ratima Sianipar.2015. Analisis
Profitabilitas Usaha Tani Beberapa VUB
Padi Pada Musim Kemarau Panjang.
Prosiding Padi 2 (2): 1041-1050.

176 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:169-177
Ngatimin, Sri Nur Aminah 2005. Pengaruh Pola Soraya dan Junita Barus 2010.Kajian Sistim
Tanam Campuran Beberapa Varietas Padi Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Terhadap Populasi danIntensitas Serangan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Sawah.
Beberapa Hama Tanaman Padi.J. Sains & Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi
Teknologi, Agustus 2005, Vol.5 No. 2: 85 – Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan
89. Pada Era Masyarakat Ekonomi
Ni Putu Pandawani dan I Gede Cahyadi Putra. ASEAN.Hal.267-271.
2015. Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Sudjarwo, Herminanto dan Leo Ardiyanto. 2003.
dengan Penerapan Sistim Tabela. Jurnal Eksistensi Hama Putih Palsu
Pertanian Berbasis Keseimbangan (Cnaphalocrocis medinalis) dan
Ekosistem Agrimeta. Vol 5 No. 10 Hal 51- Pengaruhnya Pada Usaha Tani Padi di
57. Kabupaten Banyumas. Jurnal Pembanguan
Redaksi Galang Kangin. 2012. Tabela Pedesaan Vol. III No. 2 Agustus 2003. Hal.
MenujuSwasembada. Retrivied from 109-119
http://etabloidgalangkangin.blogspot.com/20
12/04/tabela-menuju swasembadaedisi-
iv2012.html on January 2018.

Pengaruh Sistem Tanam terhadap Produktivitas dan Serangan Opt Beberapa Varietas Unggul 177
Padi (Teddy Wahyana Saleh dan Awaludin Hipi)
70 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.1, Juni 2018:169-177
PENGARUH APLIKASI BIOCHAR DAN PUPUK KANDANG TERHADAP
KELEMBABAN TANAH DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
Asis1, Rachman Jaya2, Muhammad Ismail3, Irhas4 dan Eko5
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
Jalan Panglima Nyak Makam No. 27 Lampineung-Banda Aceh 23125
Telp (0651) 7551811, Fax (0651) 7552077
e-mail: asissp_89@yahoo.co.id

ABSTRACT

The Effect of Biochar and Manure Application on Soil Humidity and Production of Maize Plants
(Zea mays L.). Lahan kering dengan kandungan hara dan air yang rendah akibat daya ikat tanah yang rendah menjadi
faktor utama penghambat pengelolaan lahan kering. Pada kondisi lingkungan dengan suhu yang tingga dapat
mempercepat hilangnya air tanah melalui evaporasi dan transpirasi sehingga dibutuhkan bahan organik dengan
biochar dan pupuk kandang sebagai bahan pengikat air tanah. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan daya ikat
tanah terhadap air sehingga dapat mempertahankan kelembaban tanah sekitar tanaman dan mempertahankan produksi
tanaman jagung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2018 di lahan percobaan BMKG Indrapuri,
Aceh Besar. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan yaitu tanpa biochar
dan pupuk kandang (A), Mandiri biochar (B), mandiri pupuk kandang (C) dan kombinasi biochar dengan pupuk
kandang (D) yang diulang 4 kali sehingga terdapat 16 unit percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis dengan
analisis sidik ragam (ANOVA) 95%, jika F hitung lebih besar dari F tabel maka dilakukan analisis beda BNT 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan biochar dan pupuk kandang mempertahankan kelembaban tanah
sampai 40,82%, sedangkan tanpa biochar dan pupuk kandang 35,67%. Kombinasi biochar dan pupuk kandang (D)
mencapai berat pipilan (ton h-1) rata-rata deskripsi tanaman atau mencapai 77% sedangkan tanpa biochar dan pupuk
kandang (A) sebesar 58%. Aplikasi biochar dan pupuk kandang baik digunakan pada lahan yang yang memiliki daya
ikat air yang rendah dan unsur hara yang rendah karena aplikasi biochar dan pupuk kandang mampu mempertahankan
kelembaban tanah dan produktivitas lebih tinggi.
Keywords: Biochar, perubahan iklim dan pupuk kandang

ABSTRAK
Lahan kering dengan kandungan hara dan air yang rendah akibat daya ikat tanah yang rendah menjadi faktor utama
penghambat pengelolaan lahan kering. Pada kondisi lingkungan dengan suhu yang tingga dapat mempercepat
hilangnya air tanah melalui evaporasi dan transpirasi sehingga dibutuhkan bahan organik dengan biochar dan pupuk
kandang sebagai bahan pengikat air tanah. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan daya ikat tanah terhadap air
sehingga dapat mempertahankan kelembaban tanah sekitar tanaman dan mempertahankan produksi tanaman jagung.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2018 di lahan percobaan BMKG Indrapuri, Aceh Besar.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan yaitu tanpa biochar dan pupuk
kandang (A), Mandiri biochar (B), mandiri pupuk kandang (C) dan kombinasi biochar dengan pupuk kandang (D)
yang diulang 4 kali sehingga terdapat 16 unit percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis sidik ragam
(ANOVA) 95%, jika F hitung lebih besar dari F tabel maka dilakukan analisis beda BNT 95%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan biochar dan pupuk kandang mempertahankan kelembaban tanah sampai 40,82%,
sedangkan tanpa biochar dan pupuk kandang 35,67%. Kombinasi biochar dan pupuk kandang (D) mencapai berat
pipilan (ton h-1) rata-rata deskripsi tanaman atau mencapai 77% sedangkan tanpa biochar dan pupuk kandang (A)
sebesar 58%. Aplikasi biochar dan pupuk kandang baik digunakan pada lahan yang yang memiliki daya ikat air yang
rendah dan unsur hara yang rendah karena aplikasi biochar dan pupuk kandang mampu mempertahankan kelembaban
tanah dan produktivitas lebih tinggi.
Kata kunci: Biochar, perubahan iklim dan pupuk kandang

Pengaruh Aplikasi Biochar dan Pupuk Kandang terhadap Kelembaban Tanah dan Produksi 179
Tanaman Jagung (Zea mays L.) (Asis, Rachman Jaya, Muhammad Ismail, Irhas dan Eko)
PENDAHULUAN memiliki kemampuan mengikat air tanah dan
meningkatkan ketersedian hara tanaman.
Aceh merupakan salah satu daerah yang Peningkatan daya ikat tanah terhadap air
berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik
karena memiliki lahan yang luas, teruma lahan yang mampu mempertahankan agregat tanah untuk
kering. Lahan kering di Aceh mencapai 530.638 Ha menyerap air sehingga tidak mudah mengalami
dengan penggunaan sebagai lahan pertanian seluas evaporasi dan perkolasi, salah satunya dengan
2.563 Ha dan 528.075 Ha masih menjadi lahan tidur biochar yang dikombinasi dengan pupuk kandang.
(BPTP Aceh dan UNSIYAH, 2017). Pengelolaan Mekanisme kombinasi biochar dan pupuk kandang
lahan kering sebagai lahan pertanian memiliki merupakan upaya mempertahankan kelembaban
hambatan yang besar karena rendahnya tanah, penyedian unsur hara dan perbaikan sifat-
produktifitas lahan. Rendahnya produktivitas lahan sifat tanah, seperti fisik, biologi dan kimia tanah.
kering disebabkan oleh bebrapa faktor utama Biochar merupakan bahan pembenah tanah untuk
diantaranya ketersediaan hara dan air yang rendah, memperbaiki sifat-sifat tanah seperti struktur tanah,
curah hujan rendah dan suhu tinggi. aerasi tanah, ketersedian air dan hara, menurunkan
kemasaman tanah dan membantu konservasi karbon
Lahan kering dapat dikembangkan menjadi
(IAARD PRESS, 2016).
lahan produksi dengan pemanfaatan komoditas
yang toleran atau mampu bertahan pada kondisi air Penelitian bertujuan untuk mengetahui
dan hara yang relatif rendah serta pengelolaan pengaruh penggunaan biochar dan pupuk kandang
dengan input teknologi yang tepat. Salah satu terhadap produksi tanaman jagung pada lahan
tanaman pangan yang dapat dikembangkan pada kering
lahan kering adalah jagung. Tanaman jagung (Zea
mays L.) merupakan tanaman semusim yang sangat METODE
dipengaruhi oleh kondisi perubahan atau kestabilan
iklim/cuaca lingkungan tumbuh terutama suhu,
kelembaban tanah dan curah hujan. Tanaman Penelitian dilaksanakan pada bulan
jagung membutuhkan suhu antara 210C-300C Februari-Agustus 2018 di lahan percobaan BMKG
dengan suhu optimal berkisar antara 230C-270C Indrapuri, Aceh Besar. Penelitian menggunakan
sehingga suhu yang terlalu tinggi dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4
kelembaban yang rendah dapat mengganggu proses perlakuan dan 4 kelompok sehingga diperoleh 16
generatif diawal pembungaan (Warisno, 2007). unit penelitian. Masing-masing unit (petak)
penelitian berukuran 4x3 meter dengan jarak tanam
Suhu udara dan iklim mikro perakaran
50x25 cm. Pada satu petakan penelitian terdapat 86
sekitar tanaman berperan secara langsung terhadap
populasi tanaman dengan sampel pengamatan
proses laju transpirasi, pembukaan stomata, proses
sebanyak 10 tanaman yang ditentukan secara acak.
penyerapan hara, fotosintesis dan respirasi tanaman.
RAK dilakukan untuk meminimalisir pengaruh
Suhu disekitar perakaran tanaman (iklim mikro)
lingkungan luar selain faktor perlakaun yang dapat
sangat mempengaruhi proses hilangnya lengas
mempengaruhi produksi tanaman jagung. RAK
tanah (daya ikat tanah terhadap air). Peningkatan
didesain berdasarkan kondisi lahan penelitian yang
suhu mikro akan mempercepat kehilangan lengas
memiliki keiringan berbeda. Perlakuan terdiri atas
tanah terutama pada musim kemarau dan lahan
tanpa penggunaan biochar dan pupuk kandang (A),
kering, sehingga pada musim kemarau dan lahan
penggunaan mandiri biochar (B), penggunaan
kering peningkatan suhu berkorelasi negatif dengan
mandiri pupuk kandang (C) dan kombinasi biochar
pertumbuhan dan produksi tanaman. Upaya untuk
dan pupuk kandang (D) dengan dosis biochar dan
mempertahankan hilangnya air dalam tanah dapat
pupuk kandang masing-masing 2 ton ha-1.
dilakukan dengan penambahan bahan organik yang

180 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2 ,2018:179-187


Alat dan bahan yang digunakan dalam terdapat perbedaan kelembaban tanah dan hasil
penelitian ini adalah biochar, pupuk kandang, NPK, 1000 biji jagung pada kondisi suhu lingkungan yang
benih jagung, alat pengukur suhu (termometer) dan sama.
alat pengukur kelembaban tanah (Soil moisture Pada kondisi suhu lingkungan 32,940C,
meter). perlakuan biochar dan pupuk kandang mampu
Variabel yang diamati yaitu komponen mempertahankan kelembaban tanah 40,82%
produksi tanaman jagung dan unsur iklim sekitar sedangkan tanpa biochar dan pupuk kandang
tanaman. Data hasil pengamatan dilakukan analisis 35,67%. Kondisi suhu yang diamati berdasarkan
data dengan analisis sidik ragam (ANOVA) pada skala rata-rata suhu lingkungan disekitar lokasi
taraf kepercayaan 95%, jika F hitung lebih besar penelitian menjadi dasar penentuan suhu
dari F tabel maka dilakukan uji lanjut dengan Uji lingkungan dan kelembaban tanah berdasarkan hasil
Beda Nyata Terkecil (BNT) 95%. pengamatan pada sekitar perakaran tanaman.
Perlakuan paket teknologi dengan biochar dan
pupuk kandang menghasilkan kelembaban tanah
HASIL DAN PEMBAHASAN
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa
biochar dan pupuk kandang. Pengaruh perlakuan
Hasil mampu menjaga atau mempertahankan kelembaban
1. Hubungan suhu dan kelembaban tanah tanah lebih baik dari pada tanpa perlakuan sehingga
Berdasarkan hasil analisis rata-rata suhu secara langsung mempengaruhi komponen hasil
lokasi penelitian, kelembaban tanah dan hasil 1000 tanaman jagung berdasarkan hasil pengamatan.
biji tanaman jagung pada setiap perlakuan maka

45
39,14 40,82
40 37,42
35,67
35 32,94 32,94 32,94 32,94
Kelembaban (%)

30
Suhu (0C)

25
20
15
10
5
0
A B C D
Perlakuan

Suhu Kelembaban

Gambar 1. Hubungan suhu dan kelembaban tanah pada setiap perlakuan

Tabel 1. Hasil analisis uji lanjut BNT pada taraf 95% pada komponen produksi tanaman jagung

Pengaruh Aplikasi Biochar dan Pupuk Kandang terhadap Kelembaban Tanah dan Produksi 181
Tanaman Jagung (Zea mays L.) (Asis, Rachman Jaya, Muhammad Ismail, Irhas dan Eko)
Variabel
Perlakuan Bobot Tongkol Bobot Biji Bobot 100 biji Produksi ton/ha
(g) Pertongkol (g) (g) Pertongkol Pipilan
A 103,31 b 90,72 b 22.13 c 8.26 b 7.26 c
B 131,27 a 103,68 a 25.48 b 10.98 a 8.29 bc
C 140,79 a 111,71 a 26.67 ab 11.26 a 8.94 ab
D 157.80 a 121,24 a 28.43 a 12.62 a 9.70 a

2. Produktivitas Tanaman jagung bobot tongkol (ha ton-1) tertinggi yang berbeda
Hasil uji lanjut BNT α0,05 menunjukkan nyata dengan perlakuan tanpa paket teknologi
bahwa penggunaan teknologi kombinasi pupuk biochar dan pupuk kandang (A) tetapi tidak berbeda
biochar dan pupuk kandang (D) memberikan hasil nyata dengan perlakuan biochar (B) dan pupuk
bobot tongkol tanaman tertinggi yang berbeda nyata kandang (C).
dengan perlakuan tanpa paket teknologi biochar dan Hasil uji lanjut BNT α0,05 menunjukkan
pupuk kandang (A), tetapi tidak berbeda nyata bahwa penggunaan teknologi kombinasi biochar
dengan perlakuan biochar (B) dan pupuk kandang dan pupuk kandang (D) menghasilkan produksi
(C). Bobot tongkol merupakan gambaran berat hasil berat pipilan (ha ton-1) tertinggi yang berbeda nyata
tanaman jagung berupa tongkol buah utuh dengan dengan perlakuan tanpa paket teknologi biochar dan
biji dan kelobot buah. pupuk kandang (A) dan biochar (B) tetapi tidak
Hasil uji lanjut BNT α0,05 menunjukkan berbeda nyata pupuk kandang (C). Perlakuan pupuk
bahwa penggunaan teknologi kombinasi biochar kandang (C) berbeda nayata dengan perlakuan tanpa
dan pupuk kandang (D) memberikan hasil bobot biji biochar dan pupuk kandang (A) tetapi tidak berbeda
pertongkol tanaman tertinggi yang berbeda nyata nyata dengan perlakuan biochar (B).
dengan perlakuan tanpa paket teknologi biochar dan
pupuk kandang (A), tetapi tidak berbeda nyata Pembahasan
dengan perlakuan biochar (B) dan pupuk kandang Hasil penelitian dari komponen produksi
(C). tanaman jagung menunjukkan respon positif
Hasil uji lanjut BNT α0,05 menunjukkan terhadap penggunaan biochar dan pupuk kandang,
bahwa penggunaan teknologi kombinasi biochar karena penggunaan biochar dan pupuk kandang
dan pupuk kandang (D) menghasilkan bobot 100 memberikan hasil terbaik pada variabel produksi
biji tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan yang diamati jika dibandingkan dengan kontrol
tanpa paket teknologi biochar dan pupuk kandang (tanpa penggunaan biochar dan pupuk kandang).
(A) serta perlakuan biochar (B), tetapi tidak berbeda Kombinasi aplikasi biochar dan pupuk kandang
nyata dengan perlakuan pupuk kandang (C). merupakan mekanisme peningkatan atau
Perlakuan Pupuk kandang (C) berbeda nyata dengan mempertahankan produksi tanaman pada kondisi
perlakuan tanpa paket teknologi (A), tetapi tidak lahan kering atau suhu yang tinggi akibat perubahan
berbeda nyata dengan perlakuan biochar (B) dan iklim. Biochar memiliki kemampuan untuk
perlakuan biochar (B) berbeda nayata dengan mempertahankan kelembaban tanah karena
perlakuan tanpa paket teknologi (A). memiliki daya ikat terhadap air yang tinggi
Hasil uji lanjut BNT α0,05 menunjukkan sehingga air tanah tidak mudah mengalami infiltrasi
bahwa penggunaan teknologi kombinasi biochar dan evaporasi. Aplikasi biochar dan pupuk kandang
dan pupuk kandang (D) menghasilkan produksi dengan dosis 2 ton ha-1 memberikan hasil terbaik
jika dibandingkan dengan tanpa perlakuan biochar

182 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2 ,2018:179-187


dan pupuk kandang. Hasil penelitian Endriani et al., transpirasi akan mempercepat kehilangan air tanah
(2013) menyatakan bahwa aplikasi biochar yang dibutuhkan tanaman untuk
cangkang kelapa sawit dengan takaran 2 ton/ha menetralkan/mengurangi kehilangan air dari
dapat meningkatkan pH dan menurunkan Al-dd jaringan tanaman akibat suhu udara yang tinggi. Hal
tanah Ultisol Sungai Bahar Jambi dan ini menjadi dasar modifikasi lingkungan mikro
meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai, tanaman untuk mempertahankan kondisi kadar air
biomassa tanaman dan meningkatkan hasil kedelai. tanah/kelembaban tanah dengan penggunaan
biochar dan pupuk kandang yang memiliki
kemampuan untuk mengikat dan mempertahankan
Peran biochar dan pupuk kandang terhadap
kadar air tanah. Evaporasi terjadi secara cepat akibat
kelembaban tanah
rendahnya daya ikat tanah terhadap aair sehingga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan biochar yang kaya bahan C-
perlakuan biochar dan pupuk kandang Organik dapat mengikat air dalam tanah sehingga
mempertahankan kelembaban tanah sampai tidak mudah mengalami penguapan (evaporasi).
40,82%, tertinggi dari perlakuan lain yang berkisar
Hasil penelitian (Syaikhu et al., 2016)
tanpa biochar dan pupuk kandang 35,67%. Biochar
menyatakan bahwa pemberian biochar dan pupuk
dengan mikro pori yang melimpah dapat menutup
kandang dapat meningkatkan kadar air tanah karena
atau memperkecil pori tanah pada tanah gembur dan
biochar mampu meningkatkan daya rekat tanah
memperbanyak pori-pori tanah pada lahan kering
terhadap air pada tanah berpasir. Pada tanah kering,
sehingga dapat meretensi air tanah dari kehilangan
biochar dan pupuk kandang dengan bahan organik
akibat infiltrasi dan aliran permukaan serta memiliki
yang mengandung pori-pori mikro dan peran
daya ikat air yang tinggi tetapi memiliki masa
mikroorganisme dapat meningkatkan pori-pori
dekomposisi yang cukup lama. Biochar memiliki
tanah pad alahan kering yang padat sehingga
peran untuk mendukung perbaikan kondisi tanah
mengurangi aliran permukaan atau run off.
pada perkaran tanaman dan mendukung ketersedian
Peningkatan daya ikat tanah pada lahan kering akan
hara serta meningkatkan penyerapan hara dari
meningkatkan ketersedian air tanah pada kondisi
dalam tanah dengan mempertahankan kadar air
selisih kapasitas lapang dan titik layu permanen
tanah. Penggunaan biochar pada tanah dapat
untuk memenuhi ketersedian air tanaman jagung.
meningkatkan kadar air tanah sebesar 16% pada
musim pertama, 24% musim kedua dan 11% pada Liu and Zhang (2009) menyatakan bahwa
musim ke-3 (Sukartono dan Utomo, 2012). biochar berpengaruh signifikan dalam
pembentukan agregat tanah yang terbentuk melalui
Selain biochar, penggunaan pupuk kandang
interaksi antara bahan organik, mikroorganisme,
memiliki sifat alami yang tidak merusak sifat-sifat
mineral tanah dan faktor lain seperti bahan baku,
tanah, menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor,
proses pembuatan dan sifat dasar tanah. Bahan
kalium, kalsium dan belerang) dan mikro (besi,
organik tanah berfungsi sebagai perekat (cementing
seng, boron, kobalt dan molibdenium) serta mampu
agent) sehingga agregat tanah tidak mudah hancur
menyimpan air. Pupuk kandang berfungsi untuk
oleh pukulan butiran air serta mampu
meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah, nilai
mempertahankan atau meningkatkan ruaang atau
Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan memperbaiki
pori tanah yang dapat terisi oleh udara dan air tanah
struktur tanah (Syekhfani, 2000).
(Subagyono et al., 2004). Pupuk kandang dapat
Berdasarkan data (BMKG, 2017) terlihat meningkatkan kemampuan tanah menahan air
bahwa dalam 30 Tahun terakhir telah terjadi dengan mengikat molekul-molekul air melalui
peningkatan suhu sebesar 0,90C sehingga gugus-gugus fungsional dan pori-pori mikro
mengakibatkan adanya perubahan lingkungan sebagai uapaya perbaikan agregasi tanah
sekitar tanaman budidaya berupa suhu udara dan (Stevenson, 1982).
tanaman meningkat, evaporasi meningkat dan kadar
air tanah menurun. Peningkatan evaporasi dan

Pengaruh Aplikasi Biochar dan Pupuk Kandang terhadap Kelembaban Tanah dan Produksi 183
Tanaman Jagung (Zea mays L.) (Asis, Rachman Jaya, Muhammad Ismail, Irhas dan Eko)
Penggunaan biochar dengan dosis 5-10 t ha- dan kimia tanah seperti N, P, K, Ca dan Mg serta
1
meningkatkan ketersedian air dalam tanah meningkatkan KTK tanah (Dariah dan Nurida,
sehingga indeks pertanaman meningkat dari satu 2012).
menjadi dua kali pertahun (IAARD PRESS, 2015). Produksi tanaman dengan aplikasi lebih
Biochar dengan mikro pori yang melimpah dapat baik jika dibandingkan dengan tanpa biochar dan
menutup atau memperkecil pori tanah pada tanah pupuk kandang (kontrol) karena biochar
gembur dan memperbanyak pori-pori tanah pada mengandung unsur hara N yang dapat
lahan kering sehingga dapat meretensi air tanah dari meningkatkan ketesedian hara dalam tanah untuk
kehilangan akibat infiltrasi dan aliran permukaan diserap tanaman sebagai sumber nutri. Kandungan
serta memiliki daya ikat air yang tinggi tetapi N biochar bahan dasar kayu 0,71%, sekam padi
memiliki masa dekomposisi yang cukup lama. 0,81% dan tempurung kelapa 9,95%. Kandungan
Maftu’ah dan Nursyamsi (2015) menyatakan bahwa hara dalam biochar besarnya tergantung pada bahan
karakteristik biochar tergantung pada kualitas bahan baku dengan karakteristik biochar tempurung untuk
dasar yang digunakan yang berkaitan dengan N 9,95%, P 0,10%, K 0,71%, Na 3,82%, Ca 2,16%
perbandingan lignin dan rasio C/N, dimana semakin dan Mg 0,06%, biochar sekam padi dengan N
tinggi kandungan lignin dan C/N bahan semakin 0,71%, P 0,06%, K 0,14%, Na 2,24%, Ca 1,37% dan
lama proses dekomposisi. Mg 0,06% dan biochar kayu dengan N 0,81%, P
0,01%, K 0,36%, Na 0,43%, Ca 0,20% dan Mg
Peran biochar dan pupuk kandang terhadap 0,06% (Widowati dan Utomo, 2014).
produksi tanaman jagung Ketersedian hara dalam biochar sangat
Hasil penelitian persentase capaian mendukung ketersedian hara untuk memenuhi
produksi tanaman jagung (ton ha-1) dengan kebutuhan hara N pada tanah-tanah yang
kombinasi biochar dan pupuk kandang (D) mengalami degradasi. Tanah yang mengalami
mencapai hasil rata-rata deskripsi tanaman atau degradasi memiliki kandungan hara yang rendah
mencapai 77%, tunggal biochar (B) mencapai 66%, sehingga tidak mampu menyediakan hara bagi
tunggal pupuk kandang (C) mencapai 71% dan tanaman. Biochar dan pupuk kandang yang
kontrol tanpa biochar dan pupuk kandang (A) memiliki bahan organik yang tinggi dan pori-pori
sebesar 58%. Hal ini menunjukkan bahwa capaian yang banyak dapat memperbaiki sifat fisik dan
hasil tanaman jagung dengan kombinasi biologi tanah. Habitat tanah yang baik untuk
memberikan hasil produksi tanaman lebih tinggi pertumbuhan mikroorganisme tanah sangat
dalam pencapaian hasil rata-rata tanaman. ditentukan oleh ketersedian bahan organik dan air
tanah untuk makan mikroorganisme tanah.
Mikroorganisme tanah sangat penting dalam proses
Peran langsung terhadap Ketersedian Hara dekomposisi bahan organik menjadi hara yang
Biochar dan pupuk kandang merupakan tersedia untuk tanaman. Biochar mampu
bahan organik yang mengandung unsur hara pada memperbaki degradasi atau penurunan kesuburan
masa dekomposisi. Hara-hara yang tersedia dalam tanah akibat pembatas sifat-sifat tanah dengan
biochar dan pupuk kandang dapat menjadi sumber fungsi biochar yang multifungsi sebagai pembedah
unsur hara yang tersedia untuk memenuhi tanah yang mampu mengikat air tanah, menjaga pori
kebutuhan tanaman jagung. Aplikasi 2,5 t ha-1 tanah, makan biologi tanah (mikroorganisme) dan
biochar telah mampu memberikan pengaruh nyata peningkatkan ketersedian hara tanah setelah
terhadap produksi tongkol basah tanaman jagung mengalami dekomposisi.
dibandingkan tanpa biochar dan meningkatkan Selain kandungan hara biochar, pupuk
produksi pipilan kering tanaman jagung lebih tinggi kandang juga memiliki unsur hara yang lengkap
dibandingkan tanpa biochar. Aplikasi biochar juga dari unsur hara makro maupun mikro. Kandungan
memiliki kontribusi terhadap peningkatan sifat fisik hara pada pupuk kandang seimbang dan

184 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2 ,2018:179-187


menyeluruh dari unsur makro maupun mikro. Kelembaban tanah merupakan salah satu indikator
Berdasarkan hasil penelitian unsur hara dalam ketersedian air tanaman yang berpengaruh pada
pupuk kandang kambing N2 10%, P2O5 0,66%, K2O proses penyerapan hara dan stabilitas metabolisme
1,97%, Ca 1,64%, Mg 0,60%, Mn 233 ppm dan Zn tanaman. Kadar air tanah yang tersedia akan
90,8 ppm (Samekto, 2006). Ketersedian bahan mempercepat pelarutan hara untuk memenuhi
organik dalam biochar dan pupuk kandang sangat kebutuhan pertumbuhan dan produksi tanaman
mendukung ketersedian hara untuk memenuhi jagung.
kebutuhan hara N pada tanah-tanah yang Kadar air tanah sangat mempengaruhi
mengalami degradasi. Tanah yang mengalami penyerapan hara tanaman baik dari jumlah dan
degradasi memiliki kandungan hara yang rendah kecepatan penyerapan hara karena kadar air tanah
sehingga tidak mampu menyediakan hara bagi merupakan media larutan hara yang terserap oleh
tanaman. tanaman melalui mekasime aliran masa dan difusi.
Hasil penelitian Tambunan et al., (2014) Hara dapat terserap tanaman jika telah terlarut
bahwa aplikasi 20 t ha-1 biochar serasah jagung dan dalam air tanah, jadi air tanah yang rendah juga
40 t ha-1 serasah jagung meningkatkan P tersedia memperkecil larutan hara yang dapat terserap oleh
242.95% dan 10,40% KTK. Biochar dapat tanaman. Tanaman menyerap hara melalui aliran
meningkatkan P tersedia pada tanah alkalin karena masa, difusi dan intersepsi akar. Penyepan hara
reaktivitas P dengan tanah meningkat (DeLuca et melalui aliran masa merupakan penyerapan hara
al., 2009). Penggunaan biochar dan pupuk kandang yang terjadi bersaan dengan penyerapan air oleh
dapat menjerap unsur hara lebih kuat dalam tanah tanaman pada proses transpirasi, sehingga sebagian
sehingga menjadi unsur yang tersedia untuk besar hara yang larut dalam air akan terbawa masuk
tanaman. Hara-hara P yang terikat dalam tanah kedalam tanaman. Ketersedian air yang rendah
dapat terurai menjadi hara tersedia dengan bahan akibat tingginya evaporasi dan infiltrasi akan
pembenah tanah biochar. Selain itu, kandungan berakibat secara langsung pada penurunan serapan
unsur P dalam pupuk kandang dapat terdekomposisi hara tanaman untuk pertumbuhan dan produksi
menjadi unsur hara tersedia. tanaman.
Biochar dan pupuk kandang yang memiliki Air berperan sebagai pelarut berbagai
bahan organik yang tinggi dan pori-pori yang senyawa molekul organik (unsur hara) dari dalam
banyak dapat memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah kedalam tanaman, transportasi fotosintat dari
tanah. Habitat tanah yang baik untuk pertumbuhan sumber (source) ke limbung (sink), menjaga
mikroorganisme tanah sangat ditentukan oleh turgiditas sel dengan mempengaruhi pembukaan
ketersedian bahan organik dan air tanah sebagai dan penutupan stomata daun, penyusun utama
bahan makanan mikroorganisme tanah. protoplasma dan menjaga/pengatur keseimbangan
Mikroorganisme tanah sangat penting dalam proses suhu tanaman. Ketersediaan air tanah yang kurang
dekomposisi bahan organik menjadi hara yang bagi tanaman akan mengakibatkan rendahnya suplai
tersedia untuk tanaman. bahan baku fotosintesis dan transportasi unsur hara
ke daun akan terhambat sehingga berdampak pada
produksi yang dihasilkan (Maryani, 2012).
Peran terhadap Penyerapan Hara
Peningkatan ketersedian unsur hara dan air
Hasil penelitian meninjukkan respon positif
tanah melalui aplikasi biochar dan pupuk kandang
antara penggunaan biochar dan pupuk kandang
akan meningkatkan ketersedian hara yang dapat
terhadap produksi tanaman pada kondisi suhu yang
diserap oleh tanaman selama proses pertumbuhan
sama. Pada kondisi suhu lingkungan tanaman 320C,
dan produksi tanaman sehingga peningkatan kadar
penggunaan teknologi dengan aplikasi biochar dan
air tanah dengan penambahan biochar dan pupuk
pupuk kandang mampu mempertahankan kondisi
kandang dapat berperan dalam mempertahankan
kelembaban tanah pada kisaran 42% sedangkan
stabilitas hasil tanaman jagung yang dibudidayakan
tanpa biochar dan pupuk kandang sekitar 35%.

Pengaruh Aplikasi Biochar dan Pupuk Kandang terhadap Kelembaban Tanah dan Produksi 185
Tanaman Jagung (Zea mays L.) (Asis, Rachman Jaya, Muhammad Ismail, Irhas dan Eko)
pada lahan kering dengan ketersedian air yang di pembibitan utama. Program Studi
rendah dan suhu yang tinggi. Agroteknologi 1 (2), ISSN:2302-6472.
Maftu’ah, E. Dan D. Nursyamsi. 2015. Potensi
KESIMPULAN berbagai bahan organik rawa sebagai sumber
biochar. Balai Besar Sumber Daya Lahan
Pertanian (BBSDLP). Bogor.
Perlakuan biochar dan pupuk kandang Samekto. 2006. Pupuk Kandang. PT. Citra Aji
terbukti berpengaruh positif terhadap Parama. Yogyakarta.
kelembaban tanah dan pupuk kandang yang
Stevenson, J. F. 1982. Humus chemistry genesis,
ditunjukkan oleh kemampuannya dapat composition and reaction. John Willey and
mempertahankan kelembaban tanah lebih baik Sons. New York.
dari tanpa aplikasi biochar dan pupuk kandang Subagyono, K., U. Haryati dan S. H. Talaohu. 2004.
Penggunaan kombinasi biochar dengan Teknologi konservasi air pada pertanian
pupuk kandang memberikan perbedaan hasil lahan kering. Pusat penelitian dan
yang signifikan terhadap kontrol (tanpa biochar Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
dan pupuk kandang). Badang Litbang Pertanian, 151-188.

DAFTAR PUSTAKA
Sukatono dan Utomo, H.W. 2012. Peran biochar
sebagai pembenah tanah pada pertanaman
BMKG. 2017. Perubahan iklim global, tren suhu. jagung di tanah lempung berpasir (sandy
Jakarta loam) semiarid tropis Lombok. Buana sains
Dariah, A dan N. L. Nurida. 2012. Pemanfaatan 12 (1), 91-98.
biochar untuk meningkatkan produktivitas Syaiukhu, A. H. F., H. Budi dan S. Didik. 2016. Uji
lahan kering beriklim kering. Buana sains 12 kemanfaatan biochar dan bahan pembenah
(1), 33-38. tanah untuk perbaikan beberapa sifat fisik
DeLuca, T. H., M. Derek., J. MacKenzie and M. J. tanah berpasir serta dampaknya terhadap
Gundale 2009. Biochar effects on soil pertumbuhan dan produksi tebu. Jurnal
nutrient transformation. Earthscan Publisher. Tanah dan Sumber Daya Lahan 3 (2), 345-
P 251– 270. 357.
Endriani, Sunarti dan Ajidiman. 2013. Pemnafaatan Tambunan, S., B. Siswanto dan E. Handayanto.
biochar cangkang Kelapa Sawit sebagai soil 2014. Pengaruh aplikasi bahan organik segar
amandement ultisols sungai bahar-Jambi. dan biochar terhadap ketersediaan p dalam
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri tanah di lahan kering Malang Selatan. Jurnal
Sains 15 (1): 39-46. Tanah dan Sumberdaya Lahan 1 (1):85-92.
IAARD Press. 2015. Biochar pembenah tanah yang Warisno. 2007. Jagung Hibrida. Kanisius.
potensial. Badan Penelitian dan Yogyakarta.
Pengembangan Pertanian, Bogor.
Liu, Z. and F. S. Zhang. 2009. Renoval of lead from
water using biochars prepared from
hydrothermal liquefaction o biomass. J.
Hazard. Mater., 167, 933–939
Maryani, A. T. 2012. Pengaruh volume pemberian
air terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit

186 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2 ,2018:179-187


PRODUKTIVITAS DAN KOMPONEN HASIL BEBERAPA VARIETAS PADI GOGO
DI LAHAN SAWAH UNTUK PRODUKSI BENIH
Ammini Amrina Saragih1, Awaludin Hipi1, Erythrina2
1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo

Jl. Moh Van Gobel No. 270, Desa Iloheluma, Bone Bolango, Gorontalo
2Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Jl. Tentara Pelajar No.10, Bogor 16114


e-mail: mikunimi@gmail.com

ABSTRACT

Productivity and Yield Component of Several Upland Rice Varieties Grown in Irrigated Rice Field for
Seed Production. Gorontalo Province is a new development area for upland rice production. The harvested area of
upland rice has the potential to be increased due to the availability of suitable dry land for development of upland
rice. The lack of available seeds of high-yielding upland rice at the farm level is a major obstacle in the
development of new high yielding varieties. The assessment aimed to study the performance of the seed production
of several new upland rice varieties under irrigated rice fields in an effort to accelerate the development of new
high yielding varieties on farmers' land. The assessment was carried out on irrigated paddy fields in the
Tilongkabila Experimental Garden, Gorontalo Province, from July to October 2018. The study used a randomized
block design with five treatments and four replications. Five new varieties of upland rice were used as assessment
material, namely Situ Bagendit, Rindang 1 Agritan, Rindang 2 Agritan, Inpago 8 and Inpago 11 Agritan. Seed
production of five upland rice varieties grown in paddy fields ranged from 4.1 to 6.7 t/ha. Inpago 8 varieties
provide the highest productivity of 6.7 t/ha, while varieties of Situ Bagendit, Rindang 1 and Inpago 11 is not
significantly different from each other. Rindang 2 variety provides the lowest productivity of 4.1 t/ha. The
productivity performance of each variety tested, supported by observed yield component data.

Keywords: Upland rice, productivity, yield component, seed production

ABSTRAK

Provinsi Gorontalo merupakan wilayah pengembangan baru untuk produksi padi gogo. Luas panen padi gogo
berpotensi ditingkatkan karena tersedianya lahan kering yang sesuai untuk pengembangan padi gogo. Ketidak
tersediaan benih varietas unggul padi gogo di tingkat petani menjadi kendala utama dalam pengembangan varietas
unggul baru yang dihasilkan. Pengkajian bertujuan untuk mempelajari keragaan produksi benih sumber beberapa
varietas unggul padi gogo di lahan sawah dalam upaya percepatan pengembangan varietas unggul baru di lahan
petani. Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah irigasi di Kebun Percobaan Tilongkabila, Provinsi Gorontalo,
bulan Juli sampai Oktober 2018. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan dan
empat ulangan. Lima varietas unggul baru padi gogo digunakan sebagai bahan pengkajian, yaitu Situ Bagendit,
Rindang 1 Agritan, Rindang 2 Agritan, Inpago 8 dan Inpago 11 Agritan. Produksi benih lima varietas padi gogo
yang ditanam di lahan sawah berkisar antara 4,1 sampai 6,7 t/ha. Varietas Inpago 8 memberikan produktivitas
tertinggi 6,7 t/ha, sedangkan varietas Situ Bagendit, Rindang 1 dan Inpago 11 tidak berbeda nyata satu sama
lainnya. Varietas Rindang 2 memberikan produktivitas terendah 4,1 t/ha. Keragaan produktivitas masing-masing
varietas yang diuji, didukung oleh data komponen hasil yang diamati.

Kata kunci: Padi gogo, produktivitas, komponen hasil, produksi benih

Produktivitas dan Komponen Hasil Beberapa Varietas Padi Gogo di Lahan Sawah untuk 187
Produksi Benih (Ammini Amrina Saragih, Awaludin Hipi, Erythrina)
PENDAHULUAN Badan Litbang Pertanian Kementerian
Pertanian (Balitbangtan) memegang peran sangat
besar, khususnya dalam menghasilkan VUB. Unit
Pengembangan padi gogo merupakan
Pengelola Benih Sumber (UPBS) dibentuk
salah satu program pemerintah sebagai upaya
bersama di BPTP setiap provinsi pada tahun 2011
meningkatkan produksi padi nasional dalam upaya
(Balitbangtan, 2011). UPBS merupakan
mendukung kecukupan pangan dan peningkatan
kelembagaan internal lingkup Balitbangtan yang
kesejahteraan petani. Provinsi Gorontalo
mempunyai tugas melakukan pengelolaan benih
merupakan wilayah pengembangan baru untuk
sumber. Ketersediaan benih bermutu dan
produksi padi gogo. Luas wilayah Provinsi
berkelanjutan dinilai strategis karena sangat
Gorontalo sekitar 1,22 juta ha, mempunyai potensi
menentukan dalam usaha pengembangan padi
lahan pertanian seluas 443.140 ha dimana 285.449
gogo.
ha atau 64,4% terdiri dari lahan kering. Luas panen
padi gogo saat ini tercatat sebesar 2.201 ha dan Padi gogo biasanya ditanam di musim
hanya berkontribusi sekitar 3,6% dari total luas hujan, sehingga perbanyakan benih harus
panen padi di Gorontalo (BPS Provinsi Gorontalo, dilakukan satu musim sebelumnya.
2017). Luas panen padi gogo tersebut berpotensi Mempertimbangkan keterbatasan air di musim
ditingkatkan karena tersedianya lahan kering yang kemarau di lahan kering, salah satu alternatif yang
sesuai untuk pengembangan padi gogo. dapat digunakan adalah dengan memproduksi
benih padi gogo di lahan sawah irigasi (Wahyuni,
Logistik perbenihan sebagai salah satu
2008; Wahyuni et al, 2017). Produksi benih di
pilar utama dalam sistem produksi sangat
lahan sawah berdampak pada penyediaan benih
menentukan keberhasilan dan produktivitas
padi gogo yang menjadi tidak tergantung pada
budidaya tanaman pangan. Ketersediaan benih
musim (Ardi dan Yardha, 2014).
bermutu merupakan salah satu kendala dalam
upaya meningkatkan produktivitas padi gogo di Pengkajian bertujuan untuk mempelajari
Provinsi Gorontalo. Produktivitas padi gogo hanya keragaan produksi benih sumber beberapa varietas
sekitar 3,2 t/ha, lebih rendah dibandingkan unggul padi gogo di lahan sawah dalam upaya
produktivitas nasional (BPS Provinsi Gorontalo, percepatan pengembangan varietas unggul baru di
2015). Rendahnya produktivitas padi gogo antara lahan petani.
lain disebabkan rendahnya pemanfaatan benih
unggul akibat kurangnya informasi dan METODE
penyuluhan mengenai varietas unggul baru
disamping tidak tersedianya benih di pasar atau
kios saprodi (Syahri dan Somantri, 2016). Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah
irigasi di Kebun Percobaan Tilongkabila, Desa
Ketidak tersediaan benih varietas unggul
Iloheluma, Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten
baru (VUB) di pasar atau di tingkat petani menjadi
Bone Bolango, Provinsi Gorontalo dari bulan Juli
kendala utama dalam peningkatan adopsi VUB
hingga Oktober 2018. Lima varietas unggul baru
padi gogo. Hasil wawancara di lapangan
padi gogo digunakan sebagai bahan kajian, yaitu
menunjukkan, sebagian besar petani masih
Situ Bagendit, Rindang 1 Agritan, Rindang 2
menanam varietas lokal, umur panjang dan
Agritan, Inpago 8 dan Inpago 11 Agritan. Benih
produktivitas rendah. Petani terus berulang
padi gogo varietas Situ Bagendit diperoleh dari
menanam benih padi gogo lokal yang diproduksi
UPBS BPTP Provinsi Gorontalo sedangkan untuk
sendiri (Toha, 2013). Petani tidak dapat mengelola
varietas lainnya berasal dari Balai Besar Penelitian
usaha taninya sebagaimana diharapkan, termasuk
Tanaman Padi Sukamandi. Kelas benih yang
penerapan berbagai inovasi teknologi yang
digunakan adalah benih dasar (Foundation Seed).
dianjurkan.
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok

188 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2, 2018:187-194


dengan lima perlakuan dan empat ulangan. gabah isi, dan bobot 1000 butir gabah), hasil gabah
Masing-masing varietas ditanam pada lahan kering panen, hasil gabah kering giling (kadar air
dengan luas petakan 10 m x 13 m. 14%) dan berat kering benih (kadar air 12%).
Sebelum ditabur di persemaian, benih Jumlah sampel yang diamati 10 rumpun per petak
dicampur dengan insektisida Marshal 25 DS yang ditentukan secara acak.
dengan takaran 10 g Marshal untuk 5 kg benih. Tinggi tanaman (cm) diukur dari
Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum permukaan tanah hingga ujung daun atau malai
tanam. Lahan dibajak dan digaru kemudian tertinggi, diukur satu minggu menjelang panen.
diratakan menggunakan traktor tangan. Bibit Jumlah anakan produktif atau jumlah
ditanam umur 21 hari sebanyak 2 batang/rumpun. malai/rumpun dihitung satu minggu menjelang
Jarak tanam menggunakan sistem jajar legowo 4:1 panen dengan cara menghitung seluruh anakan
(25 cm x 12,5 cm) x 50 cm. Sistem tanam legowo yang mengeluarkan malai per rumpun. Komponen
4:1 merupakan sistem tanam pindah dimana pada hasil ditentukan setelah panen. Panjang malai (cm)
setiap empat barisan tanaman padi (jarak antar ditentukan dengan mengukur malai dari ruas
baris 25 cm) terdapat lorong kosong (50 cm) pertama hingga ujung malai (Yunanda et al, 2013).
memanjang sejajar dengan barisan tanaman Jumlah gabah/malai, jumlah gabah isi/malai, dan
sedangkan dalam barisan menjadi setengah jarak jumlah gabah hampa/malai ditentukan dalam
tanam antar baris atau 12,5 cm (Ikhwani et al, persen antara gabah isi atau gabah hampa per malai
2013) dengan total jumlah gabah per malai. Bobot 1000
Pengairan dilakukan secara berselang atau butir gabah (g) dihitung dengan cara menimbang
teknik Alternate Wetting and Drying (Lampayan et 1000 butir gabah isi yang telah dikeringkan hingga
al, 2015), dimulai 14 hari setelah tanam. Setelah kadar air 14 %. Hasil atau produksi gabah kering
stadia berbunga lahan terus diairi setinggi 5 cm, panen (GKP) ditentukan dengan cara ubinan.
kemudian 7 hari sebelum panen lahan dikeringkan. Pengambilan sampel ubinan mengikuti prosedur
ubinan sistem tanam legowo (Abdulrachman et al,
Takaran pupuk ditetapkan berdasarkan
2013). Gabah kering giling (GKG) dihitung pada
hasil analisis tanah menggunakan alat Perangkat
kadar air 14% dan berat kering benih dihitung pada
Uji Tanah Sawah (PUTS) (Balittanah, 2007).
kadar air 12%.
Pupuk dasar diberikan umur tujuh hari setelah
tanam (HST) dengan dosis 350 kg NPK/ha. Data pengamatan dianalisis secara
Pemupukan kedua pada umur 35 HST dengan statistika menggunakan SAS Software. Analisis
takaran 150 kg urea dan 50 kg ZA/ha. statistika didasarkan pada analisis keragaman,
Pemeliharaan tanaman serta pengendalian hama diikuti dengan Uji Jarak Berganda Duncan
dan penyakit dilakukan secara preventif untuk (Duncan’s Multiple Range Test/DMRT) pada taraf
mendapatkan pertanaman yang sehat dan tumbuh 5% untuk mengetahui beda antar perlakuan.
optimal. Rouging atau membuang tipe simpang
dilakukan tiga kali pada stadia anakan maksimum HASIL DAN PEMBAHASAN
(50-60 HST), stadia berbunga (85-90 HST) dan
stadia masak (100-115 HST) mengacu kepada
Pedoman Umum Produksi Benih Sumber Padi Curah Hujan
(Balitbangtan, 2007). Panen dilakukan saat 90- Berdasarkan pengolahan data curah hujan
95% malai telah menguning. Panen dilakukan bulanan di Kabupaten Bone Bolango selama 10
menggunakan sabit, kemudian gabah dirontok dan tahun (2006–2016) diketahui bahwa rata-rata curah
dikeringkan hingga kadar air 12%. hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Oktober
Pengamatan dilakukan saat panen meliputi dan tertinggi pada bulan Juli. Rata-rata curah hujan
tinggi tanaman, komponen hasil (jumlah tahunan berkisar antara 1.301 mm/tahun hingga
malai/rumpun, jumlah gabah/malai, persentase 1.758 mm/tahun. Pada bulan Oktober sampai

Produktivitas dan Komponen Hasil Beberapa Varietas Padi Gogo di Lahan Sawah untuk 189
Produksi Benih (Ammini Amrina Saragih, Awaludin Hipi, Erythrina)
April arus angin berasal dari Barat/Barat Laut yang Jumlah curah hujan yang diambil dari
banyak mengandung uap air sehingga Stasiun Pengamat Kabupaten Bone Bolango pada
mengakibatkan musim penghujan. Sementara itu tahun 2017 menunjukkan bahwa curah hujan rata-
pada bulan Juni sampai September arus angin rata kurang dari 200 mm per bulan (Gambar 1).
berasal dari Timur yang tidak mengandung uap air Bulan basah (curah hujan >200 mm/bulan) hanya
(Taslim, 2016). terdapat pada bulan Januari dan bulan kering
(curah hujan <100 mm/bulan) terdapat pada bulan
250 Apri, Mei, Oktober, November, dan Desember.

200
Analisis Sidik Ragam
150 Analisis sidik ragam berbagai komponen
hasil beberapa varietas padi gogo untuk produksi
100
benih di lahan sawah pada MK 2018 di Kebun
50 Percobaan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango,
Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa perlakuan
0 varietas berpengaruh nyata terhadap semua
Jul
Jan
Feb

Mei
Jun
Mar

Okt
Nov
Des
Apr

Agt
Sep

variabel komponen hasil yang diamati (Tabel 1).


Hasil gabah kering giling menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata antar varietas.
Gambar 1. Grafik curah hujan (mm) Kabupaten Bone
Bolango, Provinsi Gorontalo, 2017 (BMKG
Provinsi Gorontalo, 2018).

Tabel 1. Analisis sidik ragam tinggi tanaman, hasil, dan komponen hasil beberapa varietas padi gogo untuk produksi
benih di lahan sawah, MK 2018 Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.
F-hitung Faktor koreksi
Sumber Keragaman
Ulangan Varietas (%)
Tinggi tanaman (cm) 1,91* 90,75* 3,48
Jumlah malai/rumpun 0,34ns 7,18* 20,45
Jumlah gabah per malai (butir) 2,89* 26,47* 8,16
Jumlah gabah isi (butir) 3,41* 11,11* 11,43
Bobot 1000 butir gabah (g) 7,62* 39,36* 2,99
Persentase gabah isi (%) 1,82* 2,77* 5,32
Hasil gabah/GKP (t/ha GKP) 0,46ns 64,26* 4,27
Produksi benih (t/ha Benih) 0,55ns 65,67** 4,22
Keterangan: ns) tidak signifikan *) signifikan pada p <0.05, dan **) signifikan pada p <0.01

190 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2, 2018:187-194


Tabel 2. Tinggi tanaman saat panen lima varietas padi gogo di lahan sawah MK 2018, Kabupaten Bone Bolango,
Provinsi Gorontalo.
Varietas Tinggi tanaman (cm) Deskripsi varietas (cm)*)
Situ Bagendit 88,2 c 99-105
Rindang 1 121,8 b 130
Rindang 2 121,5 b 130
Inpago 8 138,8 a 122
Inpago 11 136,8 a 124
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p<0.05
*) BB Padi, 2018

Tinggi Tanaman mengalami kerebahan selama periode penelitian.


Tinggi tanaman di lapangan beragam antar Wang et al (2016) menyatakan bahwa perbedaan
varietas. Hasil analisis statistika menunjukkan tinggi tanaman ditentukan oleh faktor genetik
tinggi tanaman paling rendah adalah Situ Bagendit disamping dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
, diikuti Rindang 1, Rindang 2, serta Inpago 8 dan tumbuh tanaman. Apabila lingkungan tumbuh
Inpago 11 (Tabel 2). Dibandingkan dengan data sesuai bagi pertumbuhan tanaman, maka dapat
deskripsi varietas padi menunjukkan tinggi meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
tanaman varietas Situ Bagendit, Rindang 1 dan Kondisi lapangan yang bervariasi dari suatu tempat
Rindang 2 lebih rendah dibandingkan data ke tempat yang lain, dan tanggap tanaman akan
deskripsi varietasnya (BB Padi, 2018). Sebaliknya, keadaan lingkungan mengakibatkan keragaman
terjadi pada varietas Inpago 8 dan Inpago 11. dalam pertumbuhan tanaman.
Variasi tinggi tanaman yang terjadi antar varietas
disebabkan karena setiap varietas dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan (Efendi et al, 2012).
Komponen Hasil Padi Gogo
Tinggi tanaman dikendalikan oleh beberapa gen
yang mempengaruhi arsitektur tanaman, dominasi Hasil analisis statistika terhadap komponen
apikal, biomassa, ketahanan terhadap rebah, dan hasil beberapa varietas padi gogo ditampilkan pada
kemudahan terhadap pemanenan secara mekanis Tabel 3. Varietas Inpago 11 mempunyai panjang
(Liu et al, 2018). malai dan jumlah gabah/malai paling tinggi tetapi
juga mempunyai persentase gabah hampa tertinggi.
Tinggi tanaman merupakan salah satu
Inpago 8 walaupun mempunyai jumlah
karakter agronomi yang penting pada tanaman padi
gabah/malai lebih rendah dibandingkan Inpago 11
sebab berpengaruh langsung terhadap ketahanan
tetapi mempunyai persentase gabah hampa lebih
tanaman terhadap kerebahan yang berdampak pada
rendah dan bobot 1.000 biji paling tinggi. Varietas
potensi hasil (Zhang et al, 2014). Yunanda et al
Situ Bagendit mempunyai panjang malai relatif
(2013) menyatakan pada sistem budidaya padi
pendek dengan jumlah gabah/malai paling rendah
sawah menghasilkan tanaman yang lebih tinggi
tetapi dikompensasi oleh jumlah malai/rumpun
dibandingkan sistem budidaya padi gogo.
paling tinggi. Varietas padi gogo Rindang 1 dan
Berdasarkan pengamatan, varietas Inpago 8 dan
Rindang 2 yang toleran naungan mempunyai
inpago 11 meskipun menampilkan tinggi tanaman
jumlah malai/rumpun dan persentase gabah hampa
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang tidak banyak berbeda nyata. Di antara kedua
deskripsinya, kedua varietas tersebut tidak

Produktivitas dan Komponen Hasil Beberapa Varietas Padi Gogo di Lahan Sawah untuk 191
Produksi Benih (Ammini Amrina Saragih, Awaludin Hipi, Erythrina)
Tabel 3. Komponen hasil lima varietas padi gogo di lahan sawah MK 2018, Kabupaten Bone
Bolango, Provinsi Gorontalo.
Jumlah Jumlah Jumlah gabah Bobot 1.000 biji
Varietas
malai/rumpun gabah/malai hampa (%) (g)
Situ Bagendit 11,0 a 131,3 d 13,3 b 26,5 b
Rindang 1 6,0 b 187,8 c 14,8 b 28,9 a
Rindang 2 7,0 b 215,8 b 13,5 b 23,3 d
Inpago 8 7.0 b 193,0 bc 18,0 ab 29,0 a
Inpago 11 7,0 b 240,5 a 22,0 a 24,9 c
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p<0.05

varietas padi gogo ini, varietas Rindang 1 diikuti oleh pengisian biji dan tahap pertumbuhan
mempunyai keunggulan bobot 1.000 biji lebih vegetatif (Fageria, 2007; Hafeeza et al, 2017).
tinggi sedangkan Rindang 2 mempunyai jumlah
gabah/malai yang lebih tinggi (Tabel 3).
Hasil Varietas Padi Gogo
Komponen hasil tanaman padi dipengaruhi
Rataan hasil gabah kering panen dan gabah
oleh siklus pertumbuhan tanaman. Siklus
kering giling (kadar air 14%) varietas padi gogo
pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi tiga
disajikan pada Tabel 4. Varietas Inpago 8
tahap, yaitu stadia vegetatif, stadia
memberikan hasil tertinggi yaitu 7,5 t/ha GKP, 6,9
reproduksi/bunting, dan stadia pengisian biji
t/ha GKG, dan 6,7 t/ha benih. Hasil gabah terendah
menjelang panen. Potensi hasil padi terbentuk atau
ditemukan pada varietas Rindang 2, yaitu 4,6 t/ha
ditentukan selama tahap-tahap pertumbuhan
GKP, 4,2 t/ha GKG, dan 4,1 t/ha benih.
tersebut. Tinggi tanaman, jumlah anakan (terkait
dengan jumlah malai), pertumbuhan akar, luas Ketersediaan air menjadi faktor penting
daun, dan morfologi adalah fitur utama dari tahap dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
pertumbuhan vegetatif. Pada tahap pertumbuhan Pengelolaan air yang baik dapat meningkatkan
reproduksi perkembangan malai berlangsung. produktivitas padi (Thakur et al, 2018). Pada lahan
Booting dan berbunga adalah bagian dari tahap sawah irigasi, ketersediaan air dan hara yang cukup
pertumbuhan reproduksi. Ukuran atau jumlah biji dapat berpengaruh terhadap peningkatan
per malai malai ditentukan dalam tahap fotosintesis tanaman dan meningkatkan
pertumbuhan reproduksi. Ukuran atau bobot biji pembentukan asimilat. Akumulasi asimilat hasil
ditentukan selama tahap pertumbuhan pengisian fotosintesis akan mempengaruhi persentase gabah
biji. Tahap pertumbuhan reproduksi adalah yang berisi dan bobot gabah yang menentukan ukuran
paling sensitif terhadap tekanan biotik dan abiotik,

Tabel 4. Hasil lima varietas padi gogo di lahan sawah, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, MK 2018
Gabah kering panen Gabah kering giling Produksi benih
Varietas
(t/ha) (t/ha) (t/ha)
Situ Bagendit 5,8 b 5,3 b 5,2 b
Rindang 1 5,9 b 5,4 b 5,3 b
Rindang 2 4,6 c 4,2 c 4,1 c
Inpago 8 7,5 a 6,9 a 6,7 a
Inpago 11 6,1 b 5,5 b 5,4 b
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p<0.05

192 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2, 2018:187-194


akhir biji. Hasil pengkajian ini sejalan dengan di provinsi Jambi. Jurnal .Agroekoteknologi
penelitian lainnya bahwa produktivitas padi gogo 6(1):1-11.
di lahan sawah lebih tinggi dibandingkan Balitbangtan, 2007. Pedoman Umum Produksi
pertanaman di lahan kering (Yunanda et al, 2013; Benih Sumber Padi. Badan Penelitian dan
Nazirah dan Damanik, 2015). Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. 52 hal.
KESIMPULAN Balitbangtan. 2011. Petunjuk Pelaksanaan Unit
Pengelola Benih Sumber Tanaman. Lingkup
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Varietas padi gogo yang ditanam di lahan
Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan
sawah berpotensi menghasilkan benih sumber yang
Pengembangan Pertanian. Kementerian
cukup tinggi berkisar antara 4,1 sampai 6,7 t/ha.
Pertanian. 51 hal.
Potensi produksi benih tertinggi dihasilkan
Varietas Inpago 8 sedangkan terendah dihasilkan Balittanah, 2007. Petunjuk Penggunaan Perangkat
Varietas Rindang 2 Uji Pupuk. Balai Penelitian Tanah, Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya Lahan Pertanian. Badan Litbang
Pertanian. 12 hal.
UCAPAN TERIMAKASIH BMKG Provinsi Gorontalo. 2018. Data curah
hujan kabupaten Bone Bolango. Gorontalo.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Hasim D. Moko, Wasirin, Aryandi Kurniawan dan Geofisika Provinsi Gorontalo.
Santty F. Pomalingo selaku teknisi BPTP BPS Provinsi Gorontalo. 2015. Gorontalo Dalam
Gorontalo yang telah membantu dalam Angka Tahun 2015. Gorontalo. Badan Pusat
pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data Statistik Provinsi Gorontalo.
selama percobaan berlangsung. BPS Provinsi Gorontalo. 2017. Gorontalo Dalam
Angka Tahun 2017. Gorontalo. Badan Pusat
DAFTAR PUSTAKA Statistik Provinsi Gorontalo.
BB Padi. 2018. Deskripsi Varietas Unggul Baru
Abdulrachman, S., M. J. Mejaya, N. Agustiani, I. Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Gunawan, P. Sasmita, A. Guswara. 2013. Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Sistem Tanam Legowo. Balai Besar Pertanian.
Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Fageria, N. K. 2007. Yield Physiology of Rice.
Pertanian, Jakarta. 36p. Journal of Plant Nutrition 30(6):843-879
Ardi dan Yardha. 2014. Upaya peningkatan Efendi, H., dan H. R. Simajuntak. 2012. Respon
produktivitas padi melalui varietas unggul pertumbuhan dan produksi plasma nutfah
baru mendukung swasembada berkelanjutan padi lokal Aceh terhadap sistem budidaya
aerob.
Jurnal Agrista 16(3):114-121. Ikhwani, G. R. Pratiwi, E. Paturrohman, A. K.
Hafeeza, S., T. Jin, Y. Zhou. 2017. Factors Makarim. 2013. Peningkatan produktivitas
affecting yield and yield components of padi melalui penerapan jarak tanam Jajar
main and ratoon rice: A Review. Legowo. Jurnal Iptek Tanaman Pangan
Agricultural Science and Technology 8(2):72- 79.
18(7):1228-1231. Lampayan, R.M., R. M. Rejesus, G. R. Singleton,
B. A. M. Bouman. 2015. Adoption and

Produktivitas dan Komponen Hasil Beberapa Varietas Padi Gogo di Lahan Sawah untuk 193
Produksi Benih (Ammini Amrina Saragih, Awaludin Hipi, Erythrina)
economics of alternate wetting and drying Yunanda A. P., A. R. Fauzi, A. Junaedi. 2013.
water management for irrigated lowland Pertumbuhan dan produksi padi varietas
rice. Field Crop Res. 170:95-108. Jatiluhur dan IR64 pada sistem budidaya
Liu, F., P. Wang, X. Zhang, X. Li, X. Yan, D. Fu, gogo dan sawah. Bul. Agrohorti 1(4):18-25.
and G. Wu. 2018. The genetic and molecular Wahyuni, S, T. S. Kadir, dan U. S. Nugraha. 2017.
basis of crop height based on a rice model. Hasil dan mutu benih padi gogo pada
Planta 247(1):1-26. lingkungan tumbuh berbeda. Penelitian
Nazirah, L, dan B. S. J. Damanik. 2015. Pertanian Tanaman Pangan 25(1):30-37.
Pertumbuhan dan hasil tiga varietas padi Wahyuni, S. 2008. Hasil padi gogo dari dua
gogo pada perlakuan pemupukan. Journal sumber benih yang berbeda. Penelitian
Floratek 10:54-60. Pertanian Tanaman Pangan 27(3):135-140.
Syahri dan R. U. Somantri. 2016. Penggunaan Wang J.X., J. Sun, C.X. Li, H. L. Liu, J. G. Wang,
varietas unggul tahan hama dan penyakit H. W. Zhao, D. T. Zou. 2016. Genetic
mendukung peningkatan produksi padi dissection of the developmental behavior of
nasional. Jurnal Penelitian dan plant height in rice under different water
Pengembangan Pertanian 35(1):25-36. supply conditions. Journal of Integrative
Taslim, I. 2016. Analisis kesesuaian iklim untuk Agriculture 15(12): 2688-2702.
lahan perkebunan di Kabupaten Bone Zhang, J., G. H. Li, Y. P. Song, Z. H. Liu, C. D.
Bolango. Bindhe 1(1): 44-53. Yang, S. Tang, C. Y. Zheng, S. H. Wang,
Thakur, A. K., K. G, Mohanty, R. K. Ambast. Y. F. Ding. 2014. Lodging resistance
2018. Rice root growth, photosynthesis, characteristics of high-yielding rice
yield and water productivity improvements populations. Field Crops Research 161:64-
through modifying cultivation practices and 74.
water management. Agricultural Water
Management. 206 : 67-77.
Toha, H. M. 2013. Pengembangan padi gogo
mengatasi rawan pangan wilayah lahan
marjinal. Dalam Prospek Pertanian Lahan
Kering Dalam Mendukung Ketahanan
Pangan. Jakarta (ID) : Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.

194 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2, 2018:187-194


PENUMBUHAN PENANGKAR BENIH JAGUNG BERBASIS MASYARAKAT MELALUI DESA
MANDIRI BENIH DI SULAWESI TENGGARA

Sri Bananiek Sugiman dan Muh. Asaad


Balai Pengkajian Teknlogi Pertanian Sulawesi Tenggara.
Jln. Prof. Muh. Yamin No.89. Puwatu. Kendari
E-mail: naniek.bptpsultra@gmail.com

ABSTRACT

The development of community based-maize breeder through independent seed villages in southeast
Sulawesi. One of the strategies adopted in the effort to achieve self-sufficiency in maize is the provision of quality
seeds through the development of a seed independent village model that is built based on a community-based seed
system model. The activity was carried out in South Konawe District, Southeast Sulawesi. The activity took place in
January-December 2015 with the aim of: 1) Initiating a standalone model of community-based corn seed in a corn
development area in Southeast Sulawesi, and 2) Establishing a maize seedling institution in a maize development area
to ensure adequate supply and distribution of quality seeds. The activity involved 20 maize farmers. The breeder
group will then be given assistance, learning and technical training regarding the production of corn sources. Area of
field laboratory area was 10 ha as a place for farmers to learn producing source seeds and see the appearance of new
high yielding varieties. The results of the activities were obtained: 1) the activity of developing a model of
independent area of maize seed had successfully initiated the institutional growth of a formal group of maize seed
breeder 2) through the development of a community-based independent model of maize seed, succeeded in producing
quality seeds that passed 21 tons of BPSB TPH certification, which consisted of: 2 tons of Bima-20 varieties of URI
seeds, 5 tons of Lamuru and 14 tons of Sukmaraga. 3) Analysis of farmers' perceptions obtained that 82% farmers
gave a positive perception of the breeding business of maize seeds.

Key Word : village, independent, seed, maize, Southeast Sulawesi

ABSTRAK

Salah satu strategi yang ditempuh dalam upaya pencapaian swasembada jagung adalah penyediaan benih
bermutu melalui pengembangkan model desa mandiri benih yang dibangun berdasarkan model sistem perbenihan
berbasis masyarakat. Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. kegiatan berlangsung
pada Januari -Desember 2015 dengan tujuan: 1) Menginisiasi model mandiri benih jagung berbasis masyarakat di
daerah pengembangan jagung di Sulawesi Tenggara, dan 2) Membangun kelembagaan perbenihan jagung di daerah
pengembangan jagung untuk menjamin penyediaan dan pendistribusian benih berkualitas secara cukup. Kegiatan
melibatkan 20 orang petani jagung. Kelompok penangkar ini selanjutnya diberi pendampingan, pembelajaran dan
pelatihan teknis mengenai produksi benih sumber jagung. Luas LL kegiatan 10 ha, sebagai tempat petani belajar
memproduksi benih sumber dan melihat penampilan varietas unggul baru. Hasil kegiatan diperoleh: 1) kegiatan
pengembangan model kawasan mandiri benih jagung telah berhasil menginisiasi penumbuhan kelembagaan kelompok
penangkar formal benih jagung 2) melalui kegiatan pengembangan model desa mandiri benih jagung berbasis
masyarakat, berhasil memproduksi benih bermutu yang lulus sertifikasi BPSB TPH sebanyak 21 ton, yang terdiri dari:
benih varietas Bima-20 URI sebanyak 2 ton, Lamuru sebanyak 5 ton dan Sukmaraga 14 ton. 3)Analisis persepsi
petani diperoleh 82% petani memberikan persepsi yang positif terhadap usaha penangkaran benih jagung.

Kata Kunci: Desa, Mandiri, Benih, Jagung, Sulawesi Tenggara

Penumbuhan Penangkar Benih Jagung Berbasis Masyarakat Melalui Desa Mandiri Benih 195
di Sulawesi Tenggara (Sri Bananiek Sugiman dan Muh. Asaad)
penumbuhan dan pengembangan
PENDAHULUAN
penangkar/produsen benih, (2) penyediaan benih
Salah satu cita-cita pemerintah Indonesia sumber dari varietas unggul baru yang sesuai
yang tertuang dalam nawacita adalah mewujudkan dengan daerah setempat (spesifik lokasi), (3)
kemandirian pangan (Kementan, 2015). transfer teknologi produksi hingga penanganan
Kementerian Pertanian telah mencanangkan target pasca panen benih, (4) penyediaan ruang
swasembada jagung dan salah satu strategi untuk simpan/gudang yang memadai untuk penyimpanan
pencapaiannya adalah melalui penyediaan benih benih sumber, (5) penerapan quality control
bermutu dengan penggunaan varietas unggul baru (pengendalian mutu), dan (6) penumbuhan ‘pasar’
(VUB). aktual bagi benih bermutu yang diproduksi oleh
penangkar.
Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan
salah satu wilayah potensial pengembangan jagung Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
yang memiliki luas areal pengembangan 31.534 ha, diinisiasi penumbuhan penangkar benih jagung
dengan produktivitas 2,5 t/ha (BPS , 2014), masih sebagai salah satu langkah strategis untuk
jauh dari potensi produktivitas jagung yang menjawab permasalahan ketersediaan benih
mencapai 84 hingga 117 kw/ha (Badan Litbang, varietas unggul berkualitas tinggi sehingga mudah
2009). Salah satu faktor penyebabnya adalah diakses oleh petani dengan harga lebih murah
kurangnya adopsi benih unggul bermutu oleh Kajian ini bertujuan untuk menginisiasi
petani (Dinas Pertanian Sultra, 2013). Menurut penumbuhan penangkar benih mandiri benih
Margaretha dan Saenong (2009), masih banyak jagung berbasis masyarakat melalui Desa Mandiri
petani yang menggunakan benih dari hasil panen Benih di Sulawesi Tenggara..
musim tanam sebelumnya dengan alasan harga
benih mahal.
METODOLOGI
Oleh karena itu, perlu penumbuhan dan
pembinaan kelompok tani sebagai penangkar benih Pelaksanaan kegiatan bertempat di Desa
di pedesaan, khususnya di daerah-daerah sentra Pangan Jaya, kecamatan Lainea, Kabupaten
produksi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Waktu
mengembangkan model desa mandiri benih yang pelaksanaan kegiatan berlangsung dari Januari
dibangun berdasarkan model sistem perbenihan hingga Desember 2015.
berbasis masyarakat. Melalui pengembangan Kegiatan pengembangan model desa mandiri
model desa mandiri benih, petani dapat memenuhi benih jagung terdiri dari enam kegiatan operasional
kebutuhan benih melalui produksi benih dari utama yang meliputi: (1) perencanaan kebutuhan
wilayah sendiri secara mandiri, sehingga benih benih, (2) identifikasi calon penangkar dan calon
unggul bersertifikat dapat diakses oleh petani lokasi, (3) penyediaan benih sumber, (4)
dengan harga yang terjangkau. pendampingan dan bimbingan teknis produksi
benih, (5) fasilitasi dan bimbingan proses
Namun demikian, penumbuhan penangkar sertifikasi benih, dan (6) sistem informasi
berbasis masyarakat (komunitas) membutuhkan perbenihan.
beberapa prasyarat diantaranya adalah factor Penyediaan benih sumber dilakukan oleh
keterampilan petani dan ketersediaan benih sumber Balit Serealia Maros. Varietas yang digunakan
(Abidin dan Harnowo, 2010). Selanjutnya terdiri dari: Sukmaraga, Lamuru dan Bima-20 URI.
Harnowo., dkk (2007) : Deptan (2007) menyatakan Luas unit pelaksanaan kegiatan 10 ha, yang
bahwa pengembangan sistem penyediaan benih selanjutnya menjadi laboratorium lapang (LL)
bermutu dari varietas unggul baru di suatu wilayah tempat petani calon penangkar belajar langsung
memerlukan penanganan dalam hal : (1) cara memproduksi benih dan melihat penampilan

196 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2, 2018:195-206


varietas yang diperkenalkan. Selanjutnya produksi Persamaan yang digunakan untuk mengukur
benih yang dihasilkan dalam LL didaftarkan pada persepsi menggunakan nilai tertimbang dengan
BPSB TPH. formula sebagai berikut:
Untuk mengetahui persepsi petani terhadap K = n/N x 100 % (Hendayana, 2014).
usaha penangkaran benih jagung digunakan Dimana :
analisis persepsi. Variabel yang diamati meliputi: K= Nilai Konstanta
1) persepsi petani mengenai minat petani dalam n = jumlah responden yang
penangkaran benih jagung dan 2) persepsi petani menyatakan (orang)
mengenai teknologi produksi benih sumber jagung. N= Total Jumlah responden
Selanjutnya variabel tersebut dijabarkan dalam
item-item pernyataan, masing-masing variabel

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung di Sulawesi Tenggara
Trend Trend Trend
Luas Panen Produktvts Produksi
Tahun Pertumbuhan Pertumbhn Pertumbhn
(Ha) (Ku/Ha) (Ton)
(%) (%) (%)
2003 37,927 23.11 87,650
2004 35,151 (7.32) 22.23 (3.81) 78,147 (10.84)
2005 32,665 (7.07) 22.39 0.72 73,153 (6.39)
2006 33,343 2.08 22.4 0.04 74,672 2.08
2007 40,975 22.89 23.68 5.71 97,037 29.95
2008 37,249 (9.09) 24.98 5.49 93,064 (4.09)
2009 27,214 (26.94) 26.33 5.40 71,655 (23.00)
2010 29,607 8.79 25.28 (3.99) 74,840 4.44
2011 28,892 (2.41) 23.53 (6.92) 67,997 (9.14)
2012 30,884 6.89 25.4 7.95 78,447 15.37
2013 27,133 (12.15) 24.91 (1.93) 67,578 (13.86)
Rata-
32,821.82 (2.43) 24.02 0.87 78,567.27 (1.55)
Rata
Sumber: Statistika Indonesia, 2004-2014

terdiri dari 4 item pernyataan. Untuk keperluan


analisis setiap item pernyataan diberi skor sesuai
HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan persepsi dan pilihan petani responden.
Analisis menggunakan pendekatan likert, Keragaan Usahatani Jagung di Sulawesi
dimana nilai skor yang disusun sesuai dengan Tenggara
gradasi persetujuan mulai dari setuju sampai tidak Keragaan tanaman jagung di Sultra dalam
setuju, dengan nilai dari angka 1 sampai 3. Berikut kurun waktu 2003-2013 menunjukkan trend yang
penilaian skor sebagai berikut: menurun. Tabel 1 memperlihatkan luas panen
- Setuju (S) : skor 3 jagung Sulawesi Tenggara semakin berkurang
- Ragu (R) : skor 2 dalam kurun waktu 11 tahun terakhir. Demikian
- Tidak setuju (TS) : skor 1 juga dengan produksi yang juga mengalami
penurunan. Dalam kurun waktu 2003-2013 luas

Penumbuhan Penangkar Benih Jagung Berbasis Masyarakat Melalui Desa Mandiri Benih Di 197
Sulawesi Tenggara (Sri Bananiek Sugiman dan Muh. Asaad)
panen jagung menunjukkan trend menurun sebesar calon penangkar yang akan dibina. Penangkarnon
2,43% pertahun, sementara produksi juga formal ini selanjutnya mendapatkan bimbingan
menunjukkan penurunan rata-rata 1,55% pertahun. dari BPTP Sulawesi Tenggara dalam hal teknik
Selengkapnya perkembangan luas Panen, produksi benih (pra dan pasca panen) serta proses
Produktivitas dan Produksi Jagung di Sulawesi sertifikasi benih, sehingga penangkar non formal
Tenggara ditampilkan di Tabel 1. tersebut dapat berkembang menjadi penangkar
Rata rata capaian produktivitas jagung formal. Penumbuhan kelompok penangkar
Sultra 24.02 kw/ha, masih jauh dari potensi berbasis masyarakat dengan pendekatan kelompok
produktivitas jagung yang mencapai 84 hingga di daerah sentra produksi akan mempermudah
117 kw/ha. Hal ini disebabkan karena penggunaan pembinaan, pendampingan sekaligus sosialisasi
benih unggul bermutu yang belum banyak perbenihan.
diadopsi oleh petani. Penyebab utamanya adalah Metode pembinaan penangkaran perbenihan
sulitnya memperoleh benih unggul bersertifikat di kelompok tani disamping mendekatkan sistem
dan jumlah penangkar jagung yang masih sangat perbenihan pada pengguna (petani), juga memiliki
kurang. Jumlah penangkar jagung di Sulawesi manfaat dalam percepatan penyebaran varietas
Tenggara yang resmi terdaftar sebagai unggul baru, sehingga adopsi varietas unggul baru
penangkar/kelompok penangkar pada Tahun 2014 ke petani lebih mudah dan cepat. Melalui
hanya dua penangkar dengan kapasitas produksi kelompok yang dibentuk sebagai penangkar,
320 kg. Produksi benih tersebut tidak dapat varietas unggul baru dikenalkan sekaligus
memenuhi kebutuhan benih jagung di Sulawesi ditangkarkan sebagai benih yang bersertifikasi.
Tenggara yang mencapai 473.010 kg dengan Berdasarkan hal tersebut, BPTP Sulawesi
asumsi kebutuhan benih per ha sebesar 15 kg. Tenggara melalui kegiatan pengembangan model
Selama ini, untuk memenuhi kebutuhan benih kawasan mandiri benih jagung menginisiasi
jagung unggul bersertifikat yang diperuntukkan pembentukan kelembagaan kelompok penangkar
untuk kegiatan/program pemerintah di Sulawesi benih jagung yang beranggotakan 20 orang petani
Tenggara masih harus didatangkan dari luar jagung yang selanjutnya menjadi calon penangkar.
provinsi. Oleh karena itu dibutuhkan penumbuhan Ke-20 orang petani calon penangkar tersebut
penangkar benih jagung agar dapat memberikan dihimpun dalam satu kelembagaan kelompok
kontribusi dalam penyediaan benih jagung unggul penangkar yang didaftarkan sebagai produsen
bersertifikat di Sulawesi Tenggara, sehingga benih di BPSB TPH dengan nama “Citra Sari”.
kebutuhan akan benih sumber dapat terpenuhi dari Kelompok calon penangkar tersebut yang
wilayah sendiri (secara mandiri). kemudian didampingi dengan memberikan
pembelajaran, pelatihan teknis dan berbagai
Identifikasi calon penangkar dan Inisiasi materi terkait teknologi produksi benih sumber
Kelembagaan Kelompok Penangkar Desa agar menjadi penangkar formal.
Mandiri Benih Berbasis Masyarakat Model desa mandiri benih berbasis
masyarakat yang dilaksanakan di kegiatan
Calon penangkar yang ditargetkan menjadi
pengembangan model desa mandiri benih jagung
penangkar benih pada model kawasan mandiri
disajikan pada gambar 1 berikut:
benih adalah calon penangkar atau penangkar non
formal, yaitu penangkar yang sudah terbiasa
memproduksi benih tetapi dalam proses
produksinya belum melakukan sertifikasi benih
oleh BPSB. BPTP Sulawesi Tenggara
berkoordinasi dengan BPSB mengindentifikasi

198 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2, 2018:195-206


1. VUB
1. Varietas adopsi
2. Benih sumber, 1. LL perbenihan
2. Benih sebar
benih dasar (BS, VUB
3. Teknologi
BD) 2. BD dan BP
produksi
3. Teknologi 3. Pendampingan
4. Manajemen mutu
produksi teknologi
4. Manajemen mutu 4. Manajemen mutu

Distan, BP4K, Desa


BPSB
1. Koordinasi
2. Regulator
3. Pembinaan
4. Manajemen mutu Mandiri benih

Gambar 1. Model Desa Mandiri Benih Berbasis Masyarakat

Kondisi Existing Teknologi


Kegiatan Pengembangan Model Kawasan
Mandiri Benih Jagung berlokasi di Desa Pangan Tabel 3. Kondisi Existing Teknologi Jagung Petani
Jaya yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Tabel 3. Kondisi Existing Teknologi
Lainea Kabupaten Konawe Selatan. Pertanaman Jagung Petani koperator
jagung di lokasi kajian dilakukan pada
No Karakteristik Kondisi Exixting
agroekosistem lahan sawah. Umumnya petani
1 Luas lahan < 1 (40%)
menanam jagung setelah pertanaman padi. Namun
1 – 2 (35%)
terdapat petani yang tidak memanfaatkan lahannya
> 2 (20%)
untuk menanam padi tapi menanam palawija
2 Penyiapan lahan Olah tanah sempurna
(jagung/kedelai) seperti petani koperator pada
dengan traktor
kegiatan model desa mandiri benih jagung dimana
lahan yang digunakan untuk produksi benih 3 Pola tanam a. Jagung –
sumber desa mandiri benih sebagian besar adalah kedelai – jagung
lahan (10%)
setelah pertanaman jagung. Berikut existing b. Kedelai –
teknologi jagung petani koperator (Tabel 3). kedelai – jagung
(5%)
c. Kedelai –
jagung – jagung
(10%)

Penumbuhan Penangkar Benih Jagung Berbasis Masyarakat Melalui Desa Mandiri Benih Di 199
Sulawesi Tenggara (Sri Bananiek Sugiman dan Muh. Asaad)
No Karakteristik Kondisi Exixting Tabel 4. Karakteristik Teknologi Produksi Benih
d. Padi – jagung – Jagung pada Kegiatan Mandiri Benih
jagung (10%) Jagung di Sultra, 2015.
e. Jagung – Karakteristik Keterangan
jagung – jagung Teknologi
(65%)
4 Varietas Bisi 2, NT 10, NT 30, Penyiapan Lahan - Lahan dibersihkan
NK 33,.
dari sisa-sisa
5 Sumber benih Beli sendiri dan benih tanaman
bantuan menggunakan
6 Penggunaan 15 kg/ha, jumlah 1 herbisida
benih/ha biji/lubang
- Olah lahan
7 Jarak tanam 70-75 cm x 20 cm sempurna
8 Pemupukan - NPK Phonska : menggunakan
200 kg/ha traktor
- Urea : Penanaman - Plotting untuk
200 kg/ha
penanaman
- SP36 :
menggunakan ajir
100 kg bambu
9 Pengendalian Insektisida Furadan
- Jarak tanam antar
hama penyakit
barisan 75cm dan
10 Pengemdalian Herbisida Roundup 2 jarak tanam dalam
gulma l/ha dan Calaris 1 l/ha barisan 25 cm
11 Panen Kelobot telah
- Penanaman
mengering dan
dilakukan dengan
berwarna cokelat
cara tugal,
Sumber: Data Survei Wawancara Petani, 2015
- Jumlah biji : 1 biji
per lubang dan
Introduksi Teknologi Produksi Benih Jagung ditutup dengan
segenggam pupuk
Pelaksanaan tanam untuk produksi benih kandang
sumber pada kegiatan mandiri benih dilaksanakan - Tenaga kerja yang
pada pertengahan bulan April hingga awal Mei. digunakan sistim
Selanjutnya dari hasil pengamatan lapang, borongan (20
karakteristik teknologi produksi benih jagung yang orang/ha/hari)
diterapkan pada kegiatan pengembangan model Pemupukan - Jenis pupuk dan
kawasan mandiri benih jagung di Konawe Selatan
takaran yang
ditampilkan pada Tabel 4 berikut:
diberikan terdiri
dari:
Urea : 100 kg/ha,
NPK : 350-400
kg/ha dan SP-36 :
50-100 kg/ha.
Organik 1000 kg/ha
- Cara pemupukan;
pembuatan lubang

200 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2, 2018:195-206


Karakteristik Keterangan Karakteristik Keterangan
Teknologi Teknologi
dengan tugal - Seleleksi tongkol,
disamping tanaman tongkol yang
dengan jarak 5 cm memenuhi kriteria
dari tanaman menjadi benih
Penyiangan dan - Penyiangan I selanjutnya dipipil
Pembumbunan sekaligus menggunakan mesin
pembumbunan pemipil.
dilakukan pada - Setelah pemipilan
umur 15:20 hst dilakukan sortasi
- Penyiangan II biji
dilakukan pada - Biji yang telah
umur 30-35 hst terpilih dijemur
sekaligus kembali.
memperbaiki - Terakhir benih di
guludan kemas.
Pengendalian - aplikasi insektisidda Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan. 2015
Hama Penyakit (furadan) melalui
pucuk daun pada
umur tanaman : 20 Fasilitasi dan Bimbingan Kepada Calon
dan 35 hst. Penangkar Untuk Sertifikasi Benih
Pengendalian - rindomyl
Gulma Dalam kegiatan pengembangan model desa
mandiri benih, diharapkan benih yang dihasilkan
Seleksi - Roughing 1: vigor
pertanaman jagung oleh calon penangkar dari hasil pendampingan dan
tanaman
untuk produksi Umur: 2-4 minggu pembelajaran teknis yang diberikan dapat
benih(roughing) menghasilkan benih yang lulus sertfikasi.
setelah tanam
- Roughing 2: Sertifikasi merupakan proses pemberian
berbunga sertifikat benih tanaman setelah melalui
Umur 7-10 minggu pemeriksaan, pengujian dan pengawasan serta
setelah tanam memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan
- Roughing 3: posisi dengan tujuan untuk menjamin kemurnian dan
tongkol kebenaran varietas. Dalam hal ini, BPSB TPH
Umur: 2 minggu merupakan instansi pemerintah yang memiliki
sebelum panen tugas dan wewenang dalam hal sertifikasi Benih
- Roughing 4. Seleksi tanaman pangan, pengujian benih laboratorium,
tongkol pengawasan peredaran benih dan monitoring stock
Panen dan - Panen dilakukan benih tanaman pangan dan hortikultura.
prosesing pada saat tanaman Berdasarkan hal tersebut, kegiatan Pengembangan
masak fisiologis Model Kawasan Mandiri Benih Jagung melibatkan
Tongkol yang telah BPSB TPH Sultra. Keterlibatan BPSB TPH dimulai
lolos seleksi dari proses pendaftaran produsen benih untuk
pertanaman di memperoleh tanda daftar hingga keluarnya label.
panen, selanjutnya Proses sertifikasi benih selengkapnya dapat dilihat
dijemur pada alur pelayanan sertifikasi benih tanaman

Penumbuhan Penangkar Benih Jagung Berbasis Masyarakat Melalui Desa Mandiri Benih Di 201
Sulawesi Tenggara (Sri Bananiek Sugiman dan Muh. Asaad)
ALUR PROSES PELAYANAN
SERTIFIKASI BENIH TANAMAN PANGAN

Gambar 2. Alur Pelayanan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan

pangan yang ditampilkan dalam gambar 2 (BPSB mandiri benih jagung di Sulawesi Tenggara
TPH Prov. Sultra, 2015) diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 6).

Kegiatan pengembangan model desa


mandiri benih jagung di Sulawesi Tenggara sudah
melalui proses tersebut, dan dari hasil
pendampingan BPTP Sultra, melalui kegiatan ini
telah dihasilkan benih bersertifikat sebanyak 21 Persepsi Petani terhadap Teknologi
ton, selengkapnya ditampilkan pada Tabel 5. Penangkaran Benih Jagung

Hasil pengujian laboratorium terhadap


produksi benih penangkar dalam kegiatan desa

202 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2, 2018:195-206


Tabel 5. Hasil Produksi Benih Bersertifikat Kegiatan Model Pengembangan Kawasan/Desa Mandiri
Benih Jagung Di Sulawesi Tenggara, 2015
Varietas
Uraian Bima-20 Lamuru Sukmaraga Sukmaraga
Kelas benih FS FS FS SS
Hasil produksi rata-rata calon 4000 3825 3700 3700
benih (kg/ha)
Jumlah benih yang diuji BPSB 2000 5000 7000 7000
(kg)
Jumlah benih yang lulus 2000 5000 7000 7000
sertifikasi (kg)

Tabel 6. Hasil Pengujian Laboratorium Benih Jagung pada Kegiatan Desa Mandiri Benih di Sulawesi
Tenggara, 2015.
Varietas dan Kelas Benih
Uraian Bima 20 Lamuru Sukmaraga Sukmaraga
(FS) (FS) (FS) (SS)
1. Kadar air (%) 12.0 12,0 12,0 12,0
2. Benih murni (%) 99,8 99,8 99,9 99,9
3. Benih tanaman lain/ varietas 0,0 0,0 0,0 0,0
lain (%)
4. Kotoran benih (%) 0,2 0,2 0,1 0,1
5. Benih rerumputan (%) - - - -
6. Daya berkecambah (%) 89,0 86,0 87,0 87,0
7. Biji keras (%) - - - -
Sumber: BPSB TPH Sultra, 2015

Persepsi petani terhadap usaha


Persepsi petani terhadap teknologi anjuran
penangkaran benih jagung menunjukkan besarnya
(produksi benih) merupakan faktor kunci yang
minat petani terhadap usaha penangkaran benih
mempengaruhi apresiasi petani terhadap inovasi
jagung, dimana 100% petani menyatakan setuju
teknologi. Sebaik apapun teknologi yang
dalam artian berminat terhadap usaha penangkaran
dianjurkan tidak akan direspon oleh petani bila
benih jagung. Dicermati lebih lanjut, sebagian
persepsi petani terhadap teknologi tersebut kurang
besar petani (50%) tertarik menjadi penangkar
baik. Berdasarkan hal tersebut, perlu diketahui
walaupun tanpa adanya bantuan pemerintah atau
bagaimana respon dan tanggapan petani mengenai
keinginan melakukan secara mandiri, sementara
teknologi produksi benih sumber jagung.
25% petani lainnya masih ragu dan 25% hanya
Selengkapnya hasil analisis persepsi terhadap
mau menjadi penangkar bila terdapat
usaha penangkaran benih jagung ditampilkan pada
program/bantuan pemerintah. Ketertarikan atau
Tabel 7.
minat petani tesebut karena usaha penangkaran
benih jagung lebih menguntungkan dibanding

Penumbuhan Penangkar Benih Jagung Berbasis Masyarakat Melalui Desa Mandiri Benih Di 203
Sulawesi Tenggara (Sri Bananiek Sugiman dan Muh. Asaad)
Tabel 7. Persepsi Petani Terhadap Usaha Penangkaran Benih Jagung pada kegiatan
Pengembangan Model Desa Mandiri Benih Jagung di Sulawesi Tenggara, 2015.
Persepsi Petani (persentase)
Item Pernyataan
No Tidak
Setuju Ragu Total
Setuju
1) Petani sangat berminat dalam usaha
penangkaran benih jagung 100 - - 100
2) petani tertarik menjadi penangkar
benih jagung secara mandiri 50 25 25 100
3) Usaha penangkaran benih jagung
lebih menguntungkan dari jagung 75 25 - 100
pakan
4) Ketersediaan pasar menjadi faktor 100
penting keberlanjutan usaha 100 - -
penangkaran benih jagung
5) Teknologi penangkaran benih jagung
sudah dipahami dengan baik oleh 80 20 100
petani
6) Teknologi penangkaran benih jagung
mudah dilaksanakan oleh petani 90 - 10 100
7) Teknogi penangkaran benih jagung
memiliki kesesuaian dengan 90 10 100
teknologi yang telah ada sebelumnya
8) Karakteristik Teknologi
penangkaran benih jagung disukai 75 25 - 100
oleh petani
Rata-Rata 83 12 6 100

jagung pakan. Dimana hal tersebut dinyatakan tujuan untuk memenuhi permintaan/kebutuhan
oleh 75% sementara 25% petani lainnya masih program pemerintah. Fakta tersebut tentunya
ragu jika usaha penangkaran benih memberikan berdampak terhadap penyediaan benih
keuntungan yang lebih dibanding jagung pakan. bermutu/benih bersertifikat yang tidak dapat
Informasi lebih lanjut diperoleh, 100% petani berlangsung secara kontinyu.
setuju jika ketersediaan pasar menjadi faktor yang
paling menentukan terhadap keberlanjutan usaha Persepsi petani sebanyak 80% menyatakan
penangkaran benih jagung. Petani menyatakan setuju bahwa teknologi penangkaran benih jagung
bahwa ketidakpastian pasar membuat petani ragu sudah dipahami dengan baik sementara 20%
untuk melakukan penangkaran benih. Informasi lainnya tidak setuju (belum memahami). Terkait
dari BPSB TPH juga menguatkan bahwa dengan teknologi penangkaran benih jagung, hal
permohonan untuk pengujian benih umumnya ini merupakan pengalaman baru bagi petani,
tergantung adanya permintaan benih saja, atau walaupun demikian pemahaman petani sudah baik.
lebih karena respon terhadap pemenuhan akan Hal tersebut tidak terlepas dari pengalaman petani
kebutuhan program program pemerintah. Dengan sebelumnya dalam hal penangkaran khususnya
kata lain, mereka melakukan penangkaran dengan penangkaran kedelai. Dari aspek kemudahan, 90%

204 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2, 2018:195-206


petani menyatakan setuju bahwa teknologi mandiri benih jagung berbasis masyarakat di
penangkaran benih jagung mudah dilaksanakan Sulawesi Tenggara, berhasil memproduksi
sementara 10% petani menyatakan tidak mudah diproduksi benih bermutu yang lulus sertifikasi
dilaksanakan. BPSB TPH sebanyak 21 ton, yang terdiri dari:
benih varietas Bima-20 URI sebanyak 2 ton,
. Dalam hal ini teknologi yang dirasakan
Lamuru sebanyak 5 ton dan Sukmaraga 14 ton.
sulit oleh petani adalah seleksi atau pemotongan
Hasil tersebut telah mampu sehingga
bunga jantan pada produksi jagung hibrida.
memenuhi kebutuhan benih untuk desa sendiri
Selanjutnya persepsi petani mengenai aspek
3. Analisis persepsi petani diperoleh 83% petani
kesesuaian teknologi diperoleh 90% petani
memberikan persepsi yang positif terhadap
menyatakan setuju bahwa teknologi penangkaran
usaha penangkaran benih jagung. Artinya,
benih jagung memiliki kesesuaian atau
Penangkaran benih jagung sangat berpeluang
keselarasan dengan teknologi yang telah ada
untuk diusahakan dan dikembangkan lebih
sebelumnya. Dalam hal ini, teknologi produksi
lanjut, tentunya dengan memperhatikan faktor
benih jagung yang dianjurkan tidak berbenturan
ketersediaan pasar untuk pemasaran hasil
dengan nilai budaya dan kepercayaan petani dalam
produksi benih penangkar.
melakukan usahatani sebelumnya (jagung pakan).
4. Perlu adanya dibangun dan dikembangkan
Untuk karakteristik teknologi penangkaran benih
kemitraan atau kerjasama penangkar benih
jagung, 75% petani menyatakan menyukai dan
dengan pemda atau produsen benih
25% lainnya masih ragu. Kesukaan terhadap
(BUMN/Swasta) untuk menjamin kepastian
teknologi berpengaruh terhadap penerimaan dan
pasar. Adanya kepastian pasar akan
penolakan petani terhadap teknologi tersebut, dan
memberikan peluang bagi tumbuh kembangnya
akan berpengaruh terhadap kemauan petani untuk
penangkar-penangkar baru, sehingga benih
mengadopsi teknologi anjuran. Lebih lanjut,
dapat tersedia secara kontinyu.
penerimaan petani terhadap suatu teknologi akan
semakin baik bilamana teknologi tersebut
dirasakan menguntungkan dan sesuai dengan
DAFTAR PUSTAKA
kebutuhan petani. Berdasarkan uraian tersebut,
dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar Abidin, Z., Dan Harnowo, D., 2010. Penumbuhan
petani (83%) memberikan persepsi yang baik Penangkar Benih Kedelai Berbasis
mengenai usaha penangkaran benih jagung dan hal Komunitas di Sulawesi Tenggara.
tersebut menunjukkan bila usaha penangkaran Prosiding Seminar.
benih jagung sangat berpeluang untuk diusahakan BPSB TPH Provinsi Sultra, 2015. Laporan
dan dikembangkan lebih lanjut, dengan Perkembangan Penangkar/Produsen Benih
memperhatikan faktor ketersediaan pasar untuk Jagung. Kendari. Tahun 2015.
pemasaran hasil produksi benih penangkar.
BPS Indonesia, 2004-2014. Indonesia dalam
KESIMPULAN Angka 2004-2014. Badan Pusat Statistik
Indonesia. Jakarta
1. BPTP Sulawesi Tenggara melalui kegiatan
pengembangan model kawasan mandiri benih BPS Sultra, 2014. Sulawesi Tenggara dalam
jagung telah berhasil menginisiasi penumbuhan Angka 2014. Badan Pusat Statistik
kelembagaan kelompok penangkar formal Provinsi Sulawesi Tenggara.
benih jagung di desa Pangan Jaya, kecamatan
Lainea, Kabupaten Konawe Selatan. Deptan, 2009. Pedoman Umum PTT Jagung.
2. Hasil pendampingan dan pembelajaran teknis Departemen Pertanian Badan Penelitian
produksi benih sumber jagung kepada petani
melalui kegiatan pengembangan model desa
Penumbuhan Penangkar Benih Jagung Berbasis Masyarakat Melalui Desa Mandiri Benih Di 205
Sulawesi Tenggara (Sri Bananiek Sugiman dan Muh. Asaad)
dan Pengembangan Pertanian. Departemen Hendayana, Rachmat, 2011. Metode Analisis Data
Pertanian. Jakarta. Hasil Pengkajian. Balai Besar Pengkajian
Dinas Pertanian Provinsi Sultra, 2013. Data Luas dan Pengembangan Teknologi. Bogor.
Tanam, Panen, Produksi dan Produktivitas
Padi dan Palawija Tahun 2014. Dinas Kementan, 2015. Pedoman Umum pengembangan
Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Model Kawasan Mandiri benih Padi,
Sulawesi Tenggara. Kendari. Jagung, dan kedelai. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kemenerian
Dinas Pertanian Provinsi Sultra, 2015. Laporan Pertanian. Jakarta.
Perkembangan Jagung Provinsi Sulawesi
Tenggara. Kendari. Tahun 2015. Margaretha .,S.L. Dan Saenong, 2010.
Pembentukan Penangkaran Benih Untuk
Harnowo, D., J. R. Hidajat, dan Suyamto. 2007. Percepatan Distribusi Benih Varietas
Kebutuhan dan Teknologi Produksi Benih Jagung Nasional. Prosiding Seminar
Kedelai. Hal. 383-415. Dalam Sumarno Nasional Serealia 2009
dkk. (ed.). Kedelai : Teknik Produksi dan
Pengembangan. Puslitbang Tanaman
Pangan, Bogor.

206 Buletin Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi, Vol.4, No.2, 2018:195-206

Anda mungkin juga menyukai