Anda di halaman 1dari 17

Tragedi Di Perkemahan

Cerpen Karangan: Anis Fitriani, Intan Nuur Wahyuni


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 28 October 2017

Pada suatu hari, Nico mengajak teman-temannya untuk pergi berjelajah ke hutan perkemahan untuk
mengungkap misteri yang sering terjadi di sana. Ada banyak teman-temannya yang setuju dengan
rencananya dan mau ikut pergi menjelajah dengannya. Mereka adalah teman sekolahnya. Mereka
adalah Nico, Tania, Risa, Dira, Zahra, Ayu, Rudi, Ratih, Lily, Andri, Mita, Robby dan Tyas.

Keesokan paginya mereka bertiga belas pergi ke hutan tempat perkemahan itu. Mereka pergi ke sana
dengan menaiki bus dan dipimpin oleh Nico. Setelah sampai di dekat hutan, mereka turun karena tidak
ada jalur bus untuk masuk ke hutan. Mereka pun berjalan kaki masuk ke dalam hutan dengan dipimpin
oleh Nico ”SANG PROFESOR”. Setekah agak jauh mereka berjalan, Nico pun lupa ke arah mana untuk
menuju ke Bumi Perkemahan. Karena Nico lupa rute ke Bumi Perkemahan, mereka pun tersesat dan
salah jalur menuju jurang.

Setelah mereka mendekati jurang, Nico dan teman-temannya tidak tahu kalau di depannya ada jurang.
Sehingga membuat Nico terpeleset dan jatuh ke dalam jurang. Teman-temannya pun segera menolong
Nico dan Nico akhirnya dapat naik ke atas. Karena peristiwa itu Nico sangat ketakutan sehingga ia
berubah menjadi sebuah buku. Lalu Tania segera mengambil buku itu dan membawanya.

Karena sudah hampir larut malam, mereka beristirahat. Ketika akan tidur Dira merasa lapar karena dari
pagi ia belum makan. Kemudian Rudi memberikan bekal makanannya kepada Dira dan menemani Dira.
Setelah itu mereka semua tidur dengan sangat pulas.

Keesokan harinya, mereka semua terbangun dari tidurnya. Tania menyadari kalau tiga orang temannya
tidak ada bersama mereka, yaitu Ayu, Ratih, dan Mita. Lalu Tania mengajak temannya untuk mencari
Ayu, Ratih, dan Mita. Karena panik dan terburu-buru mereka tidak sadar kalau Risa dan Dira tertinggal di
tempat tadi. Ketika agak jauh mereka baru menyadari kalau Risa dan Dira tertinggal. Lalu mereka cepat-
cepat kembali ke tempat peristirahatan mereka tadi.

Setelah sampai disana, ternyata Risa dan Dira sudah tidak ada di sana. Mereka pun segera mencari Risa
dan Dira sampai mereka menemukan desa yang terpencil di tengah hutan. Lalu mereka meminta
bantuan kepada penduduk untuk mencari teman mereka yang hilang. Lalu penduduk menawarkan salah
satu rumah untuk tempat mereka beristirahat selama pencarian teman mereka.

Setelah malam tiba, mereka semua tertidur karena besok mereka akan kembali mencari teman mereka
yang hilang. Kecuali Tania, Tania tidak dapat tidur karena memikirkan teman-temannya yang hilang.

Tiba-tiba Tania mendengar sekelompok penduduk yang membicarakan tentang rencana jahat mereka
untuk membunuh Tania dan teman-temannya. Tania kaget mendengar pembicaraan rencana jahat
penduduk terhadap mereka. Lalu Tania segera berlari menuju teman-temannya yang sedang tertidur
dan membangunkannya secara pelan-pelan. Setelah mereka semua bangun Tania langsung
menceritakan tentang apa yang didengarnya tadi. Mereka semua kaget tentang apa yang telah
diceritakan Tania. Dan akhirnya mereka membuat rencana untuk menjebak warga yang punya rencana
jahat kepada mereka. Mereka semua sepakat akan menjebak warga dengan merelakan salah satu teman
mereka untuk dijadikan umpan yaitu Tyas.

Keesokan harinya, mereka menjalankan rencana mereka untuk menjebak warga. Pertama-tama, mereka
pamit kepada warga untuk jalan-jalan dan mencari teman mereka yang hilang. Mereka juga meminta
warga untuk menjaga Tyas yang sedang tertidur karena kecapekan. Setelah itu mereka bersembunyi dan
mengintai apa yang akan dilakukan warga kepada Tyas.

Setelah beberapa lama mereka mengintai warga, mereka melihat kalau warga membawa Tyas ke luar
rumah secara paksa dan membawanya menuju suatu tempat. Dan ternyata tempat itu adalah tempat
menjadikan tumbal.
Sesampainya di tempat itu, warga membunuh Tyas sebelum dijadikan tumbal. Melihat itu Tania dan
teman-temannya berteriak histeris, sehingga membuat warga mengetahui kalau Tania dan teman-
temannya mengikuti warga. Kemudian warga langsung mengejar Tania dan teman-temannya. Tania dan
teman-temannya berlari dan berusaha untuk melawan warga.

Akhirnya mereka berhasil mengalahkan warga dan setelah itu mereka berusaha untuk menyelamatkan
Tyas tetapi, namun mereka sudah terlambat. Mereka semua menangisi kepergian teman mereka dan
menyesal telah menjadikan Tyas korban pembunuhan terakhir.

Di antara mereka bertiga belas yang bersama-sama pergi menjelajahi hutan, hanya delapan orang saja
yang selamat yaitu Tania, Zahra, Rudi, Lily, Andri, Mita, Robby dan Nico yang masih ketakutan dan
menjadi buku. Setelah keadaan aman tiba-tiba Nico berubah lagi menjadi manusia. Melihat Nico
berubah menjadi manusia, Tania langsung berlari menghampiri Nico dan laangsung memeluknya. Nico
yang tiba-tiba dipeluk oleh Tania menjadi kaget dan bingung. Kemudian mereka segera kembali ke
rumah mereka dan segera melaporkan ke pada polisi tentang kejadian yang mereka ketahui.

TAMAT
Vanila

Cerpen Karangan: Dyah Oktamara Pratiwi


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 30 October 2017

Gemerincing angin bernyanyi dalam gelapnya malam. Pohon pinus yang menjulang tinggi seakan
tertawa melihat satu Peri tertangkap untuk menjadi tumbal tuan besar Wolf-nya. Peri kecil berambut
perak itu pun bersusah payah melepaskan diri dari lembabnya Lumpur Kematian.

“Arghh…”
Darah dari balik punggunya pun mulai keluar. Lumpur tersebut menghisap habis tenaganya. Sayap sang
Peri mulai menghilang tak kasat mata. Rambutnya mulai berubah menjadi kuning pucat, wajahnya mulai
kehilangan tanda peri yang ia miliki. Dari jarak dekat sosok hitam memperhatikannya dalam diam.

‘Aku tidak mau berubah jadi manusia’ batinnya berbisik.

Merutuki kebodohan yang ia lakukan, Peri berambut perak tersebut mencari akal untuk
menyelamatkannya. Otaknya bekerja sekeras mungkin. Perkiraanya, Peri tersebut berubah hanya 50%
menjadi manusia karena ia bukan golongan murni para Peri, ia bisa memanfaatkan perubahannya untuk
berjalan dengan jarak 5 langkah untuk ukuran manusia.

“Ya aku harus mencobanya”


Dilangkah kan kaki mungilnya. Nafasnya tersenggal, ia harus banyak mengisi asupan oksigen untuk
mencoba kembali.

“sh..ha..sh..ha aku bisa”


Dilangkahkan kembali kaki mungilnya hingga tangan dan tubuhnya bisa menggapai daratan.
Sosok dibalik kegelapan itu pun tersenyum miring melihat pertunjukan santapannya malam ini.

“Ya sekali lagi ayo Vanila” soraknya


Tangan mungilnya berpegangan pada akar pohon yang cukup kuat untuk menolongnya.

“AYOOO VANILLA…SHH.. AAHH”


Nafasnya kembali tersenggal senggal, ditariknya kembali akar pohon tersebut dengan kuat.

“AA..HHH”
Kaki kananya berhasil menggapai daratan. Melihat ke belakang, tersenyum lemah melihat kakinya
terselamatkan walau perjuangannya belum usai. Tenggorokannya sangat kering, menelan ludah
sebanyak banyaknya peri tersebut mencoba menarik kembali kakinya.

“1..”
“2..”
“3..”
“ARHHHHHH… AYOO SEMANGATT”

Nihil, kakinya belum bisa tertarik keluar. Keringat sudah membanjiri tubuh peri tersebut. Luka di
punggungnya pun lekas mengering. Mata Vanila sedikit berkunang-kunang.

‘Tidak! Aku tidak boleh pingsan, usahaku akan gagal kalau pingsan’ batinnya kembali berbicara
“Ayoo Vanila semangat! AHHHHHHHHHHHHH…”

Ditariknya dengan penuh tenaga hingga hampir berhasil. Vanila tersenyum lirih tinggal sedikit lagi.
Tubuh mungilnya bergetar hebat. Tidak ada lagi kekuatan yang ia milliki. Vanila mencobanya sekali lagi
menarik akar pohon tersebut dan detik berikutnya gelap menyelimuti mata Vanila.
Angin bersorak ramai melihat perjuangan Vanila yang sia sia. Pepohonan pun berbisik ramai atas
kekalahan Peri berambut perak yang cantik. Sosok gelap itu pun menghampiri tubuh Peri cantik
tersebut. Matanya berkilat menghitam. Tubuh proposional-nya menjadi dambaan setiap melihatnya.

Regan. Ya regan raja Werewolf di Hutan Kematian ini. Semua penghuni hutan tunduk terhadapnya.
Malam ini entah mengapa Regan ingin membebaskan wolf-nya. Ia dapat mencium aroma Vanila dari
jarak yang sangat jauh. Dia Mate-nya.

‘Tapi mengapa seorang peri?’ batinnya saat pertama kali melihat Peri berambut perak terjebak dalam
Lumpur kematian.

Lama ia memperhatikan gerak gerik Peri tersebut, ada sesuatu yang janggal baginya. Peri tidak bisa
berubah menjadi 50% setelah memasuki Lembah Kematian. Kemungkinan peri tersebut bukan murni
keturanan Peri.
‘Tapi mengapa ia berambut perak?’ batinnya kembali berceloteh menanyakan tanda tanya dalam
benaknya.

Setelah melihat usaha peri tersebut hati Regan tersenyum bangga. Luna-nya tidak selemah apa yang
difikirkan. Ia bisa melindungi diri sampai batas terakhir.

Dihampiri Peri tersebut dan meniupkan mantra pembebasan untuknya.


‘elefthérosi-ucapnya’. (Bebaskan)

Lumpur hitam pekat itu pun melepaskan kaki sang Peri dan berubah menjadi air yang jernih kembali.
Diangkatnya Peri tersebut kemudian pergi membawa kabar baik untuk Pack-nya.
Rainy Girl

Cerpen Karangan: Mr. I


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 27 October 2017

Namaku Anita, aku dikenal sebagai gadis pembawa hujan sekaligus gadis pembawa sial.

“pergi kau dari tempat ini!”


“Jangan ke sini… nanti pakaianku tidak bisa kering!”
“Dasar, pembawa hujan sial!”
Cemoohan seperti itu sudah merupakan makananku sehari hari.

Aku memang terlahir dengan sebuah keunikan. Aku tak pernah melihat bagaimana bentuk matahari,
seterang apa cahayanya dalam menyinari bumi ini. Hari hariku hanya dipenuhi awan gelap yang
membuat orang orang di sekitarku membenciku. Kulitku pucat layaknya mayat yang hidup kembali.
Tatapan mataku seakan kosong dan dipenuhi oleh kesedihan. Sudah kucoba pergi ke orang orang yang
dipercaya pintar dan memiliki kekuatan magis, namun tak ada satu pun yang bisa menghilangkan
keunikanku ini.

“Ma, kenapa aku harus jadi seperti ini.. kenapa harus anita?” tanyaku kepada mama yang mengemasi
baju bajuku
“Anita, kamu harus sabar ya, mungkin ini merupakan cobaan dari tuhan” kata mama menghibur

Entah sejak kapan aku menyandang gelar wanita hujan, hanya setauku sewaktu ayahku masih hidup aku
masih sempat melihat terangnya matahari. Namun hal itu sudah terjadi sangat lama, bahkan aku tak
dapat mengingatnya lagi.

Di sekolah aku pun selalu dikucilkan. Tak ada seorang pun yang mendekat denganku. Terkadang,
suasana sedih membuatku merasa tertekan dan cuaca menjadi hujan lebat. Bahkan ketika aku sedang
senang bersama mama hujan juga turun. Maka untuk meredam hujan aku jarang merasakan kesedihan
dan kebahagiaan.

“hei, Anita! Mau pulang bareng gak?” tawar seorang pria berbadan tinggi jangkung dengan senyum
ramah
“a..aku?” ucapku sambil telunjuk mengarah ke diriku
“siapa lagi kalau bukan kamu.. kan Cuma kamu yang punya nama Anita di sini…” ucapnya
Pria itu bernama Reza, aku tak pernah menyangka cowok populer seperti dia akan menyapaku, bahkan
tak pernah terbersit di pikiranku dia akan mengajakku pulang bersama.

“ta.. tapi kalau kita pulang bersama, nanti hujan turun akan repot..” kataku
“memang apa pengaruhnya hujan sama kamu?” tanyanya bingung
“memang kamu tak pernah mendengar dari yang lain tentang aku yang membawa hujan?” tanyaku
“kamu? Membawa hujan?? Keren sekali!!!” katanya terkesan
“tapi pokoknya sekarang kita pulang dulu!” tangannya menggenggam tanganku dan mulai berlari
menuju parkiran

Cowok aneh, dia populer tapi aneh. Tapi, dari sekian banyak orang yang sudah kutemui, baru dia orang
yang memuji keunikanku, bahkan dia orang yang pertama kali pulang bersamaku. Mungkin dia bisa
menjadi teman pertamaku.

Kami pun mulai kenal satu sama lain, aku merasa kekosonganku terisi dengan kehadiran Reza di
kehidupanku. Namun aku tak melihat adanya perubahan dari cuaca di sekitarku.

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan berlalu. Aku dan Reza menjadi sepasang kekasih.
Dia menerima semua kekuranganku, bahkan dia merubah kekuranganku menjadi kelebihan baginya.
Tanpa aku sadari, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku melihat matahari terbenam dengan
mata kepalaku sendiri. Awan benar benar menghilang dari langit, tak ada tanda tanda adanya turun
hujan. Aku sangat menikmati kehidupan yang seperti ini. Bahkan semenjak cuaca menjadi normal,
teman teman seperti mulai menerima diriku dengan ramah.

Namun, hal tersebut hanya terjadi beberapa bulan saja. Diriku yang tak pernah kembali menangis
menjadi pusat permasalahan lagi bagi orang lain. Kekeringan melanda di sekitarku. Air menjadi kurang,
sumur sumur mengering, mata air pun menjadi kering.
Aku bahkan tak sadar bagaimana itu bisa terjadi. Aku merasa semua ini bukan ulahku, namun semua
orang berpikir lain. Semuanya berpikir bahwa aku yang selalu ceria menjadi penyebab tak pernah
turunnya hujan tersebut.

“Dear, aku mau bicara denganmu” kataku


“ngomongin apa sih honey?” tanya reza yang memanggilku dengan panggilan sayangnya
“sebenernya… aku mau putus sama kamu…” kataku tanpa ragu
“kenapa nit?” panggilannya berubah seusai aku berkata seperti itu
“aku… akan kembali menjadi wanita hujan” kataku

Aku pun pergi meninggalkan Reza, dan bersiap untuk pergi dan tak akan menemuinya. Tangisanku tak
terhentikan, Reza mencoba mengejarku namun aku segera menaiki bus kota. Kembali lagi aku melihat
gumpalan awan yang memenuhi langit dan turun sebagai hujan. Diriku yang sempat bahagia, kembali
mengalami kesedihan yang sangat menyayat. akhirnya hujan lebat turun menjadi kebahagiaan bagi
orang orang di sekitarku yang mengalami kekeringan. Diriku kembali menjadi Rainy Girl.
Hell

Cerpen Karangan: Death21


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 25 October 2017

Banyak orang yang mengatakan neraka adalah tempat berapi dimana orang jahat disiksa selama-
lamanya setelah mati. Bagaimana menurut kalian?
Menurut pendapatku secara pribadi, aku sama seperti orang lain. Dalam pandanganku, neraka penuh
api itu sangat cocok untuk orang-orang yang berbuat jahat kepada orang lain.
Tapi pandangan itu berubah sejak hari itu..

Aku bekerja di sebuah perusahaan di daerah Kota Tangerang. Jarak antara kantor dengan rumahku
cukup jauh, kurang lebih satu setengah jam dengan medan yang cukup berbahaya karena banyak dilalui
oleh truk besar.

Hari itu, aku pulang larut malam karena banyaknya laporan yang harus diselesaikan. Setelah beres-beres
dan mematikan lampu ruang kantor, aku langsung menuju ke tempat parkir.
Selesai memasang earphone dan menyetel musik dengan volume yang memadai, aku pun menyalakan
mesin sepeda motor dan langsung menuju ke rumah.

Awalnya perjalananku mulus, tanpa ada kendala. sampai di sebuah jalur yang gelap dan jalanannya
cukup rusak, ada sebuah truk yang berjalan cukup cepat, tapi tidak terlalu cepat. Aku pikir truk ini begitu
menghambat. Setelah memastikan bahwa jalur sebaliknya sudah aman, aku pun segera memacu sepeda
motorku dan mulai menyusul truk tersebut.
Tapi naas, sepeda motorku terjerumus ke dalam sebuah lubang yang cukup besar dan aku kehilangan
kendali. Aku pun terjatuh tepat di bawah truk tersebut.
Pemandangan terakhir yang kulihat adalah mendekatnya roda truk yang besar ke arah wajahku dan
setelah itu semuanya gelap.

Aku tersadar di tempat aku jatuh. Aku ingat tentang kejadian yang menimpaku dan aku sadar kalau aku
sudah mati. Tapi di mana ini? Ini bukan neraka maupun surga seperti yang diceritakan orang-orang
sewaktu aku masih hidup.
Ini sama seperti dunia biasa, lengkap dengan udara dingin, gelapnya langit malam, dan jalanan rusak dan
gelap yang aku lalui.
Sepeda motorku? Masih ada di sana. Masih tergeletak di sana tanpa ada lecet sedikitpun.

Eh? Kenapa tidak ada lecet? Aku langsung memeriksa tubuhku. Tidak ada lecet sama sekali juga. Jika
begitu, kenapa sepeda motorku juga ada di sini? Apa aku belum mati? Banyak pertanyaan yang
berkecamuk dalam benakku.

Setelah termenung sejenak, aku langsung membangunkan motorku yang terjatuh dan berkendara ke
rumah. Kondisinya sangat sepi. Tapi aku tidak terlalu mempedulikannya. Terlalu banyak pertanyaan
dalam pikiranku yang belum terjawab.
Begitu pula pada saat aku sampai di jalanan yang sudah cukup terang karena diterangi lampu jalanan.
Kenapa lampu jalanan ini menyala? Apa mungkin ada yang mengoperasikan listrik di dekat sini? Begitu
pula saat sampai di rumah. Listrik dan air masih menyala. Tapi karena hari sudah terlalu larut dan aku
mulai mengantuk, aku pun menyudahi hari itu.

Keesokan harinya, keadaan masih sama. Aku pun mencoba untuk menyalakan tv dan melihat apakah
ada saluran televisi yang bekerja. Seharusnya, dengan kondisi “dunia” yang sepi seperti ini, listrik, air, tv,
dan internet tidak dapat digunakan. Tapi, setelah aku mengetes segala sesuatu, semuanya bekerja
dengan sempurna.
Apa maksudnya ini? Bagaimana mereka dapat berfungsi tanpa ada orang yang mengoperasikannya?
Atau jangan-jangan..

Aku mencoba berkeliling, mencari makhluk hidup yang dapat kutemukan. Tanaman ada di sini, tapi
binatang dan manusia tidak dapat kutemukan sama sekali.
Aku mencoba pergi ke sebuah restaurant cepat saji yang berada di daerah Karawaci. Semua
makanannya tersedia dan seperti baru dimasak. Aku mencoba mengambil sebuah ayam goreng tepung
dan memakannya dan setelah memastikan bahwa seluruh ayam tersebut masih baru, aku mencoba
membuang semua ayam itu.

Aku juga membalikkan hampir seluruh meja, memecahkan kaca, dan membuang banyak sekali alat-alat
masak ke jalan. Jika teori yang ada dalam pikiranku benar, maka benda-benda ini akan kembali seperti
semula pada saat aku pergi meninggalkan tempat ini.

Aku mencoba berkeliling selama beberapa jam dan kembali lagi ke restaurant tersebut. Kondisinya
masih sama, berantakan akibat ulahku.

Setelah memastikan bahwa teoriku salah, aku langsung menuju ke restaurant lainnya, mengambil
makanan dan segera pulang. Kalau begini aku harus menghemat bahan makanan takut sewaktu-waktu
bahan makanan akan habis.

Hari itu pun berlalu dengan banyaknya pertanyaan yang masih membayangi kepalaku. Setelah makan,
aku segera tidur

Aku kembali lagi ke restaurant tempat aku mengacak-acak segala sesuatu. Semuanya terlihat baru.
Masakannya terlihat seperti sebelum aku mengacak-acak tempat tersebut.

Apa maksudnya ini? Karena takut, aku lari keluar dan berteriak sekeras-kerasnya, berharap ada orang
yang mendengar. Jelas tidak ada yang menjawab.

Pada poin ini, aku mulai putus harapan. Bagaimana caraku keluar dari dunia tanpa makhluk hidup ini?
Saat sedang memikirkan hal itu, sebuah menara tinggi terlihat olehku. Itu jalan keluarku..

Setelah mempersiapkan mental, aku memandang sekeliling untuk terakhir kalinya lalu melompat dari
lantai 25 gedung tadi. Aku pikir, dengan melakukan ini aku dapat terbebas dari dunia ini. Aku tidak akan
terjebak di dunia yang konyol ini!

Aku terbangun di tempat aku terjatuh. Tidak ada luka atau lecet sama sekali. Hari masih pagi pada saat
aku terbangun. Dan semuanya masih sama, Sepi.
Setelah itu, aku melakukan banyak “cara” untuk dapat keluar dari dunia tersebut seperti melompat dari
gedung tinggi, meminum racun, menggantungkan diri pada sebuah pohon. Semuanya selalu berakhir
sama. Aku terbangun di tempat aku tewas, tergeletak di tanah tanpa lecet sedikitpun, dan hari selalu
masih pagi ketika aku bangun.

TIDAK ADA CARA UNTUK KELUAR DARI DUNIA INI..

Jika kalian masih berpikir neraka adalah tempat yang ramai dimana orang disiksa selama-lamanya, kalian
salah. Entah sudah berapa lama aku di sini. Entah sudah berapa kali aku berusaha keluar dari dunia ini.
Aku bahkan tidak tahu apa aku masih waras atau apa.

Yang jelas, setelah menulis semua ini, aku akan mencoba pergi ke suah gunung berapi aktif yang terletak
di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mungkin jika aku melemparkan diriku kedalam lava yang panas, aku
tdak akan terbangun lagi di tempat ini.
Teror Terencana

Cerpen Karangan: Michella Arvilia


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 25 October 2017

Di sebuah kota di Amerika Serikat terjadi sebuah teror. Anak-anak nakal di kota itu tiba-tiba menghilang.
Salah satu dari anak yang hilang itu adalah Alex. Alex adalah pemimpin dari anak anak nakal di kota itu.
Orangtua Alex dan orangtua anak yang hilang lainnya tidak mengingat bahwa mereka pernah
mempunyai anak. Alex mempunyai kakak perempuan bernama Alice.

Alice dan teman-temannya di kota itu menyadari bahwa Alex dan yang lainnya tiba-tiba menghilang.
Mereka bertanya-tanya ke mana anak-anak itu menghilang. Saat mereka sedang bingung mereka
bertemu dengan seorang pria tua. Pria itu mengatakan kepada mereka, mereka bisa mencari anak-anak
yang tiba-tiba menghilang tetapi dengan konsekuensi orangtua mereka tidak akan mengingat bahwa
mereka pernah ada. Setelah mereka berpikir mereka menyetujui kesepakatan itu. Pria itu mengingatkan
bahwa kesepakatan mereka berlaku mulai besok pagi. Setelah itu mereka pulang ke rumah mereka
masing-masing dan bersiap-siap untuk mencari anak anak yang hilang.

Keesokan harinya mereka pergi sebelum orangtua mereka bangun. Mereka pergi berkumpul di sebuah
rumah kosong yang mereka jadikan basecamp. Setelah mereka semua berkumpul, Alice memberitahu
teman-temannya ke mana mereka harus pergi. Setelah selesai mereka pergi menyebar ke tempat biasa
Alex dan teman-temannya biasa terlihat. Saat Alice dan 3 temannya sedang dalam pencarian mereka
bertemu dengan seorang gadis kecil bernama Mary. Alice tidak mengenal Mary tetapi Mary mengenal
Alice.

Mary mengatakan kakaknya ingin bertemu dengan Alice. Alice dan teman-temannya pun mengikuti
Mary ke rumahnya. Dalam perjalanan ke rumah Mary, Alice bertanya-tanya siapakah Mary dan apa
maksud Mary bahwa kakaknya ingin bertemu dengannya. Sambil dipenuhi dengan tanda tanya Alice dan
yang lainnya sampai di rumah Mary. Kakak Mary, Michael sudah menunggu Mary di luar. Setelah itu
Michael mengajak Alice dan teman-temannya masuk ke rumah lalu menunggu di ruang tamu.

Lalu Michael masuk ke kamarnya dan keluar sambil membawa sebuah kotak berwarna biru. Kemudian ia
memberikan kotak itu kepada Alice dan mengatakan bahwa mereka akan membutuhkan isi dari kotak
itu. Saat Alice ingin membuka kotak itu Michael melarangnya. Michael mengatakan untuk membuka
kotak saat mereka sampai ke tempat teman-teman mereka yang lain berkumpul. Alice menanyakan dari
mana Michael mendapatkan kotak itu. Michael tidak menjawab. Mary mengatakan bahwa kakaknya
tidak bisa memberitahukan dari mana ia mendapatkan kotak tersebut. Setelah berterima kasih Alice dan
teman-temannya kembali ke basecamp mereka.

Setelah mereka sampai ke basecamp mereka sudah ditunggu oleh teman-teman mereka. Alice lalu
membuka kotak yang diberi oleh Michael. Isi dari kotak itu adalah sebuah peta yang di beberapa tempat
ada yang dilingkari dan disilang, beberapa foto dan sebuah surat. Lalu Alice memperhatikan peta itu,
ternyata tempat-tempat yang disilang adalah rumah anak-anak yang hilang dan tempat yang dilingkari
adalah beberapa panti asuhan yang berada di luar kota. Beberapa foto yang ada di kotak tadi ternyata
foto anak-anak yang hilang. Alice mengambil surat itu dan isi dari surat itu hanya kata-kata “Semua
sudah diatur”. Alice tidak mengerti apa maksud dari kata-kata itu. Hari sudah gelap jadi mereka berpikir
untuk beristirahat.

Saat fajar tiba beberapa anak sudah bangun dan ada pula yang sudah selesai mandi. Ada seorang yang
mengetuk pintu lalu seorang anak yang membuka pintu dan ia menemukan sebuah keranjang berisi
makanan dan air minum. Lalu ia membawa keranjang itu masuk kemudian menaruh keranjang itu di
ruang tamu tempat mereka berkumpul. Setelah mereka semua sarapan, Alice melihat ke dalam
keranjang dan ternyata ada empat kunci mobil dan ada kertas kecil yang berisi “ada di garasi”. Alice
berjalan keluar dan pergi kegarasi yang terletak bersebelahan dengan rumah yang mereka tempati. Saat
Alice membuka pintu garasi di sana terdapat empat buah mobil.
Setelah semua selesai beres-beres mereka pun berangkat ke panti asuhan yang ada di peta yang
kemarin mereka dapat. Perjalanan ke panti asuhan itu memakan waktu dua jam. Setelah sampai di kota
tujuan mereka pun menyebar ke beberapa panti asuhan. Setelah mereka sampai ke panti asuhan
mereka melihat bahwa anak-anak yang selama ini mereka cari ada di panti asuhan tersebut. Lalu mereka
masuk ke dalam panti asuhan tersebut untuk menjemput anak-anak yang mereka cari. Setelah anak-
anak itu masuk ke mobil mereka mengantar pulang anak anak yang menghilang tiba-tiba itu.

Kemudian mereka mengantar anak-anak itu pulang sampai ke rumah mereka masing-masing. Saat
sampai di rumah anak-anak itu ternyata rumah mereka semua kosong. Tiba tiba semua tv di rumah
mereka menyala dan ada seorang pria di tv mengatakan bahwa mereka yang mengatur semua itu mulai
dari anak-anak menghilang sampai mereka ada di panti asuhan. Pria itu mengatakan ada sebuah alamat
di kotak surat. Lalu mereka keluar mengambil alamat yang ada di kotak surat. Alamat itu tidak terlalu
jauh dari rumah mereka. Lalu mereka pergi ke sana dengan berjalan kaki.

Setelah mereka sampai di alamat itu ternyata alamat itu adalah alamat sebuah pabrik. Lalu mereka
masuk ke sana. Di sana ada lorong yang sangat panjang seperti tidak ada akhirnya. Setelah mereka
melewati lorong tersebut mereka menemukan sebuah pintu. Lalu mereka masuk ke pintu itu. Ternyata
pintu itu menembus ke jalan di rumah mereka. Saat mereka semua keluar dari pintu itu tiba tiba pintu
itu menghilang dan mereka masuk ke rumah masing-masing dan keluarga mereka menyambut mereka
seperti tidak pernah ada kejadian apapun.

Karena mereka sudah lelah mereka pun masuk ke kamar mereka masing-masing. Saat anak-anak yang
menghilang itu masuk ke kamar mereka, mereka menemukan sepucuk surat. Isi dari surat adalah “kalau
kalian belum mau berubah kami akan memaksa kalian berubah”. Mereka pun tiba-tiba pingsan. Dan saat
mereka sadar di luar sudah pagi hari. Mereka langsung turun ke lantai bawah dan bertemu orangtua
mereka. Keadaan pun kembali seperti semula.
Rumah Nenek

Cerpen Karangan: Sofa Malikatu Dzakiya


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada: 25 October 2017

Hari ini, Shasya menginap di rumah neneknya. Ia menginap bersama ayah dan ibunya. Malam ini, shasya
tidur di kamar neneknya seorang diri. Shasya sebenarnya tidak menyukai kamar neneknya, dikarenakan,
aromanya semerbak bunga melati. Namun, kali ini Shasya terpaksa harus tidur di kamar neneknya
karena alasan yang sangat mendesak.

Shasya mulai memasuki kamar neneknya, masih tercium aroma semerbak bunga melati. Shasya sudah
tak peduli lagi tentang hal mistis, ia segera merobohkan tubuhnya di ranjang. Mata Shasya seakan tak
kuat lagi menahan kantuk yang mendalam, ia segera menutup mata dan tertidur.

Jam demi jam berlalu, tampak seorang wanita memasuki kamar dan duduk di samping Shasya. Wanita
itu mengenakan pakaian hitam pekat, berambut panjang, dan membawa sekuntum mawar putih nan
indah. Tangan wanita itu perlahan mengelus kening Shasya, sayup sayup Shasya membuka mata, Shasya
mengusap mata seraya berkata, “Ibu, ini masih malam, kenapa ibu membangunkanku?”. Perlahan mata
Shasya terbuka lebar, ia baru sadar bahwa yang duduk di sampingnya bukan ibunya, ia sontak kaget dan
berkata “Siapa kau! Kenapa aku tidak mengenalmu?”. Namun, wanita itu hanya terdiam dan mengusap
kembali kening Shasya. Entah kenapa, mata Shasya kembali tertutup, wanita itu kemudian menyelimuti
kembali Shasya dengan selimut dan keluar pergi dari kamar.

Beberapa jam kemudian, matahari mulai menampakkan cahayanya. Ibu Shasya memasuki kamar nenek
Shasya dan membuka jendela kamar. Shasya perlahan membuka matanya seraya berkata, “Ibu, apakah
ini sudah pagi?”, “Iya, ini sudah pagi, sebaiknya kamu segera pergi untuk mandi.” jawab ibu Shasya.

Shasya kembali mengingat kejadian semalam, ia sungguh tidak mengerti siapa wanita yang
mendatanginya tadi malam, Shasya kembali melontarkan pertanyaan pada ibunya, “Ibu, apakah kita
memiliki seorang tamu?”, ibu Shasya hanya menggelengkan kepalanya, pertanda bahwa ‘tidak ada
tamu’. Shasya kembali merenungkan kejadian tadi malam, Shasya kembali bertanya pada ibunya “Ibu,
tadi malam ada seorang wanita berpakaian hitam, berambut panjang, dan dia sangat cantik. Wanita itu
duduk di sampingku, awalnya aku kira itu adalah ibu, ternyata bukan.”, ibu Shasya hanya tersenyum
kecil seraya berkata “Mungkin itu adalah mimpi”. Shasya menganggukan kepalanya, berharap jawaban
yang diberikan ibu benar.

Tak lama, ibunya pergi keluar kamar dan menuju ke dapur. Namun, ada yang aneh di kamar itu, Shasya
baru menyadarinya setelah ibunya pergi keluar kamar itu, ada sekuntum mawar putih di atas meja di
samping ranjang tempat Shasya tidur. Shasya kembali bertanya tanya apakah ini mimpi, ia segera keluar
kamar dan pergi menemui ibunya di dapur.

Shasya berlari menuju dapur untuk menemui ibunya. Langkah kakinya tiba tiba terhenti melihat makhluk
putih berlari seperti kilat di depannya. Shasya benar benar kaget, namun yang Shasya lakukan adalah
mengikuti ke mana makhluk putih itu pergi. Tak lama sampailah Shasya di belakang rumah, di sana
terdapat sumur yang digunakan untuk menimba air, konon, kata ayah Shasya, sumur itu sangat angker
dan penuh tanda tanya, ayah Shasya bilang sumur itu tidak boleh didatangi seseorang, maka dari itu,
Shasya tidak pernah pergi ke sumur belakang rumah itu. Shasya kembali teringat mimpinya tadi malam,
ia bertanya tanya apakah bertemu dengan wanita itu hanyalah mimpi atau benar benar terjadi.

Tampak dari jauh Shasya memperhatikan makhluk putih itu meloncat ke dalam sumur, Shasya segera
mendekati sumur itu, tapi tak ada apa apa di dalamnya, hanya ada air setinggi 4 meter. Shasya
membalikkan badannya untuk pergi, tiba tiba ada seorang wanita di depan Shasya. Shasya ingin
menjerit, tapi sekuat apapun tenaga Shasya untuk membuka mulut, saat Shasya menjerit, tak ada suara
yang keluar. Wanita itu mendekati Shasya seraya berkata “Matilah kau.” Shasya tak dapat berkutik, ia
sangat takut, ia berharap itu hanya mimpi. Shasya menutup matanya seraya menangis, Shasya berkata
dengan lirih “Tolong, siapapun tolong aku, kenapa harus aku?”. Wanita itu menjawab “Karena kau…”
belum selesai wanita itu bicara, ayah Shasya datang menghampiri Shasya, tiba tiba wanita itu
menghilang, entah apa yang membuat wanita itu menghilang.

Ayah Shasya menghanpiri Shasya, ayah Shasya bertanya “Kenapa kamu bisa di sini Shasya?”, Shasya
yang benar benar syok, ia hanya bisa pingsan. “Untung aku datang tepat waktu, kalau tidak wanita itu
pasti akan memberitahu Shasya semua rahasia Shasya.” marah ayah Shasya.

Ayah Shasya kemudian membawa Shasya ke ruang keluarga, di sana Shasya ditidurkan di kursi panjang.
Ayah Shasya mencari ibu Shasya, ternyata ibu Shasya ada di rumah tetangga sedari pagi. Sementara
ayah Shasya membujuk ibu Shasya untuk pulang,

Shasya yang ditinggal di ruang keluarga mulai tersadar. keluarga mulai tersadar. Perlahan mata Shasya
terbuka, semua terlihat baik baik saja, Shasya berpikir semua itu hanyalah mimpi belaka, mimpi yang
tidak akan pernah terwujud di dunia nyata.

Shasya berjalan perlahan menuju dapur untuk minum, tampak seekor serigala putih dan wanita
berpakaian hitam di dekat sumur belakang rumah. Shasya segera berlari menuju ruang tamu mencari
ayah Shasya, namun, tak seorang pun ada di rumah itu (karena ayah Shasya sedang di rumah tetangga
bersama ibu Shasya). Shasya terus berlari hingga dia sampai di ruang tamu, namun saat membuka pintu,
ada sesuatu yang menghalanginya.
Ada sesuatu di depan pintu, rupanya itu seekor serigala putih. Shasya benar benar kaget, ia tak dapat
menjerit. Shasya hanya bisa pingsan seketika.

Tak lama ayah Shasya datang, yang ayah Shasya lihat, Shasya tergeletak di depan pintu. Ayah Shasya
langsung membawa Shasya masuk. “Kenapa ibu Shasya tidak mau dibujuk pulang saat anaknya pingsan,
ini pasti ulah Nina!!!” ucap ayah Shasya tampak marah. Ayah Shasya menidurkan Shasya di kursi panjang
di ruang keluarga.

Tiba tiba muncul sesosok wanita muncul di depan ayah Shasya, ia berkata “Ada apa kau menyebut
namaku?” ucapnya seraya menatap ayah Shasya. “Nina, cukup! aku tau ini bukan kau yang dulu!!!”
jawab ayah Shasya, wanita itu kembali berucap “Awalnya aku menganggapnya adikku, tapi setelah aku
pikir pikir lagi, dia yang merebut harta, posisi, kebahagiaan, kasih sayang, bahkan orangtuaku!!!” ucap
Nina seraya mengelus rambut Shasya. “Untuk apa kau mengelus rambutnya.” gertak ayah Shasya seraya
menyingkirkan tangan Nina dari rambut Shasya. “Dia begitu mirip denganku, inikah alasanmu
mengadopsinya? seharusnya 15 tahun dulu sebelum kau mengadopsinya aku sudah membunuh anak
ini!” ucap Nina seraya menatap ke arah ayah Shasya.

Tak disangka Shasya terbangun dan melihat seorang wanita sedang di sampingnya bersama ayahnya.
Shasya mulai penasaran, “Ayah, siapa dia?” tanya Shasya. Ayah Shasya mulai membuka mulut “Dia…”
belum selesai ayah Shasya berbicara Nina memotong pembicaraan “Perkenalkan, aku adalah Nina, aku
mantan saudara tirimu, mungkin aku sekarang malaikat mautmu.” ucapnya dengan menampilkan
senyum tipisnya. “Ayah… apa maksudnya? sepertinya aku pernah melihatnya? kenapa kakinya tidak
menyentuh tanah?” tanya Shasya kembali. “Ayahmu takkan menjawab semuanya, ia takkan mampu.”
timpal Nina, “Why?” tanya Shasya.

“Biarkan aku yang menjelaskan. Aku dulu adalah anak dari ayah dan ibumu, ups lebih tepatnya ayah dan
ibu angkatmu. Aku jatuh tersungkur ke dalam sumur saat usiaku 9 tahun, hidupku berakhir di sana.
Ibuku atau ibu angkatmu sangat menderita kehilanganku, sampai suatu saat orangtuaku menemukanmu
di panti asuhan, wajahmu begitu mirip dengan wajahku saat itu. Sehingga orangtuaku mengadopsimu.”
jelas Nina. “Ayah??? Itu benar??” tanya Shasya, mata Shasya mulai menitikkan beberapa tetes air mata,
sementara ayah Shasya hanya bisa mengangguk. “Drama yang dramatis. Oh ya, kedatanganku kemari
untuk membalaskan dendam pada yang merebut semuanya dariku, Shasya, kau cukup ikut aku dan
semua masalah akan terselesaikan. Ayah dan ibu akan hidup bahagia, mereka takkan mengingat pernah
mengadopsimu. Bagaimana?” timpal Nina. Ayah Shasya menjawab “Akan kau apakan Shasya?” tatap
ayah Shasya pada Nina, “Aku hanya akan membuat serigala putihku memakannya sampai habis. Its
simple.” jawab Nina dengan tenang. “Tidak!” teriak ayah Shasya histeris.
Nina kembali berucap “Shasya, kau harusnya berterima kasih padaku, setelah semua yang aku
rencanakan, aku memberitahukan padamu rencanaku. Mungkin aku adalah seorang peri baik hati yang
membawa kematian!” Nina kembali menampakkan senyum manisnya itu. Ayah Shasya mulai membuka
mulut lagi “Tolong Shasya, jangan, tetap di sini. Setidaknya untuk ibumu.” tangan ayah Shasya
memegang tangan Shasya untuk memohon. “Daripada kau hidup tapi merebut milik orang lain. Kalau
aku jadi kau, aku akan memilih mati, setelah mengetahui ini semua. Apalagi, selama ini kau dianggap
sebagai pengganti orang lain, kau tak pernah diakui sebagai anak kandung.” Nina mulai menghasut
Shasya.

“Ayah… aku memutuskan untuk pergi dari kehidupanmu selamanya, tapi aku juga tak akan mati. Itu
cukup adil untuk kalian berdua.” Shasya memalingkan pandangannya dan pergi mengemasi barangnya,
tak lama ia keluar dari kamar. “Terima kasih ayah, dan kakak Nina. Mungkin aku akan kembali ke panti
itu lagi.” ucap Shasya, lagi lagi airmata mulai mengalir.

“Venus!!!” teriak Nina, tak lama muncul seekor serigala putih. “Makan dia!!!” tangan Nina menunjuk ke
arah ayah Shasya, serigalanya dengan cepat segera berlari menuju ke arah ayah Shasya. “Tunggu!!!”
Shasya berbalik badan, ia berlari menuju ayahnya dan menghadang serigala yang hendak memakan ayah
Shasya. Pada akhirnya, Shasya yang tercabik cabik, darah berceceran di mana mana. “Ay….ya..h…” ucap
Shasya dengan tertatih tatih. “Shasya!!! Tidak mungkin, ini pasti mimpi.” ayah Shasya sangat syok
melihat putrinya berlumuran darah dan tak bernyawa lagi.

“Drama hampir selesai. Terkadang untuk mencapai sesuatu yang bahagia, kita harus mengorbankan hal
yang kita sayang. Sekarang kau harus lupa, bahwa kau pernah mengadopsi seorang anak perempuan,
lupakan semuanya! Yang kau ingat adalah penyesalan bahwa kau kehilangan anak perempuanmu
bernama NINAMA PUTRI ANGGRAINI, dan kau tidak akan dengar, lihat, ataupun tau sesuatu apapun
tentang SHASYA AGNESTYA PUTRI.” Nina mengusap mata ayahnya. Nina memetikkan jarinya membuat
semua kembali normal, Nina menghilang bersama serigala putihnya (Venus) dan jasad serta darah
Shasya yang bercucuran.

Tak lama ayah Nina kembali tersadar, ia pergi ke rumah tetangga untuk menjemput istrinya. Saat ayah
Nina sampai di sana, justru istrinya sudah tergeletak lemas tak bernyawa.
Rumah Nenek

Cerpen Karangan: Sofa Malikatu Dzakiya


Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada: 25 October 2017

Hari ini, Shasya menginap di rumah neneknya. Ia menginap bersama ayah dan ibunya. Malam ini, shasya
tidur di kamar neneknya seorang diri. Shasya sebenarnya tidak menyukai kamar neneknya, dikarenakan,
aromanya semerbak bunga melati. Namun, kali ini Shasya terpaksa harus tidur di kamar neneknya
karena alasan yang sangat mendesak.

Shasya mulai memasuki kamar neneknya, masih tercium aroma semerbak bunga melati. Shasya sudah
tak peduli lagi tentang hal mistis, ia segera merobohkan tubuhnya di ranjang. Mata Shasya seakan tak
kuat lagi menahan kantuk yang mendalam, ia segera menutup mata dan tertidur.

Jam demi jam berlalu, tampak seorang wanita memasuki kamar dan duduk di samping Shasya. Wanita
itu mengenakan pakaian hitam pekat, berambut panjang, dan membawa sekuntum mawar putih nan
indah. Tangan wanita itu perlahan mengelus kening Shasya, sayup sayup Shasya membuka mata, Shasya
mengusap mata seraya berkata, “Ibu, ini masih malam, kenapa ibu membangunkanku?”. Perlahan mata
Shasya terbuka lebar, ia baru sadar bahwa yang duduk di sampingnya bukan ibunya, ia sontak kaget dan
berkata “Siapa kau! Kenapa aku tidak mengenalmu?”. Namun, wanita itu hanya terdiam dan mengusap
kembali kening Shasya. Entah kenapa, mata Shasya kembali tertutup, wanita itu kemudian menyelimuti
kembali Shasya dengan selimut dan keluar pergi dari kamar.

Beberapa jam kemudian, matahari mulai menampakkan cahayanya. Ibu Shasya memasuki kamar nenek
Shasya dan membuka jendela kamar. Shasya perlahan membuka matanya seraya berkata, “Ibu, apakah
ini sudah pagi?”, “Iya, ini sudah pagi, sebaiknya kamu segera pergi untuk mandi.” jawab ibu Shasya.

Shasya kembali mengingat kejadian semalam, ia sungguh tidak mengerti siapa wanita yang
mendatanginya tadi malam, Shasya kembali melontarkan pertanyaan pada ibunya, “Ibu, apakah kita
memiliki seorang tamu?”, ibu Shasya hanya menggelengkan kepalanya, pertanda bahwa ‘tidak ada
tamu’. Shasya kembali merenungkan kejadian tadi malam, Shasya kembali bertanya pada ibunya “Ibu,
tadi malam ada seorang wanita berpakaian hitam, berambut panjang, dan dia sangat cantik. Wanita itu
duduk di sampingku, awalnya aku kira itu adalah ibu, ternyata bukan.”, ibu Shasya hanya tersenyum
kecil seraya berkata “Mungkin itu adalah mimpi”. Shasya menganggukan kepalanya, berharap jawaban
yang diberikan ibu benar.

Tak lama, ibunya pergi keluar kamar dan menuju ke dapur. Namun, ada yang aneh di kamar itu, Shasya
baru menyadarinya setelah ibunya pergi keluar kamar itu, ada sekuntum mawar putih di atas meja di
samping ranjang tempat Shasya tidur. Shasya kembali bertanya tanya apakah ini mimpi, ia segera keluar
kamar dan pergi menemui ibunya di dapur.

Shasya berlari menuju dapur untuk menemui ibunya. Langkah kakinya tiba tiba terhenti melihat makhluk
putih berlari seperti kilat di depannya. Shasya benar benar kaget, namun yang Shasya lakukan adalah
mengikuti ke mana makhluk putih itu pergi. Tak lama sampailah Shasya di belakang rumah, di sana
terdapat sumur yang digunakan untuk menimba air, konon, kata ayah Shasya, sumur itu sangat angker
dan penuh tanda tanya, ayah Shasya bilang sumur itu tidak boleh didatangi seseorang, maka dari itu,
Shasya tidak pernah pergi ke sumur belakang rumah itu. Shasya kembali teringat mimpinya tadi malam,
ia bertanya tanya apakah bertemu dengan wanita itu hanyalah mimpi atau benar benar terjadi.

Tampak dari jauh Shasya memperhatikan makhluk putih itu meloncat ke dalam sumur, Shasya segera
mendekati sumur itu, tapi tak ada apa apa di dalamnya, hanya ada air setinggi 4 meter. Shasya
membalikkan badannya untuk pergi, tiba tiba ada seorang wanita di depan Shasya. Shasya ingin
menjerit, tapi sekuat apapun tenaga Shasya untuk membuka mulut, saat Shasya menjerit, tak ada suara
yang keluar. Wanita itu mendekati Shasya seraya berkata “Matilah kau.” Shasya tak dapat berkutik, ia
sangat takut, ia berharap itu hanya mimpi. Shasya menutup matanya seraya menangis, Shasya berkata
dengan lirih “Tolong, siapapun tolong aku, kenapa harus aku?”. Wanita itu menjawab “Karena kau…”
belum selesai wanita itu bicara, ayah Shasya datang menghampiri Shasya, tiba tiba wanita itu
menghilang, entah apa yang membuat wanita itu menghilang.

Ayah Shasya menghanpiri Shasya, ayah Shasya bertanya “Kenapa kamu bisa di sini Shasya?”, Shasya
yang benar benar syok, ia hanya bisa pingsan. “Untung aku datang tepat waktu, kalau tidak wanita itu
pasti akan memberitahu Shasya semua rahasia Shasya.” marah ayah Shasya.

Ayah Shasya kemudian membawa Shasya ke ruang keluarga, di sana Shasya ditidurkan di kursi panjang.
Ayah Shasya mencari ibu Shasya, ternyata ibu Shasya ada di rumah tetangga sedari pagi. Sementara
ayah Shasya membujuk ibu Shasya untuk pulang,

Shasya yang ditinggal di ruang keluarga mulai tersadar. keluarga mulai tersadar. Perlahan mata Shasya
terbuka, semua terlihat baik baik saja, Shasya berpikir semua itu hanyalah mimpi belaka, mimpi yang
tidak akan pernah terwujud di dunia nyata.

Shasya berjalan perlahan menuju dapur untuk minum, tampak seekor serigala putih dan wanita
berpakaian hitam di dekat sumur belakang rumah. Shasya segera berlari menuju ruang tamu mencari
ayah Shasya, namun, tak seorang pun ada di rumah itu (karena ayah Shasya sedang di rumah tetangga
bersama ibu Shasya). Shasya terus berlari hingga dia sampai di ruang tamu, namun saat membuka pintu,
ada sesuatu yang menghalanginya.
Ada sesuatu di depan pintu, rupanya itu seekor serigala putih. Shasya benar benar kaget, ia tak dapat
menjerit. Shasya hanya bisa pingsan seketika.

Tak lama ayah Shasya datang, yang ayah Shasya lihat, Shasya tergeletak di depan pintu. Ayah Shasya
langsung membawa Shasya masuk. “Kenapa ibu Shasya tidak mau dibujuk pulang saat anaknya pingsan,
ini pasti ulah Nina!!!” ucap ayah Shasya tampak marah. Ayah Shasya menidurkan Shasya di kursi panjang
di ruang keluarga.

Tiba tiba muncul sesosok wanita muncul di depan ayah Shasya, ia berkata “Ada apa kau menyebut
namaku?” ucapnya seraya menatap ayah Shasya. “Nina, cukup! aku tau ini bukan kau yang dulu!!!”
jawab ayah Shasya, wanita itu kembali berucap “Awalnya aku menganggapnya adikku, tapi setelah aku
pikir pikir lagi, dia yang merebut harta, posisi, kebahagiaan, kasih sayang, bahkan orangtuaku!!!” ucap
Nina seraya mengelus rambut Shasya. “Untuk apa kau mengelus rambutnya.” gertak ayah Shasya seraya
menyingkirkan tangan Nina dari rambut Shasya. “Dia begitu mirip denganku, inikah alasanmu
mengadopsinya? seharusnya 15 tahun dulu sebelum kau mengadopsinya aku sudah membunuh anak
ini!” ucap Nina seraya menatap ke arah ayah Shasya.

Tak disangka Shasya terbangun dan melihat seorang wanita sedang di sampingnya bersama ayahnya.
Shasya mulai penasaran, “Ayah, siapa dia?” tanya Shasya. Ayah Shasya mulai membuka mulut “Dia…”
belum selesai ayah Shasya berbicara Nina memotong pembicaraan “Perkenalkan, aku adalah Nina, aku
mantan saudara tirimu, mungkin aku sekarang malaikat mautmu.” ucapnya dengan menampilkan
senyum tipisnya. “Ayah… apa maksudnya? sepertinya aku pernah melihatnya? kenapa kakinya tidak
menyentuh tanah?” tanya Shasya kembali. “Ayahmu takkan menjawab semuanya, ia takkan mampu.”
timpal Nina, “Why?” tanya Shasya.

“Biarkan aku yang menjelaskan. Aku dulu adalah anak dari ayah dan ibumu, ups lebih tepatnya ayah dan
ibu angkatmu. Aku jatuh tersungkur ke dalam sumur saat usiaku 9 tahun, hidupku berakhir di sana.
Ibuku atau ibu angkatmu sangat menderita kehilanganku, sampai suatu saat orangtuaku menemukanmu
di panti asuhan, wajahmu begitu mirip dengan wajahku saat itu. Sehingga orangtuaku mengadopsimu.”
jelas Nina. “Ayah??? Itu benar??” tanya Shasya, mata Shasya mulai menitikkan beberapa tetes air mata,
sementara ayah Shasya hanya bisa mengangguk. “Drama yang dramatis. Oh ya, kedatanganku kemari
untuk membalaskan dendam pada yang merebut semuanya dariku, Shasya, kau cukup ikut aku dan
semua masalah akan terselesaikan. Ayah dan ibu akan hidup bahagia, mereka takkan mengingat pernah
mengadopsimu. Bagaimana?” timpal Nina. Ayah Shasya menjawab “Akan kau apakan Shasya?” tatap
ayah Shasya pada Nina, “Aku hanya akan membuat serigala putihku memakannya sampai habis. Its
simple.” jawab Nina dengan tenang. “Tidak!” teriak ayah Shasya histeris.
Nina kembali berucap “Shasya, kau harusnya berterima kasih padaku, setelah semua yang aku
rencanakan, aku memberitahukan padamu rencanaku. Mungkin aku adalah seorang peri baik hati yang
membawa kematian!” Nina kembali menampakkan senyum manisnya itu. Ayah Shasya mulai membuka
mulut lagi “Tolong Shasya, jangan, tetap di sini. Setidaknya untuk ibumu.” tangan ayah Shasya
memegang tangan Shasya untuk memohon. “Daripada kau hidup tapi merebut milik orang lain. Kalau
aku jadi kau, aku akan memilih mati, setelah mengetahui ini semua. Apalagi, selama ini kau dianggap
sebagai pengganti orang lain, kau tak pernah diakui sebagai anak kandung.” Nina mulai menghasut
Shasya.

“Ayah… aku memutuskan untuk pergi dari kehidupanmu selamanya, tapi aku juga tak akan mati. Itu
cukup adil untuk kalian berdua.” Shasya memalingkan pandangannya dan pergi mengemasi barangnya,
tak lama ia keluar dari kamar. “Terima kasih ayah, dan kakak Nina. Mungkin aku akan kembali ke panti
itu lagi.” ucap Shasya, lagi lagi airmata mulai mengalir.

“Venus!!!” teriak Nina, tak lama muncul seekor serigala putih. “Makan dia!!!” tangan Nina menunjuk ke
arah ayah Shasya, serigalanya dengan cepat segera berlari menuju ke arah ayah Shasya. “Tunggu!!!”
Shasya berbalik badan, ia berlari menuju ayahnya dan menghadang serigala yang hendak memakan ayah
Shasya. Pada akhirnya, Shasya yang tercabik cabik, darah berceceran di mana mana. “Ay….ya..h…” ucap
Shasya dengan tertatih tatih. “Shasya!!! Tidak mungkin, ini pasti mimpi.” ayah Shasya sangat syok
melihat putrinya berlumuran darah dan tak bernyawa lagi.

“Drama hampir selesai. Terkadang untuk mencapai sesuatu yang bahagia, kita harus mengorbankan hal
yang kita sayang. Sekarang kau harus lupa, bahwa kau pernah mengadopsi seorang anak perempuan,
lupakan semuanya! Yang kau ingat adalah penyesalan bahwa kau kehilangan anak perempuanmu
bernama NINAMA PUTRI ANGGRAINI, dan kau tidak akan dengar, lihat, ataupun tau sesuatu apapun
tentang SHASYA AGNESTYA PUTRI.” Nina mengusap mata ayahnya. Nina memetikkan jarinya membuat
semua kembali normal, Nina menghilang bersama serigala putihnya (Venus) dan jasad serta darah
Shasya yang bercucuran.

Tak lama ayah Nina kembali tersadar, ia pergi ke rumah tetangga untuk menjemput istrinya. Saat ayah
Nina sampai di sana, justru istrinya sudah tergeletak lemas tak bernyawa.

Sepatu Kaca Yang Terlupakan

Cerpen Karangan: Syeehan Amara Bittaqwa


Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 25 October 2017

“Ul, kamu harus bisa menghargai orang. Kalau kamu ingin mempunyai sepatu, kamu harus membantu
orang dengan hati yang senang!” nasihat peri penolong, Kika, mendengar Ulla mengungkapkan isi
hatinya pada sepatu kaca yang ia lihat di mall pada siang hari. Ulla tampak sangat sedih. Ia berjalan
lemas melewati orang-orang yang berdesakan demi membeli sepatu kaca yang berkilauan berwarna biru
itu. Ulla menatapnya, lalu menggeleng. Aku miskin. Ibuku hanyalah seorang penjual teh di mall ini.
Ucapnya dalam hati. Ulla mengembuskan napas pasrah akan kehidupannya yang kurang cukup.

“Ulla, pagi hari ini kamu harus senang membantu orang lain!” kata seseorang. Ya! Itu adalah Kika, peri
penolong. Peri penolong bisa memberikan sepatu itu dengan cara yang mudah, asal orang itu berbuat
baik meski hanya secuil kebaikan.
“Kika! Tapi .. aku malas hari ini.” Jawab Ulla. Raut wajah Kika tampak kecewa. “Kalau begitu, aku tidak
bisa memberimu sepatu kaca yang indah untukmu. Selamat tinggal, manusia pemalas!” Kika pun
terbang meninggalkan Ulla. “Kika!” panggil Ulla. Tetapi Kika sudah lenyap dari pandangannya.

Ulla berpikir. Kalau aku mau membantu ibu berjualan teh pasti aku diberi sepatu kaca!
“Bu, biar Ulla saja yang berjualan di sini. Ibu istirahat saja dulu,” kata Ulla. Ibunya mengucapkan terima
kasih. Setelah beberapa hari Ulla membantu ibunya, Kika tak kunjung datang. Ulla semakin sedih.

“Buat apa aku bersedih? Sepatu kaca bukanlah segala-galanya bagiku.” Ucap Ulla. Ulla pun tidak
mempedulikan apakah sepatu kaca itu akan ia dapatkan. Ulla kerap membantu ibunya berjualan teh di
mall sampai akhirnya impian membeli sepatu kaca terlupakan. Kini, Ulla yang dulu pemalas sudah
menjadi anak yang rajin dan pintar.

Besoknya, Ulla mempersiapkan buku-buku pelajarannya untuk menghadapi ulangan besok. Tetapi ketika
ada satu buku yang jatuh, Ulla melihat sepatu kaca berwarna biru muda berhiaskan bunga lavender itu
menjumpai kedua matanya. Ia bahkan tak percaya apa yang terjadi. Tiba-tiba suatu suara terdengar.
“Ulla, terima kasih kamu telah menjadi anak yang pandai dan rajin. Semoga prestasi-prestasimu itu
membanggakan orangtuamu. Dan juga jangan lupa untuk selalu memberi tanpa mengharapkan imbalan.
Ini ada sedikit imbalan dariku. Semoga kamu mau menerimanya, Putri Ulla!”

Ulla sangat senang. Sepatu kaca yang ia impikan sekarang ada di tangannya. Dalam hatinya ia berucap,
“Terima kasih Kika!”

Anda mungkin juga menyukai