TINJAUAN PUSTAKA
A. Keperawatan
Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan RI, Nomor
647/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan,
yang kemudian diperbaharui dengan Kepmenkes RI nomor
1239/SK/XI/2001, dijelaskan bahwa perawat adalah orang yang telah lulus
dari pendidikan perawat, baik di dalam maupun di luar negeri, sesuai
ketentuan peruandang-undangan yang berlaku. Selanjutnya perawat adalah
suatu profesi yang mandiri yang mempunyai hak untuk memberikan
layanan keperawatan secara mandiri dan bukan sebagai profesi pembant
dokter. Hal ini dipertegas oleh dua Keputusan Mentri Kesehatan di atas
[CITATION Bud15 \l 1033 ].
Handerson (1996) dalam Kozier et al (1997) menyatakan bahwa
keperawatan merupakan kegiatan membantu individu sehat atau sakit
dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat
atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat
disembuhkan) atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia
mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Kelompok
Kerja Keperawatan (1992) menyatakan bahwa keperawatan adalah suatu
bentuk layanan professional yang merupakan bagian integral dari layanan
kesehatan, berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komperhensif,
ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun
sehat, yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Layanan
keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental,
keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan dalam melaksanakan
kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.
Perawat sebagai pemberi layanan asuhan mulai pada tingkat rumah
tangga, Puskesmas, maupun tingkat rumah sakit, mempunyai peran yang
sangat vital. Pada tingkat rumah sakit, perawat selalu berinteraksi dan
berhubungan selama 24 jam dengan pasien. Karena begitu vital dan
pentingnya arti pelayanan keperawatan, pelayanan keperawatan ini
menjadi penentu berkualitas tidaknya pelayanan kesehatan yang ada.
Pelayanan keperawatan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh
ketepatan perawat dalam memberikan pelayanan, tetapi yang paling
penting adalah bagaimana perawat mampu membina hubungan yang
terapiutik dengan pasien. Kozier et al (1997) menyatakan bahwa hubungan
perawat-pasien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan karena
keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat
dipengaruhi oleh hubungan perawat-pasien. Oleh karena itu, metode
pemberian asuhan keperawatan harus memfasilitasi efektifnya hubungan
tersebut. Konsep yang mendasari hubungan perawat pasien adalah
hubungan saling percaya, empati, caring, otonomi, dan mutualitas.
Dengan melihat dan memahami pengertian keperawatan di atas,
keperawatan dapat dikatakan sebagai jenis produk yang menghasilkan
pelayanan yang berbasis orang. Keperawatan merupakan suatu bentuk
pelayanan yang bertujuan memberikan pelayanan berbentuk asuhan
kepada pasien, baik sakit maupun sehat.
B. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
As’ad (1995:104) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan
perasaan pekerja terhadap pekerjaanya, suatu penilaian dari pekerja
mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan
kebutuhannya. Kepuasan terdiri dari kepuasan khusus dan umum;
kepuasan khusus merupakan bagian dari kepuasan umum yaitu sebagai
hubungan antara aspek situasi dan reaksi pekerja, artinya kepuasan
kerja seorang buruh merupakan bagian dari bagian dari kepuasan kerja
seluruh buruh atau buruh pada umumnya.
Robbins (1990:26) dalam [ CITATION Dar11 \l 1033 ] menjelaskan
kepuasan kerja ialah sikap pekerja yang menilai perbedaan antara
jumlah imbalan yang diterima dengan yang diyakininya seharusnya
diterima. Konsep kepuasan kerja menjadi tidak mudah dan karena
berhubungan dengan perasaan dan persepsi manusia. Pekerja merasa
memiliki kepuasan kerja jika memiliki persepsi bahwa imbalan yang
diterimanya lebih besar dari pada biaya energi yang dikeluarkan dalam
melaksanakan pekerjaan, dan selisihnya bisa untuk memenuhi
kebutuhan yang lainnya, misalnya pendidikan anak, perumahan,
kesehatan, dan rekreasi.
Tiffin (1958), mengemukakan kepuasan kerja berhubungan erat
dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi
kerja, kerja sama antara pimpinan dengan sesama karyawan.
Handoko (1992) dalam Sutrisno (2016), megemukakan kepuasan
kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan sesorang terhadap
pekerjannya. Ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap
pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan
mencapai kepuasan psikologis dan akhirnya akan timbul sikap atau
tingkah laku negatif, dan pada gilirannya akan dapat menimbulkan
frustasi, sebaliknya karyawan yang terpuaskan akan dapat bekerja
dengan baik, penuh semangat, aktif, dan dapat berprestasi lebih baik
dari karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Pendapat
tersebut didukung oleh Handoko (1992), kepuasan kerja juga penting
untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan
kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada
gilirannya akan menjadi frustasi.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individu. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-
beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini
disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu.
Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan
keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan
yang dirasakannya, sebaliknya semakin sedikit aspek-aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin
rendah tingkat kepuasan yang dirasakannya.
Menurut Stamps (1997) dalam Purbowo (2006) ada tiga faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
a. Faktor demografi; Faktor demografi yang mempengaruhi kepuasan
kerja mencakup karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin,
lama kerja, tingkat pendidikan, dan status perkawinan.
b. Pekerjaan; Terdapat enam aspek yang termasuk dalam faktor
kepuasan kerja yaitu : otonomi, task requirement, kompensasi,
interaksi dengan rekan kerja, kebijakan organisasi, status profesi.
c. Faktor organisasi; Faktor ini mencakup beberapa aspek diantaranya
pengendalian jam kerja, sistem penerimaan pelayanan
keperawatan, dan gaya manajemen atau kepemimpinan.
Luthans (2006) dalam Veruswati (2011) mengungkapkan bahwa
ada lima dimensi pekerjaan yang mempresentasikan kepuasan
karyawan terhadap pekerjaannya, yaitu :
a. Pekerjaan itu sendiri, Peekerjaan yang memberi kesempatan untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuasn karyawan dan
menawarkan tantangan, kebebasan atau otonomi, tanggung jawab
serta umpan balik akan memberikan kepuasan kerja.
b. Gaji. Jika gaji yang diterima sesuai dengan harapan karyawan
tersebut maka akan menimbulkan kepuasan kerja.
c. Kesempatan promosi. Kesempatan promosi merupakan
kesempatan bagi karyawan untuk maju dalam organisasi.
d. Pengawasan. Kemampuan seorang atasan yang selalu memberikan
bantuan dan dukungan teknis akan menimbulkan kepuasan kerja
karyawan.
e. Rekan kerja. Rekan kerja yang selalu memberikan dukungan sosial
dan teknis menimbulkan kepuasan kerja.
Para manejer seharusnya peduli akan tingkat kepuasan kerja dalam
organisasi mereka sekurang-kurangnya dengan tiga alasan :
a. Ada bukti yang jelas bahwa karyawan yang tidak puas lebih sering
melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinan mengundurkan
diri.
b. Telah diperagakan bahwa karyawan yang puas mempunyai
kesehatan yang lebih baik dan usia lebih panjang.
c. Kepuasan pada pekerjaan [ CITATION Rob01 \l 1033 ].
2. Jenis Turnover
Menurut Forguson & Forgason (1986) dalam Siregar (2014) ada
dua jenis turnover, yaitu :
a. Turnover volunteer yaitu keluar dari pekerjaan secara sukarela
(volunteer). Hal ini disebabkan karena inisiatif karyawan untuk
berpindah dari posisi kepegawaian dn biasanya disebabkan karena
masalah-masalah pribadi seperti status pernikahan, melahirkan, dan
pindah kerja atau pindah kota.
b. Turnover involunter yaitu pindah kerja dari pekerjaan sekarang
dengan alas an di luar keinginan karyawan, misalnya pemecatan,
pension, meninggal dunia atau perpindahan pasangan hidup
(suami/istri).
3. Faktor-faktor Penyebab Turnover
Hunter et al (2008) mengkategorikan faktor dari voluntary
turnover menjadi tiga, yaitu:
a. Individual level factors; Pada level individu, penyebab terjadinya
voluntary turnover adalah kepuasan kerja, kompensasi, dan
pengakuan.
b. Organizational level factors; Pada level organisasi faktor penyebab
terjadinya voluntary turnover adalah lingkungan kerja dan jenjang
karir.
4. Dampak Turnover
Pergantian Karyawan menurut Mobley (1986) bisa berdampak
negatif dan positif bagi suatu organisasi, individu yang keluar, individu
yang tinggal, dan masyarakat. Berikut dampak yang ditimbulkan dari
turnover :
a. Dampak Negatif Turnover
1) Bagi organisasi, yaitu :
a) Biaya-biaya (perekrutan, penerimaan, asimilasi, pelatihan).
b) Biaya-biaya penggantian karyawan.
c) Biaya proses pengunduran diri karyawan.
d) Rusaknya struktur sosial dan komunikasi.
e) Hilangnya produktivitas (selama pencarian dan pelatihan
penggantian).
f) Hilangnya para pemrestasi kerja yang tinggi.
g) Hilangnya kepuasan kerja diantara karyawan yang tinggal.
h) Merangsang strategi pengendalian karyawan yang kaku.
2) Bagi individu yang keluar, yaitu:
a) Hilangnya senioritas dan penghasilan tambahan.
b) Hilangnya maslahat yang bukan merupakan kepentingan
pribadi.
c) Rusaknya sistem-sistem tunjangan sosial dan keluarga.
d) Fenomena keadaan yang lebih baik dan kekecewaan yang
mengikutinya.
e) Biaya-biaya karena inflasi (bisalnya biaya hipotik).
f) Stres yang berkaitan dengan masa transisi.
g) Rusaknya karir suami atau istri.
h) Terpotongnya jalur karir.
3) Bagi individu yang tinggal, yaitu :
a) Rusaknya pola sosial dan kemasyarakatan.
b) Hilangnya kerabat-kerabat kerja yang berharga karena
fungsi mereka.
c) Berkurangnya kepuasan kerja.
d) Bertambahnya beban kerja selama dan segera setelah
pencarian pengganti.
e) Berkurangnya keterpaduan.
f) Berkurangnya keterikatan.
4) Bagi masyarakat, yaitu :
a) Peningkatan biaya-biaya produksi.
b) Ketidakmampuan daerah unutk mempertahankan atau
menarik industri.
b. Dampak Positif Turnover :
1) Bagi Organisasi yaitu :
a) Peniadaan mereka yang tidak berprestasi.
b) Masuknya pengetahuan/teknologi baru melalui para
pengganti.
c) Merangsang perubahan-perubahan dalam kebijakan dan
praktek.
d) Bertambahnya kesempatan bagi mobilitas intern.
e) Bertambahnya keluwesan structural.
f) Berkurangnya perilaku-perilaku pengunduran diri.
g) Kesempatan penurunan biaya konsolidasi.
h) Berkurangnya konflik yang berurat-akar.
2) Bagi individu yang keluar, yaitu :
a) Peningkatan penghasilan.
b) Kemajuan karir.
c) Kesesuaian antara individu-organisasi yang lebih baik,
sehingga mengurangi stress, menambah daya guna
keterampilan, dan minat yang lebih baik.
d) Rangsangan yang baru dalam lingkup sosial baru.
e) Perolehan nilai-nilai di luar pekerjaan.
f) Meningkatnya cerapan-cerapan untuk lebih mengefektifkan
diri.
3) Bagi individu yang tinggal, yaitu :
a) Bertambahnya peluang mobilitas intern.
b) Rangsangan untuk saling menumbuhkan semangat kerja
dengan rekan rekan sekerja.
c) Bertambahnya kepuasan kerja.
d) Bertambahnya keterpaduan.
e) Bertambahnya keikatan.
4) Bagi masyarakat, yaitu :
a) Mobilitas industry baru.
b) Berkurangnya ketidakhadiran dalam penghasilan.
c) Berkurangnya pengangguran dan biaya-biaya kesejahteraan
pada pasar tenaga kerja yang sedang menurun.
D. Turnover Intention
1. Defini Turnover Intention
Turnover intention adalah niat atau keinginan yang timbul dalam
diri seseorang untuk pindah kerja dari satu tempat kerja ke tempat
kerja lain. Intensi keluar (turnover intention) merupakan variabel yang
paling berhubungan dan lebih banyak menjelaskan perilaku turnover
[ CITATION Wil86 \l 1033 ]. Banyak penelitian yang dilakukan mengenai
turnover intention yang bertujuan untuk mengetahui masalah turnover.
Hasilnya mendukung penggunaan intensi turnover untuk memprediksi
turnover, karena terdapat hubungan yang kuat antara keduanya.
Abelson (1987) dalam Siregar (2014) mendefinisikan turnover
intention adalah niat seseorang untuk berpindah dan meinggalkan
organisasi serta mencari alternatif pekerjaan lain. Tindakan penarikan
diri seseorang dapat berupa adanya pikiran unutk keluar, keinginan
untuk mencari lowongan pekerjaan lain, mengevaluasi kemungkinan
untuk menemukan pekerjaan yang lebih baik di tempat lain dan adanya
keinginan unutk meninggalkan organisasi.
Menurut Robbins et al (1998) dalam Siregar (2014) bahwa
keinginan pindah kerja bagi tenaga kesehatan dipengaruhi oleh
karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, status
perkawinan, lama kerja, pelatihan kerja, profesionalisme,
pengungkapan kebutuhan pribadi, jarak tempat kerja, keinginan, dan
dinyatakan untuk tinggal di organisasi).
Berikut ini merupakan alur proses keputusan meninggalkan
pekerjaan oleh karyawan :
Job Satisfication
Thingking of
Quiting
Probability of Finding An
Acceptable Alternative Quit / Stay
c. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja yang menjadi penyebab turnover intention
memiliki banyak aspek diantaranya adalah :
1) Kepuasan terhadap Kompensasi
Kompensasi merupakan imbalan yang diterima oleh
karyawan dari perusahaan sebagai tanda balas jasa atas
pekerjaan yang telah dilakukan [ CITATION Soe03 \l 1033 ].
Kompensasi terbagi menjadi dua yaitu, kompensasi finansial
dan kompensasi non finansial. Kompensasi finansial meliputi
gaji, insentif, transport, sedangkan kompensasi nonfinansial
berupa jaminan kesehatan, jaminan hari tua, penghargaan
[ CITATION Wib12 \l 1033 ].
Kompensasi merupakan salah satu komponen penting yang
menentukan tingkat kepuasan kerja seorang karyawan.
Semakin besar kompensasi yang diberikan oleh perusahaan
maka akan semakin besar tingkat kepuasan kerja karyawan,
begitu pula sebaliknya [ CITATION Anw13 \l 1033 ]. Kepuasan
terhadap kompensasi akan mempengaruhi keinginan seorang
karyawan termasuk perawat untuk tetap atau meninggalkan
pekerjaannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Vevoda et al (2016) pada
perawat rumah sakit yang bekerja di Republik Ceko
menunjukkan kepuasan terhadap kompensasi memiliki
hubungan signifikan dengan turnover intention perawat.
Penelitian lain dilakukan oleh Alfiah (2013) pada perawat di
Brawijaya Women and Child Hospital menunjukkan variabel
kepuasan terhadap kompensasi memiliki hubungan yang
signifikan dengan turnover intention perawat.
2) Kepuasan terhadap Pekerjaan
Kepuasan terhadap pekerjaan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi turnover intention perawat. Karakteristik
pekerjaan yang dapat mempengaruhi turnover intention
seseorang antara lain adalah jumlah pekerjaan yang diberikan,
tingkat tanggung jawab dan kebebasan, keragaman dan
kesulitan pekerjaan (Munandar, 2001).
Mobley (1986) menyebutkan bahwa terdapat hubunga
positif antara pengualangan tugas dengan pergantian perawat,
serta hubungan negative antara otonomi, tanggung jawab
dengan pergantian perawat.
3) Kepuasan terhadap Supervisi
Supervisi atau pengawasan yang diberikan oleh supervisor
kepada para perawat turut mempengaruhi kepuasan kerja dan
keinginan perawat untuk tetap atau meninggalkan organisasi.
Ketidakpuasan terhadap supervisi terjadi ketika atasan tidak
bisa memberikan penghargaan atau dukungan, tidak
menghargai dan mengabaikan masalah yang dihadapi oleh
stafnya. Hal ini mendorong perawat untuk keluar
meninggalkan pekerjaannya. Hal ini sejalan dengan penelitian
Flitcher (2001) dalam Alfiah (2013) yang menyatakan bahwa
kepuasan terhadap supervisi secara konsisten berhubungan
dengan turnover inention. Hubungan ini sangat relevan
dikaitkan dengan Flitcher (2001) menyatakan bahwa
ketidakpuasan kerja terjadi ketika atasan tidak bisa
memberikan penghargaan atau dukungan, tidak menghargai
dan mengabaikan masalah yang dihadapi oleh stafnya.
4) Kepuasan terhadap Pengembangan Karir
Kepuasan terhadap pengembangan karir juga merupakan
salah satu faktor selain kompensasi yangturut mempengaruhi
keinginan perawat untuk meninggalkan pekerjaannya.
Purbowo (2006) menyebutkan bahwa pegawai yang diberikan
kesempatan terbatas terhadap jenjang karir akan lebih tinggi
turnover intentionnya dibandingkan dengan pegawai yang
diberikan jenjang karir yang luas. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hunter et al (2008)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif
antara jenjang karir dengan turnover intention. Artinya
seseorang yang mendapatkan kesempatan promosi sesuai
dengan yang diinginkan akan merasa puas dan keinginan
untuk keluarnya rendah.
5) Kepuasan Terhadap Rekan Kerja
Rekan kerja merupakan oran-orang yang ada di dalam
lingkungan pekerjaan. Hubunan yang baik dengan rekan kerja
dapat mempengaruhi keinginan seorang karyawan termasuk
perawat untuk bertahan dalam pekerjaannya. Penelitian yang
dilakukan oleh Klaus et al (2003) dalam Hunter et al (2008)
menyatakan bahwa karyawan yang mempunyai hubungan
pertemanan yang dekat pada saat bekerja akan lebih
cenderung untuk tetap tinggal di organisasi. Hal ini sejalan
dengan penelitian Vevoda et al (2016) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan signifikan antara hubungan rekan
kerja dengan turnover intention perawat.
6) Kepuasan terhadap Kebijakan Organisasi
Kepuasan terhadap kebijakan organisasi merupakan
kepuasan terhadap kepuasan gaya manajemen, prosedur, dan
kebijakan-kebijakan yang diberikan oleh organisasi kepada
para pekerjanya. Semakin tinggi kepuasan terhadap kebijakan
organisasi maka akan semakin rendah tingkat turnover
intentionnya. Darsono & Siswandoko (2011) menyebutkan
bahwa kepuasan terhadap lingkungan kerja dan kebijakan
organisasi berhubungan dengan keinginan keryawan untuk
tetap atau keluar dari pekerjaannya.
F. Kerangka Teori
KARAKTERISTIK
1
Sumber : Mobley et al (1978) dalam Munandar (2001), 2Chen et al (2018),
3
Vevoda et al (2016), 4Masum et al (2016), 5Yang et al (2015),
6
Kaddourah et al (2018), 7Abubakar et al (2014), 8Asegid et al
(2014), 9Leodro et al (2018), 10Alfiah (2013), 11Veruswati (2011),
12
Eviyanti (2011)